Makalah Perkembangan Emosi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERKEMBANGAN EMOSI



MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Perkembangan Peserta Didik Yang diampu oleh Ibu Rizka Apriani, S.Pd., M.Pd.



Anggota kelompok: Mukhammad Miftakhul As’adi (190533646838) Muhammad Ricky Perdana Putra (190533646812) Nanang Agung Prayogo (190533646874) Putro Fajar Romadhon (190533646897) Umi Lailatul Khasanah (190533646851) Viananda Salmaresty (190533646802)



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS TEKNIK S1 PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA SEPTEMBER 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2 BAB I .................................................................................................................................. 4 1.1 Latar belakang .......................................................................................................... 4 1.2 Rumusan masalah ..................................................................................................... 4 1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 4 BAB II................................................................................................................................. 6 2.1 Pengertian perkembangan emosi .............................................................................. 6 2.2 Proses perkembangan emosi ..................................................................................... 6 2.3 Tahap-tahap perkembangan emosi.......................................................................... 11 BAB III ............................................................................................................................. 16 3.1 Implikasi perkembangan emosi peserta didik terhadap cara mengajar guru ......... 16 3.2 Permasalahan perkembangan emosi peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, Dewasa dan Lanjut Usia, dan ABK ......................................... 18 3.2.1



Permasalahan emosi peserta didik SD/MI ................................................ 18



3.2.2



Permasalahan emosi peserta didik SMP/MTS .......................................... 19



3.2.3



Permasalahan emosi peserta didik SMA/MA/SMK ................................. 20



3.2.4



Permasalahan emosi orang dewasa ........................................................... 21



3.2.5



Permasalahan emosi orang lanjut usia ...................................................... 22



3.2.6



Permasalahan emosi ABK ........................................................................ 22



3.3 Solusi permasalahan perkembangan emosi peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, Dewasa dan Lanjut Usia, dan ABK ......................................... 23 3.3.1



Solusi permasalahan emosi anak SD/MI................................................... 23



3.3.2



Solusi permasalahan emosi anak SMP/MTS ............................................ 24



3.3.3



Solusi permasalahan emosi anak SMA/MA/SMK .................................... 25



3.3.4



Solusi permasalahan emosi orang dewasa ................................................ 25



3.3.5



Solusi permasalahan emosi orang usia lanjut............................................ 26



3.3.6



Solusi permasalahan emosi ABK .............................................................. 27



BAB IV ............................................................................................................................. 28 4.1 Simpulan ................................................................................................................. 28 4.2 Saran ....................................................................................................................... 28 DAFTAR RUJUKAN ....................................................................................................... 29



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Manusia lebih rumit dari makhluk apapun yang bisa dijumpai dan jauh lebih rumit dari mesin apapun yang bisa dibuat. Manusia juga sulit dipahami karena keunikannya. Dengan keunikannya, manusia adalah makhluk tersendiri dan berbeda dengan makhluk apapun, juga dengan sesamanya. Pada masa ke masa setiap orang akan mengalami perkembangan mulai dari bayi hingga usia lanjut pasti banyak perkembangan-perkembangan yang akan mereka lalui. Salah satunya adalah perkembangan emosi. Kadang mereka merasa marah, sedih, malu,benci dan masih banyak lagi. Karena setiap manusia mempunyai keunikan masing masing pastinya perkembangan semosi setiap individu pastinya berbeda, dan cara mereka mengatasi permasalahan perkembangan emosi juga pasti berbeda. Kadang peran kita sebagai guru, orang tua, bahkan masyarakat pun sangat membantu dalam menghadapi perkembangan emosi mereka. Selanjutnya, latar belakang penulisan makalah ini untuk tugas mata kuliah perkembangan peserta didik. 1.2 Rumusan masalah Makalah



ini



membahas



beberapa



masalah



berkaitan



dengan



perkembangan emosi peserta didik hingga orang dewasa serta anak berkebutuhan khusus (ABK). Maka, rumusan masalah sebagai berikut; 1. Bagaimana implikasi perkembangan emosi terhadap cara mengajar guru? 2. Apa saja permasalahan emosional yang dihadapi oleh peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, dewasa dan lanjut usia, dan ABK? 3. Bagaimana solusi permasalahan emosional peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, dewasa dan lanjut usia, dan ABK? 1.3 Tujuan Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1.



Mengetahui implikasi perkembangan emosi terhadap cara mengajar guru



2.



Mengetahui permasalahan emosional yang dihadapi oleh peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, dewasa dan lanjut usia, dan ABK?



3.



Mengetahui solusi permasalahan emosional peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, dewasa dan lanjut usia, dan ABK?



BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian perkembangan emosi Setiap manusia pasti mengalami perkembangan emosional, semakin bertambah usia maka semakin berkembang pula sisi emosionalnya. Emosi yang biasa dialami oleh seseorang ialah berupa rasa senang, sedih, kesal, frustasi, rasa bersalah, terharu, rasa cinta, cemburu, takut, dan rasa khawatir. Menurut English and English emosi adalah “a complex feeling state accompained by characteristic motor and glandular activities” artinya suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Sarlito Wirawan berpendapat bahwa emosi adalah setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam). Sedangkan perkembangan menurut Reni Akbar Hawadi, perkembangan adalah proses perubahan dari potensi yang dimiliki oleh individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru, mencakup saat pembuahan sampai pada kematian. Menurut Aliyah B. Purwakania, perkembangan menunjukkan adanya tahapan, pola, prinsip, aspek, dan faktor yang terlibat dalam perkembangan manusia. Dari beberapa pengertian diatas dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa perkembangan emosional adalah proses perubahan dari potensi yang dimiliki oleh manusia yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam).



2.2 Proses perkembangan emosi Dalam KBBI, definisi proses adalah runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu. Perkembangan emosi juga memerlukan waktu



untuk berkembang dan menuju pada kesempurnaan. Berikut ini adalah proses perkembangan emosi dalam menuju kematangan : a.



Infant (Masa Bayi) - Usia 0-2 Tahun Pada fase bayi, mereka akan membutuhkan belajar banyak hal dan mengetahui lingkungannya dengan familiar. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, perlakuan yang di dapat pada usia ini akan memiliki peran penting dalam pembentukan rasa percaya diri mereka. Pada minggu 3-4 usia anak, mereka akan mulai menunjukkan senyumnya ketika merasa nyaman berada di lingkungannya. Dan di minggu ke-8, mereka akan selalu tersenyum pada orang-orang disekitarnya. Pada bulan ke-4 hingga ke-8. anak akan mulai belajar untuk mengekspresikan emosi di dalam diri mereka seperti marah, takut, gembira, hingga takut. Pada usia 12-15 bulan, anak akan merasakan ketergantungan yang semakin besar pada orang-orang yang merawatnya. Mereka akan



merasa



tidak



nyaman



bila



ada



orang



asing



yang



menghampirinya. Pada usia mencapai 2 tahun, anak mulai pandai meniru reaksi emosi yang diperlihatkan oleh orang-orang di sekitarnya. b. Masa Balita – Usia 2-5 Tahun Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri. Usia 3-5 tahun anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.



c.



Masa Kanak-Kanak – Usia 5-12 Tahun Masa kanak-kanak juga disebut “the golden age” mengapa demikian? Karena pada usia inilah benih dari sikap, kebiasaan, sopan-santun, akhlak, belajar, pendidikan awal, dan lain sebagainya akan ditanam. Maka sebaiknya, orang tua harus memperhatikan lebih anaknya saat usia emas ini. Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasi Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat merasakan konflik emosi yang dialaminya. Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress (stress yang sifatnya negative) emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negative seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol. Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baikburuk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam. Dalam masa ini, bimbingan para orang tua serta guru PAUD, TK sangatlah penting untuk mengembangkan kecerdasan emosional dengan kebiasaan-kebiasaan baik, misalkan jika kita berbuat salah, kita harus berani meminta maaf. Seorang guru ketika berbicara dengan anak TK sebaiknya merendah, agar mata dapat saling



bertemu tanpa si Kecil menghadap keatas, ini adalah salah satu cara agar anak mengerti caranya menghormati dan menghargai sesama. d. Masa Remaja - 12-18 Tahun Menurut Havighurst remaja bertugas mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya. Hal ini terkadang bisa membuat remaja melawan keinginan atau bertentangan dengan pendapat orangtuanya. Dengan ciri khas remaja yang penuh gejolak dan emosional, pertentangan pendapat ini seringkali membuat remaja menjadi pemberontak di rumah. Apabila masalah ini tidak terselesaikan, terutama orangtua bersikap otoriter, remaja cenderung mencari jalan keluar di luar rumah, yaitu dengan cara bergabung dengan teman-teman sebaya yang senasib. Seringkali karena yang dihadapi adalah remaja yang seusia yang punya masalah yang kurang lebih sama dan sama-sama belum berhasil mengerjakan tugas perkembangan yang sama, solusi yang didapatkan sendiri bersifat kurang bijaksana. Pada dasarnya usia remaja merupakan masa kritis bagi pembentukan kepribadian. Remaja yang sedang dalam masa pancaroba ini apabila tidak mendapat bimbingan serta suasana lingkungan yang baik dapat menjurus pada berbagai kelainan tingkah laku, kenakalan, bahkan sampai melibatkan diri pada tindak kejahatan, termasuk penyalahgunaan obat narkotika serta perilaku seksual. e.



