Makalah Pengelolaan Limbah b3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENGELOLAAN LIMBAH B3 “PENGOLAHAN LIMBAH B3 SECARA FISIKA-KIMIA”



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 Anggota : 1. Reynaldy (12513 ) 2. Sitti Hariyati (13513032) 3. M. Dian Hikmawan (13513139) 4. Husnul Khatimah Dwi Ariyani (13513199)



JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2015/2016



Pengolahan Limbah B3 Secara Fisika-Kimia



1. Pendahuluan Berbagai jenis limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dibuang langsung ke lingkungan merupakan sumber pencemaran dan perusakan lingkungan. Untuk menghindari terjadinya dampak akibat limbah B3 diperlukan suatu sistem pengelolaan yang terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya pengelolaan limbah B3 tersebut merupakan salah satu usaha dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Ada berbagai cara/sistem yang dapat dipilih untuk mengolah limbah B3, baik secara fisika, kimia, biologi atau kombinasi dari itu. Pemilihan sistem yang akan digunakan untuk mengolah suatu limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik dan sifat-sifat limbah tersebut, yang mana prosesnya harus aman dan tidak menimbulkan bahaya bagi pekerjanya, diusahakan dengan biaya yang seefisien mungkin dan dapat memberikan hasil olahan yang aman bagi manusia di sekitarnya maupun lingkungan, tidak hanya memindahkan limbah dari satu tempat/bentuk ke tempat/bentuk yang lain saja tetapi dapat mencapai kesestabilan materi. Proses pengolahan secara fisika dan kimia bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah B3 dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak berbahaya. Cara ini biasanya menghasilkan produk olahan berupa cairan, gas, debu atau padatan. Produk-produk hasil olahan tersebut harus memenuhi baku mutu yang berlaku tentang pengendalian pencemaran sesuai dengan kelasnya. Adapun proses pengolahan limbah B3 secara fisika-kimia antara lain sebagai berikut: 1. Adsorbsi a. Defenisi Adsorpsi merupakan peristiwa terakumulasinya partikel pada suatu permukaan. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antar molekul adsorbat dengan situs aktif di



permukaan adsorben. Zat yang mengadsorpsi disebut adsorbat, sedangkan material tempat terakumulasinya adsorbat disebut adsorben (Atkins, 1996:427). Adsorpsi dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia adsorben seperti ukuran molekul adsorbat, karakteristik adsorbat, waktu pengadukan, konsentrasi adsorbat, suhu, pH dan luas permukaan adsorben. Semakin luas permukaan adsorben maka semakin banyak adsorbat yang teradsorpsi. Macam-macam adsorben antara lain zeolit, komposit zeolit magnetik, abu sekam padi, dan magenetit. b. Prinsip Pengolahan Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia-fisika antara substansi dengan penyerapanya. Proses perlekatan dapat saja terjadi antara cairan dan gas, padatan, atau cairan lain. Adsorpsi fisik terjadi karena adanya ikatan Van der waals, dan bila ikatan tarik antar molekul zat terlarut dengan zat penyerapnya lebih besar dari ikatan antara molekul zat terlarut dengan pelarutnya maka zat terlarut akan dapat diadsorpsi (Reynold, 1982). Sedangkan adsorpsi kimia merupakan hasil dari reaksi kimia antara molekul adsorbat dan adsorban dimana terjadi pertukaran elektron (Benefield, 1982). Adsorpsi terhadap air buangan mempunyai tahapan proses seperti berikut (Benefield, 1982): 1. Transfer molekul-molekul adsorbat menuju lapisan film yang mengelilingi adsorban. 2. Difusi adsorbat melalui lapisan film (film diffusion). 3. Difusi adsorbat melalui kapiler atau pori-pori dalam adsorban (proses pore diffusion) 4. Adsorbsi adsorbat pada permukaan adsorban. adsorpsi tidak menghilangkan logam berat, tetapi hanya mengubah logam berat terlarut menjadi bentuk padat. Sebagai akibat dari penyisihan logam berat terlarut dihasilkan residu berupa endapan logam hidroksida dan arang aktif bekas, yang keduanya mengandung logam berat dalam kadar tinggi. Residu ini bersifat toksik dan memerlukan penanganan secara khusus (misalnya dengan cara pengeringan dan solidifikasi).



