MAKALAH WAZAN-W-WPS Office [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH WAZAN-WAZAN MASHDAR anatujambi anatujambi 2 tahun yang lalu Iklan



BAB I PENDAHULUAN



Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang mampu memberikan pengenalan pesan dalam sebuah interaksi antara satu dengan yang lainnya. Ia menjadi jembatan penghubung agar tercipta sebuah relasi, namun tujuan utama bahasa tak akan sampai bilamana ada perbedaan pemaknaan dalam pengenalan simbolsimbol kode bahasa, apalagi membaca tulisan bahasa tersebutpun tak kunjung sampai dilisan, tak terkecuali salah satu bahasa terumit dan istimewa yaitu Bahasa Arab. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi orang yang kebetulan tidak menggunakan bahasa arab dalam kesehariannya, sehingga ia mengalami kesukaran dalam mengenali simbol-simbol koding arab yang terangkai dalam kitab tanpa harakat atau biasa dikenal dengan sebutan kitab gundul.



Kitab merupakan sumber rujukan dalam pemenuh khazanah ilmu keislaman yang banyak digeluti oleh para penggiatnya. Walaupun, ketika dikritisi, penggunaan kata “kitab” tak lain bermakna lurus dengan kata “buku” dalam Bahasa Indonesia, tetapi ada ciri khusus ketika ada seseorang mengatakan kata “kitab” yaitu identitasnya yang tertulis tulisan arab atau abjadiah arab tanpa adanya alat bantu vokal atau harakat. Maka, menjadi tantangan tersendiri ketika seseorang disuguhi kitab bertulisan arab gundul untuk sekedar dibaca dan apalagi mampu memaknai serta memahami makna yang tersurat maupun tersirat dari tulisan tersebut.



Bahasa dan Kitab seperti dua mata koin, tak terpisah. Mulai dari bahasa kitab yang diidentifikasi kepada Bahasa Arab, dan Bahasa Arab sendiri yang memperkenalkan dirinya sebagai bahasa istimewa dengan segala keunikan bahkan kesukarannya. Tak ayal, untuk sekedar membacanya saja dibutuhkan keahlian khusus apalagi sampai mampu memahami serta menghadirkan karya tulis berbahasa Arab sehingga tulisan tersebut mendapat julukan sebagai sebuah “Kitab”.



Dalam peroses belajar BMK (Bimbingan Membaca Kitab), orientasi yang dihadirkan adalah peningkatan kemapuan membaca tulisan arab gundul, disertai dengan metode pembelajaran cepat amstilati. Dari sekian metode yang ada, amtsilati terpilih sebagai primadona metode cepat oleh sebagian pelajar Indonesia, hal ini terbukti dengan banyaknya para pendidik yang menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar di sebuah lembaga, termasuk makalah yang sekarang sedang disususn ini juga membahas tentang bagaimana metode amtsilati mengantantar para pelajar untuk mampu membaca rangkaian kalimat tulisan arab tanpa harakat dengan cepat dan tepat.



Dengan serangkaian alasan yang melatarbelakangi di muka, penyusun dengan penuh usaha menghadirkan tulisan makalah terkait materi itu dengan judul ”MAKALAH WAZAN-WAZAN MASHDAR”. Penyusunan makalah ini disusun untuk mengajak pembaca mampu membaca tak hanya tulisan latin tetapi kemampuan pembaca dapat ditingkatkan kepada tulisan arab gundul tak berharakat. Walaupun ini hanyalah setetes usaha dari samudera kesukaran bahasa arab yang tak menutup kemungkian didapati kekurangan dan kelemahan sebagai metode.



Rumusan Masalah Apa itu nomenklatur dari idiom Wazan, Mashdar dalam lingkup linguistik? Bagaimana cara mengetahui pembentukan kata dalam morfologi bahasa arab? Bagaimana praktek metode amtsilati dan penerapannya dalam membaca kitab ketika dibenturkan dengan sekelumit permasalahan terkait Mashdar? Tujuan Penulisan Agar tergapainya ridho Allah Swt.dan cinta Rasulullah Saw. Untuk mengetahui dan mengajarkan materi metode amsilati terkait wazan-wazan mashdar. Supaya dapat mempraktikan metode amsilati terkait wazan-wazan masdar dalam tulisan arab tanpa harokat.



