Matematika Diskrit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat limpahan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan buku Matematika Diskrit. Didalam penyusunan Matematika Diskrit penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis demi penyelesaian buku pembelajaran ini. Tetapi sebagai manusia biasa, penulis tak luput dari kesalahan ataupun kekhilafan baik pada segi teknik penulisan ataupun tata bahasa itu sendiri. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Novianda, S.T.,M.Si selaku dosen pengampu yang telah memberikan arahan kepada kami sehingga buku ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Kami menyadari tanpa suatu arahan dari dosen pengampu serta masukan – masukan dari berbagai pihak yang telah membantu, Mungkin kami tidak bisa menyelesaikan tugas Aljabar Linear ini tepat waktu. Maka dengan kerendahan hati penulis hanya bisa menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian ini. Sekian semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan mudah dipahami bagi penulis khususnya serta para pembaca pada umumnya. Langsa, 07 Mei 2020   



Penyusun



Daftar Isi 1.



Logika (logic) dan penalaran ..........................



2.



Teori himpunan (set) ......................................



3.



Realisasi dan fungsi ........................................



4.



Induksi matematik ..........................................



5.



Algoritma ........................................................



6.



Teori bilangan bulat .......................................



7.



Baris dan deret ...............................................



8.



Teori grup dan ring .........................................



9.



Aljabar bolean ................................................



10. Kombinatorial ................................................. 11. Teori peluang diskrit ....................................... 12. Fungsi pembangkit dan analisis ..................... 13. Teori graf ........................................................ 14. Kompleksitas algoritma .................................. 15. Otomata dan teori bahasa formal ..................



BAB I Logika Dan Penalaran Logika merupakan suatu bidang studi penalaran (reasoning).Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa penalaran yaitu cara berfikir dengan mengembangkan sesuatu berdasarkan akal budi dan bukan dengan perasaan atau pengalaman. Pelajaran logika difokuskan pada hubungan antara pernyataanpernyataan (Statements). Perhatikan contoh pernyataan berikut : Semua pengendara sepeda motor memakai helm. Setiap orang yang memakai helm adalah mahasiswa. Jadi,semua mahasiswa.



pengendara



sepeda



motor



adalah



meskipun logika tidak dapat menentukan bahwa semua pernyataan tersebut bernilai benar atau salah, tetapi jika pernyataan satu dan dua diatas bernilai



benar maka bisa disimpulkan bahwa pernyataan tiga juga bernilai benar. Dalam matematika, hukum-hukum logika menjelasakan makna dari pernyataan matematis, hukum logika tersebut sangatlah membantu kita untuk membedakan antara argument valid dan tidak valid. Logika juga digunakan dalam membuktikan teoremateorema di dalam matematika. Logika pertama kali dikembangkan oleh filsuf Yunani, Aristoteles, sekitar 2300 tahun yang lalu. Saat ini, logika mempunyai aplikasi yang luas di dalam ilmu komputer, misalnya dalam bidang pemograman, analisis kebenaran algoritma, kecerdasan buatan (artificial intelligence), perancangan komputer dan sebagainya. 1.1. Proposisi Proposisi (preposition) adalah kalimat deklaratif yang bernilai benar (true) atau salah (False), tetapi tidak dapat bernilai keduanya sekaligus. Kebenaran dari sebuah kalimat disebut nilai kebenarannya (truth value). Contoh : (a). 6 adalah bilangan genap. (b). Soekarno adalah presiden Indonesia yang pertama. (c). 2 + 2 = 4. (d). Ibukota provinsi Jawa Barat adalah Semarang. (e). 12 ≥ 19. (f). Kemarin hari hujan. (g). Suhu di permukaan laut adalah 21 derajat Celcius. (h). Pemuda itu tinggi. (i). Kehidupan hanya ada di planet Bumi.



Pernyataan-pernyataan di atas merupakan contoh dari beberapa proposisi. Propososi a, b, c bernilai benar. Tetapi proposisi d bernilai salah karena ibu kota jawa barat adalah Bandung bukan Semarang dan proposisi e bernilai salah karena seharusnya 12 ≤ 19. Proposisi f sampai i memang tidak dapat langsung di tetapkan kebenarannya, namun ada satu hal yang pasti, proposisi-proposisi tersebut tidak mungkin bernilai benar dan salah sekaligus. Kita dapat menetapkan nilai proposisi tersebut benar atau salah. Misalnya, Proposisi f bisa kita katakan benar ( kemarin memang hujan) atau salah ( kemarin tidak hujan ). Demikian juga untuk proposisi g dan h. proposisi i bisa benar atau salah, karena sampai saat ini belum ada ilmuwan manapun yang dapat memastikan kebenaranya.



1.2. Mengkombinasikan Proposisi Misalkan p dan q merupakan proposisi. Konjungsi p dan q , dinyatakan dengan notasi p ʌ q, merupakan proposisi p dan q Disjungsi (disjunction) p dan q, dinyatakan dengan notasi p ᴠ q, merupakan proposisi p atau q Ingkaran(negation) dari p, dinyatakan dengan notasi ~p, merupakan proposisi Tidak p



Contoh :



Diketahui proposisi-proposisi sebagai berikut : P : Hari ini hujan q : Murid-murid diliburkan dari sekolah maka p ʌ q : Hari ini hujan dan murid-murid diliburkan dari sekolah. p ᴠ q : Hari ini hujan atau murid-murid diliburkan dari sekolah.



~p



: Tidak benar hari ini hujan.



1.3. Tabel Kebenaran Nilai kebenaran dari suatu proposisi majemuk dapat ditentukan oleh nilai kebenaran dari proposisi atomiknya dan cara menerka di hubungkan oleh operator logika. Misalkan p dan q adalah proposisi a. Konjungsi p ʌ q bernilai benar jika keduanya benar, selain itu nilainya salah. b. Disjungsi p ᴠ q bernilai salah jika keduanya salah, selain itu nilainya benar. c. Negasi ~p bernilai benar jika p salah, bernilai salah jika p benar. Contoh : P : 17 adalah bilangan prima q : bilangan prima selalu ganjil terbukti bahwa p bernilai benar dan q bernilai salah sehingga konjungsi



p ʌ q : 17 adalah bilangan prima dan bilangan prima selalu ganjil adalah salah. Satu cara mudah dan cepat untuk menentukan suatu nilai kebenaran proposisi majemuk adalah dengan menggunakan tabel kebenaran (truth table). Tabel kebenaran menampilkan hubungan antara nilai kebenaran dari proposisi atomik. pʌ pᴠ p q p ~q q q T T T T T T T F T F F T F T F T F T F F T T F F F F F F 1.4. Hukum-hukum logika proposisi Hukum logika proposisi mirip dengan hukum aljabar pada sistem bilangan ril, misalnya a(b+c) = ab + bc, yaitu hukum distributif, sehingga terkadang hukum logika proposisi sering disebut juga dengan hukum aljabar proposisi. p



q



1. Hukum Identitas i. p v F = p ii. p ʌ T = p 2. Hukum null/Dominasi i. p ʌ F = F ii. p ᴠ T = T 3. Hukum Negasi i. p ᴠ ~p = T ii. p ʌ ~p = F 4. Hukum idempotent i. p ᴠ p = p ii. p ʌ p = p 5. Hukum Involusi ( negasi ganda) ~(~p) = p



6. Hukum Penyerapan (absorpsi) i. p ᴠ (p ʌ q) = p ii. p ʌ (p ᴠ q) = p 7. Hukum Komutatif i. p ᴠ q = q ᴠ p ii. p ʌ q = q ʌ p 8. Hukum Asosiatif i. p ᴠ (q ᴠ r) = (p ᴠ q) ᴠ r ii. p ʌ (q ʌ r) = (p ʌ q) ʌ r 9. Hukum Distributif i. p ᴠ (q ʌ r) = (p ᴠ q)ʌ(p ᴠ r) ii. p ʌ (q ᴠ r) = (p ʌ q)ʌ(p ʌ r) 10. Hukum De Morgan i. ~(p ʌ q) = ~p ᴠ ~q ii. ~(p ᴠ q) = ~p ʌ ~q Hukum-hukum logika diatas berfungsi untuk membuktikan keekivalenan dua buah proposisi. Selain dengan menggunakan tabel kebenaran, keekivalenan dapat dibuktikan dengan hukum-hukum logika, khususnya pada proposisi majemuk yang mempunyai banyak proposisi atomik. Jika suatu proposisi majemuk mempunyai n buah proposisi atomik, maka tabel kebenarannya terdiri dari 2n baris. Untuk n yang besar jelas tidak efisien menggukan tabel kebenaran misalkan untuk n = 10 terdapat 210 baris di dalam tabel kebenarannya. Contoh : Buktikan bahwa p ᴠ ~(p ᴠ q) dan p ᴠ ~q keduanya ekivalen dengan menggunakan hukum-hukum logika . Penyelesaian: p ᴠ ~(p ᴠ q) = p ᴠ (~p ʌ ~q)



(Hukum De Morgan)



= (p ᴠ ~p) ʌ (p ᴠ ~q)



(Hukum Distributif)



= T ʌ (p ᴠ ~q)



(Hukum Negasi)



= p ᴠ ~q



(Hukum Identitas)



1.5. Proposisi Bersyarat (Implikasi) Selain dalam bentuk konjungsi , disjungsi, dan negasi, proposisi majemuk juga dapat berbentuk “ jika p, maka q “, seperti pada contoh berikut : a. Jika adik lulus ujian, maka ia dapat hadiah dari ayah. b. Jika suhu mencapai 800 C, maka alarm berbunyi. c. Jika anda tidak mendaftar ulang, maka anda dianggap menggundurkan diri. Pernyataan-pernyataan seperti diatas disebut proposisi bersyarat atau kondisional atau implikasi. Implikasi p → q hanya salah jika p benar tetapi q salah, selain daripada itu implikasi bernilai benar. Hal ini dapat dijelaskan dengan contoh analogi berikut : misalkan dosen anda berkata kepada mahasiswanya di dalam kelas “jika nilai ujian akhir anda 80 atau lebih, maka anda akan mendapatkan nilai A untuk kuliah ini “. Apakah dosen anda mengatakan kebenaran atau dia berbohong? Tinjau 4 kasus berikut:



Kasus 1 : Nilai ujian akhir anda di atas 80 (hipotesis benar) dan anda mendapat nilai A untuk kuliah tersebut (konklusi benar). Pada kasus ini, pernyataan dosen anda benar. Kasus 2 : Nilai ujian akhir anda di atas 80 (hipotesis benar) tetapi anda tidak mendapat nilai A (konklusi salah). Pada kasus ini dosen anda berbohong (pernyataan salah). Kasus 3 : Nilai ujian akhir anda di bawah 80 (hipotesis salah) dan anda mendapat nilai A (konklusi benar) pada kasus ini dosen anda tidak dapat dikatakan salah (mungkin ia melihat kemampuan anda secara rata-rata bagus sehingga ia tidak ragu memberi nilai A).



kasus 4 : Nilai ujian akhir anda di bawah 80 (hipotesis salah) dan anda tidak mendapat nilai A (konklusi salah). Pada kasus ini dosen anda benar. p



q



p→q



T



T



T



T



F



F



F



T



T



F



F



T



Tabel kebenaran implikasi



Di dalam Bahasa sehari-hari (Bahasa percakapan antar manusia), seperti Bahasa Indonesia dan Bahasa inggris atau bahasa lainnya, terdapat hubungan sebab



akibat antara hipotesis dengan konklusi, contohnya pada implikasi “Jika suhu mencapai 800C, maka alarm akan berbunyi.” Implikasi seperti ini merupakan normal dalam Bahasa Indonesia.Akan tetapi, di dalam penalaran matematik, terkadang kita melihat implikasi lebih umum daripada implikasi dalam bahasa sehari-hari. Konsep matematik mengenai implikasi independent dari hubungan sebab-akibat antara hipotesis dan juga konklusi. Defenisi mengenai implikasi adalah pada nilai kebenaran,bukan berdasarkan dalam penggunaan bahasa. Misalkan pada implikasi “Jika paris adalah ibukota prancis, maka 1 + 1 = 2” Implikasi di atas tetap valid secara matematis meskipun tidak ada kaitan antara paris sebagai ibukota prancis dengan 1 + 1 = 2. Implikasi tersebut bernilai benar karena hipotesis benar (paris ibukota prancis adalah benar) dan konklusi juga benar (1 + 1 = 2 adalah benar).



