Makalah Yogyakarta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang berdasarkan wilayah



Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Selain itu ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enklave di Yogyakarta. Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dirunut asal mulanya dari tahun 1945, bahkan sebelum itu. Beberapa minggu setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, atas desakan rakyat dan setelah melihat kondisi yang ada, Hamengkubuwono IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945. Isi dekrit tersebut adalah integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Dekrit dengan isi yang serupa juga dikeluarkan oleh Paku Alam VIII pada hari yang sama. Dekrit integrasi dengan Republik Indonesia semacam itu sebenarnya juga dikeluarkan oleh berbagai monarki di Nusantara, walau tidak sedikit monarki yang menunggu ditegakkannya pemerintahan Hindia Belanda setelah kekalahan Jepang. Pada saat itu kekuasaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat meliputi: 1. Kabupaten Kota Yogyakarta dengan bupatinya KRT Hardjodiningrat, 2. Kabupaten Sleman dengan bupatinya KRT Pringgodiningrat, 3. Kabupaten Bantul dengan bupatinya KRT Joyodiningrat, 4. Kabupaten Gunungkidul dengan bupatinya KRT Suryodiningrat, 5. Kabupaten Kulonprogo dengan bupatinya KRT Secodiningrat. Sedangkan kekuasaan Kadipaten Pakualaman meliputi: 1. Kabupaten Kota Pakualaman dengan bupatinya KRT Brotodiningrat, 2. Kabupaten Adikarto dengan bupatinya KRT Suryaningprang. Dengan memanfaatkan momentum terbentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta pada 29 Oktober 1945 dengan ketua Moch Saleh dan wakil ketua S. Joyodiningrat dan Ki Bagus Hadikusumo, maka sehari sesudahnya, semufakat dengan Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta, Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII mengeluarkan dekrit kerajaan bersama (dikenal dengan Amanat 30 Oktober 1945) yang isinya menyerahkan kekuasaan Legeslatif pada Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta. Mulai saat itu pula kedua penguasa kerajaan di Jawa bagian selatan mengeluarkan dekrit bersama dan memulai persatuan dua kerajaan. Semenjak saat itu dekrit kerajaan tidak hanya ditandatangani kedua penguasa monarki melainkan juga oleh ketua Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta sebagai simbol persetujuan rakyat. Perkembangan monarki persatuan mengalami pasang dan surut. Pada 18 Mei 1946, secara resmi nama Daerah Istimewa Yogyakarta mulai digunakan dalam



urusan pemerintahan menegaskan persatuan dua daerah kerajaan untuk menjadi sebuah daerah istimewa dari Negara Indonesia. Penggunaan nama tersebut ada di dalam Maklumat No 18 tentang Dewan-Dewan Perwakilan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta (lihat Maklumat Yogyakarta Nomor 18 Tahun 1946). Pemerintahan monarki persatuan tetap berlangsung sampai dikeluarkannya UU No 3 Tahun 1950 tentang pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengukuhkan daerah Kesultanan Yogyakarta dan daerah Paku Alaman adalah bagian integral Negara Indonesia. "(1) Daerah yang meliputi daerah Kesultanan Yogyakarta dan daerah Paku Alaman ditetapkan menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2) Daerah Istimewa Yogyakarta adalah setingkat dengan Provinsi."(Pasal 1 UU No 3 Tahun 1950) 1.2.



Pembatasan Masalah Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, makalah yang dibahas dibatasi



pada masalah: 1. Sejarah DIY 2. Keistimewaan Yogyakarta 3. Yogyakarta sebagai Kota Budaya 1.3.



Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah



yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana sejarah DIY? 2. Bagaimana keistimewaan Yogyakarta? 3. Bagaimana Yogyakarta sebagai Kota Budaya?



1.4.



Tujuan Penulisan Tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:



1. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh guru kewirausahaan. 2. Mengetahui sejarah singkat tentang Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Agar pembaca tidak melupakan sejarah DIY.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah. Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan. Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755. Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton. Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang



daerah Gamping, yang tengah dikerjakan



juga.



Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang sedang dikerjakan. Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi Tanggal 7 Oktober 1756. Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan



Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategis menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945.  Dan pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan massih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.  Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakarta. Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas.  Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang.  DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955. Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undangundang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan



dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta. Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.  Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengankatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.  Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain. Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undangundang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab.  Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut denan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya. 2.2 Keistimewaan Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta provinsi yang memiliki status istimewa atau otonomi khusus. Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Kesultanan Yogyakarta dan juga Kadipaten Paku Alaman, sebagai cikal bakal atau asal usul DIY, memiliki status sebagai “Kerajaan vasal/Negara bagian/Dependent state” dalam pemerintahan penjajahan mulai dari VOC, Hindia Perancis (Republik Bataav BelandaPerancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris), Hindia Belanda (Kerajaan Nederland), dan terakhir Tentara Angkatan Darat XVI Jepang (Kekaisaran Jepang). Oleh Belanda status tersebut disebut sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh Jepang disebut dengan Koti/Kooti. Status ini membawa konsekuensi hukum dan politik berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayah [negaranya] sendiri di bawah pengawasan pemerintah penjajahan tentunya. Status ini pula yang kemudian juga diakui dan diberi payung hukum oleh Bapak Pendiri Bangsa Indonesia Soekarno yang duduk dalam BPUPKI dan PPKI sebagai sebuah daerah bukan lagi sebagai sebuah Negara. Pada 19 Agustus 1945 terjadi pembicaraan serius dalam sidang PPKI di Jakarta membahas tentang kedudukan Kooti. Sebenarnya kedudukan Kooti sendiri sudah dijamin



dalam UUD, namun belum diatur dengan rinci. Dalam sidang itu Pangeran Puruboyo, wakil dari Yogyakarta Kooti, meminta pada pemerintah pusat supaya Kooti dijadikan 100% otonom, dan hubungan dengan Pemerintah Pusat secara rinci akan diatur dengan sebaik-baiknya. Usul tersebut langsung ditolak oleh Soekarno karena bertentangan dengan bentuk negara kesatuan yang sudah disahkan sehari sebelumnya. Puruboyo menerangkan bahwa banyak kekuasaan sudah diserahkan Jepang kepada Kooti, sehingga jika diambil kembali dapat menimbulkan keguncangan. Ketua Panitia Kecil PPKI untuk Perancang Susunan Daerah dan Kementerian Negara, Oto Iskandardinata, dalam sidang itu menanggapi bahwa soal Kooti memang sangat sulit dipecahkan sehingga Panitia Kecil PPKI tersebut tidak membahasnya lebih lanjut dan menyerahkannya kepada beleid Presiden. Dengan dukungan Mohammad Hatta, Suroso, Suryohamijoyo, dan Soepomo, kedudukan Kooti ditetapkan status quo sampai dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pada hari itu juga Soekarno mengeluarkan piagam penetapan kedudukan bagi kedua penguasa tahta Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman. Piagam tersebut baru diserahkan pada 6 September 1945 setelah sikap resmi dari para penguasa monarki dikeluarkan. Pada tanggal 1 September 1945, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Yogyakarta dibentuk dengan merombak keanggotaan Yogyakarta Kooti Hookookai. Pada hari yang sama juga dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR). Usai terbentuknya KNID dan BKR, Sultan HB IX mengadakan pembicaraan dengan Sri Paduka PA VIII dan Ki Hajar Dewantoro serta tokoh lainnya. Setelah mengetahui sikap rakyat Yogyakarta terhadap Proklamasi, barulah Sultan HB IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945. Isi dekrit tersebut adalah integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Dekrit dengan isi yang serupa juga dikeluarkan oleh Sri Paduka PA VIII pada hari yang sama. Dekrit integrasi dengan Republik Indonesia semacam itu sebenarnya juga dikeluarkan oleh berbagai monarki di Nusantara, walau tidak sedikit monarki yang menunggu ditegakkannya pemerintahan Nederland Indie setelah kekalahan Jepang. Dekrit semacam itu mengandung risiko yang sangat besar. Seperti di daerah Sulawesi, Raja Kerajaan Luwu akhirnya terpaksa meninggalkan istananya untuk pergi bergerilya melawan Sekutu dan NICA untuk mempertahankan dekritnya mendukung Indonesia. Dengan memanfaatkan momentum terbentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta pada 29 Oktober 1945 dengan ketua Moch Saleh dan wakil ketua S. Joyodiningrat dan Ki Bagus Hadikusumo, sehari sesudahnya Sultan HB IX dan Sri Paduka PA VIII mengeluarkan dekrit kerajaan bersama (dikenal dengan Amanat 30 Oktober 1945) yang isinya menyerahkan kekuasaan Legislatif pada BP KNI Daerah Yogyakarta.



