Makalah Teori Belajar Psikologi Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Teori Belajar Menurut Tokoh Jean Pieget dan Jarome S. Bruner Tugas ini dibuat bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dan UTS mata kuliah Psikologi Pendidikan Dosen Pengampu: Lucky Purwantini.S.Psi.,M.A



Oleh : Aldila Nursalma



(41183507180088)



Widya Saraswati



(41183507180098)



Zaky Fadly



(41183507180103)



Metriga GS Putra



(41183507180104)



PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI 2019



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillahi rabbil’alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah atas segala berkat, rahmat, taufik serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Psikologi Pendidikan membuat makalah Teori Belajar Menurut Jean Piaget Dan Jerome S. Bruner. Dalam penyusunan, saya ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah psikologi pendidikan yaitu ibu Lucky Purwantini.S.Psi.,M.A yang telah memberikan tugas makalah ini sehingga saya bisa menambah wawasan ilmu saya. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagian dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun saya berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah Teori Belajar Menurut Jean Piaget Dan Jerome S. Bruner ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata saya mengucapkan terimakasih, semoga hasil makalah ini bermanfaat bagi para pembacanya.



Bekasi, 7 November 2019



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .....................................................................................................ii DAFTAR ISI ...................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN DAN BIOGRAFI TOKOH ................................................. 1 1.1 Latar belakang masalah ....................................................................................... 1 1.2 Rumusan masalah ................................................................................................ 2 1.3 Tujuan penulisan ................................................................................................. 2 1.4 Manfaat penulisan ............................................................................................... 2 1.5 Biografi Piaget...................................................................................................... 2 1.6 Biografi Bruner.................................................................................................... 3



BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................................... 4 2.1 Teori Belajar Piaget.............................................................................................. 4 2.2 Pemanfaatan Teori Piaget dalam Proses Pembelajaran ....................................... 8 2.3 Teori Bruner ........................................................................................................ 9 2.4 Belajar Sebagai Proses Kognitif ........................................................................ 11



BAB III APLIKASI TEORI......................................................................................... 17 3.1 Implikasi Teori Piaget ....................................................................................... 17 3.2 Implikasi dan Aplikasi Teori Burner ................................................................. 17 3.3 Contoh Pembelajaran menurut Piaget Sesuai Tahapan Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah ............................................................................................. 23



BAB IV SIMPULAN ..................................................................................................... 26 4.1 SIMPULAN.......................................................................................................... 26



DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 27



iii



BAB I PENDAHULUAN DAN BIOGRAFI TOKOH 1.1 Latar belakang masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling penting. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami peserta didik. Belajar yang disadari atau tidak, sederhana atau kompleks, belajar sendiri atau dengan bantuan guru, belajar dari buku atau dari media elektronik, belajar di sekolah, rumah, lingkungan kerja atau masyarakat. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Definisi lainnya yaitu, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa belajar memang selalu berkaitan dengan perubahan, baik yang meliputi keseluruhan tingkah laku maupun yang hanya terjadi pada beberapa aspek dari kepribadian individu. Di dunia pendidikan guru memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Guru memberikan pelayanan agar peserta didik belajar. Proses belajar mengajar yang dilaksanakan harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menjadikan siswa lebih aktif dibandingkan guru (student dominated class). Akan tetapi, pada umumnya mayoritas guru masih menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional. Guru lebih berperan aktif dibandingkan dengan peserta didik (teacher dominated class). Hal ini dapat menghambat perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik.Peserta didik tidak dibiasakan berpikir kritis, dan kreatif. Hal ini juga dapat dipandang bahwa belajar hanya merupakan proses transfer pengetahuan yang dimiliki guru ke peserta didik, bukan membantu untuk mengembangkan penalaran berpikir dan pemahaman konsep peserta didik. Menanggapi masalah tersebut diperlukan suatu teori belajar yang dapat mengembangkan potensi, penalaran berpikir, dan pemahaman konsep



1



peserta didik, sehingga menjadikan peserta didik lebih aktif dibandingkan dengan guru. 1.2 Rumusan masalah Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana teori pembelajaran menurut Piaget dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran? 2. Bagaimana teori pembelajaran menurut Bruner dan implikasinya pada pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran? 1.3 Tujuan penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Piaget dan implikasinya pada



pembelajaran



yang tercantum



dalam



Rencana



Pelaksanaan



Pembelajaran. 2. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Bruner dan implikasinya pada



pembelajaran



yang tercantum



dalam



Rencana



Pelaksanaan



Pembelajaran. 1.4 Manfaat penulisan Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah wawasan tentang proses pembelajaran berdasarkan teori pembelajaran Piaget dan Bruner 2. Dapat dijadikan sebagai masukan bagi pembaca untuk menerapkan proses pembelajaran Piaget dan Bruner dalam proses belajar mengajar. 1.5



Biografi Piaget Jean Piaget (1896-1980) adalah pakar psikologi Swiss, mengatakan bahwa



anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Piaget yakin bahwa anakanak menyesuaikan pemikiran mereka untuk menguasai gagasangagasan baru, karena informasi tambahan akan menambah pemahaman mereka terhadap dunia. Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget



2



yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumetasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.



