MAKALAH Sistem Pencernaan Ruminan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH NUTRISI TERNAK RUMINANSIA “Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia”



Disusun Oleh: Kelas A Kelompok 1 Arpani Ardiansyah



200110140131



Cut Adelia



200110150118



Risti Lantika Permata



200110150172



Yasin Pradana Maulana



200110150200



Hariz Muhammad Riandy



200110150275



FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2018 i



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia. Makalah ini merupakan salah satu tugas pada matakuliah Nutrisi Ternak Ruminansia di program studi Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan pada Universitas Padjadjaran. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof Dr. Ir. H. Ujang Hidayat T. M.Si selaku dosen pengampu matakuliah Nutrisi Ternak Ruminansia dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini. Penulis berharap makalah dapat bermanfaat bagi pembaca serta menjadi informasi ilmiah dalam pemeliharaan ternak ruminan.



Sumedang, Maret 2018



Penulis



ii



DAFTAR ISI



BAB



I



HALAMAN KATA PENGANTAR ..............................................................



ii



DAFTAR ISI .............................................................................



iii



PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang ..................................................................



1



1.2



Identifikasi Masalah ..........................................................



2



1.3



Tujuan................................................................................



2



II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 III



IV



Sistim Enzim pada Ternak Ruminansia ............................



6



PEMBAHASAN 3.1



Alat – alat Pencernaan dan Jenis Makanannya .................



8



3.2



Perkembangan Alat Pencernaan ........................................



18



3.3



Sistim Enzim Ternak dari Muda Hingga Dewasa .............



21



KESIMPULAN DAN SARAN 5.1



Kesimpulan........................................................................



26



DAFTAR PUSTAKA ...............................................................



27



iii



1



I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Ruminansia merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordo



Artiodactyla disebut juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak. Hewan ruminansia umumnya herbivora atau pemakan tanaman, sehingga sebagian besar makanannya adalah selulose, hemiselulose dan bahkan lignin yang semuanya dikategorikan sebagai serat kasar. Hewan ini disebut juga hewan berlambung jamak atau polygastric animal, karena lambungnya terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Rumen merupakan bagian terbesar dan terpenting dalam mencerna serat kasar, sehingga karena pentingnya rumen dalam proses pencernaan ruminansia, maka timbul pelajaran khusus yang disebut ruminologi. Pencernaan pada ruminansia terjadi secara mekanik, fermentatif dan enzimatik. Pada pencernaan mekanik melibatkan organ seperti gigi (dentis). Pencernaan fermentatif terjadi dengan bantuan mikroba (bakteri, ptotozoa, dan fungi). Pencernaan enzimatik melibatkan enzim pencernaan untuk mencerna pakan yang masuk. Sistem pencernaan (tractus digestivus) terdiri atas suatu saluran muskulo membranosa yang terentang dari mulut sampai ke anus. Fungsinya adalah memasukan makanan, menggiling, mencerna dan menyerap makanan serta mengeluarkan buangannya yang berbentuk padat. Sistem pencernaan mengubah zat-zat hara yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang lebih sederhana hingga dapat diserap dan digunakan sebagai energi, membangun senyawa-senyawa



2



lain untuk kepentingan metabolisme. Pencernaan merupakan rangkaian proses yang terjadi dalam saluran pencernaan sampai memungkinkan terjadinya penyerapan. Perut sejati pada sistem pencernaan ruminansia diawali oleh tiga bagian perut atau divertikula (diselaputi oleh epitel-epitel squamous berstrata), dimana makanan dicerna oleh mikroorganisme sebelum bergerak ke saluran pencernaan berikutnya. Rumen, retikulum, dan omasum pada ruminansia, secara bersama-sama disebut perut depan (forestomach atau proventrikulus). Bagian-bagian sistem pencernaan adalah mulut, oesophagus, forestomach (rumen, retikulum, omasum, abomasum), usus halus, usus besar, anus, serta glandula aksesori, yang terdiri dari glandula saliva, hati dan pankreas.



1.2



Identifikasi Masalah 1. Bagaimana system pencernaan makanan dan alat – alat pencernaan pada ruminansia 2. Bagaimana perkembangan alat pencernaan pada ruminansia 3. Bagaimana system enzim ternak ruminansia dari muda hingga dewasa



1.3



Tujuan 1. Memahami system pencernaan makanan dan alat – alat pencernaan pada ruminansia 2. Memahami perkembangan alat pencernaan pada ruminansia 3. Memahami system enzim ternak ruminansia dari muda hingga dewasa



3



II TINJAUAN PUSTAKA



Organ pencernaan pada ternak ruminansia terdiri atas 4 bagian penting, yaitu mulut, lambung, usus halus, dan organ pencernaan bagian belakang. Lambung ternak ruminansia terdiri atas 4 bagian yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Rumen dan retikulum dipandang sebagai organ tunggal yang disebut retikulo-rumen, sedangkan sekum, kolon, dan rektum termasuk organ pencernaan bagian belakang (Erwanto, 1995). Rumen dan retikulum dihuni oleh mikroba dan merupakan alat fermentatif dengan kondisi anaerob suhu 39oC (Sutardi, 1976). Menurut Church (1988), kapasitas keseluruhan dari keempat bagian perut tersebut adalah rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7% dan abomasum 8%. Arora (1989) menyatakan di dalam rumen terdapat mikroorganisme yang dikenal dengan mikroba rumen. Melalui mikroba ini maka bahan-bahan makanan yang berasal dari hijauan yang mengandung polisakarida kompleks, selulosa, dan lignoselulosa, sehingga dapat dipecah menjadi bagian-bagian sederhana. Selain itu, pati, karbonhidrat, dan protein dirombak menjadi asam asetat, propionat, dan butirat. Makanan yang masuk melalui mulut ternak ruminansia akan mengalami proses pengunyahan atau pemotongan secara mekanis sehingga membentuk bolus. Pada proses ini, makanan akan bercampur dengan saliva kemudian masuk ke dalam rumen melalui esofagus. Selanjutnya, di dalam rumen makanan akan mengalami proses pencernaan fermentatif. Pada masa ternak istirahat makanan dari rumen yang masih kasar dikembalikan ke dalam mulut (regurgitasi) untuk dikunyah kembali (remastikasi), kemudian makanan ditelan kembali (redegultasi), lalu decerna lagi