BAB II PEMBAHASAN



Nomenklatur dari Idiom Wazan dan Mashdar Pembendaharaan kata yang dimiliki sebuah disiplin ilmu memaksakan pemotongan terhadap makna intrinsic dan ekstrinsik dari kata tersebut yang sebenarnya kata tersebut menyandang begitu ragam makna dan arti. Tak terkecuali dengan ilmu tata bahasa, baik itu bahasa kita sendiri, yaitu Indonesia ataupun bahasa Arab yang akan kita bahas dalam makalah ini. Mewacanai nomenklatur gramatikal arab, didapati banyak termin yang bermakna ragam.



Wacana istilah yang hadir pada pembahasan ini adalah wazan dan mashdar disertai dengan berbagai macam entri yang menyertainya. Wazan secara etimologi adalah menimbang dan atau menentukan timbangannya[1], dan secara terminologi merupakan sesuatu yang menjadi patokan dalam penyelarasan pembentukan kata dari sisi huruf yang berharokat, sukun dan penempatan huruf-huruf tambahan.[2] Jadi, ada sebuah aturan yang harus ditaati dalam pembentukan kata bahasa Arab tetapi tak menutup kemungkinan ada perbedaan bahkan menyalahi aturan yang sudah disepakati oleh para pakar bahasa arab kontemporer ataupun oleh ahli bahasa masa lalu.



Dan adapun mashadar secara etimologi merupakan peranakan dari kata ‫ صدر‬yang bermakna terjadi atau menghasilkan, dan mashdar sendiri menyandang makna intrinsic referensi atau sumber pengambilan.[3] Sedangkan dalam kajian terminologi, Mashdar adalah kata nomina dari bentukan kata kerja dengan diberikan konfiks (imbuhan awal dan akhir) pe-an/ ke-an dan atau kata kerja yang diubah menjadi kata nomina.[4]



Ketika kata wazan dan mashdar menjadi sebuah frasa, maka memberikan pemahaman bahwa wazan (timbangan penyelarasan) memberikan sumbangsih peran sebagai patokan dalam membentuk mashdar. Tapi harus diingat, bahwa mashdar sering dianggap ambigu oleh orang-orang ketika ada penyebutan kata isim masdhar. Padahal dalam kenyataan, dua kata tersebut memang saling berkelindan tapi memiliki perbedaan. Bila masdar menjadi kata nomina dari kata kerja dengan huruf asli yang sesuai dengan jumlah pada fi’ilnya, namun isim mashdar berbeda, ia terbentuk tidak sesuai dengan jumlahnya.



Dalam proses pembentukan kata mashdar, orang-orang arab menerapkan aturan kaidah dan juga menggunakan ungkapan percakapan sehari-hari yang sering berlaku. Istilah linguistic arab untuk hal ini adalah ada termin sima’i dan qiyasi. Adapun sima’i adalah aturan yang terdengar melalui ungkapan



orang-orang arab dalam bercakap-cakap yang bentuknya dinamis dan tidak selalu bisa diukur atau diqias dengan kaidah-kaidah kesepeaktan para ahli bahasa. Bahkan Imam Sibawaih yang mengatakan bentukbentuk sima’i itu tak terhingga. Mashdar sima’i sendiri merupakan kata nomina yang peroses pembentukannya tak mengikuti aturan kaidah tetapi menukil langsung kepada perkataan orang-orang arab.[5]



Maksud dari Qiyasi dalam bab ini adalah lafadz yang datang sesaui dengan timbangan atau aturan kaidah dalam tata bahasa arab, dan ketika ditemukan sebuah lafadz yang masih belum diketahui asal muasalnya, maka tentukanlah dengan mengqiyasikannya.[6] Dan menurut Imam Kholil dan Imam Akhfasy dalam Masdar Qiyasi ini, yaitu apabila kita menemukan suatu lafadz, dan tidak diketahui bagaimana orang Arab mengucapkan mashdar lafadz tersebut, maka kita boleh mengqiyaskan (menyamakan) dengan wazan-wazannya masdar yang ada, bukannya kita mengqiyaskan suatu lafadz dengan wazannya masdar padahal sudah ada bentuk masdar sima’inya.[7] Pengertian ini berbeda dengan Imam Farro’ yang mengatakan boleh mengqiyaskan walaupun sudah ada bentuk sima’i.[8]



Untuk mengetahui peroses pembentukan wazan-wazan mashdar, kita tidak bisa lepas dari morfologi bahasa arab (shorf) yang akan memperkenalkan istilah termin baru dari dunia kata. Mungkin kalangan orang umum tidak terlalu mengenalnya, berbeda dengan penggiat ilmu, mereka sudah lumrah dengan istilah-istilah gramatik bahasa. Dan dalam hal ini, ada istilah tashrif sebagai peroses dari wazan-wazan tersebut dimuka. Baik sima’i ataupun qiyasi, ada perosesnya.



