Menulis Cerpen Pengalaman Pribadi-Inkuiri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN DINAS PENDIDIKAN



SMP NEGERI 3 PARANG Desa Trosono, Kec. Parang, Kab. Magetan  0351-7706326  63371



====================================================



LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS



PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERITA PENDEK BERTOLAK DARI PERISTIWA YANG PERNAH DIALAMI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 PARANG MELALUI METODE INKUIRI SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 DISUSUN DALAM RANGKA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU DAN SYARAT KENAIKAN TINGKAT Oleh: Dra. ASNA ENY RAYA NIP. 19681008 199412 2 002



SMP NEGERI 3 PARANG KABUPATEN MAGETAN 1



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS 1. Judul Penelitian



2. Peneliti



: PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERITA PENDEK BERTOLAK DARI PERISTIWA YANG PERNAH DIALAMI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 PARANG MELALUI METODE INKUIRI SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 :



a. Nama



: Dra. ASNA ENY RAYA



b. Jenis Kelamin



: Perempuan



c. Golongan / NIP



: IV a / 19681008 199412 2 002



3. Lokasi



: SMP Negeri 3 Parang – Magetan



4. Jangka Waktu



: Satu Semester (semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014)



5. Biaya Penelitian



: Mandiri



Mengetahui / Menyetujui



Magetan, 02 Maret 2014



Petugas Pustaka,



Peneliti,



..............................................



Dra. ASNA ENY RAYA



NIP. .....................................



NIP. 19681008 199412 2 002



Mengetahui/Mengesahkan Kepala Dinas Pendidikan Kab. Magetan, Kepala SMP Negeri 3 Parang,



Drs. BAMBANG TRIANTO, M.M.



Dra. SRI HARI SUYANTI



NIP 19600504 198603 1 025



NIP 19630223 198803 2 005



2



KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur Alhamdulilah, penulis telah berhasil menyelesaikan penelitian tindakan kelas dengan judul



Peningkatan Kemampuan Menulis Cerita Pendek



Bertolak dari Peristiwa yang Pernah Dialami Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Parang Melalui Metode Inkuiri. Menyimak adalah keterampilan berbahasa Indonesia dasar, tetapi pada pelaksanaannya sering mengalami hambatan dikarenakan kurangnya ketrampilan memahami. Untuk itu penulis merasa dituntut untuk mengurai hambatan itu dengan mencoba melakukan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode menyimak berantai, selain tuntutan untuk meningkatkan profesionalisme guru agar sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional dan cita-cita seluruh rakyat Indonesia. Semoga sumbangsih ini dapat bermanfaat bagi implementasi pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya keterampilan menyimak dalam rangka meningkatkan kecerdasan dan kreatifitas siswa. Tiada gading yang tak retak, oleh karena itu apabila ada kelemahan, kekurangan, atau pun kesalahan dalam penelitian ini, saya mohon kritik dan saran yang konstruktif dan membangun. Akhirnya, hanya kepada Allah, kami mohon ridho-Nya. Amin.



Penulis



DAFTAR ISI



3



Halaman Lembar Pengesahan........................................................................................................... Kata Pengantar .................................................................................................................. Daftar Isi ........................................................................................................................... BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................................... B. Alasan Pemilihan Masalah ................................................................................... C. Tujuan Penulisan .................................................................................................. D. Rumusan dan Batasan Masalah .......................................................................... E. Hipotesis Tindakan .............................................................................................. F. Manfaat Hasil Penelitian ..................................................................................... BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Tindakan Kelas ................................................................................... B. Gaya Mengajar .................................................................................................... C. Metode Menyimak Berantai ................................................................................. D. Menyimak ............................................................................................................ BAB III : PELAKSANAAN PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................... B. Subjek Penelitian ................................................................................................. C. Prosedur Penelitian .............................................................................................. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ....................................................................................................... B. Pembahasan ............................................................................................................ BAB V : PENUTUP A. Simpulan ................................................................................................................. B. Saran-saran ................................................................................................................. Lampiran-lampiran: 1. RPP Siklus I ............................................................................................................. 2. RPP Siklus II ............................................................................................................ 3. Daftar nama siswa kelas VIII A Tahun ajaran 2008/2009 ........................................ 4. Daftar Anggota Kelompok ........................................................................................ 5. Materi Siklus I .......................................................................................................... 6. Materi Sikulus II ...................................................................................................... 7. Lembar Observasi .....................................................................................................



BAB I 4



1 2 4 4 5 6 7 12 23 24 25 25 25 30 33 35 35



PENDAHULUAN



1.1 Konteks Penelitian Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain. Standar kompetensi mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Komunikasi yang di maksud merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain, baik secara lisan maupun tertulis. Pesan yang disampaikan dapat berupa ungkapan pikiran, gagasan, atau informasi tentang suatu peristiwa. Sesuai dengan fungsi bahasa, Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis (Depdiknas, 2003:5). Hal tersebut mengisyaratkan bahwa siswa lebih banyak dilatih menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, bukan lebih banyak dituntut untuk menguasai pengetahuan tentang bahasa. Kemampuan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dikembangkan melalui empat ketrampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Empat keterampilan itu akan dikuasai dan dikembangkan secara berkelanjutan melalui proses kemahiran yang dilatihkan dan dialami siswa. Pembelajaran Bahasa Indonesia selama ini sangat kurang melatih anak dalam keterampilan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Siswa lebih banyak diberi pengetahuan dan aturanaturan tata bahasa tanpa pernah tahu bagaimana mengaitkannya dalam latihan-latihan menulis dan berbicara. Siswa lebih banyak diberi bekal pengetahuan bahasa daripada dilatih menggunakan bahasa. Akibatnya, setelah mereka lulus, mereka tetap tidak mampu menggunakan



5



bahasa Indonesia untuk berkomunikasi, baik untuk komunikasi tulis maupun lisan (Muchlishoh, 1992:1). Pembelajaran bahasa Indonesia, yang menyangkut aspek keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis sampai sekarang hasilnya dianggap belum makasimal. Sejak tahun 1960an banyak suara dimasyarakat yang menyatakan ketidakpuasannya terhadap hasil-hasil pembelajaran bahasa Indonesia (Burhan, 2001:43). Kemampuan berbahasa Indonesia para siswa atau lulusan Sekolah Menengah sangat rendah dan sangat memprihatinkan. Hal tersebut dapat dilihat dari pilihan kata yang kurang tepat, kalimat yang kurang efektif, sukar mengungkapkan gagasan karena kesulitan memilih kata atau membuat kalimat, bahkan kurang mampu mengembangkan ide secara teratur dan sistematis, di samping kesalahan masalah ejaan. Semi (1990: 3) menambahkan bahwa menulis efektif merupakan kebutuhan mutlak bagi setiap orang yang terlibat dalam kegiatan sosial, ekonomi, pendidikan, teknologi dan lain-lain. Hal tersebut disebabkan semua aktivitas komunikasi tidak dapat dilepaskan dari pemanfaatan sarana tulis. Pada kenyataanya, bentuk komunikasi tertulis merupakan bentuk komunikasi yang paling diperlukan. Kemampuan menulis efektif sangat diperlukan pada semua lapangan pekerjaan dan dapat menunjang atau bahkan menentukan keberhasilan dalam suatu pekerjaan atau jabatan. Senada dengan Atar Semi, Gie (1992:3) menyatakan bahwa mengarang merupakan kepandaian yang amat berguna bagi semua orang. Lebih tegas Atmowiloto (1986:6) menyatakan bahwa rasanya tidak ada kegiatan selama ini yang dapat dipisahkan dari baca-tulis. Pernyataan-pernyataan yang telah diuraikan di atas sesuai yang diungkapkan oleh Beidler (1992:2) tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh Hodge-Cronin, sebuah perusahaan konsultasi manajemen di Chicago, pada tahun1984. Hadge-Cronin mengadakan survai kepada lebih dari 800 chief executive officers (COEs) dalam berbagai bidang, asuransi, manufaktur,



6



perbankan, teknologi dan sebagainya. Hasil survai tersebut menunjukkan 98% responden menyatakan bahwa menulis penting bagi kesuksesan posisi eksekutif mereka. Dalam realitas pembelajaran menulis di sekolah menengah pertama masih banyak dijumpai metode pembelajaran yang konvensional. Sehingga mendorong guru maupun sekolah untuk cenderung tidak kreatif dan inovatif karena terkekang oleh satu metode pembelajaran saja. Namun demikian, tidak dipungkiri juga bahwa banyak juga sekolah sudah menerapkan berbagai metode pembelajaran yang dianggap efektif. Pada kenyataannya, justru dengan keanekaragaman model tersebut semakin mendorong guru atau sekolah untuk sekedar mencari nama yang terbaik. Jadi, guru maupun sekolah masih terpola untuk menjadikan satu metode pembelajaran sebagai suatu patokan yang baku dan kaku, bukan sebagai sarana untuk peningkatan variasi pembelajaran dan sarana kreatif guru. Berdasarkan pengamatan, Pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami kelas IX mengalami masalah. Dari Identifikasi masalah yang dihadapi adalah : 1) Proses Pembelajaran Menulis Pengalaman Pribadi kurang menyenangkan; 2) Keaktifan Siswa dalam pembelajaran menulis cerpen bertolak dari pengalaman pribadi masih rendah; 3) Penggunaan



