Masyarakat Madani Dan Kesejahteraan Umat 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT



Kelompok 8 Disusun oleh: Intan Veda Adiwena



(192010101003)



Gesa Pangesti Dewi



(192010101082)



Marsha Zahra Adyanda Barus (192010101164)



Dosen Pembimbing: Suwardi, M.H.I.



UNIVERSITAS JEMBER TAHUN AJARAN 2019/2020



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, sumber daya manusia menjadi hal yang begitu penting. Zaman yang penuh dengan persaingan yang sarat kebebasan, memaksa umat manusia terus selalu bersaing menjadi yang terbaik. Hal ini terjadi di berbagai belahan dunia,di negara-nagara berkembang maupun negara-negara maju tak terkcuali Indonesia. Lebih lanjut, dalam upaya klasifikasi dan telaah, mulai muncul istilah masyarakat madani. Istilah ini menjadi bentuk standar bagi kualitas sebuah komunitas yang pada kelanjutannya, masyarakat madani dipandang sebagai- “sisi positif” bentuk peradaban dunia yang diimpikan,khususnya umat muslim yang mengimpikan sistem pemerintahan zaman Rasulullah SAW yakni di kota Madina.Dimana sistem pemerintahan dewasa ini khusunya di negara-negara yang penduduknya bermayoritas muslim atau di negaranegara Timur Tengah kerap kali tidak mengedepankan kemaslahatan umatatau sering kali masyarakat kalangan menengah kebawah atau lebih dikenal miskin seringkali mengalami penindasan-penindasan maupun konflik horisontal di akibatkan karena bagaimana rakyat miskin untuk saling bersaing untuk mempertahankan hidup.Tidak kalah penting juga bahwa pemerintah,kaum konglomerat,pengusaha, bankir internasional,meletakan kaum miskin sebagai tempat memperkaya diri,keluarga dan golongan-golongan elit terpandang di mata mereka.Hal ini Penulis mengangkat judul makalah “ KONSEP MASYARAKAT MADANI” sebagai bentuk usaha dan perjuangan meletakan dasar-dasar nilai pergerakan membangun kesadaran diri sendiri,umat muslim sedunia maupun masyarakat dunia untuk mengedepankan kemaslahatn umat sebagai misi atau cita-cita bersama membentuk peradaban bangsa-bangsa yang beradab,makmur dan sejaterah.



1.2 Rumusan Masalah 1.2.1



Bagaimanakah konsep masyarakat madani?



1.2.2



Bagaimana peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani?



1.2.3



Bagaimana sistem ekonomi islam dan kesejahteraan umat?



1.2.4



Bagaimana bentuk manajemen zakat?



1.2.5



Bagaimana bentuk manajemen wakaf?



1.3 Tujuan 1.3.1



Memahami konsep masyarakat madani.



1.3.2



Mengetahi peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani.



1.3.3



Mengetahui sistem ekonomi islam dan kesejahteraan umat.



1.3.4



Mengetahui pengertian dan aplikasi manajemen zakat.



1.3.5



Mengetahui pengertian dan aplikasi manajemen wakaf.



BAB 2 ISI A. PENGERTIAN DAN KONSEP MASYARAKAT MADANI Madani adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa arab adabun yang artinya beradab. Dan masyarakat madani sendiri dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya. Konsep “Masyarakat Madani” sendiri merupakan adopsi sekaligus pengislaman dari konsep “Civil Society”. Makna dari civil society sebagai masyarakat madani ini merujuk pada konsep masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad salallahu’alaihi wassalaam. Perbedaan dari masyarakat madani dengan civil society adalah, civil society merupakan modernitas dari masyarakat sekuler yang meminggirkan konsep ketuhanan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari petunjuk petunjuk Tuhan, yaitu Allah Subhanahu wata’ala. Maka dapat dikatakan masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menjunjung tinggi nilai-nilai etik moral transcendental yang bersumber dari wahyu Allah. 1. Masyarakat Madani dalam Sejarah Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu: Masyarakat Saba’ (masyarakat di masa Nabi Sulaiman) dan Masyarakat Madinah, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan pendudukMadinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. PerjanjianMadinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk, menciptakan kedamaian dalamkehidupan sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. 2. Karakteristik Masyarakat Madani Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya: a. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakatmelalui kontrak sosial dan aliansi sosial. b. Menyebarnya kekuasaan sehingga terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara. c. Dilengkapinya program-program pembangunan yang berbasis masyarakat. d. Meluasnya kesetiaan dan kepercayaan dan tidak mementingkan diri sendiri. e. Damai dan individu maupun kelompok menghormati pihak lain secara adil.



f. Toleran dan tolong menolong antar sesama. g. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. h. Berperadaban tinggi, misalnya kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. i. Bertuhan dan berakhlak mulia. Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang idealnamun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan pilar-pilaryang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai cerminanmasyarakat yang ideal kita dapat meneladani Rasulullah dalam menumbuhkembangkan konsepmasyarakat madani di Madinah.



B. PERAN UMAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupanseperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidanglainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Imam alGhazali, al-Farabi, dan yang lain.



