Manajemen Risiko KLP 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN RISIKO (EKM 411 BP1) “Metode Pengukuran Risiko Kredit dan Manajemen Risiko Kredit”



Oleh Kelompok 5: Rafa Sayyidatul Wafiyyah



1707521075 / 13



I Ketut Arya Adhiyasa



1707521082 / 14



Ni Kadek Putri Wahyuni



1707521083 / 15



Gede Angga Pratama Saputra



1707521087 / 16



PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2020



Pokok Bahasan: 1. Definisi dan Ilustrasi Risiko Kredit 2. Penilaian Kualitatif 3. Penilaian Kuantitatif: Rating dan Analisis Diskriminan 4. Manajemen Risiko Kredit



PEMBAHASAN MATERI



I.



Definisi dan Ilustrasi Risiko Kredit Risiko kredit adalah risiko yang timbul dalam hal debitur gagal



memenuhi kewajiban untuk membayar angsuran pokok ataupun bunga sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian kredit; di samping risiko suku bunga, risiko kredit merupakan salah satu risiko utama dalam pelaksanaan pemberian kredit bank (credit risk). Risiko kredit terjadi jika counterparty (pihak lain dalam transaksi bisnis kita) tidak bisa memenuhi kewajibannya (wanprestasi). Risiko kredit menjadi semakin penting karena akhir-akhir ini banyak peristiwa gagal bayar yang dialami oleh perusahaan-perusahaan domestic, luar negeri, bahkan Negara sekalipun. Sebagai contoh, pada tahun 1980-an pinjaman yang diberikan kepada Negara berkembang (seperti Negara Amerika Latin) mengalami masalah sehingga mendorong bank-bank yang memberi pinjaman mengalami kesulitan. Pada saat krisis ekonomi, tingkat bunga yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang melambat, persoalan risiko kredit lebih serius. Contoh lainnya, Bank A memberikan kredit perumahan kepada debitur perorangan. Saat memberikan kredit tersebut, bank memiliki risiko bahwa sebagian – atau seluruh – debitur perorangan tersebut akan gagal membayar bunga ataupun pokok kredit yang diterimanya. Risiko kredit timbul dari adanya kemungkinan bahwa kredit yang diberikan oleh bank, atau obligasi yang dibeli, tidak dapat dibayarkan kembali. Risiko kredit juga timbul dari tidak dipenuhinya berbagai bentuk kewajiban pihak lain kepada bank, seperti kegagalan memenuhi kewajiban pembayaran dalam kontrak derivatif. Untuk sebagian bank, risiko kredit merupakan risiko terbesar yang dihadapi. Pada umumnya, marjin yang diperhitungkan untuk mengantisipasi risiko kredit hanyalah merupakan bagian kecil dari total



kredit yang diberikan bank dan oleh karenanya kerugian pada kredit dapat menghancurkan modal bank dalam waktu singkat.



II.



Penilaian Kualitatif Kerangka



3R



dan



5C



pada



umumnya



digunakan



dalam



menganalisis kemampuan melunasi kewajiban dari calon nasabah bank. Kerangka tersebut juga dapat digunakan untuk menganalisis risiko kredit perusahaan. Pedoman 3R, yaitu: 1. Returns Hasil yang diperoleh dari penggunaan kredit yang diminta, apakah kredit tersebut bisa menghasilkan return ( pendapatan ) yang memadai untuk melunasi hutang dan bunganya. 2. Repayment capacity Kemampuan perusahaan mengembalikan pinjaman dan bunganya pada saat pembayaran tersebut jatuh tempo. 3. Risk-bearing ability Kemampuan perusahaan menanggung risiko kegagalan atau ketidakpastian yang berkaitan dengan penggunaan kredit. Jaminan perlu dipertimbangkan oleh kreditor. Pedoman 5C, yaitu : 1. Character Menunjukkan kemauan peminjam (debitur) untuk memenuhi kewajibannya. Kemauan tersebut lebih berkaitan dengan sifat dan watak



peminjam.



Seorang



yang



mempunyai



kemampuan



mengembalikan pinjaman, tetapi tidak mau mengembalikan, akan mempunyai character yang tidak mendukung pemberian kredit. Pemberi pinjaman akan dan harus memperhatikan karakteristik ini dengan seksama. 2. Capacity



Kemampuan peminjam untuk melunasi kewajiban utangnya, melalui pengelolaan perusahaannya dengan efektif dan efisien. Jika peminjam bisa mengelola perusahaannya dengan baik, perusahaan bisa memperoleh keuntungan, maka kemungkinan bisa mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi. Capacity bisa dilihat melalui masa lalu (prestasi masa lalu atau track of record masa lalu). 3. Capital Posisi keuangan pcrusahaan (peminjam) secara keseluruhan. Kondisi keuangan bisa dilihat melalui analisis keuangan, seperti analisis rasio. Dalam hal ini, bank atau lembaga keuangan harus memperhatikan komposisi utang dengan modal sendiri. Jika utang terlalu besar, maka kemungkinan perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan juga akan semakin besar, dan sebaliknya. 4. Collateral Aset yang dijaminkan (dijadikan agunan) untuk suatu pinjaman. Jika karena sesuatu hal pinjaman tidak bisa dikembalikan, jaminan bisa dijual untuk menutup pinjaman tersebut. Lembaga Keuangan bisa meminta jaminan yang nilainya melebihi jumlah pinjaman. 5. Conditions Sejauh



mana



kondisi



perekonomian



akan



mempengaruhi



kemampuan mengembalikan pinjaman. Jika kondisi perekonomian memburuk maka kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan akan semaki tinggi, yang membuat kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan melunasi pinjaman, juga semakin tinggi.



III.