1.6. Aksioma, Teorema, Lemma, Corollary Dalam matematika ataupun ilmu komputer, kita sering melihat kata-kata seperti aksioma, teorema, lemma, dan corollary. Aksioma adalah proposisi yang diasumsikan benar. Aksioma tidak memerlukan pembuktian kebenaran lagi. Contoh : a. Untuk semua bilangan real x dan y, berlaku x + y = y + x (hukum komutatif penjumlahan).



b. Jika diberikan dua buah titik yang berbeda, maka hanya ada satu garis lurus yang melalui dua buah titik tersebut. Teorema adalah proposisi yang sudah terbukti kebenarannya. Bentuk khusus dari teorema adalah Lemma dan corollary. Lemma adalah teorema sederhana yang digunakan untuk pembuktian teorema lain. Lemma biasanya tidak menarik namun berguna untuk pembuktiaan proposisi yang lebih kompleks, dalam hal ini pembuktian tersebut dapat lebih mudah dimengerti bila menggunakan sederetan lemma, setiap lemma dibuktikan secara individual. Corollary adalah teorema yang dapat dibentuk langsung dari teorema yang telah dibuktikan, atau bisa juga dikatakan corollary adalah teorema yang mengikuti berdasarkan teorema lain.



Contoh-contoh teorema: a. Jika dua sisi dari sebuah segitiga sama panjang, maka sudut yang berlawanan dengan sisi tersebut sama besar. b. Untuk semua bilangan real x, y, dan z, jika x ≤ y dan y ≤ z, maka x ≤ z (hukum transitif). Contoh corollary: Jika sebuah segitiga berbentuk sama sisi, maka segitiga tersebut sama sudut. Corollary ini mengikuti teorema (a) di atas. Contoh lemma:



Jika n adalah bilangan bulat positif, maka n – 1 bilangan positif atau n -1 = 0.



BAB II Teori Himpunan Salah satu kemampuan yang kita kuasai setalah mempelajari logika proposisi adalah kemampuan untuk membedakan. Membedakan apakah tautologi, kontradiksi atau bentuk proposisi yang lain, membedakan apakah proposisi benar atau salah, membedakan apakah kuantor universal atau existential. Untuk bisa menguasai teori himpunan, kemampuan untuk membedakan sangatlah dibutuhkan, dikarenakan himpunan merupakan kumpulan benda atau objek yang didefinisikan secara jelas. Himpunan dapat dilihat sebagai kumpulan benda-benda yang berbeda tetapi dalam satu segi dapat ditanggapi sebagai suatu kesatuan yang utuh. Objek-objek ini di sebut anggota atau elemen himpunan. Notasi : Himpunan



: A,B,C,….



Anggota himpunan : a,b,c,…. Contoh :



Kita defenisikan himpunan windows, maka kita menulis



software



under



A = {MsWord, MsExel, MsPowerPoint,….} Atau B = {x| x software under windows} Cara menuliskan himpunan A disebut menulis secara tabulasi sedangkan cara menulis himpunan B disebut dengan menulis secara deskripsi.



Masing-masing objek dalam himpuan A disebut anggota atau elemen himpunan, misal : X ϵ A artinya x anggota himpuan A X ϵ A artinya x bukan anggota himpunan A



2.1. Kardinalitas Jumlah elemen yang terdapat di dalam A di sebut kardinalitas dari himpunan A. Notasi : n(A) atau |A| Contoh : B = {x| x merupakan bilangan prima yang lebih kecil dari 20}, Atau B = {2,3,5,7,11,13,17,19} maka |B| = 8 T = {perkutut, kutilang, kenari, dara, beo,} maka |T| = 5 A = {a,{a}, {{a}},}, maka |A|= 3



2.2. Himpunan berhingga dan tak berhingga Himpunan berhingga adalah himpunan dimana jumlah anggotanya berhingga yang artinya bila kita menghitung elemen-elemen yang berbeda dari himpunan tersebut, maka proses perhitungan elemen tersebut dapat selesai. Bila tidak maka himpunan tak berhingga. A = himpunan software anti virus A = {x| x software anti virus} A = (Norton, McAfee, Panda, KaperSky, Smadav) Contoh : B = himpunan bilangan asli B = (x|x bilangan asli) B = {1,2,3,….} Maka A berhingga



2.3. Kesamaan Dua himpunan dan subhimpunan Dua himpunan A dan B dikatakan sama dengan apabila hanya jika keduanya bersama-sama memiliki anggota yang sama. Contoh : A = {WordPad, MsWord, WordPerfect, WS} B = {WordPerfect, WS, MsWord, WordPad} Maka A=B Dua himpunan A dan B dengan elemen-elemen yang berbeda dapat dikatakan setara apabila dan hanya



jika jumlah anggota himpunan A sama dengan jumlah anggota himpunan B. Contoh : A = {MsExcel, Lotus 123} B = {Mouse, Keyboard} Maka A~B Himpuna A dikatakan sub himpunan B apabila dan hanya jika semua elemen-elemen A adalah anggota himpunan B. Contoh : A = {Win3.1, Win3.11, Win95, Win97} B = {Win3.1, Win3.11, Win95, Win97, Win98, Win98SE} Maka A⊂B Jika tidak demikian maka dikatakan subhimpunan. Contoh : A = {WinXP, Linux, Unix,} B = { Win3.1, Win3.11, Win95, Win97, Win98, WinXP} C = {Monitor, Printer, Scanner} Maka A ⊄ B, A bukan sub himpunan B C ⊄ B, C bukan sub himpunan B



2.4. Macam-macam himpunan



2.4.1. Himpunan Kosong /Entry set Himpunan dengan kardinal = 0 disebut himpunan kosong Notasi ∅,{} Contoh : A = Himpunan software aplikasi yang bisa dipakai dengan semua sistem operasi. A = ∅ = {}



2.4.2. Singleton set Singleton set adalah himpunan yang hanya memiliki 1 anggota Contoh : A = himpunan devices yang berfungsi sebagai input devices sekaligus output devices A = {touch screen}



2.4.3. Himpunan semesta/Universal set Dalam membicarakan himpunan, maka semua himpunan yang di tinjau adalah subhimpunan dari sebuah himpunan tertentu yang di sebut dengan himpunan semesta. Dengan kata lain himpunan semesta merupakan himpunan dari semua objek yang berbeda. Notasi : U Contoh : U = semesta pembicaraan, yaitu sistem operasi keluaran Microsoft.



U = {Win31,….,WinXP,……}



2.4.4. Himpunan Kuasa Dari semua himpunan, kita bisa membuat subhimpunannya. Himpunan dari semua subhimpunan yang bisa dibuat dari sebuah himpunan disebut dengan himpunan kuasa. Banyaknya himpunan bagian dari suatu himpunan A adalah 2x, x adalah banyaknya elemen A Notasi 2A Contoh : A = {Mouse, Keyboard} B= {Monitor, Printer, Scanner} Maka : 2A = {A,{Mouse},{Keyboard},∅ } 2B = {B,{Monitor}, {printer}, {scanner}, {Monitor,Printer}, {Monitor,Scanner},{Printer,Scanner},∅ }



2.5. Operasi Himpunan



2.5.1. Union/Gabungan dari 2 himpunan Gabungan dari 2 himpunan A dan B adalah himpunan yang anggotanya semua anggota A atau B atau juga keduanya. Notasi : A∪B A+B



Contoh : A = {Mouse,Keyboard} B = {Monitor,Scanner,Printer} C = {Mouse,Keyboard,CPU,Monitor} Maka : A ∪ B = {Mouse,Keyboard,Monitor,Scanner,Printer} A∪C=C ∪ B C {Monitor,Scanner,Printer,Mouse,Keyboard,CPU}



=



2.5.2. Intersection/Irisan dari 2 himpunan Irisan dari 2 himpunan A dan B adalah himpunan yang anggotanya dimiliki bersama oleh kedua himpuan A dan B. Notasi : A ∩ B Contoh : A = {Mouse,Keyboard,Touch Screen} B = {Monitor,Touch Screen,Printer,Scanner} Maka A ∩ B = {Touch Sreen}



2.5.3. Relative



Complement/Selisih



antara



2



himpunan Selisih antara himpunan A dan B adalah himpunan yang anggotanya hanya di miliki himpunan A tetapi tidak dimiliki himpuan B. Notasi : A–B



Contoh : A = {SQL Server,MySQL,MsAcces} B = {MySQL,MsAcces,Oracle} Maka : A – B = {SQL Server}



2.5.4. Komplemen dari himpunan Komplemen dari suatu himpunan A adalah himpunan yang anggotanya bukan anggota himpunan A. Dengan kata lain komplemen A merupakan himpunan yang anggotanya adalah hasil dari U – A. Notasi : A’,Ac Contoh : U = {Win3.1,Win3.11,Win95,Win97,Win98,Win98SE, WinME,Win2000,WinXP,….} A = {Win3.1,Win3.11,Win95,Win97} A1= {Win98,Win98SE,WimME,Win2000,WinXP,….}



2.5.5. Symmetic Difference/Beda setangkup Beda setangkup 2 himpunan A dan B merupakan himpunan yang anggotanya adalah anggota himpunan A atau anggota himpunan B tetapi bukan merupakan anggota kedua himpunan secara bersamaan. Notasi : A⊕B



Contoh : A = {Win3.1,Win3.11,Win95,Win97} B = {Win95,Win97,Win98,Win98SE,WinME,Win2000} Maka : A ⊕ B = {Win3.1,Win3.11,Win98,Win98SE,WinME, Win2000} 2.6. Diagaram Venn Diagaram venn adalah salah satu cara untuk menggambarkan antar himpuna-himpunan. Dalam diagram venn himpunan biasanya dinyatakan dalam suatu daerah bidang yang di batasi dengan sebuah lingkaran. Contoh :



U



U



A’ A



U



A



A∪B



B



U



A



B



A∩B



U



A



B



U



A–B



A



B



A⊕B



2.7. Hukum-hukum Aljabar Himpunan Hukum-hukum aljabar yang berlaku proposisi, juga berlaku pada himpunan yaitu: 1. Hukum Idempoten A∪A=A A∩A=A 2. Hukum Asosiatif (A ∪ B)∪ C = A ∪( B ∪ C) (A ∩ B)∩ C = A ∩( B ∩ C) 3. Hukum Komutatif A∪B=B∪A A∩B=B∩A 4. Hukum Distribusi A ∪( B ∩ C) = (A ∪ B)∩ (A ∪ C) A ∩( B ∪ C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ C) 5. Hukum Identitas A∪∅ =A A∩U=A A∪U=U A∩∅ =∅ 6. Hukum Involution (AC)C = A 7. Hukum Komplemen A ∪ AC = U UC = ∅ ∅C = U A ∩ AC = ∅ 8. Hukum Demorgan



pada



(A ∪ B)c = Ac ∩ Bc (A ∩ B)c = Ac ∪ Bc 9. Hukum Penyerapan A ∪ (A ∩ B) = A A ∩ (A ∪ B) = A



Contoh : Sederhanakanlah A ∪ (A ∩ B) Jawab : A ∪ (A ∩ B) = (A ∩ U)∪ (A ∩ B) = A ∩(U ∪ B) = A ∩U =A



BAB III Realisasi Dan Fungsi . Realisasi adalah hubungan antara elemen himpunan dengan elemen himpunan yang lain. Cara yang paling mudah untuk menyatakan hubungan antar elemen 2 himpunan adalah dengan himpunan pasangan terurut. diperoleh dari perkalian kartesian. Perkalian kartesian antara himpunan A dan B ditulis A x B didefenisikan sebagai semua himpunan pasangan berturut degan komponen pertama yang merupakan anggota himpunan A dan komponen kedua adalah anggota himpunan B. Notasi : A x B = {(x,y)/ x ϵ A dan y ϵ B } Realisasi biner R antara A dan B merupakan himpunan bagian dari A x B. A dapat disebut daerah asal dari R (domain) dan B dapat disebut daerah hasil (range) dari R. Notasi : R Í (A ´ B) Realisasi pada A adalah realisasi dari A ke A. Contoh : Misalkan P = {2, 3, 4} dan Q = {2, 4, 8, 9, 15}. Jika kita definisikan relasi R dari P ke Q dengan (p, q) Î R jika p habis membagi q maka kita peroleh R = {(2, 2), (2,4), (4,4), (2,8), (4,8), (3,9), (3,15)}.