1. Kualitas SDM Umat Islam Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 110 yang artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebihbaik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang yang fasik.” Dari ayat di atas sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umatyang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikanumat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDM-nya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil. 2. Posisi Umat Islam SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itudalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuandan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia jumlahumat Islam ±85% tetapi karena kualitas SDM-nya masih rendah, juga belum



mampumemberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukumIslam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkantokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.



C. SISTEM EKONOMI ISLAM DAN KESEJAHTERAAN UMAT Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Dengan demikian realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam melainkan hanya milik Allah saja, sedangkan manusia hanyalah memiliki hak milik nisbi atau relatif. Pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan sistem keadilan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya.Islam mempunyai dua prinsip utama, yakni pertama, tidak seorangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain; dan kedua, tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diridari orang lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan merekasaja. Sebagaimana dalam QS. al-Syu’ara ayat 183, artinya: “Janganlah kamu merugikanmanusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.” Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilanekonomi dan sosial. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan sertakonsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus mendapatupah yang sama tanpa memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransiketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu, karena setiap orang tidaklah sama sifat,kemampuan, dan pelayanannya dalam masyarakat. Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan, yang artinya: “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam halrezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki merekakepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.” Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengankebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekahkarena Alah. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. An-nisa ayat 114, yang artinya: “Tidakada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.”



Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu hubunganmanusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat. Denganmelaksanakan kedua hubungan itu dengan baik, maka hidup manusia akan sejahtrera baik didunia maupun di akhirat kelak. Amiin



ARTI DAN DEFINISI ZAKAT Perkataan zakat berasal dari kata zaka, artinya tumbuh dengan subur. Makna lain kata zaka, sebagaimana digunakan dalam al-Qur’an adalah suci dari dosa (M. Moh. Ali, 1977 : 311) Dalam kitab-kitab hokum islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Dan jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta yang dizakati itu akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang punya). Jika dirumuskan, maka zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula. Syarat-syarat tertentu itu adalah nisab, haul dan kadar-nya. Menurut hadits, yang berasal dari Ibnu Abbas, ketika Nabi Muhammad mengutus Mu’az bin Jabal ke Yaman untuk mewakili beliau menjadi gubernur di sana, antara lain Nabi menegaskan bahwa zakat adalah harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya, antara lain fakir dan miskin.



PRINSIP-PRINSIP ZAKAT Menurut M. A. Mannan dalam bukunya Islamic Economics: Theory and Practice (Lahore, 1970 : 285), zakat mempunyai enamprinsip, yaitu prinsip keyakinan keagamaan (faith), prinsip pemerataan (equity) dan keadilan, prinsip produktivitas (productivity) dan kematangan, prinsip nalar (reason), prinsip kebebasan (freedom), prinsip etik (ethic) dan kewajaran. Prinsip keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satumenifestasi keyakinan agama-nya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya. Prinsip pemerataan dan keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia. Prinsip produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang wajar harus harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Dan hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut stelah lewat jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran



normal memperoleh hasil tertentu. Prinsip nalar dan kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jassmani dan rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. Zakat tidak di pungut dari orang yang sedang dihukum atau orang yang menderita sakit jiwa. Akhirnya prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya. Zakat tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang membayarnya justru akan menderita (Mubyarto, 1986 :33).



TUJUAN ZAKAT Yang dimaksud dengan tujuan zakat, dalam hubungan ini adalah sasaran praktisnya. Tujuan tersebut, selain yang telah disinggung diatas, antara lain adalah sebagai berikut : 



Mengangkat derajat fakir-miskin dan membantunya ke luar dari kesulitan hidup serta penderitaan.







Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh paragharimin, ibnussabil dan mustahiq lainnya.







Membentangkan dan membina talipersaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya.







Menghilangkan sifat kikir.







Membersihakan sifat dengki dan iri (kecemburuan social) dari hati orang-orang miskin.







Menjebatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.







Mengembangkan rasa tanggung jawab social pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta.







Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya (Pedoman zakat (4), 1982 : 27 – 28).







Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.



HIKMAH ZAKAT Zakat sebagai lembaga Islam mengandung hikmah yang bersifat rohaniah dan filosofis, hikmah itu digambarkan dalam berbagai ayat al –Qur’an (2 : 261, 2 : 267, 9 : 103, 30 : 39) dan al-Hadist.



Diantara hikmah-hikmah itu adalah : o Mensyukuri karunia Ilahi, menumbuhsuburkan harta dan pahala serta membersihkan diri dari sifat-sifat kikir, dengki, iri serta dosa. o Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat kemelaratan. o Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih saying antara sesame manusia. o Manifestasi kegotongroyongan dan tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa. o Mengurangi kefakimiskinan yang merupakan masalah sosial. o Membina dan mengembangkan stabilitas sosial salah satu jalan mewujudkan keadilan sosial. SYARAT-SYARAT ZAKAT Menurut para ahli hokum Islam, ada bebrapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim. Syaratsyarat itu adalah : o Pemilikan yang pasti, artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya. o Berkembang, artinya harta itu berkembnag baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau usaha manusia. o Melebihi kebutuhan pokok, artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia. o Bersih dari hutang, artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesame manusia. o Mencapai nisab, artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya. o Mencapai haul, artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen (Abdullah Nasih Ulwan, 1985 : 9-15).



