Makalah Topik 2 Surveilans Ketika Bencana Kelompok 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Manajemen Bencana MAKALAH SURVEILANS KETIKA BENCANA



OLEH : KELOMPOK 2



FITRA PURNAMA SARI MELLY ERDANA HAISA ANIKA SATRIANI NURBAITI SRI ASDINAR NDIKADE YUNI INDRIYANTI WAHYUNI MUHAMMAD BAZAL. M WULAN PURNAMASARI



J1A118009 J1A118012 J1A118025 J1A118029 J1A118050 J1A118054 J1A118091 J1A118097 J1A118103 J1A118118 J1A118147



DHIYA RAMADHANI ASMIATI ARIF DWI AFRILIYANA TASYA KURNIA IIN ANITA APRILIA WAODE RESKI HUSNUL KHATIMAH IZMI RAMADHANTI UMMI RAHMI NOVALIA PRAMESTI REGISTA. J



EPIDEMIOLOGI 2018



JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2021



J1A118189 J1A118197 J1A118213 J1A118228 J1A118234 J1A118238 J1A118245 J1A118256 J1A118258 J1A118271 J1A118304



KATA PENGANTAR



Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya berkat rahmat dan hidayahNya-lah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini kami susun untuk melengkapi tugas mata kuliah yaitu Manajemen Bencana. Makalah ini membahas mengenai “Surveilans Ketika Bencana”. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami akan menerima adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Kami juga berharap makalah ini dapat memberi banyak manfaat secara langsung dan tidak langsung bagi para pembaca di kehidupannya sehari-hari.



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii DAFTAR ISI...................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1 A. Latar Belakang ........................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2 C. Tujuan ..................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3 A. Pengertian Dari Surveilans Bencana....................................................... 3 B. Peranan Surveilans Ketika Bencana........................................................ 5 C. Upaya Surveilans Ketika Bencana .......................................................... 10 D. Manfaat Surveilans Ketika Bencana ....................................................... 13 E. Metode Pengumpulan Data Surveilans Ketika Bencana......................... 16 F. Langkah-Langkah Kegiatan Surveilans Ketika Bencana........................ 16 BAB III PENUTUP ........................................................................................... 19 A. Kesimpulan ............................................................................................. 19 B. Saran........................................................................................................ 20 DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Centre for Research on the Epedemiology of Disaster (CRED) dalam publikasi 2018 review of Disaster Events memaparkan pada tahun 2018 karena perubahan iklim berhubungan dengan kondisi kejadian geofisikal tercatat dalam EM-DAT (International Disaster Database) terjadi 10.733 kematian dan lebih dari 60 juta manusia menjadi korban di seluruh dunia. Hal yang terlapor menyebutkan Indonesia tercatat mendekati setengah dari total kematian oleh karena bencana. Menurut laporan Annual Disaster Statistical Review 2016, Indonesia masuk dalam sepuluh negara yang sering mengalami bencana alam.(Prasetyo, 2019) Hal ini perlu mendapatkan perhatian bagi masyarakat Indonesia karena dari data CRED tahun 2019 korban meninggal akibat bencana diakibatkan bencana gempa bumi-tsunami, gempa bumi, dan gunung merapi. Merujuk pada jumlah korban yang besar diperlukan persiapan yang matang dan tertata pada tatanan masyarakat di tingkat bawah sampai tingkat atas di negara. Manajemen resiko bencana perlu dilakukan dengan baik sehingga dapat mengurangi jumlah korban akibat bencana. Hal ini didukung oleh UNISDR tahun 2019 yang menjelaskan tentang pentingnya keberlanjutan program untuk peningkatkan manajemen resiko bencana dalam beradaptasi dengan perubahan iklim dan mengurangi kerugian akibat bencana.(Prasetyo, 2019) Surveilans kesehatan dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan dalam kondisi normal maupun kondisi bencana, baik bencana alam maupun non alam. Salah satu bentuk bencana non alam di bidang kesehatan adalah terjadinya wabah penyakit menular, antara lain seperti pandemi COVID-19 sebagaimana masih dialami oleh dunia saat ini termasuk Indonesia. Dalam kondisi bencana, surveilans kesehatan sangat berperan penting dalam deteksi dini serta penanggulangan dan pengendalian penyebaran penyakit.(Mahawati, dkk, 2020)



1



B. Rumusan Masalah 1.



Apa pengertian dari surveilans bencana?



2.



Apa peranan surveilans ketika bencana?



3.



Apa upaya surveilans ketika bencana?



4.



Apa manfaat surveilans ketika bencana?



5.



Bagaimana metode pengumpulan data surveilans ketika bencana?