Dewasa Awal – Usia 18-40 Tahun Perkembangan yang terjadi pada masa dewasa awal emosinya mengikuti faktor hormonal, dan masa ini pula mereka sudah dapat mengendalikan emosi. Emosi yang dimiliki sudah terbentuk pada saat remaja, dan pada masa dewasa ini mereka sudah bisa lebih bijak dalam bersikap dengan emosi yang mereka miliki. Pada masa dewasa madya pola emosi antara laki-laki dan perempuan berbeda. Dewasa Awal merupakan satu tahap yang dianggap kritikal selepas alam remaja. Ia dianggap kritikal karena disebabkan pada



masa ini manusia berada pada tahap awal pembentukan karir dan keluarga. Pada peringkat ini, seseorang perlu membuat pilihan yang tepat demi menjamin masa depannya terhadap pekerjaan dan keluarga. Pada masa ini juga seseorang akan menghadapi dilema antara pekerjaan dan keluarga. Berbagai masalah mulai timbul terutama dalam perkembangan karir dan juga hubungan dalam keluarga.Dan masalah yang timbul tersebut merupakan salah satu bagian dari perkembangan sosio-emosional. Pada masa ini, sebagian besar golongan dewasa muda telah menyelesaikan pendidikan sampai taraf universitas dan kemudian mereka segera memasuki jenjang karier dalam pekerjaannya. Kehidupan psikososial dewasa muda makin kompleks dibandingkan dengan masa remaja karena selain bekerja, mereka akan memasuki kehidupan pernikahan, membentuk keluarga baru, memiliki seorang anak, dan tetap harus memperhatikan orang tua yang makin tua. Dalam buku Sapiens, pada masa lampau, seorang dewasa awal akan diajak berburu karena menurut para tetua mereka pemikiran mereka telah matang dan mental sudah terbentuk sehingga ketika menghadapi binatang buas tidak gugup dan tahu harus berbuat apa. f.



Dewasa Madya – Usia 40-60 Tahun Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur 40 sampai 60 tahun. Ciri-cirinya yang menyangkut pribadi dan sosial yaitu: masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru. Aspek fisik sudah mulai agak melemah, termasuk fungsifungsi alat indra, dan mengalami sakit dengan penyakit tertentu yang belum pernah dialami (rematik, asam urat, dll). Perhati terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial. Mereka akan mencapai tanggung



jawab sosial sebagai warga negara, membantu anak remaja belajar dewasa, menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan pada aspek fisik, mencapai dan mempertahankan prestasi karier, serta memantapkan peran-perannya sebagai orang dewasa. g.



Masa Usia Lanjut – Usia 60 Tahun sampai mati Salah satu contohnya adalah perubahan fisik pada lanjut usia mengakibatkan dirinya merasa tidak dapat mengerjakan berbagai aktivitas sebaik pada saat muda dulu. Hal ini menyebabkan lanjut usia kemudian menjadi menarik diri dari lingkungan sosial. Hal ini ditandai dengan semakin melemahnya kemampuan fisik dan psikis (pendengaran, penglihatan, daya ingat, cara berpikir dan interaksi sosial). Mereka akan lebih memantapkan diri dalam pengamalan ajaran-ajaran agama, mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kemampuan fisik dan kesehatan, masa pensiun, berkurangnya penghasilan dan kematian pasangan hidup. Mereka akan membentuk hubungan dengan orang seusia dan memantapkan hubungan dengan anggota keluarga. Emosi pada orang usia lanjut akan memunculkan rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia. Karena sebab inilah, terkadang mereka memiliki sifat yang seperti anak-anak



2.3 Tahap-tahap perkembangan emosi Berikut adalah teori milik Erik Erikson mengenai tahap perkembangan emosi seseorang : a) Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya) 



Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan







Terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup.







Karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak.







Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak dapat mengasuh dengan emosional yang baik, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan



dalam



mengembangkan



kepercayaan



akan



menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia itu buruk b) Tahap 2. Autonomy vs shame and doubt (otonomi vs malu dan ragu-ragu) 



Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun







Terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri.







Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian.







Mulai memiliki rasa pengendalian lebih atas pemilihan makanan,mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian.







Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.



c) Tahap 3. Initiative vs Guilt (inisiatif vs rasa bersalah) 



Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.







Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.







Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa.







Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.



d) Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri) 



Terjadi pada usia 6 s/d pubertas. Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka.







Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru akan membangun perasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya. Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil.







Prakarsa yangdicapaisebelumnya memotivasi mereka untuk ter libat dengan pengalaman-pengalaman baru.







Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.







Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa



rendah



diri, perasaan



tidak



berkompeten dan tidak produktif. 



Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.



e) Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas) 



Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun







Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya.







Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan).







Anak



dihadapkan memiliki banyak



peran



baru



dan



status sebagai orang dewasa –pekerjaan dan romantisme, misalnya, orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran khusus. 



Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai.







Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela.







Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini.







Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya.



f)



Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan) 



Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun)







Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain.







Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman.







Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi.







Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.



g) Tahap 7. Generativity vs Stagnation (bangkit vs stagnan) 



Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).







Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga.







Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas.







Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.



h) Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa) 



Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun)







Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu.







Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan.







Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa







Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami.







Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.



BAB III PEMBAHASAN 3.1 Implikasi perkembangan emosi peserta didik terhadap cara mengajar guru Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga pendidik dituntut untuk benar-benar memahami mengenai segala bentuk perilaku, baik itu perilakunya sendiri ataupun perilaku orang-orang yang terlibat dalam tugasnya termasuk perilaku peserta didik. Hal ini dimaksudakan agar guru mampu menerapkan kewajiban dan perannya dengan efektif, efisien dan bermanfaat nyata dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah sebagai tempat dia mengajar. Berikut adalah beberapa peran guru dalam psikologi perkembangan: 1.



Membuat konsep yang tepat Konsep seperti apa yang dimaksud? Konsep disini adalah be rarti konsep perkembangan dalam mewujudkan tujuan pendidikan dan pengajaran di masing-masing kelas.



2.



Strategi yang tepat Guru harus memahami psikologi pendidikan atau psikologi perkembangan, tepat mengambil strategi aau cara pengajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, segala bentuk metode be lajar dan gaya belajar yang sedang dihadapi siswanya.



3.



Memberikan bimbingan atau konseling Seorang guru mampu memberikan saran psikologis yang te pat dan benar yakni dengan menumbuhkan hubungan interprsonal Anda dalam suasan keakraban antar individu satu dengan individu lainnya.



4.



Memberikan fasilitas dan mendorong motivasi belajar Memfasilitasi merupakan usahan untuk meningkatkan segal a bentuk potensi yang dimiliki oleh siswa antara lain bakat, intele gensi dan minat. Lain halnya dnegan memotivasi berarti usaha gur u untuk memberikan pacuan semangat kepada siswanya dalam me ncapai sesuatu seperti prestasi dalam belajar.



5.



Suasana belajar kondusif Belajar akan lebih efektif jika terjadi di dalam suasana yang kondusif.



6.



Lebih cepat tanggap dan berinteraksi Guru dengan memiliki pemahaman psikologi yang baik aka n lebih bisa membaca segala sesuatu yang terjadi pada peserta didi k.



7.



Menilai dengan adil Psikologi yang baik juga akan mengarahkan guru dalam me mberikan penilaian secara adil baik itu dari segi teknis penilaian, b entuk-bentuk prinsip penilaian guru terhadap siswa hingga pada p enentuan hasil-hasil pendidikan.



8.



Menguasai bahan materi Dengan memiliki pemahaman psikologi yang baik, guru aka n lebih bertanggung jawab untuk mempersiapkan segala bentuk m ateri sehingga peserta didik dapat lebih mudah untuk menerima da n memahami materi yang disampaikan.



9.



Memiliki pengetahuan yang luas Guru seyogyanya juga harus memiliki pengetahuan yang lu as dalam segala topik permasalahan terbaru atau terupdate pada sa at itu. Sebab, siswa yang memiliki pemikiran kritis tidak segan ak an lebih banyak bertanya apalagi yang berkaitan dengan ilmu peng etahuan yang baru.



10.



Sebagai mediator yang baik Selain pengetahuan yang luas akan segala hal, guru yang me miliki pemaham psikologi yang baik juga akan menguasai media p endidikan. Media pendidikan adalah alat bantu komunikasi agar p roses pembelajaran lebih efektif dan peserta didik dapat menangka p dengan jelas maksud dari materi yang diajarkan.



Demikian peran guru dalam psikologi perkembangan. Kita dapat menyi mpulkan bahwa guru bukan hanya sekedar memberikan pelajaran atau materi namun guru dituntut untuk mengembangkan dan meningkatkan faktor-faktor d



i dalam suasana pembelajaran sehingga peserta didik dapat menangkap materi dengan lebih mudah.