1.6



Biografi Bruner Jerome Seymour Bruner, lahir di New York pada tanggal 1 Oktober 1915



dari pernikahan Heman dan Rose Bruner yang berimigrasi dari Polandia. Keluarganya menginkan Bruner menjadi ahli hukum, namun Bruner mempunyai cita-cita lain. Bruner masuk jurusan psikologi dan pada tahun 1937 menerima gelar sarjana di bidang psikologi dari Duke University. Di tahun yang sama, ia melanjutkan kuliah di Harvard University dan menerima gelar master di bidang psikologi pada tahun 1939. Tidak selang beberapa lama kemudian, pada tahun 1941 Bruner menerima gelar doctoral (Ph.D) dari universitas yang sama. Ketika pertama kali tiba di Harvad, Bruner tertarik pada penelitian mengenai persepsi hewan (perception on animal).Pada tahun 1939, Bruner menerbitkan atikel psikologi pertama mengenai pengaruh ekstrak thymus pada perilaku seksual tikus betina. Selama perang dunia ke-2, Bruner tertarik pada penelitian mengenai psikologi sosial, dan sebagai tesis doktoralnya ia menulis mengenai teknik propaganda Nazi (techniques of Nazi propagandists). Selama perang, Bruner masuk tentara dan bekerja sebagai ahli psikologi perang (psychological warefare) di General Eisenhower’s headquarters in SHAEF. Pada tahun 1945, Bruner kembali ke Harvard sebagai profesor psikologi yang terlibat dalam penelitian mengenai psikologi kognitif dan psikologi pendidikan. Pada tahun 1972, ia meninggalkan Harvard untuk mengajar di Universitas Oxford di Inggris. Pada tahun 1980, ia kembali ke Amerika Serikat untuk melanjutkan penelitian di bidang psikologi perkembangan. Pada tahun 1991, Bruner bergabung dengan salah satu fakultas di New York dan mengajar mahasiswa sampai hari ini.



3



BAB II LANDASAN TEORI 2.1



Teori Belajar Piaget Teori perkembangan kognitif disebut juga teori perkembangan intelektual



atau teori perkembangan mental. Teori ini berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap – tahap perkembangan intelektual sejak lahir hingga dewasa. Menurut piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Dengan semakin bertambahnya usia seseorang, maka makin kompleks susunan sel sarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Atas dasar pemikiran ini maka Piaget disebut – sebut cenderung menganut teori psikogenesis, artinya pengetahuan sebagai hasil belajar berasal dari dalam individu. Menurut piaget, setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur (dalam Dr. Suyono & Drs. Hariyanto 2014 : 83). Proses berpikir anak merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak. Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalamanpengalaman dan interaksiinteraksi mereka.Untuk menunjukakan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkah laku yang terorganisir, Piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi berikut penjelasannya, yaitu: 1. Skema (Struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisir dan merespon berbagai pengalaman. Dengan kata lain skema adalah suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi. 2. Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan piaget untuk menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses perkembangan kognitif. Menurut Piaget adaptasi ini terdiri dari dua proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi dan akomodasi.



4



a) Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. b) Akomodasi dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skema yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu



Piaget mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan adaptasi dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara aktivitas individu terhadap lingkungan(asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu (akomodasi). Agar terjadi ekuilibrasi antara diri individu dengan lingkungan, maka peristiwa-peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama dan komplementer. Organisasi kecenderungan individu untuk menyatukan berbagai skema menjadi satu sistem yang koheren (berkait dan menjadi kesatuan). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Piaget ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis : 1. Tahap sensorik motorik (usia 0-2 tahun) Tahap pertama pengembangan yang diidentifikasi Piaget adalah tahap sensorik motorik. Ini umumnya terjadi antara kelahiran sampai dua tahun. Pada titik ini, anakanak belajar menggunakan panca indra mereka dan perlu pengalaman nyata untuk memahami konsep dan ide-ide. Tahap ini ditandai dengan perolehan progresif keabadian dalam objek anak menjadi mampu untuk menemukan benda setelah diganti, bahkan jika benda-benda telah dibawa keluar sudut pandangnya.Sebagai contoh, percobaan Piaget pada tahap ini yaitu



5



menyembunyikan objek dibawah bantal untuk melihat apakah bayi dapat menemukan objek. Karakteristik tambahan anak-anak ini tahap adalah kemampuan mereka untuk menghubungkan nomor ke objek (misalnya,satu anjing, dua kucing, tiga kelinci, empat ayam). Untuk mengembangkan kemampuan matematika anak ditahap ini, kemampuan anak mungkin akan meningkat jika diberikan banyak kesempatan untuk bertindak terhadap lingkungan yang tidak terbatas (namun aman) sebagai cara untuk mulai membangun konsep. Bukti menunjukkan bahwa anak-anak pada tahap sensorik motorik memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka dan menghitung. Pendidik dalam tahap pengembangan anak harus meletakkan pondasi matematika yang kuat dengan menyediakan kegiatan yang menggabungkan menghitung dan dengan demikian meningkatkan pengembangan konseptual anak-anak mengenai angka. Misalnya, guru dan orangtua dapat membantu anak-anak menghitung jari-jari mereka, mainan, dan permen. Kegiatan lain yang bisa meningkatkan perkembangan matematis anak-anak pada tahap ini yaitu menghubungkan matematika dan bahasa. Ada banyak buku anakanak yang berisi matematika karena anak-anak pada tahap ini dapat menghubungkan angka ke objek, didapat manfaat dari melihat gambar benda dan angka mereka masingmasing secara bersamaan.Seiring dengan manfaat matematika, buku anakanak dapat berkontribusi untuk pengembangan keterampilan membaca dan pemahaman.



