10 0 843 KB
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan anugerah yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Buku panduan Manajemen Resiko Puskesmas Tuban ini dapat selesai disusun. Buku panduan ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang memberikan pelayanan kepada pasien di Puskesmas Tuban. Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam dalamnya atas bantuan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan panduan Manajemen Resiko Puskesmas Tuban.
Tuban, 2019
Penyusun
Manajemen Risiko PPI
1
BAB I PENDAHULUAN A. RISIKO Setiap upaya medik umumnya mengandung risiko, sebagian diantaranya yang memberikan konsekuensi medik yang cukup berat. Risiko diidentifikasikan sebagai kemungkinan sesuatu terjadi atau potensi bahaya yang terjadi yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil akhir.Resiko yang dicegah berupa risiko klinis dan risiko non klinis. Risiko klinis adalah risiko yang dikaitkan langsung dengan layanan medis maupun layanan lain yang dialami pasien selama di Puskesmas Tuban. Sementara risiko non medis ada yang berupa risiko bagi organisasi maupun risiko finansial.Risiko organisasi adalah yang berhubungan langsung dengan komunikasi, produk layanan, proteksi data, sistem informasi dan semua risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian organisasi. Risiko finansial adalah risiko yang dapat mengganggu kontrol finansial yang efektif, salah satunya adalah system yang harusnya dapat menyediakan pencatatan yang baik (Bury PCT, 2007). Menurut dwipraharso (2004) risiko medis dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu : 1. Tingkat probabilitas dan keparahannya minimal (umumnya bersifat foreseeable but unavoidable, calculated, controllable). 2. Risiko “bermakna” tetapi harus diambil karena “the only way” (unavoidable) Risiko 1 dan 2 memerlukan informed consent sehingga bila terjadi dokter tidak bertanggung jawab secara hukum. 3. Risiko yang foreseeable = Untoward results Faktor – faktor berpengaruh dalam terjadinya risiko adalah : Faktor
Komponen yang berperan
dan Sumber dan keterbatasan keuangan Manajemen Struktur organisasi Standar dan tujuan kebijakan Safety culture Lingkungan pekerjaan Kualifikasi staf dan tingkat keahlian Beban kerja dan pola shift Desain, ketersediaan dan pemeliharaan alkes Organisasi
Manajemen Risiko PPI
2
Tim
Individu dan staf
Penugasan
Karakteristik pasien
Dukungan administrative dan manajerial Komunikasi verbal Komunikasi tulisan Supervisi dan pemanduan Struktur tim Kemampuan dan ketrampilan Motivasi Kesehatan mental dan fisik Desain penugasan dan kejelasan struktur penugasan Ketersediaan dan pemanfaatan prosedur yang ada Ketersediaan dan akurasi hasil tes Kondisi (keparahan dan kegawatan) Bahasa dan komunikasi Faktor sosial dan personal
Langkah – langkah untuk meminimalkan risiko : Meningkatkan peran Puskesmas dan manajemen dalam mencegah eror dengan cara mengembangkan system yang selain bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan juga menjamin bahwa setiap upaya, prosedur dan system pelayanan yang dilakukan aman untuk pasien, petugas dan lingkungan. Hal tersebut dipresentasikan dalam bentuk SPO, clinical practice guidelines, clinical pathway dll. Meningkatkan peran staf Puskesmas agar terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas untuk mampu mengenali, mengidentifikasi dan menganalisis kejadian medical eror yang sudah terlanjur terjadi. Setiap staf harus menyadari bahwa mereka adalah bagian dari tim yang bekerja dalam satu system. Kerja tim yang baik juga sangat ditentukan oleh kinerja manajemen rumah sakit yang baik, mulai dari dukungan moral, finansial, teknis dan operasional hingga terjadinya komunikasi yang baik antar pihak manajemen dengan pihak praktisi. Dengan setiap pusat pelayanan kesehatan harus dibangun system yang dapat menjamin bahwa setiap tindakan medik yang dilakukan haruslah aman bagi pasien maupun petugas dan lingkungan sekitar. Pendekatan yang dapat dilakukan disebut dengan manajemen resiko.
