Makalah Perkembangan Tindak Pidana Korupsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PERKEMBANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI



MATA KULIAH : PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DOSEN PENGAMPU : MARIYAM, S.Pd., M.Pd.



Disusun Oleh : Dini ( 11308502200003 ) Irawan ( 11308502200005 ) Visakha Angelina Thioputri ( 11308502200012 ) KELAS A/SEMESTER 3 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN KOTA SINGKAWANG 2021/2022



KATA PENGANTAR Segala puji kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan ilmu kepada kita semua. Kami berterima kasih kepada Dosen Mata Pendidikan Anti Korupsi yang telah memberikan kepercayaan kepada kami dalam menyusun makalah ini serta teman-teman yang memberi dukungan kepada kami dalam penyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah Tinggi Perguruan dan Ilmu Pendidikan Singkawang. Makalah ini berjudul “Perkembangan Tindak Pidana Korupsi“ ini kami buat agar pembaca dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca. Dalam menyusun makalah ini kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sebab pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis masih terbatas, cukup banyak tantangan dan hambatan yang penulis temukan dalam menyusun makalah ini. Kami mohon maaf apabila ditemukannya kesalahan. Kami penulis menerima kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khusunya dan bagi pembaca pada umumnya. Sekian kata pengantar dari kami, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.



Singkawang, 26 November 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .............................................................................................................i DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii BAB I ......................................................................................................................................1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................1 A.



LATAR BELAKANG ................................................................................................1



B.



RUMUSAN MASALAH ............................................................................................2



C.



TUJUAN PENULISAN MAKALAH ........................................................................3



BAB II .....................................................................................................................................4 PEMBAHASAN .....................................................................................................................4 A.



TINDAK PIDANA KORUPSI ..................................................................................4 Tabel 1.1 Tindak Pidana Korupsi .....................................................................................4



B.



GRATIFIKASI ...........................................................................................................5



C.



TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ................................................................7



D.



OBSTRUCTION OF JUSTICE (OOJ)...................................................................15



E.



WHISTLEBLOWER (WB) DAN JUSTICE COLLABORATOR .......................16



F.



SABER PUNGLI ......................................................................................................18 Tabel 1.2 Saber Pungli ...................................................................................................18



BAB III .................................................................................................................................21 PENUTUP ............................................................................................................................21 A.



KESIMPULAN.........................................................................................................21



B.



SARAN ......................................................................................................................21



DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................22



ii



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tindak pidana korupsi di Indonesa sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian negara maupun dan segi kualitas undak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korups yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasonal tetap, juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidang korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka t ndak pidana korupsi tidak dapat golongkan sebagai kejahatan biasa melaimkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa (Penjelasan umum UU Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK). Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat di lakukan secara biasa, tetapi dituntut cara cara yang luar biasa. Membahas masalah tindak pidana korupsi hampir tidak pernah ada habrsnya, Pemberantasan dan pertumbuhan tindak pidana ini seakan saling berlomba-lomba muncul, Berbagai upaya dilakukan untuk memberantasan namun selalu muncul korupsi yang lebih besar dengan melibatkan level pejabat yang semakin tinggi kedudukannya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat yang adil dan makmur. Selama ini korupsi lebih banyak dimaklumi oleh berbagai pihak daripada memberantasnya, padahal tindak pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara, moral bangsa, dan sebagainya, yang merupakan perilaku jahat yang cenderung sulit untuk ditanggulangi. Tindak pidana korupsi adalah suatu tindak pidana yang dengan penyuapan manipulasi dan perbuatan-perbuatan melawan hukum yang merugikan atau dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan atau kepentingan rakyat/umum. Tindak pidana korupsi adalah tindak pidana melawan hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Gratifikasi dinyatakan pada Pasal 12 B jo. Pasal 12 C (Pegawai Negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK). Perbuatan korupsi dalam bentuk gratifikasi, antara lain setiap gratifikasi kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara



1



negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya. Istilah Money Laundering sebenarnya belum lama dipakai dimana untuk pertama kalinya digunakan oleh surat kabar dalam memberitakan skandal Watergate yang melibatkan Presiden Nixon di Amerika Serikat pada tahun 1973. Sedangkan sebagai istilah hukum muncul untuk pertama kalinya tahun 1982 dalam perkara US vs $4,255,625.39. (1982) 551 F Supp.314. Sejak tahun itulah menurut Billy Steel istilah ini dipakai secara resmi di seluruh dunia. Sebagai istilah hukum, yang dipersoalkan dalam money loundering adalah legalitas dari sumber uang, pendapatan atau kekayaan yang berasal dari aktivitas/kegiatan illegal . Dengan demikian money loundering dapat dinyatakan sebagai suatu cara atau proses untuk mengubah uang yang sebenarnya dihasilkan dari kegiatan haram /illegal menjadi seolah-olah berasal dari hasil kegiatan yang halal. Perbuatan menghalangi proses peradilan atau (obstruction of justice) merupakan suatu tindakan seseorang yang menghalangi proses hukum, karena tindakan menghalang-halangi ini merupakan perbuatan melawan hukum yang notabene mereka sudah jelas menerabas dan menentang penegakan hukumX ^dindakan menghalang proses hukum merupakan tindakan kriminal karena jelas menghambat penegakan hukum dan merusak citra lembaga penegak hukum. Istilah Whistle Blower dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “peniup peluit”, disebut demikian karena sebagaimana halnya wasit dalam pertandingan sepak bola atau olahraga lainnya yang meniupkan peluit sebagai pengungkapan fakta akan adanya kesalahan atau terjadinya suatu pelanggaran. Saksi pelaku yang bekerja sama dikenal dengan beragam istilah, yaitu justice collaborator, cooperative, whistleblower, collaborators with justice atau peniti (Italia). (Semendawai, 2013) Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Saber pungli adalah unit pemberantasan pungutan liar yang mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efesien dengan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementrian/lembaga maupun pemerintahan daerah yang dibentuk.



