Makalah Transportasi Dan Mobilitas Bayi Kel 11 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TRANSPORTASI DAN MOBILITAS BAYI DOSEN PENGAMPU :Tri Marini,SST,M.Keb



Disusun Oleh: KELOMPOK 11 Devita Natalia Sihombing (P07524419013) Nur Jannah Batu Bara (P07524419028) KELAS DIV 3A



JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN T.A. 2021/2022



1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas rahmat dan hidayat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang diberi judul “TUGAS MAKALAH TRANSPORTASI DAN MOBILITAS BAYI ”makalah ini kami buat berdasarkan tugas yang diberikan. Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini terdapat banyak sekali kekurangan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran serta masukkan dari pembaca sekalian yang bersifat membangun. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat membarikan manfaat bagi kami pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.



Medan, 05 Februari 2022



Penulis



2



DAFTAR ISI



Kata pengantar.............................................................................................................. 1 Daftar isi........................................................................................................................... 1 BAB I Pendahuluan....................................................................................................... 2 A. Latar Belakang........................................................................................................... 3 B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 4 C. Tujuan............................................................................................................................ 5 BAB II Pembahasan......................................................................................................... 6 A.PengertianKebutuhanMobilisasidanTransportasi...................................... 6 B.Teknik Mobilisasi dan Transportasi................................................................... 6 C.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Mobilisasi dan Transportasi..................................................................................................................7-13 D.Tindakan dalam upaya pemenuhan dalam kebutuhan mobilitas..................14-17 BAB III Penutup.............................................................................................................. 24 A. Kesimpulan.................................................................................................................. 25 B. Saran............................................................................................................................... 26 Daftar Pustaka................................................................................................................. 27



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008). Transportasi pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita atau korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai. Dewasa ini banyak pasien yang harus bisa kita ajarkan untuk dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, karena jika tidak, pasien-pasien itu tidak akan bisa berjalan dengan mandiri. Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi pengetahuan tentang bagaimana caranya memenuhi kebutuhan mobilisasi dan transportasi pasien kepada masyarakat luas yang mana di negara Indonesia masih kurang mengetahuinya. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa pengertian dari kebutuhan mobilisasi dan transportasi? 1.2.2 Apa saja teknik mobilisasi dan transportasi? 1.2.3 Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan mobilisasi dan transportasi? 1.2.4 Apa masalah pada kebutuhan mobilisasi dan transportasi? 1.2.5 Bagaimana asuhan keperawatan dalam lingkup kebutuhan mobilisasi dan transportasi?



4



1.2.6 Apa saja tindakan dalam upaya pemenuhan kebutuhan mobilisasi dan transportasi? 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari kebutuhan mobilisasi dan transportasi. 1.3.2 Untuk mengetahui teknik mobilisasi dan transportasi. 1.3.3 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan mobilisasi dan transportasi. 1.3.4 Untuk



mengetahui



masalah



pada



kebutuhan



mobilisasi



dan



transportasi. 1.3.5 Untuk mengetahui asuhan keperawatan dalam lingkup kebutuhan mobilisasi dan transportasi.



BAB II PEMBAHASAN 5



2.1 Pengertian Kebutuhan Mobilisasi dan Transportasi Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna memprtahankan kesehatannya. Transportasi pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita atau korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai. 2.2 Teknik Mobilisasi dan Transportasi Teknik mobilisasi dan transportasi adalah teknik yang dapat digunakan oleh perawat untuk memberi perawatan pada klien imobilisasi. Teknik ini membutuhkan mekanika tubuh yang sesuai sehingga memungkinkan perawat untuk menggerakan, mengangkat atau memindahkan klien dengan aman, dan juga melindungi perawat dari cedera sistem musculoskeletal. 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Mobilisasi dan Transportasi 2.3.1 Gaya Hidup Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilisasi seseorang karena gaya hidup berdampak oada perilaku atau kebiasaan sehari-hari. Perokok berat akan cenderung mempunyai pola pernapasan



pendek.