Mulai saat itu pula kedua penguasa kerajaan di Jawa bagian selatan memulai persatuan kembali kedua kerajaan yang telah terpisah selama lebih dari 100 tahun. Sejak saat itu dekrit kerajaan tidak dikeluarkan sendiri-sendiri oleh masing-masing penguasa monarki melainkan bersama-sama dalam satu dekrit. Selain itu dekrit tidak hanya ditandatangani oleh kedua penguasa monarki, melainkan juga oleh ketua Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta yang dirangkap oleh Ketua KNI Daerah Yogyakarta sebagai wakil dari seluruh rakyat Yogyakarta. Seiring dengan berjalannya waktu, berkembang beberapa birokrasi pemerintahan (kekuasaan eksekutif) yang saling tumpang tindih antara bekas Kantor Komisariat Tinggi (Kooti Zimukyoku) sebagai wakil pemerintah Pusat, Paniradya (Departemen) Pemerintah Daerah (Kerajaan) Yogyakarta, dan Badan Eksekutif bentukan KNID Yogyakarta. Tumpang tindih itu menghasilkan benturan yang cukup keras di masyarakat dan menyebabkan terganggunya persatuan. Oleh karena itu, pada 16 Februari 1946 dikeluarkan Maklumat No. 11 yang berisi penggabungan seluruh birokrasi yang ada ke dalam satu birokrasi Jawatan (Dinas) Pemerintah Daerah yang untuk sementara disebut dengan Paniradya. Selain itu melalui Maklumat-maklumat No 7, 14, 15, 16, dan 17, monarki Yogyakarta mengatur tata pemerintahan di tingkat kalurahan (sebutan pemerintah desa saat itu). 2.3 Yogyakarya sebagai Kota Budaya Tidak dapat dipungkiri Yogyakarta dengan segala keunikannya menjadi daya tarik yang besar bagi masyarakat di luar Yogyakarta. Hal ini tidak lepas dari sejarah asal mula Yogyakarta itu sendiri. Ada empat kraton di Jawa yang menjadi pusat budaya Jawa, yaitu Kasultanan



Yogyakarta,



Pura



Pakualaman,



Kasunanan



Surakarta,



dan



Pura



Mangkunegaran. Sebelum kemerdekaan keempat kraton tidak hanya sebagai pusat budaya dan kegiatan kesastraan tetapi juga sekaligus pusat pemerintahan. Setelah Perang Dunia II (1945) kerajaan-kerajaan  melebur menjadi republik. Kraton kemudian menjadi objek wisata yang menarik. 1. Batik Jogja Tanggal Oktober sebagai



2



ditetapkan Hari



Nasional.



