Makalah Metabolisme Sel Lisosom [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH METABOLISME SEL LISOSOM: STRUKTUR, FUNGSI, JENIS PROTEASE, DEGRADASI PROTEIN



Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metabolisme Sel Dosen pengampu: Dr. Drh. Susanti



Disusun oleh : Nila Nadiyya Lathifah



(0402516017)



PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI BIOLOGI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSISTAS NEGERI SEMARANG 2017



LISOSOM: STRUKTUR, FUNGSI, JENIS PROTEASE, DEGRADASI PROTEIN A. PENDAHULUAN Makhluk hidup baik manusia, hewan maupun tumbuhan merupakan organisme yang tersusun oleh ribuan sel. Sel merupakan unit terkecil penyusun tubuh makhluk hidup. Istilah sel pertama kali dikemukakan oleh Robert Hooke pada tahun 1665 untuk memberi nama pada rongga-rongga berbentuk kotak yang ia lihat ketika mengamati irisan gabus di bawah mikroskop. Karena gabus merupakan benda mati, maka rongga-rongga tersebut kosong (Brotowidjoyo, 1994) Sel bersifat mendasar bagi sistem kehidupan dalam biologi, sama halnya dengan atom yang merupakan hal mendasar dalam kimia. Tubuh organisme tingkat tinggi merupakan hasil kerja sama antara banyak jenis sel yang terspesialisasi yang tidak dapat bertahan hidup dalam waktu lama secara sendirian (Campbell, 2008). Untuk bisa melaksanakan dan menyintaskan suatu organisme, sel dilengkapi dengan organel-organel yang memiliki fungsi berbeda namun saling mendukung membentuk suatu sistem kerja yang teratur. Organel – organel



tersebut



antara



lain



nukleus,



mitokondria,



retikulum



endoplasma (RE), aparatus golgi, sitoskeleton, badan mikro, kloroplas, lisosom, dan lain-lain. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai organel sel lisosom, kita akan menjelajahi lisosom dan mengakrabkan diri dengan komponen-kompenen yang ada dalam lisosom. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Sejarah ditemukannya Lisosom? 2. Apa Definisi dari Lisosom dan bagaimana struktur Lisosom ? 3. Apa Fungsi Lisosom? 4. Apa Saja Jenis Protease? 5. Bagaimana Proses Degradasi Protein? C. PEMBAHASAN 1. Sejarah Lisosom Diantara RE dan aparatus golgi terdapat vesikuli-vesikuli yang memiliki fungsi untuk mengangkut senyawa-senyawa hasil biosintesis RE untuk disekresikan



lebih lanjut ke organel sel lain. Beberapa vesikuli tersebut mengangkut enzim-enzim yang antara lain berperan untuk proses metabolisme sel. Pada tahun 1955, Christian De Duve, seorang scientist asal Belgia sedang mempelajari tentang enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat. Salah satu enzim yang terlibat adalah asam fosfatase. Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, diketahui bahwa di dalam sitoplasma terdapat zat yang mengandung enzim tersebut, dan diupayakan untuk bisa mengisolasi zat tersebut secara utuh dengan tujuan bisa dipelajari lebih lanjut. Enzim fosfatase yang terkandung dalam zat tersebut memiliki kemampuan untuk mencerna residu, dan adanya enzim ini digunakan sebagai penanda untuk membedakan antara zat tersebut dengan organel lain, zat ini kemudian dikenal sebagai organel baru dengan nama lisosom. Penemuan lisosom juga didukung dengan adanya percobaan di protozoa yang mengakui bahwa lisosom dapat mencerna residu dan melakukan fusi dengan membran plasma serta terlibat dalam proses autofagi dan fagositosis (Fawcett, 1917), (Luzio dkk, 2003), (Juwono dkk, 2002).



