Makalah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Ibn Miskawaih [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II PEMBAHASAN Sejarah Ibn Miskawaih a. Biografi Nama lengkap Ibnu Maskawaih (330-421 H/940-1030 M) adalah Abu Ali AlKasim Ahmad (Muhammad) binYaqub bin Maskawaih. Ia lahir di Rayy, belajar dan mematangkan pengetahuannya di Baghdad, serta wafat di Isfahan. Setelah menjelajahi banyak cabang ilmu pengetahuan dan filsafat, ia lebih memusatkan perhatian pada sejarah dan akhlak. Gurunya dalam bidang sejarah adalah Abu Bakr Ahmad bin Kamil sedangkan dalam bidang filsafat adalah Ibnu Al-Khammar. Ahmad ibn Muhammad ibn Ya'qub, yang nama keluarganya Miskawaih, disebut pula Abu Ali Al-Khazim. Belum dapat dipastikan apakah Miskawaih itu dia sendiri atau karena dia adalah putra (ibn) Miskawaih. Beberapa orang seperti Margoliouth dan Bergstrasser menerima alternatif pertama, sedangkan yang lainnya, seperti Brockelmann, menerima alternatif kedua. Yaqut berkata bahwa ia mula-mula beragama Majusi, kemudian memeluk Islam. Miskawaih, sebagaimana tercermin pada namanya adalah putra seorang muslim, yang bernama Muhammad. Ia belajar sejarah, terutama Tarikh Ath-Thabari, kepada Abu Bakr Ahmad ibn Kamil Al-Qadhi (350 H/960 M). Ibn Al-Khammar, mufasir kenamaan karya-karya Aristoteles, adalah gurunya dalam ilmu-ilmu filsafat. Miskawaih mengkaji al-kimia bersama Abu Ath-Thayyib Ar-Razi, seorang ahli alkimia. Dari beberapa pernyataan Ibn Sina dan At-Tauhidi tampak bahwa mereka berpendapat bahwa ia tak mampu berfilsafat. Iqbal, sebaliknya, menganggapnya sebagai salah seorang pemikir teistis, moralis, dan sejarawan. Miskawaih pernah bekerja selama puluhan tahun sebagai pustakawan dengan sejumlah wazir dan amir bani Buwaihi, yakni bersama Abu-Faidhl ibn Al-'Amid (360 H/970 M) sebagai pustakawannya. Setelah wafatnya Abu Al-Fadhl (360 H/970 M), ia mengabdi kepada putranya Abu Al-Fath Ali ibn Muhammad ibn APAmid, dengan nama keluarga Dzu Al-Kifayatain. Ia juga mengabdi kepada Adud Ad-Daulah, salah seorang Buwaihiah, kemudian kepada beberapa pangeran lain dari keluarga terkenal itu. Miskawaih meninggal 9 Safar 421/16 Februari 1030. Tanggal kelahirannya tak jelas. Menurut Margoliouth, ia lahir pada tahun 330 H/941 M, tetapi menurut kami, ia lahir pada tahun 320 H/932 M, apabila bukan pada tahun-tahun sebelumnya, karena ia biasa



bersama Al-Mahallabi, yang menjabat sebagai wazir pada 339 H/950 M dan meninggal pada 352 H/963 M, yang pada masa itu paling tidak ia telah berusia sembilan belas tahun.



Ahmad ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) adalah salah seorang anggota kelompok pemikir terkemuka yang berkarier politik dan beraktivitas filsafat. Sebagai bendahara penguasa dinasti Buwaihiyyah `Adhud Ad-Daulah, ia banyak terlibat dalam segi praktis masyarakatnya, sementara sebagai anggota kelompok intelektual termasuk At-Tauhidi dan As-Sijistam, ia banyak memberikan andil bagi perdebatan teoretis pada masa itu. Meskipun banyak orang sezamannya meremehkan karya-karyanya dan meremehkan orangnya, ia adalah seorang pemikir yang sangat menarik dan banyak memperlihatkan ragam gaya masanya. Ia menulis sejumlah topik yang luas, seperti dilakukan oleh banyak orang sezamannya, dan meskipun pasti muncul pertanyaan mengapa karyanya kurang terkenal dibandingkan dengan karya-karya Ibn apa yang kita ketahui tentangnya sekarang ini memberikan bukti sejumlah sumbangan menariknya bagi perkembangan pemikiran filsafat. Dalam filsafat, klaim utama Miskawaih yang perlu diperhatikan terletak pada sistem etikanya yang tersusun dengan baik.



Dari segi latar belakang pendidikannya tidak dijumpai data sejarah yang rinci. Namun dijumpai keterangan, bahwa ia mempelajari sejarah dari Abu Bakar Ahmad Ibn Kamil alQadhi, mempelajari filasafat dari Ibn al-Akhmar, dan mempelajari kimia dari Abu Tayyib.[3] Karena leahliannya daam berbagai ilmu, Iqbal mengelompokkannya sebagai seorang pemikir, moralis, dan sejarawan Parsi paling terkenal.[4] Ibnu Maskawaih lebih terkenal dalam bidang filsafat dibandingkan dengan ilmu yang lain, apalagi karya beliau yang sangat terkenal adalah tentang pendidikan dan akhlak. Sehingga beliau lebih banyak menghabiskan waktunya untuk memikir dan belajar secara otodidak tanpa harus berguru kepada yang ahlinya. Dalam bidang pekerjaan Ibn Miskawaih adalah bendaharawan, sekretaris, pustakawan, dan pendidik anak para pemuka dinasti Buwahi. Selain akrab dengan penguasa, ia juga banyak bergaul dengan ilmuan seperti Abu Hayyan at-Tauhidi, Yahya Ibn ‘Adi dan Ibn Sina. Selain itu Ibnu Miskawaih juga dikenal sebagai sejarawan besar yang kemasyhurannya melebihi para pendahulunya, at-Thabari (w. 310 H./ 923 M.) selanjutnya juga ia dikenal sebagai dokter, penyair dan ahli bahasa. Keahlian Ibn