4



oleh mikroba rumen. Digesta yang halus dapat masuk ke dalam usus dan mengalami proses pencernaan hidrolitik. Mulut dan komponennya (gigi, lidah, pipi, dan kelenjar saliva) memiliki tingkat kepentingan yang berbeda pada tiap spesies (Blakely, 1994). Dentis merupakan organ yang terdapat pada maksila dan mandibula, tertata melengkung seperti tapal kuda dan melekat pada gingiva. Fungsi dentes dalam proses pencernaan sebagai pendukung utama proses mastikasi, mastikais merupakan proses fragmentasi pakan yang masuk kedalam cavum oris (Praseno, 2003). Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan cavum oris dengan ventriculus. Hasil mastikasi berupa bolus-bolus pakan akan melalui esophagus menuju ventriculus. Gerak bolus dalam esophagus disebabkan kontraksi stratum sirkulare, stratum longitudinale, dan stratum oblique yang tersusun spiralis. Kontraksi muskuli tersebut mengahsilkan gerak peristaltic (Praseno, 2003). Esophagus terdiri dari otot, sub mukosa, dan mukosa. pH normal pada esophagus ternak ruminansia adalah 7 yang berarti didalam esophagus bernuansa netral. Lambung ruminansia merupakan lambung yang komplek yang terdiri dari 4 bagian, yaitu paling depan disebut rumen, kemudian reticulum, omasum, dan abomasum yang berhubungan dengan usus (Darmono, 2005). Ventrikulus (lambung) merupakan organ yang pada dasarnya merupakan tempat proses digesti pakan. Ventrikulus pada ruminansia adalah ventrikulus kompleks. Ruminansia merupakan hewan yang memiliki ventrikulus kompleks. Ventrikulus ruminansia terdiri empat kompartemen, yaitu rumen, reticulum, omasum, dan abomasum (Praseno, 2003). Rumen merupakan suatu muscular yang besar dan terentang dari diafragma menuju ke pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari rongga abdominal (Frandson,



5



1996). Rumen merupakan lambung pencerna yang sangat penting karena disitu terdapat microflora dan mikrofauna yang sangat berperan dalam mencerna makanan dan metabolise. Aktivitas rumen yang paling penting adalah proses fermentasi makanan oleh mikroba yang mengubah karbohidrat menjadi asam lemak tidak jenuh (VFA), methan, karbon dioksida, dan sel mikroba itu sendiri. Asam lemak (VFA) adalah asam propionate dan asam butirat yang merupakan sumber energy (Darmono, 2005). Retikulum adalah bagian perut (kompartemen) yang paling kranial seperti yang tercermin dari namanya. Kompartemen ini bagian dalamnya diselaputi oleh membrane mukosa yang mengandung intersecting ridge yang membagipermukaan itu menjadi permukaan yang menyerupai permukaan sarang lebah (Frandson, 1996). Reticulum, dimana prokariota dan Protista simbiotik (khususnya siliata) bekerja pada bahan makanan yang kaya selulosa itu. Sebagai hasil sampingan metabolismenya, mikroorganisme itu mensekresikan asam lemak. Omasum merupakan suatu organ yang berisi lamina muskuler yang turun dari alam dorsum atau bagian atap. Omasum terletak disebelah kanan rumen dan reticulum persis pada kaudal hati. Pertautan antara omasum dan abomasum terdapat suatu



susunan



lipatan



membrane



mukosa



“vela



Terminalia”



yang



barangkaliberperan sebagai katup untuk mencegah kembalinya bahan-bahan dari abomasum menuju omasum (Frandson, 1996). Omasum dimana air dikeluarkan. Mamahan itu yang mengandung banyak seklai mikroorganisme, akhirnya akan lewat melalui omasum (Campbell, 2003). Abomasum terletak ventral dari omasum dan terentang kaudal pada sisi kanan dari rumen (Frandson, 1996). Pakan dierna di abomasum melalui enzim ternak ruminansia itu sendiri. Karena kerja ikroba itu, makanan dari seekor hewan



6



ruminansia sesungguhnya menyerap nutriennya menjadi lebih kaya dibandingkan dengan rumput yang semula dimakan oleh hewan itu (Campbell, 2003). Usus halus terbagi atas tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum. Berdasarkan pada perbedaan-perbedaan structural histologis atau mikroskop. Duodenum merupakan bagian yang pertama kali dari usus. Jejenum dengan jelas dapat dipisahkan dengan duodenum, yaitu terdapat seperti bintil putih sebagai pembatas. Bagian terakhir dari usus halus adalah ileum. pH normal yang terdapat pada usus halus adalah 7 (Frandson, 1996). Proses digesti dan absorpsi hasil digesti terjadi pada intestinum tenue (Praseno, 2003). Usus besar terdiri dari sekum, kolon, dan rectum. Usus besar tidak menghasilkan enzim karena kelenjar-kelenjar yang ada adalah mukosa, karenanya tiap pencernaan yang terjadi didalamnya adalah sisa-sisa kegiatan oleh enzimenzim dari usus halus dan enzim yang dihasilkan oleh jasad-jasad renik yang banyak terdapat pada usus besar. Fungsi saluran adalah sebagai tempat proses pembusukan sisa digesti (pembentukan feses) dan proses reabsorpsi air dan partikel terlarut didalamnya (Praseno, 2003).



2.1



Sistem Enzim pada Ternak Ruminansia Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami



bahan makanan di dalam saluran pencernaan ternak ruminansia. Proses pencernaan makananya relatif lebih kompleks bila dibandingkan dengan proses pencernaan pada jenis ternak non ruminansia. Menurut Sutardi (1979), proses pencernaan ternak ruminansia terjadi secara mekanis (di dalam mulut), secara fermentatif (oleh enzim-enzim pencernaan).



7



Sedangkan menurut Church (1979), pencernaan fermentatif pada ternak ruminansia terjadi dalam rumen (retikulorumen) berupa perubahan-perubahan senyawa tertentu menjadi senyawa lain yang sama sekali berbeda dari molekul zat makanan asalnya. Pedet yang sangat muda digambarkan sebagai "monogastrik", yaitu. Ia memiliki perut tunggal seperti babi, unggas dan manusia. Ini dirancang untuk mencerna susu. Dibutuhkan sekitar 2-3 minggu untuk mendapatkan rumen betis agar berkembang sehingga bisa mencerna serat - itulah ruminansia dengan keempat perut mereka yang dirancang. Alasan dari pengubahan pencernaan pedet menjadi ruminansia seutuhnya adalah untuk mengurangi biaya pemeliharaan. Energi dalam makanan jauh lebih murah daripada energi pengganti susu atau susu, agar rumen berkembang, pedet perlu makan makanan berserat seperti jerami, silase dan konsentrat yang terbuat dari biji-bijian dan produk sampingan lainnya. Hal ini akan mendorong perkembangan pertumbuhan mikroorganisme pada rumen yang sangat kecil dan membuatnya berkembang. Dengan berkembangnya rumen penggunaan enzimenzim pencernaan juga akan berkembang, dimana hal ini menyesuaikan dengan kebutuhan dari sapi tersebut. Dimana awalnya terdapat enzim renin yang akan membantu pencernaan dan penyerapan nutrien pada pedet yang akan digantikan oleh enzim pepsin.