Batik Ini



membuktikan



bahwa



batik



benar-benar



menjadi



ciri



khas



Indonesia, khususnya di Jogja. Batik sudah menjadi kebudayaan yang diturunkan dari nenek moyang. Batik



menjadi karya seni yang tidak sekedar goresan canting yang tampak cantik di mata, tapi juga kaya akan makna. Batik yang cukup lama dan bisa menjadi wisata budaya Jogja adalah batik Giriloyo. Karena kepopuleran batik ini, kampung di Jogja ini bahkan kedatangan tamu asing dari berbagai belahan dunia, seperti Asia, Amerika, Afrika dan Eropa. Sudah terbukti bahwa batik ini sudah go internasional. Untuk kepentingan wisata, Anda bisa berkesempatan turut belajar batik di sana. Ada paket short course batik, khusus bagi wisatawan yang ingin belajar batik bersamasama. Batik ini batik tulis sehingga Anda akan belajar bargaimana menggoreskan canting pada kain mori. Beberapa batik lain yang tidak kalah terkenal meliputi bati motif ceplok, kawung, parang kusumo, dan batik motif lereng. 2. Sekatenan Sekatenan bisa dikatakan



salah



satu



dari adat budaya Jogja yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Mungkin sejaka Islam masuk ke tanah Jawa karena



Sekatenan



adalah acara tahunan pesta



rakyat



yang



dilakukan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad tanggal 5 Rabiul Awal Kalender Islam. Wisata adat paling terkenal dari Sekatenan adalah pasar malamnya. Anda bisa bertandang ke Alun-Alun Utara Keraton Jogjakarta. Pasar malam ini berlangsung selama sebulan sebelum tanggal 5 Rabiul Awal. Puncak dari Sekatenan adalah Grebeg Maulud. Pada Grebeg Maulud, akan ada arak-arak yang membawa beraneka ragam hasil bumi yang dipanggul. Puncaknya adalah berebut hasil bumi ini. Barang siapa yang bisa mendapatkan buah, atau hasil bumi lain, dipercaya bisa mendatangkan rejeki. Acara budaya Jogja ini sangat unik sehingga tidak sedikit wisatawan asing yang datang untuk melihatnya secara langsung. 3. Sendratari Ramayana Setiap wisatawan asing yang datang ke Jogja, hampir pasti meluangkan waktunya untuk melihat Sendratari Ramayana, sebuah seni tari dan drama yang digabungkan menjadi satu pertuntjukan yang apik tanpa dialog dengan certia Ramayana. Secara singkat, ceritanya mengenai Sri Rama yang berusaha keras untuk



menyelematkan istri kesayangannya, Dewi Shinta yang telah diculik oleh Rahwana. Begitu terkenalnya budaya asli Jogja ini, Sendratari Ramayana juga dimainkan di beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Laos, Kamboja, Singapura, Thailand hingga India dan Sri Lanka. Jika



Anda



ingin



menonton



pertunjukan ini,



Anda



bisa



datang



Teater



Tri



Murti



ke



Prambanan



setiap



hari



Selasa,



Rabu



dan



gedung



ini,



Kamis.



Di



Anda



melakukan



reservasi



untuk



pertunjukan



pada



tanggal-



tanggal yang sudah ditentukan sepanjang tahun. Namun, pada bulan-bulan tertentu, Anda juga bisa melihatnya di gedung terbuak dengan background Candi Prambanan. Namun, di Pura Wisata dan Ndalem Pujokusuman, pertunjukan ini juga dimainkan. 4. Seni Tari Kesenian adalah bagian dari budaya, dan Jogja adalah kota seni tinggi yang sudah terkenal di dunia. Seni tari merupakan produk budaya daerah Jogja yang saat ini tidak hanya diminati oleh wisatawan dalam negeri, tapi juga luar negeri. Seni tari dari Jogja ada beberapa macam, dari tari



yang



menampilkan



kemolekan dan keanggunan seorang wanita, atau wanita yang seorang tampan



pemberani ksatria dan



hingga berparas



gagah.