Proses Adsorpsi c. Limbah B3 yang diolah Jenis limbah B3 yang diolah secara adsorpsi merupakan jenis limbah cair seperti limbah zat warna hasil industri tekstil yang mengandung logam, seperti Cr, Pb, Cd, Cu, Fe, dan Mg.



2. Air Stripping a. Defenisi Air stripping adalah proses pemisahan komponen yang mudah menguap (volatile), bahan kimia (EPA, 2001) dalam suatu cairan dengan cara mengalirkan udara ke dalam cairan. Proses air stripping banyak digunakan dalam bidang teknik kimia terutama untuk memurnikan air tanah atau limbah cair yang mengandung bahan volatile (Wikipedia, 2011). EPA (2001) menambahkan bahwa pemisahan bahan kimia dalam cairan terjadi melalui proses evaporasi atau perubahan fasa cair menjadi gas.



Senyawa volatile dalam cairan dicirikan dengan tekanan uap yang tinggi dan kelarutan rendah. Hal tersebut digambarkan dalam persamaan tanpa dimensi koefisien hukum Henry (Henry’s law coefficient). Koefisien tersebut menunjukkan perbandingan antara konsentrasi bahan tertentu (polutan) di udara dengan konsentrasi bahan di dalam air dalam kondisi equilibrum. Polutan yang memiliki koefisien Hukum Henry yang tinggi, secara ekonomi dapat dipisahkan (stripped) dari air. Air Stripping hanya efektif digunakan pada senyawa volatile atau semi volatile dengan bilangan Henry diatas 0,01 (CPEO, 2011). Air Stripping adalah operasi pemisahan solut dari fase cair ke fase gas, yaitu dengan mengontakkan cairan yang berisi solut dengan pelarut gas ( stripping agent) yang tidak larut ke dalam cairan. Stripper digunakan untuk memisahkan solut dari cairan sehingga diperoleh gas dengan kandungan solut lebih pekat. b. Prinsip Pengolahan Stripper disebut juga sebagai kolom distilasi berfungsi sebagai unit operasi untuk melakukan proses pemisahan sebuah campuran menjadi dua atau lebih produk yang memiliki titik didih berbeda, dengan mengeluarkan komponen yang lebih mudah menguap dari campuran. Pada suatu stripper biasanya dilengkapi dengan suatu compressor atau pompa vakum yang berfungsi untuk mengalirkan gas atau udara sehingga aliran gas tersebut menyerap gas yang terdapat diliquid yang akan dipisahkan dari aliran gasnya. Outlet dari stripper ini merupakan suatu liquid yang sudah mengandung sedikit atau bisa dikatakan bebas dari gas yang akan dipisahkan, sebagai contoh bila kita akan memisahkan oksigen dan air maka outletnya merupakan air yang kandungan oksigen atau nilai DO nya sudah rendah atau dapat dikatakan oksigen yang terkandung di dalam air sudah sedikit. Maka inilah salah satu peristiwa yang dapat dikatakan sebagai pemisahan dengan menggunakan stripper. Dalam perhitungan ukuran stripper, satu faktor yang sangat penting adalah nilai koefisien transfer atau tinggi unit transfer. Sementara itu kecepatan aliran total gas dan cairan akan ditentukan oleh proses, hal ini penting untuk menentukan aliran yang cocok per unit area yang melalui column. Aliran gas dibatasi dengan tidak boleh melebihi kecepatan pemisahan, dan akan ada hasil drop jika kecepatan cairan sangat rendah. Hal ini sangat cocok untuk menguji pengaruh kecepatan aliran gas dan cairan pada koefisien transfer. Pada