MACAM-MACAM ZAKAT



Zakat terdiri atas : Zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga dalam hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu.



Pada umumnya didalam kitab-kitab hukum fikih Islam harta kekayaan yang wajib dizakati atau dikeluarkan zakatnya digolongkan ke dalam kategori emas, perak, dan uang (simpanan), barang yang diperdagangkan, hasil peternakan, hasil bumi, hasil tambang dan barang temuan. Masing-masing kelompok itu berbeda nisab dan kadarnya. Zakat fitrah adalah pengeluaran wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari raya Idulfitri, sebagai tanda syukur kepada Allah karena telah selesai menunaikan ibadah puasa. Zakat fitrah ini, selain dari untuk menggembirakan hati fakir-miskin pada hari raya Idulfitri itu, juga dimaksudkan untuk menyucibersihkan dosa-dosa kecil yang mungkin ada ketika melaksanakan puasa Ramadhan (al-Hadist), agar orang itu benar-benar kembali kepada keadaan ftrah, suci seperti ketika dilahirkan ibunya. Orang Islam yang mempunyai bahan makanan pokok lebih dari dua setengah kg pada waktu itu, wajib membayar zakat fitrah sebagai upaya pendidikan agar orang gemar membelanjakan hartanya untuk kepentingan orang lain, kedatipun setelah mengeluarkan zakat fitrah itu ia berhak menerima bagian yang mungkin lebih besar dari yang dikeluarkannya (Yusuf al-Qardhawi, A.A. Basyir, 1975 : 51 52).



PENERIMA ZAKAT Mengenai penerima zakat dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu yang berhak dan yang tidak berhak menerima zakat sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini : Yang berhak menerima zakat Yang berhak menerima zakat menurut ketentuan al-Qur’an surah 9 (at-Taubah ayat 60, adalah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil (seperti berulang-ulang telah disebut di atas). Yang tidak berhak menerima zakat Yang tidak boleh menerima zakat adalah kelompok orang-orang berikut adalah keturunan Nabi Muhammad berdasarkan hadist Nabi sendiri, kelompok orang kaya, keluarga Muzzaki yakni keluarga orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat, orang yang sibuk beribadah sunnat untuk kepentingan dirinya sendiri tetapi meluoakan kewajibannya mencari nafkah untuk diri dan keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, dan orang yang tidak mengakui adanya Tuhan dan menolak ajarang agama. Mereka disebut mulhid atau atheis (Abdullah Nasih Ulwan, 1986 : 70-74, pedoman zakat (3), 1982 : 35-38).



BEBERAPA PERMASALAHAN ZAKAT DI INDONESIA Pemahaman Zakat Yang dimaksud dengan pemahaman disini adalah pengertian umat Islam tentang lembaga zakat itu. Pengertian mereka sangat terbatas kalau dibandingkan dengan pengertian mereka tentang shalat dan puassa, misalnya. Ini disebabkan karena pendidikan keagamaan Islam dimasa yang lampau kurang menjelaskan pengertian dan masalah zakat ini. Akibatnya, karena kurang paham, umat Islam kurang pula melaksanakannya (Pedoman Zakat (2), 1982:9). Konsepsi Fikih Zakat Yang dimaksud dengan konsepsi fikih zakat adalah konsep pengertian dan pemahaman mengenai zakat hasil ijtihad manusia.di dalam al-Qur’an hanya disebutkan pokok-pokoknya saja yang kemudian dijelaskan oleh sunnah Nabi Muhammad. Fikih zakat yang diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia hamper seluruhnya hasil perumusan para ahli beberapa abad yang lalu, yang dipengaruhi oleh situasi dankondisi masa itu. Perumusan tersebut banyak yang tidak tepat lagi untuk dipergunakan mangatur zakat dalam masyarakat modern sekarang saat ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang, yang mmepunyai sektor-sektor industry, pelayanan jasa, misalanya, tidak tertampung oleh fikih zakat yang telah ada itu. Dalam fikih zakat yang ada sekarang, yang wajib dizakati hanyalah emas, perak, barang-barang niaga, makanan yang mengenyangkan, binatang peliharaan seperti unta, domba dan sebagainya. Yang demikian memang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat Islam di masa yang lalu, tetapi tidak cocok lagi dengan keadaan sekarang. Pembenturan Kepentingan Yang dimaksud dengan pembenturan kepentingan adalah pembenturan kepentingan organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga sosial Islam yang memungut zakat selama ini dengan misalnya Bazis atau Baz sebagai lembaga atau organisasi amil zakat baru. Kalau pengumpulan zakat dilakukan secara terkoordinasi dalam badan-badan baru itu, lembaga yang lama merasa khawatir kepentingannya akan terganggu (Pedoman Zakat (1), 1982:16). Sesungguhnya, kekhawatiran ini tidak perlu ada asal saja semua dilaksanakan dengan tertib dan berencana, baik mengenai pengumpulan maupun tentang pendayagunaannya. Sikap Kurang Percaya Di samping kesadaran yang makin tumbuh dalam masyarakat Islam Indonesia tentang pelaksanaan zakat, dalam masyarakat ada juga sikap kurang percaya terhadap penyelenggaraan zakat itu. Sikap ini adalah peninggalan sejarah, seperti sikap kurang