Penilaian Kuantitatif: Rating dan Analisis Diskriminan



a. Rating Perusahaan Perusahaan, atau bahkan negara seperti Indonesia, yang akan menerbitkan surat utang, baik jangka panjang (obligasi), atau jangka



pendek (commercial paper), biasanya akan di-rating. Rating tersebut menunjukkan tingkat risiko perusahaan tersebut. Melalui rating tersebut, calon pembeli obligasi diharapkan memperoleh gambaran mengenai risiko perusahaan yang akan menerbitkan surat utang tersebut. Perusahaan tidak harus memperoleh rating tersebut (kecuali kalau disyaratkan), dan ketika rating tersebut sudah jadi, perusahaan mempunyai opsi (hak) untuk tidak mempublikasikan rating tersebut. Tetapi risikonya adalah calon pembeli surat utang tidak akan percaya terhadap perusahaan yang tidak mempunyai rating. Perhatikan rating biasanya dilakukan oleh perusahaan yang akan menjual surat utang, tidak untuk perusahaan yang akan menjual sahamnya ke publik. Pemegang saham, karena akan menjadi pemilik, diasumsikan sudah melakukan analisis sendiri mengenai risiko dan prospek perusahaan yang sahamnya akan dibeli. Di Indonesia, contoh perusahaan per-rating adalah PT Pefindo. Di Amerika Serikat, contoh perusahaan rating adalah Standard and Poor’s (S&P) dan Moodys. Table berikut ini menyajikan klasifikasi rating dari Pefindo dengan penjelasannya. Rating yang diberikan oleh S&P dan Moodys pada dasarnya sama. Table 1. Klasifikasi Rating Ratin



Keterangan



g AAA



Instrument utang dengan risiko sangat rendah, tangkat pengembalian teramat baik (excellent); perubahan pada kondisi keuangan, bisnis, atau ekonomi tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap risiko investasi.



AA



Instrumen utang dengan risiko sangat rendah. Tingkat pengembalian yang sangat baik; perubahan pada kondisi keuangab, bisnis, atau ekonomi barangkali akan berpengaruh terhadap risiko investasi, tetapi tidak terlalu besar.



A



Pengembalian utang dengan risiko rendah. Tingkat



pengembalian yang baik; meskipun perubahan pada kondisi



keuangan,



bisnis,



atau



ekonomi



akan



meningkatkan risiko investasi. BBB



Tingkat pengembalian yang memadai. Perubahan pada kondisi keuangan, bisnis, atau ekonomi mempunyai kemungkinan



besar



meningkatkan



risiko



investasi



dibandingkan dengan kategori yang lebih tinggi. BB



Investasi.



Perusahaan



mempunyai



membayar



bunga



pokok



dan



kemampuan



pinjaman,



tetapi



kemampuan tersebut rawan terhadap perubahan pada kondisi ekonomi, bisnis, dan keuangan. B



Instrument utang saat ini mengandung risiko investasi. Tingkat pengembalian tidak terlindungi secara memadai terhadap kondisi ekonomi, bisnis, dan keuangan.



C



Instrument keuangan yang bersifat spekulatif dengan kemungkinan besar bangkrut.



D



Instrument keuangan sedang default/bangkrut.



Catatan : tanda + atau – bisa ditambahkan di belakang rating untuk menegaskan tingkat rating lebih lanjut. Sebagai contoh, suatu perusahaan barangkali mempunyai rating A+, yang berarti rating tingkat A atas.



Perusahaan dengan rating AAA mempunyai risiko kredit yang paling rendah. Perusahaan dengan rating C mempunyai risiko kredit yang tinggi sekali. Dengan data tersebut, kita bisa memperoleh gambaran tingkat risiko kredit. Untuk melihat seberapa akurat prediksi risiko kredit oleh lembaga pe-rating, tabel berikut ini menyajikan tingkat kebangkrutan untuk setiap kategori rating Moody’s, satu tahun sampai lima tahun sesudah obligasi dikeluarkan berdasarkan data historis di Amerika Serikat. Rating dikeluarkan pada saat obligasi dikeluarkan : Tabel 2. Tingkat kebangkrutan sesudah pengeluaran obligasi (%)



Tahun Aaa



Aa1



Aa2



Aa3



A1



A2



A3



Baa1



Baa2



Baa3



Ba1



Ba2



Ba3



B1



B2



1



2



3



4



5



Marjinal



0,00



0,00



0,00



0,07



0,16



Komulatif



0,00



0,00



0,00



0,07



0,23



Marjinal



0,00



0,00



0,00



0,31



0,00



Komulatif



0,00



0,00



0,00



0,31



0,31



Marjinal



0,00



0,00



0,09



0,20



0,36



Komulatif



0,00



0,00



0,09



0,29



0,65



Marjinal



0,09



0,06



0,12



0,15



0,18



Komulatif



0,09



0,15



0,27



0,42



0,60



Marjinal



0,00



0,04



0,45



0,30



0,22



Komulatif



0,00



0,04



0,49



0,79



1,01



Marjinal



0,00



0,04



0,17



0,36



0,31



Komulatif



0,00



0,04



0,21



0,57



0,88



Marjinal



0,00



0,20



0,17



0,15



0,09



Komulatif



0,00



0,20



0,37



0,52



0,61



Marjinal



0,06



0,33



0,40



0,38



0,36



Komulatif



0,06



0,39



0,79



1,17



1,53



Marjinal



0,06



0,20



0,09



0,72



0,63



Komulatif



0,06



0,26



0,35



1,07



1,70



Marjinal



0,45



0,61



0,74



1,07



0,82



Komulatif



0,45



1,06



1,80



2,87



3,69



Marjinal



0,85



1,83



1,78



2,57



2,49



Komulatif



0,85



2,68



4,46



7,03



9,52



Marjinal



0,73



2,64



3,10



2,96



2,85



Komulatif



0,73



3,37



6,47



9,43



12,28



Marjinal



3,12



4,97



5,40



5,06



4,60



Komulatif



3,12



8,09



13,49



18,55



23,15



Marjinal



4,50



6,40



6,43



6,11



5,61



Komulatif



4,50



10,90



17,33



23,44



29,05



Marjinal



8,75



6,43



6,92



5,85



3,91



B3



Komulatif



8,75



15,18



22,10



27,95



31,86



Marjinal



13,49



8,37



5,98



4,24



4,02



Komulatif



13,49



21,86



27,84



32,08



36,10



Sebagai contoh, untuk rating AAA, pada satu tahun sesudah obligasi dikeluarkan (rating juga dikeluarkan), tidak ada perusahaan yang mengalami kegagalan bayar (default).