8



III PEMBAHASAN



3.1



Alat – alat Pencernaan dan Jenis Makanannya Alat pencernaan pada ternak ruminansia merupakan organ-organ yang



diperlukan untuk memproses perubahan fisik dan kimia dari pakan yang telah dikonsumsi oleh ternak. Organ pencernaan pada ternak ruminansia terdiri atas 4 bagian penting, yaitu mulut, lambung, usus halus, dan organ pencernaan bagian belakang. Lambung ternak ruminansia terdiri atas 4 bagian yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasums (Erwanto, 1995). Saluran pencernaan dimulai dari mulut, oeshopagus, rumen, reticulum, omasum, abomasums usus halus, usus besar, rectum, dan berakhir pada saluran anus. Pada masing-masing alat pencernaan tersebut memiliki tugas dan fungsinya dalam memproses jenis makanan yang telah masuk. Alat pencernaan pada ternak ruminansia serta jenis makanannya, terdiri dari : 1.



Rongga mulut Proses pencernaan ternak ruminansia terjadi secara mekanis (di dalam



mulut), secara fermentatif oleh enzim-enzim pencernaan (Sutardi, 1979). Pencernaan di mulut pertama kali di lakukan oleh gigi molar dilanjutkan oleh mastikasi dan diteruskan ke pencernaan mekanis. Mulut digunakan terutama guna menggiling makanan serta mencampurnya dengan saliva, tetapi dapat juga berperan dalam mekanisme prehensi atau menggigit, dan juga sebagai senjata defensive maupun ofensif (Frandson, 1993). Ruminansia yang diberi makanan berserat tinggi dalam jumlah banyak mensekresikan saliva dalam jumlah besar untuk fungsi pelumasan dan fungsi-fungsi lain (Balch, 1959; Bayley 1961 ; Wilson dan Tribe,



9



1963; Stacy dan Warner, 1966). Pada ruminansia yang diberi makan biji-bijian berenergi tinggi aliran salivanya akan berkurang. Hal ini menyebabkan kerja buffer dalam rumen menurun (Kay et al., 1969; Fell et al., 1972). Didalam mulut juga terjadi pencernaan secara mekanik yaitu penghancuran jenis makanan berupa rumput oleh gigi. Pakan akan mengalami pencampuran dengan saliva dengan tujuan agar mudah untuk ditelan lalu membentuk bolus. Peran rongga mulut serta struktur-struktur yang terkait mencakup prehensi, mastikais, insalivasi, serta pembentukan bolus. 2.



Esophagus Kerongkongan merupakan saluran panjang yang tipis yang senantiasa basah



oleh kelenjer yang teradapat di dinding kerongkongan. Kerongkongan merupakan saluran makanan masuk menuju lambung. Esofagus yang panjangnya adalah kurang lebih 20 cm dan lebarnya 2 cm adalah jalur untuk mengalirkan makanan setelah dari farinks ke lambung. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang mengatur makanan agar tidak masuk ke trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung, didalam esophagus nantinya akan terjadi proses untuk digluitasi, regurgitasi, dan eruktasi yang menyebabkan esophagus memiliki struktur yang kuat dan aktif. Gerakan mendorong dan meremas akan membuat bolus turun ke lambung secara perlahan. Aktivitas menelan ini termasuk pada aktivitas yang dipengaruhi kesadaran, karena bagian atas esofagus ini tersusun atas otot lurik (rangka) yang responnya dipengaruhi kesadaran. Adanya mukosa yang dihasilkan di esofagus juga mempermudah proses mendorong bolus ke arah lambung, sehingga bolus akan lebih licin, selain itu adanya mukus akan membuat resiko



10



gesekan berkurang dengan licinnya permukaan, membuatnya dapat meregang untuk menampung makanan dan air sebanyak kurang lebih 2 liter. Pakan yang telah menjadi bolus atau gumpalan-gumpalan makanan yang masih kasar dan tercampur dengan saliva akan masuk kedalam esophagus untuk diteruskan kedalam rumen. Sewaktu makanan masuk esophagus, terjadi gerak peristaltik sehingga makanan berjalan sepanjang esophagus (Frandson, 1993). Esophagus pada sapi pendek dan lebar serta lebih mampu untuk berdilatasi (membesar), berdinding tipis dan panjangnya bervariasi berkisar sekitar 5cm. 3.



Lambung Lambung, terdiri dari : “kardia, fundus, badan” (sekresi pepsin dan HCl)



dan “pylorus” (sekresi mucus : gastrin). Fungsi lambung adalah sebagai tempat menyimpan bahan makanan sementara, lambung mengalami proses mekanis dan kimiawi, adanya gerakan lambung dan cairan lambung bersifat asam. Lambung terbagi menjadi 4 ruang, yaitu rumen, retikulum, omasum, abomasum. a.



Rumen Rumen, merupakan bagian sistem pancernaan ruminansia yang paling



berperan besar. Rumen berupa suatu kantung muskular yang besar yang terentang dari diafragma menuju pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari rongga abdominal, permukaan dilapisi papilla yang berguna memperluas permukaan untuk absorbsi. Rumen merupakan bagian terpenting karena kapasitasnya 85% dari total lambung, lebih dari 80% BK dicerna didalam lambung, adanya aktifitas mikroba yang dapat mencerna SK, memanfaatkan NPN, sintesis asam amino tubuh mikroba, dan mensintesis beberapa vitamin B dan C. Temperatur rumen 39-41oC dengan pH sebesar 6,7 – 7,0 dan bersifat anaerob. Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama



11



yaitu bakteri, protozoa dan fungi. Kehadiran fungi di dalam rumen sangat bermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen. Menurut Frandson (1993) makanan yang ringan bercampur dengan yang lebih berat akan berkumpul dalam rumen, tetapi rumen tidak akan langsung penuh karena makanan masuk secara bertahap dan diselingi dengan ruminasi. Sewaktu makanan dicampur biasanya gas selalu bergerak keatas makanan padat. Gas ini akan dikeluarkan melalui proses eruktasi. Sifat-sifat bolus yang ditelan sangat bervariasi bergantung kepada jenis makanannya. Dari rumen fistula dapat dipelajari bahwa hijauan yang masuk rumen akan menjadi padat, berbentuk bolus oval atau berbentuk tidak teratur dan masih longgar seperti bolus yang berasal dari rumput kering, bolus rumput kering biasanya terapung pada cairan rumen dan baru setelah beberapa saat bolus-bolus tersebut bercampur. Sifat-sifat bolus yang sudah tercampur akan hilang dan yang ada hanya campuran bahan-bahan yang berat dan ringan akibat direndam dalam cairan rumen yang cukup lama. Saat diberi konsentrat, sering terlihat bolus yang berasal dari konsentrat terdapat didasar rumen yang sedang yang berasal dari hijauan terutama rumput kering berada diatas (Frandson, 1993). Fungsi rumen adalah sebagai tempat fermentasi oleh mikroba rumen, absorbsi VFA, Ammonia, lokasi mixing, dan menyimpan bahan makanan untuk selanjutnya difermentasi. b.



Retikulum Retikulum, sering disebut sebagai perut jala atau hardware stomach karena



permukaan dalam tampak seperti jala / sarang laba, fungsi retikulum adalah sebagai penahan partikel pakan pada saat regurgitasi rumen. Retikulum berbatasan



12



langsung dengan rumen, akan tetapi diantara keduanya tidak ada dinding penyekat maka sering disebut sebagai “Reticulorumen”. Pembatas diantara retikulum dan rumen yaitu hanya berupa lipatan, sehingga partikel pakan menjadi tercampur. Secara fisik tidak terpisahkan dari rumen, terdapat lipatan-lipatan esophagus yang merupakan lipatan jaringan yg langsung dari esophagus ke omasum. Fungsi retikulum adalah sebagai tempat fermentasi, membantu proses ruminasi, mengatur arus ingesta ke omasum, absorpsi hasil fermentasi, tempat berkumpulnya bendabenda asing yang ikut termkan oleh ternak. Didalam retikulum makanan yang dimakan oleh ternak mulai halus karena telah melewati rumen dan telah mengalami proses regurgitasi (pengunyahan kembali makanan) (Frandson, 1993). Menurut Soeharsono (2010) menyatakan bahwa saat cairan rumen pada bagian ventral lebih banyak sekitar digesta dan masuk kedalam digesta tersebut lalu bercampur dengan digesta yang lebih padat. Cairan yang berlebihan ini sebagian tumpah masuk retikulum dan membawa sejumlah makanan yang sudah hancur. Oleh karena itu retikulum umumnya lebih banyak mengandung cairan dan lebih sedikit bahan padat seperti pada rumen, dan butir-butir makanan menjadi lebih halus. Setelah hewan makan rumput kering (hay) dalam waktu lama, maka digesta akan berbentuk massa yang kompak dan berkumpul didalam kantung dorsal. Setiap kantung ventral berkontraksi, partikelpartikel makanan akan terdorong ke atas dan ketika sampai di batas rumen dengan retikulum, partikel tersebut tumpah ke retikulum. c.



Omasum Omasum sering juga disebut dengan perut buku, karena permukaannya



berbuku-buku. pH omasum berkisar antara 5,2 - 6,5. Dengan kapasitas 7-8%. Omasum merupakan lambung ketiga yang ditaburi lamina pada permukaannya



13



sehingga menambah luas permukaan tersebut. Papilla kecil yang berada di atas permukaan menambah luas permukaan 28 % (Lauwers, 1973). Omasum merupakan suatu organ yang terisi oleh lamina muskuler yang turun dari bagian dorsum atau bagian atap. Membran mukosa yang menutupi lamina, ditebari dengan papilla yang pendek dan tumpul yang akan menggiling hijauan atau serat - serat sebelum masuk ke abomasum (perut sejati). Soeharsono, dkk (2010) menyatakan bahwa kontraksi rumen dan retikulum mempengaruhi kontraksi omasum, sehingga omasum juga akan bergerak. Lubang antara retikulum dan omasum atau orificium reticulo omasi dan tiang-tiang omasum berkontraksi secara simultan, sehingga lubang reticulo omasal terbuka. Akan tetapi lubang ini agak tertutup oleh bagian ventral yang meninggi dan membentuk klep, sehingga bahan-bahan makanan yang belum halus kembali ke retikulum. Fungsi omasum diduga erat kaitanya degan absorpsi air. Kira-kira 48-55% air yang masuk kedalam omasum diabsorpsi dalam bagian ini, sedang bahan-bahan makanan yang masuk omasum mengandung sekitar 90-95% air. Menggiling partikel-partikel makanan, mengabsorpsi air bersama-sama menggiling partikelpartikel makanan, mengabsorpsi air bersama sama Na dan K (Hornicke, 1964 : Bost, 1970) dan mengabsorpsi asam lemak terbang dari aliran ingesta yang melalui omasum (Gray et al., 1954; Badawy et al., 1958; Johnston et al., 1961). 10 % dari asam lemak terbang yang dibentuk didalam retikulo rumen dan omasum diabsorpsi di dalam omasum (Leng, 1970). Ammonia yang diabsorpsi sangat sedikit dan hanya sekitar 25 % Na dan K dari keseluruhan yang masuk omasum diabsopsi. (Mc Donald, 1948; Dobson, 1958; Hyden, 1961; Warner dan Stacy, 1972). Epithelium omasum mensekresikan ion klorida sedangkan epithelium rumen mengabsopsinya (Harrsion, 1971). Omasum letaknya disebelah kanan rumen dan retikulum persis



14



pada posisi kaudal hati. Omasum hampir terisi penuh oleh lamina dengan papilla yang meruncing yang tersusun sedemikian rupa sehingga makanan digerakkan dari orifisium retikulo-omosal, di antara lamina dan menuju ke orifisium omasoabdomosal. Setiap lamina mengandung tiga lapis otot, termasuk suatu lapis sentral yang berhubungan dengan dinding otot dari omasum, serta suatu lapis mukosa muskularis yang terletak pada tiap sisi dari otot sentral. Dasar omasum seperti juga halnya lembaran-lembaran (lipatan-lipatan) ditutupi oleh epitel squamosa berstrata. Pada pertautan antara omasum dan abomasum terdapat suatu susunan lipatan membrana mukosa “Vela Terminalia” yang berperan sebagai katup untuk mencegah kembalinya bahan-bahan dari abomasum menuju ke omasum. d.



