Makalah Radiasi TPP [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “IRADIASI PANGAN”



OLEH : Novi Lailatul C.



1533010054



Qori’atul Maqiilaa



1533010068



Lenna Fatmasari Q.



1533010094



Aziiza Nur Alima



1533010099



PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWATIMUR 2017



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



Surabaya, 21 November 2017



Penulis



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BAB I.



PENDAHULUAN



A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB II.



PEMBAHASAN



A. Pengertian Iradiasi B. Tujuan Iradiasi C. Sumber Iradiasi D. Dosis Iradiasi E. Proses Iradiasi Bahan Pangan F. Aspek Keamanan Pangan terhadap Iradiasi G. Mekanisme iradiasi dalam Bahan Pangan H. Penerapan Iradiasi pada Bahan Pangan I. Keunggulan dan kerugian Proses Iradiasi



BAB III.



PENUTUP



A. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Disetiap bagian dunia manusia senantiasa berjuang melawan kerusakan pangan akibat perusakan oleh serangga pencemaran dan pembusukan. berapa banyak pangan yang tersedia di dunia yang mengalami kerusakan, tidak diketahui datanya, tetapi jumlah kehilangan besar sekali, terutama di negara berkembang, yang karena iklimnya hangat mendorong



pertumbuhan



kerusakan pangan yang



mikroorganisme



perusak



dan



mempercepat



terjadinya



disimpan. Di sejumlah negara itu kerusakan serealia dan



kacang-kacangan yang disimpan ditaksir tidak kurang dari 10%. Kehilangan akibat pencemaran dan kerusakan oleh mikroorganisme pada pangan pokok bukan serealia, sayuran dan buah diduga mencapai 50%. Pada komoditas lain seperti ikan kering, perusakan oleh serangga dilaporkan mengakibatkan kehilangan 25%, ditambah 10% kehilangan akibat kerusakan. Pada masa penduduk dunia bertambah dengan pesat, setiap kehilangan pangan yang dapat dicegah tidap dapat dibiarkan. Upaya untuk mengurangi konsekuensi yang hebat akibat kerusakan pangan dan penyakit terbawa-makanan telah dimulai sejak sebelum adanya dokumentasi tertulis. Mungkin cara pertama dan yang sampai kini masih digunakan ialah penjemuran. Cara sederhana, murah dan sering sangat efektif. Selama berpuluh tahun kemudian, manusia menemukan berbagai cara lain untuk pengawetan pangan yaitu penggaraman, pemasakan, pengasapan, pengawetan dalam kaleng, pembekuan dan pengawetan dengan menggunakan zat kimia. Cara mutakhir ialah iradiasi, yaitu menyinari pangan dengan radiasi pengion yang terukur dengan tepat. Iradiasi bertjuan sama dengan cara pengolahan yang lain yaitu mengurangi kehilangan akibat keruskan dan pembusukan, serta membasmi mikroba dan organisme lain yang menimbulkan penyakit terbawa makanan. B. Rumusan Masalah -



Apakah pengertian iradiasi?



-



Apakah tujuan iradiasi?



-



Bagaimanakah sumber radiasi?



-



Bagaimanakah dosis iradiasi?



-



Bagimanakah proses iradiasi bahan pangan?



-



Bagaimana aspek keamanan pangan terhadap iradiasi?



-



Bagaimana mekanisme radiasi dalam bahan pangan?



-



Bagaimana penerapan iradiasi pada bahan pangan ?



-



Apakah keuntungan dan kerugian iradiasi pangan?



C. Tujuan -



Mengetahui pengertian iradiasi.



-



Mengetahui tujuan iradiasi.



-



Memahami sumber iradiasi.



-



Memahami dosis iradiasi.



-



Memahami proses iradiasi bahan pangan.



-



Memahami aspek keamanan pangan terhadap iradiasi.



-



Memahami mekanisme radiasi dalam bahan pangan.



-



Memahami penerapan iradiasi pada bahan pangan.



-



Mengetahui keuntungan dan kerugian iradiasi pangan.



BAB II PEMBAHASAN A.



Pengertian Iradiasi Iradiasi adalah suatu teknik penggunaan energi radiasi untuk penyinaran bahan secara sengaja dan terarah. Radiasi adalah istilah umum yang biasa digunakan untuk semua jenis energi yang dipancarkan tanpa media. Iradiasi bahan pangan merupakan salah satu teknologi pengolahan pangan yang bertujuan untuk membunuh cemaran biologis berupa bakteri patogen, virus, jamur, dan serangga yang dapat merusak bahan pangan tersebut dan membahayakan konsumen dengan cara mengionisasi bahan pangan tersebut dengan menggunakan sinar tertentu. Iradiasi juga dapat mencegah penuaan bahan pangan yang disebabkan karena faktor internal pangan tersebut, misalnya pertunasan, sehingga berfungsi sebagai pengawet, serta dapat membuat bahan pangan tetap segar karena proses iradiasi sendiri merupakan proses pada suhu ambient. (Putri dkk, 2015) Berdasarkan spektrum elektomagnetiknya, radiasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu radiasi panas dan radiasi pengion. Radiasi panas adalah radiasi yang menggunakan sinar dengan frekuensi yang rendah atau gelombang yang panjang, sedangkan radiasi pengion menggunakan sinar dengan frekuensi yang tinggi atau gelombang yang pendek. Radiasi pengion adalah radiasi dengan energi yang mampu



membuat



electron



suatu



atom



terpental



dari



tempatnya



yang



mengakibatkan atom netral berubah menjadi ion positif, yaitu atom yang kehilangan elektronnya. Contoh radiasi pengion ialah radiasi ultraviolet, sinar alfa (α), sinar beta (β) dan sinar gamma (γ). Sesungguhnya semua radiasi ionisasi mempunyai pengaruh yang sama terhadap makanan, tetapi terutama berbeda didalam daya penetrasi (daya tembusnya). Diantara sinar alfa (α), sinar beta (β) dan sinar gamma (γ) maka sinar gamma mempunyai daya tembus yang paling besar (Gambar 1)