B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana perkembangan tindak pidana korupsi di Indonesia ? 2. Bagaimana perkembangan gratifikasi di Indonesia ? 3. Apa itu tindak pidana korupsi pencucian uang ?



2



4. Apa itu Obstruction Of Justice ? 5. Apa itu Whistle Bower and Justice Collaborator 6. Apa itu saber pungli ?



C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH 1. Mengetahui bagaimana perkembangan tindak pidana korupsi di Indonesia 2. Mengetahui bagaimana perkembangan gratifikasi di Indonesia 3. Mengetahui apa itu tindak pidana korupsi pencucian uang 4. Mengetahui apa itu Obstruction Of Justice 5. Mengetahui apa itu Whistle Bower and Justice Collaborator 6. Mengetahui apa itu saber pungli



3



BAB II PEMBAHASAN



A. TINDAK PIDANA KORUPSI Modus operandi tindak pidana korupsi dilakukan secara terselubung, terorganisir dan berdasarkan suatu keahlian yang dimiliki seseorang oleh sebab itu sulit untuk menentukan sapa yang menjadi korban, siapa yang menjadi pelaku kejahatan, dan bagaimana membuktI-kan hubungan kausal secara langsung antara perbuatan dan timbulnya korban. Namun demikian dampak luar biasa pelan namun pasti akan merugikan negara dan masyarakat. Contoh konkrit dari dampak luar biasa akibat tindak pidana ini adalah kasus E KTP yang saat ini masih bergulir, dampaknya telah dirasakan oleh semua orang di Indonesia yaitu berupa ketiadaan formulir untuk EKTP sehingga sejak tahun 2016 tidak dapat dilakukan pembaharuan KTP sebagamans seharusnya telah diperbaharui. Didalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi tindak pidana korupsi dapat dikelompokan menjadi 30 jenis yaitu : Tabel 1.1 Tindak Pidana Korupsi No 1



Profesi Pegawai Negeri



Tindakan



Keterangan



Menyuap Memberi hadiah Menerima suap Menerima hadiah Menggelapkan uang atau membiarkan pengelapan Memalsulkan bukti Merusak bukti Membiarkan orang lain Membantu orang lain Memeras



4



Pegawai negeri lain karena jabatannya Yang berhubungan dengan jabatannya



Untuk pemeriksaan administrasi Merusak bukti Merusak bukti Kepada pegawai negeri lain



Menyerobot tanah negara



2 3 4 5 6



Pemborong Pengawas projek Rekanan Pengawas rekanan Penerima barang



7



Siapa saja



8



Tersangka



9 10 11 12 13 14



Siapa saja Siapa saja Hakim dan advokat Hakim Advokat Bank



15



Saksi atau ahli



16 17



Saksi Seseorang yang memegang rahasia jabatan



Berakibat merugikan orang lain



Turut serta dalam pengadaan yang diurusnya Menerima gratifikasi Tidak melaporkan ke KPK Membuat curang Membiarkan Perbuatan curang TNI/Polri Berbuat curang TNI/Polri Berbuat curang TNI/Polri Membiarkan perbuatan curang Merintangi Proses pemeriksaan perkara korupsi Tidak memberikan Mengenai kekayaannya keterangan Menyuap Hakim Menyuap Advokat Menerima suap Secara bersama-sama Menerima suap Menerima suap Tidak memberikan keterangan memberi



Rekening tersangka



Membuka identitas Memberi



Pelapor Keterangan palsu



Keterangan palsu



B. GRATIFIKASI Gratifikasi merupakan bagian dari tindak pidana korupsi, gratifikasi bermakna sebagai pemberian yang bersifat netral Namun pada saat pemberian tersebut berkait dengan suatu jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima maka akan menjadi gratifikasi yang dianggap suap. Menurut Eddy Omar Syarif perbedaan antara gratifikasi dan suap terletak pada meeting of mind (konsensus) kesepakatan/ trensaksional) pada saat penerimaan. Gratifikasi menjadi kejahatan korupsi apabila : "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.."



5



(Pasal 12 8 UU No 20 Tahun 2001) Unsur utama yang membedakan antara definsi gratihkasi secara umum sebagai pemberian dalam arti luas dengan gratifikasi yang dianggap suap adalah unsur : 1. Adanya penerimaan gratifikasi 2. Penerimaan gratifikasi haruslah pegawai negeri/penyelenggara Negara 3. Gratifikasi dianggap suap. Apabila Gratifikasi yang diterima tersebut tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja terhitung dari diterimanya gratifikasi tersebut maka akan masuk dalam katagori suap. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian wap apabila berhubungan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban atay tugasnya yang nilainya Rp. 10000.000,atau lebih pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi. Dan apabila nilainya kurang dari Rp. 10.000 000.maka pembuktian bahwa gratifiksi tersebut suap dilakukan oleh Penuntut umum. Benkut ini ada 8 praktek gratifikasi yang banyak ditemukan didalam kehidupan sehari-hari: 1. Pembenan hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan oleh rekanan atau bawahannya. 2. Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor Pejabat tersebut. 3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma. 4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan. 5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dan rekanan kepada pejabat. 6. Pemberian hadiah ulang tahun atau acara-acara pribadi la nnya dani rekanan. 7. Pemberian hadiah kepada pejabat pada saat kunjungan kerja. 8. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu. Pada prinsipnya gratifikasi adalah pemberian biasa dari seseorang kepada seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara. Dalam praktek, pemberian seperti ini kerap dijadikan modus untuk ‘membina’ hubungan baik dengan pejabat sehingga dalam hal seseorang tersangkut suatu masalah yang menjadi kewenangan pejabat tersebut, kepentingan orang itu sudah terlindungi karena ia sudah berhubungan baik dengan pejabat tersebut.