Manajemen Risiko PPI
3
B. Manajemen Risiko Manajemen risiko menurut The Joint Commission On Acreditation Of Healthcare Organizations adalah aktivitas klinik dan administratif yang dilakukan oleh Puskesmas untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien, pengunjung dan institusi Puskesmas. Manajemen risiko dapat digambarkan sebagai proses berkelanjutan dari identifikasi secara sistemik, evaluasi dan penatalaksanaan risiko dengan tujuan mengurangi dampak buruk bagi organisasi maupun individu. Rumah Sakit perlu menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen risiko. Upaya manajemen adalah : (RR, Balsamo dan MD, Brown, 1998) Manajemen risiko dilakukan berdasarkan Risk Managemen Logic (Dwipraharso, 2004), yaitu : What are the hazards (identifikasi risiko)
Probability, Severity, Exposure
Level of risk :
Yes
-
Accept the risk Eliminated Reduced
Acceptable?
No
Can it be eliminated ? Can it be reduced ? Cancel the mission ?
Manajemen risiko merupakan upaya yang proaktif untuk mencegah masalah dikemudian hari, dilakukan terus-menerus dan dalam suasana no blame culture. Tahapan manajemen risiko adalah : 1. Risk Awareness Seluruh staf Puskesmas harus menyadari risiko yang mungkin terjadi diunit kerjanya masing-masing, baik medis maupun non medis. Metode yang digunakan untuk mengenali risiko antara lain : Self – assesment, system pelaporan kejadian yang
Manajemen Risiko PPI
4
berpotensi menimbulkan risiko (laporan insiden), pengamatan KPC (Kondisi Potensi Cidera) dan audit klinis. 2. Risk control (and or risk prevention), langkah – langkah yang diambil manajemen untuk mengendalikan risiko. Upaya yang dilakukan : Mencari jalan untuk menghilangkan risiko (engineering solution) Mengurangi risiko (control solution) baik terhadap probobalitasnya maupun terhadap derajat keparahannya Mengurangi dampaknya 3. Risk containment. Dalam hal terjadi suatu insiden, baik akibat suatu tindakan atau kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang tidak terprediksikan sebelumnya, maka sikap yang terpenting adalah mengurangi besarnya risiko dengan melakukan langkah-langkah yang tepat dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur utamanya adalah respon yang cepat dan tepat terhadap setiap kepentingan pasien, dengan didasari oleh komunikasi yang efektif. 4. Risk transfer. Akhirnya apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan menimbulkan kerugian, maka diperlukan pengalihan penanganan risiko tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya menyerahkannya kepada system asuransi. Dari sisi sumber daya manusia, manajemen risiko dimulai dari pembuatan standar (set standards), patuhi standar tersebut (comply with them), kenali bahaya (identify hazards), dan cari pemecahannya (resolve them)
MENENTUKAN KONTEKS
ASESMEN
RISIKO
IDENTIFIKASI RISIKO KOMUNIKASI DAN KONSULTASI
ANALISA RISIKO
MONITORING DAN REVIU
EVALUASI RISIKO
PERLAKUAN RISIKO
C. MAKSUD Maksud manajemen risiko di Puskesmas Tuban adalah upaya-upaya dilakukan Puskesmas yang dirancang untuk mencegah cidera pada pasien atau meminimalkan kehilangan
Manajemen Risiko PPI
5
finansial. Manajemen risiko dilakukan dengan mengenali kelemahan dalam system dan memperbaiki kelemahan tersebut (dilakukan dengan menerapkan no blame culture) D. Tujuan dilakukan manajemen risiko : a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Puskesmas Tuban b. Meningkatkan akuntabilitas c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian yang tidak diharapkan e. Meminimalisir risiko yang mungkin dimasa mendatang. Dengan adanya antisipasi risiko, apabila terjadi insiden sudah terdapat alternative penyelesaiannya. f. Melindungi pasien, karyawan, pengunjung dan pemangku kepentingan lainnya. E. Pelaksana : Panitia Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Manajemen Risiko PPI
