Makalah Suku Dayak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN



KEPERAWATAN TRANSKURTURAL DALAM BUDAYA DAYAK Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan Dosen Pembimbing : Yoga Pramana, S.kep., Ns. M. OR



Disusun Oleh: KELOMPOK 4



1. Audri Oktaviarni (I1032161032) 2. Nada Putri Utami (I1032161023) 3. Utari Handayani (I1032161008) 4. Maria Olyvia Serena (I1032161007)



FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN APK UNIVERSITAS TANJUNGPURA TAHUN AJARAN 2016/2017



Kata Pengantar



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah “Keperawatan Transkurtural dalam Budaya Dayak” ini dengan sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak Yoga Pramana, S.kep., Ns. M. OR selaku Dosen koordinator dan pembimbing mata kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keperawtan serta kepada seluruh anggota kelompok yang telah memberikan sumbangan dalam pencarian materi maupun pikirannya. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Keperawatan Lintas Budaya tersebut. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan, kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.



Pontianak, Maret 2017



Penyusun



i



DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .....................................................................................................



i



DAF TAR ISI ...................................................................................................................



ii



BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................



iii



A. Latar Belakang ..................................................................................................



iii



B. Rumusan Masalah .............................................................................................



iv



C. Tujuan Penulisan ..............................................................................................



v



D. Manfaat Penulisan .............................................................................................



v



BAB II. PEMBAHASAN........................................ .........................................................



1



1. Pengertian Keperawatan Transkultural............................................................... 1 A. Konsep dalam Keperawatan Transkurtural................................................... 2 B. Asuhan praktik keperawatan......................................................................... 3 C. Dampak Budaya Pada Praktik Keperawatan................................................. 5 D. Konteks Keperawatan Transkurtural pada Suku Dayak................................ 6 1) Sejarah Perkembangan............................................................................. 6 2) Suku Dayak............................................................................................. 8 3) Sistem Religi........................................................................................... 10 4) Adat Istiadat Suku Dayak......................................................................



10



5) Macam-macam Suku Dayak...................................................................



12



E. Pengkajian Keperawatan Transkurtural pada Suku Dayak Kanayatn..........



14



BAB III PENUTUP ..........................................................................................................



15



1. Kesimpulan .......................................................................................................



15



2. Saran .................................................................................................................



15



DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha theory, grand theory, midle range theory dan practice theory. Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah Transcultural Nursing Theory (Pratiwi, 2011). Teori yang berasal dari disiplin ilmu antropologi yang kemudian dikembangkan dalam konteks keperawatan. Konsep keperawatan didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilainilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara kesatuan republik indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan. Kebudayaan adalah salah satu aset penting bagi sebuah Negara berkembang, kebudayaan tersebut untuk sarana pendekatan sosial, simbol karya daerah, asset kas daerah dengan menjadikannya tempat wisata, karya ilmiah dan lain sebagainya. Dalam hal ini suku Dayak Kalimantan yang mengedepankan budaya leluhurnya, sehingga kebudayaan tersebut sebagai ritual ibadah mereka dalam menyembah sang pencipta yang dilatarbelakangi kepercayaan tradisional yang disebut Kaharingan. Umumnya, Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku dan memiliki adat istiadat budaya yang berbeda, yang menjadikan Negara iii



Indonesia yang unik yang memiliki keanekaragaman adat istiadat, tradisi, dan budaya. Keragaman suku bangsa di Indonesia menyebabkan kebudayaan dan tradisi yang berbeda di tiap daerah. Salah satu dari ribuan suku yang ada di Indonesia, suku Dayak terkenal sebagai salah satu suku asli di pulau Kalimantan. Secara Khusus, kata Dayak dalam bahasa lokal Kalimantan diartikan sebagai orang yang tinggal di hulu sungai, hal ini mengacu kepada tempat tinggal mereka yang berada di hulu sungai-sungai besar di Kalimantan. Suku Dayak merupakan sebutan untuk orang bukit dan pesisir pantai. Suku bangsa dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yaitu: Apokayan (Kenyah-kayan-bahau), OtDanun- Ngaju, Iban, Murut, Klematan dan Punan. Rumpun Dayak punan merupakan suku dayak yang paling tua mendiami pulau Kalimantan, sementara rumpun dayak yang lain merupakan hasil asimilasi antara dayak punan dan kelompok proto melayu (Nenek moyang suku Dayak yang berasal dari Yunnan). Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub etnis. Meskipun terbagi dalam ratusan sub etnis, semua etnis Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu sub suku di Kalimantan dapat dimasukkan kedalam kelompok Dayak. Ciri tersebut adalah rumah panjang, hasil material seperti tembikar, mandau, sumpit, beliong (kapak dayak), pandangan terhadap alam mata pencaharian (sistem perladangan) dan seni tari. Suku Dayak mendiami seluruh provinsi di pulau Kalimantan, salah satunya di provinsi Kalimantan Barat. Masyarakat suku Dayak berbeda dari jumlah persepsi yang masih mewarnai titik pandang orang luar terhadap mereka, ternyata memiliki nilai leluhur yang menuntun mereka untuk bertahan di tengah perubahan zaman. 2. Rumusan Masalah Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana pengertian Keperawatan Transkurtural?



iv



2. Bagaimana Faktor sosial budaya dalam suku bangsa dalam keperawatan transkultural? 3. Bagaimana Konteks Keperawatan Transkurtural dalam suku Dayak 4. Pengkajian Keperawatan Transkurtural dalam suku Dayak Kanayatn



3. Tujuan Penulisan -



Membantu individu/keluarga dengan budaya yang berbeda-beda untuk mampu memahami kebutuhannya terhadap asuhan keperawatan dan kesehatan.