kenyataannya proses stripper juga dipengaruhi oleh beberapa variabel lain, seperti temperature, tekanan dan diffusivity. Stripper merupakan suatu proses absorpsi, sebagai contoh absorpsi gas yang merupakan suatu satuan penghilangan satu atau lebih komponen-komponen gas melalui kontak dengan suatu cairan. Hal ini sering digunakan di industri kimia untuk mengekstraksi sejumlah gas dari campuran gas-gas atau sering pula digunakan untuk menghilangkan komponen-komponen berbahaya seperti hydrogen sulfide atau belerang dioksida dari gas-gas yang berasal dari cerobong keluaran (flue gas). Pada setiap kasus, desain bangsal peralatan dibuat sesuai dengan tingkat kerapatan percampuran antara komponen-komponen, umumnya pada basis yang kontinyu untuk mencapai ekstraksi yang efisien. Kolom stripper merupakan salah satu peralatan utama dalam proses distilasi karena kolom ini berfungsi untuk mempertajam pemisahan komponen – komponen, sehingga bisa memperbaiki mutu suatu produk dengan memisahkan fraksi ringan yang tidak dikehendaki dalam produk tersebut. Pada dasarnya prinsip kerja kolom stripper adalah proses penguapan biasa, pada temperatur tertentu fraksi ringan yangtemperatur didihnya lebih rendah dari temperatur puncak kolom akan menguap dan keluar melalui puncak kolom. Secara umum untuk membantu penguapan dilakukan dengan injeksi steam atau dengan bantuan alat penukar panas reboiler untuk menaikkan temperatur. Air yang terkontaminasi dipompakan ke atas tank kemudian disemprotkan keatas material yang sudah memadati tower (packing tower). Kemudian air mengalir melalui lubang-lubang antara material tersebut, membentuk lapisan film tipis yang meningkatkan paparannya ke udara yang ditiupkan dari bawah tangki. Dari sini, VOC akan terikat bersama udara yang ditiupkan dan naik ke atas tank. Udara dan uap yang naik terkumpul di bagian atas dari tangki untuk selanjutnya dialirkan ke treatment yang lebih lanjut. Sementara itu, air yang sudah terlepaskan dari kontaminan, turun ke penampungan air kemudian dialirkan keluar.



c. Limbah B3 yang diolah Fungsi utama air stripping dalam pengolahan air adalah untuk menyisihkan kandungan gas terlarut yang tidak diinginkan seperti ammonia, karbondioksida, hydrogen sulfide, organic volatile (VOC) dan sebagainya. Contohnya ammonia merupakan polutan yang dapat dipisahkan dari suatu limbah cair walaupun seringkali memerlukan pengaturan pH terlebih dahulu. Proses pemisahan (stripping) lebih mudah dilakukan pada suhu tinggi. Hal tersebut sejalan dengan koefisien hukum Henry dimana koefisian akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Proses air stripping biasanya diawali dengan proses pre-asidifikasi. Tujuan pre-asidifikasi adalah untuk mendisosiasi ammonium dalam bentuk garam. Pre-asidifikasi dilakukan dengan menambahkan asam kuat seperti asam sulfat sehingga dicapai pH 5,5-6. Proses yang terjadi adalah digambarkan seperti persamaan berikut. 2 HSNH4 + H2SO4 --> (NH4)2SO4 + 2 H2S Gas H2S bersifat lebih volatile dibandingkan dengan gas NH3. Kombinasi gas H2S dengan asam lemah akan memungkin suhu proses stripping dapat diturunkan hingga suhu dibawah 80 oC. Proses pemisahan gas NH3 secara cepat umumnya dilakukan pada suhu 105 oC. Hal tersebut didasari hasil percobaan bahwa kombinasi gas H2S dengan asam lemah akan menghasilkan konstanta Henry 150 MPa, sedangkan kombinasi gas NH3 dengan asam lemah akan menghasilkan konstanta Henry 15 MPa. Telah disebutkan diawal bahwa semakin tinggi



kostanta Henry, maka proses stripping akan semakin mudah dilakukan. Kondisi proses stripping yang dapat dijadikan acuan. 3. Ion Exchange (Pertukaran Ion) a. Defenisi Pertukaran ion pada konsepnya ialah ion-ion yang ditahan oleh gaya elektrostatis pada permukaan padatan digantikan oleh ion-ion bermuatan sama yang berada pada larutan. Bahan penukar ion berkapasitas



besar



harus mempunyai ion aktif di seluruh strukurnya,



selektif untuk jenis ion tertentu, mampu diregenerasi, stabil secara



kimiawi / fisis serta mempunyai kelarutan rendah. Metode pertukaran ion adalah suatu reaksi (pertukaran) reversible ion-ion pada padatan (material / media penukar ion) dengan yang ada pada larutan, tetapi tidak terdapat perubahan substansial dalam struktur dari padatan tersebut. Secara sederhana metode pertukaran ion dapat diartikan sebagai metode untuk menghilangkan ion-ion yang tidak dikehendaki. Pertukaran ion merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan ion-ion yang tidak dikehendaki berada dalam larutan , untuk dipindahkan kedalam media padat yang disebut dengan media penukar ion, dimana media penukar ion ini melepaskan ion lain kedalam larutan. Sedangkan untuk alatnya disebut ion exchanger. b. Prinsip Pengolahan Pada dasarnya cara kerja kolom ion exchange adalah penukaran ion muatan listrik yang dibawa oleh fluida dengan muatan ion pada resin yang tersedian didalam tabung ion exchanger. Secara umum fungsi kolom ion exchange digunakan sebagai media purifikasi dan filtrasi muatan ion mineral pada fluida yang tidak dikehendaki seperti Calcium dan Magnesium dan menukarnya dengan Potasium dan Hydrogen, sehingga fluida yang keluar dari kolom tersebut memenuhi kriteria yang kita kehendaki.