6.



Bagaimana langkah-langkah kegiatan surveilans ketika bencana?



C. Tujuan 1.



Untuk mengetahui pengertian dari surveilans bencana.



2.



Untuk mengetahui peranan surveilans ketika bencana.



3.



Untuk mengetahui upaya surveilans ketika bencana.



4.



Untuk mengetahui manfaat surveilans ketika bencana.



5.



Untuk mengetahui metode pengumpulan data surveilans ketika bencana.



6.



Untuk mengetahui langkah-langkah kegiatan surveilans ketika bencana.



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Surveilans Bencana Definisi surveilans menurut WHO adalah kegiatan pemantauan sccara cermat dan terus menenus terhadap berbagai faktor yang menentukan kejadian dan penyebaran penyakit atau gangguan kesehatan, yang meliputi pengumpulan, analisis, interpretasi dan penyebarluasan data sebagai bahan untuk penganggulangan dan pencegahan (Eni Mahawati, 2020). Sedangkan Pengertian Surveilans Epidemiologi berdasarkan Pusat Manajemen pengendalian bencana adalah Kegiatan analisis yang sistematis dan terus menerus terhadap penyakit dan masalah- masalah kesehatan serta kondisi yang memenganuhi risiko terjadinya peningkatan dan penularan penyakit serta masalah- masalah kesehatan tersebut agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan, Pusat Data dan surveilans Epidemiologi dan Kemenkes RI. Dalam definisi ini, surveilans mempunyai arti seperti sistem infomasi keschatan rutin. Menurut CDC (Center of Disease Control) Surveilans adalah Pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara sistematis dan tenus menerus yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat. Selain itu, kegiatan ini 80 dipacakan dengan diseminasi data secara tepat waktu kepada pihak- pihak yang perlu mengetahuinya (Eni Mahawati, 2020). Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa surveilans adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertcntu untuk kepentingan pencegahan dan pengangsulangannya (Eni Mahawati, 2020).



3



1.



Surveilans Penyakit terkait bencana, terutama penyakit menular Di lokasi pengungsian korban bencana, sangat perlu dilakukan survey penyakitpenyakit yang ada, terutama penyakit menular. Dengan ini diharapkan nantinya ada tindakan penanganan yang cepat agar tidak terjadi transmisi penyakit tersebut. Ada 13 besar penyakit menular dan penyakit terkait bencana: Campak, DBD, diare berdarah, diare biasa, hepatitis, ISPA. keracunan makanan, malaria. penyakit kulit, tetanus, trauma (fisik) dan thypoid. (Eni Mahawati, 2020)\ Penyakit menular yang menjadi prioritas dalam pengamatan dan pengendalian penyakit: a.



Penyakit yang rentan cpidemik (Kondisi padat ): Hepatitis



b.



Penyakit dalam program pengendalian nasional: Kolera, Diare berdarah, Campak, Thypoid fever, Tetanus.



c.



Penyakit Endemis yang dapat meningkat pasca bencana:Malaria, DBD.



d.



Penyebab Utama Kesakitan dan kematian: Pneumonia, campak, Diare, Malaria, Malnutrisi dan keracunan pangan. (Eni Mahawati, 2020)



Mudahnya penyebaran penyakit pasca bencana dikarenakan olch adanya penyakit sebelum bencana, adanya perubahan ekologi karena bencana, pengungsian, kepadatan penduduk di tempat pengungsian dan rusaknya fasilitas publik. Pengungsi yang termasuk kategori kelompok rentan yaitu: Bayi dan anak balita, orang tua atau lansia, keluarga dengan kepala keluarga wanita, ibu hamil (Eni Mahawati, 2020). 2.



Surveilans data Pengungsi Data Pengungsi meliputi data jumlah total pengungsi dan kepackatan di tempat pengungsian, data pengungsi menurut lokasi, golongan umur, dan jenis kelamin. Data dikumpulkan setiap minggu atau bulanan.



4



3.



Surveilans Kematian Data-data yang termasuk dalam kelompok data kematian meliputi nama, tempat atau barak, umur, jenis kelamin, tanggal meninggal, diagnosis, gejala, identitas pelapor.



4.



Surveilans Rawat jalan



5.



Surveilans air dan sanitasi



6.



Surveilans Gizi dan Pangan



7.