-



Membantu perawat dalam mengambil keputusan selama pemberian asuhan keperawatan pada individu/keluarga melalui pengkajian gaya hidup, keyakinan tentang kesehatan dan praktik kesehatan klien dalam lintas budaya.



-



Mendasari Asuhan keperawatan yang relevan dengan budaya dan sensitif terhadap kebutuhan klien akan menurunkan kemungkinan stres dan konflik karena kesalahpahaman budaya.



4. Manfaat Penulisan Pengakajian tentang budaya klien merupakan pengkajian yang sisrematik dan komprehensif dari nilai-nilai pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik individual, keluarga, komunitas. Adapun manfaat dari pengkajian budaya adalah untuk mendapatkan informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat menerapkan kesamaan budaya. Perawat dalam melakukan pengkajian terhadap kebudayaan klien dimulai dari menentukan warisan kultural budaya klien, latar belakang organisasi sosial, dan keterampilan bahasa serta menayakan penyebab penyakit atau masalah untuk mengetahui klien mendapatkan pengobatan rakyat secara tradisional baik secara ilmiah maupun mesogisoreligus atau kata ramah, suci



untuk mencegah dan mengatasi



penyakit. Hal



ini



dilakukan



untuk



pemenuhan kompoen pengakajian budaya untuk menyediakan informasi yang berguna



dalam



mengumpulkan



v



data



kebudayaan



klien.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Keperawatan Transkultural Keperawatan transkurtural adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Tujuan dari keperawatan transkurtural adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan pemahaman keperawatan trasnkurtural untuk meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan. Kebudayaan adalah salah satu asset penting bagi sebuah Negara berkembang, kebudayaan tersebut untuk sarana pendekatan sosial, simbol karya daerah, asset kas daerah dengan menjadikannya tempat wisata, karya ilmiah dan lain sebagainya. Dalam hal ini suku Dayak Kalimantan mengedepankan budaya leluhur sehingga kebudayaan tersebut dijadikan sebagai ritual ibadah mereka dalam menyembah sang pencipta yang dilatarbelakangi kepercayaan tradisional yang disebut Kaharingan Bangsa Indonesia tidak lepas dari proses moderenisasi dalam rangka mngisi cita-cita kemerdekaan, hal ini berarti bangsa Indonesia harus dapat mengikuti gerak moderenisasi. Salah satunya adalah pemahaman antar negara atau antar etnik. Pemahaman budaya terhadap budaya lain akan menimbulkan pemahaman budaya yang bearti pemahaman terhadap jiwa bangsa lain atau etnik lain. Perkembangan sejarah kebudayaan merupakan suatu suku bangsa yang tidak terlepas dari pada nilai yang hidup di dalam suku bangsa tersebut. Selain nilainilai yang hidup dan berkembang bagi suku bangsa tersebut bersumber dari gagasan vitalnya juga sangat di pengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.



6



2.1.1 Konsep dalam Keperawatan Transkurtural 1) Budaya Yang dinamakan budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan. Sesuatu yang kompleks yang mengandung pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan lain yang merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota komunitas setempat. Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dan sebuah rencana untuk melakukan kegiatan tertentu 2) Nilai budaya Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan. 3) Perbedaan budaya Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang mebghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi. 4) Etnosentris Persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. 5) Etnis Etnik adalah seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu (kelompok etnik). Etnis Berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. 6) Ras Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia. Ras merupakan sistem pengklasifikasian manusia berdasarkan karakteristik fisik, pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh dan



7



bentuk kepala. Ada tiga jenis ras yang umumnya dikenal, yaitu Kaukasoid, Negroid, Mongoloid. 7) Etnografi Ilmu yang mempelajari budaya, dengan pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya. 8) Cultural Care Berkenaan



dengan



kemampuan



kognitif



untuk



mengetahui



nilai,



kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk membimbing, mendukung atau



memberi



kesempatan



individu,



keluarga



atau



kelompok



untuk



mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai. 9) Cultural Imposition Berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain. 2.1.4 Sejarah Perkembangan. Orang yang di sebut dayak itu hanyalah ada di Kalimantan, sedang kenapa mereka di sebut dayak atau orang dayak dalam bahasa Kalimantan secara umum berarti orang pedalaman yang jauh dan terlepas dari kehidupan kota. Dulunya memang begitu dimana ada perkampungan suku dayak. Mereka selalu berpindah kesatu daerah lain, jika dimana mereka tinggal ada orang dari suku lain juga tinggal atau membuka perkampungan di dekat wilayah tinggal mereka di sebut “Dayak” berate tidaklah hanya satu suku, melainkan bermacam macam seperti suku dayak Kenyah, suku dayak Hiban, suku dayak Tunjung, suku dayak Bahau, suku dayak Benua, dayak Basaf, dan dayak Punanyg di sertai puluhan “Uma” (anak suku) dan terbesar di berbagai wilayah kalimantan.