Anak-anak



yang



senang



bermain



akan



mengembangkan keterampilan aktivitas lebih cepat dibandingkan anak-anak yang tidak senang bermain atau kurang aktif. 2.3.2 Proses Penyakit atau Cedera Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilisasi karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakkan dalam ekstremitas bagian bawah, cedera pada urat saraf tulang belakang, pasien pasca operasi atau yang mengalami nyeri cenderung membatasi gerakan.



6



2.3.3 Kebudayaan Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi oleh kebudayaan. Contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat; sebaliknya ada orang yang memiliki budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas, misalnya 40 hari sesudah melahirkan tidak boleh keluar rumah. 2.3.4 Tingkat Energi Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi. Agar seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup. 2.3.5 Usia dan Status Perkembangan Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia. Misalnya orang oada usia pertengahan cenderung mengalami penurunan aktivitas yang berlanjut sampai usia tua. 2.4 Masalah Pada Kebutuhan Mobilisasi dan Transportasi Masalah pada kebutuhan mobilisasi dan transportasi adalah imobilitas. Imobilitas merupakan keadaan diamana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakkan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya. Pada keadaan lebih lanjut pasien mengalami perubahan konsep diri serta memberikan reaksi emosi yang sering tidak sesuai dengan situasi. 2.4.1 Perubahan Metabolisme Perubahan metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat berisiko meningkatkan gangguan metabolisme. Beberapa dampak perubahan metabolisme, diantaranya adalah pengurangan jumlah metabolisme,



atrofi



kelenjar



7



dan



katabolisme



protein,



ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal. 2.4.2 Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan



cairan



dari



intravaskular



ke



interstisial



dapat



menyebabkan edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang akibat



menurunnya



aktivitas



otot,



sedangkan



meningkatnya



demineralisasi tulang dapat mengakibatkan reabsorpso kalsium. 2.4.3 Gangguan Zat Gizi Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori yang dapat mengakibatkan berubahnya zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dimana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme. 2.4.4 Gangguan Fungsi Gastrointestinal Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, hal ini disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses elimiansi. 2.4.5 Perubahan Sistem Pernapasan Pasien



dalam



keadaan



imobilitas



cenderung



mengalami



gangguan pernapasan, yaitu penurunan gerakan pernapasan yang disebabkan oleh pembatasan gerakan, kehilangan koordinasi otot atau mungkin akibat otot kurang digunakan, dapat juga akibat obat-obat tertentu misalnya sedatif dan anestesik. Terakumulasinya sekret juga dapat terjadi akibat pasien sulit batuk dan mengubah posisi. Ketidakseimbangan oksigen dan karbondioksida akibat penurunan



8



gerakan pernapasan sehingga pemasukan oksigen dan pengeluaran karbondikosida menurun. 2.4.6 Perubahan Kardiovaskuler Imobilitas



dapat



menyebabkan



masalah



pada



sistem



kardiovaskuler, yaitu hipotensi ortostatik yang disebabkan oleh sistem saraf autonom tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah ke tubuh sewaktu seseorang berbaring dalam waktu yang lama. Pada posisi yang tetap dan lama, refleks neurovaskular akan menurun dan mengakibatkan vasokontriksi, kemudian darah terkumpul pada vena bagian bawah, sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan karena imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang terkumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya trombus juga disebabkan oleh meningkatnya statis vena yang merupakan hasil penurunan kontraksi muskular sehingga meningkatkan arus balik vena. 2.4.7 Perubahan Sistem Muskuloskeletal Masalah muskuloskeletal yang dapat terjadi adalah osteoporosis (tulang menjadi rapuh dan mudah rusak), rasa sakit pada persendian akibat terkumpulnya kalsium pada area persendian, atrofi otot karena otot tidak dipergunakan dalam waktu yang lama, kontraktur (dimana otot mengalami pemendekan atau kontraksi), ulkus dekubitus akibat sirkulasi pada area tertentu tidak baik dan disertai dengan adanya penekanan secara terus-menerus. 2.4.8 Perubahan Sistem Integumen Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superfisial dengan adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan. 2.4.9 Perubahan Eliminasi