Surveilans Epidemiologi Pengungsi. (Eni Mahawati, 2020)



B. Peranan Surveilans Ketika Bencana Surveilans kesehatan diselenggarakan agar dapat melakukan Tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan diseminasi kepada pihak-pihak terkait yang membutuhkan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Tujuan penyelenggaraan surveilans epidemiologi pengungsi adalah mendapatkan gambaran epidemiologi penyakit prioritas, dan faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit prioritas, secara terus menerus



dan



epidemiologi



sistematis terhadap



untuk



memberikan



penyelenggaraan



dukungan



informasi



penanggulangan



pengungsi



dibidang kesehatan atau yang berkaitan dengan Kesehatan. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Surveilans kesehatan mengedepankan kegiatan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data dan penyelenggaraan surveilans kesehatan harus mampu memberikan gambaran epidemiologi antara lain komponen pejamu, agen penyakit, dan lingkungan yang tepat berdasarkan dimensi waktu, tempat dan orang. Karakteristik pejamu, agen penyakit, dan lingkungan mempunyai peranan dalam menentukan cara pencegahan dan penanggulangan jika terjadi gangguan keseimbangan yang menyebabkan sakit (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Tujuan surveilans pada saat bencana :



5



1.



Memonitor kesehatan penduduk dan identifikasi kebutuhan kesehatan prioritas



2.



Monitoring tingkat kedaruratan melalui analisa data kesakitan dan kematian



3.



Mengikuti trend insidens dan CFR penyakit utama guna deteksi dan penanggulangan dini KLB.



4.



Membantu perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan.



5.



Menjamin alokasi sumber daya pada kelompok rawan



6.



Monitoring dampak intervensi khusus. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015)



Peranan surveilans dalam situasi darurat : 1.



Pada



situasi



normal



melakukan



surveilans



rutin



sistem



kewaspadaan dini 2.



Ancaman kedaruratan membutuhkan respon yang cepat dan surveilans intensif, seperti menentukan upaya penanggulangan, menilai keberhasilan upaya penanggulangan, menilai situasi dan kecenderungan pada situasi darurat.



3.



Pada saat kedaruratan terjadi melakukan penilaian cepat kebutuhan kesehatan dan surveilans intensif. Setelah situasi normal, kegiatan kembali surveilans rutin. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015)



Surveilan pada saat bencana dibagi menjadi 3 tahapan : 1.



Surveilans pra bencana (Sistem Kewaspadaan dini) Sistem Kewaspadaan Dini ( SKD ) merupakan salah satu kegiatan



survailans yang kegunaannya untuk mewaspadai gejala atau potensi akan timbulnya KLB penyakit menular pada situassi bencana atau krisis kesehatan yang harus dilaksanakan oleh petugas survailan yang ada di lapangan. Hal tersebut diatas adalah merupakan tugas dari tim survailan kesehatan untuk melaksanakan SKD-KLB, namun SKDKLB akan menjadi lebih berdaya-guna dan berhasil-guna (efektif dan efisien), maka masyarakat perlu dilibatkan sebagai ujung tombak



6



pengamatan penyakit. Untuk itu masyarakat perlu mengetahui tandatanda /indicator yang dapat menyatakan suatu kondisi akan berubah menjadi



kondisi



yang



membahayakan



lingkungan



hidupnya



(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). a.



Tujuan Umum: Terselengaranya



upaya



kewaspadaan



dan



kesiapsiagaan



terhadap kemungkinan terjadinya KLB pada situasi kedaruratan atau kondisi yang mengancam kesehatan I pada wilayah yang menjadi tempat penampungan korban bencana sebagai dasar untuk dilakukan respon tindakan pencegahan dan penanggulangan yang cepat dan tepat terhadap faktor faktor risiko yang kemungkinan dapat menyebabkan gangguan terhadap status kesehatan desa terutama terjadinya KLB (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). b.



Tujuan Khusus a) Masyarakat mengetahui tanda-tanda kondisi yang mengancam kesehatan di desa terutama kemungkinan timbulnya KLB penyakit b) Masyarakat dengan dibantu Petugas kesehatan dapat melakukan pencegahan dini terhadap faktor-faktor risiko yang dapat menimbulkan gangguan status kesehatan di desa terutama terjadinya KLB penyakit menular. c) Masyarakat atau Petugas kesehatan dapat melaporkan secara cepat.,tepat segera setiap ada indikasi kemungkinan akan terjadinya gangguan status kesehatan desa terutama KLB melalui saluran informasi yang dapat diandalkan. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015)



c.