Empat tahun sesudah obligasi



dikeluarkan ada perusahaan mengalami kegagalan bayar sebesar 0,07%, sehingga kumulatif kegagalan bayar pada tahun keempat adalah 0,07%. Pada tahun kelima terjadi kegagalan bayar sebesar 0,16%, sehingga kegagalan bayar kumulatif menjadi 0,23% (0,07 + 0,16). Dengan cara yang sama, kegagalan bayar marjinal dan kumulatif bisa dihitung untuk kategori rating yang lain bisa lakukan. Tabel tersebut menunjukkan bahwa rating yang dikeluarkan oleh perushaaan rating cukup baik memprediksi risiko kegagalan bayar (default risk). Perusahaan yang mempunyai kategori rating jelek mempunyai kemungkinan untuk default lebih besar. b. Model Skoring Kredit : Model Diskriminan Analisis diskriminan pada dasarnya ingin melihat apakah suatu perusahaan sebaiknya dimasukkan ke dalam kategori tertentu. Sebagai contoh, misalkan kita mempunyai dua kategori yaitu perusahaan yang mengalami kegagalan bayar dan yang tidak mengalami kegagalan bayar. Kemudian



kita



mengumpulkan



informasi,



misal



informasi



laporan



keuangan seperti rasio lancar, rasio profitabilitas, yang akan digunakan untuk memprediksi apakah suatu perusahaan layak dimasukkan ke dalam kategori gagal bayar atau tidak. Yang pertama kali perlu dilakukan adalah mengestimasi persamaan diskriminan, yaitu dengan menggunakan variabel tidak bebas yang bersifat kategori, yaitu gagal bayar dan tidak gagal bayar, dan menggunakan rasio-rasio keuangan sebagai variabel tidak bebas.



Sebagai contoh, berikut ini fungsi diskriminan yang diestrimasi oleh penelitian Altman (1968) : Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4, 1,0X5 Dimana X1 = rasio modal kerja / total asset X2 = rasio laba yang ditahan / total asset X3 = rasio laba sebelum bunga dan pajak / total asset X4 = rasio nilai pasar saham / nilai buku saham X5 = rasio penjualan / total asset Setelah fungsi diskriminan diestimasi, tahap berikutnya adalah menggunakan fungsi tersebut untuk memprediksi kegagalan bayar. Model di atas memasukkan harga pasar saham, sehingga model tersebut bisa digunakan hanya untuk perusahaan public. Altman kemudian memperoleh model di atas supaya bisa digunakan untuk perusahaan non publik. Model baru tersebut adalah sebagai berikut : Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5 Dimana X1 = rasio modal kerja / total asset X2 = rasio laba yang ditahan / total asset X3 = rasio laba sebelum bunga dan pajak / total asset X4 = rasio nilai buku saham preferen dan saham biasa / nilai buku total hutang X5 = rasio penjualan / total asset Cut-off atau batas untuk pengambilan kesimpulan kedua model tersebut bisa dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 3. Cut-off rate model diskriminan. Model pasar



Model nilai buku



Batas tidak bangkrut



2,99



2,90



Batas bangkrut



1,81



1,20



Wilayah abu-abu



1,81-2,99



1,20-2,90



Misalkan ada dua perusahaan dengan data rasio keuangan berikut ini : X



Y



Rasio modal kerja / total asset



0,25



0,005



Rasio laba yang ditahan / total asset



0,1



0,001



Rasio laba sebelum bunga dan pajak /



0,1



-0,2



2



1,2



2



1,5



total asset Rasio nilai pasar saham / nilai buku saham Rasio penjualan / total aset



Karena



menggunakan



informasi



harga



per



saham,



maka



kita



menggunakan model yang pertama, sehingga perhitungan nilai Z bisa dilihat berikut ini : ZA = 1,2 (0,25) + 1,4 (0,1) + 3,3 (0,1) + 0,6 (2) + 1,0 (2) = 3,97 Za = 1,2 (0,005) + 1,4 (0,01) + 3,3 (-0,2) + 0,6 (1,2) + 1,0 (1,25) = 1,33 Karena nilai X untuk A di atas batas bangkrut (3,97 > 2,99), maka Altman memprediksi bahwa A tidak bangkrut. Sebaliknya, karena Z untuk B di bawah batas bawah (1,33 < 1,81), maka Altman memprediksi bahwa perusahaan B akan mengalami kebangkrutan.



IV.



Manajemen Risiko Kredit



Penerapan Manajemen Risiko Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit, termasuk pengelolaan Risiko Konsentrasi Kredit (credit concentration risk), bagi Bank secara



individual maupun bagi Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak paling kurang mencakup: a. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Dalam penerapan Manajemen Risiko melalui pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi untuk Risiko Kredit, maka selain melaksanakan pengawasan aktif sebagaimana dimaksud dalam butir I.A, Bank perlu menerapkan beberapa hal dalam tiap aspek pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, sebagai berikut: 1) Kewenangan dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi a) Dewan Komisaris memantau penyediaan dana termasuk mereview penyediaan dana dengan jumlah besar atau yang diberikan kepada pihak terkait. b) Direksi bertanggungjawab agar seluruh aktivitas penyediaan dana dilakukan sesuai dengan strategi dan kebijakan Risiko Kredit yang disetujui oleh Dewan Komisaris. c) Direksi harus memastikan bahwa penerapan Manajemen Risiko dilakukan secara efektif pada pelaksanaan aktivitas penyediaan dana, dengan antara lain memantau perkembangan dan permasalahan dalam aktivitas bisnis Bank terkait Risiko Kredit, termasuk penyelesaian kredit bermasalah. 2) Sumber Daya Manusia Kecukupan sumber daya manusia untuk Risiko Kredit mengacu pada cakupan penerapan secara umum sebagaimana dimaksud dalam butir I.A. 2. 3) Organisasi Manajemen Risiko Kredit Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit, terdapat beberapa unit terkait sebagai berikut: (i) unit bisnis yang melaksanakan aktivitas pemberian kredit atau penyediaan dana; (ii) unit