3.2 Permasalahan perkembangan emosi peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, Dewasa dan Lanjut Usia, dan ABK Perkembangan emosi juga membawa beberapa masalah. Masalah yang dihadapi setiap individu dalam tahapan perkembangan emosi itu berbeda-beda begitupun cara menyikapinya dan menyelesaikannya. Beberapa masalah yang dibahasa di subtopik ini masih belum lengkap dan kami tidak bisa menyebutkan semua masalah apa saja yang dialami peserta didik. Maka dari itu, kami selalu membuka kritik dan saran untuk pembaca yang ingin menambahkan. Berikut ini adalah masalah yang dihadapi peserta didik SD sederajat hingga SMA sederajat, dewasa, dan lanjut usia serta ABK: 3.2.1



Permasalahan emosi peserta didik SD/MI Permasalahan yang umum untuk anak SD adalah keadaan emosi yang belum stabil. Keadaan psikis anak juga berpengaruh proses belajar anak akan berjalan dengan baik jika psikisnya mendukung. Misalnya saja ketika si peserta didik mempunyai masalah, ia akan terbebani dengan masalah tersebut dan konsentrasi belajarnya akan sangat berkurang. Pada umumnya, ada empat kunci utama emosi pada anak yaitu: 1.



Perasaan marah Perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya atau ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika merasa lelah atau dalam keadaan sakit.



2.



Perasaan takut Rasa takut ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi mereka takut akan suara-suara yang gaduh atau rebut.



Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan takut mereka muncul apabila di sekelilingnya gelap. 3.



Perasaan gembira Perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang akan sesuatu.



4.



Rasa humor Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa di bandingkan orang dewasa.



Keempat perasaan itu merupakan emosi negative dan positif. Perasaan marah dan ketakutan merupakan sikap emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu atau humor merupakan sikap emosi yang positif. 3.2.2



Permasalahan emosi peserta didik SMP/MTS Pendidikan SMP diisi oleh para remaja baru. Remaja dengan tipikal yang mulai memiliki pemikiran sendiri, lebih berani, dan mulai mencari cinta. Mereka akan mengalami masa gejolak krisis identitas, dimana mereka sedang berusaha mencari jati diri mereka sendiri. Dengan itu, maka dibutuhkanlah seorang pendamping dan penasehat yang harus sabar dalam membimbingnya. Karena remaja berada pada masa “panca roba”, beberapa diantara mereka oleh Slavin disebut “kekacauan emosi” (1997, dalam Nur, 2004:74). Kekacauan emosi ditunjukkan dalam bentuk-bentuk: (1) perilaku murung; (2) putus asa; dan (3) marah yang tidak diketahui sebabnya. Untuk itu salah satu tugas orang tua, termasuk pendidik adalah memastikan dan membimbing meraka untuk melalui masa remaja itu dengan sebaik-baiknya agar tumbuh menjadi manusia dewasa yang sehat jasmani, mental, dan emosionalnya. Elias, Tobias, dan Friedlander (2003:33) berpesan kepada orang tua (termasuk guru) dengan menyatakan: tugas orang tua adalah memastikan mereka sampai pada tujuan yang sebenarnya, yaitu menjadi orang dewasa yang memiliki kepekaan emosional dengan sedikit kecelakaan di



sepanjang jalan dan membantu ketika mereka satu, dua kali terperosok dan mendapat masalah. Masalah



lain



yang



dihadapi



remaja



SMP



adalah



ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam fungsi mental ), sepertimenampakkan



kurangnya



kemampuan



mental,



taraf



kecerdasannya cenderung kurang. Selanjutnya, yaitu, kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri ( maladjustment ), tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi. 3.2.3



Permasalahan emosi peserta didik SMA/MA/SMK Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun : a. “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubaha n yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa b. Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka c. Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka Luella Cole mengemukakan tiga jenis emosi yang sering kali me njadi masalah bagi remaja SMA yaitu : 1.



Emosi marah Emosi marah lebih mudah timbul apabila dibandingka n dengan emosi lainnya dalam kehidupan remaja. Penyebab timbulnya emosi marah pada diri remaja ialah apabila merek a direndahkan, dipermalukan, dihina dan lainnya.



2.



Emosi takut Ketakutan tersebut banyak menyangkut dengan ujian y ang akan diikuti seperti rendahnya prestasi, sakit, kesepian d an lain-lain. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dar i rasa takut adalah keberanian menghadapi rasa takut tersebu t.



3.



Emosi cinta / kasih saying Emosi ini telah ada sejak bayi dan terus berkembang s ampai dewasa. Faktor ini penting dalam kehidupan remaja a



dalah untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk m endapatkan cinta dari orang lain. Pada masa remaja rasa cinta mulai diarahkan kepada l awan jenis. Menurut Cole kecenderungan remaja wanita tert arik terhadap sesama jenis berlangsung lebih lama. Keadaan ini terlihat pada sikap kasih sayang terhadap sesama wanita s eperti kepada kakak, adik. 3.2.4



Permasalahan emosi orang dewasa Seseorang dikatakan sebagai orang dewasa secara emosional terlihat dari kemampuan dalam menerima emosi dan juga bagaimana menguasai emosi tersebut dengan sewajarnya sekaligus cara meluapkan emosi dengan baik. Ini mengartikan semua bentuk emosi yang dialami tetap harus bisa dikuasai dan dikelola dengan sangat baik tanpa diikuti dengan rasa gelisah serta takut. Seseorang bisa mengontrol emosi jika tidak sampai merugikan orang lain dan darisini bisa terlihat jika orang dewasa juga memiliki kecerdasan emosi yang cukup tinggi. Karakteristik kedewasaan seseorang dalam segi emosi bisa terlihat dari berbagai segi dan hal khususnya bagaimana cara individu tersebut dalam menghadapi sebuah masalah dalam hidup. •Pribadi dewasa bisa menerima dirinya sendiri seperti bagaimana Tuhan menciptakan. •Pribadi yang dewasa akan merasa diuntungkan dari kesalahan dan juga saran orang lain. •Pribadi dewasa dalam emosi akan dapat menyesuaikan diri pada beberapa hal yang tidak bisa diubah atau pasti. •Pribadi dewasa dalam emosi akan selalu menerima dan melakukan



tanggung



jawabnya



dimana



kedewasaan



sendiri



melibatkan kemandirian. •Pribadi yang dewasa pada ciri ciri emosi dalam psikologi memiliki kepuasan terbesar ketika bisa membuat orang lain bahagia.



3.2.5



Permasalahan emosi orang lanjut usia 



Kesepian, kehilangan pasangan hidup atau berada jauh dengan anak-anak yang telah mempunyai kesibukannya masing-masing kadang membuat para lansia merasa kesepian.







Duka cita akibat kehilangan orang yang dicintai adalah hal yang dapat menimbulkan depresi yang sangat mendalam pada lansia sehingga memicu gangguan fisik dan kesehatannya.







Depresi, beragam permasalahan hidup seperti kemiskinan, penyakit yang tak kunjung membaik, kematian pasangan, keturunan yang tidak bisa merawatnya dapat menyebabkan depresi.







Kecemasan yang berlebihan, gangguan kecemasan biasanya terjadi karena depresi, efek samping obat ataupun penghentian konnsumsi suatu obat.







Parafenia, merupakan suatu bentuk scizofenia yang berbentuk pada rasa curiga yang berlebihan.







Sindroma diganose, keadaan dimana seorang lansia menunjukan tingkah atau prilaku yang mengganggu seperti bermain-main dengan urin atau menumpuk barang-barangnya dengan tidak teratur.







Sakit, merupakan masalah bagi lansia. Kesejahteraan mereka akan direnggut dan tidak akan nyaman pastinya.



3.2.6



Permasalahan emosi ABK Anak



berkebutuhan



khusus



perkembangan emosi antara lain: 1.



Sulitnya berkomunikasi



2.



Kesulitan belajar



3.



Bersikap menbanggakan



4.



Mengalami kelainan fisik



5.



Tingkat emosional yang tinggi



6.



Sulit membaca atau menulis



7.



Senang meniru



memiliki



permasalahan



8.



Tidak mengerti arah



9.



Bersikap sesuai kebiasaan



10. Bertindak gugup 11. Berbicara tanpa henti 12. Memiliki sensitifitas yang tinggi, dan 13. Melukai dirinya sendiri



3.3 Solusi permasalahan perkembangan emosi peserta didik SD, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, Dewasa dan Lanjut Usia, dan ABK Subtopik sebelumnya telah membahas masalah apa saja yang menimpa peserta didik dari jenjang SD/MI, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK, hingga seseorang yang dewasa, lanjut usia, serta anak berkebutuhan khusus. “Tidak ada masalah tanpa solusinya”, maka kami mendiskusikan solusi dari berbagai masalah yang telah tertulis di subtopik sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa solusi yang berhasil kami diskusikan : 3.3.1 Solusi permasalahan emosi anak SD/MI Anak SD/MI tergolong kedalam anak usia dini . maka dari itu peran orang tua dan guru untuk menangani permasalahan perkembangan emosi anak sangat memiliki peran penting, seperti  membuat anak merasa aman dan nyaman  mengalihkan dengan kegiatan positif lain  memahami apa yang dibutuhkan anak  tidak memarahi saat anak dalam keadaan emosi  kerjasama antar guru dan orang tua juga sangat diperlukan agar lebih cepat dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami anak  ajak anak untuk bermain dan melakukan hal yang menyenangkan



3.3.2 Solusi permasalahan emosi anak SMP/MTS Pada masa smp anak akan mulai masuk kedalam masa remaja . pada masa ini mereka mulai mengalami permalahan yang cukup banyak karena menginggat pada periode ini anak mulai memasuki masa pubertas . Peran orang tua, sekolah dan masyarakat sangat diharapkan dalam rangka membantu para remaja untuk mengontrol dan mengelola emosinya kepada penyaluran yang positif. 



