Makalah Validasi Metode Analisa [PDF]

  • Author / Uploaded
  • zulya
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ANALIS FARMASI VALIDASI METODE ANALISA



Oleh : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



NURNUL SUKMA (14144) RINDA SEPTY A (14161) ZULYA VINDY (14206) FRISQILLA CLAUDIA (14074) MUALIFATUL LAILIA(14127) JULIATI WAHYU NINGSIH (14095) HESTY NUR ISNAINI (14081) TRI UTARI (14183) FEBRIANTO (14060)



AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG NOVEMBER 2016



VALIDASI METODE ANALISA 1. Definisi Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi merupakan suatu proses evaluasi kecermatan dan keseksamaan yang dihasilkan oleh suatu prosedur dengan nilai yang dapat diterima. Validasi memastikan bahwa suatu prosedur tertulis memiliki detail yang cukup jelas. Definisi validasi: a. Menurut SK Menkes RI No.43/MENKES/SK/1998 tentang CPOB adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa bahan, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme dalam produksi dan pengawasan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. b. Menurut ISO (International Standarts Organization) 17025 validasi adalah konfirmasi dengan pemeriksaan dan penyediaan bukti obyektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus yang terpenuhi. c. Menurut Quality Assurance Standarts for Forensic DNA Testing Laboratories, validasi adalah proses dimana prosedur dievaluasi untuk menentukan kemanjuran dan keandalan untuk analisis, untuk menunjukkan metode tersebut cocok untuk tujuan yang dimaksudkan. d. Menurut USP, validasi metode fdilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis bersifat akurat, spesifik, reprodusible dan tahan pada kisaran analitik yang akan dianalisis. Istilah validasi pertama kali dicetuskan oleh Dr. Bernard T. Loftus, Direktur Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada akhir tahun 1970-an, sebagai bagian penting dari upaya untuk meningkatkan mutu produk industri farmasi. Hal ini dilatar belakangi oleh berbagai masalah mutu yang timbul pada saat itu yang mana masalah-masalah tersebut tidak terdeteksi dari pengujian rutin yang dilaksanakan oleh industri farmasi yang bersangkutan.



Biasanya validasi digunakan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang memang telah tersedia dan baku (misal AOAC,ASTM) namun metode tersebut baru pertama kali akan digunakan di laboratorium tertentu, biasanya tidak perlu dilakukan validasi namun hanya verifikasi. Verifikasi adalah konfirmasi ulang dengan cara menguji suatu metode dengan melengkapi bukti-bukti yang objektif dan sudah memenuhi persyaratan. 2. Pentingnya Validasi Validasi metode sangat diperlukan karena beberapa alasan yaitu validasi metode merupakan elemen penting dari kontrol kualitas, validasi membantu memberikan jaminan bahwa pengukuran akan dapat diandalkan. Dalam beberapa bidang, validasi metode adalah persyaratan peraturan. 3. Tujuan Adapun tujuan validasi metode analisi adalah sebagai berikut: 1. Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengonfirmasikan bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. 2. Untuk menghasilkan hasil analisis yang paling baik. 4. Proses validasi Proses validasi dilakukan dengan 4 langkah: 1. Validasi perangkat lunak (software validation) 2. Validasi perangkat keras/ instrumen (instrumen/ hardware validation) 3. Validasi metode 4. Kesesuaian system (system suitability)



5. Parameter Validasi Menurut USP beberapa langkah dalam validasi metode analisis sebagai berikut: 1. Akurasi (ketepatan) 2. Presisi 3. Selektifitas (spesifisitas) 4. Linearitas dan rentang 5. Batas deteksi dan batas kuantitasi 6. Ketangguhan metode 7. Kekuatan metode



AKURASI 1. Definisi Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahakan. Akurasi merupakan derajat ketepatan antara nilai yang diukur dengan nilai sebenarnya yang diterima (Gray, 1996). Akurasi merupakan kemampuan metode analisa untuk memperoleh nilai benar setelah dilakukan secara berulang. Jika nilai replika analisis semakin dekat dengan sampel yang sebenarnya maka semakin akurat metode tersebut (Khan, 1996). Kesulitan utama dalam evaluasi akurasi adalah fakta bahwa kandungan sesungguhnya analit yang akan diuji tidak diketahui. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. 2. Metode akurasi Akurasi dapat ditentukan melalui beberapa cara, yaitu: a. Metode simulasi (spiked-placebo recovery) Dalam metode ini, sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia CRM atau SRM) ditambahkan ke dalam plasebo (semua campuran bahan pembawa sediaan farmasi), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandigkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. % perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel placebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% - 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan di validasi (Harmita, 2004). Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obat an paten, atau karena analitnya berupa suatu



senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi (Harmita, 2004). b. Metode adisi ( penambahan baku ) Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan lagi. Metode ini tidak dapat digunakan jika penambahan analit dapat mengganggu pengukuran, misalnya analit yang ditambahkan menyebabkan kekurangan pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar. Kedua metode tersebut recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yan sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah tidak boleh lebih dari 5%. Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut: (C 1−C 2) % perolehan kembali (recovery) = C3 C1 = konsentrasi dari analit dalam campuran contoh + sejumlah tertentu analit. C2 = konsentrasi dari analit dalam contoh. C3 = konsentrasi dari analit yang ditambahkan ke dalam contoh.



Niali persen recovery berdasarkan nilai konsentrasi sampel. Tabel: Analit pada matriks sampel



Recovery yang diterima (%)



10 < A ≤ 100 (%)



98 – 102



1 < A ≤ 10 (%)



97 – 103



0,1 < A ≤ 1 (%)



95 – 105



0,001 < A ≤ 0,1 (%)



90 – 107



100 ppb < A ≤ 1 ppm



80 – 110



10 ppb < A ≤ 100 ppb



60 – 115



1 ppb < A ≤ 10 ppb



40 – 120



NB : recovery adalah persen perolehan kembali



PRESISI (KESEKSAMAAN) 1. Definisi Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalu penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogeny (Harmita, 2004). Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Reapitibility (keterulangan) adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dalam interval waktu yang pendek. Repeatibility dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal. Reproducibility (ketertiruan) adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan pada laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama. Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi dan analis yang berbeda. Kesesuaian dengan ICH, presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu: a. Keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama (berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya maupun waktunya. b. Presisi antara yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya. c. Ketertiruan merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain. (Gandjar dan Rohman, 2009)



Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya menggunakan 2 parameter pertama yaitu keterulangan dan presisi antara. Reprodusibilitas biasanya dilakukan ketika akan melakukan uj banding antar laboratorium (Gandjar dan Rohman, 2009). Menurut Harmita (2009), keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lenglap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal. Sedangkan yang dimaksud ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatn, pereaksi, pelarut dan analis yang berbeda pula. Analis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama. Kriteria seksama diberikan jika metode meberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Ditemukan bahwa koefisien variasi eningkat dengan menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau lebih, standart deviasi relatif antara laboratorium adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah %%. Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per billion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang snagat kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2% (Harmita, 2004). Untuk menentukan metode ketertiruan sebagai berikut: RSD < 2 (1-0,5 log c)



untuk metode keterulangan sebagai berikut: RSD < 2 (1-0,5 log c) x 0,67



c = konsentrasi analit sebagai fraksi desimal (contoh: 0,1% = 0,001) (Harmita, 2004). Keseksamaan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: 1. Hasil analisis adalah x1, x2, x3, x4,.....................xn maka simpangan bakunya adalah:



2. 3. Simpangan baku relatif atau koefisisen variasi (KV) adalah:



Percobaan seksama dilakukan terhadap palig sedikit enam replika sample yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa tterhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil degradasi terhadap keseksamaan ini (Harmita, 2004). Menurut American Pre-veterinary medical association (APVMA) (2004) tingkat presisi yang sebaiknya dipenuhi berdasarkan konsentrasi analit yang dianalisis dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Jumlah komponen terukur dalam sampel



Tingkat presisi (y)



X ≥ 10,00 % 1,00% ≤ x ≤ 10,00 % 0,10% ≤ x ≤ 1,00% X ≤ 0,10%



y ≤ 2% y ≤ 2% y ≤ 10% y ≤ 20%



2. Tujuan Uji presisi dilakukan untuk mengetahui kedekatan atau kesesuaian antara hasil uji yang satu dengan yang lainnya pada serangkaian pengujian presisi hasil pengkuran digambarkan dalam bentuk persentase Relative Standart Deviation (%RSD).