pemulihan kredit yang melakukan penanganan kredit bermasalah; (iii) unit Manajemen Risiko, khususnya yang menilai dan memantau Risiko Kredit. Disamping itu, juga dibentuk Komite Kredit yang bertanggung jawab khususnya untuk memutuskan pemberian kredit dalam jumlah tertentu sesuai kebijakan masing-masing Bank. Keanggotaan Komite Kredit tidak hanya terbatas dari Unit Bisnis tetapi juga dari unit-unit lain yang terkait dengan pengelolaan Risiko Kredit, seperti unit pemulihan kredit. b. Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit Dalam melaksanakan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit untuk Risiko Kredit, maka selain melaksanakan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit sebagaimana dimaksud dalam butir I.B, Bank perlu menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap aspek kebijakan, prosedur, dan penetapan limit, sebagai berikut: 1) Strategi Manajemen Risiko a) Strategi Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit harus mencakup strategi untuk seluruh aktivitas yang memiliki eksposur Risiko Kredit yang signifikan. Strategi tersebut harus memuat secara jelas arah penyediaan dana yang akan dilakukan, antara lain berdasarkan jenis kredit, lapangan usaha, wilayah geografis, mata uang, jangka waktu, dan sasaran pasar. b) Strategi Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit harus sejalan dengan tujuan Bank untuk menjaga kualitas kredit, laba, dan pertumbuhan usaha. 2) Tingkat Risiko yang akan Diambil (Risk Appetite) dan Toleransi Risiko (Risk Tolerance) Penetapan tingkat Risiko yang akan diambil dan toleransi Risiko untuk Risiko



Kredit



mengacu



pada



cakupan



sebagaimana dimaksud dalam butir I. B. 2. 3) Kebijakan dan Prosedur



penerapan



secara



umum



a) Dalam kebijakan Risiko Kredit yang mencakup penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit untuk seluruh aktivitas bisnis Bank, perlu ditetapkan kerangka penyediaan dana dan kebijakan penyediaan dana yang sehat termasuk kebijakan dan prosedur dalam rangka pengendalian Risiko Konsentrasi Kredit. Bank harus memiliki prosedur yang ditetapkan secara jelas untuk persetujuan penyediaan dana, termasuk perubahan, pembaruan, dan pembiayaan kembali. b) Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa seluruh penyediaan dana dilakukan secara terkendali (arm’s length basis). Apabila Bank mempunyai kebijakan yang memungkinkan dalam kondisi tertentu untuk melakukan penyediaan dana diluar kebijakan normal, maka kebijakan tersebut harus memuat secara jelas kriteria, persyaratan, dan prosedur termasuk langkah-langkah untuk mengendalikan atau memitigasi Risiko dari penyediaan dana dimaksud. c) Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk mengidentifikasi adanya Risiko Konsentrasi Kredit. d) Bank harus mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan dan prosedur secara tepat sehingga dapat: (1) mendukung penyediaan dana yang sehat; (2) memantau dan mengendalikan Risiko Kredit, termasuk Risiko Konsentrasi Kredit; (3) melakukan evaluasi secara benar dalam memanfaatkan peluang usaha yang baru; dan (4) mengidentifikasi dan menangani kredit bermasalah. e) Kebijakan Bank harus memuat informasi yang dibutuhkan dalam pemberian kredit yang sehat, antara lain meliputi: tujuan kredit dan sumber pembayaran, profil Risiko debitur dan mitigasinya serta tingkat sensitivitas



terhadap



perkembangan



kondisi



ekonomi



dan



pasar,



kemampuan untuk membayar kembali, kemampuan bisnis dan kondisi



lapangan usaha debitur serta posisi debitur dalam industri tertentu, persyaratan kredit yang diajukan termasuk perjanjian yang dirancang untuk mengantisipasi perubahan eksposur Risiko debitur di waktu yang akan datang. f) Kebijakan Bank memuat pula faktor yang perlu diperhatikan dalam proses persetujuan kredit, antara lain: (1) tingkat profitabilitas, antara lain dengan melakukan analisa perkiraan biaya dan pendapatan secara komprehensif, termasuk biaya estimasi apabila terjadi gagal bayar, serta perhitungan kebutuhan modal. (2)



konsistensi



penetapan



harga,



yang



dilakukan



dengan



memperhitungkan tingkat Risiko, khususnya kondisi debitur secara keseluruhan serta kualitas dan tingkat kemudahan pencairan agunan yang dijadikan jaminan. Bank harus memiliki prosedur untuk melakukan analisis, persetujuan, dan administrasi kredit, yang antara lain memuat: (1) Pendelegasian wewenang dalam prosedur pengambilan keputusan penyediaan dana yang harus diformlkan secara jelas. (2) Pemisahan fungsi antara yang melakukan analisis, persetujuan, dan administrasi kredit dalam kerangka kerja atau mekanisme prosedur pendelegasian pengambilan keputusan penyediaan dana. (3) Satuan kerja yang melakukan review secara berkala guna menetapkan atau mengkinikan kualitas penyediaan dana yang terekspos Risiko Kredit. (4) Pengembangan sistem administrasi kredit, yang meliputi: (a) efisiensi dan efektivitas operasional administrasi kredit, termasuk pemantauan dokumentasi, persyaratan kontrak, perjanjian kredit, dan pengikatan agunan; (b) akurasi dan ketepatan waktu informasi yang diberikan untuk sistem informasi manajemen;