Gambar 1. Manosa-6-fosfat merupakan penanda lisosom 2. Definisi dan Struktur Lisosom a. Definisi dan Struktur Lisosom Lisosom berasal dari 2 kata dari bahasa Yunani yaitu “Lyse” yang artinya memecah, melisiskan dan “Soma” artinya badan. Jika digabung menjadi badan pemecah. Berdasarkan pendapat beberapa ahli, lisosom merupakan salah satu organel yang hanya ada pada sel hewan berupa kantong bermembran yang berisi 50 jenis enzim hidrolase berbeda Seperti protease, nuklease, glikosidase, lipase, fosfolipase, fosfatase, dan sulfatase (Karp, 2006). Sekitar 0,5-5% dari volume sel merupakan lisosom. Lisosom merupakan organel yang hanya ada pada sel hewan, pada sel tumbuhan dan yeast, organel yang memiliki fungsi serupa dikenal dengan nama vakuola makanan. sekitar (Luzio, 2003) Lisosom memiliki membran tunggal yang tersusun dari fosfolipid bilayer, protein integral, dan glikosilat. Berdasarkan



dengan pengamatan menggunakan mikroskop elektron, membran lisosom memiliki membran dengan tebal 9 nm, lebih tebal dari membran mitokondria, membran ini memiliki kemampuan untuk berfusi secara selektif dengan membran sel lain. Lisosom memiliki protein marker yang disebut “Docking-marker acceptor” sehingga lisosom dapat berfusi dengan target yang tepat. Membran lisosom juga sangat terglikosilasi yang dikenal dengan lysosomal-associated membrane proteins (LAMP). Sampai saat ini sudah terdeteksi LAMP-1, LAMP-2, dan CD63/LAMP-3. LAMP berguna sebagai reseptor penerimaan kantong vesikel pada lisosom (Adnan, tth), (Dice, 1947) . Membran lisosom berfungsi untuk melindungi isi lisosom yaitu enzim-enzim hidrolitik agar tidak keluar, hal ini karena enzim hidrolitik dalam lisosom hanya dapat bekerja maksimal pada pH asam atau pH rendah yaitu sekitar 4,6-5,5. Jika lisosom pecah atau bocor, enzim yang yang berada dalam lisosom menjadi tidak sangat aktif sebab sitosol memiliki pH rendah. Kebocoran pada lisosom yang berlebihan dapat menghancurkan sel melalui autodigesti. Sedangkan untuk mempertahankan pH dalam lisosom, maka secara terus-menerus terjadi pemompaaan ion hidrogen ke dalam lumen lisosom dengan melibatkan hidrolisis ATP sebagai sumber energi (Dice, 1947), (Campbell, 2008), (Juwono dkk, 2002).



Lisosom Gambar 2. Lisosom pada sel hati hamster (Fawcett, 1917)



Gambar 3. Struktur lisosom: terdiri dari membran tunggal berupa fosfolipid, protein integral, dan glikosilat.



Pompa H+ Gambar 4. Cara lisosom mepertahankan keadaan asam dalam membrannya yaitu dengan memompakan ion hidrogen secara terus menerus ke dalam lumen lisosom dengan melibatkan hidrolisis ATP sebagai sumber energi. b. Cara pembentukan Lisosom Enzim hidrolitik dan membran lisosom dibuat oleh RE kasar dan kemudian ditransfer ke aparatus Golgi untuk diproses lebih lanjut. Beberapa lisosom timbul melalui pertunasan dari sisi trans aparatus Golgi (Karp, 2006), (Dice, 1947). Asal dan pembentukan lisosom telah dipelajari lebih dalam, dan berdasarkan hasil temuan terdapat 2 pendapat mengenai asal dan pembentukan lisosom yaitu: 1. Protein hidrolitik dibentuk oleh ribosom yang terdapat pada RE kasar, selanjutnya protein tersebut dikirim menuju permukaan badan Golgi untuk diproses lebih lanjut. Setelah itu, protein hidrolitik dikemas dan dibungkus dalam bentuk vesikula yang kemudian dilepas sebagai lisosom primer.



2. Protein hidrolitik dibentuk di ribosom yang terdapat pada RE kasar, selanjutnya dikirim dalam bentuk vesikula menuju daerah GERL (Golgi associated Endoplasmic Reticulum giving rise to Lisosom) yang berdekatan dengan daerah permukaan matang aparatus Golgi. Kemudian dari GERL, dilepaskan menjadi lisosom primer (Adnan, tth).



Pendapat 2



Pendapat 1



Gambar 5. Dua pendapat mengenai proses pembentukan lisosom c. Jenis Lisosom Berdasarkan keterlibatanya dengan substrat, terdapat 2 macam lisosom yaitu: 1. Lisosom primer adalah lisosom yang belum terlibat dalam aktivitas



pencernaan



sel.