6



C. TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Terdapat beberapa versi mengenai asal-usul penggunaan istilah “money laundering” atau “pencucian uang”. Istilah “pencucian uang” pertama kali digunakan dalam surat kabar yang berkaitan dengan skandal Watergate di Amerika Serikat yang melibatkan Presiden Richard Nixon pada tahun 1973.1 Adapun kasus pencucian uang yang pertama kali ditangani adalah perkara US v $ 4.255.625,39 (1982) 551 F Supp. 314 di Amerika Serikat. Menurut Jeffrey Robinson, latar belakang mengenai istilah “pencucian uang” digunakan karena proses yang digunakan menunjukkan bagaimana merubah uang yang berkaitan dengan kejahatan atau diperoleh secara illegal atau kotor untuk kemudian diproses sedemikian rupa hingga seolah-olah menjadi uang yang diperoleh secara legal atau bersih. Proses perubahan uang tersebut biasanya dilakukan melalui kegiatan usaha, pembelian aset ,atau pemindahan uang dari satu rekening ke rekening lain. Karakteristik dari TPPU menjadikan TPPU sebagai kejahatan ganda. Hal ini berarti munculnya TPPU selalu didahului oleh kejahatan asalnya. Undangundang TPPU sendiri menentukan macam-macam kejahatan yang menjadi sumber harta kekayaan yang kemudian disamarkan asal-usulnya tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 yakni: 1. Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. Korupsi; b. Penyuapan c. Narkotika; d. Psikotropika; e. Penyelundupan tenaga kerja; f. Penyelundupan migran; g. Di bidang perbankan; h. Di bidang pasar modal; i. Di bidang perasuransian; j. Kepabeanan; k. Cukai; l. Perdagangan orang; m. Perdagangan senjata gelap; n. Terorisme; o. Penculikan; p. Pencurian; q. Penggelapan; r. Penipuan; s. Pemalsuan uang;



7



t. u. v. w. x. y. z.



Perjudian; Prostitusi; Di bidang perpajakan; Di bidang kehutanan; Di bidang lingkungan hidup; Di bidang kelautan dan perikanan; atau Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.



2. Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n. Keterkaitan TPPU dengan Tindak Pidana Korupsi ini dikarenakan seringkali modus pencucian uang digunakan oleh koruptor sebagai upaya mengamankan aset yang diperoleh dari kejahatan korupsi yang mereka lakukan. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa kasus di Indonesia di mana koruptor mengalihkan hasil korupsinya dalam berbagai bentuk aset, investasi, serta kegiatan usaha. Dalam kasus korupsi simulator SIM yang melibatkan Inspektur Jenderal Djoko Susilo, mantan Kakor Lantas POLRI divonis atas korupsi dan TPPU. Adapun aset-aset yang dia putar tersebut diduga kuat berkaitan dengan korupsi penyalahgunaan wewenang yang dimilikinya pada saat menjabat sebagai pejabat Kakor Lantas POLRI. Riset yang dilakukan oleh Budi Saiful Haris pada tahun 2016 juga menunjukkan bahwa dari 137 putusan TPPU, hampir 29.2% atau 40 putusan merupakan perkara dengan Tindak Pidana Korupsi sebagai predicate crime. Upaya untuk mengkombinasikan penggunaan instrument TPPU dalam pemberantasan korupsi di Indonesia sebagaimana diamanahkan oleh UNCAC semakin terlihat pada kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang tidak hanya berwenang untuk mengadili perkara korupsi saja, melainkan juga untuk mengadili perkara TPPU dengan predicate crime tindak pidana korupsi. Hal ini secara spesifik diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Undang-undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi). Internasional dan berbagai negara sudah berkomitmen untuk melakukan kriminalisasi terhadap pencucian uang, akan tetapi TPPU sendiri belum memiliki