(c) pemisahan fungsi/tugas secara memadai; (d) kelayakan pengendalian seluruh prosedur back office, dan (e) kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur intern tertulis serta ketentuan yang berlaku. (5) Bank harus menatausahakan, mendokumentasikan, dan mengkinikan seluruh informasi kuantitatif dan kualitatif serta bukti-bukti material dalam arsip kredit yang digunakan dalam melakukan penilaian dan kaji ulang. 4) Limit a)Bank harus menetapkan limit penyediaan dana secara keseluruhan untuk seluruh aktivitas bisnis Bank yang mengandung Risiko Kredit, baik untuk pihak terkait maupun tidak terkait, serta untuk individual maupun kelompok debitur. b) Bank perlu menerapkan toleransi Risiko untuk Risiko Kredit. c) Limit untuk Risiko Kredit digunakan untuk mengurangi Risiko yang ditimbulkan, termasuk karena adanya konsentrasi penyaluran kredit. d) Penetapan limit Risiko Kredit harus didokumentasikan secara tertulis dan lengkap yang memudahkan penetapan jejak audit untuk kepentingan auditor intern maupun ekstern. c. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko, serta Sistem Informasi Manajemen Risiko Kredit Dalam menerapkan Manajemen Risiko melalui proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko, serta sistem informasi



Manajemen



Risiko



untuk



Risiko



Kredit,



maka



selain



melaksanakan proses sebagaimana dimaksud dalam butir I.C, Bank perlu menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap proses dimaksud, sebagai berikut: 1) Identifikasi Risiko Kredit



1) Sistem untuk melakukan identifikasi Risiko Kredit, termasuk identifikasi terhadap Risiko Konsentrasi Kredit, harus mampu menyediakan informasi yang memadai, antara lain mengenai komposisi portofolio kredit. 2) Dalam melakukan identifikasi Risiko Kredit, baik secara individual maupun



portofolio,



perlu



dipertimbangkan



faktor



yang



dapat



mempengaruhi tingkat Risiko Kredit di waktu yang akan datang, seperti kemungkinan perubahan kondisi ekonomi serta penilaian eksposur Risiko Kredit dalam kondisi tertekan. 3) Dalam mengidentifikasi Risiko Kredit perlu dipertimbangkan hasil penilaian kualitas kredit berdasarkan analisa terhadap prospek usaha, kinerja keuangan, dan kemampuan membayar debitur. 4) Dalam mengidentifikasi Risiko Kredit untuk kegiatan tresuri dan investasi, penilaian Risiko Kredit juga harus memperhatikan jenis transaksi, karakteristik instrumen, dan likuiditas pasar serta faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi Risiko Kredit. 5)Khusus



untuk



Risiko



Konsentrasi



Kredit,



Bank



juga



harus



mengidentifikasi penyebab Risiko Konsentrasi Kredit akibat faktor idiosinkratik (faktor yang secara spesifik terkait pada masing-masing debitur) dan faktor sistematik (faktor-faktor ekonomi makro dan faktor keuangan yang dapat mempengaruhi kinerja dan atau kondisi pasar). 2) Pengukuran Risiko Kredit a)Bank harus memiliki sistem dan prosedur tertulis untuk melakukan pengukuran Risiko yang memungkinkan untuk: (1) sentralisasi eksposur neraca dan rekening administratif yang mengandung Risiko Kredit dari setiap debitur atau per kelompok debitur dan/atau pihak lawan transaksi (counterparty) tertentu mengacu pada konsep single obligor;



(2) penilaian perbedaan kategori tingkat Risiko Kredit antar debitur/pihak lawan transaksi dengan menggunakan kombinasi aspek



kualitatif dan



kuantitatif serta pemilihan kriteria tertentu; (3) distribusi informasi hasil pengukuran Risiko secara lengkap untuk tujuan pemantauan oleh satuan kerja terkait. b)Sistem pengukuran Risiko Kredit paling kurang mempertimbangkan: (1)karakteristik setiap jenis transaksi yang terekspos Risiko Kredit; (2)kondisi keuangan debitur/pihak lawan transaksi serta persyaratan dalam perjanjian kredit seperti tingkat bunga; (3)jangka waktu kredit dikaitkan dengan perubahan potensial yang terjadi di pasar; (4)aspek jaminan, agunan, dan/atau garansi; (5)potensi terjadinya gagal bayar, baik berdasarkan hasil penilaian pendekatan



standar



maupun



hasil



penilaian



pendekatan



yang



menggunakan proses pemeringkatan yang dilakukan secara intern; (6)kemampuan Bank untuk menyerap potensi kegagalan. c)Bank yang menggunakan teknik pengukuran Risiko dengan pendekatan pemeringkatan internal (internal rating) harus melakukan pengkinian data secara berkala. d)Alat pengukuran harus dapat mengukur eksposur Risiko inheren yang dapat dikuantifikasikan, antara lain komposisi portofolio aset yang meliputi jenis dan fitur eksposur dan tingkat konsentrasi, dan kualitas penyediaan dana yang meliputi tingkat aset bermasalah dan aset yang diambil alih. eUntuk mengukur Risiko Kredit terkait dengan kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) seperti transaksi derivatif over the counter/OTC, Bank harus menggunakan nilai pasar yang dilakukan secara berkala. f)Bank yang mengembangkan dan mengunakan sistem pemeringkatan internal dalam pengelolaan Risiko Kreditnya, harus menyesuaikan sistem



tersebut dengan karakteristik portofolio, besaran, dan kompleksitas dari aktivitas bisnis Bank. g)



Prinsip pokok dalam penggunaan pemeringkatan internal adalah



sebagai berikut: (1)