Peran orangtua Orang tua diharapkan dapat memberikan perhatian dan kasih sayang, meningkatkan komunikasi dua arah, siap menerima keluhan dan mencarikan jalan keluar terhadap permasalahan yang dialami remaja akan memberikan



suasana



yang



sejuk



bagi



remaja.



Tidak memeberikan tuntutan yang berlebihan dan mnghindari larangan yang tidak terlalu penting serta memberikan pengawasan dan pengarahan secukupnya merupakan hal yang menyenangkan bagi remaja. Pembatasan dan tuntutan terhadap remaja hendaknya disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan remaja. Memberikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan posisinya. 



Peran guru Guru diharapkan dapat menjadi orang tua kedua di sekolah. Di samping memberikan ilmu pengetahuan juga memberikan teladan yang baik. Membina hubungan yang baik dengan peserta didik, sabar, pengertian, siap membantu peserta didik yang mengalami kesulitan tau permasalahan, tidak arogan, tidak sewenang-wenang merupakan sikap yang didambakan oleh peserta didik untuk melakukan tugas dan kewajibannya dalam rangka mencapai prestasi yang tinggi.







Peran masyarakat Masyarakat diharapkan dapat menjadi wahana yang baik bagi perkembangan emosi remaja. Menyediakan fasilitas untuk penyaluran emosi remaja secara positif dan memberi contoh yang baik atau memberikan normanorma dalam mengontrol dan mengelola emosi.



3.3.3 Solusi permasalahan emosi anak SMA/MA/SMK Masa SMA adalah masa dimana mereka mulai mencari jati dirinya atau biasa disebut masa peralihan dari remaja menuju dewasa karena mereka memiliki sifat mudah terpengaruh, Semua masalah yang terjadi pada anak SMA perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat remaja merupakan calon penerus generasi bangsa. Di tangan remajalah masa depan bangsa ini digantungkan. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin meningkatnya masalah emosi yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain: 



Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesuai usia)







Menyediakan



sarana/prasarana



yang



dapat



menampung agresifitas anak melalui olahraga, bermain, dan kesenian serta keterampilan lainnya 



Hindarkan mereka dari NAPZA dan pergaulan bebas







Sebagai orangtua jangan terlalu mengekang mereka



3.3.4 Solusi permasalahan emosi orang dewasa Pada usia dewasa, mereka



bisa mengelola sekaligus



menguasai emosi dengan wajar sehingga meski emosi yang dimilikinya tinggi, maka tetap bisa dikendalikan dengan sangat baik yang tidak terpengaruh dengan rasa gelisah maupun takut. Orang dewasa secara emosi bisa mengontrol emosi mereka sehingga tidak sampai merugikan orang lain dan dari sini bisa



terlihat jika orang dewasa memiliki kecerdasan emosi tinggi serta memiliki kecenderungan untuk sadar dan tetap terkontrol secara baik pada emosi dibandingkan dengan anak anak. Selama mereka tidak terpengaruh oleh minuman keras atau narkoba mungkin permasalahan perkembangan emosi usia dewasa akan bisa diatasi oleh mereka sendiri. 3.3.5 Solusi permasalahan emosi orang usia lanjut Hal penting dalam menyikapi perubahan emosi yang dialami lansia adalah peran penting keluarga dalam membina kondisi emosinya. Upaya yang bisa dilakukan keluarga dalam membina emosi lansia yaitu : 



Keluarga harus menyediakan waktu untuk mengajak lansia berbicara dari hati ke hati sehingga lansia tersebut tidak merasa kesepian dan mengungkapkan segala keluh kesahnya.







Memberikan perhatian, kasih sayang yang tulus dan rasa aman serta motivasi.







Memahami apa yang mereka rasakan dan mencari penyebab permasalahannya.







Keluarga harus dapat memberi penjelasan agar lansia tersebut menerima perubahan dirinya dengan lapang dada dan dengan senang hati memasuki tinkatan kehidupan yang baru.







Untuk lansia yang sedang sakit, sebaiknya pihak keluarga selalu memberikan perhatian dan setia menunggu.



