Makalah Pramuka Garuda [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PRAMUKA GARUDA “SIKAP SEORANG PRAMUKA GARUDA DALAM BERTOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA” D I S U S U N OLEH : Nama : Ika Francika Sinaga Pangkalan/GUDEP : SMA Negeri 2 Medan/15274



MEDAN SUMATERA UTARA 2014



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pramuka Garuda adalah seorang pramuka yang karena prestasi yang dicapainya, menjadi teladan bagi pramuka lain dan/ataupun generasi muda lain disekitarnya. Contohnya dalam beragama. Manusia adalah makhluk indiviudu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang berbeda warna dengannya salah satunya adalah perbedaan agama. Dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dapat dihindari. Masyarakat juga dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara mereka antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Olehnya itu kita sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita demi keutuhan Negara. Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya. Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, misalnya penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.



B.



Rumusan Masalah



a. Kendala apa yang menjadi permasalahan dalam mencapai kerukunan umat beragama di Indonesia? b. Bagaimana seorang Pramuka Garuda menghadapi permasalahan/kendala dalam mencapai kerukunan antar umat beragama di Indonesia? C.     Tujuan Penulisan makalah ini bermaksud untuk memenuhi tugas penyeleksian calon Garuda Golongan Penegak Kwartir Ranting Medan Polinia dan untuk menambah wawasan para pembaca tentang kerukunan umat beragama di Indonesia serta permasalahan yang di hadapi. Semoga Bermanfaat.



BAB II PEMBAHASAN TOLERANSI AGAMA 1. Pengertian Toleransi Toleransi berasal dari bahasa Latin yaitu tolerare artinya menahan diri, bersikap sabar,membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Jadi pengertian toleransi secara luas adalah suatu sikap atau perilakumanusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya.



2. Toleransi antar Umat Beragama Toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain. Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama juga wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang berlainan akan terbina kerukunan hidup. Sebagaimana dalam HAK, KEWAJIBAN, PENILAIAN, PEMBERIAN, PEMAKAIAN DAN TANDA KECAKAPAN SK Kwarnas No 101 tahun 1984 maupun draft SK Kwarnas yang baru tentang Petunjuk Penyelenggaran Pramuka Garuda, telah menetapkan sejumlah hak dan kewajiban Pramuka Garuda.  Adalah harapan bersama kiranya kedua rumusan tersebut dapat dipelajari dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak nantinya sampai menimbulkan salah interpretasi serta tidak sulit melaksanakannya.  Khusus untuk rumusan kewajiban, disarankan kiranya pengelompokannya dapat disempurnakan, yakni mengikuti pengelompokan rumusan kewajiban yang tercantum dalam Trisatya Gerakan Pramuka,  yang untuk lengkapnya ditambah dengan satu kewajiban lain yakni kewajiban Pramuka Garuda terhadap Gerakan Pramuka. Rumusan dan pengelompokan kewajiban yang disarankan tersebut  adalah :



Kewajiban terhadap tuhan Kewajiban terhadap negara Kewajiban terhadap sesama Kewajiban terhadap diri sendiri Kewajiban terhadap Gerakan Pramuka Sama halnya dengan hak dan kewajiban, SK Kwarnas No 101 tahun 1984 maupun draft SK Kwarnas yang baru tentang Petunjuk Penyelenggaran Pramuka Garuda, telah menetapkan pula tata cara penilaian, pemberian, pemakaian serta tanda kecakapan Pramuka Garuda.   Adalah harapan bersama kiranya semua rumusan tersebut dapat dipelajari dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak nantinya sampai menimbulkan salah interpretasi serta tidak sulit melaksanakannya.