metode



pembelajaran



kurang



menarik



dan



mempunyai



kecenderungan



membosankan. Oleh karena itu peneliti menganggap bahwa hal tersebut perlu diatasi. Artinya, diperlukan metode yang tepat dan mampu mengarahkan siswa untuk mengalami sendiri proses pembelajaran dengan pengalaman yang bermakna. Dari sinilah tersirat bahwa dalam pemilihan metode, yang menjadi perhatian utama seorang guru adalah siswa itu sendiri. Salah



satu



metode belajar



yang dapat digunakan untuk



memberdayakan potensi siswa tersebut adalah metode belajar inkuiri. Metode



inkuiri



merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa dan menemukan sesuatu dan memecahkan masalah.



7



Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan sebuah penelitian tindakan kelas yang bertujuan meningkatkan kemampuan menulis deskripsi pada siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang-Kabupaten Magetan.. Siswa dalam metode ini dipandang sebagai objek sekaligus subjek pembelajaran yang memiliki kompetensi dasar untuk berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimiliki. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai stimulus yang mendorong siswa untuk aktif melakukan kegiatan belajar. Sudjana dalam Arief (2006:23) bahwa pembelajaran yang menggunakan metode



inkuri bercirikan kinerja mandiri siswa dalam mempelajari dan



memperoleh pengetahuan baru. Guru bertindak sebagai pembimbing keseluruhan proses tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menganggap bahwa penelitian yang berjudul Peningkatan Kemampuan Menulis Menulis Cerita Pendek Bertolak Dari Peristiwa Yang Pernah Dialami Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Parang Melalui Metode Inkuiri Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014, layak untuk dilaksanakan.



1.2 Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada upaya peningkatan kemampuan menulis cerita pendek bertolak dari pengalaman pribadi siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang melalui metode inkuiri tahun Pelajaran 2013/2014. Kemampuan menulis dalam penelitian ini merupakan kecakapan yang dimiliki siswa kelas IX utamanya dalam menulis deskripsi pada materi menulis cerita pendek bertolak dari peristiuwa yang pernah dialami yang menarik. Metode



inkuiri yang



dimaksud merupakan prosedur pembelajaran yang melibatkan siswa dalam menemukan sesuatu dan memecahkan masalah, yang menekankan pada kegiatan mengamati, bertanya, menduga, mendata dan menyimpulkan. Dalam pembelajaran menulis cerpen bertolak dari pengalaman yang pernah dialami ini akan difokuskan pada lima tahapan menulis yakni (1) pra menulis,



8



pembelajaran berfokus pada pencurahan topik, (2) pengedrafan, pembelajaran berfokus pada pengembangan



kerangka ,(3) perbaikan dan penyuntingan, pembelajaran berfokus pada



pengembangan gagasan dalam draf awal, (4) Publikasi, pembelajaran berfokus pada publikasi pengalaman pribadi yang ditulis. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian adalah “Peningkatan kemampuan menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kel;as IX SMP Negeri 3 Parang melalui metode inkuiri semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014“. Dan secara khusus, tujuan penelitaian : 1). Peningkatan kemampuan menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang tahun pelajaran 2013/2014 dengan metode inkuiri pada tahap pramenulis. 2). Peningkatan kemampuan menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang tahun pelajaran 2013/2014 dengan metode inkuiri pada tahap pengedrafan. 3). Peningkatan kemampuan menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang tahun pelajaran 2013/2014 dengan metode inkuiri pada tahap perbaikan dan penyuntingan. 4). Peningkatan kemampuan menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang tahun pelajaran 2013/2014 dengan metode inkuiri pada tahap publikasi.



1.4 Asumsi Penelitian Penelitian ini dilandasi oleh adanya beberapa asumsi berikut.



9



(1) Pembalajaran keterampilan menulis menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang tahun pelajaran 2013/2014 merupakan salah satu implementasi dari pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum Bahasa Indonesia sehingga Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator berdasarkan kurikulum sesuai dengan kurikulum bahasa Indonesia Sekolah Menengah. (2)



Metode inkuiri dapat digunakan sebagai sebagai varian penggunaan metode pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang tahun pelajaran 2013/2014 melalui penggunaan metode inkuiri ini siswa dapat lebih termotivasi dan kreatif di dalam mengembangkan gagasan dalam menulis pengalaman pribadi.