Sasaran a) Merupakan



daerah



rawan



kedaruratan



kesehatan



yang



masyarakatnya secara langsung terancam kondisi kesehatannya, upaya untuk mengurangi tingkat pemaparan masyarakat terhadap faktor-faktor risiko (upaya mitigasi) diperkirakan dapat



7



dilaksanakan untuk mengurangi kondisi kerentanan yang diakibatkan oleh situasi kedaruratan Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). b) Sasaran sistem kewaspadaan dini KLB pada situasi kedaruratan meliputi penyakit menular berpotensi KLB, kondisi rentan KLB dan



faktor



risiko



atas



kemungkinan



terjadinya



KLB



(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). c) Penyakit menular yang perlu mendapat perhatian utama adalah penyakit menular berpotensi wabah, yaitu Diare, Malaria, Campak, Ispa dan demam berdarah, disamping penyakit– penyakit lainnya yang bersifat lokal, penyakit baru dan penyakit timbul



kembali



(emerging



dan



re-emerging



disease)



(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). d.



Pelaksanaan Kegiatan SKD merupakan peningkatan atau akselerasi kegiatan survailans rutin penyakit potensial KLB yang telah berjalan, yaitu dengan meningkatkan kelengkapan dan ketepatan laporan mingguan penyakit potensial KLB melalui formulir yang telah ditentukan serta secara konsisten melakukan penyajian dan analisis data degan teratur secara periodik waktu mingguan tehadap setiap laporan kasus dan setiap indikator faktor risiko dan penyakit menular (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Kegiatan ini penting untuk dilaksanakan, baik oleh jajaran kesehatan di pos kesehatan, di Puskesmas maupun oleh masyarakat sendiri, dimana masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Inti dari pelaksanaan kewaspadaan dini adalah kepekaan atau kepedulian masyarakat terhadap ancaman pada lingkungan hidupnya dan tim kesehatan berperan sebagai fasilitator utk menyampaikan pesan dari masyarakat kepada instansi yang berwenang dan



8



menjadi motivator terhadap respon yang akan dilaksanakan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). 2.



Surveilans pada waktu bencana Tujuan surveilan pada waktu bencana adalah memperoleh



informasi yang diperlukan untuk kegiatan tanggap darurat & kebutuhan hidup dasar (termasuk kebutuhan kesehatan & sanitasi) Surveilans pada saat bencana dilaksanakan bersamaan dengan RHA (Rapid



Health



(meninggal,



Assessment).



luka),



kondisi



Informasi umum



yang



penduduk,



adalah



jumlah



kondisi



umum



lingkungan & sanitasi, kondisi sarana pelayanan kesehatan, akses untuk penyaluran bantuan dan sebagainya) Kajian RHA: memberikan rekomendasi untuk pelaksanaan bantuan penanggulangan sesuai prioritas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Rapid Health Assessment (RHA) a) Karakteristik epidemiologi korban bencana b) Gambaran kondisi kesling dilokasi bencana c) Kemampuan pelayanan pencegahan penyakit di daerah bencana. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015) Intensifikasi/Memperkuat Surveilans Bencana a) Laporan kasus/kematian b) Sistem Kewaspadaan Dini c) KLB. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015) 3.



Surveilans pasca bencana Tujuan:



memperoleh



informasi



penyakit



(utamanya



yang



berpotensi KLB) dan faktor risiko lingkungan. Dilaksanakan setelah tahap kritis tanggap darurat medik dan dibentuknya pos-pos kesehatan. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015) Informasi yang dikumpulkan: a) Penyakit: Diare, ISPA, Campak, Malaria (format mengacu WHO & menurut kondisi bencana setempat)



9



b) Faktor Risiko: air, tinja, limbah, genangan, vektor, lalat. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015) Dalam kondisi bencana peran Surveilans dapat di jelaskan sebagai berikut: 1) Saat Bencana: sebagai acuan untuk melakukan Rapid Health Assesment (RHA). melihat dampak-dampak apa saja yang ditimbulkan oleh bencana, seperti berapa jumlah korban, barang- barang apa saja yang dibutuhkan segera. peralatan apa yang harus disediakan, berapa banyak pengungsi dengan kategori bayi. anak anak, lansia, seberapa parah tingkat kerusakan dan kondisi sanitasi lingkungan (Eni Mahawati, 2020). 2) Setelah bencana: Data-data yang akan diperoleh dari kejadian bencana harus dapat dianalisis dan dibuatkan kesimpulan berupa rencana kerja atau kebijakan, misalnya apa saja yang harus dilakukan



masyarakat



untuk



kembali



dari



pengungsian,



rekonstruksi dan rehabilitasi seperti apa yang harus diberikan kepada korban bencana (Eni Mahawati, 2020). 3) Menentukan



arah



respon



penanggulangan



dan



menilai



keberhasilan respon/ evaluasi. Manajemen penanggulangan bencana meliputi fase I untuk tanggap darurat, Fase Il untuk fase akut, Fase Ill untuk recovery rehabilitasi dan rekonstruksi. Prinsip dasar penanggulangan bencana adalah pada tahap Preparedness atau kesiapsiagaan sebelum terjadi bencana (Eni Mahawati, 2020).