6
BAB II TATACARA PELAKSANAAN 1. Identifikasi risiko Proses sistematis dan terstruktur untuk menemukan dan mengenali risiko. Kemudian dibuat daftar risiko.Daftar risiko dilengkapi dengan deskripsi risiko termasuk menjelaskan kejadian dan peristiwa yang mungkin terjadi dan dampak yang ditimbulkannya. Identifikasi dilakukan pada sumber risiko, area risiko, peristiwa dan penyebabnya dan potensi akibatnya. Metode identifikasi risiko dilakukan denagn proaktif melalui self assesmen, incident reporting system dan clinical audit, pengamatan KPC (Kondisi Potensi Cidera) dan dilakukan menyeluruh terhadap medis dan non medis. 2. Urutkan prioritas risiko dengan mengukur tingkat risiko Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yang dapat diakibatkan sebuah insiden dan kemungkinan terjadinya risiko setelah teridentifikasi.Kemudian risiko dievaluasi lalu diberikan skor untuk menentukan bobot dan prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan bobotnya ditentukan tindakan yang akan diberlakukan terhadap masing-masing risiko. Bila bobotnya ringan dan tidak prioritas tindakannya dapat hanya mentoleransi saja dan menjadikannya catatan.Namun bila risiko yang terjadi memiliki bobot besar dan mengganggu pencapaian tujuan RS, maka ditentukan sebagai prioritas utama dan harus diatasi atau ditransfer, atau bahkan menghentikan kegiatan yang meningkatkan terjadinya risiko. Tujuan menentukan prioritas risiko adalah membantu proses pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis risiko. Menentukan prioritas risiko dengan menggunakan rumus : TINGKAT RISIKO = PELUANG X FREKUENSI X DAMPAK AKIBAT
Kriteria peluang (P) Kriteria
Peluang
Nilai
Sangat
Hampir pasti / sangat mungkin akan
5
besar
terjadi
Besar
Mungkin terjadi (50 – 50 kesempatan
4
Tidak biasa namun dapat terjadi
3
Substantial
Manajemen Risiko PPI
7
Menengah Kecil
Kecil kemungkinannya untuk terjadi
2
Sangat kecil kemungkinannya
1
Kriteria Frekuensi (F) Kriteria
Frekuensi
Nilai
Sangat
Terus menerus (terjadi beberapa kali
5
besar
dalam sehari)
Besar
Sering : terjadi harian/minimal sekali
4
dalam sehari Substantial
Kadang-kadang : terjadi seminggu sekali
3
Menengah
Tidak sering : terjadi sekali antara
2
seminggu sampai sebulan Kecil
Jarang : beberapa kali dalam setahun
Kriteria Dampak (A) Aspek (Nilai) Keuanga n Keselama tan dan kesehata n
Manajemen Risiko PPI
Sangat ringan (1) Sd Rp 10 juta
Ringan
Sedang
(2) >Rp 10 juta sd 50 Juta
Cidera tidak serius/mi nor, misalnya : lecet, luka kecil, hanya perlu penanga
menyebabk an cidera/peny akit yang memerluka n perawatan medis lebih dari 7 hari dan dapat disembuhka
(3) >Rp 50 Juta sd Rp 100 Juta Menyebabk an cidera serius seperti cacat atau kehilangan anggota tubuh permanen, menyebabk an penyakit
Berat
Sangat berat (5) >Rp 1 Milyar
(4) >Rp 100 Juta sd Rp 1 Milyar Menyebab Bebera kan satu pa kematian, kemati memperbe an dan rat atau menye menambah babkan penyakit penyaki pada t yang pasien atau bersifat karyawann ya
8
nan P3K
n
Operasio nal
Pelayana n tidak terhamb at
Pelayanan terhambat kurang dari 30 menit
Keluhan pelangga n
Adanya keluhan yang disampai kan secara lisan
Adanya keluhan tertulis sebanyak > 5 kasus dalam sebulan
yang memerluka n perawatan medis lebih dari 7 hari dan dapat disembuhka n
menyebab kan penyakit yang bersifat kronis atau permanen (HIV, hepatitis, tuli, gangguan fungsi organ menetap) Pelayanan Sebagian terhambat proses lebih dari 30 berhenti menit dan pelayanan terhambat hingga lebih dari 1 hari Adanya Adanya keluhan keluhan tertulis dan tertulis dan tuntutan tuntutan pasien < Rp pasien Rp 10 Juta 10 juta sd 50 Juta