8



satu definisi yang baku dan universal di seluruh negara. Perbedaan latar belakang dan fokus dalam penyusunan kebijakan pemidanaan terhadap tindak pidana pencucian uang di berbagai negara menjadi penyebabnya. Sebagai contoh Inggris dan Perancis yang menggunakan instumen pencucian uang sebagai bagian dari upaya pemberantasan obat bius.Sedangkan di Amerika memiliki tujuan penanggulangan kejahatan yang lebih luas, tidak terbatas pada narkotika saja. Di Indonesia, mengacu pada Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang, definisi Tindak Pidana Pencucian Uang tidak disebutkan secara eksplisit. Hal ini dapat dilihat pada pengaturan pencucian uang pertama kali di Indonesia, yakni Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang hanya mendefinisikan pencucian uang melalui bentuk deliknya. Indonesia mengatur TPPU dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. Beberapa tindak pidana yang menjadi pemku TPPU sebagaimana diatur dalam UU TPPU adalah korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, penyelundupan di bidang perbankan. penyelundupan di bidang pasar modal, penyelundupan di bidang perasuransian, kepabeaan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, pen puan, pemalsuan uang. perjudian, prostitusi, bidang perpajakan, bidang kehutanan, bidang Lingkungan hidup, bidang kelautan dan perikanan, atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih. Praktik pencucian uang adalah suatu jalan bagi para pelaku kejahatan ekonomi untuk Gengan leluasa dapat menikmati dan memanfaatkan hasil kejahatannya. Selain itu uang (hasil kejahatan) merupakan nadi bagi kejahatan terorganisasi (organized crimes) dalam mengembangkan jaringan kejahatan mereka, maka penghalangan agar pelaku dapat menikmati hasil kejahatan menjadi sangat penting. Pencucian uang (Money Loundenng) menurut Sutan Remy Sjahdeni adalah : Rangkaian kegiatan yang dilakukan seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu yang yang berasal dari kejahatan dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan perindakan dengan cara terutama memasukan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga uang tertebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang halal"



9



Pencucian uang (Money Loundering) menurut Pasal 1 ayat (3) UU no 8 tahun 2010 adalah “Segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan undang undang Ini” Dalam melakukan pencucian uang, pada umumnya pelaku melakukan beberapa kegiatan yang dapat dikatagorikan sebagai berikut : 1. Penyembunyian kedalam struktur bisnis (Concealment with in business structurure. 2. Penyalahgunaan bisinis yang sah (Misuse of Legitimate Businesses). 3. Pengguna identitas palsu, dokumen palsu, atau perantara (Use of fatse Identities, documents, Or straw men). 4. Pengeksploitasian masalah-masalah yang menyangkut yurisdiksi internasional (Exploiting international Yunsdictional Issues). 5. Penggunaan tipe-tipe harta kekayaan yang tanpa nama (Use of Anonimouns Aset Type). Dari berbagai teknik pencuaan uang yang telah di kemukakan diatas modus yang kerap dipakai dalam TPPU di wilayah Asia adalah berupa Penyelundupan uang melalui perbatasan Negara (Currency Smuggling a cross national borders) Penggunaan perusahaan perusahaan gabungan/bohong bohongan (the use of sheli corporations), Penggunaan instrumen-instrumen harta kekayaan tanpa nama (the use of bearer instrumenisk Penggunaan wira transier, Penggunaan jasa-jasa pengiriman uang (the use of mainttaince services)Pembelian barang-barang mewah dan real estate (the purchase of tuxuary Hera andi real esiate: Penggunaan faktur palsu. Pencucian melalui kasino/tempat perjudian (laundering through casinos), dan Pencucian melalui transaksi efek-efek (laundering through securities transaction ). Penegakan hukum terhadap TPPU di Indonesia telah diatur sejak tahun 2002, perundangan mengenai TPPU telah mengalami beberapa kali perbaikan dan penambahan dan UU yang mengatur TPPU Yang saat ini masih berlaku adalah undang undang nomor 8 tahun 2010. Dalam Pasal 2 telah diatur hasil tindak pidana apa saja yang dimasukkan dalam katagori TPPU. Tindak pedana-tindak pidana tersebut berjumlah cukup banyak dan luas, dari tindak pidana katagori white collar hingga tindak pidana biasa seperti pencurian. Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 tersebut merupakan tindak pidana asal dalam TPPU. Sebagaimana diketahui bahwa TPPU muncul karena didahului dengan telah terjadinya Predicate offence (Tindak pedana asal), oleh sebab itu TPPU biasa digolongkan sebagai



10



follow up crimes (tindak pidana lanjutan). Dalam UU TPPU daitur pula menganai pengertian “transaksi keuangan yang mencurigakan", pengertian mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Transaksi keuangan yang menyimpang dan profil, karakterist k, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan. 2. Transaksi keuangan oleh pengguna jasa keuangan yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindan pelapolaran transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan Oleh penyedia jasa keuangan sesuai dengan ketentuan undang-undang. 3. Transaksi keuangan yang dilakukan maupun yang batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasa dari hasil tindak pidana. 4. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh pihak pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasai dan hasil tindak pidana. Dalam tindak pidana pencucian uang ini, ada 2 (dua) katagori golongan tindak pidana yaitu unsur obyektif (actus reus) dan unsur subyektif (mens rea). Unsur actus reus dapat dilihat dengan adanya suatu kegiatan menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan (yang diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan) Sedangkan unsur mens rea dilihat dari perbuatan seseorang yang dengan sengaja, mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta tersebut. Dalam TPPU terdapat katagori pelaku dengan katagori pelaku aktif dan pelaku pasif. Dimaksudkan sebagai pelaku aktif adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (3) UUTPPU, yaitu : 1. Menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya/patut diduganya merupakan hasil tindak Perdana kedalam penyedia jasa keuangan baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain. 2. Mentransfer harta kekayaan Yang diketahuinya/patut diduganya merupakan hasil tindak pidana suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain. 3. Membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya/patut diduganya merupakan hasil tindak pidana baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain.