Miskawaih dalam berbagai bidang ilmu tersebut antara lain dibuktikan dengan karya tulisnya berupa buku dan artikel. Ibnu Maskawaih seorang yang tekun dalam melakukan percobaan-percoabaan unuk mendapatkan ilmu-ilmu baru. Selain itu beliau dipercayakan oleh penguasa untuk mengajari dan mendidik anak-anak penjebat pemerintah, hal ini tentu menunjukkan bahwa ibnu maskawaih dikenal keilmuannya oleh masyarakat luas ketika itu. Ibnu Miskawaih juga digelari Guru ketiga ( al-Mualimin al-Tsalits ) setelah alFarabi yang digelari guru kedua ( al-Mualimin al-Tsani) sedangkan yang dianggap guru pertama (al-Mualimin al-Awwal ) adalah Aristoteles. Sebagai Bapak Etika Islam, beliau telah merumuskan dasar-dasar etika dalam kitabnya Tahdzib al-Akhlak wa Tathir alA’raq (pendidikan budi dan pembersihan akhlak). Sementara itu sumber filsafat etika Ibnu Miskawaih berasal dari filasafat Yunani, peradaban Persia, ajaran Syariat Islam, dan pengalaman pribadi. Ibnu Maskawaih adalah seoarang teoritis dalam hal-hal akhlaq artinya ia telah mengupas filsafat akhlaqiyah secara analisa pengetahuan. Ini tidaklah berarti bahwa Ibnu Maskawaih tidak berakhlaq, hanya saja persoalannya ditinjau dari segi pengetahuan semata-mata.



b. Karya Miskawaih Jumlah karya tulisnya dalam tulisan Abdul Azis Dahlan yang mendasarkan kepada para penulis masa lalu adalah sebanyak 18 buah judul yang kebanyakan berbicara tentang jiwa dan akhlak (etika). Akan tetapi,Yaqut" memberikan daftar 13 buah karya Miskawaih. Untuk bahan rujukan, penulis memerincinya menjadi sebagai berikut: 1. Al-Fauz Al-Akbar (tentang keberhasilan besar); 2. Al-Fauz Al-Asghar (tentang keberhasilan kecil); 3. Tajarib Al-Umam (tentang pengalaman bangsa-bangsa sejak awal sampai masa hidupnya); 4. Uns Al-Farid (kumpulan anekdot, syair, peribahasa, dan kata-kata mutiara); 5. Tartib As-Sa'adah (tentang akhlak dan politik); 6. Al-Musthafa (syair-syair pilihan); 7. Jawidan Khirad (kumpulan ungkapan bijak); 8. Al-Jami (penghimpun); 9. As-Siyar (tentang aturan hidup); 10. Tahzib Al-Akhlaq (pendidikan akhlak);



11. Ajwibah wa Al-As'ilah fi An-Nafs wa Al-Aql (tanya jawab tentang jiwa); 12. Al-jawab f i Al-Masa'il As-Salas (jawaban tentang tiga masalah); 13. Taharat An-Nafs (kesucian jiwa); 14. Risalah fi Al-Ladzdzat wal-Alam fi Jauhar An-Nafs (risalah tentanz keindahan alam dalam jiwa); 15. Risalah fi jawab fi Su'al Ali bin Muhammad Abu Hayyan Ash-Shufi Haqiqat AlAql (risalah tentang tanya-jawab Ali bin Muhammad Abu Hayyan Ash-Shufi); 16. Risalah fi Haqiqah Al-'Aql (risalah tentang hakikat akal). Muhammad Baqir ibn Zain Al-Abidin Al-Hawanshari yang dikutip Fuad AlAhwani,62 mengatakan bahwa is juga menulis beberapa risalah pendek dalam bahasa Parsi (Raudhat Al-lannah, Teheran, 1287 H/1870 M, hlm. 70).



c. Pemikiran Ekonomi Ibn Miskwaih dalam bukunya, Tandib Al-Akhlaq, banyak berpendapat dalam tataran filosofi etis dalam upaya menyintesiskan pandangan-pandangan Aristoteles dengan ajaran Islam. Ia banyak membahas pertukaran barang dan jasa serta peranan uang. Menurutnya, manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Oleh karena itu, manusia akan melakukan pertukaran barang dan jasa dengan kompensasi yang pas (reward, al-mukafat al-munasibah). Manusia berperan sebagai alat penilai dan penyeimbang (al-muqawwim al-musawwi baynahuma) dalam pertukaran sehingga tercipta keadilan. Ia juga banyak membahas kelebihan uang emas (dinar) yang dapat diterima secara luas dan menjadi subtitusi (mu'awwid) bagi semua jenis barang dan jasa. Hal ini dikarenakan emas merupakan logam yang sifatnya tahan lama, mudah dibawa, tidak mudah ditiru, dikehendaki dan digemari banyak orang.