Makalah Sholat Gerhana Matahari [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Gerhana matahari adalah fenomena alam yang tejadi ketika posisi bulan terletak diantara bumi dan matahari sehingga terlihat menutup sebagian atau seluruh cahaya matahari di langit bumi. Pada saat peristiwa ini terjadi, umat Islam disunnahkan untuk melakukan Shalat Gerhana. Gerhana adalah salah satu bukti kekuasaan Allah SWT. Agar hambanya dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari kejadian tersebut. Peristiwa ini ditunjukkan



agar



manusia



kembali



ingat



dan



menegakkan



shalat,



memperbanyak dzikir, istighfar, doa, sedekah, dan amal sholeh. Oleh karena itulah makalah ini akan membahas tentang gerhana bulan dan matahari berdasarkan sudut pandang islam.  1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud Shalat Gerhana? 2. Bagaimana cara melakukan Shalat Gerhana Matahari? 3. Bagaimana Khutbah pada saat Shalat Gerhana Matahari? 1.3 Tujuan 



Menambah pengetahuan siswa tentang Shalat Gerhana







Agar mengetahui cara melakukan Shalat Gerhana







Agar mengetahui bagaimana Khutbah pada waktu Sholat Gerhana



1



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Shalat Gerhana Shalat dua gerhana atau shalat kusufain berarti shalat dua gerhana atau shalat yang dilakukan saat terjadi gerhana bulan maupun matahari. Shalat yang dilakukan saat gerhana bulan disebut shalat khusuf, sedangkan saat gerhana matahari disebut dengan shalat khusuf. Shalat gerhana hukumnya sunnah muakkadah yang ditetapkan dalam syariat Islam sebagaimana para ulama telah menyapakatinya. Dalilnya adalah firman Allah SWT. :



َّ ِ‫ ُج ُدوا ل‬. ‫ ُر اَل تَ ْس‬.‫ ْمسُ َو ْالقَ َم‬. ‫الش‬ َّ ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه اللَّ ْي ُل َوالنَّهَا ُر َو‬ ‫ر‬. ِ ‫ ْم‬. ‫لش‬ ِ .‫س َواَل لِ ْلقَ َم‬ ُ ‫َوا ْس ُج ُدوا هَّلِل ِ الَّ ِذي َخلَقَه َُّن إِ ْن‬ ‫ُون‬ .َ ‫ك ْنت ُ ْم إِيَّاهُ تَ ْعبُد‬ “Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta adanya matahari dan bulan. Janganla kamu sujud kepada matahari atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya. “ (QS. Fushshilat: 37) Maksud dari perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Yang Menciptakan matahari dan bulan adalah perintah untuk mengerjakan shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.Selain itu juga Rasulullah SAW bersabda:



،‫ ِه‬.ِ‫ ٍد َوالَ لِ َحيَات‬.‫ت أَ َح‬ َ ‫ِإ َّن ال َّش ْم‬ ِ ‫ الَ يَ ْن َك ِسفَا ِن لِ َم ْو‬،ِ ‫ت هَّللا‬ ِ ‫ان ِم ْن آيَا‬ ِ َ‫س َوالقَ َم َر آيَت‬ ‫صلُّوا َحتَّى يَ ْن َجلِ َي‬ َ ‫ فَا ْد ُعوا هَّللا َ َو‬،‫فَإِ َذا َرأَ ْيتُ ُموهُ َما‬ “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tandatanda kebesaran Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan



2



kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah hingga selesai fenomena itu.” (HR. Bukhari no. 1043, Muslim no. 915) Shalat gerhana disyariatkan kepada siapa saja, baik dalam keadaan muqim di negerinya atau dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki atau untuk perempuan. Atau diperintahkan kepada orang-orang yang wajib melakukan shalat Jumat. Namun meski demikian, kedudukan shalat ini tidak sampai kepada derajat wajib, sebab dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak ada kewajiban selain shalat 5 waktu semata. Shalat gerhana matahari dan bulan dikerjakan dengan cara berjamaah, sebab dahulu Rasulullah SAW mengerjakannya dengan berjamaah di masjid. Shalat gerhana secara berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah ra. Shalat gerhana dilakukan tanpa didahului dengan azan atau iqamat. Yang disunnahkan hanyalah panggilan shalat dengan lafaz “Ash Shalatu Jamiah“. Dalilnya adalah hadits berikut: Dari Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW. mengutus orang yang memanggil shalat dengan lafaz: Ash shalatu jamiah”. (HR. Muttafaqun alaihi). Namun shalat ini boleh juga dilakukan dengan sirr (merendahkan suara) maupun dengan



jahr (mengeraskannya).