percayanya orang terhadap penyelenggaraan koperasi, karena kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pengurusnya. Namun sikap ini sangat dapat dikurangi, jika tidak dapat dihapuskan samasekali, kalau diciptakan organisasi yang baik terutama system administrasinya, pengawas yang ketat dan sempurna. Sikap Tradisional Penghambat lain adalah kebiasaan para wajib zakat, terutama diperdesaan,menyerahkan zakatnya tidak kepada kedelapan kelompok atau beberapa dari delapan golongan yang berhak menrima zakat, tetapi kepada para pemimpin agama setempat. Pemimpin agama ini tidak bertindak sebagai amil yang berkewajiban membagikan atau menyalurkan zakat kepada mereka yang berhak menerimannya, tetapi bertindak sebagai mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) sendiri dalam kategori sabilillah yakni orang yang berjuang dijalan Allah. Cara dan siakp ini tidak sepenuhnya salah, namun sikap tersebut seharusnya ditinggalkan. Diantaranya untuk menghindari penumpukan harta (zakat) pada orang tertentu, padahal salah satu dari tujuan zakat adalah pemerataan rezeki untuk mencapai keadilan sosial. Berbagai Upaya Pemecahan Penyebarluasan Pengertian Zakat Usaha penyebarluasan pengertian zakat secara baik dan benar, sebaiknya dilakukan melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal. Secara masal penyebaluasan pengertian zakat itu dapat dilakukan mellaui oenyuluhan, terutama tentang hukumnya, barang yang wajib dizakiati,pendayagunaan dan pengorganisasiannya, sesuai dengan perkembangan zaman. Membuat atau Merumuskan Fikih Zakat Baru Untuk keperluan ini harus ada kerjasama antara para ahli berbagai bidang yang erat hubungannya dengan zakat, misalnya sekeddar contoh,para ahli pengetahuan Islam, ahli (hukum) fikih, sarjana hukum, sarjana ekonomi dan sarjana sosial. Fikih zakat yang baru itu diharapkan dapat menampung perkembangan yang ada dan bakal ada di Indonesia. Mengenai barang yang wajib dizakati, sebagai sumber zakat, hendaknya disebutkan jenis barang yang bernilai ekonomis yang ada dalam masyarakat Indonesia sekarang. Di samping itu disebutkan juga penghasilan tetap dan tidak tetap seseorang yang perlu dikeluarkan zakatnya agar penghasilan yang diperoleh seseorang itu menjadi bersih dari hak orang lain dan berkah. Zakat dan peundang-undangan Potensi zakat, baik penerimaan maupun pengeluarannya cukup besar. Supaya ia menjadi riil sebagai dana untuk menanggulangi kemiskinan dan sarana pemerataan pendapatan untuk menciptakan keadilan sosial, pengelolaan sosial, pengelolaan zakat



sebaiknya diatur oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan. Pengaturan melalui peraturan perundang-rundangan ini, setidak-tidaknya dengan peraturan pemerintah, tidak hanya akan memperlancar proses pengelolaan dan pendayagunaannya, tetapi juga untuk memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan pelaksanaan pengumpulan zakat. Sebagai ajaran yang menekankan pada rasa persaudaraan dan rasa kasih sayang terhadap sesama manusia.



PENGERTIAN WAQAF Perkataan waqf, yang menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata kerja bahasa Arab waqafa yang berarti menghentikan, berdiam di tempat atau menahan sesuatu. Pengertian menghentikan ini (kalau) dihubungkan dengan ilmu baca al-Qur’an (ilmu tajwid) adalah tata cara menyebut huruf-hurufnya, dari mana dimulai dan dimana harus berhenti. Wakaf dalam pengertian ilmu tajwid ini mengandung makna menghentikan bacaan, baik seterusnya maupun untuk mengambil nafas sementara. Menurut aturannya seorang pembaca tidak boleh berhenti di pertengahan suku kata, harus pada akhir kata di penghujung ayat agar bacaannya sempurna. Pengertian wakaf dalam makna berdiam di tempat, dikaitkan dengan wuquf yakni berdiam di Arafah pada tanggal9 Zulhijjah ketika menunaikan ibadah haji. Tanpa wuquf di Arafah tidak ada haji bagi seseorang. Pengertian menahan (sesuatu) dihubungkan dengan harta kekayaan, itulah yang dimaksud dengan wakaf dalam uraian ini. Wakaf adalah menahan sesuatu benda untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran Islam. Di dalam kepustakaan, sinonim waqf adalah habs. Kedua-duanya kata benda yang berasal dari kata kerja waqafa dan habasa, artinya menghentikan, menahan seperti yang dikemukakan di atas. Bentuk jamaknya adalah awqaf untuk waqf dan ahbas untuk habs. Perkataan habs atau ahbas biasanya dipergunakan di Afrika Utara di kalangan pengikut mazhab Maliki. Di dalam al-Qur’an surah al-Haj (22) ayat 77 Tuhan memerintahkan agar manusia berbuat kebaikan supaya hidup manusia itu bahagia.di surah lain Allah memrintahkan manusia untuk membelanjakan (menyedekahkan) hartanya yang baik (2 :267). Dalam surah al-Imran (3) ayat 92 Tuhan menyatakan bahwa manusia tidak akan memperoleh kebaikan, kecuali jika ia menyedekahkan sebagian dari harta yang disenanginya (pada orang lain). Menurut hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim berasal dari Abu Hurairah, seorang manusia yang meninggal dunia akan berhenti semua pahala amal perbuatannya,kecuali