C. Upaya Surveilans Ketika Bencana 1. Pelayanan



kesehatan,



termasuk



pelayanan



kesehatan



masyarakat,



kesehatan reproduksi dan kesehatan jiwa. Terkait dengan sarana pelayanan kesehatan, satu Pusat Kesehatan pengungsi idealnya digunakan untuk melayani 20.000 orang, sedangkan satu Rumah Sakit untuk 200.000



10



sasaran. Penyediaan pelayanan kesehatan juga dapat memanfaatkan partisipasi Rumah Sakit Swasta, Balai Pengobatan Swasta, LSM lokal maupun intemasional yang terkait dengan bidang kesehatan. (Widayatun & Fatoni, 2016). 2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, seperti vaksinasi, penanganan masalah umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus, surveilans dan ketenagaan. Berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM), Kementerian Kesehatan telah menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan 10.000-20.000 pengungsi, terdiri dari: pekerja kesehatan lingkungan (10-20 orang), bidan (5-10 orang), dokter (1 orang), paramedis (4-5 orang), asisten apoteker (1 orang), teknisi laboratorium (1 orang), pembantu umum (5-1 0 orang), pengawas sanitasi (2-4 orang), asisten pengawas sanitasi (10- 20 orang). (Widayatun & Fatoni, 2016). 3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan masalah gizi di pengungsian, surveilans gizi, kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu dilakukan secepat mungkin untuk mengetahui sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi, jenis kelamin, umur dan kelompok rentan (balita, ibu hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut penting diperoleh, misalnya untuk mengetahui kebutuhan bahan makanan pada tahap penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans berikutnya. Selain itu, pengelolaan bantuan pangan perlu melibatkan wakil masyarakat korban bencana, termasuk kaum perempuan, untuk memastikan kebutuhankebutuhan dasar korban bencana terpenuhi. (Widayatun & Fatoni, 2016). 4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan limbah padat dan limbah cair dan promosi kesehatan. Beberapa tolok ukur kunci yang perlu diperhatikan adalah: a) persediaan air harus cukup minimal 15 liter per orang per hari b)



jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter



c) satu kran air untuk 80-100 orang



11



d) satu jamban digunakan maksimal 20 orang, dapat diatur menurut rumah tangga atau menurut j enis kelamin e) jamban berjarak tidak lebih dari 50 meter dari pemukian atau tempat pengungsian f)



bak atau lubang sampah keluarga berjarak tidak lebih dari 15 meter dan lubang sampah umum berjarak tidak lebih dari 100 meter dari pemukiman atau tempat pengungsian



g) bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter per 10 keluarga, serta h) tidak ada genangan air, air hujan, luapan air atau banjir di sekitar pemukiman atau tempat pengungsian. (Widayatun & Fatoni, 2016). 5. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan, seperti penampungan keluarga, sandang dan kebutuhan rumah tangga. Ruang tertutup yang tersedia, misalnya, setidaknya tersedia per orang rata-rata berukuran 3,5-4,5 m. Kebutuhan sandang juga perlu memperhatikan kelompok sasaran tertentu, seperti pakaian untuk balita dan anak-anak serta pembalut untuk perempuan remaja dan dewasa (Widayatun & Fatoni, 2016).



1. Rekomendasi terkait pelayanan kesehatan masyarakat, meliputi: a. merencanakan kegiatan Puskesmas Keliling sebagai dukungan sementara b. perlu tenaga fisioterapi untuk perawatan bagi penduduk yang cedera c. ketersediaan pangan penduduk kelompok rentan, khususnya program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita dan ibu hamil d. revitalisasi pelayanan Bidan Desa untuk mendukung program Kesehatan Ibu dan Anak e. revitalisasi tenaga sanitarian untuk menangani kondisi lingkungan yang tidak sehat, serta f. perlu penanganan psikiatri bagi masyarakat yang mengalami trauma. Selain itu, rekomenasi juga dikeluarkan terkait pencegahan dan



12



pemberantasan penyakit menular, yaitu melakukan surveilans penyakit menular untuk memperkuat sistem surveilans rutin serta Mempertimbangkan langkah antisipasi munculnya penyakit diare, typhus abdominalis, DHF, campak, dan tetanus 2. Pelayanan kesehatan reproduksi setidaknya meliputi kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), deteksi dini infeksi menular seksual QMS) dan HIV/AIDS serta kesehatan reproduksi remaja. 3. Penanggulangan penderita stes paska trauma antara lain bisa dilakukan dalam bentuk penyuluhan kelompok besar (lebih dari 20 orang) dengan melibatkan ahli psikologi serta kader masyarakat yang telah dilatih (Widayatun & Fatoni, 2016).