8



2.1.2 Asuhan praktik keperawatan Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991). Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan.Perkembangan



teori



keperawatan



terbagi



menjadi



4



level



perkembangan yaitu metha theory, grand theory, middlerange theory dan practice theory. Salah satu teori yang diungkapkan pada middle range theory adalah Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi



dan



dikembangkan



dalam



konteks



keperawatan.



Teori



ini



menjabarkan konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang



9



dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan. Cara 1: Mempertahankan



Budaya. Mempertahankan budaya dilakukan



bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi. Cara 2: Negosiasi Budaya. Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain. Cara 3: Restrukturisasi Budaya. Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya



yang



dimiliki



merugikan



status



kesehatan.



Perawat



berupaya



merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.



2.1.3 Dampak Budaya Pada Praktik Keperawatan Saat ini perawat menyadari bahwa kesadaran perbedaan budaya di perawatan kesehatan mereka sangat penting untuk praktek mereka. Harapan peran perawat bahkan mungkin bervariasi dari satu budaya ke budaya. Pandangan Navajo culture perawat yang umum adalah bahwa mereka memperlakukan orang secara setara, cenderung pasif, dan mengambil arah dari dokter. Pasien ini merasa bebas untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan dari perawat mereka tidak akan meminta pelayanan dari dokter. Merawat klien dengan beragam budaya membuat perawat dengan banyak tantangan. Perawat harus peka terhadap perbedaan seperti bahasa, interpretasi komunikasi, norma-norma kontak mata, isu-isu gender, sentuhan dan kontak fisik. Ketika pasien bertentangan dengan perawat sehubungan dengan agama dan spiritualitas perawat harus menimbulkan jawaban



10



mereka untuk seperti situasi di sebuah cara holistik. Efektif keperawatan praktek mengakui bahwa ada kebutuhan untuk mengadopsi nonjudgmental sikap ke arah pasien, keyakinan agama dalam rangka untuk menghindari konflik dan bentrokan. Hal penting yang dilakukan seperti mengelola keragaman budaya pada tenaga kerja untuk manajer dari perawat untuk pendekatan setiap staf orang sebagai seorang individu ketika mengarahkan beragam penyedia pelayanan kesehatan tim pekerja. Anggota, staf seperti klien, dapat beragam dalam nilainilai, keyakinan, dan tingkah laku. Tapi yang mereka lakukan punya banyak halhal di umum. Mereka ingin berhasil dalam pekerjaan mereka dan menjadi manajer memegang kunci untuk mengekspos potensi penuh dari setiap orang staf dan harus secara terbuka mendukung kontribusi dan kompetensi anggota staf dari semua kelompok-kelompok budaya.



2.1.5 Konteks Keperawatan Transkurtural pada Suku Dayak 1) Nilai-nilai dan budaya yang dianut Pada masyarakat tradisional suku Dayak dikenal pula dengan keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan “Kaharingan” yang berarti “kehidupan” kepercayaan dan pemujaan terhadap roh leluhurnya dengan kepercayaan itu maka suku Dayak bisa melihat pertanda dari kejadian alam, ataupun tindak perilaku binatang. Istilah Dayak sebagai nilai dan makna secara individu atau kelompok mengarah pula kepada konsep nilai dan kepribadiannya secara ideal. Ada empat kata sifat yang dominan mempengaruhi kepribadian manusia Dayak yaitu : 1. Mamut : berarti berjiwa kepahlawanan, 2. Menteng : artinya perkasa, 3. Ureh : gagah, 4. Dan mameh : yang mempunyai arti nekat atau tanggap tanpa pikir panjang. Bahasa suku Dayak menggunakan bahasa Indonesia , bahasa Maanyan , dan bahasa Ngaju sebagai bahasa yang digunakan dalam kesehariannya. Orang Dayak di Kalimantan khususnya Dayak yang berada di Kalimantan Barat, Timur, Selatan dan Utara hampir semuanya mengerti bahasa Ot-Danum atau Dohoi,



11



sedangkan orang Dayak Kalimantan Tengah dan Selatan sebagai bahasa perantaraan umumnya adalah bahasa Dayak Ngaju yang juga disebut bahasa Kapuas. Tiap-tiap suku Dayak di Kalimantan memiliki bahasa daerah sendirisendiri dengan dialek satu dengan lainnya berbeda, misalnya bahasa Ot-Danum kebanyakan memakai huruf “o” dan “a” tetapi bahasa Dayak Ngajuk banyak memakai “e” dan “a”. Suku Dayak sebagian besar beranggapan bahwa ibu hamil harus banyak makan, alasan masyarakat karena makanan tersebut untuk dua orang yaitu ibu dan bayinya Kepercayaan masyarakat Suku Dayak Sanggau pada saat hamil meliputi pantangan dan anjuran. Pantangan yang dilakukan masyarakat yang berhubungan dengan ibu hamil meliputi pantang makan dan pantang perbuatan. Pantangan makan pada saat hamil menurut masyarakat Suku Dayak Sanggau tidak terlalu banyak mereka hanya melarang ibu hamil untuk tidak makan daging binatang yang hidup didalam lobang seperti trenggiling, daging ular dan daging labi-labi (sejenis kura-kura) dengan alasan takut kalau melahirkan akan susah keluar (persalinan macet). Keyakinan tersebut didapat secara turun temurun dan harus ditaati agar tidak terkena badi (kualat atau dampak melanggar pantang) perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh suami maupun istri yang sedang hamil Ibu yang baru melahirkan dipantang untuk tidak makan daging, telur, ikan, sayuran yang bersifat dingin seperti labu air, timun, perenggi(waluh), dan sayuran berbumbu, lamanya pantangan tergantung dari jenis makanannya seperti: daging rusa selama tiga bulan, daging ayam selama satu bulan, daging babi selama delapan hari, daging sapi satu bulan, telur satu bulan, sayuran yang bersifat dingin juga satu bulan dan sayuran berbumbu satu bulan. Jika dilanggar maka bayi dan ibu akan terkena badi, karena ibu yang habis melahirkan badannya bersifat dingin dan jika dimakan maka akan sakit. 1.1)



Adat Istiadat Suku Dayak



Di bawah ini ada beberapa adat istiadat suku dayak yang masih terpelihara hingga kini, dan dunia supranatural Suku Dayak pada zaman dahulu maupun zaman sekarang yang masih kuat sampai sekarang. Adat istiadat ini merupakan



12



salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, karena pada awal mulanya Suku Dayak berasal dari pedalaman Kalimantan. a) Upacara Tiwah Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia. Wujud dan pelaksanaan upacara tiwah Tiwah upacara kematian pada masyarakat dayak ngaju di kalimantan tengah pada orang dayak ngaju mengenal dunia akhirat memiliki tingkatan tertentu yakni bila orang baru meninggal dunia maka arwahnya (dalam bahasa ngaju disebut liau/liaw) untuk sementara waktu menatap pada suatu tempat yang diberi nama bukit pasahan raung. Kemudian setelah keluarga dari orang yang meninggal



ini



melaksanakan



upacara



kedua



(tiwah)



yang



bertujuan



menyempurnakan dan menghantarkan arwah ke alam barkah yang dianggap serba indah dan sempurna, barulah arwah dapat masuk ke alam tertinggi yang mereka beri nama lewu liaw atau lewu tatau. Dikalangan orang ngaju ada kepercayaan bahwa orang roh orang yang sudah meninggal yang belum dibuatkan upacara tiwah, maka roh ini dapat mengganggu manusia yang masih hidup, terutama orang-orang yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan orang yang meninggal tadi. Berkenaan dengan kepercayaan diatas orang gaju dan orang dayak pada umumnya mengenal 3 tingkatan, yakni: pertama jenasah orang yang baru meninggal akan dibuatkan upacara dan tempat pemakaman sementara, kedua upacara memberi makan arwah, karena arwah masih dianggap berada disekitar tempat tinggal manusia sebelum upacara pemakaman kedua, masa ini dapat berlangsung 1 sampai 5 tahun, ketiga upacara pemakaman kedua, dimana tulang belulang orang yang meninggal digali atau dikumpulkan lagi dan melalui serangkaian upacara jenasah ditempatkan pada pemakaman yang tetap



13



b) Dunia Supranatural Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.Mangkok merah. Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. “Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya. Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan, sebelum diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber “Tariu” ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu. Orang-orang yang sudah dirasuki roh para leluhur akan menjadi manusia dan bukan. Sehingga biasanya darah, hati korban yang dibunuh akan dimakan. Jika tidak dalam suasana perang tidak pernah orang Dayak makan manusia. Kepala dipenggal, dikuliti dan di simpan untuk keperluan upacara adat. Meminum darah dan memakan hati itu, maka kekuatan magis akan bertambah. Makin banyak musuh dibunuh maka orang tersebut makin sakti. 14



Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk bundar segera dibuat. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan keberanian (ada yang mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh (ada yang mengatakan bisa diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan. Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus dengan kain merah. Menurut cerita turun-temurun mangkok merah pertama beredar ketika perang melawan Jepang dulu. Lalu terjadi lagi ketika pengusiran orang Tionghoa dari daerah-daerah Dayak pada tahun 1967. Pengusiran Dayak terhadap orang Tionghoa bukannya perang antar etnis tetapi lebih banyak muatan politisnya. Sebab saat itu Indonesia sedang konfrontasi dengan Malaysia. Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan “Palangka Bulau” (Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan “Ancak atau Kalangkang”). Dari wawancara yang di lakukan, klien fasih menggunakan bahasa indonesia namun menurut hasil wawancara klien masih menggunakan bahasa dayak dalam berkomunikasi antar keluarga, Dalam kepercayaan klien masih mempercayai tradisi di adat dayak tersebut, namun sedikit berkurang karena keluarga klien yang juga sudah tinggal di pontianak.



15



2) Social dan keluarga 2.1)



Pada kurun waktu abad 20, secara keseluruhan suku dayak ini tidak



mengenal agama Kristen dan islam. Yang ada pada mereka hanyalah kepercayaan pada leluhur, binatang- binatang, batu batuan, serta isyarat alam pembawa kepercayaan hindu kuno. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari mereka mempercayai berbagai pantangan yang tandanya di berikan oleh alam. Pantangan dalam kehidupan masyarakat dayak ada 2, yaitu pantangan yang membawa kebebasan sehingga populasi mereka bertambah banyak dan ada pula pantangan berakibat populasi mereka semakin sedikit dan kini malah makin punah. Pantagan ini membuat mereka selalu hidup tak tenang dan selalu berpindah-pindah. Sehingga kehidupan mereka tidak pernah maju bahkan cenderung tambah primitif. Misalnya suku dayak punan, suku yang satu ini sulit berkomunikasi dengan masyarakat umum. Kebanyakan mereka tinggal di hutan lebat, di dalam goa di dalam batu dan pegunungan yang sulit di jangkau. Sebenarnya hal tersebut bukanlah kelahan mereka. Namun demikian hal ini sebenarnya adalah kesalahan dari leluhur mereka. Leluhur mereka asal usulnya datang dari negeri yang bernama “Yunan” sebuah daerah dari daratan cina. Mereka berasal dari keluarga salah satu kerajaan cina yang kalah berperang yang kemudian lari bersama perahu mereka, sehingga sampai ke tanah pulau Kalimantan. Karena merasa aman, mereks lalu menetap di daratan tersebut. Walaupun demikian, mungkin akibat trauma peperangan, mereka takut dengan kelompok masyarakat manapun. Mereka kuatir pembantaian dan peperangan terulang kembali sehingga mereka bias habis atau punah tak bersisa. Karena itulah para leluhur mereka dilakukan pelarangan dan pantangan bertemu dengan orang yang bukan dari kalangan mereka. Pada abad ke13 daratan cina penuh dengan pertikaian dan peperangan antara raja-raja yang berkuasa untuk menentukan salah satu kerajaan besar yang menguasai seluruh daratan cina. Karena saling tidak mengalah, maka terjadilah peperangan sesame mereka untuk menentukan kerajaan mana yang paling besar dan menguasai seluruh daratan cina itu, namun seiring perkembangan zaman,



16



kebudayaan dayak juga mengalami penggeseran salah satu dusun suku dayak terdapat di Nanga Nyabo, tepatnya di Kapuas Hulu. Pada zaman dahulu, disini masih lengket dengan kebudayaan asli, dari rumah tinggal, perilaku, hokum adat hingga busana sehari-hari. Daerah sini hamper sama dengan daerah lainnya di pulau Kalimantan. Yang unik adalah mereka masih tinggal dirumah Betang. Rumah Betang merupakan rumah adat asli suku Dayak. Rumah Betang tak jauh berbeda dengan rumah panggung, rumah Betang terlihat berupa bangunan tinggi dari permukaan tanah. Konon, hal ini dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni, seperti menghindari musuh yang dating tibatiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang melanda. Sebuah rumah betang bias ditinggali oleh beberapa keluarga. Karena struktur bangunan yang memanjang dan luas. Namun, banyak juga dari mereka yang memilih untuk tinggal sekeluarga saja. Adapula adat perkawinan dalam suku dayak, antara lain: Perkawinan Yang Boleh Dilakukan Dalam Keluarga Paling Dekat : 1. Antara saudara sepupu dua kali. Perkawinan antara gadis dan bujang bersaudara sepupu derajat kedua (hajenan), yaitu sepupu dan kakek yang bersaudara. 2. Sistem endogami (perkawinan yang ideal), yaitu perkawinan dengan sesama suku dan masih ada hubungan keluarga. Perkawinan Yang Dilarang : 1. Incest / Salahoroi, anak dengan orangtua. 2. Patri parallel – cousin, perkawinan antara dua sepupu yang ayah-ayahnya bersaudara sekandung. 3. Perkawinan antara generasi-generasi yang berbeda (contoh : tante + ponakan).  Pola Kehidupan Setelah Menikah : 1. Pola matrilokal, suami mengikuti pihak keluarga istri, 2. Pola neolokal, terpisah dari keluarga kedua belah pihak. Ketika Huma Betang (longhouse) masih dipertahankan, keluarga baru harus



17



menambah bilik pada sisi kanan atau sisi kiri huma betang sebagai tempat tinggal mereka. Dari hasil wawancara narasumber mengatakan pengambilan keputasan yang mereka ambil dengan cara musyawarah. Narasumber mengatakan jika diadakan pengambilan keputusan, narasumber sendiri yang menjadi tokoh utama pembicara, dikarenakan dia adalah satu-satunya anggota tertua didalam keluarga.



3) Agama dan Falsafah Hidup 3.1)



Sistem Religi



Religi asli suku Dayak tidak terlepas dari adat istiadat mereka. Bahkan dapat dikatakan adat menegaskan identitas religius mereka. Dalam praktik seharihari, orang dayak tidak pernah menyebut agama sebagai normativitas mereka, melainkan adat. Sistem religi ini bukanlah sistem hindu Kahuringan seperti yang dikenal oleh orang-orang pada umumnya. Orang Dayak Kanayatn menyebut Tuhan dengan istilah Jubata. Jubata inilah yang dikatakan menurunkan adat kepada nenek moyang Dayak Kanayatn yang berlokasi di bukit bawakng . Dalam mengungkapkan kepercayaan kepada Jubata, mereka memiliki tempat ibadah yang disebut panyugu atau padagi. Selain itu diperlukan juga seorang imam panyangahatn yang menjadi seorang penghubung, antara manusia dengan Tuhan ( Jubata ). Sekarang ini banyak orang Dayak Kanayatn yang menganut agama Kristen dan segelintir memeluk Islam. Kendati sudah memeluk agama, tidak bisa dikatakan bahwa orang Dayak Kanayatn meninggalkan adatnya. Hal menarik ialah jika seorang Dayak Kanayan memeluk agama Islam, ia tidak lagi disebut Dayak, melainkan Melayu atau orang Laut . Dari hasil wawancara yang di dapat klien masih memegang teguh kepercayaaan adat dayak dengan latar belakang agama yang dianut, Klien mengatakan bahwa mereka kadang memilih berobat ke dukun daripada datang ke tenaga kesehatan jika pengobatan tersebut dilihat tidak terlalu parah.



18



4) Ekonomi 4.1)



Kedatangan



bangsa



Tionghoa



ke



wilayah



Kalimantan



tidak



mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik. a. Mata pencaharian suku dayak kebanyakan adalah nelayan dan petani. Karena tempat ini dekat dengan sunggai Kapuas dan juga perkebunan. Inilah suku dayak masa Bertani Jaman dahulu, sebelum pendidikan masuk hingga pelosok pemukiman temapat suku dayak berada kebanyakan melakukan menggarap lahan di sekitar tempat tinggal mereka Tidak seperti masyarakat suku jawa yang kebanyakan menanam padi di sawah,suku dayak menanami lahan kebunnya dengan padi enam bulanan. Jenis padi empat bulanan, dan juga tanaman penghasil buah misalnya singkong, ubi jalar dan pisang. b. Mencari Buruan Dalam menunggu masa panen dari lahan kebun mereka, biasanya mata pencaharian suku dayak pedalaman berburu di hutan atau mencari ikan di sungai.Berbagai hewan buruan seperti babi, burung dan hewan lainnya menjadi makanan sehari-hari Saat ini karena pendidikan yang sudah banyak masuk ke kalangan mereka, maka pola berburu mulai berubah menjadi beternak.Biasanya hewan ternak mereka adalah babi, dan juga ayam. Dari hasil wawancara yang di dapat klien mengatakan bahwa mereka sekarang tidak melakukan pekerjaan tersebut, karena klien sudah tinggal di daerah perkotaan, namun sebagian besar dari data wawancara yang didapat sebagian dari keluarga klien masih melakukan pekerjaan tani seperti “menoreh”.



19



5) Pendidikan Pengetahuan tentang kehamilan mencakup tanda-tanda kehamilan, pemeriksaan kehamilan, makanan, dan obat-obat yang berpengaruh terhadap kehamilan. Pengetahuan masyarakat Suku Dayak Sanggau tentang pemeriksaan kehamilan yang bervariasi dapat dikelompokan menjadi: ketersediaan tenaga, segi manfaat dan sesuai kebutuhan (situasional). Dari segi ketersediaan tenaga masyarakat sebenarnya tahu dan mau memeriksakan kehamilan ke bidan.Pada umumnya mereka menyatakan selama hamil paling tidak harus memeriksakan kehamilan sebanyak 3-4 kali.Pemeriksaan kehamilan ke bidan kampung biasanya dilakukan untuk meluruskan letak bayi melalui teknik mengangkat kandungan. Dari segi manfaat, masyarakat Suku Dayak Sanggau menganggap bahwa pemeriksaan kehamilan dapat menyehatkan bayi dan ibunya, memperlancar proses persalinan, Pengetahuan masyarakat Suku Dayak Sanggau tentang makanan yang sehat selama masa kehamilan dapat dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu aspek jenis dan aspek jumlah makanan. Dari segi jenisnya, makanan yang dianggap sehat untuk ibu hamil adalah sayuran hijau, ikan dan daging, Dari segi banyaknya makanan yang dimakan masyarakat Suku Dayak Sanggau sebagian besar beranggapan bahwa ibu hamil harus banyak makan, alasan masyarakat karena makanan tersebut untuk dua orang yaitu ibu dan bayinya Sehubungan dengan obat-obat yang diminum oleh ibu selama hamil, masyarakat Suku Dayak Sanggau tidak mengenal obat-obat kampung dan selama masa kehamilan mereka tidak berani meminum obat sembarang, dengan alasan takut mengalami gangguan pada janin mereka. Pengetahuan tentang persalinan meliputi: tanda-tanda persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, kelainan selama persalinan, dan obat-obatan. Tanda-tanda persalinan yang diketahui oleh masyarakat Suku Dayak Sanggau meliputi keluar lender darah atau calak, perut mulas, sakit pinggang, pecah air ketuban atau piying ntutup.Menurut mereka, tanda-tanda tersebut akan muncul ketika saat melahirkan sudah tiba, yang biasanya terjadi pada usia kehamilan 9 bulan dan 10 hari atau 40 minggu. Penolong persalinan adalah dukun bayi yang mereka sebut (bidan kampung).Setiap persalinan umumnya ditolong oleh tiga