Abomasum Abomasum sering juga disebut dengan perut sejati. Fungsi abomasum



adalah untuk mencegah digesta yang ada di abomasum kembali ke omasum dan mengatur arus digesta dari abomasum ke duodenum. pH pada abomasum asam yaitu berkisar antara 2 - 4,1. Abomasum terletak dibagian kanan bawah dan jika kondisi tiba-tiba menjadi sangat asam, maka abomasum dapat berpindah kesebelah kiri. Terletak di dasar perut, dengan kapasitas 7-8%. Abomasum merupakan tempat pertama terjadinya pencernaan makanan secar kimiawi karena adanya sekresi getah lambung. Permukaan abomasum dilapisi oleh mukosa dan mukosa ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh enzim yang dihasilkan oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen dan sel parietal yang menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk pepsin. Sebagian besar proses pencernaan diselesaikan di abomasum yang disebut juga sebagai lambung sejati. Pemasukan bahan-bahan makanan (digesta) kedalam abomasum disebakan karena kontraksi-kontraksi omasum. Unsur-unsur penyusun berbagai nutrient



15



(asam amino, gula, asam lemak, dan sebagainya) dihasilkan disini melalui proses kerja cairan lambung terhadap bakteri dan protozoa yang diserap melalui dinding usus. Bahan-bahan yang tidak tercerna bergerak ke cecum dan usus besar kemudian disekresikan sebagai feses melalui anus (Blakely dan Bade, 1994). 3.



Usus Halus Usus halus (Intestinum Tenue), dalam usus terjadi pencernaan akhir, artinya



semua zat yang masih bermolekul ganda atau masih berantai panjang akan dirombak menjadi zat yang lebih sederhana yang umunya bermolekul tunggal. Zat ini baru akan diabsorpsi oleh usus. Dalam proses ini duodenum, jejenum, ileum mempunyai fungsi yang hampir sama. Sedikit perbedaan ialah pada jumlah kelenjar yang terdapat didalam bagian-bagian usus halus tersebut. Usus halus mengatur aliran ingesta ke dalam usus besar dengan gerakan peristaltic. Di dalam lumen, getah pancreas, getah usus dan empedu mengubah zat makanan dari hasil akhir fermentasi mikroba menjadi _onomer yang cocok yang diabsorpsi secar aktif atau secara difusi pasif, atau keduanya. Sejumlah enzim-enzim proteolitik seperti tripsinogen, kemotripsinogen, prokarboksi peptidase, aminopeptidase pada lumen usus menghidrolisa protein; lipase usus menghidrolisa lipid, dan amylase serta disakarida lainnya bekerja pada gula. a.



Duodenum Didalam duodenum berbagai zat makanan yang berbentuk “chyme”



dicampur dengan bahan-bahan yang berasal dari kelenjar pankreas dan empedu. Didalam duodenum terjadi proses netralisisasi asam lambung dan proses pengaturan keseimbangan air dengan elektrolit antara lumen usus dengan dinding sel usus sehingga absorbs Fe, Ca, glukosa, dan AA dapat terjadi dengan lancar (Soeharsono, 2010)



16



b.



Jejenum Soeharsono (2010) menyatakan bahwa jejenum mempunyai sifat khas yakni



“Lipatan-lipatan Kerkring” yang disebut valvulae conniventes. Bagian ini merupakan bagian terpenting dalam pasasi chime sepanjang usus, karena lipatan Kekring ini merupakan tonjolan halus (vili) yang dalam keadaan normal bergerak menyapu kea rah belakang. Di dalam jejenum, zat makanan dibuat homogen dan dicampur dengan enzim usus, sehingga zat makanan diserap lebih banyak. c.



Ileum Ileum mempunyai sifat lain yakni daya peristaltik yang kuat seperti gerakan



cacing dan membentuk segment-segment. Didalam ileum terjadi proses absorpsi vitamin B12, asam empedu, dan sisa-sisa asam amino dan lemak yang belum terserap. Bagian terakhir dari usus halus adalah ileum. Persambungannya dengan usus besar adalah pada osteum iliale (Soeharsono, 2010). 4.



Usus Besar (Large Intestine) Usus besar terdiri atas sekum, yang merupakan suatu kantung buntu dan



kolon yang terdiri atas bagian-bagian yang naik, mendatar dan turun. Bagian yang turun akan berakhir di rektum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada bagian kolon yang naik) dari satu spesies ke spesies yang lain, jauh lebih menonjol dibandingkan dengan pada usus halus. Kolon yang menurun, bergerak ke depan di antara dua lapis mesenteri yang menyangga usus halus. Lop proksimal (ansa proksimalis) terletak di antara sekum dan kolon spiral (ansa spiralis). Ansa spiralis itu tersusun dalam bentuk spiral. Bagian yang pertama membentuk spiral ke arah pusat lilitan (bersifat sentripetal) sedangkan bagian berikutnya membentuk spiral yang menjauhi pusat lilitan (sentrifugal). Bagian terakhir dari kolon yang naik yaitu ansa distalis, menghubungkan ansa spiralis dengan kolon transversal. Kolon



17



transversal menyilang dari kanan ke kiri dan berlanjut terus ke arah kaudal menuju ke rektum dan anus, bagian terminal dari saluran pencernaan. Makanan didalam usus besar ini sudah mengalami pembusukan dan sudah terjadi pembentukan feses. Yang selanjutnya akan dilanjutkan kedalam rektum dan akhirnya dikeluarkan melalui anus. 5.



Rektum Rektum adalah bagian akhir dari usus besar, dibagian ini feses akan



tersimpan sebelum dikeluarkan melalui anus. Menurut Frandson (1993) rektum merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rektum. Apabila feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rektum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik. Fungsi rektum adalah sebagai tempat pembuangan feses. Pada bagian rektum, makanan yang sudah di konsumsi oleh ternak sudah mengalami pengahancuran yang sempurna dan sudah tidak banyak mengandung banyak air.