3.1. Representasi Realisasi Dalam penggunaanya suatu realisasi dapat direpresentasikan dalam berbagai bentuk, sebagai berikut : 3.1.1. Representasi Relasi dengan Diagram Panah



via



permen



Andre



coklat



Ita



es krim



Relasi dalam diagram panah diatas, dapat dinyatakan dalam bentuk : R={(x,y)|x menyukai y; x ∈ A dan y ∈ B 3.1.2. Representasi Relasi dalam sistem koordinat Suatu relasi bisaa direpresentasikan ke dalam suatu sistem koordinat, sebagai berikut : R = {(Microsoft, Windows), (IBM, OS/2), ( Macintosh, MacOS)} Relasi tersebut dapat dibuat dalam suatu sistem koordinat, sebagai berikut :



Tanda titik pada gambar di atas menunjukkan bahwa pasangan tersebut termasuk dalam relasi.



3.1.3. Representasi Relasi dengan table Suatu relasi dapat juga direpresentasikan ke dalam bentuk suatu tabel, sebagai contoh : Diberikan suatu relasi : Nama



Makanan



Via



Permen



Via



Coklat



Andre



Coklat



Andre



Es Krim



Ita



Es Krim



R={(Via,permen) , (Via,coklat) , (Andre,coklat) , (Andre,es krim) , (Ita,es krim)}, relasi di atas dapat dibuat dalam bentuk tabel, sebagai berikut : Berdasarkan tabel di atas, kolom pertama pada tabel tersebut menyatakan daerah asal sedangkan kolom kedua menyatakan daerah hasil.



3.1.4.Representasi Relasi pada Himpunan Sebuah relasi pada himpunan A merupakan relasi dari A ke A. relasi yang terdapat pada himpunan A adalah subhimpunan dari AxA. Contoh: Misalkan A = {1, 2, 3, 4}. Himpunan terurut manakah yang terdapatdalam relasi R = {(a, b) | a < b} ? Jawab : (1, 2),(2),(1, 3),(3),(1, 4),(4),(2, 3),(3),(2, 4),(4),(3, 4)}(4)} Bentuk yang diperoleh di atas merupakah salah satu contoh penerapan relasi dalam himpunan. Banyaknya subhimpunan yang dapat dibentuk dari suatu himpunan dengan m anggota adalah 2m.



2



Sehingga, terdapat dibentuk dari AxA.



2n subhimpunan yang dapat



3.2.



Komposisi Realisasi Komposisi realisasi merupakan suatu operasi mengkombinasikan 2 buah relasi yang sama dan menciptakan sebuah relasi yang baru. Supaya dua relasi tersebut dapat dikomposisikan maka relasi p dan q dideffenisikan sebagai berikut: P:x→y Q:y→z Yang mana y di p harus sama seperti y di q. Relasi P ke Q didefenisikan sebagai relasi: R:x→z Dengan (x,z) ϵ R apabila dan hanya jika anggota y dalam himpunan Y memiliki pasangan minimal 1 dalam himpunan P dan Q. Contoh :



Sifat- sifat komposisi realisasi sebagai berikut: 1. Asosiatif (P o Q) o R = P o (Q o R)



2. Tidak komutatif PoQ≠QoP 3. (P o Q) -1 = Q-1 o P-1



3.3. Macam-macam Fungsi 1. Fungsi satu-satu Suatu fungsi dikatakan fungsi satu-satu apabila dan hanya jika setiap elemen pada himpunan A memiliki bayangan yang tidak sama dengan elemen himpunan B. Contoh : A = himpunan sistem operasi A = {MacOS,OS/2} B = himpunan komputer B = {IBM,Macintosh}



2.



Fungsi pada Suatu fungsi dapat dikatakan fungsi pada apabila dan hanya jika setiap elemen himpunan B keluar sebagai bayangan dari sekurangnya 1 elemen himpunan A. Contoh : A = himpunan software aplikasi B = himpunan sistem operasi



3.



Fungsi konstan



Suatu fungsi dinyatakan fungsi kostan apabila dan hanya jika ada satu elemen himpunan B yang menjadi bayangan dari semua elemen himpunan A.



Contoh : A = himpunan software aplikasi B = himpunan sistem operasi



4.



Fungsi invers Fungsi invers merupakan sebuah fungsi yang mana untuk setiap bϵB mempunyai bayangan tunggal dalam himpunan A. Dengan begitu hanya fungsi satusatu yang mempunyai fungsi invers.



Contoh :



3.4. Komposisi Fungsi Komposisi fungsi dari suatu fungsi f dan g dinyatakan oleh (g o f) atau (gf). Jika f:A → B dan g:B → C maka (g o f) : A → C (g o f)(a)=g(f(a)) Contoh :



Maka (g o f) : A → C adalah (g o f)(1)=g(f(1))=g(b)=z) (g o f)(2)=g(f(2))=g(c)=x (g o f)(3)=g(f(3))=g(b)=z Misalnya f(x)=x2 -1 dan g(x)=x+3



Maka (f o g)(2)=f(g(2))=f(5)=24 (g o f)(2)=g(f(2))=g(3)=6



3.5. Fungsi Karakteristik Fungsi karakterikstik merupakan suatu fungsi yang memetakan semesta pembicaraan ke dalam suatu himpunan {1,0} dinotasikan KA : U → (0,1) Dimana KA (x) =



xϵ A {10 jika jika x ϵ A



Contoh : Misalnya U = {a, b, c, d, e, f} A = {a, c, e} Maka KA : U → (0,1) dapat didefenisikan melalui diagram berikut :



BAB IV Induksi Matematik Metode dalam pembuktian untuk proposisi yang bersangkutan dengan bilangan bulat adalah induksi matematik. Contoh: Buktikan bahwa jumlah n bilangan bilangan bulat positif pertama adalah n(n + 1)/2. Buktikan bahwa jumlah n buah bilangan ganjil positif pertama adalah n2. Contoh: Setiap bilangan bulat positif n (n /2) dapat dibilang sebagai perkalian dari (satu atau lebih) bilangan prima.



Untuk semua n 1, n3 + 2n adalah kelipatan 3. Untuk membayar biaya pos sebesar n sen (n / 8) selalu dapat digunakan hanya perangko 3 sen dan 5 sen. Di dalam sebuah perkantoran, setiap penjabat berjabat tangan dengan penjabat lainnya hanya sekali. Jika ada n orang tamu maka jumlah jabat tangan yang terjadi adalah n(n – 1)/2. Banyaknya himpunan bagian yang dapat terbentuk dari sebuah himpunan yang beranggotakan n elemen adalah 2n Induksi matematik merupakan teknik pembuktian yang baku di dalam matematika. Melalui induksi matematik kita dapat mengurangi langkah-langkah pembuktian bahwa semua bilangan bulat termasuk ke dalam suatu himpunan kebenaran dengan hanya sejumlah langkah terbatas 4.1. Prinsip Induksi Sederhana. Misalkan p(n) adalah pernyataan bilangan bulat positif. Kita ingin membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat positif n. Untuk membuktikan pernyataan ini, kita hanya perlu menunjukkan bahwa: 1. p(1) benar, dan 2. jika p(n) benar, maka p(n + 1) juga benar, untuk setiap n 1, Langkah 1 dinamakan basis induksi, sedangkan langkah 2 dinamakan langkah induksi. Langkah induksi berisi asumsi (andaian) yang menyatakan bahwa p(n) benar. Asumsi tersebut dinamakan hipotesis induksi.



Bila kita sudah menunjukkan kedua langkah tersebut benar maka kita sudah membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat positif n. Induksi matematik berlaku seperti efek domino



Contoh: Gunakan induksi matematik untuk membuktikan bahwa jumlah n buah bilangan ganjil positif pertama adalah n2. Penyelesaian: Basis induksi: Untuk n = 1, jumlah satu buah bilangan ganjil positif pertama adalah 12 = 1. Ini benar karena jumlah satu buah bilangan ganjil positif pertama adalah 1. Langkah induksi: Andaikan p(n) benar, yaitu pernyataan 1 + 3 + 5 + … + (2n – 1) = n2 adalah benar (hipotesis induksi) [catatlah bahwa bilangan ganjil positif ke-n adalah (2n – 1)]. Kita harus memperlihatkan bahwa p(n +1) juga benar, yaitu



1 + 3 + 5 + … + (2n – 1) + (2n + 1) = (n + 1)2 juga benar. Hal ini dapat kita tunjukkan sebagai berikut: 1 + 3 + 5 + … + (2n – 1) + (2n + 1) = [1 + 3 + 5 + … + (2n – 1)] + (2n + 1) = n2 + (2n + 1) = n2 + 2n + 1 = (n + 1)2 Karena langkah basis dan langkah induksi keduanya telah diperlihatkan benar, maka jumlah n buah bilangan ganjil positif pertama adalah n2. 4.2. Prinsip Induksi yang Dirampatkan Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat dan kita ingin membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat n n0. Untuk membuktikan ini, kita hanya perlu menunjukkan bahwa: 1. p(n0) benar, dan 2. jika p(n) benar maka p(n+1) juga benar, untuk semua bilangan bulat n n0,



Contoh: Untuk semua bilangan bulat tidak-negatif n, buktikan dengan induksi matematik bahwa 20 + 21 + 22 + … + 2n = 2n+1 - 1 Penyelesaian: Basis induksi. Untuk n = 0 (bilangan bulat tidak negatif pertama), kita peroleh: 20 = 20+1 – 1. Ini jelas benar, sebab 20 = 1 = 20+1 – 1 = 21 – 1 =2–1=1 Langkah induksi. Andaikan bahwa p(n) benar, yaitu 20 + 21 + 22 + … + 2n = 2n+1 - 1



adalah benar (hipotesis induksi). Kita harus menunjukkan bahwa p(n +1) juga benar, yaitu 20 + 21 + 22 + … + 2n + 2n+1 = 2(n+1) + 1 - 1 Juga benar. Ini kita tunjukkan sebagai berikut: 20 + 21 + 22 + … + 2n + 2n+1 = (20 + 21 + 22 + … + 2n) + 2n+1 = (2n+1 – 1) + 2n+1 (hipotesis induksi) = (2n+1 + 2n+1) – 1 = (2 . 2n+1) – 1 = 2n+2 - 1 = 2(n+1) + 1 – 1 Karena langkah 1 dan 2 keduanya telah diperlihatkan benar, maka untuk semua bilangan bulat tidak-negatif n, terbukti bahwa 20 + 21 + 22 + … + 2n = 2n+1 – 1



Contoh Untuk semua n  1, buktikan dengan induksi matematik bahwa n3 + 2n adalah kelipatan 3. Penyelesaian: Basis induksi: Untuk n = 1, maka 13 + 2(1) = 3 adalah kelipatan 3. jadi p(1) benar. Langkah induksi: Misalkan p(n) benar, yaitu proposisi n3 + 2n adalah kelipatan 3 (hipotesis induksi). Kita harus memperlihatkan bahwa p(n + 1) juga benar, yaitu (n + 1)3 + 2(n + 1) adalah kelipatan 3 Hal ini dapat kita tunjukkan sebagai berikut: (n + 1)3 + 2(n + 1) = (n3 + 3n2 + 3n + 1) + (2n + 2) = (n3 + 2n) + 3n2 + 3n + 3 = (n3 + 2n) + 3(n2 + n + 1) • (n3 + 2n) adalah kelipatan 3 (dari hipotesis induksi) • 3(n2 + n + 1)



juga kelipatan 3 • maka (n3 + 2n) + 3(n2 + n + 1) adalah jumlah dua buah bilangan kelipatan 3 • sehingga (n3 + 2n)+3(n2 + n + 1) juga kelipatan 3. Karena langkah (i) dan (ii) sudah diperlihatkan benar, maka terbukti bahwa untuk semua n  1, n3 + 2n adalah kelipatan 3. Untuk tiap n ≥ 3, jumlah sudut dalam sebuah poligon dengan n sisi adalah 180(n − 2). Buktikan pernyataan ini dengan induksi matematik. Basis Untuk nilai n = 3, poligon akan berbentuk segitiga dengan jumlah sudut 180%. Jumlah sisi sebanyak 3 sehingga 180(3 − 2) = 180%. Jadi untuk n = 3 proposisi benar  Induksi Asumsikan bahwa jumlah sudut dalam poligon dengan n sisi yaitu 180(n − 2) adalah benar (hipotesis induksi). Kita ingin menunjukkan bahwa jumlah sudut poligon yang memiliki n+1 sisi yaitu 180(n − 1)



Pada gambar diatas dapat ditunjukkan terdapat dua bagian yaitu segitiga P1PnPn+1) dan poligon dengan n sisi Jumlah sudut dalam poligon n sisi menurut



asumsi yaitu 180(n − 2) dan jumlah sudut di dalam untuk segitiga yaitu 180◦. Jadi jumlah sudut dalam dari poligon dengan n + 1 sisi yaitu 180(n − 2) + 180= 180(n − 1). Karena basis dan langkah induksi benar, maka proposisi di atas terbukti benar. Contoh: Buktikan pernyataan “Untuk membayar biaya pos sebesar n rupiah (n  8) selalu dapat digunakan hanya perangko 3 sen dan perangko 5 rupiah” benar. Penyelesaian: a.



b.