Gambar 1. Perbedaan daya tembus dari sinar alfa, beta dan gamma



Radiasi gamma inilah yang digunakan untuk pengawetan bahan pangan. Sinar gamma memiliki gelombang elegtromagnetik yang bergerak dengan kecepatan tinggi, hampir menyamai kecepatan cahaya, arahnya tidak dipengaruhi medan magnet, tidak memiliki muatan, jarak lintasan relatif panjang dan mempunyai daya ionisasi kecil serta daya tembus yang tinggi. Iradiasi makanan umumnya adalah iradiasi pengion yang dihasilkan oleh isotop radioaktif atau percepatan elektron. Iradiasi disebut juga sterilisasi dingin karena tidak terdapat kenaikan suhu yang nyata. Enam aplikasi yang nyata untuk pengolahan bahan pangan dengan radiasi. Pertama, pengawetan



yang mengakibatkan pemakaian pendinginan tidak



diperlukan. Agar memenuhi syarat, produk yang disterilisasi dengan radiasi harus sesuai dengan keinginan konsumen akan standar yang tinggi, nilai gizi, kesehatan, ekonomi dan stabilitas penyimpanan yang mampu bersaing dengan produk-produk awetan lain. Kedua, aplikasi dosis radiasi hanya terbatas untuk memperpanjang daya simpan komoditi yang dipasarkan seperti misalnya irisan daging, ikan segar, buah-buahan dan sayuran segar. Perpanjangan umur simpan yang memuaskan dari komoditi alami tanpa kehilangan nyata akan sifat kualitasnya harus diutamakan. Ketiga pematian insekta dari berbagai siklus hidupnya dalam produk bahan pangan dengan radiasi mengion adalah fisibel. Disinfestasi bahan pangan kemasan dapat dilakukan. Keempat, proses pertumbuhan jaringan tanaman peka terhadap radiasi. Contoh aplikasi ini terlihat dalam pengahambatan pertunasan kentang dan bawang. Kelima, radiasi mengion memiliki potensi sebagai suatu unit operasi dalam industri bahan pangan, misalnya dalam pengempukan daging, perbaikan metode penggorengan biji kopi dan pemeraman anggur. Keenam, pematian parasit dan organisme beracun didalam bahan pangan. Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan



untuk pengawetan



makanan adalah sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60𝐶𝑜 (kobalt-60) dan 137𝐶𝑠 (Caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri dari partikel-partikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan. Perbedaan yang sama terhadap makanan. Prinsip iradiasi pangan yaitu apabila sumber iradiasi mengenai bahan pangan, maka akan menimbulkan eksitasi, ionisasi dan perubahan komponen yang ada pada bahan pangan tersebut. Apabila perubahan terjadi pada sel hidup, maka akan menghambat sintesis DNA yang menyebabkan proses terganggu dan terjadi efek biologis. Efek inilah yang digunakan sebagai dasar untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan. (Muchtadi dan Sugiyono, 2014)



Peraturan tentang iradiasi pangan yang sampai sekarang digunakan antara lain adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 826 Tahun 1987 dan No. 152 Tahun 1995. Peraturan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan Undang-undang Pangan No. 7 Tahun 1996. Pelabelan pangan di indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 69 Tahun 1999 dan khusus mengenai iradiasi pangan diatur dalam pasal 34.



B. Tujuan Iradiasi 1.



Memperbaiki mutu bahan pangan Selain dapat mempengaruhi faktor penyebab kerusakan bahan, iradiasi ternyata dapat juga mempengaruhi struktur molekul bahan pangan yang dalam beberapa hal yang menguntungkan. Misalnya sayuran kering yang diiradiasi dengan dosis 30 kGy, akan menjadi lebih cepat empuk bila dimasak karena pengaruh iradiasi pada struktur polisakarida yang menentukan konsistensinya. Demikian pula kacang kedelai, akan lebih cepat empuk apabila dimasak setelah iradiasi. Buah anggur yang diiradiasi dengan dosis 4 – 5 kGy, sari buahnya yang dapat diperas meningkat sebanyak 10 sampai 20%, karena permeabilitas dinding selnya bertambah akibat iradiasi. Pada kacang yang diiradiasi untuk mencegah pertunasan, sintesis klorofil dan solanin selama penyimpanan akan ikut terhambat. Hal ini menguntungkan karena pembentukan klorofil akan menyebabkan lebih tebal kulit yang terbuang pada proses penguapan dan soalnin merupakan alkaloid yang bersifat racun. Disamping itu, kentang yang diiradiasi bila dibuat keripik hasilnya sangat bersih dan bagus, karena tidak terbentuk lingkaran –lingkaran coklat yang disebabkan oleh gula pereduksi yang pembentukannya sangat aktif pada kentang yang akan bertunas.



2.



Memperbaiki higiene bahan pangan Dalam masyarakat sering dijumpai kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh mikroba patogen misalnya salmonella yang sering ditemui pada daging, telur, udang, paha kodok dan sebagainya. Cara-cara konvensional belum ada satupun yang mampu untuk menghilangkan salmonella dalam bahan pangan segar secar sempurna. Iradiasi ternyata sangat efektif untuk menghilangkan salmonella baik dalam bahan pangan segar maupun yang telah dibekukan. Cara ini telah banyak digunakan secara komersial di luar negeri.



3.



Memberantas serangga perusak bahan pangan Pada bahan pangan kering yang disimpan, penyebab kerusakan yang terutama adalah gangguan serangga. Kerugian karena gangguan serangga sangat tinggi pada padi-padian, biji-bijian dan bahan kering lain misalnya beras, jagung, berbagai jenis kacang, rempah-rempah, kopi, ikan kering dan tepung terigu. Untuk mencegah gangguan serangga, biasanya dilakukan furnigasi atau penyemprotan dengan insektisida yang tertinggal pada bahan pangan dapat membahayakan kesehatan konsumen. Lagi pula, serangga dapat menjadi resisten terhadap insektisida tertentu, sehingga daya bunuh insektisida menjadi berkurang. Dengan dosis yang relatif rendah, yaitu antara 0,2 – 0,8 kgy, semua jenis serangga yang biasa ditemukan pada bahan pangan dapat dilumpuhkan daya perusaknya.