Berhen ti total
Adanya keluha n tertulis dan tuntuta n pasien Rp 1 Milyar
3. Tentukan respon Puskesmas Respon Puskesmas ditentukan melalui assesmen risiko atau pengelolaan risiko, yang meliputi : - Identifikasi potensial risiko dan hazard - Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan serta bagaimana caranya - Evaluasi temuan resiko, analisa apakah pengelolaannya sudah cukup atau perlu diubah untuk mencegah terjadinya insiden - Catat temuan lalu buat rencana pengelolaannya
Manajemen Risiko PPI
9
- Evaluasi pengelolaan secara menyeluruh dan perbaiki bila perlu. Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak dari risiko tersebut bila benar terjadi : 1. Risiko yang dampaknya besar harus segera ditindaklanjuti dan mendapat perhatian dari pimpinan 2. Risiko yang dampaknya menengah-ringan akan dikelola oleh panitia PMKP bersama kepala unit kerja untuk membuat rencana tindak lanjut dan pengawasan
Kriteria Skor Risiko (R) Skor
Kriteria
Keterangan
20 – 25
Sangat tinggi
14 – 16
Tinggi
10 – 13
Menengah
5–9
Rendah
1–3
Rendah
Hentikan kegiatan dan perlu perhatian manajemen puncak Perlu mendapat perhatian dari manajemen puncak dan tindakan perbaikan segera dilakukan Lakukan perbaikan secepatnya dan tidak diperlukan keterlibatan pihak manajemen puncak Tindakan perbaikan dapat dijadwalkan kemudian dan penanganan cukup dilakukan dengan prosedur yang ada Risiko dapat diterima
4. Kelola kasus risiko untuk meminimalkan kerugian (Risk Control) Perlakukan risiko adalah upaya untuk menyeleksi pilihan-pilihan yang dapat mengurangi atau meniadakan dampak serta kemungkinan terjadi risiko. Perlakukan yang dapat dipilih adalah : Pengendalian = upaya-upaya untuk mengubah risiko yang merupakan langkah-langkah antisipatif yang direncanakan dan dilakukan secara rutin untuk mengurangi risiko Penanganan = langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi risiko jika tindakan pengendalian belum memadai. Dapat juga bermakna langkah-langkah yang telah direncanakan dan akan dilakukan apabila risiko benar-benar terjadi
Manajemen Risiko PPI
10
Sementara menurut NHS (National Health System) pengelolaan risiko adalah : 1. Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada dengan mempertimbangkan keuntungan lebih besar daripada kerugian 2. Mentoleransi risiko 3. Mentransfer risiko pada pihak ke 3 seperti asuransi 4. Menghentikan aktivitas yang menimbulkan risiko Opsi perlakukan Risiko Klasifikasi Menghindari risiko
Mengurangi risiko
Jenis Pengendalian 1
Menghentikan kegiatan
2
Tidak melakukan kegiatan
1
Membuat
kebijakan/SPO
(pembuatan
dan
2
prosedur, standar dan
3
Check-list)
pembaruan
Mengganti atau membeli alat : 4
Mengembangkan system informasi (IT), pelatihan penyegaran bagi personil,
seminar,
pembahasan
kasus : Melaksanakan prosedur (Pengadaan,
perbaikan
dan
pemeliharaan
bangunan
dan
instrument yang sesuai dengan persyaratan : pengadaan bahan habis pakai sesuai dengan prosedur dan persyaratan. Mentransfer risiko
1
Asuransi
2
Alih dayakan pekerjaan
Menerima risiko
Manajemen Risiko PPI
11
5. Membangun upaya pencegahan Dalam hal ini adalah monitoring dan tinjauan. Monitoring adalah pemantauan rutin terhadap kinerja aktual proses manajemen risiko dibandingkan dengan rencana atau harapan yang akan dihasilkan. Tinjauan atau pengkajian berkala atas kondisi saat ini dan dengan focus tertentu. 6. Kelola pembiayaan risiko (Risk Financing) Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian untuk penanganan yang dilakukan.