Basis induksi. Untuk membayar biaya pos Rp8 dapat digunakan satu buah perangko Rp3 sen dan satu buah perangko Rp5 saja. Ini jelas benar. Langkah induksi. Andaikan p(n) benar, yaitu untuk membayar biaya pos sebesar n (n x 8) rupiah dapat digunakan perangko Rp3 dan Rp5 (hipotesis induksi). Kita harus menunjukkan bahwa p(n +1) juga benar, yaitu untuk membayar biaya pos sebesar n + 1 rupiah juga dapat menggunakan perangko Rp3 dan perangko Rp5. Ada dua kemungkinan yang perlu diperiksa: 1. Kemungkinan pertama, misalkan kita membayar biaya pos senilai n rupiah dengan sedikitnya satu perangko Rp5. Dengan mengganti satu buah perangko senilai Rp5 dengan dua buah perangko Rp3, maka akan diperoleh susunan perangko senilai n + 1 rupiah. 2. Kemungkinan kedua, jika tidak ada perangko Rp5 yang digunakan, biaya pos senilai n rupiah menggunakan perangko Rp3 semuanya. Karena n 8, setidaknya harus digunakan tiga



buah perangko Rp3. Dengan mengganti tiga buah perangko 3 rupiah dengan dua buah perangko Rp5, akan dihasilkan nilai perangko n + 1 rupiah. 4.3. Prinsip Induksi Kuat Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat. Kita ingin membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat n n0. Untuk membuktikan ini, kita hanya perlu menunjukkan bahwa: 1. p(n0) benar, dan 2. jika p(n0 ), p(n0+1), …, p(n) benar maka p(n+1) juga benar untuk semua bilangan bulat n n0,.



Contoh: Bilangan bulat positif disebut prima jika dan hanya jika bilangan bulat tersebut habis dibagi dengan 1 dan dirinya sendiri. Kita ingin membuktikan bahwa setiap bilangan bulat positif n (n : 2) dapat dinyatakan sebagai perkalian dari (satu atau lebih) bilangan prima. Buktikan dengan prinsip induksi kuat. Penyelesaian: a.



b.



Basis induksi. Jika n = 2, maka 2 sendiri adalah bilangan prima dan di sini 2 dapat dinyatakan sebagai perkalian dari satu buah bilangan prima, yaitu dirinya sendiri. Langkah induksi. Misalkan pernyataan bahwa bilangan 2, 3, …, n dapat dinyatakan sebagai perkalian (satu atau lebih) bilangan prima adalah benar (hipotesis induksi). Kita perlu menunjukkan bahwa n + 1 juga dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan prima. Ada dua kemungkinan



nilai n + 1: (a) Jika n + 1 sendiri bilangan prima, maka jelas ia dapat dinyatakan sebagai perkalian satu atau lebih bilangan prima. (b) Jika n + 1 bukan bilangan prima, maka terdapat bilangan bulat positif a yang membagi habis n + 1 tanpa sisa. Dengan kata lain, (n + 1)/ a = b atau (n + 1) = ab yang dalam hal ini, 2 x a x b x n. Menurut hipotesis induksi, a dan b dapat dinyatakan sebagai perkalian satu atau lebih bilangan prima. Ini berarti, n + 1 jelas dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan prima, karena n + 1 = ab. Karena langkah (i) dan (ii) sudah ditunjukkan benar, maka terbukti bahwa setiap bilangan bulat positif n (n  2) dapat dinyatakan sebagai perkalian dari (satu atau lebih) bilangan prima.



Contoh: Teka-teki susun potongan gambar (jigsaw puzzle) terdiri dari sejumlah potongan (bagian) gambar (lihat Gambar). Dua atau lebih potongan dapat disatukan untuk membentuk potongan yang lebih besar. Lebih tepatnya, kita gunakan istilah blok bagi satu potongan gambar. Blok-blok dengan batas yang cocok dapat disatukan membentuk blok yang lain yang lebih besar.



Penyelesaian: a. Basis induksi. Untuk teka-teki susun gambar dengan satu potongan, tidak diperlukan langkah apa-apa untuk memecahkan teka-teki itu. b. Langkah induksi. Misalkan pernyataan bahwa untuk teka-teki dengan n potongan (n = 1, 2, 3, …, k) diperlukan sejumlah n – 1 langkah untuk memecahkan teka-teki itu adalah benar (hipotesis induksi). Kita harus membuktikan bahwa untuk n + 1 potongan diperlukan n langkah.



BAB V Algoritma 5.1. Pengertian Algoritma Algoritma adalah suatu susunan dari beberapa langkah yang logis guna menyelesaikan masalah. Pada saat kita memiliki masalah, maka kita harus dapat untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan langkah-langkah yang logis. Algoritma sangat diperlukan untuk mengolah data yang ada di komputer. Dalam sistem komputer, pengertian algoritma ialah logika yang dibuat dengan memakai software oleh para pembuat perangkat lunak



untuk membuat software tersebut menjadi lebih bagus. Algoritma berbeda dengan Logaritma. Perlu diketahui juga bahwa logaritma adalah sebuah operasi di ilmu matematika guna menghitung kebalikan eksponen dari sebuah perpangkatan. Kata Algoritma ditemukan oleh Abu Abdullah Muhammad Ibnu Musa Al-Khwarizmi, beliau merupakan matematikawan yang berasal dari Persia yang ditemukan pada Abad Ke 9. Dari masa ke masa, kata algoritma mulai berkembang di abad ke 18. Untuk lebih jelasnya lagi,berikut salah satu contoh algoritma; Algoritma untuk persamaan x = 17y + 9 : a. b. c. d.



menghitung



nilai



x



dari



Memulai Menentukan nilai y Menghitung nilai x = 17y + 9 Menyelesaikan



5.2. Bentuk Dasar Algoritma Algoritma sendiri mempunyai tiga 3 bentuk dasar, antara lain : 5.2.1. Algoritma Sekuensial (Sequence Algorithm) Sequence algorithm atau algoritma sekuensial merupakan algoritma yang langkah-langkahnya secara urut dari awal hingga akhir. Bentuk dari algoritma sekuensial ini salah satu contohnya seperti algoritma memasak indomie. Langkah demi langkah yang dijalankan harus urut dari atas sampai bawah. 5.2.2. Algoritma Perulangan (Looping Algorithm) Looping algorithm atau algoritma perulangan merupakan suatu algoritma yang menjalankan



beberapa langkah tertentu secara berulang-ulang atau looping. Pada masalah yang kita hadapi, ada pula sebuah langkah yang harus kita lakukan secara berulang-ulang. Contoh dari algoritma looping ini adalah algoritma menjemur pakaian: 1) 2) 3) 4) 5)



Siapkan jemuran. Ambil satu pakaian yang nantinya akan dijemur. Peras pakaian tersebut terlebih dahulu. Letakkan pakaian tersebut pada tiang jemuran. Ulangi langkah dari 2 sampai 4 hingga pakaian habis.



Dari algoritma di atas, dapat diketahui bahwa dari langkah 2 sampai 4 harus dilakukan secara berulangulang hingga pakaian habis.



5.2.3. Algoritma Percabangan atau Bersyarat (Conditional Algorithm) Conditional algorithm atau algoritma bersyarat merupakan algoritma yang menjalankan langkah berikutnya apabila terdapat syarat yang sudah dapat dipenuhi. Berikut salah satu contoh dari algoritma bersyarat : 1) 2) 3) 4) 5) 6)



Siapkan panci. Masukkan air secukupnya ke dalam panci tutup panci tersebut. letakkan panci tersebut di atas kompor. Hidupkan kompor. Apabila air sudah mendidih, lalu matikan kompor



7) Angkat panci tersebut dari kompor. Algoritma bersyarat atau contional algorithm terdapat pada langkah ke 6. Apabila air sudah mendidih, lalu matikan kompor. Sehingga apabila air tersebut belum mendidih, maka kompor tidak dimatikan.



5.3. Merancang Algoritma yang Baik Menurut Donald E. Knuth, dari pengertian algoritma diatas dapat diketahui bahwa sebuah algoritma yang baik yaitu algoritma yang mempunyai kriteria sebagai berikut : a. Masukan (Input) b. Algoritma mempunyai input 0 (nol) atau lebih c. Keluaran (Output) Algoritma harus menghasilkan atau mengeluarkan minimal 1 output.



a. Terbatas (Finite) Algoritma harus berhenti setelah melakukan langkah-langkah yang diperlukan. b. Pasti (Definite) Algoritma harus jelas kapan dimulai dan berakhir. Tujuan dari algoritma harus jelas. Setiap langkahlangkah harus dijelaskan dengan jelas. c. Efisien Membuat sebuah algoritma haruslah efisien. Adanya langkah seperti mencari hasil 1 + 0 tidak efisien. Hal ini karena bilangan apapun itu jika ditambah dengan



nol maka hasilnya ialah bilangan itu sendiri. Sehingga adanya langkah seperti itu tidak perlu dimasukkan ke dalam sebuah algoritma.



5.4. Contoh Algoritma a. Menentukan Apakah Bilangan Tersebut Ganjil atau Genap Terdapat bilangan yang bernama bilang bulat yaitu 0, 1, -1, 2, dst serta bilangan asli 1, 2, 3, 4, 5, dst. Kedua jenis bilangan tersebut sering digunakan dalam berhitung. Himpunan bilangan-bilangan bulat dalam buku teks aljabar pada umumnya dinyatakan dengan lambang "Z" dan himpunan bilangan-bilangan asli dinyatakan dengan lambang "N". Algoritma guna menentukan apakah bilangan tersebut ganjil atau genap dapat disajikan dengan flowchart seperti dibawah ini :



Bilangan genap merupakan sebuah bilangan bulat yang akan habis atau tidak memiliki sisa jika dibagi 2 (dua). Bilangan ganjil merupakan sebuah bilangan bulat yang tidak akan habis apabila dibagi 2 (dua). b.



Menghitung Keliling dan Luas Lingkaran



Lingkaran merupakan suatu himpunan dari semua titik-titik pada bidang dalam jarak yang tertentu dan disebut dengan jari-jari dari titik tertentu dan dapat disebut titik pusat. Lingkaran merupakan contoh dari kurva tertutup sederhana, lingkaran membagi bidang menjadi bagian luar dan dalam. Algoritma menghitung keliling serta luas lingkaran dapat disajikan dengan flowchart seperti dibawah ini :



c.



Menampilkan Bilangan Ganjil Diantara 10 sampai 30



Bilangan ganjil yang terletak diantara 10 dan 30 11,13,15, dan seterusnya. Namun, yang akan



ditampilkan kecuali bilangan 21 dan 27. Jadi output yang diharapkan dari algoritma tersebut adalah bilangan ganjil 10 sampai 30 kecuali bilangan 21 dan 27. Algoritma untuk menampilkan bilangan ganjil antara 10 hingga 30 kecuali bilangan 21 dan 27 disajikan dengan flowchart dibawah ini :



d.



Algoritma tahun Kabisat



Terdapat juga algoritma tahun kabisat. Tahun kabisat merupakan sebuah tahun yang memiliki tambahan 1 hari dan bertujuan agar kalender dapat sinkron dengan musim tahunan dan keadaan astronomi. Bulan Februari memiliki 29 hari pada saat tahun kabisat. Tahun yang dapat untuk dibagi dengan 4 adalah tahun kabisat. Algoritma guna menentukan tahun kabisat jika disajikan dengan flowchart seperti dibawah ini :



e.