Pada



sel-sel



kelenjar



yang



menghasilkan enzim-enzim tertentu, lisosom primer akan langsung menuju pinggir sel untuk mengeluarkan enzim dari dalam sel. Lisosom primer akan berubah menjadi lisosom sekunder apabila ada bahan/benda yang perlu dihancurkan masuk ke dalam sel. 2. Lisosom sekunder adalah lisosom yang susdah terlibat dalam aktivitas pencernaan sel berupa hasil fusi antara lisosom primerdengan substrat yang berbatas membran. Lisosom sekunder ada 2 macam yaitu: a. Heterolisosom, disebut heterolisosom jika subtrat yang berfusi dengan lisosom primer berasal dari luar sel yang



disebut sebagai fagosom atau endosom. Heterolisosom sering disebut juga dengan vakuola pencerna. b. Autolisosom atau sitolisosom atau vakuola



autofagi,



disebut sebagai autolisosom jika substrat yang berfusi dengan lisosom sekunder berasal dari dalam sel/substrat intraseluler



yang



berbatas



membran



(sitosegresom),



misalnya organel sel seperti mitokondria (Fawcett, 1917) (Dice, 1947) (Adnan, tth).



Gambar 6. Proses pembentukan lisosom dan jenis lisosom Bentuk akhir dari heterolisosom dan autolisosom disebut telolisosom atau postlisosom atau badan residu. Setelah lisosom sekunder berupa autolisosom sudah bekerja atau mencerna substrat intraseluler, pada akhirnya autolisosom akan mengalami 3 kemungkinan yang terjadi yaitu: 1. Mengosongkan kandungannya dengan cara eksositosis atau defekasi seluler. Bahan-bahan yang telah tercerna dalam lisosom dapat dilepaskan kembali dalam sitoplasma dan selanjutnya terlibat dalam proses metabolisme. 2. Menjadi bahan residu tanpa bahan hidrolase 3. Menghidrolisis kandungannnya secara sempurna untuk dapat berfusi dan memulai siklus aktivitas yang baru (Dice, 1947), (Luzio, 2003).



Gambar 8. Perbedaan bentuk lisosom: vakuola autofagi,badan residu, dan lisosom primer



3. Fungsi Lisosom Secara umum, lisosom berperan melaksanakan pencernaan intraseluler dalam berbagai situasi. Untuk mendukung fungsinya, terdapat beberapa proses yang harus ada, antara lain: a. Fagositosis Fagositosis berasal dari bahasa Yunani yaitu phagein artinya makan dan kytos artinya wadah, mengacu pada sel. Fagositosis merupakan proses pemasukan partikel berukuran besar dan mikroorganisme seperti bakteri dan virus ke dalam sel. Amoeba dan banyak protista makan dengan cara menelan organisme yang lebih kecil atau partikel lain, cara inilah yang disebut sebagai fagositosis. Vakuola makanan yang terbentuk dengan cara



ini



kemudian



berfusi



dengan



suatu



lisosom



yang



mengandung enzim hidrolitik. Selanjutnya hasil pencernaan, termasuk gula sederhana, asam amino, dan monomer lain masuk ke sitosol danmenjadi nutrien bagi sel. Pada beberapa sel manusia juga melakukan fagositosis. Contohnya ,akrofag, sejenis sel darah putih yang membantu mempertahankan sistem imun tubuh dengan cara menelan dan menghancurkan bakteri serta penyerbu lain (Campbell, 2006).



Gambar 9. Fagositosis: lisosom mencerna makanan b. Autofagi Lisosom juga menggunakan enzim hidrolitiknya untuk mendaur ulang materi organik milik sel sendiri, proses ini disebut autofagi. Selama autofagi, organel sel yang rusak atau sejumlah kecil sitosol diselubungi membran ganda kemudian berfusi dengan lisosom selanjutnya enzim hidrolitik dalam lisosom menguraikan



materi



yang



diselubungi



menjadi



monomer-



monomer organik kemudian dikembalikan ke sitoplasma untuk digunakan kembali. Dengan bantuan lisosom, sel terus-menerus memperbarui



dirinya



mendaur-ulang



sendiri.



separuh



Misalnya



sel



makromolekulnya



hati setiap



manusia, minggu



(Campbell, 2006).



Gambar 10. Autofagi: lisosom menguraikan organel rusak



Gambar 11. Fungsi lisosom sebagai autofagi pada mitokondria c. Endositosis dan eksositosis Endositosis adalah pengambilan molekul biologis dan partikel zat oleh sel melalui pembentukan vesikel baru dari membran plasma. Sedangkan eksositosis adalah sekresi seluler molekulmolekul biologis melalui fusi vesikel yang mengandung molekul semacam itu dengan membran plasma (Campbell, 2006). Tanpa endositosis maupun eksositosis, fungsi lisosom tidak dapat bekerja. Apabila tidak ada endositosis, lisosom primer tidak akan berubah



menjadi



lisosom



sekunder,



sebab



tidak



ada



zat



berbahaya yang masuk melalui proses endositosis. Sedangkan tanpa eksositosis, lisosom lanjut tidak bisa melakukan defekasi seluler.



Gambar 12. Gambar eksositosis dan endositosis



Gambar 13. hubungan proses fagositosis, autofagi, endositosis dan eksositosis dengan fungsi lisosom. 4. Jenis Protease Pada pembahasan awal, telah dijelaskan bahwa lisosom mengandung 50 jenis enzim hidrolitik berbeda. Enzim hidrolitik tersebut antara lain fosfatase, nuklease, hidrolase, protease, dan enzim-enzim perombak lipid. Berikut fungsi enzim yang terkandung dalam lisosom: 1. Fosfatase berfungsi menghidrolisis oligonukleotida 2. Nuclease berfungsi menghidrolisis DNA dan RNA. 3. Protease berfungsi menghidrolisis protein 4. Lipase berfungsi menghidrolisis lipid 5. Enzim-enzim lain yang berfungsi menghidrolisis karbohidrat polisakarida serta oligosakalida.



Gambar 13. Beberapa jenis enzim dalam lisosom (Dice, 1947) Setelah diketahui macam enzim dalam lisosom, pada bahasan makalah ini hanya akan berfokus pada enzim protease. Protease adalah enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada molekul protein yang menghasilkan peptida atau asam amino. Protein terdiri atas molekul asam amino yang bervariasi jumlahnya, berkisar antara 10 sampai ribuan yang berfungsi sebagai unit penyusun polimer protein yang terangkai melalui ikatan peptida. Protein yang memiliki lebih dari 10 asam amino disebut polipeptida,s sedangkan istilah protein ditujukan bagi polimer asam amino dengan jumlah di atas 100 (Suhartono, 1989). Protease memiliki banyak peran dalam sejumlah reaksi biokimia seluler. Selain diperlukan untuk degradasi protein, enzim protease tterlibat dalam sejumlah mekanisme patogenesis, proses koagulasi darah, proses sporulasi, diferensiasi, sejulah proses pasca transasi dan mekanisme ekspresi protein ekstraseluler (Rao dkk, 1998). Jenis protease berdasarkan cara kerjanya ada 2 macam, yaitu:



1. Proteolisis terbatas adalah memecah hanya satu atau beberapa ikatan peptida tertentu dari sebuah protein target. Contoh: perubahan prohormon menjadi hormon. 2. Proteolisis tidak terbatas adalah mendegradasi protein menjadi asama amino penyusunnya. (Palmer, 1981). Sedangkan jenis protease berdasarkan letak pemutusan ikatan peptida, ada 2 macam protease yaitu: 1. Endopeptidase memutus ikatan peptida yang berada di dalam rantai protein sehingga dihasilkan peptida dan polipeptida. 2. Eksopeptidase menguraikan protein dari ujung rantai sehingga dihasilkan satu asam amino dan sisa protein (Ward, 1983).



Gambar 14. Endopeptidase dan eksopeptidase Berdasarkan komponen sisi aktifnya, protease dibagi menjadi 4 macam, yaitu: 1. Protease serin yang memiliki residu serin pada sisi aktifnya. 2. Protease sistein yang memiliki gugus SH pada sisi aktifnya. 3. Protease asam yang memiliki residu asam aspartat pada sisi aktifnya. 4. Protease metal yaitu yang aktivitasnya tergantung pada ikatan yang kuat pada kation dwivalen (Whittaker, 1994), (Rao, dkk, 1998).



Gambar 14. Protease serine, aspartat, dan sistein. Jenis protease yang ada pada lisosom adalah protease sistein, yaitu cathepsin. Aktivitas sistein dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1. pH. Sistein protease kebanyakan tidak stabil dan kurang aktif (lemah) pada pH netral dan berfungsi optimal pada vesikel intraseluler asam. 2. Potensial Redoks. Sisi aktif sistein mudah teroksidasi. Dengan demikian enzim ini paling aktif pada lingkungan tereduksi 3. Sintesis sebagai prekursor inaktif. Semua enzim memerlukan aktivasi proteolitik. Aktivasi pada umumnya memerlukan pH yang asam 4. Enzim ditargetkan untuk endosom dan lisosom. Enzim memiliki situs glikosilasi yaitu mengalami penambahan gugus manosa yang kemudian berikatan dengan reseptor manosa-6-fosfat yang merupakan reseptor utama untuk lisosomal targeting protein dalam jalur sekretori. 5. Adanya inhibitor sistein protease. Inhibitor tersebut menghambat aktivitas enzim protease. Sistein protease dapat diklasifikasikan menjadi tiga keluarga besar yaitu keluarga enzim yang berhubungan dengan interleukin 1β



converting enzyme



(ICE),



calpain



dan



keluarga



papain



(cathepsin). Cathepsin merupakan enzim sistein protease yang adadalam lisosom, enzim ini berasal dari keluarga papain. Protein ini mempunya sekuen DNA dan asam amino yang homolog dengan cathepsin S dan L. Akhir-akhir ini diketahui bahwa cathepsin K adalah elastase pada mamalia yang cukup poten. Walaupun cathepsin K lebih poten dibandingkan cathepsin S dan L namun cathepsin K tidak stabil pada pH yang netral (tidak seperti cathepsin S). Pada pengukuran aktivitas elastinolitik jangka pendek, cathepsin K lebih poten



dibandingkan cathepsin S pada pH netral, namun pada pengukuran yang lebih lama (18-24 jam) cathepsin S yang lebih poten. Instabilitas terhadap pH pada cathepsin K sesuai dengan fungsi utamanya sebagai enzim lisosomal yang disekresikan ke dalam lingkungan asam oleh osteoklast. Cathepsin K, S dan L juga merupakan kolagenase dan gelatinase yang poten (Hardiany, 2013).



Gambar 15. Struktur Cathepsin 5. Degradasi Protein Sebagian besar protein dalam tubuh secara konstan akan disintesis dan selanjutnya didegradasi, sehingga memungkinkan pembuangan protein yang abnormal atau protein yang tidak diperlukan. Asam amino yang berlebihan dari yang diperlukan untuk sintesis protein dan biomolekul lain tidak dapat disimpan dalam tubuh maupun disekresi ke luar tubuh, tidak seperti asam lemak dan glukosa (Stryer, 2000). Bagi banyak protein terdapat pengaturan sintesis yang menentukan kadar protein dalam sel dengan proses pengurain protein yang memainkan sedikit peranan. Bagi protein lain, laju sintesisnya tetap, yakni secara relatif konstan dan kadar protein di dalam sel dikendalikan oleh degradasi yang selektif. Pergantian protein dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu laju pergantian dan degradasi protein. a. Laju pergantian Pada orang dewasa yang sehat, jumlah protein total di dalam tubuh tetap konstan, karena lau sintesis protein cukup untuk menggantikan protein yang didegradasi. Proses ini disebut sebagai pergantian protein yang menyebabkan hidrolisis dan sintesis ulang ulang 300-400 gr protein tubuh setiap harinya. Kecepatan pergantian protein sangat bervariasi untuk setiap



protein. Protein dengan masa hidup yang singkat (misalnya, berbagai protein pengatur dan protein yang salah terlipat) dengan cepat akan didegradasi, sehingga waktu paruhnya hanya beberapa menig atau jam. Protein dengan masa hidup yang lama, memiliki waktu paruh hingga beberapa hari sampai minggu (sebagian besar protein dalam sel). b. Degradasi protein Degradasi protein merupakan suatu proses pemecahan protein dari ikatanikatan yang terdapat di dalamnya. Degradasi ini dapat terjadi akibat adanya pemanasan atau kontaminasi dengan zat kimia. Degradasi protein terjadi di sitosol, lisosom, dan Terdapat 2 sistem enzim utama yang berperan dalam degradasi protein yang rusak atau yang tidak diperlukan yaitu mekanisme proteosom-ubiquitin yang bergantung ATP di sitosol, dan enzim degradatif di lisosom yang tidak bergantung ATP. Proteosom secara selektif menguraikan protein yang rusak atau berumur pendek. lisosom menggunakan enzim hidrolase asam untuk melaksanakan penguraian nonselektif protein intrasel (autofagi) dan protein ekstrasel (heterofagi). Pada eukariot kebanyakan gangguan terjadi pada sistem tunggal yang meliputi



ubiquitin



dan



proteosom.



Ubiquitin



pada



degradasi



protein



memperlihatkan bahwa keberadaan 76 protein asam amino yang sangat berlimpah dan melibatkan reaksi proteolisis yang tergantung pada energi, dimana energi tersebut dapat membantu proses ubiquitin dalam degradasi protein. Beberapa penemuan menunjukkan hasil yang positif terhadap identifikasi seri tiga enzim yang menyertakan molekul ubiquitin baik secara tunggal maupun berantai. Asam amino lisin pada protein merupakan salah satu contoh molekul ubiquitin yang dapat dijadikan protein target untuk proses degradasi. Suatu protein dapat bersifat ubiquitin tergantung pada kehadiran atau tidaknya motif asam amino yang ada di dalam protein yang merupakan pertanda sinyal keberhasilan degradasi protein (Ferrier, 2014). Sinyal ini tidak memiliki karakteristik yang kompleks, tetapi ada tipe tertentu yang dapat digunakan sebagai karakteristik, diantaranya : 1) N-degron, merupakan suatu urutan elemen yang dipresentasikan pada Nterminal atau rantai ujung N pada suatu protein. Degradasi protein dipengaruhi sifat alamiah residu N-terminal. Misalnya protein yang memiliki serin pada N-terminalnya memiliki waktu paruh lebih dari 20 jam, aspartat memiliki waktu paruh sekitar 3 menit, dan yang



memiliki rangkai PESR yang terdiri dari Prolin Glutamat Serin Treonin memiliki waktu paruh sangat pendek. 2) Sekuen PEST, dimana tipe ini merupakan tipe yang memiliki sekuen internal yang banyak mengandung prolin (P), asam glutamat (E), serin (S), dan treonin (T). Komponen yang berperan dalam degradasi protein ada 3 yaitu ubiquitin, proteosome, dan serpin (serine protease inhibitor). 1) Ubiquitin Ubiquitin merupakan suatu komponen kecil yang berada di sitosol, tersusun atas 76 residu asam amino beserta rantai utamanya. Aktivitas ubiqitin diaktifkan oleh enzim E1, serta memiliki C-terminal yang berfungsi untuk berkonjugasi dengan substrat. Fungsi ubiquitin yaitu sebagai pemberi sinyal bagi proteasome dalam proses degradasi protein.



Gambar 16. Struktur 3 dimensi ubiquitin 2) Proteosome Proteosom, yaitu suatu struktur di dalam protein berubiquitin. Degradasi protein pada eukariot dan prokariot dapat mengalami perbedaan. Eukariot memiliki proteosom yang luas, struktur multi subunit dengan sebuah koefisien sedimetasi 26S, mengandung silinder cekung 20S dan dua ‘cap’ 19 S. Prokariot memiliki proteosom kurang lebih sama dengan ukuran yang sama tetapi kurang kompleks dan terdiri dari berbagai salinan yang hanya memiliki dua macam protein. Proteosom eukariotik juga mengandung 14 tipe berbeda pada subunit protein dengan rongga yang sebagai sebagai pintu masuk, sehingga suatu protein harus direntangkan agar dapat masuk ke dalam proteosom. Protein yang telah terbentang akan dengan mudah memasuki proteosom. Pembentangan ini memungkinkan terjadinya proses pengikatan energi dan terlibat dalam struktur yang sama. Setelah pembentangan ini maka protein dapat masuk ke dalam proteosom dan membelah menjadi rantai



peptida pendek 4-10 asam amino yang panjang. Peptida ini dapat kembali ke dalam sitoplasma dan dapat melibatkan kembali pada sintesis protein.



Gambar 17. Struktur Proteosome 3) Serpin (serine protease inhibitor) Serpin merupakan sekelompok senyawa yang terbentuk dari gugus protein yang diidentifikasi pertama kali sebagai sebuah kelompok protein yang mampu menghambat protease. Serpin berfungsi sebagai inhibitor atau penghambat dan pemblokir fungsi suatu protein, khususnya enzim protease serin.



Gambar 18. Struktur Serpin Ada 3 macam jalur degradasi protein yaitu: 1) UPS (Ubiquitin Proteosome System) Sebagian besar degradasi protein intraseluler terjadi melalui sistem ini. Fungsi dari UPS yaitu penghancuran protein secara cepat, regulasi transkripsi gen, sumber asam amino, dan sistem kekebalan tubuh. protein yang ditujukan untuk didegradasi oleh mekanisme proteosome-ubiquitin pertama-tama terikat secara kovalen dengan ubiquitin (Ub), yaitu protein non-enzimatik berukuran kecil dan berbentuk globular yang konservasinya sangat dijaga diantara berbagai spesies eukariota. Ubiquitinasi substrat yang menjadi target terjadi lewat pembentukan ikatan isopeptida gugus αkarboksil C-terminal glisin dari Ub dengan gugus E-amino lisin pada substrat protein melalui 3 tahap yang dikatalisis oleh enzim yang bergantung pada ATP. Enzim tersebut yaitu E1 berfungsi sebagai



pengaktivasi ubiquitin, E2 berfungsi sebagai pengkonjugasi ubiquitin pada substrat, E3 berfungsi sebagai protein ligase yang mengkonjugasi substrat pada ubiquitin. Penambahan secara berurutan empat molekul Ub atau lebih pada protein target akan menghasilkan rantai poliubiquitin. Protein yang diberi tanda dengan ubiquitin kemudian dikenali oleh molekul proteolitik yang besar, berbentuk seperti tong sampah yang disebut proteosome. Ketika protein yang sudah ditempeli poliubiqitin masuk dalam proteosome, maka proteosome akan memotong protein target menjadi potongan yang selanjutnya didegradasi menjadi asam amino. Setelah protein target masuk ke proteosome, ubiquitin akan lepas dan mengalami siklus ulang (Sorokin, 2009), (Ferrier, 2014). 5 6



1



3 2 4



Gambar 19. Degradasi protein melalui jalur UPS. (1) Awalnya E1 mengaktivasi ubiquitin (2) Protein target ditempeli oleh E2 dan E3, (3) Selanjutnya ubiquitin dan E1, E2, E3 menempel di protein target dan terbentuk poliubiqitin (4) menuju proteosome, (5) Protein target didegradasi dan (6) ubiquitin lepas untuk mengalami siklus ulang. 2) ERAD (Endoplasmic Reticulum Associated Degradation) ERAD merupakan degradasi protein yang khusus, yaitu pada protein transmembran. Degradasi protein ini dapat terjadi jika diketahui protein gagal melipat sehingga tidak bisa berfungsi sebagai protein pada mestinya. Jalur ERAD ini melibatkan RE, seperti diketahui RE merupakan organel yang menghasilkan komponen penyusun membran seperti protein integral, fosfolipid. Sama halnya dengan UPS, pada ERAD juga membutuhkan ubiquitin sebagai sinyal penanda protein target dan proteosome untuk mendegradasi protein.



Gambar 20. Degradasi protein melalui jalur ERAD: (1) Protein yang salah melipat dikenali dan direkrut ke kompleks ERAD, (2) di mana mereka dimasukkan ke membran ER melalui pori yang dibentuk oleh kompleks protein ERAD, (3) Selama translokasi, protein yang menyimpang adalah poli-ubiquitylated oleh aksi bersama dari enzim pengaktifan ubin-aktif E1, enzim pengikat konjugasi E2 ubiquitin PfUBC, dan ligase E3, (4,5,6) Protein yang salah melipat bergabung dengan E1, E2, E3, dan ubiquitin (7) kemudian membentuk poliubiquitin, (9) protein unfolding dibawa ke proteosome untuk didegradasi (10) protein telah terdegrasi menjadi fragmen yang lebih sederhana. 3) Siklus Urea Siklus urea (disebut juga siklus ornithin) adalah reaksi pengubahan amonia (NH3) menjadi urea ((NH2)2CO). Reaksi kimia ini sebagian besar terjadi di hati dan sedikit terjadi di ginjal. Hati menjadi pusat pengubahan amonia menjadi urea terkait fungsi hati sebagai tempat menetralkan racun. Amonia merupakan hasil degradasi dari asam amino, urea bersifat racun sehingga dapat membahayakan tubuh apabila menumpuk di dalam tubuh. Tubuh manusia tidak dapat membuang urea dengan cepat sehingga perlu diubah menjadi urea yang bersifat kurang beracun. D. KESIMPULAN 1. Lisosom adalah kantong bermembran yang berisi 50 jenis enzim berbeda yaitu enzim hidrolitk yang terdiri dari fosfatase, nuklease,



lipase, galaktosidase, dan protease. Enzim hidrolitik ini hanya dapat bekerja maksimal dalam kondisi pH asam atau rendam. 2. Struktur lisosom terdiri atas membran tunggal berapa lipid bilayer, protein integral dan glikosilat. 3. Lisosom berasal protein hidrolitik dari ribosom pada RE kasar yang kemudian dikirim dalam vesikel dan diproses dalam aparatus Golgi dan dikeluarkan sebagai lisosom dengan penanda manosa-6-fosfat. 4. Terdapat 2 macam lisosom yaitu lisosom primer dan lisosom sekunder. 5. Fungsi lisosom yaitu berperan dalam proses pencernaan intrasel yang didukung dengan fagositosis, autofagi, endositosis, dan eksositosis. 6. Protease merupakan enzim pendegradasi protein dengan cara menghidrolisis ikatan peptida. Protease di lisosom yaitu Cathepsin. 7. Degradasi protein merupakan suatu proses penguraian senyawa protein menjadi monomer penyusunnya yaitu asam amino. Degradasi protein



Komponen yang terlibat: Ubiquitin, proteosome, dan serpine.



Sebab: Kelebihan protein tidak bisa disimpan dalam tubuh maupun diekskresikan.



Macam Jalur: 1. UPS (tergantung ATP) 2. ERAD ((tergantung ATP) 3. Di lisosom (tidak tergantung ATP, Autofagi & heterofagi)



E. DAFTAR PUSTAKA 4. Siklus urea Adnan. Tth. Lisosom. Makassar: UNM Brotowidjoyo, Mukayat Djarubito. 1994. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga Campbell, Neil A., Reece, Jane B. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1 Alih Bahasa Damaring Tyas Wulandari. Jakarta: Erlangga Dice, J. Fred. 1947. Lysosomal Pathways Protein Degradation. Boston USA: Eurekah Fawcett, Don Wayne. 1917. The Cell. German: Sanders Company Feerier, Denise R. 2014. Lippincott’s Ilustrated Reviews Biokimia Edisi ke-6 Jilid 2 Alih Bahasa Winarsi Rudiharso, Andry Hartono, Lyndon Saputra. Tangerang: Binarupa Aksara Hardiany, Novi Silvia. 2013. Cathepsin dan Calpain: Enzim Pemecah Protein dalam Sel. Jurnal Biokimia & Biologi Molekuler Volume 1 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Juwono. Juniarto, Achmad Zulfa. 2002. Biologi Sel. Jakarta: EGC Karp, Gerald. 2006. Cell and Molecular Biology Concept and Experiments. USA: Wiley



Luzio, J. Paul., Poupon, Viviane., Lindsay. R., Mullock, Barbara M., Piper. Robert C., Pryor, M. Paul R. 2003. Membrane dynamics and the biogenesis of lysosomes (Review). Molecular Membrane Biology Palmer, T. 1981. Understanding Enzymes. England : Ellis Horwood. Stryer, Lubert. 2000. Biokimia Volume 2 Alih Bahasa Mohammad Sadikin, dkk. Jakarta: EGC Rao et al.1998. Molecular and Biotechnologi Aspect of Microbial Proteases. Microbiol And Mol Biol Rev 62(3) Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Sorokin, A. V., Kim, E. R., Ovchinnikov., L. P. 2009. Proteosome System of Protein Degradation and Processing. Biochemistry Moscow Volume 74 Ward, O.P 1983. Proteinase: Microbial Enzyme And Biotechnology. W.M. Fogart.Applied Science Publisher. New York. Whittaker, J.R. 1994. Principles of Enzymology for The Food Sciences Second Edition. New York: Marcek Dekker Inc.