11



4. Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahuinya/peatut diduganye merupakan hasil tindak pidana baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain. 5. Menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya/patut diduganya merupakan hasil tindak pidana baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain. 6. Membawa keluar negeri harta kekayaan yang diketahuinya/patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. 7. Menukarkan dengan mata uang atau surat berharga lainnya yang diketahuinya/patut diduga merupakan hasil tindak pidana. 8. Menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahunya/patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Selain yang masuk dalam katagori pasal tersebut termasuk dalam katagori pelaku TPPU Aktif adalah sebagaimana masuk dalam ketentuan Pasal 4 yaitu orang yang menikmati apa yang dilakukan dalam ketentuan Pasat 3 tersebut. Pelaku pasif tindak pidana pencucian uang adalah mereka yang menerima, menguasai penempatan, pentransteran, pembayaran, hibah. sumbangan, penitipan penukaran, atau menggunakan yang diketahuinya/patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Baik pelaku aktif, pasif maupun yang membantu melakukan semua dikenai pidana. Beberapa Modus operandi yang teradi dalam TPPU dapat dikatagorikan sebagai berikut: 1. Loan Back, yakni dengan cara meminjam uangnya sendiri, Modus ini terinci lagi dalam bentuk direct loan, dengan cara meminjam uang dari perusahaan luar negeri, semacam perusahaan bayangan (immobilen investment company) yang direksinya dan pemegang sahamnya adalah dia sendiri, dalam bentuk back to loan, dimana si pelaku peminjam uang dari cabang bank asing secara stand by letter of credit atau certificate of deposit bahwa uang didapat atas dasar uang dari kejahatan, pinjaman itu kemudian tidak dikembalikan sehingga jaminan bank dicairkan. 2. Modus operasi C-Chase, metode ini cukup rumit karena memiliki sifat liku-liku sebagai Cara untuk menghapus jejak. Contoh dalam kasus BCCI, dimana kurir-kurir datang ke bank Florida untuk menyimpan dana sebesar US $ 10.000 supaya lolos dari kewajiban lapor. Kemudian beberapa kali dilakukan transfer, yakni New York ke Luxsemburg ke cabang bank Inggris, lalu disana dikonfersi dalam bentuk certiface of deposit untuk menjamin loan dalam jumlah yang sama yang diambil oleh orang Florida. Loan buat negara Karibia yang terkenal dengan tax Heaven-nya. Disini Loan itu tidak pemah ditagih, namun hanya dengan



12



3.



4.



5.



6.



7.



8.



mencairkan sertifikat deposito itu saja. Dari Florida, uang terebut di transfer ke Uruguay melalui rekening drug dealer dan disana uang itu didistribusikan menurut keperluan dan bisnis yang serba gelap. Hasil investasi ini dapat tercuci dan aman. Modus transaksi transaksi dagang internasional, Modus ini menggunakan sarana dokumen WC. Karena menjadi fokus urusan bank baik bank koresponden maupun opening bank adalah dokumen bank itu sendiri dan tidak mengenal keadaan barang, maka hal ini dapat. Modus penyelundupan uang tunai atau sistem bank paralel ke Negara lain. Modus | ini menyelundupkan sejumah fisik uang itu ke luar negeri. Berhubung dengan cara ini terdapat resiko seperti dirampok, hilang atau tertangkap maka digunakan modus berupa electronic transfer, yakni mentransfer dari satu Negara ke negara lain tanpa perpindahan fisik uang itu. Modus akuisisi, yang diakui sisi adalah perusahaanya sendwi.Contoh seorang pemilik perusahaan di indonesia yang memiliki perusahaan secara gelap pula di Cayman Island, negara tax haven. Hasil usaha di cayman didepositokan atas nama perusahaan yang ada di Indonesia. Kemudian perusahaan yang ada di Cayman membeli saham-saham dari perusahaan yang ada di Indonesia (secara akuisisi). Dengan cara ini pemilik perusahaan di Indonesia memiliki dana yang sah, karena telah tercuci melalui hasil pejualan sahamsahamnya di perusahaan Indonesia. Modus Real estate Carousel, yakni dengan menyuapsuatu property berkali-kali kepada perusahaan di dalam kelompok yang sama. Pelaku Money Laundrying memiliki sejumlah perusahaan (pemegang saham mayoritas) dalam bentuk real estate. Dari satu ke lain perusahaan. Modus Investasi Tertentu, Investasi tertentu ini biasanya dalam bisnis transaksi barang atau lukisan atau antik. Misalnya pelaku membeli barang lukisa dan kemudian menjualnya kepada seseorang yang sebenarnya adalah suruhan si pelaku itu sendiri dengan harga mahal Lukisan dengan harga tak terukur, dapat ditetapkan harga setinggitingginya dan bersifat sah. Dana hasil penjualan lukisan tersebut dapat dikategorikan sebagai dana yang sudah sah. Modus over inyoices atau double invoice. Modus ini dilakukan dengan mendirikan perusahaan ekspor-impor negara sendiri, lalu diluar negeri (yang bersistem tax haven) mendinkan pula perusahaan bayangan (shell company). Perusahaan di Negara tax Haven ini mengekspor barang ke Indonesia dan perusahaan yang ada diluar negeri itu membuat invoice