2. Tahap Pra operasional (usia 2-7 tahun) Tahap kedua perkembangan kognitif diidentifikasi oleh Jean Piaget adalah tahap pra operasional, selama 2-7 tahun. Selama periode ini,anak-anak dapat melakukan satu langkah mengenai masalah logika, mengembangkan bahasa, operasi egosentris dan terbatas pada logika. Pengembangan anak-anak terus berlanjut, dan tahap ini menandai awal memecahkan masalah yang lebih matematis berdasarkan seperti penambahan dan pengurangan. Persepsi anak dalam tahap pengembangan umumnya terbatas pada satu aspek atau dimensi objek dengan mengorbankan aspek lain. Mengajar siswa



6



dalam tahap pengembangan ini harus menggunakan kuisioner yang efektif tentang karakteristik objek. Misalnya, ketika siswa menyelidiki bentuk-bentuk geometris, guru bisa meminta siswa untuk berkelompok sesuai dengan bentuk dengan karakteristik yang sama. Terlibat dalam diskusi atau interaksi dengan anak-anak dapat menimbulkan penemuan anak-anak dari berbagai cara untuk kelompok suatu objek, sehingga membantu anakanak berpikir tentang kuantitas dalam cara baru.



3. Tahap Operasional Konkret (Usia 7-11 tahun) Tahap berikutnya pengembangan kognitif Piaget adalah tahap operasional konkret yaitu anak antara usia 7-11 tahun. Seorang anak akan mampu berpikir logis dan mulai mengelompokkan berdasarkan beberapa ciri dan karakteristik daripada hanya berfokus pada representasi visual. Secara matematis, tahap ini merupakan tahap pengembangan baru yang luar biasa untuk anak. Karena anak sekarang dapat mengklasifikasikan berdasarkan beberapa fitur. Sementara anakanak sebelumnya terbatas sudut pandang mereka sendiri, mereka sekarang dapat mempertimbangkan sudut pandang lain. Mereka juga dapat mulai memahami ideide dan klasifikasi lebih menyeluruh dan mengembangkan cara menyajikan solusi dalam berbagai cara. Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak pada menyajikan beberapa solusi, diskusi di kelas bisa sangat membantu. Tahap ketiga adalah ditandai dengan pengembangan kognitif yang luar biasa, yaitu ketika pengembangan dan penguasaan keterampilan dasar anak-anak mengenai bahasa mempercepat secara signifikan. Pengalaman dan berbagai cara dari solusi matematika dapat cara membina pengembangan tahap kognitif. Pentingnya kegiatan ini memberikan siswa jalan untuk membuat gagasan abstrak, yang memungkinkan mereka untuk memperoleh ide-ide matematika dan konsep sebagai alat yang berguna untuk memecahkan masalah.



4. Tahap Operasi Formal (Usia 11- dewasa) Tahap terakhir pengembangan kognitif Piaget adalah tahap operasional formal, yaitu anak-anak yang berusia antara 11-16 tahun dan terus sepanjang masa



7



dewasa. Ini menandai perubahan yang berbeda pada proses berpikir anak, berpikir lebih logis dan abstrak. Anak pada tahap ini mampu membentuk hipotesis dan konsekuensi yang mungkin menyusun kesimpulan, memungkinkan anak untuk membangun matematika sendiri.Selain itu, biasanya mulai berkembang pola pikir abstrak dimana penalaran menggunakan simbol-simbol murni tanpa perlu gambaran data. Misalnya, peserta didik operasional formal dapat memecahkan x + 2x = 9 tanpa harus mengacu pada situasi konkret yang disajikan oleh guru, seperti, "Toni makan permen dengan jumlah tertentu. Kakaknya makan dua kali lebih banyak.Mereka makan bersama-sama sembilan permen. Berapa banyak permen yang dimakan Tony?" Keterampilan penalaran dalam tahap ini mengacu pada proses mental yang terlibat dalam generalisasi dan evaluasi argumen yang meliputi klarifikasi, inferensi, evaluasi, dan aplikasi. Klarifikasi mengharuskan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis unsur-unsur masalah, yang memungkinkan mereka untuk menguraikan informasi yang dibutuhkan dalam memecahkan suatu masalah.Inferensia mengharuskan untuk membuat kesimpulan induktif dan deduktif dalam matematika. Evaluasi mengharuskan kriteria menilai kecukupan solusi masalah. Aplikasi melibatkan siswa menghubungkan konsepkonsep matematika kekehidupan nyata.



2.2



Pemanfaatan Teori Piaget dalam Proses Pembelajaran Pemanfaatan teori Piaget dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada



pernyataan dibawah ini : a. Memusatkan pada proses berpikir atau proses mental dan bukan sekedar pada hasilnya. Disamping kebenaran siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu. b. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam pembelajaran. Di dalam kelas, penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.



8



c. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan ini berlangsung pada kecepatan yang berbeda.



Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran itu memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, yang tidak hanya sekedar



kepada



hasilnya,



mengutamakan



peran



siswa



dalam



kegiatan



pembelajaran, dan memaklumi perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangannya. Bagi guru matematika teori Piaget jelas sangat relevan, karena dengan mengunakan teori itu kita akan bisa mengetahui adanya tahap – tahapan perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak – anak di kelas atau di sekolahnya. Dengan demikian guru bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi para siswanya, misalnya dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat – alat peraga, dan sebagainya. Sesuai dengan tahapan perkembangan kemampuan berfikir yang dimiliki oleh siswa masing – masing. Selain itu kita dapat mencermati apakah simbol – simbol matematika yang digunakan kita dalam mengajar cukup dan mudah dipahami siswa atau tidak, dengan mengingat tingkat kemampuan berpikir yang dimiliki oleh masing – masing siswa itu sendiri. 2.3



Teori Bruner Bruner mengungkapkan empat ide nya mengenai proses dari pendidikan,



yaitu 1. Struktur Pengetahuan Bruner berpendapat bahwa mengajarkan prinsip-prinsip dasar suatu subjek membuat



transfer



pengetahuan



lebih



mudah.



Kurikulum



hendaknya



mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu, sebab dengan struktur pengetahuan kita dapat membantu peserta didik untuk melihat, bagaimana faktafakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain, dan pada informasi yang telah mereka miliki.



9



2. Kesiapan Untuk Belajar Bruner menganggap bahwa anak-anak dari segala usia dapat belajar jika bahan pendukung disajikan dalambentuk yang tepat dan kurikulum harus meninjau kembali dan membangun ide-ide dasar berulang (Spiral Curriculum). Menurut Bruner, kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat memungkinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi. Misalnya kesiapan untuk geometri euclidian, dapat diperoleh dengan memberikan kesempatan pada para siswa untuk membangun konstruksi-konstruksi yang makin kompleks dengan menggunakan poligon-poligon.



3. Nilai Intusi dalam Proses Pendidikan Bruner prihatin untuk menemukan bagaimana sekolah bisa menciptakan kondisi untuk meningkatkan berpikir intuitif yang kemudian bisa diperiksa melalui analisis. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak. Bruner mengungkapkan “educated guess” yang kerap kali digunakan oleh para Ilmuan dan dalam proses pendidikan diharapkan guru dan sekolah menciptakan kondisi dimana intuisi siswa dapat berkembang.



4. Motivasi atau Keinginan untuk Belajar Bruner percaya ini harus berakar dalam proses belajar daripada tujuan eksternal sepertinilai. Pengalaman-pengalaman pendidikan yang merangsang motivasi ialah pengalaman-pengalaman dimana siswa berpartisipasi secara aktif dalam menghadapi alamnya. Menurut bruner, pengalaman belajar semacam ini, dapat dicontohkan oleh pengalaman belajar penemuan yang intuitif, dan implikasi dari asumsi ini akan dibahas dalam bagian-bagian yang akan datang.



10



2.4



Belajar Sebagai Proses Kognitif Bruner dikenal sebagai tokoh psikologi kognitif. Bruner menegaskan bahwa



tujuan akhir dari pengajaran adalah untuk meningkatkan pemahaman umum tentang struktur materi pelajaran. Bruner menekankan pentingnya pembentukan konsep global dalam pembelajaran dan membangun hubungan konsep secara umum. Bruner menghimbau guru untuk membantu menciptakan (membangun) kondisi di mana siswa dapat melihat struktur dari subyek tertentu. Ketika pembelajaran didasarkan pada struktur, materi yang dipelajari akan lebih tahan lama atau cenderung tidak mudah dilupakan. Kondisi yang demikian, dikenal dengan “teori pengajaran Bruner” bukan teori belajar Bruner. Menurut Bruner, teori belajar itu deskriptif, yaitu mendeskripsikan apa yang terjadi sesudah ada fakta. Sebaliknya, teori pengajaran bersifat menentukan (prescriptive), teori pengajaran ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan praktek mengajar yang dianggap paling baik. 1. Tiga Proses Berpikir Bruner Jerome Bruner secara mendalam menulis mengenai pemikiran manusia atau lebih tepatnya proses berpikir siswa dalam pembelajaran. Tulisannya dalam pendidikan menunjukkan adanya kecenderungan dalam filsafat Piaget yang kaya akan ide, meskipun penekanan teori pada bukti eksperimental dari masing-masing ide agak kurang. Menurut Bruner, berpikir merupakan gabungan dari tiga proses, yaitu penerimaan



(acquisition),



transformasi



(transformation),



dan



menguji



ketepatan



(testing of adequacy). Tiga langkah tersebut merupakan



pengorganisasian aktif dari individu dalam memperoleh pengetahuan, yang merupakan ciri khas dari teori dasar kognitif. Penerimaan (acquisition) sama halnya dengan penerimaan sensorik dan sintesis. Penerimaan (acquisition) merupakan proses menerima persepsi dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman. Dangan kata lain, adanya pengalaman baru akan menambahkan pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam dan kemungkinan informasi yang baru bertentangan dengan informasi yang lama.