Disunnahkan



untuk



mandi sunnah



sebelum melakukan shalat gerhana, sebab shalat ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah. Shalat ini juga dilakukan dengan khutbah menurut pendapat Asy Syafi`i. Khutbahnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat.  Dalilnya adalah hadits Aisyah ra. berkata, ”Sesungguhnya ketika Nabi SAW selesai dari shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah, kemudian bersabda,



3



”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah SWT.  Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah hingga selesai fenomena itu.” (HR. Muttafaqun ‘alaih) Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa dalam shalat ini disunnahkan untuk diberikan peringatan (al-wa`zh) kepada para jamaah yang hadir setelah shalat, namun bukan berbentuk khutbah formal di mimbar. Al-Hanafiyah dan AlHanabilah juga tidak mengatakan bahwa dalam shalat gerhana ada khutbah, sebab pembicaraan nabi SAW setelah shalat dianggap oleh mereka sekedar memberikan penjelasan tentang hal itu. 2.2 Tata Cara Shalat Gerhana Matahari Sebelum shalat ada baiknya seseorang melafalkan niat terlebih dahulu sebagai berikut:  



‫ُوف َر ْك َعتَي ِْن هلل تَ َعالَى‬ َ ُ‫أ‬  ِ ‫صلِّي ُسنَّةَ ال ُكس‬ Ushallî sunnatal kusûf rak‘ataini lillâhi ta‘âlâ. Artinya, “Saya shalat sunnah gerhana matahari dua rakaat karena Allah SWT.” Shalat gerhana matahari dilakukan dengan dua rakaat dan empat rukuk. Adapun tata cara melaksanakannya, sebagai berikut. 1. Berniat di dalam hati 2. Takbiratul ihram seperti shalat biasa 3. Membaca doa iftitah dan bertaawudz, kemudian membaca surah yang panjang –dengan dikeraskan suaranya. 4. Rukuk dalam waktu yang lama 5. Bangkit dari rukuk (I’tidal) 6. Setelah I’tidal tidak langsung sujud, tapi membaca surat Al-Fatihah dan surah yang panjang.



4



7. Rukuk kembali (rukuk kedua) yang panjangnya lebih pendek dari rukuk sebelumnya 8. Bangkit dari rukuk (I’tidal). Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama 9. Sujud yang penjangnya sebagaimana rukuk, lalu duduk diantara dua sujud kemudian sujud kembali 10. Bangkit dari sujud lalu mengejakan rakaat kedua sebagaimana rakaat pertama. Namun bacaan dari gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya 11. Tasyahud 12. Salam 13. Setelah shalat, Imam lalu menyampaikan khutbah kepada para jam’ah. Isinya anjuran untuk berzikir, berdoa, beristigfar, sedekah, dan hal baik lainnya. 2.3 Khutbah Shalat Gerhana Matahari



ْ ‫ض َو‬ َّ ‫ق‬ ‫ار‬. َ ‫اختِاَل‬ َ . َ‫اَ ْل َح ْم ُد هلل الَّ ِذيْ َخل‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ ‫اوا‬ َ ‫ َم‬. ‫الس‬ ِ .َ‫ ِل َوالنَّه‬.‫ف اللَّ ْي‬ َ‫هَا َدة‬.‫ َش‬،ُ‫ه‬.َ‫ك ل‬ َ ‫ ِر ْي‬.‫ َدهُ اَل َش‬.ْ‫هَ اِالَّ هللاُ َوح‬.َ‫ أَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ اِل‬. ‫ب‬ ٍ ‫آَل َيَا‬ ِ ‫ت أِل ُولِي اأْل َ ْلبَا‬ ُ‫ ْولُه‬.‫ ُدهُ َو َر ُس‬.‫يِّ َدنَا َح َّمدًا َع ْب‬.‫هَ ُد أَ َّن َس‬.‫ َوأَ ْش‬.‫ ِديًّا‬.َ‫ ُن ن‬.‫ا َوأَحْ َس‬..‫َم ْن هُ َو َخ ْي ٌر َّمقَا ًم‬ ُ ‫ص‬ ‫ان‬.. َ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك‬ َ َ‫ اَللَّهُ َّم ف‬.‫صبِيًّا‬ َ ‫ار ِم ِكبَارًا َو‬ ِ َّ‫ْال ُمت‬ ِ ‫ف بِ ْال َم َك‬ ‫نُ ْو َن‬. ‫حْ بِ ِه الَّ ِذي َْن يُحْ ِس‬. ‫ص‬ َ .‫ ِد َو َك‬.‫ق ْال َو ْع‬ َ ‫ا ِد‬. ‫ص‬ َ ‫ ِه َو‬. ِ‫ َو َعلَى آل‬،‫ا‬..ًّ‫ ْوالً نَبِي‬. ‫ان َر ُس‬. َ