13



pembelian dengan harga tinggi inilah yang disebut over invoice dan bila dibuat 2 invoices, maka disebut double invotces. 9. Modus Perdagangan Saham Modus ini pernah terjadi ds Belanda. Dalam suatu kasus di Busa efek Amsterdam, dengan melibatkan perusahaan efek Nusse Brink, dimana beberapa nasabah perusahaan efek ini menjadi pelaku pencucian uang. Artinya dana dari nasabahnya yang diinvestasi ini bersumber dari uang gelap. Nussre brink membuat 2 (dua) buah rekening bagi nasabah-nasabah tersebut, yang satu untuk nasabah yag rugi dan satu yang memiliki keuntungan. Rekerung di upayakan dibuka di tempat yang sangat terjamin proteksi kerahasaannya, supaya sulit ditelusuri siapa benefecial owner dari rekening tersebut. 10. Modus Pizza Cinnction Modus ini dilakukan dengan menginvestasikan hasil perdagangan Obat bius dinvestasikan untuk mendapat konsesi pizza, sementara sisi lainnya diinvestasikan di Karibia dan Swnss. 11. Modus Ia Mina, kasus yang dipandang sebagai modus dalam money laundrying terjadi di Amerika Serikat tahun 1990. dana yang diperoleh dari perdagangan obat bius diserahkan kepada perdagangan grosiran emas dan permata sebagai suatu sindikat. Kemudian emas, kemudian batangan diekspor dari Uruguay dengan maksud supayaimpornya bersifatlegal. Yang disimpan dalam desain kotak kemasan emas, kemudian dikirim kepada pedagang perhiasan yang bersindikat mafia obat bius. Penjualan dilakukan di tos Angeles, hasil uang tunai dibawa ke bank dengan maksud supaya seakan-akan berasal dari kota ini dikirim ke bank New York dan dari kota ini di kirim ke bank New York dan dari kota ini dikirim ke bank Eropa melalui Negara Panama. Uang tersebut akhirnya sampai di Kolombia guna didistnbusi dalam berupa membayar ongkos-ongkos, untuk investasi perdagangan obat bius, tetapi sebagian untuk unvestasi jangka panjang. 12. Modus Deposit taking, Mendirikan perusahaan keuangan seperti Deposit taking Institution (DTI) Canada. DTI im terkenal dengan sarana pencucian uangnya seperti chartered bank, trust company, dan credit union. Kasus Money Laundrying ini melibatkan OTI antara lain transfer melalui telex, surat berharga, penukaran valuta asing, pembelian obligasi pemerintahan dan teasury bills. 13. Modus Identitas Palsu, Yakni memanfaatkan lembaga perbankan sebagai mesin pemutih yang dengan cara men depositokan dengan nama palsu, menggunakan safe deposit box untuk menyembunyikan hasil kejahatan, menyediakan fasilatas transfer supaya dengan mudah



14



ditransfer ke tempat yang dikehendaki atau menggunakan electronic fund transfer untuk melunasi kewajiban transaksi gelap, menyimpan atau mendistribusikan hasil transaksi gelap.



D. OBSTRUCTION OF JUSTICE (OOJ) Ooj adalah suatu tindakan yang bertujuan menghalang-halangi proses hukum dan keadilan dari awal hingga proses tersebut selesai. Tindakan tersebut berupa intervensi dengan segala bentuknya. Seperti tidak mau menjadi saksi, memberi keterangan palsu, menghilangkan atau menyembunyian atau merusak bukti, mengintimidasi saksi, penyidik atau penegak hukum lainnya. Dan bahkan yang sangat ekstrim adalah mencelakai. Batasan terhadap Ooj ini adalah perbuatan apapun dari yang paling ringan seperti mempengaruhi persidangan dengan membangun opini dalam masyarakat hingga yang palng berat yaitu perbuatan-perbuatan yang mencederai saksi atau bahkan membunuh saksi. Dengan dibatasi oleh "niat" yartu niat untuk menghalanghalangi proses hukum. Niat menghalang-halangi proses hukum tidak mengharuskan perbuatan tersebut “telah” menimbulkan alubat yang dimaksud, cukup disyaratkan adanya mat dari pelaku. OoJ masuk Galam katagori delik formil yaitu perbuatan dianggap telah terjadi dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang dirumuskan dalam pasal tersebut tanpa perlu adanya akibat dari perbuatan dimaksud. Menurut Andrea Kendall dan Cuff pasal-pasal OoJ dirancang untuk melindungi individu-individu yang terlibat dalam proses hukum dan mencegah “gugurnya" proses penegakan unsur yang harus dipenuhi yaitu: 1. Tindakan tersebut menyebabkan tertundanya proses hukum. 2. Pelaku mengetahui tindakannya atau menyadari perbuatannya. 3. Pelaku melakukan atau mencoba tindakan menyimpang dengan tujuan untuk mengganggu atau mengintervensi proses atau adminsitrasi hukum. Perumusan OoJ dalam perundangan di Indonesia terdapat dalam KUHP yaitu Pasal Z1, Pasal 212, Pasal 216 sampai dengan Pasal 225. Pasal 231 dan Pasal 233. Disamping dalam KUHP terdapat pula didalam beberapa perundangan lain yaitu Pasal 21 sampai dengan Pasal 24 UU TindakkPidana Korupsi, Pasal 20 sampai dengan Pasal 22 Perpu nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Terorisme, dan Pasal 20 sampai dengan 24 UU nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Perdagangan Orang. Contoh konkrit OoJ terhadap penyidikan Tipikor terjadi pada saat KPK sedang mengumpulkan bukti untuk kasus Simulator SIM, penyidik KPK dilarang oleh seseorang untuk tidak membawa bukti-bukti