Menampilkan Bilangan Genap Mullai dari Angka 2 sampai n, Kecuali Bilangan Genap yang Kelipatan 4



Bilangan genap merupakan sebuah bilanganbilangan bulat yang habis jika dibagi 2. Deret yang ditampilkan dari algoritma kali ini merupakan deret dari bilangan genap dari 2 hingga ke n kecuali bilangan yang merupakan kelipatan 4. Algoritma tersebut dapat digambarkan dengan flowchart seperti dibawah ini :



Menghitung Beberapa Angka dari Suatu Bilangan Pada flowchart kali ini mengenai sebuah algoritma untuk menghitung beberapa angka dari suatu bilangan yang dimasukkan atau diinput oleh user. Berikut flowchart algoritma tersebut :



BAB VI BILANGAN BULAT 5.1. Bilangan Asli Sejak periode sejarah, diduga dimulai sekitar tahun 400 S.M., orang melalui memikirkan bilangan sebagai konsep abstrak. Misalnya, mereka menyebut tiga kerikil dan tiga binatang mempunyai sifat persekutuan, yaitu suatu kuantitas yang disebut tiga. Sifat persekutuan tiga ini bisa dimiliki oleh kelompok benda apa saja sehingga sifat ini menjadi terbatas dari obyek atau sasaran pembicaraan. Dalam istilah yang lebih sederhana, sifat-sifat persekutuan satuan (oneness), duaan (twoness), atau tigaan (threeness) merupakan sifat persekutuan yang dimiliki oleh sebarang kumpulan benda untuk menunjukkan kesamaan kuantitas. Keperluan tentang kuantitas merupakan kebutuhan dasar manusia dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, terutama untuk menghitung (mencacah) dan membandingkan jumlah barang atau benda. Keperluan menghitung (mencacah, counting) mendorong orang untuk mencari cara yang mudah, antara lain dengan membuat lambang bilangan (muneral) dan cara menggunakannya (sistem numerasi). Sistem numerasi membuat sekumpulan lambang dasar dan sejumlah atauran untuk menghasilkan lambanglambang bilangan yang lain. Beberapa peradaban yang telah mengembangkan sistem numerasi antara lain adalah Mesir (sekitar tahun 3000 S.M.), Babylonia (sekitar tahun 2000 S.M.), Yunani atau Greek (sekitar tahun 600 S.M.), Mayan (sekitar tahun 300 S.M.),



Jepang - China (sekitar tahun 200 S.M.), Romawi (sekitar tahun 100 M), dan Hindu-Arab (mulai sekitar tahun 300 S.M. di India, mengalami perubahan di wilayah timur tengah sekitar tahun 750 Masehi, berkembang di Eropa dan dipakai di seluruh dunia sampai sekarang). Dari uraian di atas kita dengan singkat telah melihat perjalanan pengembangan konsep bilangan sejak pertama kali pada zaman Poleolithic sampai pada zaman sejarah. Dengan demikian kita perlu membuat asumsi bahwa manusia telah menemukan konsep bilangan asli (counting/natural members) dan telah menemukan himpunan lambang untuk menyatakan konsep bilangan asli yaitu 1, 2, 3, 4, …



5.2.



Bilangan Cacah Untuk kepentingan masyarakat zaman pertanian, sebelum zaman revolusi, mereka hanya memerlukan mencacah, menjumlah, dan mengalikan. Seiring dengan perkembangan zaman, mesyarakat memerlukan sistem bilangan yang dapat memenuhi keperluan lain, yaitu mengurangkan dan membagi. Dengan demikian mereka mempunyai tuntutan pekerjaan yang tidak sekedar berhitung (aritmetika) tetapi hal lain yang lebih luas. Jika sebelumnya mereka menerima pernyataan tanpa bukti (postulat): p + q adalah suatu bilangan asli p x q adalah suatu bilangan asli maka kesulitan akan muncul ketika pengertian pengurangan mulai diperkenalkan melalui penjumlahan:



p – q = r jika ada r sedemikian hingga p = q + r Kita bisa melihat kesulitan itu. Pengurangan pada unsur-unsur hipunan bilangan asli dapat dilakukan hanya jika p lebih dari q, artinya himpunan bilangan asli tidak bersifat tertutup terhadap pengurangan. Pada awalnya tentu mereka memahami bahwa: 3 – 2 = 1, 4 – 3 = 1, 5 – 4 = 1 dan mulai mempertanyakan bagaimana dengan 3 – 3 = ? , 4 – 4 = ?, 5 – 5 = ? Jawabannya adalah mereka perlu “tambahan” bilangan baru, yang kemudian disebut dengan nol (zero), yang diberi makna: 3 = 3 + 0, 4 = 4 + 0, 5 = 5 + 0 Sekarang kita telah menambahkan unsur baru 0 ke dalam sistem bilangan asli, sehingga diperoleh himpunan baru yang disebut himpunan bilangan cacah, dinyatakan dengan: W = {0, 1, 2, 3, 4, …}



5.3. Bilangan Bulat Dengan berkembangnya masyarakat industri, manusia memerlukan bilangan untuk keperluan pembukuan tingkat lanjut, antara lain untuk menghitung hutang dan pihutang, serta tabungan dan pinjaman. Pertanyaan yang muncul serupa dengan permasalahan: 6 – 7 = ?, 8 – 10 = ?, 3 – 10 = ?



Permasalahan ini serupa dengan usaha menambah bilangan-bilangan baru di dalam W sehingga mereka dapat melakukan semua pengurangan, atau himpunan baru yang diperoleh bersifat tertutup terhadap pengurangan. Jawaban terhadap kesulitan mereka adalah tambahan bilangan-bilangan baru yang diperoleh dari: 0 – 1, 0 – 2, 0 – 3, 0 – 4, … yang kemudian dilambangkan dengan: -1, -2, -3, -4, … sehingga diperoleh himpunan baru yang disebut himpunan bilangan bulat, dan dinyatakan dengan: Z = {…, -2, -1, 0, 1, 2, 3, …} Dengan digunakannya garis bilangan untuk menyatakan representasi bilangan, dan memberi makna terhadap bilangan-bilangan di sebelah kanan nol sebagai bilangan positif serta di sebelah kiri nol sebagai bilangan negatif, maka himpunan bilangan bulat dapat dinyatakan sebagai: Z = {…, -2, -1, 0, 1, 2, 3, …}



5.4. Sistem Bilangan Bulat Untuk keperluan menghitung, orang dapat melakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian, atau pembagian bilangan. Apa yang dilakukan oleh orang itu kemudian disebut sebagai suatu operasi. Pada dasarnya suatu operasi adalah mengambil sepasang bilangan untuk mendapatkan bilangan lain yang tunggal.



Bilangan yang diperoleh mungkin unsur atau bukan unsur dari himpunan tertentu.



5.4.1. Definisi Suatu sistem matematika adalah suatu himpunan bersama-sama dengan satu atau lebih operasi pada himpunan itu. Notasi Suatu sistem matematika yang terdiri dari himpunan S dan operasi * ditunjukkan dengan (S, #) Jika # adalah operasi kedua S, maka (S, *, #) adalah sistem matematika yang terdiri dari himpunan S, operasi pertama *, dan operasi kedua #. Berdasarkan pengetahuan yang telah kita pelajari sebelumnya, beberapa definisi yang terkait dengan sifat operasi adalah: 5.4.2. Definisi Ditentukan bahwa * adalah suatu operasi pada himpunan S. Operasi * disebut bersifat: tertutup jika p * q = r dan r Î S untuk setiap p, q Î S. komutatif jika p * q = q * p untuk setiap p, q Î S c.assosiatif jika p * (q * r) = (p * q)*r untuk setiap p, q, c Î S d.mempunyai unsur identitas jika untuk semua



p Î S, ada i Î S,



sehingga p * i = i * p = p . I disebut unsur identitas operasi *. e.   memenuhi sifat inversi (invertibel) jika untuk semua pÎ S, ada x Î S, sehingga p * x = x * p = i. x disebut inversi dari p, dan p disebut inversi dari x.



5.4.3. Definisi Ditentukan bahwa * adalah suatu operasi pertama dan ⋕ adalah suatu operasi kedua pada himpunan S. Operasi * bersifat distributif terhadap # jika P * (q #r) = (p * q) # (p * r) untuk semua p, q, r Î S. Selanjutnya, sifat-sifat operasi penjumlahan dan perkalian pada himpunan bilangan bulat merupakan aksioma, yaitu: 1) tertutup :p + q Î Zdan p x q Î Z untuk semua p, q, Î Z 2) komutatif:p + q = q + p dan p x q = q x p untuk semua p, q Î Z 3) assosiatif:p + (q + r) = (p + q) + r dan p x (q x r) = (p x q) x r untuk semua p, q, r Î Z 4) mempunyai unsur identitas p + 0 = p dan p x 1 = p untuk semua p Î Z 5) memenuhi sifat identitas penjumlahan:



untuk semua p Î Z, ada 0 Î Z sehingga p + 0 = 0 + p = p 0 adalah unsur identitas penjumlahan 6) memenuhi sifat inversi (invertibel) penjumlahan: untuk semua p Î Z, ada x Î Z sehingga p + x = x + p =0 x disebut inversi dari p, ditunjukkan dengan x = -p 7) distributif perkalian terhadap penjumlahan(p + q) . r=p.r+q.r 8) memenuhi hukum kanselasi: jika p, q, r Î Z, r ¹ 0, dan pr = qr, maka p = q Dalam kaitannya dengan urutan bilangan bulat, kita akan menggunakan himpunan bilangan bulat positif {1, 2, 3, …}, untuk menyatakan hubungan lebih kecil (atau lebih besar) antara dua bilangan bulat.



5.4.4. Definisi Ditentukan p, q, Î Z p disebut kurang dari q (atau q disebut lebih dari p), ditulis p < q atau q > p, jika ada suatu bilangan bulat positif r sehingga q – p = r Contoh a) 5 > 4 sebab ada bilangan bulat positif 1 sehingga 5 –4=1 b) 2 < 7 sebab ada bilangan bulat positif 5 sehingga 7 –2=5 c) p > 0 untuk setiap p Î {1, 2, 3, …} sebab ada bilangan bulat positif p sehingga p – 0 = p Dua sifat dasar tentang urutan bilangan bulat yang perlu untuk dipahami adalah:



1) ketertutupan bilangan bulat positif: p + q dan pq adalah bilangan-bilangan bulat positif untuk semua bilangan2) bilangan bulat positif p dan q hukum trikotomi Untuk setiap p Î Z berlaku salah satu dari p > 0, p = 0, atau p < 0.



5.5. PEMBAGIAN BILANGAN BULAT 5.5.1. Sifat-sifat Pembagian Bilangan Bulat Jika a, b, dan c bilangan bulat dengan b 0, maka a ÷ b = c jika dan hanya jika a = b x c. Hasil bagi bilangan bulat (a ÷ b) merupakan suatu bilangan bulat jika dan hanya jika a kelipatan dari b, sehingga untuk setiap bilangan bulat a dan b hasil bagi (a ÷ b) tidak selalu merupakan bilangan bulat. Karena itu, pembagian bilangan bulat tidak bersifat tertutup. Sifat-sifat pembagian bilangan bulat adalah sebagai berikut : 1. Hasil bagi dua bilangan bulat positif adalah bilangan positif (+) ÷ (+) = (+) Contoh : 8 ÷ 2 = 4 2. Hasil bagi dua bilangan bulat negatif adalah bilangan positif (-) ÷ (-) = (+)



Contoh : -10 : -5 = 2 3. Hasil bagi dua bilangan bulat yang berbeda adalah bilangan negatif (+) ÷ (-) = (-) (-) ÷ (+) = (-) Contoh :



6 ÷-2 = -3



-12 ÷ 3 = -4 4. Hasil bagi bilangan bulat dengan 0 (nol) adalah tidak terdefinisi a ÷ 0 à tidak terdefinisi (~) 0 ÷ a à 0 (nol) Contoh : = ~ (Tidak terdefinisi) 5. Tidak berlaku sifat komutatif dan asosiatif a÷b≠b:a (a ÷ b) ÷ c ≠ a ÷ (b ÷ c) Contoh :



4÷2≠2÷4à2≠



(8 ÷ 2) ÷ 4 ≠ 8 ÷ (2 ÷ 4) à 1 ≠ 16



5.5.2. Teorema Pembagian Bilangan Bulat ·         Mengingat bahwa (-a) x (b)= (a) x (-b) = -(ab) dan berdasarkan defnisi pembagian, kita dapat mengemukakan sifat berikut : 1.      –(ab) ÷ a = (-b) 2.      –(ab) ÷ b = (-a) 3.      -(ab) ÷ (-a) = b



4.      -(ab) ÷ (-b) = a Demikian pula karena (-a) x (-b) = a x b maka: 5.      ab ÷ (-a) = (-b) 6.      ab ÷ (-b) = (-a) ·         Buktikan bahwa (-a)(b + (-c)) = ac – ab. Bukti : (-a)(b + (-c)) = (-a)(b) + (-a)(-c) sifat distributif perkalian penjumlahan = (-(ab)) + ac perkalian bilangan bulat (-a) x b = -ab dan (-a) x (-c) = ac = ac + (-(ab)) sifat komutatif perkalian = ac – ab penjumlahan 2 bilangan bulat (misal : a + (-b) = a – b) Jadi terbukti bahwa (-a)(b + (-c)) = ac – ab.



