Masjid Sebagai Pusat Kebudayaan Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Masjid Sebagai Pusat Kebudayaan Islam Adalah institusi pertama yang dibangun oleh rasulullah SAW pada periode di Madinah. Dalam arti luas, masjid adalah tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah. Namun secara terminologi, masjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti luas (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993:295). Pada umumnya, masjid dipahami oleh masyarakat sebagai tempat ibadah khusus,seperti sholat. Padahal, masjid di jaman Nabi Muhammad saw berfungsi sebagai pusat peradaban. Nabi SAW menyucikan jiwa kaum muslimin, mengajarkan al-Qur’an dan al-Hikmah, bermusyawarah untuk menyelesaikan berbagai persoalan kaum muslimin, membina sikap dasar kaum muslimin terhadap orang yang berbeda agama dan ras, hingga upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan umat justru dari masjid. Oleh sebab itu, masjid dijadikan sebagai simbol persatuan umat. Sejak Nabi Muhammad saw mendirikan masjid pertama kali, fungsi masjid masih orisinil kokoh sebagai pusat peribadatan dan peradaban. Namun, kondisi masjid-masjid saat ini sudah sangat berbeda. Fungsi masjid mulai menyempit, orang banyak menggunakan masjid hanya untuk ibadah-ibadah atau ritual semata. Dan juga disesalkan masjid kemudian mengalami penyempitan fungsi karena adanya interensi dari pihak pihak tertentu, yang menjadikan masjid sebagai sarana mempertahankan kekuasaan. Kondisi ini bermula dari hilangnya tradisi berfikir integral dan komprohensif, dan menjadi berfikir sektoral dan sempit. Dan lebih diperparah karena masjid dijadikan, tempat belajar menghujat dan menyalahan mazdhab mazdhab lain yang berbeda, bagaimana mungkin akan tumbuh sikap toleransi beragama terhadapa agama lain, bila terhadap sesama umat seagama telah ditanamkan sikap permusuhan.



Dilihat dari pertumbuhannya, jumlah masjid di Indonesia dari tahun ke tahun kian bertambah. Tetapi tidak diikuti perubahan fungsionalisasinya yang masih belum optimal. Salah satu jalan untuk memfungsikannya secara maksimal adalah dengan menumbuhkan kesadaran umat akan pentingnya peranan masjid untuk mencerdaskan dan mensejahterakan jama’ahnya dengan menyusun program kegiatan. Untuk mengisi kegiatan masjid tersebut, menurut Didin Hafidhuddin (1988), dapat dilakukan kegiatan-kegiatan seperti: 1.Menyelenggarakan kajian-kajian keislaman yang teratur dan terarah menuju pembentukan pribadi muslim, keluarga muslim, dan masyarakat muslim 2.Melaksanakan diskusi, seminar, atau lokakarya tentang masalah-masalah yang aktual 3.Membuat data jama’ah, dilihat dari segi usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan lain-lain 4.Mengefektifkan zakat, mauoun membagikannya



infaq,



dan



shadaqqah,



baik



mengumpulkannya



5.Menyelenggarakannya training-training keislaman, terutama untuk kegiatan pemuda 6.Di samping dakwah bil-lisan, dakwah bil-hal juga perlu mendapat perhatian, seperti memberikan santunan bagi jama’ah yang membutuhkannya.



7. Demikian pula berdakwah melalui buku, brosur, buletin, atau majalah dengan mendirikan taman bacaan atau perpustakaan masjid.



Perlu dilakukannya inovasi pada penggunaan masjid, seperti penambahan fungsi pada masjid, agar menjadi lebih bermanfaat dan tidak hanya menjadi tempat ibadah semata. Ada beberapa potensi dari masjid yang bisa dikembangkan menjadi hal yang bermanfaat bagi orang yang berada disekitar masjid. Selain dari fungsi utamanya menjadi tempat ibadah, seperti :