11



Transformasi (transformation) merupakan perubahan persepsi baru dan pengetahuan ke dalam bentuk yang lebih bermakna. Menguji ketepatan (testing) merupakan tindakan yang dirancang untuk menilai kecukupan dan ketepatan pengetahuan yang ada dalam rangka menilai proses transformasi. Proses kedua dan ketiga menyerupai ide Piaget mengenai asimilasi dan akomodasi. Transformasi dan asimilasi keduanya mengarah pada proses mengubah informasi sesuai dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Menguji ketepatan dan akomodasi keduanya merupakan proses penyesuaian pengetahuan lama ke dalam pengetahuan yang baru. Ketiga proses belajar tersebut berlangsung dalam waktu yang bersamaan. Anak tidak dapat menerima (acquire) pengetahuan tanpa melakukan transformasi dan mengetes (menguji) pengetahuan tersebut dalam waktu yang hampir bersamaan. Dalam pembelajaran, guru bertanggung jawab untuk memberikan informasi dan keterampilan kepada anak serta memungkinkan anak untuk memproses informasi dan keterampilan tersebut.



2. Teori Kontruktivisme Konstruktivisme adalah epistemologi pembelajaran yang berdasarkan pada refleksi pengalaman saat membangun pemahaman. Konstruktivisme berkaitan dengan proses kognitif dimana siswa mengembangkan pengetahuannya. Konstruktivisme juga merupakan kerangka konseptual yang sangat luas dengan perspektif banyak variasi. Jerome Bruner yang dianggap sebagai salah satu pendiri Konstruktivisme. Teori Bruner tentang Konstruktivisme dipengaruhi oleh teori penelitian sebelumnya yaitu Lev Vygotsky, dan Jean Piaget.Kerangka teoretisnya meyakinkan bahwa peserta didik membangun ide-ide atau konsep baru berdasarkan pengetahuan yang ada. Proses pembelajaran aktif dan melibatkan transformasi informasi, memaknai pengalaman, membentuk hipotesis, dan pengambilan keputusan. Melalui karyanya ia menyajikan gagasan bahwa anakanak



bisa



menjadi



pemecah



masalah



mengeksplorasi pengetahuan yang lebih sulit.



12



yang



aktif



dan



mampu



Teori Bruner tentang Konstruktivisme jatuh ke dalam domain kognitif. Siswa dianggap sebagai pencipta dan pemikir melalui inquiry dan peran pengalaman dalam belajar. Proses dimana peserta didik membangun pengetahuan. Peluang disediakan bagi peserta didik untuk membangun pengetahuan baru dan makna baru dari pengalaman otentik.



3. Tiga Tahap Pembelajaran Dalam proses memperoleh pemahaman, seorang anak belajar memahami sesuatu melalui tiga tahap perkembangan berikut: 1) Tahap Enaktif Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan bahwa anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar suatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Anak akan memahami sesuatu dengan berbuat atau melakukan sesuatu. Jadi pada tahap ini sebagian besar pengetahuan dalam bentuk respon motorik.



2) Tahap Ikonik Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret. Pada tahap ini, pemahaman anak masih diperoleh dari benda nyata dalam wujud gambar bukan benda abstrak.Jadi pada tahap ini, pengetahuan sebagian besar lebih diwujudkan dalam citra visual. 3) Tahap Simbolik Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil.



13



Pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik symbolsimbol verbal (misalnya



huruf-huruf,



kata-kata,



kalimat-kalimat),



lambanglambang



matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain. Jadi, pada tahap ini pengetahuan sebagian besar dinyatakan dalam bentuk katakata, simbol matematika dan sistem simbol lainnya. Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkret (misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya ini merupakan tahap enaktif). Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut/ tahap yang kedua ikonik), siswa bisa melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual (visual imagenary) dari kelereng tersebut. Pada tahap berikutnya yaitu tahap simbolis, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bialngan, yaitu : 3 + 2 = 5. Bruner menyatakan bahwa peserta didik melewati berbagai tahap perkembangan tapi dia tidak menentukan usia pelajar di mana tahap ini akan berlangsung. Hal ini sangat mungkin bagi orang dewasa untuk beralih dari ikonik ke simbolis atau bahkan dari enaktif ke ikonik atau simbolis sebagai lawan dari operasional formal ke motor sensorik. Pengajaran akan menentukan manfaat tingkatan dari peserta didik ketika membangun interpretasi konsep.



4. Belajar Penemuan Bruner Teori Konstruktivis Bruner ini telah diadopsi dan dimanfaatkan untuk berbagai situasi pengajaran. Ada teori lain banyak yang menggunakan aspek epistemologi konstruktivisme ketika merumuskan teori pembelajaran dan



14



pengajaran. Bruner mengembangkan metode pengajaran yang disebut Belajar Penemuan dengan memanfaatkan teori Konstruktivisme. Belajar Penemuan adalah salah satu cara bahwa guru dapat memanfaatkan teori karena teori itu sendiri merupakan penyelidikan. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benarbenar bermakna. Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisispasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka



dianjurkan



untuk



memperoleh



pengalaman,



dan



melakukan



eksperimeneksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsipprinsip itu sendiri. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kelebihan: a. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat. b. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dengan kata lain konsep-konsep dan prinsip-prinsip pada kognitif seseorang dapat lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. c. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. d. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain dan meminta siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi tidak hanya menerima saja. e. Membangkitkan keingintahuan siswa, memberikan motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban.