4. Menurunkan residu zat kimia pada bahan pangan Zat kimia tambahan pada bahan pangan umumnya mempunyai pengaruh negatif terhadap kesehatan, bila kadarnya melebihi batas ketentuan, sedang bahan pangan iradiasi telah dapat dibuktikan tidak berbahaya bagi konsumen setalah penelitian yang sangat teliti selama kira-kira 30 tahun. Maka iradiasi telah dianjurkan untuk diapakai sebagai pengganti zat pengawet kimia, baik menggantikan sama sekali ataupun hanya menurunkan jumlah pemakainnya, sehingga bahayanya menjadi lebih kecil. 5. Perlakuan untuk karantina buah-buahan Peraturan karantina mengharuskan buah-buahan tropis, didisinfektasi terlebih dahulu sebelum diimpor, karena sering didalam buah-buahan terdapat serangga yang terkurung dalam daging buah atau biji, yang setelah tiba di negara tujuan dapat berkembang dan dapat menjadi salah satu sumber bencana bagi pertanian. Perlakuan karantina yang lazim digunakan adalah buah-buahan dialiri uap panas atau difumigasi sebelum diekspor. Cara demikian seringkali kurang efektif disamping mutu produk menurun akibat kenaikan suhu pada saat fumigasi serta membutuhkan waktu perlakuan yang agak lama. Dengan iradiasi prosesnya lebih cepat dan praktis, lebih efektif karena adanya daya tembus lebih besar dan timbul persoalan residu zat kimia.



6. Sterilisasi radiasi untuk pemakian khusus Iradiasi dosis tinggi telah digunakan selama bertahun – tahun untuk mensterilkan makanan hewan percobaan pada penelitian



dalam bidang



kedokteran dan gizi. Makanan yang telah diproses dengan iradiasi, telah ditambhakan pula kedalam makanan para astronot pada penerbangannya ke bulan dengan Appolo. Roti yang dibawa dalam penerbangan Apollo 12, 13 dan 14, dibuat dari tepung gandum yang telah diiradiasi dengan dosis 0,5 Kgy . kemudian pada penerbangaan Apollo ke 15, 16 dan 17, roti yang dibuat dari tepung gandum diiradiasi 0,5 Kgy , diiradiasi lagi dengan dosis 0,5 Kgy untuk menghambat pertumbuhan kapang. Pada apolo 17 roti tersebut dibuat sandwich yang didisi dengan babi yang telah diiradiasi dengan dosis sekitar 37- 43 Kgy, supaya awet dalam suhu kamar. (Dwiloka, 2002). C. Sumber Iradiasi Dewasa ini terdapat dua jenis sumber radiasi yang dapat memenuhi persyaratan ini: mesin dan bahan buatan. Meskipun kedua jenis sumber itu berbeda cara



kerjanya,



mikroorganisme



keduanya



menghasilkan



dan serangga.



Mesin



efek yang



yang disebut



sama



pada



pangan,



pemercepat



elektron



menghasilkan radiasi elektron, yaitu sejenis radiasi pengion. Elektron adalah partikel sub atom yang memiliki massa sangat kecil dan bermuatan negatif. Pancaran elektron yang dipercepat dapat digunakan untuk mengiradiasi pangan dengan biaya rendah. Namun, keuntungan dari segi biaya ini menjadi tidak berarti karena pancaran elektron hanya dapat menembus pangan sampai kedalaman 8 cm tidak cukup dalam untuk memenuhi semua tujuan iradiasi pangan. Karena itu, elektron yang dipercepat terutama bermanfaat untuk mengiradiasi pangan yang dapat diproses pada lapisan tipis. Iradiasi dengan menggunakan pancaran elektron seperti ini bermanfaat karena sangat cepat dan mesin mudah dihidupkan dan dihentikan sekehendak hati. Mesin sumber radiasi pengion yang lain ialah pembangkit sinar-x. Sinar-x ialah energi dalam bentuk gelombang seperti cahaya. Berbeda dengan elektron yang dipercepat, sinar-x memiliki daya yang lebih besar untuk menembus bahan. Radionuklida buatan merupakan sumber radiasi pengion lain yang utama; radionuklida adalah bahan radioaktif yang sewaktu meluruh mengeluarkan sinar gamma yang dapat digunakan untuk pengolahan makanan. Sejenis radionuklida yang dapat disediakan dengan mudah dalam jumlah banyak ialah kobalt-60, yang dibuat dari kobalt-59 alami yang dikenal netron dalam reaktor nuklir. Ribonuklida



lain, caesium-137, yang merupakan hasil samping reaktor nuklir, tersedia dalam jumlah terbatas. Sinar gamma dari kedua radionuklida ini dapat menembus cukup dalam sehingga memenuhi hampir semua kebutuhan iradiasi pangan (Hermana, 1991). Suatu persyaratan penting yang harus dipenuhi adalah bahwa radiasi yang digunakan tidak boleh menyebabkan terbentuknya senyawa radioaktif pada bahan pangan. Sampai saat ini yang banyak digunakan adalah sinar gamma 60Co dengan energi foton sebesar 1,17 dan 1,33 MeV dan 137Cs dengan energi foton sebesar 0,66 MeV. (Desrosier, 1988)



D. Dosis Radiasi Jumlah energi yang diserap dinyatakan dalam gray (Gy), yaitu energi yang dihasilkan radiasi pengion yang diserap bahan persatuan massa. Satu Gy setara dengan satu J/gr. Dosis radiasi yang dianjurkan oleh Komisi Codex Alimentarius FAO/WHO untuk digunakan pada iradiasi pangan tidak melebihi 10.000 gray, biasanya ditulis 10 kGy. Jumlah energi ini sebenernya sangat kecil, setara dengan jumlah panas yang diperlukan untuk meningkatkan suhu air 2,4°C. Dengan jumlah energi kecil ini, tidak mengherankan jika pangan hanya mengalami perubahan kecil akibat proses radiasi. Dengan kata lain, pangan yang mengalami radiasi demikian, aman dikonsumsi manusia. (Hermana, 1991) Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diberikan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima oleh konsumen. Besarnya dosis radiasi yang dipakai dalam pengawetan makanan tergantung pada jenis bahan makanan dan tujuan iradiasi. Persyaratan dosis yang dibutuhkan untuk mengiradiasi jenis pangan tertentu dapat dilihat pada tabel dibawah ini.