Manajemen Risiko PPI
12
BAB III MANAJEMEN RISIKO KHUSUS Infection Control Risk Assesment (ICRA) Adalah alat untuk menilai tingkat risiko infeksi pada sebuah aktivitas. ICRA dapat digunakan pada kegiatan pembangunan dan renovasi bangunan. Manajemen risiko ICRA dilakukan oleh panitia PPI Tatacara kajian risiko pengendalian infeksi untuk pembangunan dan renovasi : Langkah Pertama : Identifikasi tipe aktivitas proyek konstruksi (Tipe A-D) Type Aktifitas inspeksi dan non invasif A
Meliputi (Tetapi tidak hanya terbatas pada) Pelepasan atau pemasangan plafon untuk pemeriksaan visual saja, maksimal 1 plafon per 50 m2 Pengecatan (tanpa proses penggosokan) Pemasangan
wallpaper,
pekerjaan
trim
listrik,
perbaikan ledeng ringan, dan aktivitas yang tidak menyebabkan
debu
atau
membutuhkan
pembongkaran dinding atau akses ke langit-langit selain untuk pemeriksaan visual Type
Skala
kecil,
durasi
aktifitas
B
menghasilkan debu minimal
tidak
lama
yang
Meliputi (tetap, tidak hanya terbatas pada) : Instalasi kabel telepon dan computer Pembongkaran dinding atau langit-langit dimana perpindahan debu dapat dikontrol Type
Pekerjaan yang menyebabkan timbulnya debu dalam
C
jumlah
sedang
dan
besar
atau
membutuhkan
pembongkaran terhadap komponen gedung yang tetap atau telah dirakit Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) : Pengampelasan
dinding
untuk
pengecatan
atau
pemasangan wallpaper
Manajemen Risiko PPI
13
Pembongkaran lantai, langit-langit (plafon) dan kusen Pembangunan dinding baru Pembuangan saluran atau instalasi listrik diatas plafon Pekerjaan pemasangan kabel dalam jumlah besar Semua aktifitas yang tidak dapat diselesaikan dalam 1 shift jam kerja Type
Proyek pembongkaran dan konstruksi mayor
D
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) : Aktifitas yang membutuhkan lebih dari 1 shift jam kerja Membutuhkan pembongkaran berat atau pembuangan seluruh sistem kabel Konstruksi baru
Langkah kedua : Identifikasi kelompok resiko pasien yang terpengaruh. Apabila lebih dari 1 kelompok resiko, pilih kelompok dengan resiko terbesar : Resiko Resiko Sedang Resiko Tinggi Resiko Rendah
Sangat Tinggi
Area
Kardiologi
perkantor Echocardiograph an
y
Unit
Gawat Area
Darurat Kamar
Endoscopy
Bersalin
Fisiotherapi
Laboratoriu
Radiologi
m Kamar Perawatan Perinatologi Klinik Bedah
Manajemen Risiko PPI
dengan pasien immunocompromis ed Perawatan luka bakar Cath
lab
jantung
Klinik Anak
CSSD
Farmasi
ICU
14
Kamar
Kamar
Pemulihan
isolasi
(Recovery
bertekana
Room)
n negative Perawatan onkologi Kamar operasi
Langkah ketiga Padankan antara kelompok resiko pasien dengan type proyek konstruksi pada matrix berikut, untuk mendapatkan kelas pencegahan atau level aktivitaspencegahan infeksi yang diperlukan Type proyek konstruksi Kelompok resiko Type A Type B Type C Type D pasien Resiko rendah
I
II
II
III/IV
Resiko sedang
I
II
III
IV
Resiko tinggi
I
II
III/IV
IV
Resiko
II
III/IV
III/IV
IV
sangat