9



Mungkin dapat terjadi stasis urine yang disebabkan pasien pada posisi berbaring tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara sempurna. Retensi urine dan inkontinesia dapat pula terjadi akibat kurang aktivitas dan pengontrolan urinasi menurun. 2.4.10 Perubahan Perilaku Perubahan perilaku akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, dan menurunnya mekanisme koping. Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampak imobilitas karena selama proses imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain. 2.5 Asuhan Keperawatan dalam Lingkup Kebutuhan Mobilisasi dan Transportasi 2.5.1 Pengkajian 2.5.1.1 Aktivitas / Istirahat Tanda



: Keterbatasan



atau kehilangan fungsi pada



bagian yang terkena. 2.5.1.2 Sirkulasi Tanda



: Hipertensi respon



(kadang-kadang



terhadap



nyeri)



terlihat atau



sebagai hipotensi



(kehilangan darah). 2.5.1.3 Neurosensori Gejala



: Hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, dan kesemutan (parestesis).



Tanda



: Deformitas



lokal



angulasi



abnormal,



pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / ansietas atau trauma lain).



2.5.1.4 Nyeri atau Kenyamanan



10



Gejala



: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang dapat berkurang pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme / kram otot (setelah imobilitasi).



2.5.1.5 Keamanan Tanda



: Laserasi kulit, avulse jaringan, perdarahan, dan perubahan warm. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).



2.5.2 Perumusan Masalah dan Tujuan 2.5.2.1 Intoleransi Aktivitas Definisi : Kondisi



dimana



seseorang



mengalami



penurunan energi fisiologis dan psikologis untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Kemungkinan berhubungan dengan : 2.5.2.1.1



Kelemahan umum



2.5.2.1.2



Bedres yang lama (imobilisasi)



2.5.2.1.3



Motivasi yang kurang



2.5.2.1.4



Pembatasan pergerakan



2.5.2.1.5



Nyeri



2.5.2.2 Keletihan Definisi : Kondisi dimana seseorang mengalami perasaan letih yang berlebihan secara terus-menerus dan penuruna kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak dapat hilang dengan istirahat. Kemungkinan berhubungan dengan: 2.5.2.2.1



Menurunnya produksi metabolism



2.5.2.2.2



Pembatasan diet



2.5.2.2.3



Anemia



2.5.2.2.4



Ketidakseimbangan glukosa dan elektrolit



2.5.2.3 Gangguan Mobilitas Fisik



11



Definisi : Kondisi dimana pasien tidak mampu melakukan pergerakan secara mandiri. Kemungkinan berhubungan dengan: 2.5.2.3.1



Gangguan persepsi kognitif



2.5.2.3.2



Imobilisasi



2.5.2.3.3



Gangguan neuro muskuler



2.5.2.3.4



Kelemahan



2.5.2.3.5



Pasien dengan traksi



2.5.2.4 Defisit Perawatan Diri Definisi : Kondisi dimana pasien tidak dapat melakukan sebagian atau seluruh aktivitas sehari-hari seperti; makan, berpakaian dan mandi, dan lainlain. Kemungkinan berhubungan dengan: 2.5.2.4.1



Gangguan neuromuskuler



2.5.2.4.2



Menurunnya kekuatan otot



2.5.2.4.3



Menurunnya control otot dan koordinasi



2.5.2.4.4



Kerusakan persepsi kognitif



2.5.2.4.5



Depresi



2.5.2.4.6



Gangguan fisik



2.5.3 Perencanaan 2.5.3.1 Intoleransi Aktivitas Intervensi: 1.



Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas



2.



Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri



3.



Catat tanda vital



4.



Kolaborasi dengan dokter



5.



Lakukan aktivitas yang adekuat



Rasional: 1.



Merencanakan intervensi dengan tepat



2.



Pasien dapat memilih dan merencanakannya sendiri



12



3.



Mengkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama aktivitas



4.