Tabel 1. Penerapan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan Tujuan



Dosis



Produk



0,05 – 0,15



Kentang, bawang putih, bawang



Dosis rendah (0 s/d 1 Kgy) Pencegahan pertunasan



bombay, jahe



serangga 0,15 – 0,50



Pembahasan parasit



Serelia,



kacang-kacangan,



buah



segar, dan kering, ikan, daging kering



Perlambatan



0,50 – 1,00



Buah dan sayur segar



1,00 – 3,00



Ikan, arbei segar



proses



fisiologis Dosis sedang (1-10 Kgy) Perpanjangan masa simpan



Pembasmian



Hasil laut segar dan beku,



mikroorganisme perusak dan 1,00 – 7,00



daging unggas segar/beku



patogen



Perbaikan



sifat



teknologi 2,00 – 7,00



pangan



anggur



(meningkatkan



sari),



sayuran kering (mengurangi waktu pemasakan)



Dosis tinggi (10-50 Kgy) Pensterilan industri



10 -50



Daging, daging unggas, hasil laut, makanan siap hidang, makanan



Pensterilan bahan tambahan makanan



tertentu



steril



dan



komponen nya



F. Proses Iradiasi Bahan Pangan Selama proses iradiasi, pangan terkena energi sedemikian rupa sehingga memungkinkan terserapnya dosis khusus yang tepat. Agar hal ini terjadi, perlu diketahui keluaran energi sumber per satuan waktu dan jarak sumber energi dan bahan sasaran. Selain itu, bahan harus dikenai energi untuk waktu tertentu. Dosis radiasi yang biasa digunakan dalam pengolahan pangan berkisar antara 50 Gy dan 10 kGy, tergantung pada jenis pangan dan efek yang diinginkan. Menurut Hermana (1991), sarana iradiasi pangan berbeda rancangan dan pengaturan fisiknya, disesuaikan dengan maksud penggunaannya. Ada dua tipe: jirangan dan sinambung. Pada sarana jirangan, sejumlah bahan diiradiasi pada waktu tertentu. Wadah (sel) tempat bahan yang diiradiasi dikosongkan dan kemudian diisi lagi dengan bahan yang akan diiradiasi. Pada sarana sinambung, pangan dilewatkan ke dalam sel pada laju yang diatur dan sudah diperhitungkan



untuk memastikan bahwa seluruh bahan mendapat dosis yang tepat. Rancangan dan cara kerja sarana untuk iradiasi sarana jirangan lebih sederhana dibandingkan dengan sarana sinambung, dan lebih mudah diubah-ubah. Sebenarnya, sarana sinambung lebih sesuai untuk memperlakukan sejumlah besar pangan sejenis pada satu dosis tertentu. Proses sinambung lebih disukai industri pangan antara lain karena lebih ekonomis. (Hermana, 1991) Sumber radiasi berupa mesin maupun ribonuklida harus ditempatkan di dalam suatu tempat atau sel yang terlindung dan dirancang khusus untuk mencegah radiasi terhadap pekerja. Sumber radiasi yang berupa mesin lebih mudah dijalankan karena dapat dimatikan apabila pekerja harus masuk ke dalam sel untuk menaruh produk atau ketika merawat mesin. Bila sumber radiasi berupa radionuklida, radiasi terjadi secara sinambung dan tidak dapat dimatikan. Karena itu perlu ada tempat terlindung untuk menyimpan sumber radiasi bila pekerja harus masuk ke dalam sel. Tempat ini biasanya berupa kolam air yang cukup dalam yang berlaku



sebagai



pelindung



terhadap



sinar



gamma



bila



sumber



radiasi



ditenggelamkan ke dalamnya. (Hermana, 1991) Pada sumber-mesin maupun radionuklida, di luar sel terdapat alat pengendali yang mengatur dan memantau jalannya iradiasi alat itu penggunaan dan sebaliknya (atau untuk mematikan mesin sumber radiasi). Alat itupun mengendalikan kerja sistem pengangkutan pangan yang membawa bahan pangan masuk dan keluar dari sel pada sarana sinambung atau menjadwalkannya pada sarana jirangan. (Hermana, 1991) Jalan yang dilalui pangan dalam proses iradiasi yang sinambung biasanya tetap. Jalan itu mungkin sederhana dan terdiri dari satu lintasan, atau berupa pola yang memungkinkan pangan terkena radiasi lebih dari satu arah. Cara kedua yang lebih canggih ini digunakan untuk mencapai dosis radiasi yang lebih merata dan penggunaan sumber yang lebih efisien. Karena keluaran energi dari radionuklida tidak dapat diubah dan jarak antara sumber radiasi dan pangan sudah ditentukan, satu-satunya yang dapat diatur ialah waktu radiasi, yaitu dengan mengubah kecepatan jalannya pangan, sesuai kebutuhan. Sudah tentu, dosis yang diserap akan berkurang bila kecepatan ditambah, dan sebaliknya.(Hermana, 1991) Sarana iradiasi pangan umumnya dijalankan pada lokasi tetap. Namun, pada keadaan tertentu, iradiator yang dapat dipindah-pindahkan atau yang rendah mungkin lebih bermanfaat. Misalnya, untuk pangan musiman yang mungkin hanya tersedia di suatu wilayah untuk masa terbatas. Dalam hal demikian, mungkin akan lebih menguntungkan bila irradiator lah yang dipindahkan mendekati pangan