Secara prinsip ion exchange bekerja dengan menukar ion yang ada di air dengan ion tertentu. Ada dua jenis resin yang dipergunakan yaitu resin Kation dan resin Anion. Resin Kation akan menukar semua ion positif di air (misalnya Natrium, Kalsium, Magnesium, Strontium) dengan ion Hidrogen. Sedangkan resin Anion akan menukar semua ion negatif di air (Klorida, Sulfat, Nitrat) dengan ion OH. Ion Hidrogen (H) bertemu dengan ion OH akan menghasilkan air murni (H2O). Berikut kami tampilkan reaksi



kimia pada resin Anion dan Kation : Reaksi resin Kation



Reaksi resin Anion



H+R- + HCl  Na+R- + HCl



R+OH- + HCl  R+Cl- + H2O



2 H+R- + MgSO4  Mg2+R2- + H2O4



R+OH- + SiO2  R+HsiO3-



H+R- = resin kation



R+OH- = resin anion



Setelah



digunakan



beberapa



waktu,



resin



kation dan anion akan kehabisan



kemampuan menukarnya. Pada saat itulah dilakukan regenerasi. Untuk resin Kation regenerasi dilakukan menggunakan asam sulfat atau asam klorida, dan resin Anion menggunakan sodium hidroksida. Setelah regenerasi maka proses penukaran ion siap dilakukan kembali. Jangka waktu antara pasca regenerasi sampai proses regenerasi kembali disebut sebagai jam operasi. Sebuah sistem Ion Exhanger yang memiliki jam operasi selama 24 jam misalnya, dapat beroperasi penuh selama 24 jam sebelum akhirnya mengalami kejenuhan dan harus diregenerasi. Untuk mendapatkan jam operasi yang lebih panjang, akan dibutuhkan jumlah resin yang jauh lebih banyak lagi. Dan untuk jumlah resin yang sama,



jam



operasi Ion



Exchanger akan



sangat dipengaruhi TDS (total dissolved



solid) - total ion/ kadar garam dari air baku. Jika sebuah sistem Ion Exchange mampu beroperasi selama 24 jam untuk TDS 150 ppm, maka apabila TDS naik menjadi 300 ppm jam operasi akan turun menjadi sekitar 12 jam. Salah satu efek negatif dari Ion Exchange adalah proses regenerasinya yang menggunakan asam dan basa kuat. Proses regenerasi ini jika tidak ditangani dengan baik



akan



menimbulkan



pencemaran



lingkungan.



Seharusnya sebelum limbah regenerasi ini dibuang ke lingkungan, dilakukan proses penetralan pH dulu. Tetapi pada faktanya, masih banyak yang langsung membuang begitu saja limbah regenerasi ke lingkungan.



c. Limbah B3 yang diolah  Ion exchange sebagai sebagai water softening Aplikasi ion exchange sebagai water softening merupakan fungsi umum dan digunakan sangat luas di industri yang memerlukan soft water untuk proses dan bahan baku boiler. Ion exchange sebagai water softening ini bertujuan untuk mengurangi konsentrasi kesadahan pada air misalnya Ca dan Mg. Air baku yang mengandung kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) harus diturunkan konsenrasinya dengan cara menggantinya dengan muatan ion sodium yang terdapat pada resin. Softwater digunakan untuk boiler feed water guna mencegah terjadinya endapan (scaling) pada saluran air baik pada sistem