Prosedur



penggunaan



sistem



pemeringkatan



internal



harus



diformalkan dan didokumentasikan. (2) Sistem pemeringkatan internal harus dapat mengidentifikasi secara dini perubahan profil Risiko yang disebabkan oleh penurunan potensial maupun aktual dari Risiko Kredit. (3) Sistem pemeringkatan internal harus dievaluasi secara berkala oleh satuan



kerja



yang



independen



terhadap



satuan



kerja



yang



mengaplikasikan pemeringkatan internal tersebut. (4) Apabila Bank menggunakan pemeringkatan internal untuk menentukan kualitas aset dan besarnya cadangan, harus terdapat prosedur formal yang memastikan bahwa penetapan kualitas aset dan cadangan dengan pemeringkatan internal adalah lebih prudent atau sama dengan ketentuan terkait yang berlaku. (5) Laporan yang dihasilkan oleh pemeringkatan internal, seperti laporan kondisi portofolio kredit harus disampaikan secara berkala kepada Direksi. h)Salah satu model yang dapat digunakan Bank adalah metodologi statistik/probabilistik untuk mengukur Risiko yang berkaitan dengan jenis tertentu dari transaksi Risiko Kredit, seperti credit scoring tools. i) Dalam penggunaan sistem tersebut maka Bank harus: (1)melakukan kaji ulang secara berkala terhadap akurasi model dan asumsi yang digunakan untuk memproyeksikan kegagalan. (2)menyesuaikan asumsi dengan perubahan yang terjadi pada kondisi internal dan eksternal.



j)Apabila terdapat eksposur Risiko yang besar atau transaksi yang relatif kompleks maka proses pengambilan keputusan transaksi Risiko Kredit tidak hanya didasarkan pada sistem tersebut sehingga harus didukung sarana pengukuran Risiko Kredit lainnya. k)Bank harus mendokumentasikan asumsi, data, dan informasi lainnya yang digunakan pada sistem tersebut, termasuk perubahannya, serta dokumentasi tersebut selanjutnya dikinikan secara berkala. l)Penerapan sistem ini harus: (1)mendukung



proses



pengambilan



keputusan



dan



memastikan



kepatuhan terhadap ketentuan pendelegasian wewenang; (2)independen



terhadap



kemungkinan



rekayasa



yang



akan



mempengaruhi hasil melalui prosedur pengamanan yang layak dan efektif; (3)dikaji ulang oleh satuan kerja atau pihak yang independen terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan sistem tersebut. 3) Pemantauan Risiko Kredit a)Bank harus mengembangkan dan menerapkan sistem informasi dan prosedur yang komprehensif untuk memantau komposisi dan kondisi setiap debitur atau pihak lawan transaksi terhadap seluruh portofolio kredit Bank. Sistem tersebut harus sejalan dengan karakteristik, ukuran, dan kompleksitas portofolio Bank. b)Prosedur pemantauan harus mampu untuk mengidentifikasi aset bermasalah ataupun transaksi lainnya untuk menjamin bahwa aset yang bermasalah tersebut mendapat perhatian yang lebih, termasuk tindakan penyelamatan serta pembentukan cadangan yang cukup. c)Sistem pemantauan kredit yang efektif akan memungkinkan Bank untuk: (1)Memahami eksposur Risiko Kredit secara total maupun per aspek tertentu untuk mengantisipasi terjadinya Risiko Konsentrasi Kredit, antara



lain per jenis pihak lawan transaksi, lapangan usaha, sektor industri, atau per wilayah geografis. (2Memahami kondisi keuangan terkini dari debitur atau pihak lawan termasuk memperoleh informasi mengenai komposisi aset debitur dan tren pertumbuhan. (3)Memantau kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian kredit atau kontrak transaksi lainnya. (4)Menilai kecukupan agunan secara berkala dibandingkan dengan kewajiban debitur atau pihak lawan transaksi. (5)Mengidentifikasi permasalahan secara tepat termasuk ketidaktepatan pembayaran dan mengklasifikasikan potensi kredit bermasalah secara tepat waktu untuk tindakan perbaikan. (6)Menangani dengan cepat kredit bermasalah. (7)Mengidentifikasi tingkat Risiko Kredit secara keseluruhan maupun per jenis aset tertentu. (8)Kepatuhan terhadap limit dan ketentuan lainnya terkait penyediaan dana, termasuk limit Risiko Konsentrasi Kredit. (9)Pengecualian yang diambil terhadap penyediaan dana tertentu. d)Dalam pelaksanaan pemantauan eksposur Risiko Kredit, Satuan Kerja Manajemen Risiko harus menyusun laporan mengenai perkembangan Risiko Kredit secara berkala, termasuk faktor-faktor penyebabnya dan menyampaikannya kepada Komite Manajemen Risiko dan Direksi. 4) Pengendalian Risiko Kredit a)Dalam rangka pengendalian Risiko Kredit, Bank harus memastikan bahwa satuan kerja perkreditan dan satuan kerja lainnya yang melakukan transaksi yang terekspos Risiko Kredit telah berfungsi secara memadai dan eksposur Risiko Kredit dijaga tetap konsisten dengan limit yang ditetapkan serta memenuhi standard kehati-hatian.



b)Pengendalian Risiko Kredit dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain mitigasi Risiko, pengelolaan posisi dan Risiko portofolio secara aktif, penetapan target batasan Risiko konsentrasi dalam rencana tahunan Bank,



penetapan



tingkat



kewenangan



dalam



proses



persetujuan



penyediaan dana, dan analisis konsentrasi secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun. c)Bank harus memiliki sistem yang efektif untuk mendeteksi kredit bermasalah. Selain itu, Bank harus memisahkan fungsi penyelesaian kredit bermasalah tersebut dengan fungsi yang memutuskan penyaluran kredit.