daripada sebaliknya. Selain itu, iradiator rendah dapat merupakan cara untuk meningkatkan keefektifan iradiasi. Iradiasi pangan laut misalnya, harus dilakukan segera setelah penangkapan. Sekiranya ada hal-hal yang menyebabkan jarak waktu lama antara pengambilan pangan dan iradiasi, iradiator randah yang dapat digunakan ditempat pengambilan merupakan jawaban terbaik untuk melaksanakan iradiasi. (Hermana, 1991) G. Aspek Keamanan Pangan Terhadap Iradiasi Pada pertemuan di Geneva pada bulan Mei 1992, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa iradiasi merupakan cara yang aman untuk mengawetkan suplai makanan dunia. Pernyataan WHO ini dikeluarkan sehubungan dengan munculnya kekhawatiran konsumen akan keracunan sebagai efek sampingannya. Pada pertemuan tersebut juga WHO menyimpulkan bahwa makanan yang diiradiasi sampai tingkat tertentu tidak menimbulkan masalah gizi dan bahaya racun. Pada tahap energi yang tinggi radiasi pengion dapat menjadikan beberapa bagian tertentu dalam pangan bersifat radioaktif, akan tetapi di bawah batas ambang energi tertentu reaksi ini tidak terjadi. Berdasarkan hasil percobaan dan perkiraan teori, pada tahun 1980 Komite Pakar Gabungan FAO/IAEA/WHO mengenai Keamanan Pangan yang Diiradiasi menyarankan pembatasan penggunaan sumber iradiasi dalam pengolahan pangan. Batasnya adalah tahap energi di bawah tahap yang menimbulkan radioaktivitas dalam pangan yang diolah. Pangan yang diolah dengan radiasi sesuai dengan saran Komite tersebut tidak menjadi radioaktif Batas maksimal energi sumber radiasi yang dapat dipakai adalah 5 MeV untuk sinar gamma dan sinar-X, dan 10 MeV untuk berkas elektron. Radioaktivitas imbas baru akan timbul pada atom atom bahan yang diiradiasi yang digunakan diatas 5 MeV untuk radiasi gamma. Batas energi energi untuk sumber elektron lebih tinggi karena radioaktivitas imbas yang timbul pada energi kurang 16 MeV sangat sedikit jumlahnya dan relatif berumur pendek. FDA menetapkan bahwa pada kemasan produk pangan yang telah diiradiasi harus mencantumkan logo radura (radiation durable). Iradiasi pangan di Indonesia dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 826/MENKES



/PER/XII/1987,



Nomor



152/MENKES/SK/II/1995,



dan



Nomor



701/MENKES/PER/VII/2009, serta Undang-undang Pangan RI Nomor 7/1996, Label Pangan Nomor 69/1999 paragraf 34, dan peraturan perdagangan internasional tentang komersialisasi komoditi pangan iradiasi dan peraturan standar internasional



Codex Alimentarius Commission untuk makanan iradiasi. (Suciaty dan Widyani, 2008) H. Permasalahan Radiasi Permasalahan yang menyangkut kesehatan pada makanan yang diiradiasi adalah permasalahan tentang gizi, mikrobiologi dan toksikologi. 1.



Aspek gizi



Maslah gizi pada makanan yang diiradiasi ialah kekhawatiran akan adanya perubahan kimia yang mengakibatkan penurunan nilai gizi makanan, yang menyangkut perubahan komposisi protein, vitamin dan lain-lain. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa makanan yang diiradiasi sampai dosis 1 KGy tidak menimbulkan perubahan yang nyata, sedangkan pada dosis 1- 10 Kgy bila udara pada saat iradiasi dan penyimpanan tidak dihilangkan akan mengakibtkan penurunan beberapa jenis vitamin. Untuk itu telah dilakukan berbagai penelitian untuk mengetahui kondisi iradiasi yang tepat, sehingga pada prakteknya tidak akan terjadi perubahan nilai gizi dalam bahan pangan, terutama makronutrisinay seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Denaturasi protein dapat disebabkan oleh radiasi mengion. Protein yang mengalami denaturasi terutama dihasilkan dari kerja radiasi tidak langsung. Terjadi pemecahan molekul-molekul protein yang diikuti dengan polimerisasi fraksi-fraksi. Dosis radiasi yang cukup besar untuk mempresipitasikan protein terjadi melalui urutan peristiwa sebagi berikut: (1) pembukaan rantai peptida; (2) polimerisasi; (3) koagulasi; (4) presipitasi. Mobilitas elektroforetis protein berkurang pada dosis radiasi yang tinggi. Pengaruh radiasi bervariasi, berbanding terbalik dengan kadar protein. Enzim dapat diinaktifasikan baik dengan pengaruh langsung maupun tidak langsung dengan radiasi mengion. Kecepatan reaksi enzim yang berkaitan dengan pengaruh iradiasi terhadap enzim, substrat dan gabungannya. 2.



Aspek mikrobiologi



Dalam makanan iradiasi, masalah mikrobiologi yang mungkin timbul adalah sifat resistensi atau efek mutagenik dan peningkatan patogenitas mikroba. Daya tahan berbagai jenis mikroorganisme terhadap radiasi secara berurutan adalah sebagai berikut : spora bakter > khamir > kapang > bakteri gram positif > bakteri gram negatif. Ternayata bakteri gram negatif merupakan yang paling peka terhadap radiasi oleh karena itu, untuk menekan proses pembusukan makanan dapat digunakan iradiasi dosis rendah.



Sehubungan dengan perlakuan radiasi mengion terhadap sel, peristiwa yang terjadi di dalam suatu sel yang diiradiasi dapat dibagi dalam 3 periode awal: awal, tengah, dan akhir. Periode awal berhubungan dengan letak reaksi seluler yang terjadi sebagai jumlah total pengaruh iradiasi mengion. Alasan berkisar disekitar teori mutasi gen yang disebabkan oleh pengaruh tumbukan langsung. Kuantum radiasi tertentu tentunya diserap ke dalam sel sehingga terjadi letalitas atau mutasi gen. Pengaruh bakterisidal dapat disebabkan oleh tumbukan langsung partikel dengan dinding sel atau yang sangat dekat dengannya. Tumbukan langsung di dalam suatu daerah yang kurang penting di luar inti sel hanya dapat menyebabkan luka daripada kematian Periode tengah dapat dipandang periode dimana reksi reaksi yang terjadi menjurus kepada pengaruh yang terakhir. Selaa tahap ini sel berada dalam keadaan fisiologis yang ditunjukkan oleh adanya perubahan dari intinya dan barangali disebabkan oleh pengaruh tidak langsung radiasi terhadap sitoplasma sel, atau bahkan media yang diaktivasikan di sekeliling sel. Periode akhir merupakan ekspresi dari pengaruh radiasi, dapat disebutkan beberapa: letalitas, mutasi gen, berbagai macam penghambatan pertumbuhan, dan perubahan-perubahan dalam kebutuhan zat gizi. Kondisi lingkungan mikrobia yang hidup sebelum dan sesudah diiradiasi mempengaruhi letalitas. Misalnya, resistensi besar ditemukan pada kultur khamir yang anaerob, pengarhnya berhubungan dengan oksigen didalam supensi yang diiradiasi. 3.