SELEKTIFITAS (SPESIFISITAS) 1. Definisi Selektivitas adalah kemampuan yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas sering kali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya dan dibandingkan terhadap hasil analis yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004). Metode selektivitas ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi. Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya (Harmit, 2004). Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektifitas dapat ditujukan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi, analisa kelarutan fase, dan Differential Scanning Colorimetry. Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektifitas. Pada metode analisis yang melibatkan



kromatografi,



selektivitas



ditentukan



melalui



perhitungan



daya



resolusinya (Rs) (Harmita, 2004). ICH membagi spesifisitas dalam 2 kategori, yaitu uji identifikasi dan uji spesifitas ditunjukkan dengan kemurnian atau pengkuran. Untuk tujuan identifikasi, spesifisitas



ditunjukkan



dengan



kemampuan



suatu



metode



analisis



untuk



membedakan antar senyawa yang mempunyai struktur molekul hampir sama. Untuk tujuan uji kemurnian dan tujuan pengukuran kadar, spesifitas ditunjukkan oleh daya pisah 2 senyawa yang berdekatan (sebagaimana dalam kromatografi). Senyawa-



senyawa tersebut biasanya adalah komponen utama atau komponen aktif dan suatu pengotor. Jika dalam suatu uji terdapat suatu oengotor (impurities) maka metode uji harus tidak terpengaruh dengan adanya pengotor ini (Ginandjar dan Rohman, 2009). Penentuan spesifisitas metode dapat diperoleh dengan 2 jalan. Pertama (paling diharapkan) adalah dengan melalukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi senyawa yang dituju ≥ 2). Cara kedua, untuk memperoleh spesifisitas adalah dengan menggunakan detekstor selektif, terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara bersamasama. Sebagai contoh, detektor elektrokimia atau detektor fluoresen hanya akan mendeteksi senyawa tertentu, sementara senyawa lainnya tidak terdeteksi. Penggunaan detektor UV pada panjang gelombang yan spesifik juga merupakan cara yang efektif untuk melakukan pengukuran selektifitas (Gandjar dan Rohman, 2009).



LINEARITAS DAN RENTANG 1. Definisi Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang meberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi yang baik, prporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima (Harmita,2004). Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperolh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakukan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Dalam beberapa kasusu, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya (Harmita, 2004). Dalam praktek, digunakansatu seri larutan yang berbeda konsentrasiya antara 50 – 150% kadar analit dan sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan linear digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi Y = a + bX. Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b + 0 dan r = +1 atau -1 bernatung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residul (Sy) (Harmita, 2004).



Keterangan: Dimana



ý1



= a + bx



Sx0



=



Sx0



= standart deviasi dari fungsi



Sy b



Sx 0 x



Vx0



=



V x0



= koefisien variasi dari fungsi (Harmita, 2004).



BATAS DETEKSI DAN BATAS KUANTITASI 1. Definisi Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan eksama (harmita, 2004). Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditsentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis intrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan (Harmita, 2004). Cara menentukan LOD dan LOQ ada 3 cara, yaitu: 1. Signal-to-noise 2. Penentuan blangko 3. Kurva kalibrasi



Dimana: Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi) k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi Sb = simpangan baku respon analitik dari blanko Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y= ax + bx). ( Harmita,2004). Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui regresi linear dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis



linear y = a +bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x). 1) Batas deteksi (Q) Karena k = 3 atau 10 Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka 3 Sy / x Q= S1 2) Batas kuantitasi (Q) 310 Sy / x Q= S1 (Harmita, 2004).



KETANGGUHAN METODE 1. Definisi Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dlam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis (Harmita, 2004). Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu lot sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama. Derajat ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel penentuan. Ketertiruan dapat dibandingkan terhadap keseksamaan penentuan di bawah kondisi normal utuk mendapatkan ukuran ketangguhan metode. Perhitungannya dilakukan secara statistik ANOVA (Harmita, 2004).



KEKUATAN METODE 1. Definisi Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat mencakup (tapi tidak dibatasi) perubahan komposisi organik fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2 unit), dan perubahan temperatur kolom (±23oC). Perubahan lainnya dapat dilakukan bila sesuai dengan laboratorium (Harmita, 2004).



PENDEKATAN METODE VALIDASI Ada beberapa pendektan untuk melakukan metode validasi, yaitu : a. Metode speaking buta nol Pendekatan metode speaking buta nol melibatkan analisis tunggal menggunakan suatu metode yang akan divalidasi untuk melakukan analisis suatu sampel yang mengandung level analit tertentu yang sudah diketahui



DAFTAR PUSTAKA http://farmasiindustri.com/wpcontent/uploads/2016/03/validasi_dan_verifikasi_metode.pdf?x83221 BUKU VALIDASI DAN VERIFIKASI METODE UJI http://chemistry.uii.ac.id/BUKU%20PAK%20RI/2.%20Buku%20Validasi %20Metode%20ok.pdf