Setiap



ditatausahakan kepentingan



strategi yang satuan



dan



hasil



selanjutnya kerja



penanganan digunakan



yang



berfungsi



kredit



sebagai



bermasalah input



untuk



menyalurkan



atau



merestrukturisasi kredit. 5) Sistem Informasi Manajemen Risiko Kredit a)Sistem informasi Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit harus mampu menyediakan data secara akurat, lengkap, informatif, tepat waktu, dan dapat diandalkan mengenai jumlah seluruh eksposur kredit peminjam individual dan pihak lawan transaksi, portofolio kredit serta laporan pengecualian limit Risiko Kredit agar dapat digunakan Direksi untuk mengidentifikasi adanya Risiko Konsentrasi Kredit. b)Sistem informasi yang dimiliki harus mampu mengakomodasi strategi mitigasi Risiko Kredit melalui berbagai macam metode atau kebijakan, misalnya penetapan limit, lindung nilai, sekuritisasi aset, asuransi, agunan, perjanjian on-balance-sheet netting, dan lain-lain. d. )Sistem Pengendalian Intern Dalam melakukan penerapan Manajemen Risiko melalui pelaksanaan sistem



pengendalian



intern



untuk



Risiko



Kredit,



maka



selain



melaksanakan pengendalian intern sebagaimana dimaksud dalam butir I.D, Bank juga perlu menerapkan hal-hal sebagai berikut:



1)Sistem kaji ulang yang independen dan berkelanjutan terhadap efektivitas penerapan proses Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit yang paling kurang memuat evaluasi proses administrasi perkreditan, penilaian akurasi



penerapan



pemeringkatan



internal



atau



penggunaan



alat



pemantauan lainnya, dan efektivitas pelaksanaan satuan kerja atau petugas yang melakukan pemantauan kualitas kredit. 2)Sistem review internal oleh individu yang independen dari unit bisnis untuk membantu evaluasi proses kredit secara keseluruhan, menentukan akurasi peringkat internal, dan menilai apakah account officer memonitor kredit secara individual dengan tepat. 3)Sistem pelaporan yang efisien dan efektif untuk menyediakan informasi yang memadai kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan komite audit. 4)Audit internal atas proses Risiko Kredit dilakukan secara periodik, yang antara lain mencakup identifikasi apakah : a)aktivitas penyediaan dana telah sejalan dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. b)seluruh otorisasi dilakukan dalam batas panduan yang diberikan. c)kualitas individual kredit dan komposisi portofolio telah dilaporkan secara akurat kepada Direksi. d)terdapat kelemahan dalam proses Manajemen Risiko untuk Risiko Kredit, kebijakan dan prosedur, termasuk setiap pengecualian terhadap kebijakan, prosedur, dan limit.



CONTOH KASUS RISIKO KREDIT “Kasus Kredit Macet pada Bank Negara Indonesia (BNI)”



Pada tahun 2011, Direktur PT Siak Raya Timber (Kea Meng Kwang alias Edmond Kee), melakukan peminjaman kredit di bank BNI 46 Pusat, Jakarta. Direktur PT SRT mengajukan kredit sebesar Rp 97 Milyar, karena pada saat itu perusahaan mengalami masalah pemasokan kayu sebagai bahan baku. Direktur perusahaan di bidang kayu tersebut menyertakan agunan pabrik PT SRT beserta barang-barangnya. Pinjaman tersebut dicairkan tahun 2011 sebanyak dua kali pencairan dengan nomor rekening yang berbeda. Uang pertama dicairkan sebanyak Rp 48 miliar. Beberapa waktu berikutnya, kembali dicairkan sebanyak Rp 49 Miliar. Namun pada tahun 2012, Edmond Kea mulai macet dalam membayar kredit yang diajukannya itu. Menurut informasi yang dirangkum, Edmond Kea sudah melarikan diri ke Singapura dan menjadi Warga Negara (WN) Singapura. Ketika sudah terjadi kredit macet, Bank BNI tetap melakukan penagihan, dan meminta PT. SRT untuk menjual asetnya. Bank BNI juga telah melakukan beragam upaya dalam mengembalikan kredit PT SRT, baik dengan menjual jaminan produktif hingga tidak produktif. Tetapi setelah macetnya kredit tersebut, barulah diketahui bahwa agunan tersebut hanya senilai Rp 5 Miliar.



Analisi Kasus: Pada kasus di atas, sebelum memberikan kredit, hendaknya Bank harus mensurvei keadaan perusahaan tersebut dan juga mengetahui besar atau nominal barang yang dijadikan agunan ketika diuangkan. Pelaksanaan penilaian risiko baik secara kualitatif dan kuantitatif sangat kritikal untuk dijalankan sehingga harus dilakukan secara professional.



PERTANYAAN



1. Apa saja tantangan dalam manajemen Risiko? Pembahasan: 



Manajemen data yang tidak efisien. Ketidakmampuan untuk mengakses data yang tepat saat dibutuhkan mengakibatkan penundaan yang bermasalah.







Tidak ada kerangka kerja pemodelan risiko yang mencakup segala aspek kelompok. Tanpa hal itu, bank tidak dapat menghasilkan



langkah-langkah



risiko



yang



kompleks



dan



bermakna serta mendapatkan gambaran besar tentang risiko grup secara keseluruhan. 



Kerja ulang yang konstan. Analis tidak dapat mengubah parameter model dengan mudah, yang menghasilkan terlalu banyak upaya duplikasi dan berdampak negatif terhadap rasio efisiensi bank.







Alat risiko tidak memadai. Tanpa solusi risiko yang kuat, bank tidak



dapat



mengidentifikasi



konsentrasi



portofolio



atau



menggolongkan kembali dengan cukup sering untuk mengelola risiko secara efektif. 



Pelaporan yang rumit. Berbagai proses pelaporan berbasis manual dan spreadsheet terlalu membebani analis dan TI.