Aspek toksikologi



Analisis kimia yang dilakukan terhadap makanan yang diawetkan dengan iradiasi tidak ditemukan senyawa yang berbahaya bagi kesehatan. Namun uji tersebut saja tidak cukup untuk meyakinkan keamanannya sehingga perlu dilakukan uji toksikologi. Uji toksikologi terhadap makanan iradiasi dilakukan dengan prosedur yang jauh lebih teliti dan kompleks bila dibandingkan dengan pengujian sebelumnya, karena sejak awal keamanan makanan iradiasi sangat banyak dipertanyakan. Kekhawatiran ini mungkin disebabkan adanya senyawa radioaktif pada makanan yang diiradiasi. Iradiasi pada suatu bahan pangan yang mengandung air menyebabkan ionisasi dari bagian molekul-molekul airf dengan pembentukan hidrogen dan radikal hidroksil yang sangat sangat reaktif. Radikal–radikal ini sangat berperan terhadap pengaruh biologis radiasi pengion. Oleh karena itu terdapat pengaruh tidak langsung dari iradiasi jaringan-jaringan lembab yang disebabkan oleh



air yang diaktivasikan. Hidrogen dan radikal hidroksil secara kimiawi dikenal sangat reaktif dan dapat bertindak sebagai zat pereduksi ataupun pengoksidasi. Kekhawatiran ini dapat terjawab melalui beberapa penelitian yang dilakukan dan tidak ditemukaqn bukti yang menunjukkan bahwa makanan iradiasi berbahaya bagi kesehatan konsumen, sehingga berdasarkan hal tersebut, pada bulan November 1980, para pakar dari FAO,WHO dan IAEA yang tergabung dalam Joint Expert Committe on Food Irradiation (JECFI) mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan bahwa semua jenis bahan pangan yang diiradiasi sampai batas 10 Kgy adalah aman dikonsumsi I.



Mekanisme Radiasi dalam bahan pangan Pengaruh radiasi pada organisme hidup terutama terkait dengan perubahan kimia tergantung pada faktor fisik dan fisiologis dari organisme hidup tersebut. Parameter fisik meliputi laju dosis, distribusi dosis, dan kualitas radiasi. Sedangkan parameter fisiologis yaitu suhu, kadar air, dan konsentrasi oksigen. Pada prinsipnya proses pengawetan bahan pangan dengan iradiasi gamma, sinar-x ataupun berkas elektron akan menimbulkan eksitasi, ionisasi dan perubahan kimia. Eksitasi adalah suatu keadaan dimana sel hidup dalam keadaan peka terhadap pengaruh dari luar. Sedangkan ionisasi adalah proses peruraian senyawa kompleks atau makromolekul menjadi fraksi atau ion radikal bebas. (Putri dkk, 2015) Ketika terjadi ionisasi, energi dari radiasi pengion diserap oleh bahan makanan yang bereaksi dengan



molekul.



Pasangan



ion



yang



diproduksi



dari



proses



sebelumnya



menyebabkan elektron lepas dari orbit atom. Hal ini mengakibatkan ikatan antara atom dan molekus terputus lalu mengarah ke fragmen molekul baru yang membentuk radikal bebas. Radikal bebas ini sangat reaktif sehingga berpotensi bereaksi dengan radikal bebas lainnya. Pembentukan pasangan ion dan radikal bebas membentuk mekanisme inaktivasi mikroorganisme selama proses iradiasi berlangsung. Iradiasi juga menyebabkan pembentukan hidrogen peroksida (H2O2), agen antrimikroba yang membunuh bakteri, ragi dan khamir dalam makanan. (Effendi, 2012) Perubahan kimia timbul sebagai akibat dari eksitasi, ionisasi dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi baik saat berlangsung maupun setelah proses iradiasi selesai. Bila perubahan kimia terjadi dalam sel hidup, maka akan menghambat sintesis DNA yang menyebabkan proses pembelahan sel atau proses kehidupan normal dalam sel akan terganggu dan terjadi efek biologis. Efek inilah yang digunakan sebagai dasar pengawetan bahan pangan dengan iradiasi. (Putri dkk, 2015)



Tindakan radiasi pada organisme dapat memberikan dua efek yaitu efek langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung terjadi akibat adanya tumbukan langsung energi radiasi atau elektron dalam mikroba yang menyebabkan terputusnya ikatan rantai pada DNA dan mempengaruhi kemampuan sel untuk bereproduksi dan bertahan. Efek tidak langsung terjadi apabila radiasi mengenai molekul air yang merupakan komponen utama dalam sel sehingga terjadi proses radiolisis pada molekul air dan terbentuk radikal bebas. (Putri dkk, 2015) Beberapa perubahan sifat fisika kimia yang terjadi akibat iradiasi dapat menimbulkan perubahan dan hilangnya basa nitrogen, pemutusan ikatan hidrogen, pemutusan rantai gula fosfat dari masing-masing polinukleotida dari DNA (single strand break), pemutusan rantai yang berdekatan pada kedua polinukleotida dari DNA (double strand break), dan terbentuknya ikatan silang intramolekuler (base damage). Kebanyakan mikroba mampu untuk memperbaiki kerusakan single strand break. Beberapa pustaka menyebutkan bahwa mikroba yang sensitif tidak dapat memperbaiki double strand break, sedangkan mikroba yang menunjukan resistensi yang lebih tinggi mempunyai kapasitas untuk memperbaiki double strand breaks. Hasil perbaikan atau penyusunan kembali DNA tersebut dapat sama atau berbeda dengan semula. Penyusunan ulang yang berbeda dapat berakibat pada kematian sel, mutasi atau transformasi. (Putri dkk, 2015) Setiap mikroorganisme memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap radiasi gamma. Beberapa mikroorganisme sangat sulit untuk dihambat atau bahkan dibunuh dengan radiasi gamma, namun sebagian mikroorganisme juga mudah mati dengan pemberian radiasi gamma Tingkat kerusakan sel mikroba berkaitan erat dengan resistensi mikroba terhadap iradiasi yang dinyatakan dengan nilai D10. Nilai D10 merupakan dosis iradiasi (kGy) yang diperlukan untuk mengurangi jumlah mikroba sebesar 10 kali lipat (satu siklus log) atau diperlukan untuk membunuh 90% dari jumlah total. Semakin tinggi nilai D10 suatu bakteri menunjukkan makin tahan bakteri tersebut terhadap iradiasi. Ketahanan mikroba terhadap radiasi pengion dipengaruhi oleh beberapa faktor penting diantaranya: 1.



Ukuran dan susunan struktur DNA dalam sel mikroba



2.



Senyawa yang berhubungan dengan DNA dalam sel, seperti peptida, nukleoprotein, RNA, lipid, lipoprotein dan ion logam.



3.



Oksigen. Kehadiran oksigen selama proses iradiasi meningkatkan pengaruh dalam menginaktivasi mikroba. Dalam kondisi anaerob, nilai D10 beberapa bakteri vegetatif meningkat dengan faktor 2,5 - 4,7 bila dibandingkan dengan kondisi aerob.



4.



Kadar air. Mikroorganisme paling tahan ketika disinari dalam kondisi kering. Hal ini terutama karena jumlah rendah atau tidak adanya radikal bebas ynag terbentuk dari molekul air dengan radiasi, dan dengan demikian tingkat efek tidak langsung pada DNA akan rendah atau bahkan tidak ada.



5.



Suhu. Perlakuan pada suhu tinggi dalam kisaran sub-lethal di atas 45°C, sinergis meningkatkan efek bakterisida radiasi pengion pada sel vegetatif. Mikroba vegetatif jauh lebih tahan terhadap radiasi pada suhu subfreezing dibandingkan pada suhu kamar. Dalam keadaan beku, difusi radikal akan lebih banyak dibatasi.



6.



Media. Komposisi media mikroba memainkan peran penting dalam menentukan nilai D10. Nilai D10 untuk mikroba tertentu dapat berbeda dalam berbagai media.



7.



Kondisi pasca radiasi. Mikroba yang bertahan setelah perlakuan iradiasi akan lebih sensitif terhadap kondisi lingkungan (suhu, pH, nutrisi, inhibitor, dll) dibandingkan dengan sel-sel yang tidak diberi perlakuan iradiasi.(Putri dkk, 2015)



J. Penerapan Iradiasi Pada Bahan Pangan. 1. Daging sapi Proses pembusukan daging sapi dapat disebabkan akibat penanganan pasca pernotongan yang kurang tepat misalnya pisau pemotong yang kurang steril, tangan manusia dan kondisi penyimpanan yang tidak memadai sehingga akan memudahkan mikroba untuk berkernbang biak. Untuk mengurangi pembusukan pada daging, maka daging segar di Iradiasi dengan dosis 5 kGy. Tabel 1. Hasil pengamatan jumlah bakteri koliform daging sapi segar pada kontrol (suhu ruang tanpa iradiasi) dan iradiai selama 24 hari pada suhu 7-10°C.



Sumber : Irawati, 1997.



Bakteri koliform yang terdapat pada daging sapi yang diiradiasi sedang tidak aktif (dormant), karena sel bakteri mengalami kerusakan. Terjadi kerusakan DNA dari bakteri yang mencemari bahan makanan akibat iradiasi dapat menginaktivasi pertumbuhan bakteri koliform pada daging segar karena adanya pemutusan rantai, pertukaran, atau perpindahan gugus basa dan pembentukan dimer purin atau pirimidin. Dengan demikian, ketahanan mikroba terhadap radiasi bergantung pada kesanggupan selnya untuk memperbaiki kerusakan materi genetiknya.



Tabel 2. Perbandingan kadar lemak (%) pada daging iradiasi dan kontrol (tanpa diiradiasi)



Sumber : Irawati, 1997.



Kandungan lemak pada daging yang diiradiasi dengan dosis 0-10kGy dapat dipertahankan. Penggunaan suhu rendah selama proses iradiasi menyebabkan ion hidroksil dan radikal bebas yang terbentuk menjadi statis, sehingga kemungkinan dapat mencegah terjadinya reaksi oksidatif asam lemak yang dapat menimbulkan bau dan rasa tengik. Dengan demikian kadar lemak dalam daging segar yang diiradiasi dapat dipertahankan. Terjadinya penurunan kadar lemak secara nyata setelah penyimpanan selama 24 hari pada sampel yang tidak diiradiasi mungkin disebabkan karena tingginya kandungan awal mikroba.



Aktifitas enzim lipase yang dihasilkan oleh



mikroba dapat menyebabkan lipolisis, sehingga dapat menurunkan kadar lemak.



Tabel 3. Perbandingan kadar protein (%) pada daging iradiasi dan kontrol (tanpa diiradiasi)



Sumber : Irawati, 1997 Kadar protein pada daging segar juga relatif dapat dipertahankan. Hal ini mungkin disebabkan pertumbuhan mikroba dapat ditekan oleh proses radiasi, sehingga kemungkinan terjadinya proses proteolisis akibat aktivitas mikroba dapat dihambat. (Irawati dkk, 1997) Dalam



daging



mentah



yang



merah,



iradiasi



mioglobin



menghasilkan



oksimioglobin yang berwarna merah cerah. Warna ini berkembang dalam daging walaupun tidak ada oksigen, dengan adanya oksigen dihasilkan metmioglobin yang berwarna coklat. Dalam daging direbus, hemikrom direduksi oleh iradiasi menjadi hemokrom yang tetap berwarna merah cerah. Bila kontak dengan udara, warna daging rebus menjadi coklat abu-abu. Bahkan setelah masak, daging dan unggas yang diiradiasi bagian dalamnya tetap berwarna merah jambu sebelum kontak dengan udara. 2. Daging ayam Efektifitas iradiasi gamma dalam mereduksi bakteri dipengaruhi beberapa factor yaitu jenis bakteri, dosis iradiasi serta kondisi sebelum dan setelah iradiasi. Selain efektifitasnya dalam membunuh bakteri pathogen dan pembusuk teknologi iradiasi gamma dapat menjaga nutrisi, tekstur dan warna yang biasa ditimbulkan oleh pengawetan pangan konvensional (menggunakan panas). Hasil pengamatan bakteri koliform pada daging ayam pada dosis control atau 0 kGy melebihi ambang batas SNI (2009) yaitu sebesar 1.00x106 CFU/g. Cemaran bakteri tertinggi pada bagian paha daging ayam pasar tradisional yaitu mencapai 1,35 x 107CFU/g dan mengalami penurunan seiring dengan penambahan dosis iradiasi.