3.   Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangankalangan atas/orang kaya saja. Karena, Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan semua masalah. Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia. Mungkin faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang agama perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling mungkin adalah mendapatkan pengertian yang mendasar dari agamaagama. Jadi, keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting. Kalau kita masih mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya agama kita sendiri saja yang paling benar, maka itu menjadi penghalang yang paling berat dalam usaha memberikan sesuatu pandangan yang optimis. Namun ketika kontak-kontak antaragama sering kali terjadi sejak tahun 1950-an, maka muncul paradigma dan arah baru dalam pemikiran keagamaan. Orang tidak lagi bersikap negatif dan apriori terhadap agama lain. Bahkan mulai muncul pengakuan positif atas kebenaran agama lain yang pada gilirannya mendorong terjadinya saling pengertian. Di masa lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain dan menganggap agama selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta penuh kecurigaan terhadap berbagai aktivitas agama lain, maka sekarang kita lebih mengedepankan sikap keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.



4. Menghormati Dan Memelihara Hak Dan Kewajiban Antar Umat Beragama Kewajiban merupakan hal yang harus dikerjakan atau dilaksanankan. Jika tidak dilaksanankan dapat mendatangkan sanksi bagi yang melanggarnya. Sedangkan hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Namun, kekuasaan tersebut dibatasi oleh undang-undang. Pembatasan ini harus dilakukan agar pelaksanaan hak seseorang tidak sampai melanggar hak orang lain. Jadi pelaksanaan hak dan kewajiban haruslah seimbang, artinya, kita tidak boleh terus menuntut hak tanpa memenuhi kewajiban. Toleransi Hak dan kewajiban dalam umat beragama telah tertanam dalam nilai-nilai yang ada pada pancasila. Indonesia adalah Negara majemuk yang terdiri dari berbagai macam etnis dan agama, tanpa adanya sikap saling menghormati antara hak dan kewajiban maka akan dapat muncul berbagai macam gesekan-gesekan antar umat beragama. Pemeluk agama mayoritas wajib menghargai ajaran dan keyakinan pemeluk agama lain, karena dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 dikatakan bahwa “setiap warga diberi kemerdekaan atau kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya”. Hal ini berarti kita tidak boleh memaksakan kehendak, terutama dalam hal kepercayaan, kepada penganut agama lain, termasuk mengejek ajaran dan cara peribadatan mereka. 5. Dari Persaingan, Toleransi, Menuju Kerjasama. A. Era Persaingan Pada masa penjajahan, hubungan antar agama sangat diwarnai oleh campur tangan pemerintah kolonial. Saat itu, persaingan antar agama terjadi dalam hal kegiatan missioner dari agama-agama tersebut. Dalam kehidupan keagamaan dalam masyarakat, pemerintah kolonial selalu bersikap ekstra siaga untuk mencegah bentrokan antar agama. Jadi wujud persaingan saat itu hanyalah persaingan antar lembaga yang bersifat doktriner. Setiap agama beranggapan bahwa dirinyalah satu-satunya agama yang benar dan menganggap yang lain salah tanpa melihat sesuatu yang berharga dari agama lain. Hingga kini, semangat persaingan ini masih banyak diwarisi oleh banyak orang, meski mulai muncul kecederungan baru yang lebih inklusif. B. Munculnya Sikap Baru Dalam Beragama Di Indonesia, hubungan antar agama mulai memasuki era baru yang lebih menekankan toleransi sejak awal orde baru. Hal ini tidak bisa dilapaskan dari kepantinga pemerintah yang mengupayakan political stability sebagai syarat awal berjalannya roda pemerintahan baru. BJ. Boland melukiskan ketegangan antara umat islam dan Kristen dalam ucapannya: “Demikianlah setelah tahun 1965, ketegangan besar timbul antra pengiku organisasi-organisasi islam dan golongan lainnya dikalangan penduduk khususnya dengan kaum muslimin awam serta mereka yang bukan islam. Namun, ketegangan tersebut tampaknya memusat serta bermuara pada pertentangan dengan umat Kristen”.