boiler maupun pada sistem pendingin.  Ion exchange sebagai media purifikasi Dalam hal penggunaan media ion exchange sebagai purifier yaitu untuk mangangkat atau manghilang bahan-bahan yang tidak dikehendaki yaitu beracun yang dibawa oleh fliuda tertentu misalnya menambil ion-ion logam seperti cadmium, lead dan copper dan menggantikan dengan ion-ion garam sodium dan potasium. Ada jenis resin ion exchange lain yang dapat menyaring kontaminan organik air bahan baku dengan menambahkan karbon aktif pada kolom ion exchange tersebut. Pemilihan jenis resin akan menentukan fungsi ion exchange pada pabrik yang menggunakannya sebagai water softening sebagai media filtrasi logam berat fluida tertentu maupun sebagai penyaring mineral pada air baku. 4. Oksidasi-Reduksi a. Defenisi Oksidasi adalah reaksi kimia yang akan meningkatkan bilangan valensi materi yang bereaksi dengan melepaskan elektron. Reaksi oksidasi selalu diikuti dengan reaksi reduksi. Reduksi adalah reaksi kimia yang akan menurunkan bilangan valensi materi yang bereaksi dengan menerima elektron dari luar. Reaksi kimia yang melibatkan kedua reaksi oksidasi dan reduksi ini dikenal dengan reaksi redok. Reaksi kimia Oksidasi-Reduksi dapat merubah bahan pencemar yang bersifat racun menjadi tidak berbahaya atau menurunkan tingkat/daya racunnya. b. Prinsip Pengolahan Limbah yang mengandung logam berat (Hg+2 , Pb+2 , Cd+2 , dan Ca2+ ) direaksikan dengan elektrolit yang mengandung anion (SO4 -2 ) yang dapat mengendapkan ion logam sehingga air limbah bebas dari air limbah . Atau dengan menggunakan lumpur aktif untuk menurunkan kadar pencemar. Pb+2 (aq ) + SO4 -2 (aq)



PbSO4(S)



Lumpur aktif mengandung bakteri-bakteri aerob yang berfungsi sebagai oksidator bahan organik tanpa menggunakan oksigen terlarut dalam air sehingga harga BOD (Biological Oxygen Demand, kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme) dapat dikurangi. Zat-zat organik dioksidasi menjadi CO2, H2O, NH4+dan sel biomassa baru. Proses lumpur aktif berlangsung di tangki aerasi. Di kolam tersebut berlangsung proses oksidasi limbah organik (karbohidrat, protein, minyak). Hasil oksidasi senyawa-senyawa organik adalah CO2, H2O, sulfat, nitrat, dan fosfat. Oksigen yang diperoleh untuk oksidasi diperoleh dari proses fotosintesa alga yang hidup ditangki aerasi c. Limbah B3 yang diolah Krom valensi enam (krom heksavalen) merupakan bahan kimia yang sangat beracun, sehingga keberadaannya di dalam limbah harus ditangani dengan sangat hati-hati. Untuk menurunkan tingkat racun dari krom heksavalen ini dapat dilakukan dengan mengadakan reaksi redok. Krom heksavalen dapat direduksi menggunakan sulfur dioksida (SO2) menjadi krom trivalen yang mempunyai tingkat/daya racun jauh lebih rendah dari pada krom heksavalen. Reaksi dasar dari krom ini adalah sebagai berikut: SO2 + H2OH2SO3 CrO3 + 3H2SO3Cr2(SO4)3 +3H2O Cr2(SO4)3 + 3 Ca(OH)22 Cr(OH)3+ CaSO4 Krom trivalen lebih aman dari pada krom heksavalen sehingga lebih dapat diterima di lingkungan. Limbah yang mengandung sianida juga mempunyai sifat racun yang sangat kuat, sehingga diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum limbah tersebut di-landfill. Sianida yang sangat beracun tersebut dapat dioksidasi ke dalam bentuk sianat yang daya racunnya jauh lebih rendah. Reaksi oksidasinya sebagai berikut: NaCN + Cl2



+ 2 NaOHNaCNO + 2 NaCl + H2O



2 NaCNO + 3 Cl2 + 4 NaOH2 CO2 + N2 + 6 NaCl + 2 H2O Kedua reaksi tersebut sangat sensitive terhadap



perubahan kondisi pH. Reaksi



pertama membutuhkan pH lebih besar dari pada 10 untuk memproduksi natrium sianida,



sedangkan reaksi kedua akan terjadi lebih cepat pada kondisi pH sekitar 8. Proses klorinasi alkalin akan lebih baik dilakukan dengan pemutih hipoklorid seperti menggunakan peroksida dan ozon untuk lebih menyempurnakan hasil reaksi penghancuran sianida.