Tashrif dalam bahasa merupakan ibaroh dari “perubahan” dan dalam istilah adalah ibaroh dari perpindahan kata asal satu ke beberapa macam kata yang berbeda dengan tujuan makna yang dimaksud dan kata asal menurut ulama Bashroh adalah masdhar, karena masdhar sendiri tersusun mandiri tanpa terkait waktu sedangkan fi’il (kata kerja) harus menunjukan makna hadas (pekerjaan) dan waktu. Tetapi menurut ulama Kuffah seyogyanya fi’il yang harusnya menjadi kata asal karena dalam peng’ilalan (metode membentuk kata) fiil menjadi penentu dalam peng’ilalan mashdar.[9]



Kata dalam padanan bahasa arab diartikan sebagai‫ كلمة‬dan kalimat diaritkan dengan ‫جملة‬. Tidak sedikti orang yang salah mengenal padanan kata ini, mereka salah menyamakan kalimat dalam bahasa Indonesia dengan ‫ كلمة‬dalam bahasa Arab. Padahal dua kata ini berbeda makna. Jadi, jangan sampai salah memahami ketika disebut ‫كلمة‬, jangan dipahami sebagai kalimat dalam bahasa Indonesia karena kalimat dalam bahasa arab padanan katanya adalah ‫جملة‬. Terlihatnya memang ini merupakan pembahasan sepele tetapi dari hal kecil ini kita dapat memahami kesukaran-kesuakran yang ditemukan ketika mempelajari lebih lanjut gramtikal dan morfologi bahasa arab.



Sebagai gambaran umum, berikut ada beberapa contoh mashdar sekaligus dengan peroses morfologinya agar lebih jelas:



‫ضرب يضرب ضربا ومضربا‬



‫أجلس يجلس اجالسا‬



‫كلم يكلم تكليما‬



Bentuk Wazan Mashdar dalam Morfologi Bahasa Arab Setelah mengetahui isim dhomir, isim isyaroh, isim maushul, maka kata isim yang kita temui kita tentukan juga antara isim fa’il atau isim maf’ul. Bila tidak cocok dengan semua yang disebut di muka, maka kita cocokkan dengan mashdar. Masdar ada dua macam, yaitu mashdar tanpa diawali huruf mim (mashdar ghoiru mimi) dan mashdar yang diawali dengan huruf mim (mashdar mimi).[10]



Mashdar yang tidak diawali huruf mim itu ada yang diawali dengan huruf hamzah, huruf ta’ dan yang selain diawali ta’ atau hamzah. Atau mungkin memang asal katanya terbentuk dengan huruf awal mim, maka tidak lantas dipadankan sebagai mashdar mimi, ini diawali dengan huruf mim karena memang huruf awal asalnya adalah huruf mim itu sendiri. Dalam tashrif isthilahi, mashdar terletak pada urutan ketiga setelah fi’il madhi dan fi’il mudhori. Dan dalam kamus mashdar terbaca dengan harokat fathah atau i’rob nashob.[11] Sesungguhnya mashdar yang dari kata kerja tersusun tiga huruf itu kebanyakan sima’i dan sedikit yang qiyasi, sehingga wazan bagi kata kerja tiga huruf tidak menjadi bahasan pokok dalam buku amstilati karena bentuk-bentuknya tercipta dari percakapan sehari-hari. Tetapi untuk menambah pengetahuan, penyusun makalah menghadirkan pembahasan tersebut, bukan maksud untuk menambah-nambahkan materi ataupun membuat sukar bagi para pelajar pemula. Sekedar untuk menambah pengetahuan. Mashdar dari Kata Kerja Tiga Huruf Ada begitu banyak bentuk kata nomina dari kata kerja tiga huruf ini dan kebanyakan ada simai. Berikut tabelnya:



Tabel 2.1. Wazan Fi’il Tsulasi[12] NO



WAZAN CONTOH



1



‫فعل‬



‫سير‬



HUKUM



Sima’i kecuali untuk kata kerja transitif



2



‫فعل‬



‫علم‬



Sima’i



3



‫فعل‬



‫شكر‬



Sima’i kecuali untuk kata mashdar marroh



4



‫فعلة‬



‫توبة‬



Sima’i kecuali untuk kata yang menunjukan keadaan



5



‫فعلة‬



‫نعمة‬



Sima’i



6



‫فعلة‬



‫قدرة‬



Sima’i



7



‫فعلى‬



‫دعوى‬



Sima’i



8



‫فعلى‬



‫ذكرى‬



Sima’i



9



‫فعلى‬



‫رجعى‬



Sima’i



10



‫فعالن‬



‫شنأن‬



Sima’i



11



‫فعالن‬



‫نسيان‬



Sima’i



12



‫فعالن‬



‫غفران‬



Sima’i



13



‫فعل‬



‫طلب‬



Sima’i kecuali untuk kata kerja intransitive



14



‫فعل‬



‫رضا‬



Sima’i



15



‫فعل‬



‫هدى‬



Sima’i



16



‫فعال‬



‫صالح‬



Sima’i



17



‫فعل‬



‫كذب‬



Sima’i



18



‫فعلة‬



‫سرقة‬



Sima’i



19



‫فعالة‬



‫زهادة‬



Sima’i



20



‫فعلة‬



‫غلبة‬



Sima’i



21



‫فعالء‬



‫هلكاء‬



Sima’i



22



‫فعالة‬



‫سراية‬



Sima’i kecuali untuk kata yang menunjukan kekuasaan



23



‫فعالة‬



‫دعابة‬



Sima’i



24



‫فعال‬



‫صياح‬



Sima’i kecuali kata yang menunjukan penolakan



25



‫فعال‬



‫سؤال‬



Sima’i kecuali kata untuk penyakit dan suara



26



‫فعول‬



‫صنوح‬



Sima’i



27



‫فعيل‬



‫أجيم‬



Sima’i



28



‫فعولة‬



‫ركونة‬



Sima’i kecuali kata yang menunjukan makna perjalanan



29



‫فعيلة‬



‫نصيحة‬



Sima’i



30



‫فعالن‬



‫ذأفان‬



Sima’i kecuali untuk kata yang bermakna membolak-balik



31



‫فعلولة‬



‫ صيرورة‬Sima’i



32



‫فعل‬



‫شغل‬



Sima’i



33



‫فعلل‬



‫سودد‬



Sima’i



34



‫فعول‬



‫قبول‬



Sima’i



35



‫فعالية‬



‫عالنية‬



Sima’i



36



‫فعيلية‬



‫وليدية‬



Sima’i



37



‫فعلة‬



‫غلبة‬



Sima’i



38



‫فعلى‬



‫جمزى‬



Sima’i



39



‫فعلوت‬



‫ملكوت‬



Sima’i



40



‫فعلى‬



‫غلبى‬



Sima’i



41



‫فعلنية‬



‫رفهنية‬



Sima’i



42



‫فعولية‬



‫خصوصية‬



43



‫فعولية‬



‫كروبية‬



Sima’i



Sima’i



Wazan Mashdar untuk Kata Kerja Lebih dari Tiga Huruf Wazan Mashdar ‫إفعال‬ Huruf yang tertulis ada lima, diawali dengan hamzah qotho yang dibaca kasroh, huruf sebelum akhir alif, dan huruf yang sebelum alif dibaca fathah. Hamzah qotho di awal maupun di tengah kalimat tetap dibaca berbeda dengan hamzah washol, ia tidak dibaca ketika bersambung dengan kata lain. Contoh:



‫ اإلسالم‬Islam



‫ إيمان‬Keimanan ‫ إحسان‬Perbuatan baik ‫ إسرار‬Merahasiakan Wazan Mashdar ‫افتعال‬ Huruf yang tertulis ada enam, diawali hamzah washol yang dibaca kasroh, huruf sebelum akhir berupa alif, huruf yang sebelum alif dibaca fathah dan huruf yang ketiga berupa ta’ yang dibaca kasroh. Contoh: ‫ اعتراف‬,‫ اجتهاد‬,‫احتالم‬



Wazan Mashdar ‫انفعال‬ Huruf yang tertulis ada enam, diawali dengan hamzah washol yang dibaca kasroh, huruf kedua berupa nun, huruf kelima berupa alif.



Contoh:‫ انقطاع‬,‫انكسار‬



Wazan Mashdar ‫إستفعال‬ Huruf yang tertulis ada tujuh, diawali dengan hamzah washol, huruf yang kedua berupa sin. Huruf yang ketiga berupa ta’, dan huruf yang kelima berupa alif. Contoh: ‫ استخراج‬,‫استغفار‬



Wazan Mashdar ‫تفعيل‬ Huruf yang tertulis ada lima, diawali dengan fathah dan huruf sebelum akhir berupa ya’. Contoh: ,‫تسبيح‬ ‫تهليل‬ Wazan Mashdar ‫تفعّل‬ Huruf yang tersusun ada empat, diawali dengan huruf ta’, dan a’in fi’il dibaca dhommah dan diberi tasydid. Contoh:‫ تقدم‬,‫تعلم‬



Wazan Mashdar ‫تفاعل‬ Huruf yang tertera ada lima, diawali oleh huruf ta’ dan huruf yang ketiga berupa huruf alif serta hurut keempat dibaca dhommah. Contoh:‫ تمارض‬,‫تقاتل‬



Wazan Mashdar ‫مفاعلة‬ Huruf yang terbaca ada enam, diawali oleh huruf mim yang dibaca dhommah, huruf ketiga berupa alif dan huruf yang keenam berupa ta marbuthoh. Contoh: ]13[ ‫ محاسبة‬,‫معاشرة‬



Metode Amtsilati Terkait Mashdar dan Penerapannya dalam Membaca Kitab Cara menerapkan metode amtsilati dalam membaca kitab memang tak setiap orang tahu, apalagi bagi mereka yang belum pernah mengenyam pendidikan amtsilati, namun insya Allah, di dalam makalah yang singkat ini akan dibahas penerapannya pada kalimat-kalimat arab.



Sebenarnya tidak terlalu sulit, namun butuh ketelitian dan ketekunan dalam berlatih. Jika ditarik ulur pada pembahsaan awal sampai pada pembahasaan mashdar, maka didapati penggunaan metode amstilati menggunakan rumus sebagai berikut :



Rumus utama: bedakan setiap kata antara isim, fi’il, dan huruf. Bila mendapati sebuah kata yang memiliki tanda-tanda isim terapkan rumus A1, bedakan isim antara ma’rifat atau nakirohnya, mabni atau mu’robnya, mudzakkar atau muannastnya, mufrod atau mutsanna atau jamaknya. Bila sudah selesai tahap rumus A1, melangkah ke rumus berikutnya yaitu rumus A2 untuk isim fa’il, isim maf’ul, dan mashdar. Yang ditentukan oleh kamus antara lain: mashdar dari kata kerja tiga huruf, mashdar mim, jamak taksir dan jamid.[14] Dalam penerapannya pada kalimat-kalimat arab adalah sebagai berikut: BAB III PENUTUP Kesimpulan Wazan adalah timbangan yang menjadi patokan dalam membentuk kata dalam bahasa arab dari sisi penempatan harokat, huruf tambahan dan tanda baca. Sedangkan masdar adalah sumber pengambilan dalam bahasa arab dan atau kata kerja yang dibendakan, kata nomina.



Wazan mashdar yang menjadi patokan dalam pembentukan kata dalam bahasa arab adalah ‫إفعال افتعال‬ ‫انفعال إستفعال تفعيل تفعّل تفاعل مفاعلة‬, dan untuk selain patokan ini ada ketentuan yang hanya terdengar dari percakapan orang arab atau simai dan kamus yang menjadi patokannya. Secara singkat metode amstilati sampai bab wazan masdhar adalah sebagai berikut: Rumus utama: bedakan setiap kata antara isim, fi’il, dan huruf. Bila mendapati sebuah kata yang memiliki tanda-tanda isim terapkan rumus A1, bedakan isim antara ma’rifat atau nakirohnya, mabni atau mu’robnya, mudzakkar atau muannastnya, mufrod atau mutsanna atau jamaknya. Bila sudah selesai tahap rumus A1, melangkah ke rumus berikutnya yaitu rumus A2 untuk isim fa’il, isim maf’ul, dan mashdar. Yang ditentukan oleh kamus antara lain: mashdar dari kata kerja tiga huruf, mashdar mim, jamak taksir dan jamid.. Saran Dalam pembelajaran bahasa arab, kita dituntut untuk teliti dan teguh karena memang bahasa arab itu merupakan bahasa dengan sekelumit aturan dan tata bahasa yang beragam banyak. Tapi tidak menutup kemungkinan kita yang bukan bangsa arab sendiri bisa lebih memiliki sumbangsih terhadap perkembangan keilmuan tata bahasa arab. Semoga sukses!!!