Tabel 4. Pengaruh iradiasi terhadap jumlah bakteri koliform pada daging ayam



Sumber : Irmanita, 2016 Pengaruh iradiasi pada bakteri baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan pertumbuhan menjadi lambat dan aktivitas metabolismenya rendah. Penurunan jumlah bakteri iradiasi berhubungan dengan tingkat resistensi bakteri terhadap iradiasi. Bakteri cenderung lebih resisten terhadap iradiasi selama dalam keadaan belum aktif (fase lag) dan menjadi lebih sensitif terhadap iradiasi ketika bakteri berada pada fase pertumbuhan.



Tabel 5. Pengaruh Iradiasi Gamma Terhadap Kadar Protein Daging Ayam



Sumber : Irmanita, 2016 Berdasarkan pengamatan kadar protein semua danging ayam mengalami penurunan seiring dengan peningkatan dosis iradiasi hal tersebut diduga disebabkan oleh radikal bebas yang terbentuk selama proses iradiasi karena tingginya kadar air pada daging ayam. Pada umumnya, nilai gizi bahan pangan yang diiradiasi terutama makronutrisinya (Karbohidrat, Protein, Lemak) tidak berubah. Adanya perubahan nilai gizi tersebut karena radiasi pengion yang dapat menimbulkan perubahan komposisi kimia pada bahan pangan, dan hal tersebut dapat mempengaruhi nilai gizi. Perubahan ini tergantung pada komposisi bahan



pangan, dosis iradiasi, suhu, dan ada tidaknya oksigen. Namun energi yang diserap oleh makanan yang diiradiasi jauh lebih sedikit dari makanan yang dipanaskan. Akibatnya perubahan kimia yang disebabkan oleh iradiasi, secara kuantitatif perubahannya lebih sedikit daripada perubahan karena pemanasan. Perubahan kimia pada protein yang terjadi akibat proses iradiasi meliputi pemecahan struktur molekul protein maupun degradasi, dan agregasi rantai polipeptida akibat radikal oksigen (Irmanita, 2016).



K. Keuntungan dan kerugian proses iradiasi Beberapa keunggulan metode pengawetan ini antara lain:  Bahan pangan yang diiradiasi aman untuk dikonsumsi.  Kesegaran bahan pangan dapat terjaga kesegarannya. Suhu bahan pangan yang disterilisasi kurang dari 40C.  Penyimpanannya mudah (bisa menggunakan kaleng).  Menginaktivasi mikroba secara efektif dan prosesnya dapat dikontrol.  Tidak terjadi proses pemanasan karena suhu tidak lebih dari 40C sehingga perubahan karakteristik makanan sangat sedikit.  Tidak membutuhkan banyak energi.  Menghilangkan bakteri dalam jumlah besar sehingga makanan yang tidak layak dikonsumsi menjadi layak dikonsumsi.  Penggunaan teknik iradiasi mengurangi pemakaian bahan pengawet yang berbahaya (misalnya borax). (Effendi, 2012)



Namun meski teknik pengawetan menggunakan iradiasi mempunyai banyak keunggulan, teknik ini pun mempunyai beberapa kelemahan dan kekurangan. Berikut ini merupakan kelemahan teknik pengawetan iradiasi: 



Mikroba pembusuk mati tapi bakteri patogen tidak musnah sehingga tidak dapat melihat menganalisisnya dari segi bentuk makanan.







Makanan atau bahan pangan menjadi beracun ketika bakteri patogen dimusnahkan setelah mengkontaminasi makanan tersebut.







Mikroba menjadi kebal.







Ada kemungkinan nilai nutrisi berkurang bahkan hilang.







Biaya relatif mahal.







Banyak konsumen yang menganggap teknik pengawetan iradiasi berbahaya



karena



merupakan



salah



satu



pengembangan



pemanfaatan teknologi nuklir. 



Teknik pengawetan menggunakan iradiasi relatif mahal karena menggunakan teknologi yang cukup canggih sehingga memerlukan biaya produksi yang tinggi, biaya produksi akan berbanding lurus pada harga jual produk. Oleh karena itu perlu adanya solusi. Salah satu solusi yang ditawarkan yaitu membuat gamma irradiator dengan ukuran lebih kecil sehingga para pelaku usaha dibidang ini dapat mengkomersialkan sayur dan buah segar agar daya simpan buah apel bertahan untuk waktu yang cukup lama. (Effendi, 2012)



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Iradiasi adalah teknik penggunaan energi radiasi untuk penyinaran bahan secara sengaja dan terarah. Iradiasi bahan pangan adalah salah satu teknologi untuk mencegah kerusakan



bahan pangan yang dapat membahayakan



konsumen dengan cara mengionisasi bahan pangan tersebut dengan menggunakan sinar gamma. 3. Tujuan



penerapan



iradiasi



yaitu,



memperbaiki



mutu



bahan



pangan,



memperbaiki higiene bahan pangan, memberantas serangga perusak bahan pangan, perlakuan untuk karantina buah-buahan. 4. Dosis radiasi pangan ada 3 yaitu dosis rendah (0-1kGy), dosis sedang (1-10 kGy) dan dosis tinggi (10-50kGy).



DAFTAR PUSTAKA Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press : Jakarta Dwiloka, B. 2002. Bahan Kuliah Iradiasi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Semarang Efendi , S. 2012. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfa Beta : Bandung Hermana. 1991. Iradiasi Pangan. ITB : Bandung Irawati, Z., Nurcahya, C. M., Handayani, D. dan Sarjoko. 1997. Pengaruh Iradiasi Gamma Pada Kualitas Daging Segar. Prosding Seminar Teknologi Pangan. Irmanita, V., Wardani, A.K dan Harsojo. 2016. Pengaruh Iradiasi Gamma Terhadap Kadar Protein dan Mikrobiologis Daging Ayam Broiler Pasar Tradisional dan Pasar Modern Jakarta Selatan. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol.4, No.1. 428-435 Muchtadi, T. R dan Sugiyono. 2014. Prinsip dan Proses Teknologi Pangan. Alfa Beta : Bandung. Purtri, F. N. A., Wardani A. K., dan Harsojo. 2015. Aplikasi Teknologi Irradiasi Gamma dan Penyimpanan Beku Sebagai Upaya Penurunan Bakteri Patogen Pada Seafood : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol.3, No. 2. Suciaty, T. Widyani, R. 2008. Prinsip Pengawetan Pangan. Swagati Press