15



Bruner menyadari bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan waktu, sehingga ia menyarankan agar dalam menerapkan belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, misalnya pada bidang studi matematika, maka menggunakan belajar penemuan dengan mengarahkannya pada struktur matematika. struktur matematika diberikan oleh konsep-konsep dan prinsipprinsip matematika itu sendiri. Bila seorang siswa telah menguasai struktur dasar, maka kurang sulit baginya untuk mempelajari konsep-konsep maupun prinsipprinsip yang lain serta siswa akan lebih mudah mengingatnya. Hal ini disebabkan karena siswa telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna yang dapat digunakan uttuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam matematika, dan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail. Menurut Bruner, mengerti struktur matematika ialah memahami matematika itu sedemikian rupa sehingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna.



16



BAB III APLIKASI TEORI 3.1



Implikasi Teori Piaget Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :



a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.



3.2



Implikasi dan Aplikasi Teori Burner



1. Implikasi Teori Burner dalam Pendidikan Teori pengajaran Bruner menjelaskan kapan dan bagaimana pembelajar dapat memproses informasi secara lebih efektif dalam tiga tahap pemahaman anak. Menurut Bruner, beberapa teori dalam pengajaran seharusnya memuat beberapa hal berikut: a. Memberkan informasi mengenai bagaimana menciptakan niat dan tujuan positif di antara siswa. Adanya pandangan bahwa setiap siswa mempunyai tujuan (citacita), namun terkadang tujuan tersebut belum tentu terarah. Dalam pembelajaran, guru mempunyai tugas untuk mengarahkan siswa sehingga mempunyai tujuan yang positif yaitu dengan cara belajar. Misalnya, seorang anak yang mempunyai cita-cita menjadi dokter.Sebelum menjadi dokter, anak tersebut harus belajar mengenai banyak hal, khususnya mengenai struktur tubuh manusia dalam pelajaran biologi. 17



b. Mengorganisasikan pengetahuan untuk membantu pembelajaran Guru sebagai edukator harus mentransformasikan materi yang mereka ajarkan menjadi bentuk yang bermanfaat bagi siswa dengan cara menghubungkan materi tersebut dengan pengalaman siswa dalam kehiduan sehari-hari. Siswa akan lebih mudah memahami suatu pengetahuan, ketika pengetahuan tersebut mempunyai hubungan dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.



c. Mengurutkan pengetahuan untuk membantu pembalajaran Beberapa ide atau permasalahan dalam pengetahuan dapat diubah menjadi bentuk yang sederhana sehingga siswa dapat memahami pengetahuan tersebut.Misalnya, aljabar lanjut tidak dapat dipahami oleh anak TK/ SD. Karena tingkat keabstrakannya materi tersebut diberikan pada siswa SMA atau mahasiswa.Namun, lambang-lambang aljabar dasar dapat dipelajari jika dikonvert dari bentuk simbolik menjadi bentuk-bentuk yang sederhana dalam tahap enaktif maupun ikonik sehingga dapat dipelajari oleh siswa pada tingkat dasar.Siswa dapat kembali pada konsep dalam bentuk baru dan konteks baru.



Bruner



memperkenalkan kurikulum spiral yaitu program pembelajaran yang returns secara berkala untuk topik yang sama dalam bentuk direvisi atau lebih lanjut. Konsep dan topik yang sama dapat dimunculkan kembali kepada siswa namun dalam tingkatan framework yang lebih kompleks untuk setiap waktunya. Misalnya, aljabar dapat mulai diajarkan pada anak-anak di Taman Kanak-Kanak dengan cara menghubungkan konsep numeric sebagai benda-benda nyata dalam ruang; aljabar dapat kembali diajarkan pada anak usia SD sebagai aturan dan prosedur untuk visualisasi hubungan numerical tertentu (misalnya dalam operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian); dan dapat kembali dipelajari oleh siswa tingkat lanjut dalam bentuk yang lebih abstrak.



18



d. Memberikan informasi mengenai keberhasilan dan kegagalan dengan cara memberikan penguatan dan hukuman Dalam situasi yang kompleks termasuk juga dalam kelas, Bruner percaya bahwa penguatan dan hukuman berfungsi sebagai pemberi informasi mengenai keberhasilan dan kegagalan.



e. Pembelajaran yang memotivasi siswa dalam seting kelas Dalam rangka memberikan motivasi kepada siswa dalam pembelajaran, Bruner menerapkan pembelajaran yang bersifat penemuan (discovery learning). Dalam pembelajaran ini, siswa diberi kebebasan untuk menggunakan ide dan konsepnya sendiri dalam kegiatan menginvestigasi pengetahuan.Dalam discovery learning, guru harus merangsang siswa untuk menginvestigasi materi pembelajaran dan informasi secara mandiri dalam bentuk ide dan konsep siswa sendiri. Ide dan konsep siswa diperoleh dengan cara berinteraksi dengan lingkungan melalui eksplorasi dan manipulasi obyek. Aplikasi dari teori discovery learning menyatakan bahwa cara terbaik bagi siswa untuk memulai belajar adalah dengan mengkonstruksi sendiri prinsip dan konsep yang sedang dipelajari. Dengan adanya ide discovery learning di mana siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang mereka pelajari, maka selain dikenal sebagai tokoh psikologi kognitif Bruner juga dikenal sebagai tokoh konstruktivisme.