5.6. Definisi:



PEMANGKATAN BILANGAN BULAT



an = a x a x a x … x a Sejumlah n faktor Contoh :



43 = 4 x 4 x 4 = 64



35= 3 x 3 x 3 x 3 x 3 = 243 1. Akar kuadrat (akar pangkat dua) = b à ( )2 =b2 à a = b2 = b x b Contoh :



= ? à = 92 = 9 x 9 à b = 9 = ? à = b2 à b = nilainya tidak bulat = =



=2



2. Akar kubik (akar pangkat tiga) = b à ( ) 3 = b3 = b x b x b Contoh : = ? à = 33 = 3 x 3 x 3 à b = 3 =?à= x=3



5.7. Bilangan Prima a) Bilangan bulat positif p (p > 1) disebut bilangan prima jika pembaginya hanya 1 dan p. b) Contoh: 23 adalah bilangan prima karena ia hanya habis dibagi oleh 1 dan 23. c) Karena bilangan prima harus lebih besar dari 1, maka barisan bilangan prima dimulai dari 2, yaitu 2, 3, 5, 7, 11, 13, …. Seluruh bilangan prima adalah bilangan ganjil, kecuali 2 yang merupakan bilangan genap. d) Bilangan selain prima disebut bilangan komposit (composite). Misalnya 20 adalah bilangan komposit karena 20 dapat dibagi oleh 2, 4, 5, dan 10, selain 1 dan 20 sendiri. Contoh . Tunjukkan apakah (1) 171 dan (2) 199 merupakan bilangan prima atau komposit. Penyelesaian:



(1) √171 = 13.077. Bilangan prima yang ≤ √171 adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 171 habis dibagi 3, maka 171 adalah bilangan komposit. (2) √199 = 14.107. Bilangan prima yang ≤ √199 adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 199 tidak habis dibagi 2, 3, 5, 7, 11, dan 13, maka 199 adalah bilangan prima. e) Terdapat metode lain yang dapat digunakan untuk menguji keprimaan suatu bilangan bulat



BAB VII BARIS DAN DERET 5.1. Sejarah Barisan Perlu dikatahui bahwa Masalah barisan sebenarnya sudah muncul sejak zaman Yunani kuno muncul sebagai salah satu masalah yang menarik perhatian. Sejak 2400 tahun yang lalu konsep barisan yang kita kenal dalam matematika mulai banyak dibicarakan orang, yaitu sejak seorang ahli filsafat Yunani yang bernama Zeno mengemukakan suatu krisis dalam matematika. Krisis matematika itu dikenal sebagai paradoks Zeno, adalah seperti berikut: ”Seorang pelari yang harus menempuh suatu jarak tertentu dengan cara melampaui setengah dari setiap jarak yang ditempuh, sebagai akibatnya pelari ini tidak akan sampai pada ujung dari jarak yang akan ditempuhnya”.



Permasalahan paradoks Zeno baru bisa diatasi dengan diketemukannya masalah barisan tersebut, terutama barisan tak hingga.



5.2.



Barisan



Dalam kesempatan lain kita telah menjumpai barisan bilangan, dan biasanya kita diminta untuk dapat



menentukan suku-suku berikutnya. Persoalan semacam ini kita jumpai ketika kita mengikuti test intelegency quetion (IQ), tes kemampuan umum (TKU), tes potensi akademik (TPA). Barisan-barisan semacam itu serimgkali muncul dalam kehidupan sehari - hari. Anda mungkin pernah menjumpai sebagian dari barisan seperti (a). Misalnya ketika mencari rumah yang bernomor 11 mungkin Anda menerka bahwa rumah yang dicari itu ada pada sisi lain dari jalan tersebut. Barisan yang (b) memberikan gambaranhanya suatu speda motor dalam puluhan ribu rupiah yang disusutkan 20% per tahun. Barisan semacam ini sering pula muncul dalam permasalahan matematika. Pada hakekatnya unsurunsur (u) atau suku-suku (s) barisan adalah nilai-nilai dari suatu fungsi u (fungsi s) yang daerah asalnya (domain f-nya) adalah himpunan bilangan asli A = { 1, 2, 3, ...}. Dalam hal ini kita mempunyai pemetaan (fungsi) dari himpunan A = { 1, 2, 3, ...} ke himpunan unsurunsur pada barisan. Aturan yang menghubungkan daerah asal (domain f) ke daerah hasil (range f) merupakan suatu rumus untuk barisan tersebut. Untuk fungsi u yang berkaitan dengan barisan (a) yaitu rumus yang mungkin adalah u(n) = 2n – 1. Rumus atau aturan fungsi ini menghasilkan suku ke-n dari barisan tersebut. Rumus tersebut biasanya adalah un = 2n – 1 dengan n ∈ A = {1, 2, 3, ...}. Barisan bilangan (a) 1, 3, 5, 7, ... mempunyai suku (urutan) pertama u1 = 1, suku kedua u 2 = 3, suku ketiga u3 = 5, dan seterusnya sampai pada suku ke-n u n = 2n – 1. Dari contoh ini terlihat adanya korespondensi satu-



satu antara bilangan asli n ke suku ke-n atau un dari barisan tersebut.



Contoh: Carilah rumus untuk suku ke-n dari barisan yang empat suku pertamanya adalah (a) 1, 4, 7, 10, ... (b) 3, 9, 27, 81, ... (c) -2, 2, -2, 2, ...



Penyelesaian: (a) Selisih dua suku yang berurutan ialah 3, maka u n = 3n -3. (b) Perpangkatan dari 3, sehingga un = 3n. (c) (-1)1 = -1, (-1)2 = 1, dan seterusnya, sehingga u n = 2 x (-1)n. 5.3. Barisan Aritmetika dan Deret Aritmetika 5.3.1. Barisan Aritmetika Sekarang marilah kita perhatikan contoh barisan bilangan berikut ini. 1, 3, 5, 7, … Jika kita perhatikan contoh, suku yang pertamanya u1 = 1, suku yang kedua u2 diperoleh dengan menambahkan 2 kepada u1, suku yang ketiga u3 diperoleh dengan menambahkan 2 kepada u2, demikian



seterusnya. Jadi selisih dari tiap suku yang berurutan dari barisan ini adalah tetap, yaitu sebesar 2. Barisan seperti ini dinamakan barisan aritmetika dan selisih yang tetap dari barisan itu disebut beda barisan. Contoh di atas adalah contoh dari barisan aritmatika. u1, u2, u3, ..., un ialah barisan aritmetika , jika berlaku u 2 – u1, = u3, ..., u2 = ... = un – un – 1 = konstanta. Konstanta ini disebut beda, dan besarnya dinyatakan dengan b. 1, 3, 5, 7, … bedanya ialah 3 – 1 = 5 – 3 = … = 2 Jika suku pertama dinamakan a, maka didapat



barisan



aritmetika



u1



u1 = a u2 - u1 = b  u2 = u1 + b = a + b u3 – u2 = b u3 = u2 + b = (a + b) + b = a + 2b u4 – u3 = b  u4 = u3 + b = (a + 2b) + b = a + 3b Dan seterusnya, sehingga didapat barisan aritmetika dalam bentuk: a , a + b , a + 2b , a + 3b , …, a (n – 1)b Dari sini kita dapatkan bentuk umum rumus suku ke-n barisan aritmetika, yaitu: un = a + (n – 1)b Contoh Carilah suku ke – 100 dari barisan aritmatika 2, 5, 8, 11, … Penyelesaian Di sini: a = 2



b = u2 – u1 = 5 – 3 = 3 n = 100 un = a + (n – 1)b un = 2 + (100 – 1)3 = 2 + (99 x 3) = 299



5.3.2. Deret Aritmetika Deret aritmetika adalah jumlah suku suku barisan aritmetika. Jika barisan aritmetikanya dinyatakan dalam bentuk: a , a + b , a + 2b , … , a + (n – 1)b maka deret aritmetikanya adalah: a + (a + b) + (a + 2b) + … + [a + (n – 1)b] dan dinotasikan dengan Jn (jumlah n buah suku pertama barisan aritmetika) atau Sn (sum). Bagaimanakah rumus umum jumlah n suku dari deret aritmetika? Jika Jn (Sn) adalah notasi untuk menyatakan jumlah n suku pertama suatu deret aritmetika, maka Jn = a + (a + b) + (a+2b) + … + [a + (n – 1) b] Jn = [a + (n – 1) b] + [a + (n – 2b) + [a + (n - 3)b] + … + n + 2Jn = [2a + (n – 1)b] + [2a + (n – 1)b] + [2a + (n – 1)b] + … + [2a + (n – 1)b] 2Jn = n [2a + (n – 1)b]



Jn =



1 n [2a + (n – 1)b] 2 Karena Un = a + (n – 1)b, maka



Jn =



1 n [a + Un] 2 Jadi jumlah n suku deret aritmetika adalah



Jn =



1 n [2a + (n – 1)b] 2



Atau Jn =



1 n [a + Un] 2



Contoh Carilah jumlah 25 suku yang pertama dari deret aritmetika 44 + 40 + 36 + 32 + …. Penyelesaian Disini a = 44, b = 40 – 44 = -4 dan n = 25 Jn =



1 n [2a + (n – 1)b] 2



J25 =



1 x 25 [ 2 x 44 + (25 – 1) -4 2



J25 =



1 x 25 [ 88 + (24) -4 2



J25 = -100



Contoh Carilah jumlah semua bilangan asli antara 1 dan 100 yang habis dibagi 3.



Penyelesaian Disini a = 3, b = 3 dan Un = 99 Terlebih dulu dicari nilai n Un = a + (n – 1)b 99 = 3 + (n – 1) 3 n = 33 Jn =



1 n(a+U n ) 2



Jn =



1 x 33( 3+99) 2



Jn = 1683



5.4. Barisan Geometri dan Deret Geometri 5.4.1. Barisan Geometri Marilah kita perhatikan contoh barisan berikut ini. Contoh 1, 2, 4, 8, ternyata tiap suku - sukunya diperoleh dengan cara mengalikan suku sebelumnya oleh 2. Ternyata pula bahwa hasil bagi tiap suku dengan suku sebelumnya selalu tetap, yaitu sama dengan 2. Barisan tersebut diseut barisan geometri. Dinamakan barisan geometri, apabila u2 u3 u = =…= n =konstanta u1 u 2 un−1



Konstanta ini dinamakan rasio, pembanding, nisbah atau pembagi dan dinyatakan dengan huruf r atau p. 2 4 8 Untuk 1, 2, 4, 8, … rasionya adalah = = =..=2 1 2 4 Dari penjelasan di atas, dapatlah kita simpulkan, bahwa suatu barisan dinamakan barisan geometri jika dan hanya jika hasil bagi tiap suku dengan suku sebelumnya selalu tetap. Hasi bagi yang tetap ini disebut rasio dan disingkat dengan r. Bentuk umum rumus suku ke-n barisan geometri, yaitu un =ar n−1 Contoh Diketahui barisan geometri dengan u1 = 64 dan u4 = 1. Carilah rasionya dan tentukan lima suku pertama dari barisan tersebut.