DAFTAR PUSTAKA



Al-Azhari, Khalid. Syarh At-Tashrih ‘ala At-Taudih, Jilid 2. Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2011. Aliysy, M.. Syarh Nazh Al-Maqsud. Kediri: Maktabah Ma’na ‘ala Pesantren, t.t.



Atabik, Ali & A. Zuhdi. Kamus Krapyak Al-Ashri Kontemporer Arab Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika, t.t. Hakim, Taufiqul. Amstilati Buku 2: Program Pemula Membaca Kitab Kuning. Jepara: Al-Falah Offset, 2003. ——————-. Qoidati Rumus dan Qoidah: Program Pemula Membaca Kitab Kuning. Jepara: Al-Falah Offset, 2003. Mubtadien, Madrasah Hidayatul. Taqrirot Al-Qowaid As-Shorfiyyah. Kediri: Darul Mubtadien, t.t. —————————————-. Taqrirot Nazhm Khulosah: Alfiyyah Ibnu Malik. Kediri: Darul Mubtadien, t.t. Shofwan, M. Sholehuddin. Pengantar Al-Qowaid Ash-Shorfiyyah. Jombang: Darul Hikmah, 2014. ———————————. At-Tashrifiyah Li At-tashrif Al-Lughowi wa Al-Istilahi. Jombang: Maktabah D [1] Ali Atabik & A. Zuhdi, Kamus Krapyak Al-Ashri Kontemporer Arab Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, t.t.), h. 2015. [2] M. Sholehuddin Sofwan, At-Tashrifiyah Li At-tashrif Al-Lughowi wa Al-Istilahi (Jombang: Maktabah Darul Hikmah, 2014), h. 2. [3] Atabik, Kamus Krapyak Al-Ashri, h. 1171. [4] Taufiqul Hakim, Amstilati Buku 2: Program Pemula Membaca Kitab Kuning (Jepara: Al-Falah Offset, 2003), h. 38. [5] M. Aliysy, Syarh Nazh Al-Maqsud (Kediri: Maktabah Ma’na ‘ala Pesantren, t.t.), h. 18. [6] Madrasah Hidayatul Mubtadien, Taqrirot Nazhm Khulosah: Alfiyyah Ibnu Malik (Kediri: Darul Mubtadien, t.t.), h. 114. [7] Khalid Al-Azhari, Syarh At-Tashrih ‘ala At-Taudih, Jilid 2 (Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2011), h.73. [8] M. Sholehuddin Shofwan, Pengantar Al-Qowaid Ash-Shorfiyyah (Jombang: Darul Hikmah, 2014), h. 60. [9] Shofwan, Ar-risalah At-tashrifiyyah, h. 2. [10] M. Aliysy, Syarh Nazh Al-Maqsud (Kediri: Maktabah Ma’na ‘ala Pesantren, t.t.), h. 17. [11] Taufiqul Hakim, Amstilati Buku 2: Program Pemula Membaca Kitab Kuning (Jepara: Al-Falah Offset, 2003), h. 37. [12] Madrasah Hidayatul Mubtadiin, Taqrirot Al-Qowaid As-Shorfiyyah (Kediri: Darul Mubtadien, t.t.), h. 9-10.



[13] Taufiqul Hakim, Amstilati Buku 2: Program Pemula Membaca Kitab Kuning (Jepara: Al-Falah Offset, 2003), h. 38-45. [14] Taufiqul Hakim, Qoidati Rumus dan Qoidah: Program Pemula Membaca Kitab Kuning (Jepara: AlFalah Offset, 2003), h. 14.