Tari



Golek Ayun-Ayun adalah contohnya. Tari ciptaan KRT Sasmita Dipura ini ditampilkan untuk menyambut tamu oleh dua orang penari berpakaian baju beluduru hitam dipadukan dengan bawahan kain batik putih. Lalu ada juga tari Beksan Srikandi Suradewati, sebuah tarian mengenai peperangan Dewi Suradewati dengan Dewi Srikandi. 5. Karawitan Banyak budaya-budaya Jogja yang diadopsi kemudian digunakan untuk menampilkan karya seni kontemporer, seperti campur sari. Kalau kita melihat asalnya, campur sari ini dulunya berasal dari seni karawitan dari Jogja, sebuah kesenian tarik



suara yang menggunakan gamelan sebagai instrumennya dan suara manusia yang berlaraskan pelog atau slendro. Banyak pesinden, (wanita yang menyanyi pada seni karawitan) yang sekarang ini bisa Anda temukan seperti pesinden legendaris Waljinah, Condrolukito, dan lainlain. Bahkan, kesenian ini sekarang



tidak



hanya



dipelajari



oleh



orang



Indonesia, tapi juga dari luar negeri



seperti



Jepang,



Amerika dan Eropa. Berbeda dengan seni musik



kontemporer,



seni



budaya karawitan di Jogja ini ada pakem-nya. Dan karawitan dari Jogja pada khususnya memiliki sifat sawiji, sengguh, keras, bulat, patriotik, semangat dan selalu berapi-api. Ciri khas ini disebabkan oleh faktor sejarah khususnya perlawanan dengan pemerintah kolonial Belanda. 6. Wayang Kulit Siapa yang tidak menge nal wayang kulit? Salah satu produk budaya Jawa di Jogja yang menampilkan pertunjukan wayang dengan cerita pewayangan seperti Ramayanan dan Mahabarata. Kebudayaan ini semakin langka saja dipertujunjukkan di berbagai daerah di DIY, namun kelestariannya tetap terjaga hingga sekarang. Wayang kulit mendunia, bahkan dimainkan



sudah dan sudah di



beberapa negara. Kisah-kisah yang dibawakan



pada



pertunjukan wayang kulit mungkin sudah biasa dan diulang-ulang khususnya untuk cerita-cerita pakem seperti Dewa Ruci, Gatotokaca Gugur, atau tentang Petruk Dadi Ratu (Petruk Jadi Ratu), namun dalang-dalang (orang yang menggerakkan wayang) membuat ceritacerita baru namun tidak meninggalkan pakem dan karakter wayang dan tetap kaya makna. 7. Upacara Labuhan



Budaya dari Jogja terakhir sampai saat ini masih lestari dan terkenal adalah upacara labuhan. Labuhan merupakan adat istiadat yang telah dilakukan sejaka zaman Mataram Islam abad ke-14. Masyarakat Jogja meyakini bahwa dengan mengadakan upacara ini, maka akan tercipta ketentraman dan kesejahteraan dan selalu diberikan keselamatan oleh yang Maha Kuasa. Meski diselenggarakan oleh Keraton, upacara ini tetap dimeriahkan oleh masyarak at secara luas dengan tujuan bahwa upacara ini tetap lestari. Adapun inti dari acara ini adalah melakukan persembahan atau syukuran di tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah leluhur raja-raja terdahulu. Doa-doa secara agama Islam dipanjatkan agar memberikan keselamatan, kesejahteraan dan ketentraman bagi masyarakat Jogja dan Indonesia. Begitu



kaya



kebudayaan Jogja ini sehingga



banyak



wisatawan



yang



sering datang untuk mengabadikan momen-momen tersebut. Jika Anda ingin liburan ke Jogja sembari menikmati keunikan dan kekayaan kebudayaan Jogja, Anda bisa turut serta dalam 7 budaya Jogjakarta yang paling terkenal di atas. Selain budaya budaya jogjakarta tsb anda juga bisa menikmati makanan khas Yogyakarta yakni Gudeg Yogyakarta. 8. Gudeg Gudeg makanan Yogyakarta



khas



adalah Provinsi



dan



Jawa



Tengah yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Perlu waktu berjam-jam untuk membuat masakan ini. Warna coklat biasanya



dihasilkan



oleh



daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg biasanya dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tempe, tahu dan sambal goreng krecek.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang berdasarkan wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Selain itu ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enklave di Yogyakarta. Sementara itu, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah provinsi yang memiliki status istimewa atau otonomi khusus. Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Kesultanan Yogyakarta dan juga Kadipaten Paku Alaman, sebagai cikal bakal



atau



asal



usul



DIY,



memiliki



status



sebagai



"Kerajaan



vasal/Negara



bagian/Dependent state" dalam pemerintahan penjajahan mulai dari VOC , Hindia Perancis (Republik Bataav Belanda-Perancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris), Hindia Belanda (Kerajaan Nederland), dan terakhir Tentara Angkatan Darat XVI Jepang (Kekaisaran Jepang). 3.2 Saran Bagi masyarakat yang mempunyai jiwa nasionalis yang tinggi disarankan untuk tidak melupakan sejarah yang ada. Tanpa sejarah, kita takkan sampai pada titik saat ini yaitu Kemerdekaan dan menjadi Negara berkembang.



DAFTAR PUSTAKA http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Istimewa_Yogyakarta#Sejarah http://karodalnet.blogspot.com/2010/12/keistimewaan-yogyakarta.html http://id.shvoong.com/humanities/history/1947170-sejarah-yogyakarta/ https://www.infojogjakarta.com/2017/03/7-budaya-jogjakarta-yang-paling-terkenal.html



KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT. kami panjatkan atas limpahan Rahmat, Hidayah, serta Inayah-Nya kami bisa menyelesaikan Makalah tentang Kota Yogyakarta ini. Sholawat sera salam mudah-mudahan tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi akhir zaman, penolong ummat, yaitu Baginda Muhammad SAW. yang telah menunjukkan kita kepada jalan yang di ridloi oleh Allah dengan ajarannya yaitu agama Islam. Makalah kami buat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Kewirausahaan di SMA Muhammadiyah Pagar Alam yang membahas tentang sejarah Yogyakarta, Keistimewaannya dan Budayanya. Dalam pembuatan makalah ini kami banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak terutama guru pembimbing mata pelajaran Kewirausahaan, untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada beliau atas keikhlasan dan kesabarannya membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Juga kepada pihak-pihak yang telah membantu demi terwujudnya makalah ini dan tidak dapat kami sebutkan satu persatu, kami ucapkan terima kasih. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan terbatasnya kemampuan yang ada pada kami. oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar kedepannya kami dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap mudah-mudahan makalah ini mudah difahami bagi pembacanya sehingga adanya suatu manfaat dari pembuatan makalah ini. Pagar Alam, September 2020



Penulis



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................................................i DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1...........................................................................................................Latar Belakang Masalah ...............................................................................................................................................1 1.2................................................................................................................Pembatasan Masalah ...............................................................................................................................................2 1.3.................................................................................................................Perumusan Masalah ...............................................................................................................................................2 1.4......................................................................................................................Tujuan Penulisan ...............................................................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)........................................................................3 2.2 Keistimewaan Yogyakarta....................................................................................................5 2.3 Yogyakarya sebagai Kota Budaya........................................................................................7 1. Batik Jogja.......................................................................................................................7 2. Sekatenan........................................................................................................................8 3. Sendratari Ramayana......................................................................................................8 4. Seni Tari..........................................................................................................................9 5. Karawitan........................................................................................................................9 6. Wayang Kulit................................................................................................................10 7. Upacara Labuhan..........................................................................................................10 8. Gudeg............................................................................................................................11 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................12 3.2 Saran....................................................................................................................................12 DAFTAR PUSTAKA



Disusun Oleh : Desi Nurhayati Kelas : X IPS.2