D. Manfaat Surveilans Ketika Bencana Surveilans kesehatan diselenggarakan agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan diseminasi kepada pihak-pihak terkait yang membutuhkan. Manfaat penyelenggaraan surveilans epidemiologi pengungsi adalah mendapatkan gambaran epidemiologi penyakit prioritas, dan faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit prioritas, secara terus menerus dan sistematis untuk memberikan dukungan informasi epidemiologi



terhadap



penyelenggaraan



penanggulangan



pengungsi



dibidang kesehatan atau yang berkaitan dengan kesehatan. Surveilans kesehatan mengedepankan kegiatan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data dan penyelenggaraan surveilans kesehatan harus mampu memberikan gambaran epidemiologi antara lain komponen pejamu, agen penyakit, dan lingkungan yang tepat berdasarkan dimensi waktu, tempat dan orang. Karakteristik pejamu, agen penyakit, dan lingkungan mempunyai peranan dalam menentukan cara pencegahan dan penanggulangan jika terjadi gangguan keseimbangan yang menyebabkan sakit. (Yurianto, 2015)



13



1.



Surveilans pra bencana (Sistem Kewaspadaan dini) Sistem Kewaspadaan Dini ( SKD ) merupakan salah satu kegiatan survailans yang kegunaannya untuk mewaspadai gejala atau potensi akan timbulnya KLB penyakit menular pada situasi bencana atau krisis kesehatan yang harus dilaksanakan oleh petugas survailan yang ada di lapangan. (Yurianto, 2015) Manfaat surveilans pra bencana adalah: a. Masyarakat



mengetahui



tanda-tanda



kondisi



yang



mengancam kesehatan di desa terutama kemungkinan timbulnya KLB penyakit. b. Masyarakat dengan dibantu Petugas kesehatan dapat melakukan pencegahan dini terhadap faktor-faktor risiko yang dapat menimbulkan gangguan status kesehatan di desa terutama terjadinya KLB penyakit menular. c. Masyarakat atau Petugas kesehatan dapat melaporkan secara cepat.,tepat segera setiap ada indikasi kemungkinan akan terjadinya gangguan status kesehatan desa terutama KLB melalui saluran informasi yang dapat diandalkan. (Yurianto, 2015) 2.



Surveilans pada waktu bencana Manfaat surveilan pada waktu bencana adalah memperoleh informasi yang diperlukan untuk kegiatan tanggap darurat & kebutuhan hidup dasar (termasuk kebutuhan kesehatan & sanitasi) Surveilans pada saat bencana dilaksanakan bersamaan dengan RHA (Rapid



Health



(meninggal,



Assessment).



luka),



kondisi



Informasi umum



yang



penduduk,



adalah



jumlah



kondisi



umum



lingkungan & sanitasi, kondisi sarana pelayanan kesehatan, akses untuk penyaluran bantuan dan sebagainya). Kajian RHA: memberikan rekomendasi untuk pelaksanaan bantuan penanggulangan sesuai prioritas. (Yurianto, 2015) 3.



Surveilans pasca bencana



14



Tujuan:



memperoleh



informasi



penyakit



(utamanya



yang



berpotensi KLB) dan faktor risiko lingkungan. Manfaat surveilans pasca bencana: a. Perencanaan & mobilisasi untuk penanggulangan yang tepat. b. Memberikan informasi yang benar bagi pimpinan & masyarakat. c. Secara tidak langsung mencegah KLB & akibat buruk lain. (Yurianto, 2015) Untuk mencegah timbulnya kejadian luar biasa pada situasi bencana, maka deteksi kasus dan respons pengendalian harus dilakukan secara simultan. Setiap informasi



yang mengarah



munculnya sebuah kasus penyakit prioritas di wilayah bencana (meskipun dalam bentuk rumor), harus ditindak lanjuti dengan proses verifikasi segera dengan melakukan penyelidikan epidemiologis oleh tim yang ditetapkan sebelumnya. Tim epidemiolog lapangan harus sesegera mungkin diterjunkan ke lapangan untuk mengambil sampel penderita,