Mempercepat proses penyembuhan



5.



Untuk mengoptimalkan pergerakan



2.5.3.2 Keletihan Intervensi: 1.



Monitor keterbatasan aktivitas



2.



Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri



3.



Catat tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas



4.



Kolaborasi dengan dokter dalam latihan aktivitas



5.



Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet



6.



Berikan pendidikan kesehatan



Rasional: 1.



Merencanakan intervensi dengan tepat



2.



Pasien dapat memilih dan merencanakannya sendiri



3.



Mengkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama aktivitas



4.



Mempercepat proses penyembuhan



5.



Diet adekuat dapat menambah energy untuk mencegah keletihan



6.



Menambah pengetahuan pasien



2.5.3.3 Gangguan mobilitas fisik Intervensi: 1.



Pertahanan body aligment dan posisi yang nyaman



2.



Cegah pasien jatuh



3.



Lakukan latihan aktif maupun pasif



4.



Lakukan fisiotheraphy dada dan postural



5.



Tingkatkan aktivitas sesuai batas toleransi



Rasional: 1.



Mencegah iritasi dan komplikasi



2.



Mempertahankan keamanan pasien



3.



Meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur



13



4.



Meningkatkan fungsi paru



5.



Memaksimalkan mobilisasi



2.5.3.4 Defisit Perawatan Diri Intervensi: 1.



Lakukan kajian kemampuan pasien dalam perawatan diri terutama ADL



2.



Jadwalkan jam kegiatan tertentu untuk ADL



3.



Jaga privasi dan keamanan pasien



4.



Lakukan latihan aktif dan pasif



5.



Monitor tanda vital, tekanan darah, sebelum dan sesudah ADL



Rasional: 1.



Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana keperawatan



2.



Perencanaan yang matang dalammelakukan kegiatan sehari-hari



3.



Memberikan keamanan



4.



Meningkatkan sirkulasi darah



5.



Mengkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama aktivitas



2.5.4 Tindakan yang Berkaitan dengan Mobilisasi dan Transportasi 2.5.4.1 Mengkaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri dan observasi TTV. 2.5.4.2 Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik. 2.5.4.3 Mengajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. 2.5.4.4 Mengajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. 2.5.4.5 Memantau TTV 2.5.4.6 Melakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll. 2.5.4.7 Melakukan kolaborasi untuk pemberian antibiotik.



14



2.5.5 Evaluasi 2.5.5.1 Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan. 2.5.5.2 Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. 2.5.5.3 Infeksi tidak terjadi / terkontrol 2.6 Tindakan dalam Upaya Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi dan Transportasi 2.6.1 Mengatur Posisi 2.6.1.1 Posisi Semifowler



Posisi semifowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien. Cara Kerja: 1.



Baringkan pasien terlentang dengan kepalanya dekat dengan papan kepala.



2.



Tinggikan kepala tempat tidur 45o sampai 60o.



3.



Letakkan kepala pasien di atas kasur atau bantal yang kecil.



4.



Gunakan bantal untuk menyangga tangan dan lengan pasien bila pasien tidak mempunyai kontrol volunter atau menggunakan lengan dan tangan.



5.



Letakkan bantal pada punggung bawah.



6.



Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk di bawah paha dan pergelangan kaki. 15



2.6.1.2 Posisi Miring



Posisi miring adalah posisi miring ke kanan atau kiri. Posisi



ini



dilakukan



untuk



memberi



kenyamanan,



membersihkan punggun, dan memberi obat per anus (supositoria). Cara Kerja: 1.



Baringkan pasien pada posisi terlentang di tengah tempat tidur.



2.



Gulingkan pasien hingga ke posisi miring.



3.



Letakkan bantal di bawah kepala dan leher.



4.



Arahkan bilah bahu ke depan.



5.



Posisikan kedua lengan pada posisi fleksi: lengan atas didukung dengan bantal setinggi bahu.



6.



Letakkan gulungan bantal sejajar pada punggung pasien.



7.