20



orang bidan kampung dengan tugas yang berbeda, yang meliputi pendorong perut ibu, pemegang ibu dan penerima bayi.Sehubungan dengan tempat persalinan, semua informan menyatakan bersalin rumah sendiri ruangan bersalin yang bervariasi, ada yang menyebutkan di kamar dengan alasan supaya tidak dilihat banyak orang dan agar mudah membersihkannya.Namun, beberapa informan menyatakan bersalin di dapur, dengan alasan mudah membersihkan karena air mudah diperoleh.Mereka membuat lobang pada lantai atau dialasi dengan plastik. Pengetahuan masyarakat tentang kelainan yang terjadi selama proses persalinan dapat dilihat dari aspek kesehatan dan kepatuhan. Dari segi kesehatan informan menyatakan kelainan yang terjadi biasanya perdarahan dan tembuniyang tinggal dalam rahim.Dari segi kepatuhan, menurut informan kelainan terjadi akibat si ibu atau suaminya melanggar pantang yang biasa dipercayai masyarakat setempat. Masyarakat tidak pernah mengenal obat-obat yang digunakan selama proses persalinan. Pengetahuan masyarakat tentang masa nifas meliputi aspek waktu, mobilisasi, obat-obat, makanan, dan hubungan seksual.Masyarakat Suku Dayak Sanggau tidak mengenal istilah nifas karena itu digunakan istilah masa setelah melahirkan.Menurut masyarakat Suku Dayak Sanggau lamanya masa nifas bervariasi ada yang menyatakan satu minggu, dua minggu dan satu bulan mereka tidak tahu secara pasti berapa lamanya masa nifas.Pendapat masyarakat Suku Dayak Sanggau tentang lama waktu setelah melahirkan ibu boleh beraktivitas juga bervariasi. Ada yang berpendapat jika sehat ibu dapat langsung bergerak, ada juga yang berpendapat setelah tiga hari baru boleh bergerak, tetapi sebagian besar menyatakan bahwa setelah melahirkan langsung dapat melakukan aktifitas seperti biasanya, Pendapat mereka tentang obat-obatan cenderung pada ramuan tradisional yang diberikan oleh bidan kampong seperti minuman yang terbuat dari campuran tuak, liak(jahe) dan gula. Tujuannya agar badan hangat sehingga darah dan darah beku dapat cepat keluar dan air susu lancar. Namun ada juga yang minum kopi supaya badan hangat dan tidak lemah.Selain minuman, mereka juga memberikan bedak yang terbuat dari kunyit, liak, dan kencur pada perut ibu dengan tujuan agar kandungan cepat kembali muda.Masyarakat Suku Dayak



21



Sanggau tidak mempunyai konsep hubungan suami istri setelah melahirkan yang jelas. Hubungan suami istri bisa dilakukan, seminggu, dua minggu atau satu bulan setelah melahirkan. Dari wawancara yang didapat, Klien mengatakan di dalam keluarga tentu masih mempercayai ritual dan pantangan, sesuai dengan penyakit. Misalnya makanan juga ada pantangannya. Seperti reebung, pakis. Biasa juga jika ada yang sakit, tidak boleh keluar rumah agar tidak mengundang roh jahat/ nasib buruk. Karena menurut klien, percaya jika seseorang yang melanggar pantangan, maka seseorang yang sakit tidak akan sembuh.



6) Teknologi Sistem medis tradisonal suku Dayak juga mengupayakan dengan metode dan cara-cara yang telah dilakukan sejak nenek moyangnya agar fisik manusia dapat selalu berfungsi dengan baik, salah satunya adalah dengan melakukan fisioterapi. Fisioterapi dalam sistem medis suku Dayak sebagai berikut: a) Pertama, fisioterapi dengan ritual mandi kembang. Fisioterapi mandi kembang merupakan suatu proses ritual pengobatan untuk menghilangkan penyakit pada penderita gangguan penyakit, seperti kepohonan, gangguan roh halus, menghilangkan mata luka, dan gangguan ilmu hitam (black magic). b) Kedua, fisioterapi dengan tumbuhan obat, ada beberapa tumbuhan obat masuk dalam industri perdagangan yang bertaraf international. Seperti halnya tumbuhan dengkek dan tepadu. Tumbuhan tersebut merupakan jenis tumbuhan obat yang batangnya mengandung banyak air, tetapi tanaman ini memiliki warna yang berbeda. Air tepadubatang merah dapat digunakan untuk menyembuhkan demam. Selain itu, tanaman ini dipercaya juga untuk menangkal demam pada anak yang sakit karena gangguan makhluk halus. Di pihak lain tumbuhan dengkek, batang dan akarnya berwarna kuning dipercaya ampuh untuk menyembuhkan penyakit hepatitisatau sakit kuning. Sedangkan tumbuhan bawang dayak digunakan sebagai obat kanker dengan cara mengeringkan umbi dan mengunyahnya. Di pihak lain paduan bawang dayak dan jahe merah, berkhasiat untuk meningkatkan stamina/vitalitas, memperkuat daya tahan sperma, mengobati sakit pinggang,