18



3.2



Perkembangan Alat Pencernaan



Gambar 1. Lambung ruminansia terdiri atas empat ruangan yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Pada anak yang masih menyusu dua ruangan pertama yaitu rumen dan reticulum relative masih belum berkembang. Oleh karena itu, susu ketika mencapai lambung disalurkan melalui lipatan yang mirip tabung, yang dikenal dengan nama esophagus atau reticular groove, langsung ke ruangan ke tiga atau ke empat yaitu omasum dan abomasum. Setelah anak sapi atau domba mulai memakan makanan padat dua ruangan pertama yaitu retikulum dan rumen (reticulorumen) menjadi membesar, sampai pada hewan dewasa meliputi 85% kapasitas total lambung. Pada hewan dewasa, esofageal tidak berfungsi pada keadaan pemberian pakan normal. Oleh karena itu, baik air atau makanan akan lewat masuk ke retikulo-rumen. Akan tetapi, refleks penutupan tabung tersebut untuk membentuk saluran dapat dirangsang bahkan pada hewan dewasa, khususnya jka hewan tersebut diberikan minum lewat kran. Makanan akan diencerkan oleh sejumlah saliva encer, pertamatama selama makan dan sekali lagi selama pemamahan (ruminasi). Jumlah saliva yang dihasilkan per hari adalah 150 liter pada sapi dan 10 liter pada domba. Isi rumen rata-rata mengandung 850-930 g air/kg, akan tetapi sering kali berada dalam



19



dua fase yaitu fase cair di bagian bawah, dimana partikel makanan yang lebih halus akan tersuspensi, dan lapisan lebih atas yang lebih kering terdiri atas bahan padatan yang lebih kasar. Perombakan makanan sebagian dicapai melaui cara fisik dan



sebagian dengan cara kimia. Abomasum dan usus halus tempat makanan akan dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh hewan inang, dan hasil pencernaan akan diserap (Tillman, 1982). Gambar 2. Skematis hubungan fungsional organ cerna pada kambing (Aliran pakan ditunjukan oleh tanda panah di dalam kompartemen) Fungsi anatomik sistem cerna menurut posisinya terhadap diafragma dapat dikelompokan menjadi saluran cerna pradiagfragma dan pascadiagfragma (Cosatantinescu dan Contantinescu, 2010). Sistem cerna pradiagfragma mencakup mulut, bibir, lidah, gigi, platum, dan kelenjar ludah. Sistem cerna pascadiagfragma mencakup esophagus, retikulum, rumen, omasum, abomasum, usus halus, dan usus besar. Mastikasi (mengunyah) merupakan awal proses pencernaan pakan secara mekanis yang dilakukan dengan melemahkan struktur dan integritas sel bahan



20



pakan. Mastikasi melibatkan sitem gigi, terutama molar. Aktivasi ini disertai dengan proses hidrasi terhadap materi pakan dengan insalivasi. Insalivasi yang terjadi di dalam rongga mulut terjadi melalui sekresi saliva dari kelenjar parotid, kelenjar mandibular dan sublingual. Saliva pada ruminansia mengandung elektrolit, terutama ion bikarbonat (HCO3-), fosafat (HPO4 2-), K+ dan Na+ serta mucus dan bersifat basa dengan pH sekitar 8,2. Saliva pada ruminansia tidak mengandung enzim, namun fungsi hidratif terhadap bahan pakan oleh saliva sangat penting dalam proses pencernaan. Proses mastikasi dan insalivasi sangat bereran antara lain dalam: (a) Lubrikasi dan maserasi bahan pakan untuk memudahkan proses menelan dan meningkatkan konsumsi; (b) Meningkatkan areal permukaan partikel pakan untuk mempercepat proses kloniasi mikroba rumen; (c) Persiapan untuk hidrasi lanjutan oleh cairan dan enzim pencernaan; dan (d) Melepaskan sebagian komponen pakan yang mudah larut dari komponen pakan lain yang lebih sulit larut. Organ pradifragma lain yaitu pharynx dan esophagus berperan dalam proses deglutinasi yang merupakan reflex fisiologis yang terjadi setelah terbentuknya bolus. Deglutinasi bertujuan untuk mempersiapkan bolus sebelum ditelan. Proses ini diawali dengan menekankan lidah ke bagian pharynx (hardplate) di dalam rongga mulut. Esofagus pada kambing berfungsi dalam memobilisasi pakan baik kea rah cranial maupun caudal, berperan dalam mengeluarkan gas (eruktasi) dan regurgitasi untuk proses ruminasi. Proses ruminasi diawali dengan kontraksi gerakan antiperistaltik otot esophagus yang mendorong pakan di dalam retikulum kembali ke dalam rongga mulut (Lu et al, 2005). Organ cerna pascadiafragma terdiri dari lambung dengan beberapa segmen (rumen, retikulum, omasum, dan abomasum) dan usus (usus kecil dan usus besar)



21



(Kawas et al, 2012). Rumen dipisahkan dari retikulum yang berkapasitas 1-2 liter oleh esophageal groove. Kedua organ cerna ini (reticulo-rumen) merupakan oergan utama tempat terjadinya pencernaan fermentative aerobic yang dilakukan oleh populasi bakteri, fungi dan protozoa. Reticulo-rumen juga berfungsi sebagai organ absorbs dan sekaligus organ ereksi bagi produk hasil fermentasi. Retikulum juga berperan dalam menyalurkan pakan dari dalam rumen menuju omasum dengan melakukan kontraksi yang memiliki efek mencampur dan mendorong pakan. Omasum berperan dalam mengontrol homogenitas kandungan air dalam bahan pakan yang telah melalui proses degradasi yang mengalir dari reticulo-rumen ke abomasum (Constantinescu dan Constantinescu, 2010). Usus kecil yang terdiri dari segmen duodenum, jejenum dan ileum merupakan lokasi utama berlangsungnya proses pencernaan secara enzimatis setelah proses pencernaan fermentatif. Organ ini juga berperan penting dalam penyerapan nutrisi (protein, lemak, vitamin dan mineral) cepat. Pada ruminansia lain seperti sapi dan domba kapasitas usus besar yang terdiri dari sekum, kolon, dan rektum merupakan tempat utama terjadinya proses dehidrasi terhadap digesta yang mengalir dari usus kecil.



3.3



Sistem Enzim Ternak dari Muda Hingga Dewasa Pedet yang baru lahir dapat disebut pra-ruminansia, dimana struktur



pencernaannya memiliki empat perut yang sama seperti sapi dewasa tapi rumen secara signifikan lebih kecil daripada saat dewasa. Pada pedet bagian terbesar dari saluran pencernaan adalah abomasum (perut keempat), yang menyusun hampir 70% saluran pencernaannya. Pada titik ini sistem metabolisme pencernaan pedet yang belum sempurna memiliki fungsi yang sama dengan hewan monogastrik dan



22



masih sangat bergantung pada asupan dari pengganti susu atau susu sebagai sumber karbohidrat dan protein yang mudah dicerna. Saat dilahirkan abomasum ternak ruminansia muda berukuran 70% dari keseluruhan lambung majemuknya, sangat kontras dengan kondisi saat dewasa dimana abomasum hanya 8% dari total volume lambung majemuknya. Pada ruminansia muda, sistem digestinya mirip dengan sistem digesti monogastrik. Pada fase prerumiansia ini, pakan cair akan masuk melalui esophageal groove, satu lekukan sehingga makanan langsung masuk ke dalam abomasum tanpa melalui lambung depan (rumen, retikulum, omasum). Abomasum ini secara fisik dan biokimiawi mampu mencerna bahan pakan utama pedet yaitu susu. Pada masa preruminansia ini, abomasum mensekresi renin. Renin mempunyai kemampuan menjendalkan susu dan memisahkkannya menjadi kasein dan whey. Whey masuk ke dalam duodenum dalam 5 menit setelah minum susu, sementara kasein akan tetap berada di dalam abomasum (Lassiter, 2011). Tindakan mengisap oleh pedet menyebabkan lipatan otot berkembang di dinding rumen yang disebut alur retikuler atau esofagus. Saat pedet melakukan kegiatan mengisap saat makan alur esofagus mengirimkan susu langsung ke abomasum dimana dicerna paling efisien. Pada minggu-minggu pertama kehidupan, rennin adalah enzim yang dominan dalam sistem pencernaan pedet. Rennin memungkinkan pedet untuk secara efisien memanfaatkan protein dalam susu. Seiring perrumbuhan sapi maka pertumbuhan enzim pepsin pada pedet mulai dibentuk agar pedet mampu memanfaatkan sumber protein non-susu. Untuk alasan ini, pengganti susu yang mengandung protein non-susu sebaiknya tidak diberikan kepada pedet dalam tiga minggu pertama kehidupan. Selama tiga sampai empat minggu pertama, enzim laktase juga mendominasi, yang berarti pedet dapat secara



23



efektif memanfaatkan laktosa yang mana merupakan karbohidrat penting dalam susu. Pedet masih belum mampu memanfaatkan pati pada tahap ini (Huber, 2010). Renin merupakan enzim proteolitik dan bertanggung jawab terhadap pemecahan jendalan susu tersebut pada pedet yang berumur sangat muda sebelum enzim tersebut digantikan oleh pepsin. Substrat kasein mengalami degradasi secara bertahap oleh renin dan atau pepsin serta asam klorida dan secara partial perncernaan protein ini akan berlangsung selama 24 jam. Setelah masuk ke dalam intestinum maka enzim yang lain akan berperan untuk mencerna bahan pakan tersebut. Menurut Huber (2010) enzim-enzim seperti tripsin, kimotripsin dan karbopeptidase yang disekresikan oleh pankreas serta peptidase lain yang disekresi intestinum kemudian bahan pakan telah menjadi asam amino akan dilanjutkan dengan absorpsi di dalam usus halus. Pergantian renin oleh pepsin secara gradual di dalam abomasum terjadi dengan semakin dewasanya pedet. Aktifitas renin mencapai puncaknya pada pH 4, sedangkan optimum pH pepsin adalah 2. Walaupun sudah ada, aktifitas pepsin sangat rendah hingga pedet berumur 3 minggu. Setelah itu terjadi peningkatan pepsin karena pedet juga mulai mengkonsumsi pakan selain susu. Sebelum pedet dapat mencerna nonmilk protein (tanaman, hewani atau ikan), cairan abomasum harus mencapai pH 2 agar pepsin dapat berfungsi secara optimal. Fase transisi (periode yang mencakup pergerakan dari pra-ruminansia ke fase ruminansia) terjadi antara usia empat dan delapan minggu, ketika rumen mulai mengambil alih pencernaan utama pakan. Ketika pedet mengkonsumsi konsentrat air dan starter, fermentasi bakteri dimulai di rumen. Ini menghasilkan sejumlah besar Volatile Fatty Acids (VFAs) dalam bentuk asetat, butirat dan propionat.



24



Produksi VFA ini bertanggung jawab untuk pengembangan rumen yang cepat (Arora, 2005). Pencernaan pakan dibantu oleh sekresi bahan kimia tertentu yang disebut enzim ke berbagai bagian usus. Misalnya, pedet menghasilkan enzim rennin di dinding abomasal untuk membantu pencernaan protein susu, sementara laktase diproduksi di dinding duodenum untuk pencernaan gula susu (laktosa). Enzim ini beroperasi paling efektif pada kadar keasaman yang berbeda dalam kandungan usus: asam dalam abomasum dan basa dalam duodenum. Untuk mencapai hal ini, betis mengeluarkan elektrolit, atau garam mineral, dengan enzim, untuk mengubah isi usus dari satu jenis ke jenis lainnya. Pencernaan saat sapi dewasa atau memasuki fase ruminansia didasarkan pada fungsi rumen, di mana mikroorganisme mengubah karbohidrat, protein dan semua zat fermentasi lainnya menjadi asam lemak terbang (VFA), amonia, metana, karbon dioksida dan protein mikroba. Fase ruminansia dimulai pada usia sekitar enam sampai delapan minggu, dalam titik ini pakan kering adalah satu-satunya sumber energi dan rumen menyumbang sekitar 70% dari seluruh kompartemen perut. Pedet biasanya memiliki perkembangan rumen penuh pada usia 12 minggu dan kemampuannya untuk makan dan mencerna makanan kering biasanya kurang lebih sama dengan hewan dewasa. Untuk aktifitas-aktifitas enzim yang terjadi selama pertumbuhan pencernaan ruminansia diantaranya yaitu : A.



Laktase Laktosa adalah sumber nutrisi utama pada bayi ruminansia. Laktosa harus



dipecah menjadi glukosa dan galaktosa agar dapat diabsorpsi dan dimanfaatkan tubuh. Laktase adalah enzim yang disekresi sel-sel mukosa intestinal dan berperan dalam menghidrolisa atau memecah laktosa. Laktase tersedia cukup di dalam



25



intestinal ruminansia yang baru lahir. Neonatal ruminansia umur 1 hari mempunyai laktase dengan derajat aktifitas maksimal pada mukosa intestinal. Aktifitas laktase ini akan semakin menurun dengan bertambahnya umur anak ruminansia, hingga pada akhirnya tidak berperan sama sekali. Penurunan ini mungkin dipengaruhi oleh faktor genetik dan atau hormonal. B.



Maltase Maltase adalah enzim yang dapat mencerna amilosa menjadi maltosa.



Neonatal ruminansia hampir tidak mempunyai enzim maltase. Baru pada umur 7 hari, mulai ditemukan aktifitas enzim ini, itupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Berdasarkan kadar gula darah pasca mengkonsumsi pakan, digesti sumber gula pada saluran pencernaan bagian belakang rumen pedet sangat rendah dibandingkan digesti laktosa. Oleh karena rendahnya kadar atau aktifitas amilase dan maltase pada pedet maka ini berarti hampir tidak ada aktifitas pencernan sumber gula. C.



Sukrase Pedet hampir tidak mempunyai aktifitas enzim sukrase saat lahir dan



berkembang sedikit sekali dengan bertambahnya umur. Hal ini sangat berbeda dengan babi, dimana terjadi perkembangan aktifitas sukrase 2-3 minggu setelah lahir dan sangat efisien untuk mencerna sukrosa. Pada pedet preruminansia, sudah mulai terdapat aktifitas sukrosa oleh mikroba intestinal, tapi penggunaan lebih lanjut dari hasil digesti tersebut masih belum banyak diketahui (Tri Akoso, 2008).



26



IV KESIMPULAN



Berdasarkan makalah yang telah disusun dapat disimpulkan bahwa : 1.



Organ pencernaan pada ternak ruminansia terdiri atas 4 bagian penting, yaitu mulut, lambung, usus halus, dan organ pencernaan bagian belakang. Lambung ternak ruminansia terdiri atas 4 bagian yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasums. Saluran pencernaan dimulai dari mulut, oeshopagus, rumen, reticulum, omasum, abomasums usus halus, usus besar, rectum, dan berakhir pada saluran anus.



2.



Anak yang masih menyusu dua ruangan pertama yaitu rumen dan reticulum relative masih belum berkembang. Setelah anak sapi atau domba mulai memakan makanan padat dua ruangan pertama yaitu retikulum dan rumen (reticulorumen) menjadi membesar, sampai pada hewan dewasa meliputi 85% kapasitas total lambung



3.



Perkembangan sistem enzim pada ruminansia semakin berkembang sesuai dengan pertambahan umur ternak. Pada pedet terdapat enzim renin yang disekresikan dan setelah dewasa akan digantikan oleh enzim tripsin. Pada ternak muda relatif tidak terdapat aktivitas enzim sukrase.



27



DAFTAR PUSTAKA



Arora, S. P. 2005. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gajah Mada University Press : Yogyakarta. Arora, SP., Hatfield, E.E. Garrigus, U.S., Lohman, T.G dan Doane, B.B. 1969. Zinc-65 uptake by rumen tissue. J. Nutr. 97:25-28. Arora. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Diterjemahkan oleh R. Badawy, A.M., Campbell, R.M., Cuthberton, D.P. dan Mackei, W. 1958. Further studies on the changing composition of the digesta along the alimentary tract of the sheep.2. Volatile fatty acid and energy relative to lignin. Br. J.Nutr. 12:284-90,391-403 Bayley, C.B. 1961. Saliva secretion and its relation to feeding in cattle.3. The rate of secretion of mixed saliva in the cow during eating, with an estimate of the magnitude of the total daily secretion of mixed saliva.Br.J.Nutr.15:443-45 Blakely, J. dan H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Gajah Mada. Press. Yogyakarta. Bost, J. 1970. Omasal Physiology. In Physiology of Digestion and Metabolism in Ruminant. (Ed.) A.T. Phillipson.pp.52-65. Oriel Press, New Castle Upon Tyne, London. Campbell, N.A, J.B. Reece and L.G. Mitchell. 2003. Biologi. Alih Bahasa : L. Constantinescu. G. M dan I. A. Constantinescu. 2010. Funcional Anatomy of the Goat. In: Soaliman SG editor. Goat Science and Production. WileyBlackwell. 425 p. Darmono. 2005. Tatalaksana Usaha Sapi Kareman. Yogyakarta, Kanisius Defaunasi, Reduksi Emisi Methan dan Stimulasi Pertumbuhan Mikroba pada Ternak Ruminansia”. Disertasi. Program Pascasarjana. Institute Pertanian Bogor. Jawa Barat. Erwanto. 1995. “Optimalisasi Sistem Fermentasi Rumen melalui Suplementasi S. Frandson, R.D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.



28



____________. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.



Gray, Y.V., Pilgrim, A.F. dan Weller, R.A. 1953. Conversion of plant nitrogent to microbial nitrogen in the rumen of the sheep. Nature, Lond.172:347. Harrison, F.A. 1971. Peilosophical Transaction of the Royal Society. London. 13262:301-305. Huber, J.T., Hartman, P.A., Jacorson, N.L., Allen, R.S. 2010. Digestive Enzyme Activity in the Young Calf. J. Dairy Sci. 41:743. Johnston, R.P., Kosler, E.M. dan Mc Carthy, R.D. 1961. Absorption of organic acids from the omasum. J.Dairy Sci. 44:331-39. Kawas. J. R., O. G. Mahgoub and C. D. Lu. 2012. Nutrition of the Meat Goat. In: Mahgoub, O., I. T. Kadim and E. C. Webb. Editors. Goat Meat Production and Quality. CABI. P. 161-195. Kay, M., Fell, B.F. dan Boyne, R. 1969. The relationship between the acidity of the rumen contents and ruminitis in calves fed on barley. Res. Vet. Sci.10 : 18187. Lassiter, C.A., Fries, G.F., Huffman, C.F., Duncan, C.W. 2011. Effect of Pepsin on the Growth Health of Young Dairy Calves Fed Various Milk-Replacer Rations. J. Dairy Sci. 42:666. Lauwers,H.1973. Morfologische bijdrage totde Kennis vanhet resorberand Vermogen Van runder voormagen. Procfaschrift Rijksuniversitit, Gent. Leng,R.A. 1970.A. Glucose synthesis in in ruminants. Adv.vet.Sci. 14:209-60. Lu, C. D., J. R. Kawas and O. G. Mahgoub. 2005. Fibre Digestion and Utilization in Goats. Small Rumin Res. 60:45-52. McDonald, I.W. 1948. Absorption of ammonia from the rumen of the sheep. Biochem.J.42:584-87. Praseno, K., Isroli., dan B. Sudarmoyo. 2003. Fisiologi Ternak. Semarang, Proyek Semique. Soeharsono. 2010. Fisiologi Ternak. Widya Padjajaran. Bandung.



29



Tillman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprojo., S. Prawirokusumo., and S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Tri Akoso. 2008. Sistem Digesti Ruminansia. Departemen Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Wilson, A.D. dan Tribe, D.E. 1963. The effect of diet on the secretion of parotid saliva by sheep. Aust. J. agric. Res. 14:670-79.