Usaha



untuk



mengobatkannya,



memberikan semangat untuk sembuh. Sebaiknya, lansia yang sehat pun harus rutin dalam melakukan pemeriksaan kesehatan, namun terkadang banyak juga yang tidak mau diperiksakan karena



alasan takut atau yang lainnya. Disinilah peran anak sebagai



mediator



untuk



negosiasi



dan



terus



memberikan penjelasan bahwa menemui dokter itu tidak harus sakit. 3.3.6 Solusi permasalahan emosi ABK Untuk anak yang memiliki kemampuan di luar teman sebayanya ini, maka perlu dilakukan cara mengatasi gangguan sosial emosional anak usia dini oleh orang tua dan juga guru: 1.



Orangtua, keluarga tidak boleh membedakan anak yang lain dengan anak cerdas dan berbakat istimewa dalam memberikan perhatian dan kasih sayang.



2.



Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk



mempelajari



hal-hal



baru,



seperti



mengembangkan potensi yang diminatinya, ide-ide yang digagasnya, dan lain sebagainya. 3.



Memberi kesempatan anak untuk bermain bersama teman sebayanya guna meningkatkan kemampuan sosial dan emosinya.



BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan Manusia yang selalu bertumbuh dan berkembang sejak masa prenatal merupakan suatu anugerah Sang Mahakuasa. Kita sebagai makhluk yang lemah sudah semestinya selalu bersyukur kepada-Nya. Perkembangan emosi adalah momen dimana setiap manusia pasti mengalami. Setiap tahapan perkembangan emosi memiliki beberapa masalah. Hal itu wajar karena logikanya ketika kita akan naik kelas maka aka nada ujian terlebih dahulu. Hal ini juga berlaku pada perkembangan emosi. Tapi, setiap masalah yang ada didunia ini pasti ada solusinya. Jadi, tinggal bagaimana cara kita menyikapi. Masalah dalam perkembangan emosi yang dialami ketika menjadi anak, remaja, usia lanjut, serta ABK membuat seseorang yang memiliki kematangan yaitu orang dewasa harus mengerti dan mau membantu. 4.2 Saran Setiap tahapan perkembangan sebaiknya harus ada pendampingan dan seorang penasehat yaitu orang tua dan guru. Keduanya merupakan kunci seorang anak dalam meraih kematangan emosi, maka dari itu mereka harus peduli dan peka dalam mengamati perkembangan emosi anak. Dengan makalah ini setidaknya kita dapat mengetahui gambaran umum dan sederhana bagaimana perkembangan emosi seseorang sehingga kita dapat mengatasi



serta



menghadapinya.



menemukan



bagaimana



cara



yang



terbaik



dalam



DAFTAR RUJUKAN Harari, Yuval Noah. 2011. Sapiens. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia Martani, Wisnu. 2012. Metode Stimulasi dan Perkembangan Emosi Anak Usia Dini. Jurnal Psikologi, 39, 112 – 120. Mulyana, Edi Hendri., dkk. 2017. Kemampuan Anak Usia Dini Mengelola Emosi Diri Pada Kelompok B Di Tk Pertiwi Dwp Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya. Jurnal PAUD Agapedia, 1, 214-232. Prawitasari, Johana E. 1994. Aspek Sosio-Psikologis Lansia di Indonesia. Jurnal UGM. 1, 27-34. Amin, Saiful. (2012). ”Perkembangan Emosi Siswa SMP”. Dalam https://pakgurusaiful.blogspot.com/ Dra. Sri Winarsih, DKK. (2013). “Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Pendamping”. Dalam https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/b3401-panduanpenanganan-abk-bagi-pendamping-_orang-tua-keluarga-danmasyarakat.pdf Elvinov, Anhar. (2015). “Perkembangan Emosi Anak SD”. Dalam http://anharelvinov.blogspot.com/ Febri, Fitri. (2017). “10 Peran Guru Dalam Psikologi Perkembangan”. Dalam https://dosenpsikologi.com/ Hesti Gustina, DKK. (2014). “Masalah Perkembangan Anak SMA”. Dalam http://hertigustin.blogspot.com/ Malik, Muhammad Abdul. (2014). “Perkembangan Emosi Remaja”. Dalam https://imammalik11.wordpress.com/ Mares, Barnet. (2018). “Perkembangan Emosi Usia Dewasa Dalam Tahap Perkembangan”. Dalam https://dosenpsikologi.com/



Rento, Devinta. (2018). “15 Cara Mengatasi Gangguan Sosial Emosional Anak Usia Dini”. Dalam https://dosenpsikologi.com/ Ryannie, Surya. (2010). “Masalah-Masalah Siswa Di SD”. Dalam https://suryannie.wordpress.com/ Savitra, Khanza. (2017). “Psikologi Lansia – Perkembangan – Faktor”. Dalam https://dosenpsikologi.com/ Suharyanto, Arby. (2018). “13 Gangguan Emosi Pada Anak Berkebutuhan Khusus yang Wajib Diketahui”. Dalam https://dosenpsikologi.com/