Untuk mengatasi ketegangan tersebut, pemerintah mengupayakan dialog atau musyawarah antar agama untuk membicarakan persoalan penyebaran agama demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Dalam skala intenasional, diadakan dialog IAHR yang diselenggarakan diTokyo pada tahun 1958, dalam acara tersebut, Friedrich Heiler menyampaikan sebuah makalah berjudul “The History of Religion as a Way to Unity of Religions” yang menjelaskan usaha kesatuan semua agama sebagai sebuah tugas terpenting ilmu perbandingan agama. Ia juga berpendapat bahwa siapapun yang mengakui kesatuan harus memperlakukannya secara sungguh-sungguh melalui sikap toleransi dalam kata dan perbuatan.  Rasa saling menghormati dan menghargai itulah yang dinamakan toleransi. Munculnya observasiobservasi kaum “liberalis” seperti Ramohun Ray (1772-1833), seorang pendiri indu samaj yang telah mempelajari islam berpendapat bahwa semua agama besar didunia adalah mengandung kebenaran yang sama. Ia juga menganjurkan pendekatan multi-iman dalam menghadapi masalah keagamaan. Ramakrishna (1834-1886) melakukan eksperimen menyangkut apa yang dianggapnya sadhana islam dan Kristen untuk mencapai ketenteraman spiritual. Ia mengaku mendapatkan visi tentang jesusu dan Muhammad dan berpendapat bahwa perbedaan antar disiplin spiritual sebenarnya tidaklah begitu penting, yang terpenting adalah visi spiritual tentang sebuah realitas. Amerika serikat juga mensponsori penyelenggaraan berbagai pertemuan internasional. Di tahun 1918, dibentuklah sebuah “league of Neighbours” yang berusaha menyatukan suku-suku, dan pada tahun 1924 berdiri organisasi “Fellowship of Faiths” yang bertujuan mencapai kesatuan spiritual. Di Eropa, proposal-proposal disusun untuk menyelenggarakan “World Converence for International Peace through Religion”. Di berbagi suku dan pulau kita mempunyai bermacam agama dan bahasa yang berbeda satu sama lain.maka dari itu sangatlah penting hormat menghormati antara agama satu sama lain sesuai dengan kepecayaan yang di anut.Ada berberapa agama yang di anut dan di percayakan yaitu agama islam,Kristen,hindu,buda sangatlah penting menghargai agama satu sama lain dengan mempererat tali persaudaraan antara suku – suku lain dan perbedaan agama lain kita tetap 1 kewargaan Indonesia.Negara yang makmur yang tentaram tidak ada perbedaan agama dan kesalah pahaman antara agama yang satu dengan yang lain atau keributan apalagi menyebabkan bom dan kerusuhan akibat kesalah pahaman antar satu sama lain. Dan menyebabkan koraban akibat kesalah pahaman Maka dari itu sangatlah penting kita menumbuhkan rasa saling menghargai antara agama sesuai kepecayaan yang di anut. Keanekaragaman itu bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan. Dari perbedaan-perbedaan itu seharusnya



kita



memiliki



tujuan



dan



cita-cita



perjuangan



yang



sama,



yaitu



mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual tentram dan damai



berdasarkan Pancasila. Apalagi situasi negara kita sedang menata kehidupan yang lebih baik, melakukan reformasi di semua bidang menuju Indonesia Baru yang demokratis adil dan makmur . Toleransi sejati didasarkan pada sikap hormat terhadap martabat manusia, hati nurani dan keyakinan serta keikhlasan sesama apapun agama, suku, golongan, ideologi, atau pandangannya.. Toleransi antar umat beragama bila kita bina dengan baik akan dapat menumbuhkan sikap hormat menghormati antar pemeluk agama sehingga tercipta suasana yang tenang, Contoh pelaksanaan toleransi antara umat beragama dapat kita lihat seperti: a. membangun jembatan, b. memperbaiki tempat-tempat umum, c. membantu orang yang kena musibah banjir, d.  membantu korban kecelakaan lalu-lintas.damai dan tenteram dalam kehidupan beragama termasuk dalam melaksanakan ibadat sesuai dengan agama dan keyakinannya.  Jadi, bentuk kerjasama ini harus kita wujudkan dalam kegiatan yang bersifat social kemasyarakatan dan tidak menyinggung keyakinan agama masing-masing. Hidup rukun dan bertoleransi lainnya



keyakinan telah



berarti



dicampuradukkan.



ketenangan, itu,



tidak ketertiban,



Jadi serta



masing-masing.



akan



orang lain



peri bahwa



berpendapat



sekali



agama lagi



keaktifan



Dengan



terbina



dijelaskan



bahwa



sikap



melalui



lain yang



satu



saling toleransi



tidak sesuai



ini



ibadah



menghargai



yang



dan



toleransi



menjalankan



kehidupan sikap



yang



diharapkan



menurut dan



tertib,



tidak



berarti



hak asasi,



yang terwujud



agama



saling



rukun,



dengan



agama



dan



menghormati dan



damai.



membenarkan karena



pengertian



toleransi itu sendiri juga berarti suatu sikap perbuatan yang dilandasi oleh kasih sayang sesama manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri, sudah pasti memerlukan orang lain. Contoh:



sebagian



keberlangsungan



rezeki



kita,



datang



lewat



kehidupan



kita,



bergantung



rezeki



pada



orang



lain.



keberadaan



orang



Sebagian lain.



dari



Sebagian



dari kesuksesan kita, bertumpu kepada kesuksesan orang lain. Adakah yang bisa hidup sendiri di dunia ini tanpa orang lain? Sulit, bahkan mustahil. Dalam kaitan dengan baik buruknya perilaku kita, ketergantungan itu juga ada. Setidaknya,kita perlu bantuan orang lain untuk menjadi baik, minimal sebagai mitra, sahabat, atausaudara yang mengingatkan di kala kita lalai, yang menuntun kita saat kita tersesat,yang membimbing kita ketika kita kebingungan. Dengan akal dan budinya, manusia wajib menjalin hubungan baik dengan lingkungan hidupnya, dengan sikap saling menghormati dan saling mengasihi. Setiap manusia



dikaruniai hak-hak asasi yang harus dihormati oleh orang lain.Manusia yang percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa akan selalu berbuat baik dan bersikap toleran terhadap manusia lain. Toleransi dalam beragama bukan berarti kita harus hidup dalam ajaran agama lain.Namun toleransi dalam beragama yang dimaksudkan disini adalah meng- hormati agama lain. Dalam bertoleransi janganlah kita berlebih-lebihan sehingga sikap dan tingkah laku kita mengganggu hakhak dan kepentingan orang lain. Lebih baik toleransi itu kita terapkan dengan sewajarnya. Jangan sampai toleransi itu menyinggung perasaan orang lain. Toleransi juga hendaknya jangan sampai merugikan kita, contohnya ibadah dan pekerjaan kita.



6. Kendala-Kendala 1.      Rendahnya Sikap Toleransi Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain. Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik. 2.      Kepentingan Politik Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang mudahmudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.



3.      SikapFanatisme Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah. Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya sendirisendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang berbedabeda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan. Dari uraian diatas, sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah akar dari permasalahan yang menyebabkan konflik sekejap maupun berkepanjangan. 7. Solusi 1.      Dialog Antar Pemeluk Agama Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Karena itulah dalam perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejarah yang berpusat pada politik yang kemudian disebut sebagai “sejarah konvensional” dikembangkan dengan mencakup bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa yang disebut sebagai “sejarah baru” (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim disebut sebagai “sejarah sosial” (social history) sebagai bandingan dari “sejarah politik” (political history). Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para penganut kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara damai (peaceful co-existence) di antara para pemeluk agama yang berbeda.



Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama lain) akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi, revolusi teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang perjumpaan agama-agama dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan komunitas umat-umat beragama lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti dengan meyakinkan dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian orang dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah menjadi negara yang secara keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas tertentu, juga mengalami kecenderungan yang sama. Dalam pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di antara agama-agama itu, khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-waktu tertentu―ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat, yang memunculkan krisis― pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan perspektif kita, bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature utama. Kedamaian dalam perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari pertukaran (exchanges) dalam lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara longgar dapat disebut sebagai “non-agama.” Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasangagasan keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik pada tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini jelas memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai. 2.      Bersikap Optimis Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan dialog. Paling tidak ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis. Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN dan Seminari misalnya, di universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian agama, seperti Interfidei dan FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam menumbuhkembangkan paham pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya.



Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya. Kita seringkali prihatin melihat orang-orang awam yang pemahaman keagamaannya bahkan bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri. Inilah kesalahan kita bersama. Kita lebih mementingkan bangunanbangunan fisik peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan kedalaman (intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama. Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau provokasiprovokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian bagi agama autentik (authentic religion) dan penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu domba antarpenganut agama. Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan. 8. Manfaat Toleransi Beragama dalam Pandangan Islam a) Menghindari Terjadinya Perpecahan. Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini



.



b) Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali silaturahmi antarumat beragama dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya,



manusia tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia. Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.



BAB III PENUTUP KESIMPULAN Toleransi adalah sikap tenggang rasa yang berarti rukun dan tidak menyimpang dari aturan dimana seseorang harus saling menghargai dan saling menghormati. Toleransi beragama sangat diperlukan pada kehidupan sehari-hari untuk menjalin hubungan yang harmonis, rukun dan sejahtera. Peran berbagai elemen tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemerintahsangat diperlukan untuk memberikan pencerahan dan penyadaran akan arti pentingnya menghargai perbedaan dalam toleransi beragama. Sikap toleransi seorang Pramuka Garuda bisa ditunjukkan melalui sikap menghargai perbedaan pandangan, keyakinan dan tradisi orang lain dengan kesadaran tinggi bahwa perbedaan adalah rahmat Tuhan yang harus disyukuri. Kurangnya rasa toleransi dapat menyebabkan berbagai ketidak harmonisan hubungan yang berujung pada kekerasan fisik. Banyaknya, konflik yang berkedok agama adalah bukti betapa pentingnya toleransi. Invasi Israel (yang penduduknya mayoritas beragama yahudi) terhadap Palestina (yang mayoritas muslim), adalah satu dari sekian banyaknya tragedi kemanusiaan yang melibatkan agama di dalamnya. Pemupukan rasa tersebut haruslah dimulai sejak dini, karena akan sangat berpengaruh pada masa depan seseorang. Pandangan barat terhadap kondisi dan situasi di Indonesia memberikan tugas berat bagi seorang Pramuka Garuda –selalu menjaga keharmonisan hubungan antar umat beragama- dan hal itulah yang menjadi tantangan terberat kita saat ini. Mungkin kita harus bertanya kembali kepada diri kita sendiri, apakah kita telah memiliki rasa toleransi? Dan apakah kita telah meng-aplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari?… hanya hati nurani kitalah yang kan menjawabnya.



DAFTAR PUSTAKA 



Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor : 101 tahun 1984tentang pentunjuk penyelenggara Pramuka Garuda







Natsir, Mohamad. Keragaman Hidup Antar Agama (Jakarta: Penerbit Hudaya, 1970), cet. II.







Al-Baihaqi, Syu’ab al-Imam (Beirut: t.t), ed. Abu Hajir Muhamad b. Basyuni Zaghlul, VI, h. 105.







http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/19/toleransi-antaragama-atau-antarumat-beragama/







2. Djam’annuri, Studi Agama-Agama, Yogyakarta: Pustaka Rihlah, 2003.







Hartono Yudi, Abdul Rozaqi dkk. 2002.Agama dan Relasi Sosial. LKiS : Yogyakarta







Kahmad Dadang. 2000. Sosiologi Agama. Pt Remaja Rosdakarya : Bandung.







http://zifazy.wordpress.com/2012/02/13/tugas-makalah-pendidikan-kewarganegaraantoleransi-beragama-untuk-mewujudkan-negara-demokrasi-dan-masyarakat-madani-diindonesia/







http://juliani-vj.blogspot.com/2011/11/makalah-toleransi-antar-umat-beragama.html