Letakkan satu atau dua bantal di bawah tungkai atas.



8.



Letakkan penyangga seperti kantung pasir atau penghenti foot-drop, pada kaki pasien.



16



2.6.1.3 Posisi Sim (Semi Prone)



Posisi sim adalah posisi miring setengah tengkurap ke kanan atau ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberi obat per anus (suspositoria). Cara Kerja: 1.



Baringkan pasien pada posisi terlentang di tengah tempat tidur yang datar.



2.



Baringkan pasien posisi lateral sebagian berbaring pada abdomennya.



3.



Letakkan bantal kecil di bawah kepala dan bantal besar di bawah lengan pasien yang fleksi, tungkai yang fleksi (dengan menyangga tungkai setinggi pinggul).



4.



Tempatkan kantong pasir di atas kaki pasien.



17



2.6.1.4 Posisi Prone



Posisi prone adalah posisi tengkurap. Posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan untuk melakukan tindakan tertentu seperti massage punggung. Cara Kerja: 1.



Baringkan pasien pada posisi terlentang di tengah tempat tidur.



2.



Posisikan tengkurap di atas tempat tidur yang datar.



3.



Putar kepala pasien ke salah satu posisi dan sokong dengan bantal kecil, sokong abdomen pasien di bawah ketinggian diafragma.



4.



Posisikan kaki pada sudut yang tepat, gunakan bantal untuk meninggikan jari kaki.



2.6.1.5 Posisi Trendelenburg



Posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah dari pada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak. Posisi



18



ini digunakan pada operasi abdomen bagian bawah atau pelvis. 2.6.1.6 Posisi Anti Trendelenburg



Posisi ini pasien berbaring di tengah tempat tidur dengan bagian kepala lebih tinggi dari pada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah, mencegah edema pada otak, serta mencegah peningkatan tekanan intrakrinial (TIK), dilakukan misalnya pada pasien pasca operasi trepanasi, pasien stroke jika tidak ada kontra indikasi. Digunakan pada bedah kandung empedu. 2.6.1.7 Posisi Dorsal Recumbent



Posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau diregangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genetalia, memasang kateter, serta pada proses persalinan. Posisi ini digunakan pada kebanyakan bedah abdomen, kecuali untuk bedah kandung empedu dan pelvis.



19



2.6.1.8 Posisi Litotomi



Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genetalia pada prose persalinan, operasi TURP, dan memasang alat kontrasepsi. Digunakan pada bedah parineal, rektal, dan vagina. 2.6.1.9 Posisi Genupektoral



Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rektum dan sigmoid. 2.6.2 Latihan Ambulasi Ambulasi adalah latihan yang paling berat dimana pasien yang dirawat



di



rumah



sakit



dapat



dikontraindikasikan oleh kondisi pasien. Latihan:



20



berpartisipasi



kecuali



2.6.2.1 Duduk di Atas Tempat Tidur Cara: 1.



Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.



2.



Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badannya dengan telapak tangan menghadap ke bawah.



3.



Berdirilah di samping tempat tidur kemudian letakkan tangan pada bahu pasien.



4.



Bantu pasien untuk duduk dan beri penopang atau bantal.



2.6.2.2 Turun dan Berdiri Cara: 1.



Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.



2.



Atur kursi roda dalam posisi terkunci.



3.



Berdirilah menghadap pasien dengan kedua kaki merenggang.



4.



Fleksikan lutut dan pinggang Anda (pemeriksa).



5.



Anjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangannya di bahu Anda dan letakkan kedua tangan Anda di samping kanan dan kiri pinggang pasien.



6.



Ketika pasien melangkah ke lantai, tahan lutut Anda pada lutut pasien.



7.



Bantu berdiri tegak dan jalan sampai ke kursi.



8.



Bantu pasien duduk di kursi dan atur posisi agar nyaman.



2.6.2.3 Membantu Berjalan Cara: 1.



Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.



2.



Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang telapak tangan Anda.



3.



Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.



4.



Bantu pasien berjalan.