tinggi Persetujuan dari panitia pencegahan dan pengendalian infeksi diperlukan bila aktivitas konstruksi dan level resiko mencapai kelas III atau kelas IV dan membutuhkan prosedur pencegahan infeksi Aktifitas pencegahan infeksi yang dibutuhkan berdasarkan kelas Selama proyek konstruksi
Setelah proyek konstruksi selesai
Kelas 1 1. Lakukan
pekerjaan 1. Bersihkan area kerja
dengan
metode
meminimalisir timbulnya
setelah
pekerjaan
selesai
debu
dari
pekerjaan konstruksi 2. Segera plafon
Manajemen Risiko PPI
mengganti yang
diambil
15
untuk
pemeriksaan
visual Kelas II 1. Lakukan tindakan aktif 1. Usap permukaan kerja untuk mencegah debu
dengan
terdisoresi ke atmosfer
pembersih
2. Lakukan
penguapan
cairan /
desinfektan
pada permukaan kerja 2. Sebelum untuk mengontrol debu
ditransportasikan,
pada saat memotong /
tempatkan
sampah
membongkar
konstruksi
dalam
3. Segel pintu yang tidak digunakan dengan tape 4. Segel
dan
tutup
ventilasi udara
HVAC
3. Lap dengan lap basah permukaan atau sedot dengan
5. Pindahkan atau lokasi sistem
wadah tertutup rapat
diarea
kerja
HEPA
vacuum
filter
sebelum
meninggalkan
area
kerja 4. Setelah
selesai,
perbaiki sistem HVAC diarea kerja Kelas III 1. Pindahkan atau isolasi 1. Jangan sistem
HVAC
melepas
diarea
penghalang dari area
kerja untuk mencegah
kerja sampai dengan
kontaminasi
proyek
pada
sistem saluran
yang
sudah
selesai diinspeksi oleh
2. Lengkapi semua barrier
panitia k3 dan panitia
kritikal seperti : gypsum,
PPI
triplek, plastik, untuk
dibersihkan
menyegel
seluruhnya oleh unit
dari
area
area
kerja
perawatan
serta
kebersihan
atau gunakan metode 2. Lepaskan
Manajemen Risiko PPI
telah
bahan
16
kubik control (keranjang
penghalang
secara
dilapisi
hati-hati
untuk
plastik
disegel
dan
koneksinya
dengan
area
meninimalisir
kerja
penyebaran debu dan
menggunakan
HEPA
debris
vacuum
untuk
dengan
memvacum bila keluar) sebelum
dengan
3. Pertahankan
tekanan
proyek
konstruksi
konstruksi 3. Sedot
dimulai
sehubungan
area
kerja
HEPA
filter
vacum
udara negative didalam 4. Usap permukaan kerja area
kerja
menggunakan filtrasi
unit
udara
dengan
HEPA
dengan
cairan
pembersih desinfektan 5. Setelah
4. Angkut
sampah
konstruksi
/
selesai,
perbaiki sistem HVAC diarea kerja
didalamkontainer tertutup rapat 5. Pada
saat
pemindahan,tutupi wadah atau troli, segel dengan memiliki
tape tutup
kecuali yang
solid Kelas IV
1. Isolasi sistem HVAC di 1. Jangan area
kerja
melepas
untuk
penghalang dari area
mencegah kontaminasi
kerja sampai dengan
pada sistem saluran
proyek
2. Lengkapi semua barrier kritikal
Manajemen Risiko PPI
seperti,
yang
sudah
selesai diinspeksi oleh panitia k3 dan panitia
17
gypsum,
triplek,
plastik,
untuk
PPI,
serta
telah
dibersihkan
menyegel area kerja
seluruhnya oleh unit
dari area perawatan
kebersihan
atau gunakan metode 2. Lepaskan
bahan
kubik
kontrol
penghalang
secara
(keranjang
dilapisi
hati-hati
untuk
plastik
disegel
meminimalisir
dengan
penyebaran debu dan
dan