pahala tiga amalan yaitu pahala amalan shadaqah jariyah (sedekah yang pahalanya tetap mengalir) yang diberikannya selama ia hidup, pahala ilmu yang bermanfaat (bagi orang lain) yang diajarkannya selama hayatnya, dan doa anak (amal) saleh yakni anak yang membalas guna orang tuanya dan mendoakan ayah-ibunya kendatipun orangtuanya itu telah tiada bersama dia di dunia ini. Para ahli sependapat bahwa yang dimaksud dengan (pahala) shadaqah jariyah dalam hadist itu adalah (pahala) wakaf yang diberikannya di kala seseorang masih hidup (A. A. Basyir, 1977 : 7). Harta yang diwakafkan haruslah benda yang kekal zatnya (tahan lama wujudnya), tidak lekas musnah stelah dimanfaatkan,lepas dari kekuasaan orang-orang yang berwakaf, tidak dapat diasingkan kepada pihak lain, baik dengan jalan jual-beli hibah maupun dengan warisan, serta untuk keperluan amal kebajikan sesuai dengan ajaran Islam. UNSUR-UNSUR WAQAF Orang yang Mewakafkan Hartanya (Wakif) Orang yang mewakafkan hartanya, dalam istilah hukum Islam disebut wakif. Seorang wakif haruslah memenuhi syarat untuk mewakafkan hartanya, di antaranya adalah kecakapan bertindak, telah dapat mempertimbangkan baik buruknya perbuatan yang dilakukannya dan benar-benar pemilik harta yang diwakafkan itu. Mengenai harta yang diwakafkan perlu dicatat bahwa harta itu harus bebas dari beban hutang pada orang lain. Kalau ada, beban itu harus diangkat lebih dahulu supaya dengan tindakannya itu wakif tidak merugikan orang lain. Seorang wakif tidak boleh mencabut kembali wakafnya dan dilarang pula menuntut agar harta yang sudah diwakafkan dikembalikan ke dalam (bagian) hak miliknya. Harta yang Diwakafkan (Mauquf) Barang atau benda yang diwakafkan (mauquf) haruslah memenuhi syarat-syarat berikut. Pertama, harus tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama, tidak habis sekali pakai. Pemanfaatan itu haruslah untuk hal-hal yang berguna,halal dan sah menurut hukum. Kedua, harta yang diwakafkan itu haruslah jelas wujudnya dan pasti batasbatasnya (jika berbentuk tanah). Ketiga, benda itu sebagaimana disebutkan diatas, harus benar-benar kepunyaan wakif dan bebas dari segala beban. Keempat, harta yang diwakafkan itu dapat berupa benda dapat juga berupa benda bergerak seperti buku-buku, saham, suratsurat berharga dan sebagianya. Kalau ia berupa saham atau modal, haruslah diusahakan agar penggunaan modal itu tidak untuk usaha-usaha yang bertentangan dengan ketentuanketentuan hukum Islam, misalnya untuk mendirikan atau membiayai tempat perjudian atau usaha-usaha maksiat lainnya (A.A. Basyir, 1977:10:A. Wasit Aulawi, 1975:3).



TUJUAN WAQAF (Mauquf ‘alaih) Tujuan wakaf adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah, dalam rangka beribadah kepada-Nya. Sebagimana halnya dengan zakat, wakaf merupakan ibadah malliyah berbentuk shadaqah jariyah yakni sedekah yang terus mengalir pahalanya untuk orang yang menyedekahkannya selama barang atau benda yang disedekahkan itu masih ada dan dimanfaatkan.oleh karena sifatnya yang demikian itu, maka tujuan wakaf wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah. Tujuan wakaf itu harus dapat dimasukkan ke dalam kategori ibadah pada umumnya, sekurang-kurangnya tujuannya harus merupakan hal yang mubah menurut ukuran (kaidah) hukum Islam. Adalah mubah atau jaiz atau boleh saja kalau misalnya orangmewakafkan tanahnya untuk kuburan, pasar,lapangan olahraga, dan sebaginya dalam rangka pelaksanaan ibadah umum atau ibadah amah. Kalau tujuan wakaf itu untuk kepentingan umum, maka harus ada badan yang mengurusnya. Pernyataan (Sighat) Wakif Pernyataan wakif yang merupakan tanda oenyerahan barang atau benda yang diwakafkan itu, dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan. Dengan penyataan itu, tanggallah hak wakif atas benda yang diwakafkannya. Syarat-syarat Wakaf Di samping rukun-rukun wakaf tersebut di atas, ada pula syarat-syarat sahnya suatu pewakafan benda atau harta seseorang. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut : Perwakafan benda itu tidak dibatasi untuk jangka waktu tertentu saja, tetapi untuk untuk selama-lamanya. Wakaf yang dibatasi waktunya untuk lima tahun saja misalnya, adalah tidak sah. Tujuannya haruis jelas, tanpa menyebutkan tujuan secara jelas,pewakafan tidak sah.namun apabila seorang wakif menyerahkan tanahnya kepada suatu badan hukum tertentu yang sudah jelas tujuan dan usahanya, wewenang untuk penentuan tujuan wakaf itu berada pada badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan tujuan badan hukum itu Wakaf harus segera dilaksanakan setelah ikrar wakaf dinyatakan oleh wakif tanpa menggantungkan pelaksanaannya pada suatu peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang.



MACAM WAQAF



Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli Yang dimaksud dengan wakaf keluarga atau wakaf ahli (disebut juga wakaf khusus) adalah wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik ia keluarga wakif maupun orang lain. Dalam hubungan dengan wakaf keluarga ini perlu dicatat bahwa harta pusaka tinggi di Minangkabau misalnya, mempunyai cirri-ciri yang sama dengan wakaf keluarga. Ia merupakan harta keluarga yang dipertahankan tidak dibag-bagi atau diwariskan kepada keturunan secara individual, karena ia telah diperuntukkan bagi kepentingan keluarga, memenuhi kebutuhan baik dalam keadaan biasa apalagi dalam keadaan yang tidak disangka-sangka (darurat).



Wakaf Umum Yang dimaksud dengan wakaf khairi atau wakaf umum adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum. Wakaf jenis ini jelas sifatnya sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam bentuk mesjid, madrasah,pesantren, asrama, rumah sakit, rumah yatim-piatu, tanah pekuburan dan sebagainya. Wakaf khairi atau wakaf umum inilah yang paling sesuai dengan ajaran Islam dan yang dianjurkan pada orang yang mempunyai harta untuk melakukannya guna memperoleh pahala yang terus mengalir bagi orang yang bersangkutan kendatipun ia telah meninggal dunia, selama wakaf itu masih dapat diambil manfaatnya. Dari bentuk-bentuknya tersebut diatas, wakaf khairi ini jelas merupakan wakaf yang benar-benar dapat dinikmati manfaatnya oleh masyarakat dan merupakan salah satu sarana penyelenggaraan kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan (A.A. Basyir, 1977:15).



Pemilikan Harta Wakaf Para ahli hukum (fikih) Islam sependapat bahwa sebelum harta yang diwakafkan, pemiliknya adalah orang yang mewakafkannya. Dan setelah harta wakaf itu diwakafkan oleh wakif, pemilikannya beralih kepada Allah dan manfaatnya menjadi hak mauqul ‘alaih ( : orang atau orang yang berhak memperoleh hasil harta wakaf itu). Sebab, menurut pendapat umum, begitu wakif selesai mengucap ikrar wakaf seketika itu juga pemilikan harta yang di wakafkannya tanggal (lepas) dari tangannya dan berpindah (kembali) menjadi milik Allah, tidak pada orang atau badan yang disebut dalam tujuan wakaf itu. Dengan kalimat lain,



pemilikan atas harta wakaf, setelah ikrar wakaf diucapkan oleh wakif, berpindah (kembali) kepada Allah, tidak tetap di tangan wakif dan tidak pula berpindah menjadi milik mauquf ‘alaih. Dengan demikian, harta wakaf itu menjadi amanat Allah yang memerlukan orang atau badan hukum mengurus atau mengelolanya. Orang atau badan yang mengurus wakaf disebut nadzir atau mutawalli.



Pengurus Wakaf : Nadzir atau Mutawalli Nadzir wakaf adalah orang atau badan yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya. Pada dasarnya, siapa saja dapat menjadi nadzir asal saja ia berhak melakukan tindakan hukum. Namun demikian, kalau nadzir itu adalah perorangan, para ahli menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhinya. Syarat tersebut adalah telah dewasa, berakal sehat, dapat dipercaya dan mampu menyelenggarakan segala urusan yang berkenaan dengan harta wakaf. Nadzir berhak mendapatkan upah untuk jerih payahnya mengurus harta wakaf, selama ia melaksanakan tugasnya dengan baik. Besarnya sesuai ketentuan wakif, biss sepersepuluh, seperdelapan dari hasil tanah yang diwakafkannya atau berapa saja yang pantas menurut pertimbangan wakif. Nadzir wakaf adalah orang yang memegang amanat pemeliharaan dan pengurusan wakaf sesuai dengan wujud dan tujuannya. Yang berhak menentukan nadzir wakaf adalah wakif. Mungkin ia sendiri yang menjadi nadzir, mungkin pula diserahkannya kepada orang lain, baik perorangan maupun organisasi. Agar pewakafan dapat terselenggara dengan sebaik-baiknya,pemerintah berhak campur tangan mengeluarkan berbagai peraturan mengenai perwakafan, termasuk menentukan nadzirnya (A.A.Basyir, 1977:19, Abdoerraoef, 1970:131).



PENERAPAN FIKIH FAQAF DI INDONESIA Penerapan fikih wakaf di Indonesia, terdapat perkembangan. Kalau sebelum tahun tujuh puluhan, untuk memahami fikih wakaf di Indonesia hanya dipergunakan pendapat ahli mazhab Syafi’I, namun, setelah tahun tujuh puluhan ketika para hakim pengadilan agama telah banyak dijabat oleh alumni IAIN, tampak perubahan orientasi, tidak terbatas lagi hanya pada fikih Islam mazhab Syafi’i, tetapi sudah meluas, berkembang meliputi juga paham yang tumbuh dalam mazhab hukum (fikih) Islam lainnya. Dengan demikian, pemahaman dan penerapan fikih wakaf di tanah air kita telah berkembang pula baik dalam teori maupun dalam putusan Badan Pengadilan Agama.



BENTUK WAKAF DI INDONESIA Di Indonesia,wakaf pada umunya berupa benda-benda konsumtif, bukan barangbarang yang produktif, ini dapat dilihat pada mesjid, sekolah-sekolah, panti asuhan, rumash sakit, dan sebagainya. Ini disebabkan karena beberapahal, di antaranya adalah (di jawa misalnya) tanah telah sempit dan di daerah-daerahlain, menurut hukum adat (dahulu), hak milik perorangan atas tanah dibatasi oleh hak masyarakat hukum adat,seperti hak uluyat misalnya. Dan oleh karena harta yang diwakafkan itu pada umumnya adalah barang-barang konsumtif, maka terjadilah masalah mengenai biaya pemeliharaannya. Untuk mengatasi kesulitan itu,perlu dicari sumber dana tetap melelui wakaf produktif.



PENGERTIAN SISTEM EKONOMI ISLAM Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalamrukun iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105: “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”. Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw:“Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan”.(HR.Thabrani dan Baihaqi)



TUJUAN EKONOMI ISLAM Adapun tujuan Ekonomi Islam berpedoman pada: Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaanNya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat. Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu: 1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.



2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah. 3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa masalah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar: • keselamatan keyakinan agama ( al din) • kesalamatan jiwa (al nafs) • keselamatan akal (al aql) • keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl) • keselamatan harta benda (al mal)



PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar: 1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. 2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. 3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. 4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja. 5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang. 6. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. 7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab) 8. Islam melarang riba dalam segala bentuk. Banyak pihak beranggapan mewujudkan cita-cita kesejahteraan masyarakat sebagai manusia yang saling bersaudara dan sama-sama diciptakan oleh satu Tuhan, saat ini, hanyalah sebuah impian. Hal itu terjadi karena adanya penolakan menggunakan mekanisme filter yang disediakan oleh penilaian berbasis moral, di samping makin melemahnya perasaan sosial yang diserukan agama. Peningkatan moral dan solidaritas sosial tidak mungkin dapat dilakukan tanpa adanya kesakralan moral yang diberikan oleh agama. Para ahli mengakui, bahwa agama-agama cenderung memperkuat rasa kewajiban sosial dalam diri pemeluknya daripada menghancurkan. Sepanjang sejarah umat manusia tidak ditemukan contoh signifikan yang



menunjukkan, bahwa suatu masyarakat yang berhasil memelihara kehidupan moral tanpa bantuanagama. Ajaran ekonomi yang dilandaskan nilai-nilai agama akan menjadikan tujuan kesejahteraan kehidupan yang meningkatkan jiwa dan ruhani manusia menuju kepada Tuhannya. Menurut Yusuf Qardhawi (1994), sesungguhnya manusia jika kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya telah terpenuhi serta merta merasa aman terhadap diri dan rezekinya, maka mereka akan hidup dengan penuh ketenangan, beribadah dengan khusyu’ kepada Tuhannya yang telah memberi mereka makan, sehingga terbebas dari kelaparan dan memberi keamanan kepada mereka dari rasa takut. Dibutuhkan sebuah kesadaran, bahwa manusia diciptakan bukan untuk keperluan ekonomi, tetapi sebaliknya masalah ekonomi yang diciptakan untuk kepentingan manusia. Sistem ekonomi Islam – sesuai dengan namanya – adalah suatu sistem ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai Islam, dalam hal ini Al-Quran dan Al-Hadis sebagai sumber utamanya. Sistem ekonomi Islam bukanlah suatu sistem yang setengah-setengah. Artinya sistem ekonomi Islam tidak hanya menunjukkan bagaimana cara untuk melakukan kegiatan perekonomian agar menguntungkan pelaku ekonomi tersebut, tetapi juga prinsip-prinsip Islami yang melandasi setiap kegiatan ekonomi yang dilakukan para pelaku ekonomi. Prinsip-prinsip relijius itu menjadi faktor yang amat penting karena berlandaskan ajaran dan prinsip Islam-lah sistem ekonomi Islam dibangun. Jadi Islam sebagai agama tidak hanya mengatur masalah tauhid, ibadah, dan akhlaq, tetapi juga muamalah atau implementasi ajaran Islam dalam setiap sendi-sendi kehidupan. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam, yang dibawa Nabi Muhammad SAW, sebagai rahmat kepada alam semesta ini dan tujuan umat muslim agar selamat dunia – akhirat. Oleh karena itu, dalam mencari kemakmuran dan nafkah di dunia ini, melalui kegiatan ekonomi, umat Islam harus memperhatikan syariah yang telah digariskan Al-Quran dan Al-Hadis. Islam tidak mencegah orang untuk menjadi kaya berkat usahanya, namun perlu diingat dalam mencapai kekayaan tersebut haruslah sesuai dengan syariah Islam dan menimbun kekayaan serta menghambur-hamburkan uang bukanlah perbuatan yang Islami. Islam juga mengajarkan bahwa dalam setiap kekayaan umat Islam ada sebagian yang dimiliki umat Islam. Hal ini menjamin kepemilikan pribadi namun di sis lain juga menjamin terjadinya distribusi pendapatan yang merata. Hal ini yang tidak ditemukan dalam sistem ekonomi lain, baik kapitalis atau sosialis. Secara umum dan ringkas, sistem ekonomi Islam dibangun atas prinsip-prinsip berikut: 1. Alam ini mutlak milik Allah SWT



“Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.” (QS. Thoha: 6) 2. Alam merupakan nikmat karunia Allah yang diperuntukkan bagi manusia untuk dimanfaatkan “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin…” (QS Luqman: 20) 3. Alam karunia Allah ini untuk dinikmati dan dimanfaatkan dengan tidak melampaui batasbatas ketentuan “…pakailah pakaianmu yang indah di setiap majid, makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31) 4. Hak milik perseorangan diakui sebagai hasil jerih payah usaha yang halal dan hanya boleh dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula. “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan darinya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya…” (QS Al-Baqarah: 267) 5. Allah melarang menimbun kekayaan tanpa ada manfaat bagi sesama manusia “…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS At-Taubah: 34) 6. Di dalam hata orang kaya itu terdapat hak orang miskin, fakir, dan lain sebagainya “Dan pada harta-harat mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS Adz-Dzariyat: 19) Berangkat dari prinsip-prinsip Islam tersebut sistem ekonomi Islam di-rancang bangun. Bandingkanlah dengan sistem ekonomi kapitalis yang berprinsip berkorban sekecilkecilnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Prinsip ekonomi demikian, dipergunakan oleh pedagang dan pengusaha yang mencari keuntungan, serta konsumen untuk mendapatkan sisa guna sebesar-besarnya melebihi biaya yang dikeluarkan dan kemampuannya. Prinsip ekonomi kapitalis pada akhirnya cenderung menyebabkan seseorang untuk berlaku rakus dan tamak terhdap pencarian keuntungan dan pemenuhan kebutuhan. Pada tataran seperti inilah sistem ekonomi kapitalis dibangun. Termasuk analisis keseimbangan pareto optimum.



Dalam analisis kesimbangan alokasi efisien individu atau perusahaaan akan efisien jika sudah memaksimalisasi utilitas (atau faktor produksi)-nya. Padahal menurut sistem ekonomi Islam manusia dituntut untuk tidak mengkonsumsi dan mengeksploitasi nikmat Allah dengan berlebihan. Jadi, penerapan analisis alokasi efisiensi pareto, yang dibangun dari funsi utilitas (indifference curve) dan production possibility curve function, akan menyebabkan kerusakan di muka bumi ini.



KESIMPULAN Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menjunjung tinggi nilai-nilai etik moral transcendental yang bersumber dari wahyu Allah. Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Dengan demikian realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam melainkan hanya milik Allah saja, sedangkan manusia hanyalah memiliki hak milik nisbi atau relatif. Pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan sistem keadilan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya.Islam mempunyai dua prinsip utama, yakni pertama, tidak seorang pun yang berhak mengeksploitasi orang lain; dan kedua, tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja.



SARAN Sebagai umat islam yang ingin menerapkan kehidupan dengan konsep masyarakat madani maka hendaknya kita menerapkan adab dan perilaku sebagaimana yang telah dicontohkan oleh rasulullah SAW pada masa kepemimpinannya di kota madinah. Karena dengan menerapkan kehidupan sebagaimana konsep tersebut, maka akan dicapai kehidupan yang sejahtera. Kemudian, dalam kehidupan layaknya seorang muslim, tentu kita tidak akan lepas dari interaksi yang berkaitan dengan perekonomian. Maka di zaman yang penuh modernitas dan globalisasi ini hendaknya kita tetap menerapkan sistem ekonomi islam sesuai syariat. Begitupun dengan kewajiban kita sebagai seorang muslim yang hidup dengan saudara muslim kita yang lain, untuk menyucikan harta yang kita miliki, juga untuk saling menolong sesama umat, hendaknya kita mengeluarkan zakat dan berwaqaf. Dengan itu maka akan timbul mahabbah atau kecintaan antara sesama muslim.



DAFTAR PUSTAKA https://www.academia.edu/36484743/PENGERTIAN_DAN_KONSEP_MASYARAKAT_MADANI http://hilmanemira.blogspot.com/2013/05/sistem-ekonomi-islam-dan-kesejahteraan.html?m=1 https://www.scribd.com/doc/115872564/Makalah-Manajemen-Zakat-Dan-Wakaf-Tugas-KampusKampus