21



2.6.3 Teknik Pemindahan Klien dari Tempat Tidur ke Kursi Roda Suatu kegiatan yang dilakuan pada klien dengan kelemahan kemampuan fungsional untuk berpindah dari tempat tidur ke kursi. 2.6.3.1 Bantu pasien duduk di tepi tempat tidur. 2.6.3.2 Kaji postural hipotensi. 2.6.3.3 Intruksikan pasien untuk bergerak ke depan dan duduk di tepi bed. 2.6.3.4 Intruksikan mencondongkan tubuh ke depan mulai dari pinggul. 2.6.3.5 Intruksikan meletakkan kaki yang kuat di bawah tepi bed, sedangkan kaki yang lemah berada di depannya. 2.6.3.6 Meletakkan tangan pasien di atas permukaan bed atau diatas kedua bahu perawat. 2.6.3.7 Berdiri tepat di depan pasien, condogkan tubuh ke depan, fleksikan pinggul, lutut, dan pergelangan kaki. Lebarkan kaki dengan salah satu di depan dan yang lainnya di belakang. 2.6.3.8 Lingkari punggung pasien dengan kedua tangan perawat. 2.6.3.9 Tangan otot gluteal, abdominal, kaki dan otot lengan anda siap untuk melakukan gerakan. 2.6.3.10 Bantu pasien untuk berdiri, kemudian bergerak-gerak bersama menuju korsi roda. 2.6.3.11 Bantu pasien untuk duduk, minta pasien untuk membelakangi kursi roda, meletakkan kedua tangan di atas lengan kursi roda atau tetap pada bahu perawat. 2.6.3.12 Minta pasien untuk menggeser duduknya sampai pada posisi yang paling aman. 2.6.3.13 Turunkan tatakan kaki, dan letakkan kedua kaki pasien di atasnya. 2.6.3.14 Buka kunci roda pada kursi.



22



2.6.4 Teknik Pemindahan Klien dari Tempat Tidur ke Brankar Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke brankar. 2.6.4.1 Atur posisi brankar dalam posisi terkunci. 2.6.4.2 Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat. 2.6.4.3 Berdiri menghadap pasien. 2.6.4.4 Silangkan tangan di depan dada. 2.6.4.5 Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien. 2.6.4.6 Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher atau bahu dan bawah pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki. 2.6.4.7 Angkat bersama-sama dan pindahkan ke brankar. 2.6.5 Melatih Pasien menggunakan Alat Bantu Jalan Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien. Melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan kewenangan team fioterapi. Namun perawat tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dalam menjamin bahwa perawatan yang tepat dan dokumentasi yang lengkap dilakukan.



23



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur. Transportasi pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita atau korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai. Faktor-faktor



yang



mempengaruhi



kebutuhan



mobilisasi



dan



transportasi, yaitu gaya hidup, proses penyakit atau cedera, kebudayaan, tingkat energi, dan usia dan status perkembangan. Masalah pada kebutuhan mobilisasi dan transportasi, yaitu perubahan metabolisme, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan zat gizi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernapasan, perubahan kardiovaskular, perubahan sistem muskuloskeletal, perubahan sistem integumen, perubahan eliminasi, dan perubahan perilaku. 3.2 Saran Evaluasi keperawatan yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah mobilisasi dan transportasi adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam penggunaan tubuhnya dengan baik.



24



DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2015. Pengertian Ambulasi Dini. http://www.landasanteori.com/2015/07/pengertian-ambulasi-dinidefinisi.html, diakses tanggal 6 Februari 2017 Anonim. 2015. Macam-macam Posisi Pasien. http://www.trendilmu.com/2015/04/macam-macam-posisi-pasien.html, diakses tanggal 6 Februari 2017 Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika. Heriana, P. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang: Binarupa Aksara Millati, A. N. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi Roda. http://anni31.mahasiswa.unimus.ac.id/2015/10/19/memindahkan-pasiendari-tempat-tidur-ke-kursi-roda/, diakses tanggal 6 Februari 2017 Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundalmental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.



25