koneksinya area
kerja
debris
sehubungan
menggunakan
HEPA
dengan
vacum
untuk
konstruksi
proyek
memnacum bila keluar) 3. Sebelum sebelum
kontruksi
dimulai 3. Pertahakankan tekanan
negatif
didalam
area
menggunakan
ditransportasikan, tempatkan
sampah
konstruksi
dalam
wadah tertutup
kerja 4. Pada unit
saat
pemindahan,
tutupi
filtrasi udara dengan
wadah atau troli, segel
HEPA
dengan tape kecuali
4. Segel
lubang,
pipa,
saluran dan tusukkan 5. Bangun (ruang
memiliki tutup yang solid
anteroom 5. Sedot antara)
meminta
dan semua
personil
dengan
area
kerja
HEPA
filter
vacum
untuk 6. Usap permukaan kerja
melewati ruangan ini
dengan
sehingga bisa divacum
pembersih
dengan
desinfektan
HEPA
filter
sebelum meninggalkan 7. Setelah
Manajemen Risiko PPI
cairan /
selesai,
18
area kerja atau mereka
perbaiki sistem HVAC
dapat
diarea kerja
menggunakan
baju kerja yang dilepas setiap
meninggalkan
area kerja 6. Semua personil yang memasuki area kerja diminta
untuk
menggunakan kerja.
sepatu
Sepatu
kerja
harus dilepas
setiap
kali
pekerja
meninggalkan
area
kerja
Langkah keempat Identifikasi hal-hal lain terkait proyek konstruksi, antara lain : 1. Identifikasi area sekeliling area proyek, kaji potensi akibat yang dapat timbul akibat proyek konstruksi Unit di
Unit di
Samping
Samping
Bawah
Atas
Kiri
Kanan
Belakang
Depan
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok resiko resiko resiko resiko resiko resiko 2. Identifikasi lokasi aktifitas spesifik, contoh kamar pasien, ruangan obat, dll 3. Identifikasi masalah yang berkaitan dengan : Ventilasi Pipa air Instalasi listrik dengan kemungkinan terjadinya pemadaman listrik
Manajemen Risiko PPI
19
4. Identifikasi penghalang yang diperlukan dengan menggunakan kajian pencegahan infeksi sebelumnya. Tipe penghalang apa yang diperlukan (gypsum, plastik, triplek, tembok, dll), perlukah penggunaan HEPA filter? 5. Pertimbangkan potensial resiko kerusakan akibat air. Apakah ada resiko terkait dengan ketahanan struktur (dinding, atap, langit-langit) 6. Jam kerja : Apakah pekerjaan konstruksi dikerjakan diluar jam pelayanan pasien? 7. Lakukan perencanaan terkait kebutuhan jumlah kamar isolasi atau kamar dengan tekanan udara negatif 8. Lakukan perencanaan terkait dengan jumlah dan tipe wastafel sarana cuci tangan 9. Apakah panitia PPI setuju dengan jumlah minimal wastafel pada proyek ini? 10.
Apakah panitia PPI setuju dengan rencana pembersihan area kerja
11.
Lakukan perencanaan pembuangan limbah konstruksi dengan tim proyek, seperti jalur
keluar-masuk, pembersihan, pembuangan debris, dll
Manajemen Risiko PPI
20
BAB IV DAFTAR PUSTAKA 1. Balsamo RR and Brown MD, Risk Management. In : Sanbar SS, Gibolsky A, Firestone MH, LeBlang TR (eds) Legal medicine. Fourth ed, St Louis (Mosby), 1998. 2. Corporate risk management policy. NHS Direct. 2008 3. UGM, Materi kuliah MMR FK UGM, 2009 4. SNI ISO 31000 5. Risk management PT Pupuk Kaltim, 2012
Manajemen Risiko PPI
21