Penyelesaian Di sini a = u1 = 64, Dan un = arn-1  u4 = 64 r3  1 = 64 r3  r3 =



1 64



 Jadi, r =



1 4



Lima suku yang pertama adalah 64, 16, 4, 1,



1 4



5.4.2. Deret Geometri Seperti halnya deret aritmetika, bahwa suatu deret geometri adalah jumlah suku-suku dari suatu barisan geometri (definisi). Jika barisan geometrinya dinyatakan dalam bentuk baku, yaitu a, ar, ar2, ar3, …, arn - 1 Maka deret geometrinya adalah a + ar + ar2, ar3 + … + arn – 1 Misalkan Jn (Sn) adalah notasi yang kita pakai untuk menyatakan jumlah n suku pertama suatu barisan geometri, maka Jn = a + ar + ar2 + ar3 + … + arn – 1 rJn = ar + ar2 + ar3 + … + arn – 1 + arn – (1 – r) Jn = a - arn  Jn =



a−ar n 1−r



a(1−r)n  Jn = , (r ≠ 1) 1−r  Jn =



a(r n−1) , berlaku jika r>1 r−1



Bentuk terakhir ini sering pula disebut rumus untuk jumlah n suku pertama deret geometri. Contoh Carilah jumlah tujuh buah suku dari deret geometri 4 + 2 + 1 + 0,5 + … Penyelesaian Disini, a = 4, r = Jn =



2 1 = dan n = 7 4 2



a(1−r ¿¿ n) ¿ 1−r



1 4 (1− ) 2 J7 = 1 1− 2 J7 = 7,94



5.4.3. Deret Geometri Tak Hingga Deret geometri tak hingga adalah salah satu bentuk istimewa dari deret geometri yang baru saja kita diskusikan. Keistimewaannya terletak pada banyak unsur-unsurnya yaitu banyaknya tak terhingga. Karenanya didefinisikan bahwa deretgeometri tak hingga adalah suatu deret geometri yang banyak unsurunsur atau sukusukunya tak hingga. Sebagai akibatnya tentu saja rumus umum jumlah n suku barisan geometri tak hingga berbeda dengan rumus umum jumlah n suku deret geometri. Adapun bentuk umum deret geometri



tak hingga dapat ditulis dalam bentuk berikut (akibat dari bentuk baku deret geometri) a + ar + ar2 + ar3 + … Rumus umum jumlah n suku deret geometri adalah Jn =



a untuk |r| < 1 atau -1 < r < 1 1−r



Contoh Hitunglah jumlah sampai tak hingga dari deret geometri 4 – 2 + 1 - …



Penyelesaian Dari deret geometri yang diketahui, tampak bahwa a = 4 dan r = J~ =



−2 −1 = , sehingga kita dapatkan 4 2



a 1−r



4 −1  J~ = 1−( ) 2  J~ =



8 3



BAB VIII GRUP DAN RING 8.1. GRUP Suatu grup (group) < G , * > terdiri dari himpunan anggota G bersama dengan operasi biner * yang didefinisikan pada G dan memenuhi hukum berikut : 1. Hukum tertutup : a * b ∈ G untuk semua a, b ∈ G, 2. Hukum assosiatif : ( a * b ) * c = a * ( b * c ) untuk semua a, b, c ∈ G, 3. Hukum identitas : terdapatlah suatu anggota e ∈ G sehingga e*x=x*e=x



untuk semua x ∈ G, 4. Hukum invers : untuk setiap a ∈ G, terdapatlah a ′ ∈ G sehingga a * a′ = a′ * a = e. Biasanya lambang < G , * > hanya dituliskan G, demikian juga ab artinya a * b dan a -1 adalah lambang untuk invers a. Contoh 1. Himpunan bilangan bulat Z merupakan grup terhadap operasi +. 2. Himpunan bilangan asli N bukan grup terhadap operasi +. 3. Himpunan bilangan kompleks C merupakan grup terhadap operasi +. 4. Himpunan bilangan real R – {0} merupakan grup terhadap operasi perkalian. 5. Himpunan bilangan bulat modulo n merupakan grup terhadap operasi penjumlahan modulo n. 6. Himpunan bilangan rasional merupakan grup terhadap operasi +. Sistem ini dilambangkan dengan < Q ,+ > dengan Q = { a/b | a, b ∈ Z dan b ≠ 0}. Operasi penjumlahan didefinisikan dengan aturan a/b + c/d = (ad + bc)/(bd) akan dibuktikan bahwa Q grup berdasarkan sifatsifat bilangan bulat. 8.2. Hukum tertutup Misalkan a/b, c/d ∈ Q. Berdasarkan definisi operasi penjumlahan pada bilangan rasional didapat (ad + bc)/(bd). Karena operasi perkalian dan penjumlahan dalam bilangan bulat bersifat tertutup maka pembilang dan



penyebutnya merupakan bilangan bulat. Karena b dan d tidak nol maka bd juga tidak nol. Berarti penjumlahan bilangan rasional bersifat tertutup. 8.3. Hukum assosiatif. Misalkan a/b, c/d dan e/f ∈ Q. Akan ditunjukkan bahwa sifat assosiatif berlaku. (a/b + c/d) + e/f = (ad + bc)/(bd) + e/f = [(ad + bc)f + (bd)e] / (bd)f = [(ad)f + (bc)f + (bd)e] / (bd)f = [a(df) + b(cf) + b(de)] / b(df) = a/b + (cf+de) / (df) = a/b + (c/d + e/f). Berarti sifat assosiatif berlaku.



8.4. Hukum identitas Elemen 0/1 merupakan identitas karena 0/1 + a/b = (0.b + 1.a) / (1.b) = (0 + a) / b = a/b. Pada sisi lain, a/b + 0/1 = (a.1 + b.0) / (b.1) = ( a + 0) / b = a/b.



8.5. Hukum invers Untuk sebarang anggota a/b ∈ Q akan ditunjukkan bahwa (-a)/b merupakan inversnya. Jelas bahwa (-a)/b ∈ Q. Anggota (-a)/b merupakan invers a/b karena a/b + (-a)/b = ab + b(-a)/(bb) = (ab + (-a)b / (bb) = 0.b / (bb) =0/b = 0 / 1. Terbukti Q grup. 8.6. Sifat-sifat sederhana dalam grup Dalam pembahasan terdahulu telah dicacat bahwa sebagai akibat definisi grup, sebarang persamaan a * x = mempunyai penyelesaian dalam suatu grup yaitu x = a′ * b. Sifat sifat sederhana yang lain dinyatakan dalam teorema berikut ini.



8.7.



1. 2. 3.



4.



5.



Teorema Dalam sebarang grup berlaku sifat sifat berikut : Hukum kanselasi kiri : Jika a x = a y maka x = y. Hukum kanselasi kanan : Jika x a = y a maka x = y. Anggota identitas itu tunggal yaitu jika e dan e′ elemen G yang memenuhi hukum identitas maka e = e′. Invers dari sebarang anggota G akan tunggal yaitu jika a dan b merupakan invers dari x maka a = b. ( ab) -1 = b-1 a-1



Bukti : 1. Diberikan ax = ay. Karena G grup dan a ∈ G maka terdapat a-1 sehingga a a-1 = a-1 a = e dengan e identitas. Akibatnya a-1 (ax) = a-1 (ay) dan dengan menggunakan hukum assosiatif diperoleh (a-1 a)x = (a-1 a)y dan dengan hukum invers diperoleh ex = ey akhirnya dengan hukum identitas x=y 2. Analog dengan 1 (untuk latihan). 3. Karena e suatu anggota identitas maka e e′ = e′. Pada sisi lain e e′ = e, sehingga e e′ = e′ = e. 4. Karena a dan b merupakan invers x maka berlaku xa = e dan xb = e. Karena anggota identitas itu tunggal maka xa = e = xb Akibatnya dengan menggunakan hukum kanselasi kiri maka a = b. 5. Karena ab . b-1 a-1 = a (b b-1) a-1 = a e a-1 = a a-1 = e dan b-1 a-1 . ab = b-1(a-1 a)b = b-1 e b = b-1 b = e maka (ab)-1 = b a.



8.8. RING Ring adalah sistem aljabar yang terdiri dari himpunan anggota A dengan dua operasi yaitu penjumlahan (+) dan penggandaan (.) dan memenuhi hukum-hukum. 1. < A , +> grup abelian



2. Terhadap operasi penggandaan a. hukum tertutup : jika a, b dalam A maka ab dalam A. b. hukum assosiatif : (ab)c = a(bc) untuk semua a, b dan c dalam A. c. hukum distributif kanan : a(b + c) = ab + ac untuk semua a, b dan c dalam A. d. hukum distributif kiri : (a + b)c = ac + bc untuk semua a, b dan c dalam A. Dalam sebarang ring 0 merupakan identitas terhadap penjumlahan sedangkan –a menyatakan invers a terhadap penjumlahan. Dalam sebarang ring A, pengurangan didefinisikan pada A dengan a – b = a + (b). Contoh Dapat dibuktikan bahwa himpunan A yang terdiri dari 2 elemen yaitu { 0, a } dengan operasi yang didefinisikan dengan 0+0=a+a=0 0+a=a+0=a 00=0a=a0=0 aa=a merupakan ring. Sebagai contoh nyata Z2 = { 0, 1 } dengan operasi penjumlahan dan pergandaan modulo 2 merupakan himpunan yang mempunyai sifat tersebut. Contoh Dapat dibuktikan bahwa himpunan A yang terdiri dari 2 elemen yaitu { 0, a } dengan operasi yang didefinisikan dengan



0+0=a+a=0 0+a=a+0=a 00=0a=a0=aa = 0 merupakan ring. Dalam hal ini, himpunan A = { 0, 2 } dengan operasi penjumlahan dan pergandaan modulo 4 merupakan himpunan yang mempunyai sifat tersebut. Contoh Dapat dibuktikan dengan mudah bahwa himpunan bilangan bulat Z, himpunan bilangan real R, himpunan bilangan rasional Q dan himpunan bilangan kompleks C merupakan ring terhadap operasi penjumlahan dan perkalian aritmatika. Contoh Himpunan Zn = {0, 1, 2, . . ., n-1} merupakan ring.



Bukti : Untuk membuktikan bahwa Zn merupakan ring dilakukan dengan cara menemukan suatu fungsi yang menyatakan relasi antara Zn dengan ring Z. Bila fungsi yang didapat tersebut mengawetkan operasi maka peta dari fungsi mermpunyai sifat-sifat yang sama dengan daerah asal (domain) dari fungsi. Misalkan f : Z → Zn dengan f(x) = r dan r merupakan sisa pembagian bila x dibagi n. Dalam contoh sudah dibuktikan bahwa f mengawetkan operasi +.



Bila diambil sebarang x, y dalam Z maka x = nq1 + r1 dan y = nq2 + r2 untuk suatu q1, q2, r1 dan r2 dalam Z sehingga xy = (nq1 + r1) (nq2 + r2 ) = n(nq1 + r1 + nq2 + r2) + r1 r2 Dan r1 r2 dapat dinyatakan sebagai nq + r. Akibatnya xy = n (n q1 q2 + q1 r2 + r1 q2 + q) + r. Oleh karena itu, f(xy) = r dan f(x) f(y) = r1 r2 . Dengan mengingat definisi perkalian dalam Zn maka , r1 r2 = r dan berarti f(xy) = f(x) f(y). Karena f mengawetkan operasi penjumlahan dan penggandaan maka berakibat Zn ring 8.9. Teorema Diketahui A sebarang ring dan a, b, c sebarang anggota A. Sifat-sifat berikut ini berlaku : 1. 0 . a = a . 0 = 0 2. (-a) b = a (-b) = - (ab) 3. - (-b) = b 4. (-a) (-b) = ab 5. a(b – c) = ab – ac 6. (a – b)c = ac – ab Bukti : 1. Karena 0 . a + ba = (0 + b) a = ba dan pada sisi lain 0 . a + ba = 0 + ba. Dengan menggunakan hokum kanselasi didapat 0 . a = 0.



2.



3.



4. 5.



Dengan cara yang sama didapat juga bahwa a . 0 = 0. Karena (-a)b + ab = (-a + a) b = 0 . b maka hal ini berarti bahwa (-a)b merupakan invers dari ab terhadap penjumlahan. Karena invers dalam grup < A, + > tunggal maka (-a)b satu-satunya invers dari ab terhadap penjumlahan. Dengan symbol : (-a)b = - (ab). Dengan cara yang sama diperoleh a(-b) = - (ab). Persamaan b + (-b) = -b + b = 0 menunjukkan bahwa b merupakan anggota (tunggal) yang bila ditambah dengan (-b) sama dengan 0. Oleh karena itu, b merupakan invers dari -b terhadap penjumlahan dan disimbolkan dengan b = - (-b). (-a) (-b) = a(-(-b)) = ab a (b-c) = a(b + (-c)) = ab + a(-c) = ab + (-(ac)) = ab – ac.



Dalam mempelajari sebarang tipe aljabar selalu digunakan cara yang umum untuk penelaahannya. Setelah diberikan definisi dasar contoh-contoh yang berkenaan dengan istilah baru juga diteliti tentang sistem bagian, sifat-sifat dasar, sistem lebih besar yang mengandung sistem bagian yang lebih kecil, hormomorfisma yaitu fungsi antara dua sistem sehingga mengawetkan operasi dan sistem seperti G/S yang diturunkan dari sistim asal G dengan membentuk koset. Penelaahan selanjutnya biasanya ditunjukkan untuk sifat-sifat yang lebih khusus dari sistem aljabar tersebut.



ALJABAR BOLEAN 1.



Definisi Aljabar Boolean Misalkan terdapat: a. Dua operator biner : + ( OR ) dan  ( AND) b. Sebuah operator uner : ’. c. B : himpunan yang didefinisikan pada opeartor +,, dan ’ d. 0 dan 1 adalah dua elemen yang berbeda dari B.