2. Aplikasi Tiga Metode Dalam Pembelajaran Matematika Menurut Bruner Teori Bruner menguraikan bahwa siswa dapat merepresentasikan pengetahuan dan merekomendasikan untuk meninjau kembali pembelajaran melalui kurikulum spiral.Sebuah aplikasi yang baik adalah di bidang matematika.Sebelum siswa dapat memahami suatu notasi matematika abstrak, guru harus memastikan bahwa siswa memahami konsep secara enaktif dan ikonik.



19



Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar. Guru akan mengajarkan konsep perkalian, objek digunakan misalnya sapi. Tahap enaktif, anak kita bawa ke kandang sapi, dengan mengamati dan mengotak-atik dari 3 ekor sapi, jika kita perhatikan adalah: • banyaknya kepala .................... ada 3 • banyaknya ekor ........................ ada 3 • banyaknya telinga ..................... ada 6 • banyaknya kaki ......................... ada 12



Tahap Ikonik, anak dapat diberikan 3 ekor gambar sapi sebagai berikut:



• banyaknya kepala .................... ada 3 • banyaknya ekor ........................ ada 3 • banyaknya telinga ..................... ada 6 • banyaknya kaki ......................... ada 12 Tahap simbolis dapat ditulis kalimat perkalian yang sesuai untuk ketiga sapi tersebut bila tinjauannya berdasarkan pada: banyak kepala = 3 x 1



kepalanya, maka



ekornya, maka banyaknya ekor = 3 x 1



• telinganya, maka banyak telinga = 3 x 2 • kakinya, maka banyaknya kaki = 3 x 4 Dari fakta dan kalimat perkalian yang bersesuaian tersebut disimpulkan bahwa: 3 x 1 = 3, 3 x 2 = 6 dan 3 x 4 = 12. Untuk lebih jelas simbolis dipandang adalah kakinya, maka untuk: • banyaknya kaki pada 1 sapi = 4 • banyaknya kaki 2 sapi = 8 ( karena kaki sapi 1 + kaki sapi 2 ) = 4 + 4 20



• banyaknya kaki 3 sapi = 12 ( kaki sapi 1 + kaki sapi 2 + kaki sapi 3) = 4 +4+4 Dengan konstruksi berpikir semacam ini maka banyaknya kaki untuk • 1 sapi = 1 x 4 = 4 • 2 sapi = 2 x 4 = 4 + 4 = 8 • 3 sapi = 3 x 4 = 4 + 4 + 4 = 12 Melanjutkan perkalian tersebut, tanpa menunjukkan gambar sapi, anak dapat menyelesaikan, • 4 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 = 16 • 4 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 20 • 4 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24 dan seterusnya. Dengan cara yang sama dapat dilanjutkan dengan perkalian fakta dasar lainnya.



3. Aplikasi Discovery Learning Dalam Pembelajaran Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya seiring.Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sebenarnya adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-kemampuan intelektual siswa, dan merangsang keingintahuan mereka serta memotivasi mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar penemuan. Bruner (1996 : 72) mengungkapkan “ we teach a subject not to produce little living libraries on that subject, but rather to get a student to think mathematically for himself, to consider matters as an historian does to take part in the process of knowledgegetting. Knowing is a process, not a product”. Jadi, jika kita mengajarkan matematika misalnya, kita bukan akan menghasilkan



perpustakaan-perpustakaan



kecil



tentang



matematika



melainkan ingin membuat siswa kita berpikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan sehingga tahu itu adalah suatu proses bukan sebuah hasil. Implikasinya yaitu tujuan-tujuan mengajar hanya dapat diuraikan secara garis besar, dan dapat dicapai



21



dengan cara-cara yang tidak perlu sama oleh para siswa yang mengikuti pelajaran yang sama itu. Dalam belajar penemuan siswa mendapat kebebasan sampai batasbatas tertentu untuk menyelidiki, secara perorangan atau dalam suatu tanya jawab dengan guru, atau oleh guru dan atau siswa lain, untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, atau oleh guru dan siswa secara bersamasama. Sehingga dalam



belajar penemuan



ini



guru tidak begitu



mengendalikan proses belajar mengajar.



Dalam belajar penemuan, peranan guru dapat dirangkum sebagai berikut: 3.1



Merencanakan pelajaran sehingga pelajaran itu terpusat pada



masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa. 3.2



Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi



para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan faktafakta yang berlawanan. Guru hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan. Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa, akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu keasingan yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba



menemukan



konsep-konsep



atau



prinsip-prinsip



yang



mendasari masalah itu.



Selain hal-hal yang tersebut diatas, guru juga harus memperhatikan tiga cara penyajian yang telah dibahas terdahulu. Cara penyajian itu ialah cara enaktif, ikonik, dan simbolik. Untuk menjamin keberhasilan belajar,



22



guru hendaknya mengikuti aturan penyajian dari enkatif, ikonik lalu simbolik. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat. Umpan balik sebagai perbaikan hendaknya diberikan dengan cara siswa tidak tergantung pada bantuan guru. Dan akhirnya siswa harus melakukan sendiri fungsi tutor itu. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Seperti yang kita ketahui, tujuan-tujuan tidak dapat dirumuskan secara detail, dan tujuan-tujuan tidak diminta sama. Lagi pula tujuan dan proses tidak selalu seiring. Secara garis besar, tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan generalisasigeneralisasi itu. Di kelas, penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsipprinsip dasar mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi baru.