15



yang diambil dari kantor Lalin mabes Polri bahkan para penyidik diancam dan ditekan. Apa yang terjadi diatas merupakan tindakan OoJ. Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 ini ditentukan dalam Pasal 21 yang menyatakan bahwa: ^Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Pasal 21 hakikatnya tidak berisi delik tentang tindak pidana korupsi karena yang dilarang adalah perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan perkara korupsi. Tapi karena yang dirintangi dan digagalkan pelaku adalah proses penegakan hukum perkara korupsi, maka Pasal tersebut disebut tindak pidana lain terkait tindak pidana korupsi. Subjek delik Pasal 21 bisa siapa saja karena makna setiap orang tidak menunjuk kepada pelaku tertentu seperti polisi, jaksa penuntut umum, hakim, advokat, anggota DPR, Presiden, Menteri, Pegawai Swasta dan pihak-pihak lain. Perbuatan dan objek yang dilarang be ^mencegah, merintangi, atau menggagalkan baik secara langsung ataupun tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. Kata “mencegah“ bermakna perbuatan atau usaha seseorang agar suatu tindak pidana korupsi tidak dilakukan penyidikan, penuntutan dan diadili di pengadilan. Proses perkara korupsi yang terkandung dalam makna kata “mencegah” belum berjalan. Menghalangi diartikan sebagai perbuatan atau usaha seseorang agar suatu tindak pidana korupsi dihalangi atau dipersulit dilakukan penyidikan, penuntutan dan diadili di pengadilan. Ini berarti, proses perkara korupsi yang dilakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan masih berjalan. Sedangkan menggagalkan bermakna perbuatan atau usaha seseorang agar suatu tindak pidana korupsi yang dilakukan tidak dilaksanakan. E. WHISTLEBLOWER (WB) DAN JUSTICE COLLABORATOR Istilah Whistle Blower dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “peniup peluit”, disebut demikian karena sebagaimana halnya wasit dalam pertandingan sepak bola atau olahraga lainnya yang meniupkan peluit sebagai pengungkapan fakta akan adanya kesalahan atau terjadinya suatu pelanggaran. Saksi pelaku yang bekerja sama dikenal dengan beragam istilah, yaitu justice collaborator,



16



cooperative, whistleblower, collaborators with justice atau peniti (Italia). Secara etimologi Justice collaborators berasal dari kata justice yang berarti keadilan, adil, hakim. Sedangkan collaborators artinya teman kerjasama atau kerjasama. WB secara harafiah dalam bahasa Indoensia diterjemahkan sebagai si Peniup Peluit, Apakah sebenarnya pengertian WB? WB adalah seseorang yang bersedia mengungkapkan fakta kepada publik (penegak hukum) atas sebuah skandal (kejahatan) yang terjadi di lingkungan dimana dia berada. WB tidak terlibat dalam tindak pidana yang terjadi, dia hanya berada dalam lingkungan tersebut, sehingga WB tidak dikenai hukuman. Sebagai contoh karyawan suatu kantor mengetahui atasannya atau temannya melakukan korupsi, dia melaporkan kejadian tersebut kepada penegak hukum, maka dia merupakan WB. Pengertian Justice collaborator (JC) sebenarnya sudah dipakai pada praktik hukum Indonesia korupsi, dia melaporkan kejadian tersebut kepada penegak hukum, maka dia merupakan WB. Pengertian Justice collaborator (JC) sebenarnya sudah dipakai pada praktik hukum Indonesia sejak tahun 2011 yaitu didalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011, JC adalah seseorang yang menjadi salah satu dari pelaku tindak pidana, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut, serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan yang sangat signifikan sehingga dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelakupelaku lainnya yang memiliki peran yang lebih besar dan mengembalikan asetaset/hasil suatu tindak pidana. JC akan mendapatkan keringanan hukuman. Adapun syarat untuk seseorang dapat dikatakan sebagai justice collaborator yaitu : 1. Tindak pidana yang diungkap merupakan tindak pidana yang serius dan atau teroganisir, seperti korupsi, pelanggaran HAM berat, narkoba, terorsme, TPPU, traficing, kehutanan. Jadi untuk hal tindak pidana ringan tidak mengenal istilah ini. 2. Keterangan yang diberikan signifikan, relevan dan andal Keterangan yang diberikan benarbenar dapat dijadikan petunjuk oleh aparat penegak ukum dalam mengungkapkan suatu tindak pidana sehingga memudahkan kinerja aparat penegak hukum. 3. Orang yang berstatus justice collaborator bukanlah pelaku utama dalam perkara tersebut karena kehadirannya sebagai justice collaborator adalah untuk mengungkapkan siapa pelaku utama dalam kasus tersebut. Dia hanya berperan sedikit didalam terjadinyaperkara itu tetapi mengetahui banyak tentang perkara pidana yang terjadi itu.



17



4. Dia mengakui perbuatannya di depan hukum dan bersedia mengembalikan aset yang diperolehnya dengan cara kejahatan itu secara tertulis. 5. Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan setungga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana yang dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan aset-aset/hasil suatu tindak pidana. Kedudukan sebagi WB maupun JC didalam kasus-kasus korupsi maupun tindak pidana berat lain diakui memiliki peran yang sangat signifikan mengingat tindak pidana berat seperti korupsi merupakan suatu tindak pidana yang sifatnya terorganisir dengan sangat rapi. Peran serta Masyarakat tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. F. SABER PUNGLI Pada 21 Oktober 2016 Menko Polhukam mengumumkan pembentukan Satuan Tugas Pungutan Var (Saber Pungli) dengan dasar pembentukannya adalah Perpres Nomor 87 Tahun 2016. Satgas ini bertugas memberantas praktik pungutan liar secara efektif dan efisien. Dengan Cara mengoptimalkan pemanfaatan personel satuan kerja dan sarana prasarna baik yang berada di kementrian/lembaga atau pemerintah daerah. Satgas itu memiliki empat fungsi yaitu intelejen, pencegahan dan sosialisasi penindakan dan yustisi. Selain itu satgas ini juga berwenang melakukan operasi tangkap tangan. Adapun landasan dalam menangani pungutan liar adalah sebagai berikut : Tabel 1.2 Saber Pungli No Ketentuan hukum 1 Pasal 3 UUD No 11 Tahun 1980 Tentang Suap 2 Pasal 368 KUHP 3 Pasal 5 ayat 1 UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999



Jenis Penerima suap



Pemerasan Memberi/menjanjikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negra



18



Ancaman Pidana 3 Tahun/dendamaksimal Rp. 15.000.000 9 Tahun



4



5



6



7



8



tentang Pemberantasan Tipikor Pidana penjara minimal 1 tahun, maksimal 5 tahun dan/atau denda minimal Rp 50.000.000 dan maksimal Rp 250.000.000 Pasal 5 ayat 2 UU No 20 Tahun 2001 tentang Peubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor Pasal 11 UU No 20 Tahun 2001 tentang Peubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Pasal 12 b UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Pasal 12 e UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Pasal 13 UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No



Pegawai negeri atau penyelenggara Negara penerima/pemberi janji



Pegawai negeri atau penyelenggara menerima hadiah/janji padahal diketahui karena kekuasaan/kewenangan



Pegawai negeri atau penyelenggara penerima gratifikasi



Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri



Pemberi hadiah/janji ke pegawai negeri atau penyelenggara Negara



19



Pidana penjara minimal 1 tahun, maksimal 5 tahun dan/atau denda minimal Rp 50.000.000 dan maksimal Rp 250.000.000 Pidana penjara seumur hidup/minimal 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dnda minimal Rp 200.000.000 paling banyak Rp 1.000.000.000 Penjara minimal 1 tahun, maksimal 5 tahun dan/atau denda minimal Rp 50.000.000 dan maksimal Rp 250.000.000 Pidana penjara paling lama 3 tahun dan



31 Tahun 1999 karena denda paling banyak tentang pemberantasan kekuasaan/kewenangan Rp 50.000.000 Tipikor Keberadaan Satgas Saber Pungli diharapkan mampu mempercepat paya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia sehingga masyarakat akan memperoleh hak-hak sebagai warga negara yaitu memperoleh pelayanan yang cepat mudah dan murah disemwa lini fasilitas yang diberikan oleh negara bagi kesejahteraan hidup masyarakat.



20



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Modus operandi tindak pidana korupsi dilakukan secara terselubung, terorganisir dan berdasarkan suatu keahlian yang dimiliki seseorang oleh sebab itu sulit untuk menentukan sapa yang menjadi korban, siapa yang menjadi pelaku kejahatan, dan bagaimana membuktI-kan hubungan kausal secara langsung antara perbuatan dan timbulnya korban. Gratifikasi bermakna sebagai pemberian yang bersifat netral Namun pada saat pemberian tersebut berkait dengan suatu jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima maka akan menjadi gratifikasi yang dianggap suap. Praktik pencucian uang adalah suatu jalan bagi para pelaku kejahatan ekonomi untuk Gengan leluasa dapat menikmati dan memanfaatkan hasil kejahatannya. Ooj adalah suatu tindakan yang bertujuan menghalang-halangi proses hukum dan keadilan dari awal hingga proses tersebut selesai. Whistle Blower seseorang yang bersedia mengungkapkan fakta kepada publik (penegak hukum) atas sebuah skandal (kejahatan) yang terjadi di lingkungan dimana dia berada. WB tidak terlibat dalam tindak pidana yang terjadi, dia hanya berada dalam lingkungan tersebut, sehingga WB tidak dikenai hukuman. Pada 21 Oktober 2016 Menko Polhukam mengumumkan pembentukan Satuan Tugas Pungutan Var (Saber Pungli) dengan dasar pembentukannya adalah Perpres Nomor 87 Tahun 2016. B. SARAN



21



DAFTAR PUSTAKA Abdul Haris Semendawai, “Eksistensi Justice Collaborator dalam Perkara Korupsi Catatan tentang Urgensi dan Implikasi Yuridis atas Penetapan Proses Peradilan Pidana”, Makalah disampaikan pada Stadium General Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 17 April 2013, hlm. 7. Jeffresy Robinson, The Laundryman, Dikutip dalam Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 2004), hal. 6 Joni Emirzon, Bentuk, Praktik, dan Modus Tindak Pidana Pencucian Uang, makalah dalam Seminar KPK 0 Budi Saiful Haris, Penguatan Alat Bukti Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Jurnal Integritas, Volume 02 Nomor 1 Tahun 2016. hal. 95 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Fokusindo Mandiri, Bandung, 2013, hlm. 9. I.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris Indonesia, Cet. III, Sinargrafika, Jakarta, 2003, hlm. 367. Jhon M. Echos dan Hasan Shaddili, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2005, hlm. 124. Korupsi, T. P. (2011). Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi . Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Bagian Hukum Kepegawaian.



22