2. Bagaimana



cara



untuk



mengurangi



kerugian



pinjaman



dan



memastikan bahwa cadangan modal mencerminkan profil risiko secara tepat? Pembahasan: Caranya dengan menerapkan solusi risiko kredit kuantitatif yang terintegrasi. Solusi ini harus membuat bank berdiri dan berjalan cepat dengan langkah-langkah portofolio sederhana. Solusi ini juga harus mengakomodasi jalur untuk langkah-langkah manajemen risiko kredit yang lebih canggih ketika kebutuhan berevolusi. Solusi ini harus mencakup:







Manajemen model yang lebih baik yang mencakup seluruh siklus kehidupan pemodelan.







Penentuan skor secara waktu nyata dan membatasi pemantauan.







Kemampuan pengujian tekanan yang kuat.







Kemampuan visualisasi data dan perangkat intelijen bisnis yang memberikan informasi penting ke tangan orang-orang yang membutuhkannya, ketika mereka membutuhkannya.



3. Apa saja yang menjadi perhatian oleh bank pada setiap syarat 5c? Pembahasan: Menurut kami, berikut adalah perhatian bank pada setiap syarat 5c, yaitu: 1. Character Adapun beberapa petunjuk bagi bank untuk megetahui karakter nasabah adalah: a. Mengenal dari dekat. b. Mengumpulkan keterangan mengenai aktivitas calon debitur dalam perbankan. c. Mengumpulkan keterangan dan meminta pendapat dari rekan -rekannya, pegawai, dan saingannya mengenai reputasi, kebiasaan pribadi, pergaulan sosial, dll. 2. Capacity Ini menyangkut kemampuan pimpinan perusahaan beserta stafnya, baik kemampuan dalam hal manajemen maupun keahlian dalam bidang usahanya. Untuk itu bank harus memperhatikan : a. Angka-angka hasil produksi. b. Angka-angka penjualan dan pembelian. c. Perhitungan laba rugi perusahaan saat ini dan proyeksinya. d. Data-data finansial diwaktu yang lalu, yang tercermin di dalam laporan keuangan perusahaan, sehingga dengan demikian dapat diukur kemampuan perusahaan calon penerima kredit



untuk melaksanakan rencana kerjanya di waktu yang akan datang



dalam



hubungannya



dengan



penggunaan



kredit



tersebut. 3. Capital Dalam hal ini bank harus mengetahui bagaimana perimbangan antara jumlah hutang dan jumlah modal sendiri. Untuk itu bank harus : a. Menganalisis neraca selama sedikitnya dua tahun terakhir. b. Mengadakan analisis ratio untuk mengetahui : likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas dari perusahaan calon peminjam kredit. 4. Collateral Collateral berarti jaminan. Ini menunjukkan besarnya aktiva yang akan diikatkan sebagai jaminan atas kredit



yang diberikan oleh



bank. Untuk itu bank harus : a. Meneliti mengenai pemilikan jaminan tersebut. b. Mengukur stabilitas dari pada nilainya. c. Mengukur kemampuan untuk dijadikan uang dalam waktu relatif singkat tanpa terlalu mengurangi nilainya. d. Memperhatikan pengikatan barang yang benar-benar menjamin kepentingan bank sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 5. Condition Bank harus melihat kondisi ekonomi secra umum serta kondisi pada sektor usaha si peminta kredit. Untuk itu bank harus memperhatikan: a. Keadaan ekonomi yang akan mempengaruhi perkembangan usaha calon peminjam. b. Kondisi uasha calon peminjam, perbandingannya dengan usaha sejenis lainnya di daerah dan lokasi lingkungannya. c. Keadaan pemasaran dari hasil usaha calon peminjam.



d. Prospek usaha di masa yang akan datang untuk kemungkinan bantuan kredit dari bank. e. Kebijaksanaan pemerintah yang berpengaruh terhadap prospek industri



dimana



perusahaan



pemohon



kredit



termasuk



didalamnya. 4. Apa Tujuan utama Manajemen Risiko untuk Risiko Reputasi? Pembahasan: Untuk memastikan bahwa aktivitas penyediaan dana Bank tidak terekspos pada Risiko Kredit yang dapat menimbulkan kerugian pada Bank. Secara umum eksposur Risiko Kredit merupakan salah satu eksposur



Risiko



utama



sehingga



kemampuan



Bank



untuk



mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Kredit serta menyediakan modal yang cukup bagi Risiko tersebut sangat penting.



KESIMPULAN



Risiko



kredit



adalah



risiko



kerugian



yang



terkait



dengan



kemungkinan kegagalan debitur memenuhi kewajibannya atau risiko bahwa debitur tidak membayar kembali utangnya. Pengukuran risiko kredit bisa dilakukan dengan pendekatan kualitatif



dan



kuantitatif.



Dengan



pendekatan



kualitatif,



kita



bisa



menggunakan analisis 5C dan 3R. Dengan pendekatan kuantitatif, kita bisa menggunakan Rating dan Analisis Diskriminan. Analisis diskriminan pada dasarnya ingin melihat apakah suatu perusahaan sebaiknya dimasukkan ke dalam kategori tertentu. Melalui rating, calon pembeli obligasi diharapkan memperoleh gambaran mengenai risiko perusahaan yang akan menerbitkan surat utang tersebut.



DAFTAR PUSTAKA



Bank



Indonesia. Tanpa Tahun. Kamus https://www.bi.go.id/id/kamus.aspx pada 1 Maret 2020.



diakses



dari



Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 IRCBlog. 2011. Risiko Kredit (credit risk) diakses dari https://ircboy.wordpress.com/2011/06/25/risiko-kredit-credit-risk/ pada 1 Maret 2020. Mamduh M. Hanafi. 2016. Manajemen Risiko (Edisi Tiga). Yogyakarta: UPP STIM YKPN SAS. Tanpa Tahun. Manajemen Risiko Kredit (Apa itu dan Mengapa Hal itu Penting?) diakses dari https://www.sas.com/id_id/insights/riskmanagement/credit-risk-management.html pada 1 Maret 2020.