22



melancarkan air seni, serta mengatasi bronchitisdan batuk. Di samping itu berkhasiat mengatasi gangguan nifas, membersihkan rahim, merapatkan vagina, mengencangkan perut dan mengurangi lemak. c) Ketiga, fisioterapi dengan menggunakan ramuan minyak. Fisioterapi dengan ramuan minyak biasanya digunakan untuk penyembuhan penyakit fisik akibat luka atau patah tulang biasanya dengan menggunakan minyak bintang. Minyak bintang merupakan ramuan minyak yang tidak ada duanya. Dukun lalu mempersiapkan bahan-bahan pengobatan yang akan diberikan kepada pasiennya. Proses pemberian obat minyak bintang terlebih dahulu dukun membentuk bintang dari pisang emas lalu minyak bintang tersebut dioleskan diatasnya (pisang emas yang sudah berbentuk bintang bintang), kemudian langsung diberikan kepada pasien untuk memakannya. Menurut dukun itu, minyak bintang ada tiga jenis, yaitu minyak penyambung nyawa, minyak penyambung maut, dan minyak bumi. Setelah minum obat minyak bintang tersebut, pada saat menjelang bintang muncul dari langit, percaya tidak percaya minyak bintang yang minum bereaksi dan keluar, seolah-olah mendorong luka yang telah membusuk. Dari data wawancara yang di dapat, klien mengatakan pengobatan di dalam keluarga lebih ke arah tradisional. Percaya bahwa saat salah satu keluarga ada yang sakit merupakan penyebab dari roh jahat. Maka keluarga akan memanggil dukun untuk melakukan melakukan pengobatan untuk menyembuhkan orang sakit. Salah satu pengobatan yang dilakukan dukun adalah Babore yang dalam bahasa dayak biasa disebut nyaru sumangat, yang berguna untuk menyembuhkan orang sakit dan mengusir roh jahat dari tubuh seseorang yang sakit. 2.1.6 Suku Dayak Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”,



23



yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur. Pada tahun 1977-1978 saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “MullerSchwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam. Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku berbeda. Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 . Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu sekitar tahun 1608 . Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan. Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat



24



sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum). Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 13681643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam. 2.1.7 Macam-macam Suku Dayak di Kalimantan Barat Suku Dayak di Kalimantan dibagi dalam beberapa rumpun, antara lain:



E.



1.



Rumpun Klemantan, yaitu Dayak asli kalimantan



2.



Rumpun Iban



3.



Rumpun Apokayan, yaitu Dayak Kayan, Kenyah, Bahau



4.



Rumpun Murut



5.



Rumpun Ot Danum-Ngaju



6.



Rumpun Punan



Pengkajian Keperawatan Transkurtural pada Suku Dayak Kanayatn Masyarakat Dayak masih memegang teguh dengan kepercayaan



animismenya dan budaya aslinya, mereka percaya bahwa disetiap tempat-tempat tertentu ada penguasanya. Masyarakat Dayak Kanayatn yang masih kental dengan budayanya atau tradisi turun temurun meyakini hal tersebut bisa membantu dalam kehidupan mereka. Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. a. Cultural care preservation/maintenance(keperawatan memelihara kebudayaan) 1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi 2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien 3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat



25



b. Cultural care accomodation/negotiation(akomodasi keperawatan budaya) 1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien 2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan 3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimanakesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik



c. Cultual care repartening/reconstruction(reparasi keperawatan budaya) 1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya 2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok 3) Gunakan pihak ketiga bila perlu 4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua 5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman



budaya



klien amat



mendasari efektifitas



keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.



26



BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan paparan dan analisis data pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diangkat yaitu; Sebagian masyarakat suku dayak pada dasarnya masih sangat menghargai kebudayaan tersebut dan juga sangat menghormati leluhur mereka, karena dalam kehidupan mereka sangat percaya pada leluhur mereka, apapun yang ditinggalkan oleh leluhur mereka itulah yang wajib dikerjakan dan mereka beranggapan bahwa bila ini tidak dijalankan maka aka nada bencana bagi keluarga mereka dan juga orang yang ada disekitar mereka, dengan sistem kekerabatan suku dayak yaitu menggunakan system parental dimana ayah dan ibu ataupun tetua di dalam rumpun menjadi role mode utama. 2.



Saran Sebagai warga Negara Indonesia kita perlu mengetahui kebudayaan-



kebudayaan yang ada di Negara kita sendiri. Kadang kita lebih mengenal budaya yang ada di Negara barat melainkan budaya kita sendiri. Salah satu budaya dari Negara kita adalah budaya suku dayak . Tentu bukan hanya budaya dayak yang ada di negara Indonesia, melainkan masih banyak budaya-budaya yang belum kita ketahui. Maka dari itu kita harus mengenal budaya kita sendiri mulai memberikan wawasan kepada anak-anak sejak dini agar memahami beragam budaya yang ada di Negeri tercinta ini. Dengan tertulisnya Makalah ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran baru terhadap kebudayaan Dayak dalam konteks keperawatan lintas budaya dalam pengaplikasian dalam asuhan keperawatan.



27