Mekanisme Penyerapan Protein Pada Babi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MEKANISME PENYERAPAN PROTEIN PADA BABI



MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Nutrisi Veteriner



Oleh : KELOMPOK 6 MUHAMMAD FAUZIH ASJIKIN NATALIA IRENE RUMPAISUM ANDI MAGFIRA AKHMAD NURMAULIAH S. A. FIDIAH FASIRAH JAFAR ANGGUN WIDJA ARLIN



NURUL FAJRIANI EDWIN A. ABY HURAYRAH SUCI SULFIANI LOLA ADRIANA N. WASTUTI ARITONANG



PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015



KATA PENGANTAR



Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah tentang “Mekanisme Penyerapan Protein Pada Babi” pada mata kuliah ilmu nutrisi veteriner ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur. Kami juga mengucapkan terima kasih yang kepada : 1. Drh. Rasdiyanah, M.Si. selaku dosen mata kuliah Ilmu Nutrisi Veteriner 2. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangannya, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, baik di masa sekarang maupun yang akan datang. Amin.



Makassar,



September 2015



Kelompok 6



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Rumusan masalah C. Tujuan BAB II PEMBAHASAN A. Babi B. Protein C. Mekanisme penyerapan protein BAB III SIMPULAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Ternak non ruminansia merupakan ternak yang tidak mempunyai lambung ganda seperti ternak ruminansia, ternak ruminansia mempunyai empat lambung yaitu rumen, reticulum, omasum dan abomasum. Ternak non ruminansia mempunyai perut yang sederhana atau bisa disebut hanya mempunyai satu saja. Babi termasuk hewan non ruminansia atau monogastrik yang sistem pencernaannya dimulai dari mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus buntu, usus besar dan anus. Babi merupakan hewan omnivora yang pakannya berasal dari tanaman dan hewan. Protein merupakan bahan pembentuk makhluk hidup, katalisator organic atau



yang



biasa



disebut



dengan



enzim



dan



bagian



penting



dari



nucleoprotein.Protein adalah sumber-sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Di dalam setiap sel yang hidup protein merupakan bagian yang sangat penting, pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Kekurangan protein dalam waktu lama dapat mengganggu proses dalam tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Bila protein dihidrolisa dengan asam, alkali, atau enzim akan dihasilkan campuran asam amino. Protein yang diserap oleh usus halus dalam bentuk asam amino. Berdasarkan latar belakang diatas maka kami akan membahas lebih lanjut mengenai mekanisme penyerapan protein pada tubuh babi, dimana diketahui bahwa protein itu akan dipecah didalam tubuh menjadi asam amino sehingga memudahkan dalam penyerapan.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan di latar belakang, adapun rumusan masalahnya yakni : 1. Apa itu Babi ? 2. Bagaimana bentuk anatomi sistem pencernaan pada Babi ? 3. Apa itu protein ? 4. Bagaimana proses pencernaan dan penyerapan protein pada Babi ? 5. Berapa kebutuhan protein untuk Babi ?



C. Tujuan Adapun tujuan yang akan dicapai yaitu : 1. Untuk mengetahui bagaimana berjalannya proses mekanisme penyerapan protein pada Babi itu sendiri sehingga menghasilkan manfaat pada tubuhnya. 2. Untuk mengetahui apa itu Babi, dan bagaimana gambaran anatomi sistem pencernaannya. 3. Untuk mengetahui pula apa itu protein, dan fungsinya pada tubuh Babi.



BAB II PEMBAHASAN



A. Babi dan Sistem Pencernaannya Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung lemper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Kadang juga dirujuk sebagai khinzir (bahasa Arab). Babi adalah omnivora, yang berarti mereka mengonsumsi baik daging maupun tumbuh-tumbuhan. Selain itu, babi adalah salah satu mamalia yang paling cerdas, dan dilaporkan lebih pintar dan mudah dipelihara dibandingkan dengan anjing dan kucing.



Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum:



Chordata



Kelas:



Mammalia



Upakelas: Theria Infrakelas: Eutheria Ordo:



Artiodactyla



Famili:



Suidae



Upafamili: Suinae Genus:



Sus Linnaeus, 1758



Sistem pencernaan babi terdiri dari mulut, esofagus, lambung, duodenum, ileum, secum, rectum dan anus. Mulut adalah tempat dimana pakan pertama kali memasuki sistem pencernaan. Disini terjadi pemecahan secara mekanis dimana pakan dikunyah dan dipecah menjadi berukuran lebih kecil



dengan menggunakan gigi. Air ludah atau saliva yang diproduksi dalam mulut berfungsi melembabkan dan melunakan pakan. Perbedaannya pada babi saliva mengandung enzim yang mulai memecahkan bahan pakan menjadi unsur-unsur penyusunnya. Babi tidak terjadi proses memamah biak sebab seluruh bahan pakan telah dikunyah halus sebelum ditelan. Saliva juga mengandung enzim amylase yang mulai memecah pati (karbohidrat) dalam pakan. Lidah dalam mulut membantu mendorong makanan masuk ke kerongkongan atau esophagus (Murwani, 2009). Pakan yang ditelan bergerak menuju esofagus kemudian masuk ke dalam lambung. Kontraksi otot mendorong makanan ke lambung, di akhir kerongkongan terdapat katup yang disebut “cardiac valve” yang memecah kembalinya makanan yang telah sampai di lambung ke kerongkongan (Murwani, 2009). Lambung merupakan kantung yang terdapat dalam rongga perut yang terpisah dari rongga thorax oleh diafragma. Lambung adalah tempat dimana asam clorida atau HCL yang dikeluarkan oleh sel-sel dinding lambung. Penambahan asam klorida pada makanan menyebabkan terjadinya pemecahan ikatan kimia di dalam makanan dan terbentuknya partikel-partikel kecil karbohidrat, lemak dan protein. Ada sedikit dari partikel ini yang diabsorbsi di lambung dan diangkut oleh darah. Partikel ini menuju usus halus melalui katup yang melalui “pyloric valve” (Murwani, 2009). Lambung pada babi juga berfungsi sebagai alat penampung bahan yang sudah tercerna. Volume lambung seekor babi hanyalah sekitar 8 liter. Sel-sel di dinding halus mengeluarkan bebrbagai enzim yang membantu pencernaan dan menyerap hasil akhir pencernaan makanan. Usus halus dibagi menjadi tiga segmen yaitu doedenum, jejunum dan ileum. Di bagian pertama usus halus yaitu doedunum terjadi penambahan sekresi dari hati dan pankreas. Sekresi dari hati disimpan dalam empedu dan ditteruskan doedenum melalui saluran empedu. Sekresi ini adalah garam empedu yang membantu pencernaan lemak yarng terdapat dalam pakan. Sekresi dari pankreas disalurkan ke duodenum melalui saluran pankreas. Sekresi dari pankreas ini terdiri dari



berbgai enzim yang membantu pencernaan karbohidrat, lemak dan protein. Sebagian besar penyerapan nutrien terjadi di jejunum dan ileum. Nutrien yang tidak tercerna memasuki usus besar melalui katup yang disebut “ileocecal valve” (Muwarni, 2009). Caecum merupakan suatu kantung buntu. Colon terdiri dari bagianbagian yang naik , mendatar dan turun. Bagian yang turun berakhir direktum dan anus. Caecum mempunyai bantuk besar yang panjangnya kurang lebih 1,25 m dan kapasitas volumenya kurangn lebih 20-30 liter (60% dari jumlah volume seluruh alat-alat pencernaan). Caecum dan colon mempunyai fungsi seperti rumen pada ruminan yaitu tempat fermentasi serat kasar dan karbohidrat oleh mikroorganisme. Colon besar mempunyai panjang kurang lebih 3-3,7 m, diemeter rata-ratanya 225 cm dan kapasitas volumenya kurang lebih dua kali caecum. Colon kecil panjangnya sekitar 3,5 meter dan mempunyai diameter 7,5-10 cm. Colon merupakan tempat penyerapan air yang utama.



B. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).



Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838. Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakukan ribosom. Sampai tahap ini, protein masih "mentah", hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi. Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat): 



struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Frederick Sanger merupakan ilmuwan yang berjasa dengan temuan metode penentuan deret asam amino pada protein, dengan penggunaan beberapa enzim protease yang mengiris ikatan antara asam amino tertentu, menjadi fragmen peptida yang lebih pendek untuk dipisahkan lebih lanjut dengan bantuan kertas kromatografik. Urutan asam amino menentukan fungsi protein, pada tahun 1957, Vernon Ingram menemukan bahwa translokasi asam amino akan mengubah fungsi protein, dan lebih lanjut memicu mutasi genetik.







struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Berbagai bentuk struktur sekunder misalnya ialah sebagai berikut: o



alpha helix (α-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asamasam amino berbentuk seperti spiral;



o



beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H);



o



beta-turn, (β-turn, "lekukan-beta"); dan



o 



gamma-turn, (γ-turn, "lekukan-gamma").[4]



struktur tersier yang merupakan gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener.







contoh struktur kuartener yang terkenal adalah enzim Rubisco dan insulin. Struktur primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode: (1)



hidrolisis protein dengan asam kuat (misalnya, 6N HCl) dan kemudian komposisi asam amino ditentukan dengan instrumen amino acid analyzer, (2) analisis sekuens dari ujung-N dengan menggunakan degradasi Edman, (3) kombinasi dari digesti dengan tripsin dan spektrometri massa, dan (4) penentuan massa molekular dengan spektrometri massa. Struktur sekunder bisa ditentukan dengan menggunakan spektroskopi circular dichroism (CD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).[6] Spektrum CD dari puntiran-alfa menunjukkan dua absorbans negatif pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta menunjukkan satu puncak negatif sekitar 210216 nm. Estimasi dari komposisi struktur sekunder dari protein bisa dikalkulasi dari spektrum CD. Pada spektrum FTIR, pita amida-I dari puntiran-alfa berbeda dibandingkan dengan pita amida-I dari lempeng-beta. Jadi, komposisi struktur sekunder dari protein juga bisa diestimasi dari spektrum inframerah. Struktur protein lainnya yang juga dikenal adalah domain. Struktur ini terdiri dari 40-350 asam amino. Protein sederhana umumnya hanya memiliki satu domain. Pada protein yang lebih kompleks, ada beberapa domain yang terlibat di dalamnya. Hubungan rantai polipeptida yang berperan di dalamnya akan



menimbulkan



sebuah



fungsi



baru



berbeda



dengan



komponen



penyusunnya. Bila struktur domain pada struktur kompleks ini berpisah, maka fungsi biologis masing-masing komponen domain penyusunnya tidak hilang. Inilah yang membedakan struktur domain dengan struktur kuartener. Pada struktur kuartener, setelah struktur kompleksnya berpisah, protein tersebut tidak fungsional.



Kenyataannya, seluruh protein yang ada di dunia ini merupakan kombinasi dari dua puluh macam asam amino, baik esensial maupun non esensial. Sintese protein, dari makanan makhluk hidup dapat memperoleh Protein. Di sistem pencernaan protein akan diuraikan menjadi peptid peptid yang strukturnya lebih sederhana terdiri dari asam amino. Hal ini dilakukan dengan bantuan enzim. Protein merupakan molekul yang sangat besar-atau makrobiopolimeryang tersusun dari monomer yang disebut asam amino. Ada 20 asam amino standar, yang masing-masing terdiri dari sebuah gugus karboksil, sebuah gugus amino, dan rantai samping (disebut sebagai grup "R"). Grup "R" ini yang menjadikan setiap asam amino berbeda, dan ciri-ciri dari rantai samping ini akan berpengaruh keseluruhan terhadap suatu protein. Ketika asam amino bergabung, mereka membentuk ikatan khusus yang disebut ikatan peptida melalui sintesis dehidrasi, dan menjadi Polipeptida, atau protein. Asam nukleat (bahasa Inggris: nucleic acid) adalah makromolekul biokimia yang kompleks, berbobot molekul tinggi, dan tersusun atas rantai nukleotida yang mengandung informasi genetik. Asam nukleat yang paling umum adalah Asam deoksiribonukleat (DNA) and Asam ribonukleat (RNA). Asam nukleat ditemukan pada semua sel hidup serta pada virus. Asam nukleat dinamai demikian karena keberadaan umumnya di dalam inti (nukleus) sel. Asam nukleat merupakan biopolimer, dan monomer penyusunnya adalah nukleotida. Setiap nukleotida terdiri dari tiga komponen, yaitu sebuah basa nitrogen heterosiklik (purin atau pirimidin), sebuah gula pentosa, dan sebuah gugus fosfat. Jenis asam nukleat dibedakan oleh jenis gula yang terdapat pada rantai asam nukleat tersebut (misalnya, DNA atau asam deoksiribonukleat mengandung 2-deoksiribosa). Selain itu, basa nitrogen yang ditemukan pada kedua jenis asam nukleat tersebut memiliki perbedaan: adenina, sitosina, dan guanina dapat ditemukan pada RNA maupun DNA, sedangkan timina dapat ditemukan hanya pada DNA dan urasil dapat ditemukan hanya pada RNA. Asam deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan DNA (bahasa Inggris:



deoxyribonucleic acid), adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel. Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme. Di antara perkecualian yang menonjol adalah beberapa jenis virus (dan virus tidak termasuk organisme) seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus). Asam ribonukleat (bahasa Inggris:ribonucleic acid, RNA) adalah satu dari tiga makromolekul utama (bersama dengan DNA dan protein) yang berperan penting dalam segala bentuk kehidupan. Asam ribonukleat berperan sebagai pembawa bahan genetik dan memainkan peran utama dalam ekspresi genetik. Dalam dogma pokok (central dogma) genetika molekular, RNA menjadi perantara antara informasi yang dibawa DNA dan ekspresi fenotipik yang diwujudkan dalam bentuk protein.



C. Mekanisme Penyerapan Protein 1.



Absorbsi Nutrien Pada Ternak Non Ruminansia Absorpsi merupakan suatu proses pengalihan zat-zat makanan yang tercerna dari lumen saluran pencernaan (usus) ke dalam darah dan/atau limfe. Zat-zat yang diabsorpsi itu diangkat ke jaringan-jaringan untuk proses degradasi, sintesis atau penimbunan. Beberapa obat tertentu (misalnya strychnine) dapat diabsorpsi dari permukaan epitelia mulut, pharynx dan esofagus. Absorpsi pada lambung hewan monogastrik sangat terbatas. Pada galibnya zat-zat makanan belum siap untuk diabsorpsi. Protein baru sebagian terdegradasi, lemak terhidrolisis sedikit dan pencernaan karbohidrat belum sempurna. Mukosa usus merupakan pintu masuk bagi hasil-hasil akhir pencernaan. Gangguan dalam aktivitasnya dapat mempunyai pengaruh yang luas pada metabolisme hewan itu. Bila laktase tidak ada, laktose tidak akan terpecah menjadi monosakarida dan terbuang keluar tubuh. Absorpsi Ca dapat meningkat bila vitamin D ada dalam lumen usus.



Volume total sekresi getah cerna dapat beberapa kali lipat volume makanan dan air yang masuk. Ini juga harus direabsorpsi oleh epithelia usus. Mukosa usus juga merupakan pintu masuk bagi bakteria, virus, racun dan toxin ke tubuh hewan. Oleh karena itu perlu mekanisme proteksi. Zatzat beracun dapat ditolak dengan muntah dari lambung, sebelum masuk ke dalam usus. Isi lambung yang sangat asam dapat merupakan benteng yang efektif terhadap bakteria pathogen. Selain fungsi absorpsi, mukosa usus halus juga men-sekresi air, elektrolit, protein plasma dan lipid ke dalam lumennya. Usus itu sebenarnya permeabel dalam 2 arah. Ketidakberesan absorpsi atau sekresi akan mengganggu proses normal yang seimbang dan menimbulkan malfungsi (gangguan fungsi) dengan derajat kehabatan yang bervariasi. Garam-garam anorganik biasanya tidak diabsorpsi dari lambung. Namun beberapa obat-obatan tertentu dapat diabsorpsi dari lambung pada beberapa hewan. Usus halus merupakan lokasi utama bagi absorpsi pada karnivora dan omnivora. Usus tebal sebagai organ absorpsi, mempunyai arti terbatas pada karnivora dan manusia, kecuali bagian awal kolon yang menjadi tempat berlangsungnya absorpsi air. Pada semua hewan herbivora, usus tebal itu telah beradaptasi menjadi tempat absorpsi terutama pada herbivora berlambung tunggal. Namun pada ruminansia, usus tebal kurang artinya, karena pencernaan dan absorpsi terjadi terutama di saluran pencernaan bagian muka. Pada hewan ruminansia epithelia yang melapisi rumen, retikulum dan omasum terdiri atas lapisan dasar kolumner dan sel- sel di atasnya transitional dan kuboidal. Tipe kuboidal menjadi sel-sel yang pipih dan mengalami keratinisasi dan banyak sel-sel yang berkeratin berbentuk tak karuan pada lapisan-lapisan atas pada permukaan. Sel-sel kolumner basal berhubungan erat dengan kapilaria darah yang menembus papillae. Ruminansia muda yang tetap minum susu tidak berhasil mengembangkan papillae secara normal.



Juga cairan rumen tidak menyebabkan



perkembangan papillae. VFA yang terbentuk dalam rumen dapat menghasilkan perkembangan papillae,



mungkin karena beberapa



metabolisme asam-asam ini terjadi dalam epithelia rumen. Butirat lebih effektif daripada propionat dan propionat lebih effektif daripada asetat dalam merangsang pertumbuhan papillae. VFA meningkatkan aliran darah ke rumen. 2.



Mekanisme Absorpsi Proses pengangkutan hasil-hasil pencernaan melalui sel-sel epitelia dinding usus ke dalam darah dapat dibagi atas : a.



Difusi sederhana atau absorpsi dengan migrasi pasif melalui pori dalam membrana sel. Difusi sederhana ini tergantung pada derajat konsentrasi zat dalam lumen usus dan sel epitel. Kecepatan absorpsi berhubungan langsung dengan beda konsentrasi itu. Difusi sederhana juga tergantung pada besar, bentuk, muatan listrik dan polaritas senyawa-senyawa yang diabsorpsi. Beberapa zat diabsorpsi secara difusi pasif, hanya bila zat itu telah melarut dalam lipid membrana sel. Difusi sederhana memainkan peranan penting, terutama dalam absorpsi beberapa vitamin yang larut dalam air, gula tertentu, beberapa hasil pencernaan asam nukleat dan banyak senyawa yang larut dalam lipid.



b.



Transport aktif atau absorpsi dengan proses yang tergantung pada fungsi spesifik sel-sel epitelia. Bagi sejumlah besar zat, epitel usus itu tidak permeabel, maka berkembanglah sejumlah sistem transport spesifik untuk mengabsorpsinya. Semua sel mempunyai mekanisme untuk menggerakkan zat-zat makanan lewat membrana sel. Akan tetapi sel-sel mukosa usus mempunyai kepentingan tambahan karena zat-zat makanan yang diabsorpsi bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan energi bagi sel-sel sendiri, melainkan juga untuk bagian tubuh lainnya. Mekanisme transport aktif ini mampu mempercepat proses absorpsi berlipat ganda daripada difusi sederhana yang relatif lebih



lambat. Selama proses transport aktif zat-zat makanan digerakkan lewat membrana sel epithel melawan suatu derajat elektrokimia, sehingga diperlukan energi. Gerakan melawan suatu derajat konsentrasi dan inhibisi absorpsi oleh blokade reaksi-reaksi yang menghasilkan energi di dalam sel, merupakan bukti paling penting bagi adanya transport aktif. Proses absorpsi sebagian besar tergantung pada struktur senyawa yang diabsorpsi dan pada struktur membrana. Enzim- enzim dapat bertindak sebagai penghantar dalam mekanisme transport aktif itu. Meskipun transport aktif merupakan proses paling penting dalam absorpsi hasil-hasil pencernaan, ternyata transport berperantara oleh beberapa penghantar yang dapat bergerak, penting dalam gambaran absorpsi total. Proses transport aktif dapat dibagi dalam beberapa mekanisme: 1) Transport berperantara, interaksi senyawa yang diabsorpsi dengan suatu komponen kimia. 2) Difusi terbatas, ukuran pori kecil membatasi difusi molekuler. 3) Dimerized theory, interaksi intermolekuler dengan pengikatan hidrogen untuk meningkatkan sifat lipophili senyawa, yang memungkinkan lewat melalui lapisan lipoid pori. 4) Lintasan dengan aliran balik yang menciptakan suatu derajat konsentrasi. 5) Transport aktif dengan



penghantaran, meliputi suatu sumber



energi dan biasanya termasuk kation logam alkali. 6) Pinocytosis, pencaplokan partikel - partikel tertentu, seperti butirbutir lemak dan langsung masuk ke dalam sel epitel. Pinositosis merupakan proses yang sangat selektif



BAB III PENUTUP



A. Simpulan Absorpsi merupakan suatu proses pengalihan zat-zat makanan yang tercerna dari lumen saluran pencernaan (usus) ke dalam darah dan/atau limfe yang bertujuan untuk menjalankan fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan,dan pemeliharaan kesehatan suatu makhluk hidup, tak terkecuali bagi hewan. Dalam prosesnya, protein memegang peranan penting karena protein adalah bahan utama penyusun makhluk hidup. Pada hewan non ruminansi seperti babi, mekanisme penyerapan protein berlangsung secara sederhana karena babi hanya memiliki satu lambung (monogastrik). Pencernaan protein dimulai dari lambung dan juga pada usus halus. Langkah pertama dalam pencernaan protein terjadi, bila pakan berhubungan dengan enzim pepsin dari getah lambung. dengan kegiatan sebagai berikut: Pepsin memecah protein menjadi gugusan yang lebih sederhana, yaitu proteosa dan pepton. Pada hewan muda dan sedang menyusui, enzim rennin memnebabkan susu mengental, membentuk parakaseinat, yang dapat tinggal dalam lambung lebih lama daripada jika susu tersebut tetap menjadi cair. Oleh sebab itu terjadilah pencernaan yang lebih lengkap. Getah pankreas yang mengandung enzim tripsin, khimotripsin, dan karboksipeptidase dialirkan ke duodenum. Enzim-enzim tersebut meneruskan pencernaan protein, yang dalam lambung dimulai oleh pepsin, memecah zatzat lebih rumit menjadi peptida dan akhirnya kedalam asam-asam amino. Selanjutnya penyerapan atau absorpsi dari protein berlangsung melalui difusi pasif maupun mekanisme transpor aktif. Asam amino yang diabsorpsi kemudian masuk ke peredaran darah.



B. Saran



DAFTAR PUSTAKA



Anthony JF Griffiths, Jeffrey H Miller, David T Suzuki, Richard C Lewontin, and William M Gelbart (2000). An Introduction to Genetic Analysis. University of British Columbia, University of California, Harvard University (7 ed.) (W. H. Freeman). p. Gene-protein relations. ISBN 07167-3520-2. (Diakses pada tanggal 13 September 2015). Ardiansyah. 2013. Tugas Ternak Ruminansia dan Non Ruminansia. Makassar : http://addhy-ardhy.blogspot.co.id/2013/11/tugas-ternak-ruminansia-dannon.html (Diakses pada tanggal 13 September 2015). Crick F. 1970. Central dogma of molecular biology. Nature 227:561-563. (Diakses pada tanggal 13 September 2015). http://www.ilmukimia.org/2013/04/protein.html September 2015).



(Diakses



pada



tanggal



13



https://id.wikipedia.org/wiki/Protein (Diakses pada tanggal 13 September 2015). Jolane Abrams. 2010. DNA, RNA, and Protein: Life at its simplest. http://www.postmodern.com/~jka/rnaworld/nfrna/nf-rnadefed.html. (Diakses pada tanggal 13 September 2015). Murwani, Retno. 2009. Modul Perkuliahan Mata Kuliah Ilmu Nutrisi dan Pakan. Semarang : Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Paustian T. 2001. Protein Structure. University of Wisconsin-Madison. http://lecturer.ukdw.ac.id/dhira/BacterialStructure/Proteins.html. (Diakses pada tanggal 13 September 2015). Pribic R, Stokkum van IH, Chapman D, Haris PI, Bloemendal M. 1993. Protein secondary structure from Fourier transform infrared and/or circular dichroism spectra. Anal Biochem 214(2):366-78. (Diakses pada tanggal 13 September 2015). Sidiq, Achmad et.all,. 2011. Makalah Ilmu Nutrisi Non Ruminansia Proses Pencernaan dan Kebutuhan Protein Pada Babi. Malang : http://happyfapet.blogspot.co.id/2011/12/protein-pada-babi.html (Diakses pada tanggal 13 September 2015). Ussery



D. 1998. Gene Expression & Regulation. http://www.cbs.dtu.dk/staff/dave/DNA_CenDog.html. (Diakses pada tanggal 13 September 2015).



Yenni,



Dede. 2012. Proses Penyerapan Protein. http://dedeyenni.blogspot.co.id/2012/04/proses-penyerapan-proteinlambung.html (Diakses pada tanggal 14 September 2015)