Pusat Pendidikan dan Perekonomian Umat Proses menuju ke arah pemberdayaan umat dimulai dengan pendidikan dan pemberian pelatihan-pelatihan. Masjid seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai tempat berlangsungnya proses pemberdayaan tersebut, bahkan sebagai pusat pembelajaran umat, baik dalam bentuk pengajian, pengkajian, seminar dan diskusi maupun pelatihan-pelatihan keterampilan, dengan peserta minimal jamaah disekitarnya. Sehingga umat islam bisa lebih maju dan bersatu seperti zaman Rasulullah Muhammad SAW. Selain itu masjid bisa mengambil alih peran sebagai koperasi yang membawa dampak positif bagi umat di lingkungannya. Bila konsep koperasi digabungkan dengan konsep perdagangan ala pusat-pusat pembelanjaan yang diminati karena terjangkaunya harga barang, dan dikelola secara professional oleh dewan pengurus maka masjid akan dapat memakmurkan jamaahnya. Sehingga akhirnya jamaahnya pun akan memakmurkan masjidnya. Contoh sukses masjid sebagai pusat pendidikan dan perekonomian adalah masjid Al-Azhar di Mesir. Masjid ini merupakan pendiri universitas Al-Azhar. Masjid ini mampu memberikan bea siswa bagi para pelajar dan mahasiswa, bahkan pengentasan kemiskinan merupakan salah satu program nyata masjid. Pusat Penjaringan Potensi Umat Masjid dengan jamaah yang selalu hadir hanya sekedar untuk menggugurkan kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan, ratusan bahkan ribuan orang jumlahnya. Dari berbagai macam usia, beraneka profesi dan tingkat (strata) baik ekonomi maupun intelektual, bahkan sebagai tempat berlangsungnya akulturasi budaya secara santun. Dan apabila kita bisa menyatukan mereka semua maka umat islam pasti bisa lebih maju dan berkembang daripada sekarang, karena permasalahan umat islam sekarang adalah kurangnya persatuan umat. Pusat Ke-Pustakaan Perintah pertama Tuhan kepada Nabi Muhammad adalah "Membaca", dan sudah sepatutnya kaum muslim gemar membaca dalam pengertian konseptual maupun kontekstual. Maka dengan sendirinya hampir menjadi suatu keharusan bila masjid memiliki perpustakaan sendiri yang berisikan buku-buku tentang agama islam maupun ilmu pengetahuan.



DAFTAR PUSTAKA



Fauziah, Fatikhah. 2012. Makalah tentang Kebudayaan Islam (Online). http://fatikhahfauziah h92.wordpress.com/2012/05/23/makalah-tentang-kebudayaan-islam/. Diakses pada 02 Oktober 2017. Kurniawan, Muhammad Dony. 2011. Masjid sebagai Pusat Kebudayaan Islam. http://muhammaddony.blogspot.co.id/2011/11/20/masjid-sebagai-pusat-kebudayaanislam.html/. Diakses pada 02 Oktober 2017. Munthoha, dkk. 1998. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: UII Press. Mustaming, Syaifuddin. 2008. Fungsi Masjid. Fungsi Masjid dan Peranannya sebagai Pusat Ibadah dan Pembinaan Umat. Sulawesi Tenggara:UMB Press Nasruddin, Imam. 2001. Masjid: Lembaga Pendidikan Islam (Suatu Kajian Menurut Islam).Makassar: UnHas Sudrajat, Ajat dkk. 2009. Din Al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Yogyakarta: UNY Press.



B. Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Indonesia Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Islam di Indonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya Islam di Indonesia diolah sedemikian rupa oleh para juru dakwah dengan melalui berbagai macam cara, baik melalui bahasa maupun budaya seperti halnya dilakukan oleh para wali Allah di Pulau Jawa. Para wali Allah tersebut dengan segala kehebatannya dapat menerapkan ajaran dengan melalui bahasa dan budaya daerah setempat, sehingga masyarakat secara tidak sengaja dapat memperoleh nilai-nilai Islam yang pada akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi adat istiadat di dalam hidup dan kehidupan sehari-hari dan secara langsung merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan bangsa Indonesia, misalnya: Setiap diadakan upacara-upacara adat banyak menggunakan bahasa Arab (Al Qur’an), yang sudah secara langsung masuk ke dalam bahasa daerah dan Indonesia, hal tersebut tidak disadari bahwa sebenarnya yang dilaksanakan tidak lain adalah ajaran-ajaran Islam. Ajaran-ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan menyeluruh juga dapat disaksikan dalam hal melaksanakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal yang pada awalnya sebenarnya dirayakan secara bersama dan serentak oleh seluruh umat Islam dimanapun mereka berada, namun yang kemudian berkembang di Indonesia bahwa segenap lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dengan tidak memandang agama dan keyakinannya secara bersama-sama mengadakan syawalan (halal bil halal) selama satu bulan penuh dalam bulan syawal, hal inilah yang pada hakikatnya berasal dari nilai-nilai ajaran Islam, yaitu mewujudkan ikatan tali persaudaraan di antara sesama handai tolan dengan cara saling bersilaturahmi satu sama lain, sehingga dapat terjalin suasana akrab dalam keluarga. Berkaitan dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain, juga dapat dikemukakan yaitu sesuai dengan perkembangan zaman terutama ciri dan corak bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami tumbuh kembang, baik terdiri dari masjid-masjid tua maupun yang baru dibangun, misal: masjidmasjid yang dibangun oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pada umumnya hampir mirip dengan bentuk joglo yang berseni budaya Jawa. Perkembangan budaya Islam yang terdapat pada masjid, secara nyata dapat ditunjukkan yaitu adanya masjid-masjid tua yang kemudian diperbaiki dengan ditambah konstruksi baru atau mengganti tiang-tiang kayu dengan tiang batu atau beton, lantai batu dengan ubin dan dinding sekat dengan tembok kayu. Hal tersebut dapat dicontohkan beberapa masjid yang menambah bangunan, yaitu Masjid Agung Banten (bangunan menara dan madrasah), Masjid Menara Kudus (bangunan bagian depan berujud pintu gerbang dan kubah dengan gaya arsitektur kayu Indonesia), Masjid Agung Surakarta (bangunan pintu gerbang dan tembok keliling yang berlubang tiga pintu dengan lengkung runcing dan menara tempel yang memiliki mahkota kubah, merupakan hasil modifikasi pintu gerbang masjid-masjid di India. Masjid Sumenep Madura (bangunan pintu gerbang bergaya arsitektur Eropa), Masjid Jami’ Padang Panjang, Tanah Datar, Masjid Sarik (Bukittinggi), Masjid Sumatera Barat (pembangunan puncak tumbang dengan mahkota kubah).



Beberapa masjid di Indonesia yang mengedepankan corak yang demikian baru (modern), misal: Masjid Raya Medan, Masjid Baiturrahman Banda Aceh yang mencontoh gaya arsitektur masjid di India (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 172173). Bangsa Indonesia setelah meraih kemerdekaan juga banyak berdiri masjidmasjid model baru, yaitu : Masjid Raya Makassar (Ujung Pandang), Masjid Syuhada (Yogyakarta), Masjid Agung Al Azhar (Jakarta), Masjid Istiqlal (Jakarta), Masjid Salman ITB (Bandung). Masjid mempunyai sejumlah komponen yaitu kubah, menara, mihrab, dan mimbar; komponen masjid yang berciri khas Indonesia adalah beduk. Beduk terbesar di Indonesia terdapat di dalam masjid Jami’ Purworejo, dibuat oleh orang Indonesia dengan dirancang sesuai dengan njlai-nilai yang berciri khas Islami dan berbudaya Indonesia. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin dapat dilihat dalam segala aspek kehidupan masyarakat di Indonesia, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, dan agama sehingga nilai-nilai Islam, terutama yang terdapat dalam kebudayaan Indonesia secara keseluruhan tidak dapat dihindari, dan sudah menjadi kebudayaan hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA



Miis Jtg. 2014. Nilai Budaya Islam dalam Kebudayaan. http://belajarmiisjtg.blogspot.co.id/2014/03/nilai-budaya-islam-dalam-kebudayaan.html. Diakses pada 02 Oktober 2017 Nasution, Zulkarnain.2014. Nilai-Nilai Islam Dalam Kebudayaan. http://zoelkarnas.blogspot.co.id/2014/10/nilai-nilai-islam-dalam-kebudayaan.html. Diakses pada 02 Oktober 2017 Soleh, A Khudori. 2007. Dinamika Perkembangan Islam: Sebuah Pengantar. Malang:Lembaga Kajian al-Quran dan Sains (LKQS) Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Tim Dosen pendidikan Agama Islam UNM, 2009.Pendidikan Agama Islam, Makassar.UNM