Tupel (B, +, , ’) disebut Aljabar Boolean jika untuk setiap a, b, c Î B berlaku aksioma-aksioma atau postulat Huntington berikut: 1. Closure



:(i) a + b Î B



(ii) a  b Î B 2. Identitas :(i) a + 0 = a (ii) a  1 = a 3. Komutatif :(i) a + b = b + a (ii) a  b = b  a 4. Distributif :(i) a  (b + c) = (ab) + (a  c) (ii) a + (b  c) = (a + b)  (a + c) 5. Komplemen :(i) a + a’ = 1 (ii) a  a’ = 0



Untuk mempunyai sebuah aljabar Boolean, harus diperlihatkan: a. Elemen-elemen himpunan B, b. Kaidah operasi untuk operator biner dan operator uner, c. Memenuhi postulat Huntington.



2.



Aljabar Boolean Dua-Nilai Aljabar Boolean dua-nilai: (a) B = {0, 1} (b)operator biner, + dan  (c) operator uner, ’ (d)Kaidah untuk operator biner dan operator uner:



A



b



a × b



a



B



a+b



A



a’



0



0



0



0



0



0



0



1



0



1



0



0



1



1



1



0



1



0



0



1



0



1



1



1



1



1



1



1



Cek apakah memenuhi postulat Huntington: 1. Closure : jelas berlaku 2. Identitas: jelas berlaku karena dari tabel dapat kita lihat bahwa: (i) 0 + 1 = 1 + 0 = 1 (ii) 1 × 0 = 0 × 1 = 0 3. 4.



A b



Komutatif: jelas berlaku dengan melihat simetri tabel operator biner. Distributif: (i) a × (b + c) = (a × b) + (a × c) dapat ditunjukkan benar dari tabel operator biner di atas dengan membentuk tabel kebenaran:



c



b+c



a × (b + a × b c)



a × (a × b) + (a c × c)



0 0



0



0



0



0



0



0



0 0



1



1



0



0



0



0



0 1



0



1



0



0



0



0



0 1



1



1



0



0



0



0



1 0



0



0



0



0



0



0



1 0



1



1



1



0



1



1



1 1



0



1



1



1



0



1



1 1



1



1



1



1



1



1



(ii) Hukum distributif a + (b × c) = (a + b) × (a + c) dapat ditunjukkan benar dengan membuat tabel kebenaran dengan cara yang sama seperti (i).



5.



Komplemen: jelas berlaku karena Tabel diatas memperlihatkan bahwa:



(i) a + a‘ = 1, karena 0 + 0’= 0 + 1 = 1 dan 1 + 1’= 1 + 0 =1 (ii) a × a = 0, karena 0 × 0’= 0 × 1 = 0 dan 1 × 1’ = 1 ×0=0 Karena kelima postulat Huntington dipenuhi, maka terbukti bahwa B = {0, 1} bersama-sama dengan



operator biner + dan × operator komplemen ‘ merupakan aljabar Boolean.



3.



Ekspresi Boolean



Misalkan (B, +,, ’) adalah sebuah aljabar Boolean. Suatu ekspresi Boolean dalam (B, +, ’) adalah: (i) setiap elemen di dalam B, (ii) setiap peubah, (iii) jika e1 dan e2 adalah ekspresi Boolean, maka e1 + e2, e1 × e2, e1’ adalah ekspresi Boolean Contoh:



0 1 a b c a+b a×b a’× (b + c) a × b’ + a × b × c’ + b’, dan sebagainya



4.



Mengevaluasi Ekspresi Boolean Contoh: a’× (b + c)



jika a = 0, b = 1, dan c = 0, maka hasil evaluasi ekspresi: 0’× (1 + 0) = 1 × 1 = 1 Dua ekspresi Boolean dikatakan ekivalen (dilambangkan dengan ‘=’) jika keduanya mempunyai nilai yang sama untuk setiap pemberian nilai-nilai kepada n peubah. a . (b + c) = (a . b) + (a .c) Contoh. Perlihatkan bahwa a + a’b = a + b .



Penyelesaian: A



b



a’



a’b



a + a’b



a+b



0



0



1



0



0



0



0



1



1



1



1



1



1



0



0



0



1



1



1



1



0



0



1



1



Perjanjian: tanda titik (×) dapat dihilangkan dari penulisan ekspresi Boolean, kecuali jika ada penekanan:



1. a(b + c) = ab + ac 2. a + bc = (a + b) (a + c) 3. a × 0 , bukan a0



5.



Prinsip Dualitas



Misalkan S adalah kesamaan (identity) di dalam aljabar Boolean yang melibatkan operator +, , dan komplemen, maka jika pernyataan S* diperoleh dengan cara mengganti  dengan + + dengan  0 dengan 1 1 dengan 0 dan membiarkan operator komplemen tetap apa adanya, maka kesamaan S* juga benar. S* disebut sebagai dual dari S. Contoh.



(i) (a × 1)(0 + a’) = 0 dualnya (a + 0) + (1 × a’) =1 (ii) a(a‘ + b) = ab



6.



dualnya a + a‘b = a + b



Hukum-hukum Aljabar Boolean



1.Hukum identitas: 1. a + 0 = a 2. a × 1 = a



2. 2. Hukum idempoten: 1. a + a = a 2. a × a = a



3. 3. Hukum komplemen:4. 4. Hukum dominansi: 1. a + a’ = 1 2. aa’ = 0



5. 5. Hukum involusi: 1. (a’)’ = a



1. a × 0 = 0 2. a + 1 = 1



6. 6. Hukum penyerapan: 1. a + ab = a 2. a(a + b) = a



7. 7. Hukum komutatif: 8. 8. Hukum asosiatif: 1. a + b = b + a 2. ab = ba



1. a + (b + c) = (a + b) + c 2. a (b c) = (a b) c



9. Hukum distributif: 1010. Hukum De Morgan: 1. a + (b c) = (a + b) (a + c) 2. a (b + c) = a b + ac



1. (a + b)’ = a’b’ 2. (ab)’ = a’ + b’



11.  Hukum 0/1 1. 0’ = 1 2. 1’ = 0



Contoh Buktikan (i) a + a’b = a + b dan (ii) a(a’ + b) = ab



Penyelesaian: (i)



a + a’b



= (a + ab) + a’b



(Penyerapan)



= a + (ab + a’b)



(Asosiatif)



= a + (a + a’)b



(Distributif)



=a+1·b



(Komplemen)



=a+b



(Identitas)



(ii) adalah dual dari (i)



7.



Fungsi Boolean  Fungsi Boolean (disebut juga fungsi biner) adalah pemetaan dari Bn ke B melalui ekspresi Boolean, kita menuliskannya sebagai f : Bn ® B yang dalam hal ini Bn adalah himpunan yang beranggotakan pasangan terurut ganda-n (ordered n-tuple) di dalam daerah asal B.  Setiap ekspresi Boolean tidak lain merupakan fungsi Boolean.  Misalkan sebuah fungsi Boolean adalah f(x, y, z) = xyz + x’y + y’z



Fungsi f memetakan nilai-nilai pasangan terurut ganda-3 (x, y, z) ke himpunan {0, 1}. Contohnya, (1, 0, 1) yang berarti x = 1, y = 0, dan z = 1 sehingga f(1, 0, 1) = 1 × 0 × 1 + 1’ × 0 + 0’× 1 = 0 + 0+1=1. Contoh-contoh fungsi Boolean yang lain: 1. f(x) = x 2. f(x, y) = x’y + xy’+ y’



3. f(x, y) = x’ y’ 4. f(x, y) = (x + y)’ 5. f(x, y, z) = xyz’ 



Setiap peubah di dalam fungsi Boolean, termasuk dalam bentuk komplemennya, disebut literal. Contoh: Fungsi h(x, y, z) = xyz’ pada contoh di atas terdiri dari 3 buah literal, yaitu x, y, dan z’.



Contoh. Diketahui fungsi Booelan f(x, y, z) = xy z’, nyatakan h dalam tabel kebenaran. Penyelesaian:



8.



X



y



z



f(x, y, z) = xy z’



0



0



0



0



0



0



1



0



0



1



0



0



0



1



1



0



1



0



0



0



1



0



1



0



1



1



0



1



1



1



1



0



Komplemen Fungsi 1. Cara pertama: menggunakan hukum De Morgan



Hukum De Morgan untuk dua buah peubah, x1 dan x2, adalah (i)



(x1 + x2)’ = x1’x2’



(ii)



(x1x2)’ = x1’+ x2’ (dual dari (i))



Contoh. Misalkan f(x, y, z) = x(y’z’ + yz), maka f ’(x, y, z) = (x(y’z’ + yz))’ = x’ + (y’z’ + yz)’ = x’ + (y’z’)’ (yz)’ = x’ + (y + z) (y’ + z’) 2. Cara kedua: menggunakan prinsip dualitas. Tentukan dual dari ekspresi Boolean yang merepresentasikan f, lalu komplemenkan setiap literal di dalam dual tersebut. Contoh. Misalkan f(x, y, z) = x(y’z’ + yz), maka dual dari f:



x + (y’ + z’) (y + z)



komplemenkan tiap literalnya: f’



x’ + (y + z) (y’ + z’) =



Jadi, f ‘(x, y, z) = x’ + (y + z)(y’ + z’)



Daftar Pustaka Abdul Kodir, dkk. (1979). Matematika untuk SMA. Jakarta: Depdikbud.



Andi Hakim Nasution, dkk. (1994). Matematika 2 untuk Sekolah Menengah Umum. Jakarta: Balai Pustaka. Barakbah Ridho All, Tlta karllta,S.kom., M.kom,dan dll. LOGIKA DAN ALGORITMA. Surabaya. Program Studi Teknik Informatika Departemen Teknik Informatika dan komputer Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. 2013. Bunarso Tanuatmodjo, dkk. (1977). Matematika Jilid 1. Bandung: BPG Tertulis. Depdikbud. Fauziyah Nur, M.pd. matematika diskrit. gresik. Universitas Muhammadiyah Gresik. 2017. Karso. (2003). Pengantar Dasar Matematika, cetakan keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka Depdiknas. Munir Finaldi. Induksi matematik. bandung. program studi teknik informatika STE-ITB. 2014. Munir



Rinaldi,M.T. Teori Bilangan. Bandung. Departemen Teknik informatika Institut Teknologi Bandung. 2004.



Munir Rinaldi. Komunikator. Bandung Teknik informatika Institut Teknologi Bandung. 2004.



Putra, Rizki Suhendra. "ALJABAR BOOLEAN." (2018). Setiawan, Adi. "Aljabar Abstrak (Teori Grupdan Teori Ring)." Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana (2011). Wibisono, Samuel. (2008). Matematika Diskrit. Yogyakarta: Graha Ilmu



Profil Penulis Penulis Bernama Ahmad Fauzi yang dilahirkan di Kampung Selamat, 10 Okteber 2001,



anak ke – 1 dari 2 bersaudara dari pasangan bapak Syamsul Bahri dan Ibu Suriyanti. Penulis beragama Islam dan beralamat di Kampung Selamat, kecamatan Tenggulun, Kaabupaten Aceh tamiang. Penulis Bernama Muhammad Anton yang dilahirkan di Langsa, 25 Mei 2000, anak ke – 4 dari 4 bersaudara dari pasangan bapak Bejo dan Ibu Tuminah. Penulis beragama Islam dan beralamat di Jln.Ahmad yani, PB. Seulemak, lr. Pendidikan, Gg. Rambe. Penulis Bernama Muhammad Rifqi Ramadhan Yang Dilahirkan Di Langsa, 22 Desember 2000, anak ke - 1 dari 2 bersaudara dari pasangan bapak Azhari. Sp Dan Ibu Syamsidar. S. Penulis Beragama Islam dan Beralamat Tempat Tinggal di jln syiah kuala Desa Tualang Teungoh,lrg petua husin,Langsa kota.



Penulis Bernanama Putra Aditya Yang Dilahirkan Di T. Cut, 01 Agustus 2001, anak ke - 1 dari 2 bersaudara dari pasangan bapak Akli Muftadi Dan Ibu Desi Sandra. Penulis



Beragama Islam dan Beralamat Tempat Tinggal di Dusun Melati Desa Seuneubok Punti, Kec. Manyak Payed Kab. Aceh Tamiang. Penulis Bernama Septia Harliansyah yang dilahirkan di Langsa, 07 September 2001, anak ke – 2 dari 2 bersaudara dari pasangan bapak Budi Harlianto, SE. dan Ibu Tuti Hartati. Penulis beragama Islam dan beralamat di Jalan Impress, Dusun Bahagia II, Gampong Meurandeh Dayah, Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa.