Makalah Peluang Dan Tantangan E-Learning Di Lembaga Pendidikan Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas Makalah



PELUANG DAN TANTANGAN E-LEARNING DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM



Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah: Isu-Isu Pendidikan Kontemporer Dosen Pengasuh : Dr. H. Mazrur, M.Pd



Muhammad Muchtar Lubis NIM: 19016118



PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA PRODI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 1441 H/2019 M



i



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt. atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Peluang dan Tantangan E-learning di Lembaga Pendidikan Islam” dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mata kuliah Isu-Isu Pendidikan Kontemporer. Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukanmasukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh



Palangkaraya, 17 Oktober 2019 Penyusun,



Muhammad Muchtar Lubis NIM. 19016118



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................i KATA PENGANTAR.........................................................................................ii DAFTAR ISI........................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang..................................................................................................1 B. Rumusan Masalah.............................................................................................2 C. Tujuan Penulisan..............................................................................................2 D. Metode Penulisan..............................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian E-learning.......................................................................................4 B. Peluang E-learning di Lembaga Pendidikan Islam..........................................5 C. Tantangan E-learning di Lembaga Pendidikan Islam......................................11 BAB IV PENUTUP Kesimpulan............................................................................................................13 Saran-Saran............................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan telah dan sedang mengalami perubahan besar. Kebutuhan akan pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia menjadi semakin penting dan mendesak. Tuntutan dari stake holder pendidikan semakin besar, sementara perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat belum secara optimal dimanfaatkan oleh pengelola pendidikan, khususnya madrasah. Terdapat alasan mengapa e-learning menjadi penting bagi lembaga pendidikan Islam, yaitu: (1) Umat Islam telah tersebar di seluruh penjuru dunia. Internet merupakan sarana yang mudah dan murah untuk selalu keep in touch dengan komunitas muslim yang lain, (2) Citra pendidikan Islam yang buruk perlu diperbaiki. Internet menawarkan kemudahan untuk menyebaran pemikiran-pemikiran yang jernih dan benar serta pesan-pesan ketuhanan ke seluruh dunia, dan (3) Penyesuaian terhadap kemajuan teknologi informasi. Pemanfaatan internet untuk pendidikan menunjukkan bahwa kaum muslim dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan peradaban selama tidak bertentangan dengan akidah. Pendidikan Islam sebagai proses transformasi yang mempunyai tujuan tertentu, mempunyai unsur-unsur berikut: materi yaitu agama Islam, dosen yaitu penyampai pendidikan Islam, obyek pendidikan artinya orang yang belajar dan metode dan sarana pendidikan.1 Penerapan e-learning semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat. Perkembangan ini memberikan kesempatan berkembangnya kreativitas dan inovasi dalam pengembangan perangkat lunak yang cepat. Apalagi masyarakat sangat memerlukan kemudahan dalam mengakses internet sebagai media e-learning. E-learning dalam Pendidikan Islam. 2008. http://aa-den.blogspot.com/2008/05/e-learningdalam-pendidikan-islam-teori.html, diakses pada hari minggu, tanggal 13 Oktober 2019. 1



Penerapan e-learning dapat menjangkau hampir semua jenis dan kategori pendidikan.2 Upaya dalam memahami dan memaknai keberadaan e-learning, maka ada beberapa perspektif yang dapat digunakan guna memperoleh pemahaman yang utuh dan fleksibel tentang e-learning. E-learning pada dasarnya tidak selalu harus berhubungan dengan proses pendidikan dan pembelajaran yang berbasis elektronik dan virtual secara ideal, namun e-learning yang mampu memberikan pemahaman bagaimana peserta belajar memperoleh materi dan melakukan proses pembelajaran melalui fasilitas internet dan sajian halaman website yang memberikan dan menyediakan bahan ajar secara elektronik.3 Ketika suatu lembaga pendidikan sudah memahami, maka dana siap mengucur untuk kesuksesan penyelenggaraan pendidikan dan layanan pembelajaran, maka setelah semuanya terbangun pada akhirnya akan muncul tuntutan praktis kepada warga belajar. Kondisi ketika pembelajaran dengan melalui hasil telaah ilmu pengembangan kurikulum, maka ada beberapa keterkaitan langsung antara penyelenggaraan pembelajaran secara elektronik dan manajemen pendidikan secara kelembagaan berdasarkan pendekatan sistem. E-learning banyak dipahami orang banyak termasuk oleh praktisi dunia pendidikan bahwa e-learning sangat memerlukan tindakan nyata dari fungsi manajemen melalui media komunikasi elektronik.4 Berdasarkan uraian di atas, dalam makalah ini penulis menyajikan materi tentang peluang dan tantangan yang dihadapi e-learning di lembaga pendidikan khususnya di lembaga pendidikan Islam.



B. Rumusan Masalah Munir, Pembelajaran Jarak Jauh: Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bandung: Alfabeta, 2012, h. 178. 3 Deni Darmawan, Pengembangan E-learning: Teori dan Desain, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014, h. 17. 4 Ibid, h. 17. 2



2



Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud e-learning? 2. Bagaimana peluang e-learning di lembaga pendidikan Islam? 3. Bagaimana tantangan e-learning di lembaga pendidikan Islam? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mendeskripsikan pengertian e-learning. 2. Untuk mendeskripsikan peluang e-learning di lembaga pendidikan Islam. 3. Untuk mendeskripsikan tantangan e-learning di lembaga pendidikan Islam. D. Metode Penulisan Penulisan makalah dilakukan dengan menggunakan metode pustaka (library research), yaitu mencari dan mengumpulkan data-data ilmiah yang relevan dengan tema “Peluang dan Tantangan E-learning di Lembaga Pendidikan Islam” dengan mencari buku-buku, bahan, sumber-sumber dan literatur melalui rujukan yang terpercaya.



3



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian E-Learning Istilah e-learning memiliki definisi yang sangat luas. E-learning terdiri dari huruf “e” yang merupakan singkatan dari electronic dan kata learning yang artinya pembelajaran. Dengan demikian, e-learning bisa diartikan sebagai pembelajaran dengan memanfaatkan bantuan perangkat elektronik, khususnya perangkat komputer. Fokus paling penting dalam e-learning adalah proses belajarnya (learning) itu sendiri dan bukan pada “e” (electronic), karena elektronik hanyalah sebagai alat bantu saja. Pelaksanaan e-learning menggunakan bantuan audio, video dan perangkat komputer atau kombinasi dari ketiganya.5 Menurut Allan J. Henderson, e-learning adalah pembelajaran jarak jauh menggunakan teknologi komputer atau biasanya internet. Henderson menambahkan juga bahwa e-learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran di kelas. William Horton menjelaskan bahwa e-learning merupakan pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari internet.6 E-learning adalah pembelajaran jarak jauh (distance learning) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer atau internet. Elearning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka



masing-masing



tanpa



harus



secara



fisik



pergi



mengikuti



pelajaran/perkuliahan di kelas. E-learning adalah sebuah rancangan aplikasi untuk pengelolaan dan pendistribusian materi pendidikan dan latihan melalui berbagai media elektronik, seperti internet, LAN, WAN, broadband, wireless.7 E-learning adalah sebuah proses pembelajaran yang dilakukan melalui network (jaringan komputer), biasanya lewat internet atau intranet. E-learning Munir, Pembelajaran Jarak Jauh: Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bandung: Alfabeta, 2012, h. 169. 6 Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran: Meningkatkan Mutu Pembelajaran Sesuai Standar Nasional, Yogyakarta: Teras, 2012, h. 283-284. 7 Ibid, h. 284. 5



4



berarti proses transformasi pembelajaran dari yang berpusat pada pengajar kepada berpusat pada pembelajar. Pembelajaran tidak tergantung pada pengajar, karena akses informasi (knowledge) lebih luas dan lengkap, sehingga pembelajar dapat belajar kapan saja dan dimana saja. E-learning merupakan salah satu strategi atau metode pembelajaran paling efektif yang mampu menjangkau tempat yang sangat luas, dengan biaya relatif murah. Untuk mengakses materi pembelajaran pada e-learning diperlukan komputer dengan jaringan internet atau intranet. Materi pembelajaran selalu ada kapan pun dan dimana pun dibutuhkan, sehingga dapat mengatasi kendala jarak, ruang dan waktu. Dengan demikian, pembelajaran melalui e-learning bisa berlangsung kapan saja, dimana saja, melalui jalur mana saja dengan kecepatan apapun.8 B. Peluang E-Learning di Lembaga Pendidikan Islam Penyelenggaraan e-learning membutuhkan dukungan sistem administrasi dan manajemen dengan memanfaatkan sistem informasi, sebagaimana pendapat Oetomo, yakni: (1) Administrasi data staf edukatif, karyawan, kurikulum, mata kuliah, data peserta didik, nilai, data pustaka, sistem perpustakaan dan sistem administrasi pembayaran, (2) Proses belajar mengajar meliputi upload dan download materi pembelajaran, proses pemeliharaannya, konsultasi, bimbingan paper atau tugas akhir dan ujian, (3) Menyusun materi pembelajaran yang menarik, menciptakan suasana belajar yang kompetitif, menyajikan studi kasus yang menantang dan memacu belajar, pembentukan forum-forum diskusi ilmiah, penciptaan topik-topik penelitian dan sistem penilaian yang memotivasi peserta didik untuk belajar lebih baik lagi, (4) Untuk pengelolaan keuangan pihak lembaga dapat bekerja sama dengan lembaga perbankan yang memiliki sistem Internet Banking.9 Untuk membangun sebuah e-learning maka perlu diperhatikan juga aspek sosial, teknologi, organisasi dan personal. Keempat aspek tersebut maka akan memengaruhi kebutuhan sistem dan teknologi serta bahan yang tepat untuk Munir, Pembelajaran Jarak Jauh: Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bandung: Alfabeta, 2012, h. 170. 9 Deni Darmawan, Pengembangan E-learning: Teori dan Desain, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014, h. 41. 8



5



membangunnya. Suatu lembaga pendidikan harus mampu mengelola istilah teknologi sosial dan jejaring pemanfaatannya oleh peserta belajar. Konteks pengelolaan e-learning oleh lembaga pendidikan maka alangkah baiknya lembaga tersebut mengembangkan dulu “wadah” atau saluran dan sistem terlebih dahulu. Baru setelah itu melakukan pemerkayaan dengan konten secara gotong royong dalam batas-batas keilmuan yang dikembangkannya untuk masing-masing program. Ketika kondisi tersebut telah terwujud selanjutnya pembelajaran akan lebih berpeluang untuk dikemas secara utuh dalam bentuk proses belajar elektronik atau e-learning. Dengan demikian, inilah yang secara umum banyak ditemukan dan dilakukan oleh lembaga pendidikan.10 Peluang kesuksesan program e-learning di lembaga pendidikan Islam atau perguruan tinggi berhubungan dengan usaha yang konsisten dan terintegrasi dari mahasiswa, dosen, fakultas, fasilitator, staf penunjang dan administrator.  Mahasiswa. Sehubungan dan konteks pendidikan, peran utama dari mahasiswa adalah untuk belajar dengan sukses, merupakan tugas yang penting, sehingga perlu didukung oleh keadaan lingkungan yang baik, membutuhkan motivasi, perencanaan dan kemampuan untuk menganalisa dengan menggunakan instruksi atau modul yang terbaik. Ketika instruksi disampaikan pada suatu jarak tertentu, menghasilkan tantangan tambahan karena mahasiswa sering terpisah dari kebersamaan latar belakang dan interes lainnya, mempunyai hanya sedikit kesempatan untuk berinteraksi dengan dosen di luar kelas dan harus bergantung pada hubungan teknis untuk menjembatani gap pemisah mahasiswa di dalam kelas.11  Dosen. E-learning harus mempunyai kemampuan pemahaman pada materi yang disampaikannya, memahami strategi e-learning yang efektif, bertanggung jawab terhadap materi pelajaran, persiapan pelajaran, pembuatan modul pelajaran, penyeleksian bahan penunjang, penyampaian materi pelajaran yang efektif, penentuan interaksi mahasiswa, penyeleksian dan pengevaluasian tugas secara elektronik. Studio pengajar perlu dikelola Ibid, h. 18. Sofan Amri, Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013, Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2013, h. 155. 10 11



6



lebih baik daripada ruangan kelas biasa. Dosen harus dapat menggunakan peralatan, antara lain menggunakan audio, video materials dan jaringan komputer selama pembelajaran berlangsung.12  Lembaga/Universitas. Kesuksesan semua usaha e-learning bergantung juga pada tanggung jawab lembaga/universitas. Fakultas bertanggung jawab pada pemahaman materi dan pengembangan pemahaman tersebut sesuai dengan kebutuhan para mahasiswa.  Fasilitator. Fakultas merasa lebih efisiesn bila berhubungan dengan fasilitator setempat yang bertindak sebagai jembatan antara mahasiswa dan fakultas. Supaya lebih efektif, seorang fasilitator harus mengerti kebutuhan para mahasiswa yang dilayani dan harapan yang diinginkan fakultas. Lebih penting lagi, fasilitator harus mengikuti arahan yang sudah ditentukan oleh fakultas. Mereka perlu menyiapkan peralatan, mengumpukan tugas para mahasiswa, melakukan tes dan bertindak sebagai instruktur setempat.  Staf Penunjang. Kebanyakan kesuksesan program e-learning berhubungan juga



dengan



penunjang



fungsi-fungsi



pelayanan



seperti



registrasi



mahasiswa, penyampaian materi kuliah, pemesanan buku teks, penjagaan copyright, penjadwalan, pemrosesan laporan, pengelolaan sumber daya teknis. Staf penunjang merupakan kabutuhan utama untuk menciptakan keadaan, sehingga e-learning tetap pada jalur yang benar.  Administrator. Meskipun administrator biasanya ikut dalam perencanaan suatu program e-learning, mereka sering kehilangan kontak dengan manajer teknis ketika program sedang beroperasi. Administrator e-learning yang efektif bukan hanya sekedar memberikan ide, tetapi perlu juga bekerja sama dan membuat konsensus dengan para pembangun, pengambil keputusan dan pengawas. Mereka harus bekerja sama dengan personel teknis dan staf penunjang, meyakinkan bahwa sumber daya teknologi perlu dikembangkan secara efektif untuk keperluan misi akademis ke depan. Hal yang penting lagi bahwa di dalam mengelola suatu akademik perlu merealisasikan bahwa



12



Ibid, h. 153-154.



7



kebutuhan dan kesuksesan para mahasiswa e-learning merupakan tanggung jawab utama.13 E-learning merupakan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi bersifat pragmatis yang memerlukan dukungan infrastruktur dan superstruktur lain yang terkait dengan lembaga pendidikan (sekolah atau perguruan tinggi) dan pengajar maupun pembelajar. Oleh karena itu, keberhasilan penggunaan elearning dipengaruhi juga oleh daya beli pengajar dan pembelajar terhadap fasilitas teknologi informasi dan komunikasi yang dibutuhkan untuk mengakses fasilitas internet, seperti menyediakan fasilitas personal komputer, laptop, atau note book. Fasilitas ini pada saat ini bukan sesuatu yang murah, tetapi masih relatif mahal dan cenderung masih sulit disediakan oleh pengajar maupun pembelajar, terutama secara perorangan.14 Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dapat mencakup pola interaksi antara pengajar dan pembelajar, pemanfaatan teknologi sebagai sumber belajar dan penggunaan teknologi sebagai alat bantu. Pengajar dan pembelajar bukan merupakan obyek yang hanya bisa memanfaatkannhya melainkan subyek dari e-learning. Subyek artinya memiliki peran yang aktif dan menentukan keberhasilan e-learning. Pengajar dan pembelajar memiliki kemauan dan kemampuan dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi tersebut.15 Posisi e-learning dalam pendidikan jarak jauh merupakan suatu bentuk konsekuensi logis, karena keterpisahan jarak dan waktu antara peserta belajar dan penyelenggara pembelajaran, maka mutlak diperlukan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi (e-learning). Sama halnya dengan sistem belajar mandiri (independent learning) yang merupakan konsekuensi logis dari pendidikan jarak jauh. Jadi, karena keterpisahan jarak dan waktu,



Ibid, h. 155-156. Munir, Pembelajaran Jarak Jauh: Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bandung: Alfabeta, 2012, h. 201. 15 Ibid, h. 201. 13 14



8



pendidikan jarak jauh mutlak memerlukan penerapan sistem belajar mandiri dan sistem belajar berbasis teknologi elektronik (e-learning).16 Tujuan pembelajaran jarak jauh dengan menerapkan e-learning adalah agar tersedia akses belajar dan perbaikan kesamaan kesempatan belajar kepada semua pembelajar. Selain itu juga untuk memperkuat dan memperdalam pengertian



terhadap



ilmu



pengetahuan,



memperluas



cakrawala,



dan



memperkaya keberagaman subjek pengetahuan, serta memperbaiki efektivitas proses pembelajaran. Dengan demikian, e-learning tidak menggantikan proses pembelajaran konvensional secara tatap muka. E-learning justru akan menambah, melengkapi, memperkuat, dan memperkaya proses pembelajaran konvensional tersebut, untuk itu perlu adanya upaya mengkombinasikan elearning dengan proses pembelajaran konvensional.17 Upaya pengembangan e-learning pada masa sekarang dan yang akan datang diperlukan regulasi untuk melindungi minat belajar masyarakat dari malpraktik



penyelenggaraan



pendidikan.



Salah



satu



upaya



untuk



mengantisipasi tantangan masa depan e-learning itu adalah dengan adanya undang-undang yang mengakomodasi e-learning, di antaranya UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang di dalamnya terdapat upaya untuk mendapatkan jaminan kualitas dalam pendidikan (e-learning). Termasuk di dalamnya juga termasuk sistem akreditasi dan asesmen yang efektif yang perlu dilengkapi dengan peraturan pemerintah.18 Dengan menyediakan fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Membuat bahan ajar atau petunjuk belajar yang



Dewi Salma Prawiradilaga, dkk., Mozaik Teknologi Pendidikan: E-learning, Jakarta: Kencana, 2013, h. 47. 17 Munir, Pembelajaran Jarak Jauh: Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bandung: Alfabeta, 2012, h. 178. 18 Ibid, h. 178-179. 16



9



terstrutur dan terjadwal melalui internet dan merubah peran siswa dari yang biasa pasif menjadi aktif, agar siswa lebih mandiri.19 Peluang penggunaan e-learning ini banyak memiliki keunggulan yaitu (1) mengurangi biaya: lembaga penyelenggaraan e-learning dapat mengurangi bahkan menghilangkan biaya perjalanan untuk pelatihan, menghilangkan biaya pembangunan sebuah kelas dan mengurangi waktu yang dihabiskan oleh pelajar untuk pergi ke sekolah, (2) mudah dicapai: pemakai dapat dengan mudah menggunakan aplikasi e-learning dimanapun juga selama mereka terhubung ke internet, e-learning dapat dicapai oleh para pemakai dan para pelajar tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu, (3) kemampuan bertanggung jawab: kenaikan tingkat, pengujian, penilaian dan pengesahan dapat diikuti secara otomatis sehingga semua peserta (pelajar, pengembang dan pemilik) dapat bertanggung jawab terhadap kewajiban mereka masing-masing di dalam proses belajar mengajar.20 Model pembelajaran e-learning yang sudah diterapkan di berbagai perguruan tinggi dalam berbagai negara terbukti mampu untuk meningkatkan mutu pendidikan di negara tersebut, sedangkan di Indonesia program pembelajaran dengan sistem e-learning ini sudah dirintis Universitas Terbuka dan Universitas Gajah Mada (UGM) dan dharapkan mampu untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik.21 Salah satu contoh lain perguruan tinggi yang telah menerapkan e-learning secara baik dan berorientasi pada implementasi kampus digital adalah Universitas Bina Nusantara (Ubinus). Sistem yang dikembangkan disebut dengan Multi Chanel Learning (MCL) dan e-learning merupakan salah satu chanelnya. MCL di Universitas Bina Nusantara merupakan model sistem pembelajaran berbasis teknologi informasi yang terdiri dari 3 aktivitas utama yaitu: (1) aktivitas dalam kelas (classroom), (2) aktivitas belajar mandiri (self Rusman, Deni Kurniawan dan Cepi Riyana, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi: Mengembangkan Profesionalitas Guru, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012, h. 292-293. 20 Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran: Meningkatkan Mutu Pembelajaran Sesuai Standar Nasional, Yogyakarta: Teras, 2012, h. 303. 21 Ibid, h. 304-305. 19



10



study), dan (3) aktivitas e-learning. Saat ini, seluruh mata kuliah telah menggunakan MCL dengan komposisi aktivitas classroom dan e-learning yang terus diatur mengarah pada e-learning. Untuk mendukung operasional MCL, Ubinus menggunakan Learning Management System buatan sendiri yang dapat diakses melalui alamat http://www.ubinus.ac.id.22 Lembaga pendidikan Islam seperti madrasah sendiri ada yang sudah menerapkan e-learning seperti MAN Kediri dan SD Bani Hasyim.23 C. Tantangan E-Learning di Lembaga Pendidikan Islam Tantangan bagi penerapan e-learning di lembaga Pendidikan Islam adalah kecepatan akses internet yang sangat jauh untuk dibilang cepat karena keterbatasan bandwith. Biaya akses internet relatif masih mahal, sehingga internet belum bisa dinikmati oleh semua kalangan terutama kalangan ekonomi kelas bawah. Tantangan lainnya adalah pemerataan jangkauan akses internet yang belum merata dan belum sepenuhnya menjangkau ke semua wilayah, terutama ke daerah-daerah terpencil atau pedalaman. Jangkauan akses internet yang mudah lebih banyak di kota-kota besar.24 E-learning yang diterapkan dalam pembelajaran yang terpisah antara pengajar dengan pembelajar atau tanpa tatap muka sama sekali, maka pada pembahasan materi pembelajaran yang memerlukan daya nalar dan pemikiran yang tinggi, masih tetap memerlukan penjelasan, bimbingan, atau pengawasan dari pengajar atau tutor. Penerapan e-learning membutuhkan kedisiplinan, kesadaran, dan motivasi yang tinggi dari para pembelajar untuk belajar mandiri secara online dan tidak meminta bantuan orang lain untuk mengerjakan tugastugasnya. Belum lagi kebiasaan menyontek masih ada, sekalipun dalam sistem belajar reguler atau konvensional, apalagi di dunia maya yang tidak ada pengawasan secara langsung dari pengajar. Untuk itu pertemuan tatap muka



Sofan Amri, Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013, Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2013, h. 155. 23 E-learning dalam Pendidikan Islam. 2008. http://aa-den.blogspot.com/2008/05/e-learningdalam-pendidikan-islam-teori.html, diakses pada hari minggu, tanggal 13 Oktober 2019. 24 Munir, Pembelajaran Jarak Jauh: Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bandung: Alfabeta, 2012, h. 177-178. 22



11



langsung masih diperlukan untuk memberikan bimbingan atau pengawasan yang ketat dalam mengerjakan tugas atau ujian.25 E-learning akan berhasil dengan baik jika dilakukan dengan benar dan optimal. Namun, bisa juga penerapan e-learning itu mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut antara lain disebabkan salahnya penerapan pendekatan dalam pembelajaran, yaitu tidak menerapkan pendekatan pembelajaran berpusat pada pembelajar (student centered learning) melainkan pengajaran bepusat pada pengajar (teacher centered learning). Pendekatan pembelajaran berpusat pada pengajar (teacher centered learning) kurang tepat diterapkan dalam e-learning karena pengajar mendominasi pembelajaran. Pembelajar sebagai subyek belajar bukan obyek belajar. Pembelajar sangat bergantung kepada pengajar. Akibatnya pembelajar menjadi pasif dan mengalami kesulitan untuk mengeksplorasi dan memahami materi pembelajaran secara mandiri.26 Tantangan lainnya adalah: (1) kurangnya interaksi antara pengajar dan pelajar atau bahkan antar pelajar itu sendiri sehingga memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar mengajar, (2) kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial, (3) proses belajar mengajar cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan Islam, (4) berubahnya peran pengajar dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional seperti ceramah dan demonstrasi pada materi PAI, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT (Information, Communication dan Technology), (5) tidak semua tempat tersedia fasilitas internet, mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer di lembaga pendidikan Islam, (6) kurangnya mereka yang mengetahui dan memiliki keterampilan tentang internet, dan (7) kurangnya penguasaan bahasa komputer.27



Ibid, h. 178. Ibid, h. 201-202. 27 Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran: Meningkatkan Mutu Pembelajaran Sesuai Standar Nasional, Yogyakarta: Teras, 2012, h. 304. 25 26



12



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan E-learning adalah sebuah proses pembelajaran yang dilakukan melalui network (jaringan komputer), biasanya lewat internet atau intranet. E-learning berarti proses transformasi pembelajaran dari yang berpusat pada pengajar kepada berpusat pada pembelajar. Pembelajaran tidak tergantung pada pengajar, karena akses informasi (knowledge) lebih luas dan lengkap, sehingga pembelajar dapat belajar kapan saja dan dimana saja. E-learning merupakan salah satu strategi atau metode pembelajaran paling efektif yang mampu menjangkau tempat yang sangat luas, dengan biaya relatif murah. Untuk mengakses materi pembelajaran pada e-learning diperlukan komputer dengan jaringan internet atau intranet. Materi pembelajaran selalu ada kapan pun dan dimana pun dibutuhkan, sehingga dapat mengatasi kendala jarak, ruang dan waktu. Dengan demikian, pembelajaran melalui e-learning bisa berlangsung kapan saja, dimana saja, melalui jalur mana saja dengan kecepatan apapun. Peluang e-learning di lembaga pendidikan Islam adalah, antara lain: (1) pengelolaan e-learning oleh lembaga pendidikan Islam alangkah baiknya lembaga tersebut mengembangkan dulu “wadah” atau saluran dan sistem terlebih dahulu. Baru setelah itu melakukan pemerkayaan dengan konten secara gotong royong dalam batas-batas keilmuan yang dikembangkannya untuk masing-masing program. Ketika kondisi tersebut telah terwujud selanjutnya pembelajaran akan lebih berpeluang untuk dikemas secara utuh dalam bentuk proses belajar elektronik atau e-learning, (2) daya beli pengajar dan pembelajar terhadap fasilitas teknologi informasi dan komunikasi yang dibutuhkan untuk mengakses fasilitas internet, seperti menyediakan fasilitas personal komputer, laptop, atau note book, (3) Pengajar dan pembelajar harus sebagai subyek dari e-learning, artinya memiliki peran yang aktif dan menentukan keberhasilan elearning, karena memiliki kemauan dan kemampuan dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi tersebut, (4) Peluang kesuksesan program



13



e-learning di lembaga pendidikan Islam/universitas berhubungan dengan usaha yang konsisten dan terintegrasi dari mahasiswa, dosen, fakultas, fasilitator, staf penunjang dan administrator, (5) Posisi e-learning dalam pendidikan jarak jauh merupakan suatu bentuk konsekuensi logis, karena keterpisahan jarak dan waktu antara peserta belajar dan penyelenggara pembelajaran, maka mutlak diperlukan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi (elearning),



(6)



E-learning



tidak



menggantikan



proses



pembelajaran



konvensional secara tatap muka. E-learning justru akan menambah, melengkapi, memperkuat, dan memperkaya proses pembelajaran konvensional tersebut, untuk itu perlu adanya upaya mengkombinasikan e-learning dengan proses pembelajaran konvensional, (7) E-learning dapat mengurangi biaya: lembaga penyelenggaraan e-learning dapat mengurangi bahkan menghilangkan biaya perjalanan untuk pelatihan, menghilangkan biaya pembangunan sebuah kelas dan mengurangi waktu yang dihabiskan oleh pelajar untuk pergi ke sekolah, (8) E-Learning mudah dicapai: pemakai dapat dengan mudah menggunakan aplikasi e-learning dimanapun juga selama mereka terhubung ke internet, e-learning dapat dicapai oleh para pemakai dan para pelajar tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu, (9) kemampuan bertanggung jawab: kenaikan tingkat, pengujian, penilaian dan pengesahan dapat diikuti secara otomatis sehingga semua peserta (pelajar, pengembang dan pemilik) dapat bertanggung jawab terhadap kewajiban mereka masing-masing di dalam proses belajar mengajar, (10) upaya pengembangan e-learning dengan mengantisipasi tantangan masa depan e-learning dengan adanya undang-undang yang mengakomodasi e-learning, di antaranya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang di dalamnya terdapat upaya untuk mendapatkan jaminan kualitas dalam pendidikan (e-learning). Termasuk di dalamnya juga termasuk sistem akreditasi dan asesmen yang efektif yang perlu dilengkapi dengan peraturan pemerintah. Salah satu contoh perguruan tinggi yang telah menerapkan e-learning secara baik dan berorientasi pada implementasi kampus digital adalah Universitas Bina Nusantara (Ubinus), Universitas Terbuka dan Universitas Gajah Mada. Lembaga pendidikan Islam



14



seperti madrasah sendiri ada yang sudah menerapkan e-learning seperti MAN Kediri dan SD Bani Hasyim. Tantangan e-learning di lembaga pendidikan Islam, antara lain: (1) kecepatan akses internet yang sangat lambat karena keterbatasan bandwith, (2) biaya akses internet relatif masih mahal, sehingga internet belum bisa dinikmati oleh semua kalangan terutama kalangan ekonomi kelas bawah, (3) tidak semua tempat tersedia fasilitas internet, mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer di lembaga pendidikan Islam, (4) pemerataan jangkauan akses internet yang belum merata dan belum sepenuhnya menjangkau ke semua wilayah, terutama ke daerah-daerah terpencil atau pedalaman. Jangkauan akses internet yang mudah lebih banyak di kota-kota besar, (5) kurangnya mereka yang mengetahui dan memiliki keterampilan tentang internet, (6) kurangnya penguasaan bahasa komputer, (7) e-learning yang diterapkan dalam pembelajaran yang terpisah antara pengajar dengan pembelajar atau tanpa tatap muka sama sekali, maka pada pembahasan materi pembelajaran yang memerlukan daya nalar dan pemikiran yang tinggi, masih tetap memerlukan penjelasan, bimbingan, atau pengawasan dari pengajar atau tutor, (8) penerapan e-learning membutuhkan kedisiplinan, kesadaran, dan motivasi yang tinggi dari para pembelajar untuk belajar mandiri secara online dan tidak meminta bantuan orang lain untuk mengerjakan tugas-tugasnya, (9) kebiasaan menyontek masih ada, sekalipun dalam sistem belajar reguler atau konvensional, apalagi di dunia maya yang tidak ada pengawasan secara langsung dari pengajar. Untuk itu pertemuan tatap muka langsung masih diperlukan untuk memberikan bimbingan atau pengawasan yang ketat dalam mengerjakan tugas atau ujian, (10) kurangnya interaksi antara pengajar dan pelajar atau bahkan antar pelajar itu sendiri sehingga memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar mengajar, (11) proses belajar mengajar cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan Islam, (12) salahnya penerapan pendekatan dalam pembelajaran, yaitu tidak menerapkan pendekatan pembelajaran berpusat pada pembelajar (student centered learning) melainkan pengajaran bepusat pada pengajar (teacher centered learning).



15



Pendekatan pembelajaran berpusat pada pengajar (teacher centered learning) kurang tepat diterapkan dalam e-learning karena pengajar mendominasi pembelajaran. Pembelajar sebagai subyek belajar bukan obyek belajar. Pembelajar sangat bergantung kepada pengajar. Akibatnya pembelajar menjadi pasif dan mengalami kesulitan untuk mengeksplorasi materi pembelajaran secara mandiri, (13) kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial, (14) berubahnya peran pengajar dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional seperti ceramah dan demonstrasi pada materi PAI, kini juga dituntut



mengetahui



teknik



pembelajaran



yang



menggunakan



ICT



(Information, Communication dan Technology). B. Saran-Saran Saran dari penulis dalam makalah ini tentang “Peluang dan Tantangan Elearning di Lembaga Pendidikan Islam”, sebagai berikut: 1.



E-learning dapat digunakan untuk pembelajaran, akan tetapi juga harus mengadakan proses pembelajaran di kelas, karena elearning tidak menggantikan proses pembelajaran konvensional secara tatap muka.



2.



Diharapkan orang yang berada di daerah terpencil dan sulit dijangkau dapat belajar hal yang sama dengan orang yang berada di kota besar. Hal ini dikarenakan orang tersebut tidak perlu datang untuk bertemu langsung dengan pengajar. Hal itu sangat cocok sekali dengan wilayah Indonesia yang kondisi geografisnya beraneka ragam.



3.



Madrasah sebagai lembaga pencetak generasi muslim, tidak boleh ketinggalan dalam memanfaatkan sarana teknologi dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya bagi anak-anak muslim. Pihak-pihak yang terkait, dalam hal ini DEPAG sudah waktunya, untuk membantu dengan serius dalam mewujudkan E-learning berbasis Madrasah.



16



DAFTAR PUSTAKA Buku: Amri, Sofan, Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013, Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2013. Darmawan, Deni, Pengembangan E-learning: Teori dan Desain, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014. Fathurrohman, Muhammad dan Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran: Meningkatkan Mutu Pembelajaran Sesuai Standar Nasional, Yogyakarta: Teras, 2012. Munir, Pembelajaran Jarak Jauh: Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bandung: Alfabeta, 2012. Prawiradilaga, Dewi Salma, dkk., Mozaik Teknologi Pendidikan: E-learning, Jakarta: Kencana, 2013. Rusman, Kurniawan, Deni dan Riyana, Cepi, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi: Mengembangkan Profesionalitas Guru, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012. Internet: E-learning dalam Pendidikan Islam. 2008. http://aa-den.blogspot.com/2008/05/elearning-dalam-pendidikan-islam-teori.html, diakses pada hari minggu, tanggal 13 Oktober 2019.