melakukan



verifikasi



laboratorium,



yang



apabila



memungkinkan dengan menggunakan tes cepat (rapid test), agar verifikasi diagnosis dapat dilakukan pada saat itu juga. (Husein & Onasis, 2017) Hasil penyelidikan epidemiologis, kemudian didiseminasi pada rapat koordinasi sektor kesehatan, agar semua relawan kesehatan yang berada di wilayah bencana mempunyai informasi tentang risiko penyebaran penyakit di wilayah mereka. Diseminasi ini juga diperlukan agar semua stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengendalian penyakit dapat berkoordinasi untuk menyatukan sumber daya, dan merencanakan program intervensi yang sistematik. Untuk keperluan itulah mengapa Surveilan penyakit pada situasi bencana juga menekankan pada aspek kecepatan mendapatkan data, mengolah, menganalisa dan mendesimenasikan informasi tersebut pada semua pihak terkait. (Husein & Onasis, 2017)



15



E. Metode Pengumpulan Data Surveilans Ketika Bencana Pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Aktif Pengumpulan data secara aktif dilakukan dengan cara mendapatkan data secara langsung dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, masyarakat atau



sumber



data



lainnya,



melalui



kegiatan



Penyelidikan



Epidemiologi, surveilans aktif puskesmas/rumah sakit, survei khusus, dan kegiatan lainnya. (PERMENKES, 2014) b. Pasif Pengumpulan data secara pasif dilakukan dengan cara menerima data dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya, dalam bentuk rekam medis, buku register pasien, laporan



data



kesakitan/kematian,



laporan



kegiatan,



laporan



masyarakat dan bentuk lainnya. (PERMENKES, 2014)



F. Langkah-Langkah Kegiatan Surveilans Ketika Bencana a. Investigasi penyakit Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka terlebih dahulu dilakukan investigasi/penyelidikan epidemiologi penyakit malaria. Dengan investigator membawa ceklis/format pengisian tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam hal ini adalah penyakit malaria dan bahan untuk pengambilan sampel di laboratorium. Setelah melakukan investigasi penyelidikan kemudian disimpulkan bahwa benar-benar telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria yang perlu mengambil tindakan atau sebaliknya (Arias, 2016) b. Tindakan penanggulangan Tindakan penanggulangan yang dilakukan melalui pengobatan segera pada penderita yang sakit, melakukan rujukan penderita yang tergolong berat, melakukan penyuluhan mengenai penyakit malaria kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran agar tidak tertular penyakit



16



atau menghindari penyakit tersebut, melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk memutuskan rantai penularan (Arias, 2016) c. Evaluasi data sistem surveilans Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk dapat dilakukan evaluasi manfaat kegiatan surveilans. Sistem dapat berguna apabila memenuhi salah satu dari pernyataan berikut: 1) Apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan dan mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus. 2) Apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemik kejadian kasus di wilayah tersebut. 3) Apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang besarnya morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan kejadian penyakit di wilayah tersebut. 4) Apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan kasus atau penyakit. (Sutanto, 2016) d. Peringatan Dini Peringatan Dini yaitu kegiatan yang memberikan tanda atau isyarat terjadinya bencana pada kesempatan pertama dan paling awal. Peringatan dini ini diperlukan bagi penduduk yang bertempat tinggal didaerah rawan bencana agar mereka mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan diri. (Sutanto, 2016) e. Penyelamatan dan Pencarian Penyelamatan dan Pencarian yaitu kegiatan yang meliputi pemberian pertolongan dan bantuan kepada penduduk yang mengalami bencana. Kegiatan ini meliputi mencari, menyeleksi dan memilah penduduk yang meninggal, luka berat, luka ringan serta menyelamatkan penduduk yang masih hidup. (Sutanto, 2016) f. Pengungsian



17



Pengungsian yaitu kegiatan memindahkan penduduk yang sehat, luka ringan dan luka berat ketempat pengungian (evakuasi) yang lebih aman dan terlindung dari resiko dan ancaman bencana. (Sutanto, 2016) g. Penyantunan dan pelayanan Penyantunan dan pelayanan yaitu kegiatan pemberian pertolongan kepada para pengungsi untuk tempat tinggal sementara, makan, pakaian dan kesehatan. Konsolidasi, yaitu kegiatan untuk mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan oleh petugas dan mesyarakat dalam tanggap darurat, antara lain dengan melakukan pencarian dan penyelamatan ulang, penghitungan ulang korban yang meninggal, hilang, luka berat, luka ringan dan yang mengungsi. (Sutanto, 2016) h. Rekonstruksi Rekonstruksi yaitu kegiatan untuk membangun kembali berbagai yang diakibatkan oleh bencana secara lebih baik dari pada keadaan sebelumnya



dengan



telah



mengantisipasi



berbagai



kemungkinan



terjadinya bencana di masa yang akan datang. Disini peranan K 3 menjadi penting untuk mendukung siklus itu. (Sutanto, 2016)



18



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Surveilans adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertcntu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangannya. 2. Peran surveilans bencana : 1) Saat bencana: sebagai acuan untuk melakukan Rapid Health Assesment (RHA). 2) Setelah bencana: datadata yang akan diperoleh dari kejadian bencana harus dapat dianalisis dan dibuatkan kesimpulan berupa rencana kerja atau kebijakan. 3) Menentukan arah respon penanggulangan dan menilai keberhasilan respon/evaluasi. 3. Upaya surveilans ketika bencana yaitu pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, gizi dan pangan, dan lingkungan, serta hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan. 4. Manfaat surveilans ketika bencana yaitu 1) Surveilans pra bencana (Sistem Kewaspadaan dini): mengetahui tanda-tanda kondisi yang mengancam kesehatan di desa terutama kemungkinan timbulnya KLB penyakit, dapat melakukan pencegahan dini terhadap faktor-faktor risiko yang dapat menimbulkan gangguan status kesehatan di desa terutama terjadinya KLB penyakit menular, dan dapat melaporkan secara cepat.,tepat segera setiap ada indikasi kemungkinan akan terjadinya gangguan status kesehatan desa terutama KLB melalui saluran informasi yang dapat diandalkan. 2) Surveilans pada waktu bencana: Manfaat surveilan pada waktu bencana adalah memperoleh informasi yang diperlukan untuk kegiatan tanggap darurat & kebutuhan hidup dasar (termasuk kebutuhan kesehatan & sanitasi) Surveilans pada saat bencana dilaksanakan bersamaan dengan RHA (Rapid Health Assessment). 3) Surveilans



pasca



bencana:



perencanaan



&



mobilisasi



untuk



penanggulangan yang tepat, memberikan informasi yang benar bagi



19



pimpinan & masyarakat, dan secara tidak langsung mencegah KLB & akibat buruk lain. 5. Pengumpulan data surveilans ketika bencana dilakukan secara aktif dan pasif. 6. Langkah-langkah kegiatan surveilans ketika bencana yaitu investigasi penyakit, tindakan penanggulangan, evaluasi data sistem surveilans, peringatan dini, penyelamatan dan pencarian, pengungsian, penyantunan dan pelayanan, dan rekonstruksi.



B. Saran Surveilans bencana dilakukan secara berkesinambungan mulai dari pra bencana, saat bencana dan pasca bencana. Jadi perlu koordinasi dan kerjasama yang baik antara pihak-pihak terkait agar persiapan mengahadapi bencana dan intervensi setelah bencana dapat terlaksana dengan baik.



20



DAFTAR PUSTAKA



Ghani, A., Kesehatan, F. I., & Epidemiologi, P. (2016). Epidemiologi Kesehatan Darurat ( Epidemiologi IV ) Tidak bermanfaat Twitter. Epidemiologi IV, 100 Husein, A., & Onasis, A. (2017). Manajemen Bencana. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementeri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1116/Menkes/Sk/Viii/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Modul Peningkatan Kapasitas Petugas Kesehatan dalam Pengurangan Risiko Bencana Internasional (International Training Consortium on Disaster Risk Reduction). Modul Peningkatan Kapasitas Petugas Kesehatan Dalam Pengurangan Risiko Bencana Internasional Dalam Pengurangan Risiko Bencana



Internasional,



227–248.



https://www.who.int/docs/default-



source/searo/indonesia/non-who-publications/2015-training-on-disasaterrisk-reduction--bahasa.pdf?sfvrsn=c9bba3c1_2 Mahawati, E., dkk. (2020). Surveilans Kesehatan dalam Kondisi Bencana. Semarang: Sultan Agung Press. Oktaviana, F. (2018). Peran Petugas Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana. Jurnal Kesehatan Masyarakat , 3(1) 79-82. Prasetyo, W. (2019). Literature Review: Kesadaran Dan Kesiapan Dalam Manajemen Bencana. Jurnal Ners LENTERA, 7(2) 153-166. Sutanto. 2016. Peranan K3 Dalam Manajemen Bencana. Diponegoro. Widayatun, & Fatoni, Z. (2016). PERMASALAHAN KESEHATAN DALAM KONDISI BENCANA : PERAN PETUGAS DAN PARTISIPASI MASYARAKAT. Jurnal Kependudukan Indonesia , 45-46.



Yurianto, A. (2015). Modul Peningkatan Kapasitas Petugas Kesehatan dalam Pengurangan Risiko Bencana Internasional. Jakarta: Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.