3.3



Contoh Pembelajaran menurut Piaget Sesuai Tahapan Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah Pokok Bahasan : Bangun Ruang Sub Pokok bahasan: Kubus, Balok, Tabung, Prisma, Limas, Kerucut,Bola 1. Pembelajaran ditingkat Taman kanak-Kanak (TK) a. Anak-anak baru hanya diperkenalkan dengan bentuk. b. Pembahasan hanya terbatas pada sub pokok bahasan yang terlihat kontekstual. c. Materi kubus cukup pada bentuknya, contoh aplikasi sekitar, serta warna (jika ada). d. Demikian untuk balok, bola, dan yang lainnya dengan konsekuensi siswa mengetahui nama dan bentuknya saja. 23



Penjelasan: Anak usia Taman kanak-kanak masuk kategori praoperasional pada perkembangan Teori Piaget. Jadi anak-anak hanya mampu melihat gambar dan tidak berbentuk penalaran atas pengalamannnya sendiri.



2. Pembelajaran di Tingkat Sekolah Dasar (SD) a. Anak sudah mulai diperkenalkan dengan pendalaman bentuk bangun yang dia ketahui tersebut. b. Pengelompokkan bangun juga mulai hanya diperkenalkan, bahwa kubus, balok, dan yang lainnya termasuk bangun ruang. c. Anak-anak juga berkontekstual dengan bangun-bangun tersebut, sehinggga ada pemahamannya tentang apa-apa saja yang terdapat pada bangun itu. Seperti balok, tentu memiliki panjang, lebar dan tinggi. d. Keterhubungan unsur yang dimiliki belum dijelaskan. e. Melanjutkan pembelajaran dikelas-kelas berikutnya sampai pada operasioperasi sederhana yang terdapat pada bangun itu.



Penjelasan: Sesuai



kurikulum



pembelajaran



tematik



bangun



ruang



ini,



baru



diperkenalkan di kelas II SD, itu artinya pembelajaran-pembelajaran sebelumnya



tentu



masi



mengacu



pada



praoperasional



dan



pada



pembelajaran selanjutnya di SD inisudah memiliki tahap operasi konkret sesuai dengan teori perkembangan teori Piaget.



3. Pembelajaran di tingkat Sekolah Menengah (SMP dan SMA) a. Anak diajarkan mengetahui bentuk, struktur, dan isi dari bangunbangun ruang yang ada. b. Tiap-tiap bangun ruang itu, anak-anak diminta mengetahui cara menghitung luas sisi, volume, serta bentuk permukaan dengan mengetahui bukaan dari bangun tersebut.



24



c. Aplikasi dengan dunia nyata juga penting dilakukan sebagai aplikasi materi yang diajarkan. d. Khusus di jenjang SMA hanya jika dalam dengan mengkaji unsurunsur yang terdapat pada bangun ruang, di samping mengulangnya kembali pembelajaran itu. e. Pembelajaran di SMA sudah sampai pada tingkat penalaran oleh pengalaman sendiri.



Penjelasan: Materi bangun ruang di SMP diajarkan di kelas VII semester 2, itu artinya erat dengan keterstukturan materi sebelumnya yang menjadi pendukung dalam pembelajaran materi ini. Anak di usia ini sudah pada tingkat operasi formal, sesuai tingkat perkembangan kognitif Piaget.



4. Pembelajaran di tingkat Perguruan Tinggi Penjelasan: Di perguruan tinggi bangun ruang sudah lebih didalami dalam suatu mata kuliah geometri Penjelasan: Materi ini, mahasiswa sudah mengandalkan tahap



deduktif,



induktif,



hipotesis



dan



logis.



Tetapi



tahap



perkembangannya tetap berada pada operasi formal sesuai tingkat kognitif Piaget.



25



BAB IV SIMPULAN 4.1



SIMPULAN Teori belajar menurut Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang



perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalamanpengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Penerapan teori Piaget dalam proses pembelajaran yaitu memusatkan pada proses berpikir atau proses mental. dan bukan sekedar pada hasilnya, mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam pembelajaran, dan memaklumiakan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan ini berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Teori Belajar menurut Bruner adalah belajar sebagai proses kognitif dimana Bruner menekankan pentingnya pembentukan konsep global dalam pembelajaran dan membangun hubungan konsep secara umum. Bruner mengembangkan metode pengajaran belajar penemuan dimana siswa belajar sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.



26



DAFTAR PUSTAKA Ansari, Bansu. 2001. Komunikasi Matematik. Jakarta: Pena Bruner, Jerome. 1960. The Process Of Education. Cambridge : Harvard. Educational



Review.



[Online].



Tersedia



Di



http:judzrunchildren.googlecode.com Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: P2lptk. Desmita, 2007, Psikologi Perkembangan. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya. Panem, Paulina. 2002. Belajar Dan Pembelajaran 1. Jakarta: Universitas Terbuka. Pahliwandari, R. 2016. Penerapan Teori Pembelajaran Kognitif Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan. Jurnal Pendidikan Olahraga, 5(2), 154-164 Sutarto. 2017. Teori Kognitif Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Jurnal Konseling Islam, 1(2), 1-26



27