‫ن َر ِح َم ُك ُم‬.َ ‫ر ُْو‬.‫اض‬ ِ ‫ا ْال َح‬..َ‫ فَيَا أَيُّه‬،‫ ُد‬.‫ أَ َّما بَ ْع‬،‫ا‬..ًّ‫ ْيئًا فَ ِري‬.‫إِ ْسالَ َمهُ ْم َولَ ْم يَ ْف َعلُ ْوا َش‬ : ‫الَى‬..‫ال هللاُ تَ َع‬ َ َ‫ ق‬.‫ فَقَ ْد فَا َز ْال ُمتَّقُ ْو َن‬،‫هللا‬ ِ ‫ي نَ ْف ِس ْي َوإِيَّا ُك ْم بِتَ ْق َوى‬ ْ ِ‫ص ْين‬ ِ ‫ اُ ْو‬،ُ‫هللا‬ َّ ِ‫ ُج ُدوا ل‬. ‫ ُر ۚ اَل تَ ْس‬.‫َو ِم ْن َءا ٰيَتِ ِه ٱلَّ ْي ُل َوٱلنَّهَا ُر َوٱل َّش ْمسُ َو ْٱلقَ َم‬ ‫ر‬. ِ ‫ ْم‬. ‫لش‬ ِ .‫س َواَل لِ ْلقَ َم‬ ‫ون‬ َ ‫ َوٱ ْس ُج ُدوا هَّلِل ِ ٱلَّ ِذى َخلَقَه َُّن إِن ُكنتُ ْم إِيَّاهُ تَ ْعبُ ُد‬  5



Jamaah shalat Gerhana Matahari yang berbahagia,   Setiap orang di antara kita terutama yang hadir dalam majelis ini sudah mengimani bahwa keberadaan alam semesta ini beserta segenap isinya diciptakan oleh Allah SWT. Baik berupa struktur skala makro alam semesta mulai dari galaksi, gugusan bintang–gemintang hingga sistem keplanetan atau tata surya. Yang banyak di antaranya membutuhkan teleskop–teleskop raksasa dengan teknologi tercanggih yang ada pada saat ini agar bisa kita lihat. Banyak pula di antaranya yang berkas cahayanya membutuhkan waktu ratusan ribu tahun, jutaan tahun dan bahkan ratusan juta tahun untuk sampai di Bumi kita, di mata kita, meski melesat dengan kecepatan cahaya.   Demikian pula struktur skala mikro alam semesta yang melingkupi molekul, atom, proton, elektron hingga partikel–partikel ultrarenik lainnya. Yang semuanya tak bisa kita saksikan meski telah mengerahkan mikroskop–mikroskop dengan pembesaran terkuat yang ditopang teknologi tercanggih pada saat ini. Namun dapat kita rasakan dan manfaatkan gejala–gejala keberadaannya.   Semuanya adalah makhluk Allah dan tak satu pun yang lepas dari Sunnatullah. Inilah makna Allah sebagai Rabbul ‘âlamîn, pemilik sekaligus penguasa dari seluruh keberadaan; al–Khâliqu kulla syaî’, pencipta segala sesuatu. Apapun dan siapapun, baik yang sudah kita ketahui hingga saat ini maupun yang belum. Allah SWT menciptakan segala sesuatu adalah tak lain sebagai ayat atau tanda akan keberadaan–Nya. Dalam khazanah Islam telah lazim kita dengar tentang istilah ayat qauliyyah dan ayat kauniyyah. Yang pertama merujuk pada ayat–ayat berupa firman Allah dalam wujud al–Quran, sedangkan yang kedua mengacu pada ayat berupa ciptaan Allah SWT secara umum mencakup alam semesta beserta segenap isinya, termasuk diri manusia sendiri. Dalam Al–Qur’an dijelaskan:



‫اق َوفِي أَ ْنفُ ِس ِه ْم‬ ِ َ‫َسنُ ِري ِه ْم آيَاتِنَا فِي اآلف‬ Artinya : “Kami (Allah) akan memperlihatkan kepada mereka tanda–tanda (ayat) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri….” (QS Fushshilat:53)  



6



Peristiwa Gerhana Matahari yang sedang terjadi saat ini, yang sedang kita saksikan saat ini, sesungguhnya juga tak lebih sebagai tanda atau ayat. Kita patut bersyukur mendapat kesempatan melewati momen–momen indah tersebut. Dan kita juga bersyukur pada saat ini memiliki pengetahuan lebih baik dalam Gerhana Matahari. Ilmu falak menunjukkan Gerhana Matahari terjadi akibat kesejajaran Matahari, Bulan dan Bumi dari perspektif tiga dimensi dengan Bulan berada di tengah-tengah keduanya. Kesejajaran itu adalah buah pergerakan Bulan mengelilingi Bumi dan pergerakan Bumi mengelilingi Matahari. Baik Bulan dan Bumi bergerak secara teratur mengikuti Sunnatullah.   Beberapa Gerhana Matahari menjadi penanda peristiwa penting. Gerhana Matahari Cincin 27 Januari 632 M bertepatan dengan wafatnya Ibrahim, putra Rasulullah SAW yang masih bayi. Sebagian orang mengira ada hubungan antara kedua peristiwa itu, sampai Rasulullah SAW menjelaskan gerhana tidaklah berhubungan dengan hidup matinya seseorang. Karena Bulan dan Matahari adalah dua dari sekian banyak tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Gerhana Matahari Total 24 November 569 M nampak di kota suci Makkah dan terjadi berdekatan dengan masa kelahiran Rasulullah SAW. Gerhana Matahari Total 9 Mei 1533 SM bertepatan dengan Nabi Ibrahim AS berada di tanah Palestina. Dan Gerhana Matahari Cincin 30 Oktober 1207 SM, bertepatan dengan puncak penaklukan tanah Palestina oleh pasukan pimpinan Nabi Yusya’.   Jamaah shalat Gerhana Matahari yang berbahagia,   Jika kita sering mendengar anjuran mengucapkan tasbih subhânallâh (Mahasuci Allah) kala berdecak kagum, maka sesungguhnya itu adalah manifestasi bahwa segala sesuatu, bahkan yang menakjubkan sekalipun, harus dikembalikan pada keagungan dan kekuasaan Allah. Kita dianjurkan untuk seketika mengingat Allah dan menyucikannya dari godaan keindahan lain selain Dia. Bahkan, Allah sendiri mengungkapkan bahwa tiap sesuatu di langit dan di bumi telah bertasbih tanpa henti sebagai bentuk ketundukan kepada–Nya.   Dalam Surat al–Hadid ayat 1 disebutkan:



7



‫ض َوهُ َو ْال َع ِز ْي ُز ْال َح ِك ْي ُم‬ ِ ‫اوا‬ َ ‫َسبَّ َح هَّلِل ِ َما فِي ال َّس َم‬ ِ ْ‫ت َواألَر‬ Artinya: “Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”   Sementara dalam Surat al–Isra ayat 44 dinyatakan:



‫ات ال َّس ْب ُع َواأْل َرْ ضُ َو َم ْن فِي ِه َّن ۚ َوإِ ْن ِم ْن َش ْي ٍء إِاَّل‬ ُ ‫او‬ َ ‫تُ َسبِّ ُح لَهُ ال َّس َم‬ ‫ان َحلِي ًما َغفُورًا‬ َ ‫يحهُ ْم ۗ إِنَّهُ َك‬ َ ‫يُ َسبِّ ُح بِ َح ْم ِد ِه َو ٰلَ ِك ْن اَل تَ ْفقَه‬ َ ِ‫ُون تَ ْسب‬ Artinya: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji–Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.”   Jamaah shalat Gerhana Matahari yang berbahagia,   Apa konsekuensi lanjutan saat kita mengimani, menyucikan dan mengagungkan Allah? Tidak lain adalah berintrospeksi betapa lemah dan rendah diri ini di hadapan Allah. Artinya, meningkatnya pengagungan kepada Allah berbanding lurus dengan menurunnya sikap takabur, angkuh atas kelebihankelebihan diri dalam aspek apapun.   Betapa kecilnya umat manusia dapat dilihat dari kajian ilmu pengetahuan modern. Galaksi Bima Sakti kita, hanyalah satu dari miliaran galaksi yang menyusun alam semesta ini. Tata surya kita hanyalah satu dari milyaran sistem keplanetan dalam galaksi Bima Sakti kita. Bahwa planet Bumi kita pun tidak ada apa-apanya dibandingkan misalnya planet Jupiter. Jika planet Bumi saja hanya sebintik debu di jagat raya, apalah artinya dengan kita manusia. Lebih menohok lagi bahwa segala hal yang membentuk galaksi dan bintang–bintang hingga sebutir debu dan virus, hanyalah bagian dari 4 % materi yang telah diketahui pada saat ini. 96 % sisanya sama sekali belum kita ketahui apa bentuknya dan sifat–sifatnya.   Keagungan Allah SWT yang dinyatakan dalam ayat-ayat kauniyah-Nya tersebut seharusnya mengarahkan kita pada ketakberdayaan diri. Sehingga memunculkan sikap merasa bersalah dan bergairah memperbanyak istighfar.



8



Dalam peristiwa Gerhana Matahari ini pula kita dianjurkan untuk menyujudkan seluruh kebanggaan dan keagungan di luar Allah, sebab pada hakikatnya semuanya hanyalah tanda. Momen Gerhana Matahari juga menjadi wahana guna memperbanyak permohonan ampun, tobat, kembali kepada Allah sebagai muasal dan muara segala keberadaan. Semoga fenomena Gerhana Matahari kali ini meningkatkan kedekatan kita kepada Allah SWT, membesarkan hati kita untuk ikhlas menolong sesama, serta menjaga kita untuk selalu ramah terhadap alam sekitar kita. Wallahu a’lam.



  ‫ َونَفَ َعنِي َوإِيَّا ُك ْم بِ َمافِ ْي ِه ِم ْن‬،‫ك هللا لِي َولَ ُك ْم فِى ْالقُرْ آ ِن ْال َع ِظي ِْم‬ َ ‫ار‬ َ َ‫ب‬ ،‫آيَ ِة َو ِذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم َوتَقَب ََّل هللاُ ِمنَّا َو ِم ْن ُك ْم تِالَ َوتَهُ َوإِنَّهُ هُ َو ال َّس ِم ْي ُع ال َعلِ ْي ُم‬ ‫ َوأَقُ ْو ُل قَ ْولِي هَ َذا فَأ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ ال َع ِظ ْي َم إِنَّهُ هُ َو ال َغفُ ْو ُر ال َّر ِحيْم‬ 



9



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dapat kita pahami bahwasanya pada saat Gerhana Matahari kita harus ingat untuk beramal shaleh seperti yang sudah diperingatkan oleh Rasulullah SAW. Karena Gerhana Matahari adalah fenomena alam yang merupakan bukti kekuasaan Allah SWT. 3.2 Saran Tentunya pemahaman penyusun mengenai Shalat Gerhana dan Gerhana dalam pandangan Islam masih memiliki kekurangan, dan harus diperluas lagi. Peringatan-peringatan dan sunnah Rasulullah harus selalu diingat dan lebih sering dilakukan.



10



DAFTAR PUSTAKA https://ummetro.ac.id/tata-cara-shalat-gerhana/ https://islam.nu.or.id/post/read/114911/khutbah-gerhana-matahari--semesta-rayadan-keagungan-allah-swt https://islam.nu.or.id/post/read/114911/khutbah-gerhana-matahari--semesta-rayadan-keagungan-allah-swt https://minanews.net/khutbah-gerhana-tunduk-dan-patuh-pada-manzilah-allah/



11