(3)



Metode inkuiri sebagai alternatif penggunaan metode pembelajaran dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia dalam menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang tahun pelajaran 2013/2014.



(4) Pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang tahun pelajaran 2013/2014 dengan menggunakan metode inkuiri dapat dilaksanakan dalam tahapan-tahapan, yakni pra-menulis, pemburaman, perevisian, dan penyuntingan. 1.5 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan dasar konseptual bagi pengembangan teori pembelajaran ketrampilan menulis di Sekolah Menengah. Selain itu, hasil ini juga juga dapat memperkaya prinsip-prinsip penerapan metode inkuiri dalam menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang tahun pelajaran 2013/2014 yang menarik dan menambah wawasan



kemampuan menulis cerita pendek bertolak dari



peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang tahun pelajaran 2013/2014 . 10



Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pihak-pihak antara lain guru, siswa dan peneliti lain. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman praktis dalam melaksanakan pembelajaran menulis serta merupakan pengalaman nyata dalam menyusun metode pembelajaran menulis dan titik awal untuk mengembangkan model pembelajaran yang lain. Bagi Siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam menulis pengalaman pribadi dan menumbuhkan minat belajar siswa dalam menulis. Sedangkan bagi peneliti lain, hasil penelian ini dapat dijadikan satu perbandingan guna mengembangkan penelitian sejenis dengan subjek, objek, dan sasaran penelitian yang lebih luas.



1.6 Penegasan Istilah Dalam rangka menghindari kesalahan dalam menafsirkan beberapa istilah yang secara operasional digunakan dalam penelitian ini, berikut dikemukakan beberapa batasan istilah: 1) Peningkatan adalah usaha yang dilakukan untuk membuat lebih dari yang biasa dilakukan atau membuat lebih baik/lebih meningkat kualitasnya dari yang sebelumnya. 2) Kemampuan menulis adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk melakukan aktifitas komunikasi melalui tulisan yang bertujuan untuk menyampaikan gagasan dengan menggunakan bahasa dan lambang grafis yang dapat dipahami oleh orang lain. 3) Pengalaman pribadi adalah salah satu materi pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IX SMP Negeri 3 Parang yang berupa tulisan deskripsi yang berisi peristiwa, kejadian, atau hal-hal yang pernah terjadi pada diri sendiri dan bersifat menyenangkan, meyedihkan, dan mengharukan. 4) Metode inkuiri adalah prosedur pembelajaran yang melibatkan siswa dalam menemukan sesuatu dan memecahkan masalah, yang menekankan pada kegiatan mengamati, bertanya, menduga, mendata dan menyimpulkan.



11



5) Pramenulis adalah tahap awal dalam menulis yang mengarahkan siswa dalam mencurahkan topik sesuai tema, memilih topik, mengembangkan topik, dan menyusun kerangka wacana argumentasi. 6) Pengedrafan adalah tahap menulis yang mengarahkan siswa pada proses penuangan ide-ide secara tertulis berdasarkan pemahaman bentuk wacana argumentasi melalui pengembangan kerangka yang telah disusun. 7) Perbaikan adalah tahap menulis yang mengarahkan siswa pada menata kembali pengembangan gagasan dan menambah, mengganti, menghilangkan kata/frase atau kalimat yang kurang lengkap/tidak tepat. 8) Penyuntingan adalah tahap menulis yang mengarahkan siswa untuk membetulkan kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca serta pilihan kata.



12



BAB II KAJIAN PUSTAKA



2.1 Kegiatan Menulis 2.1.1 Pengertian Menulis Menulis adalah



suatu aktivitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai



mediumnya. Wujudnya adalah berupa tulisan yang terdiri dari rangkaian huruf yang bermakna dengan segala kelengkapannya, seperti ejaan, dan tanda baca. Menulis juga merupakan suatu proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada pembaca dengan lambang bahasa



yang



dapat



dilihat



dan



disepakati



bersama



oleh



penulis



dan



pembaca



(Akhadiyah,1997:1.3). Sebagai aktivitas tulis sekurang-kurangnya terdapat empat unsur yang terlibat dalam menulis, yaitu (1) penulis sebagai penyampai pesan, (2) pesan atau isi tulisan, (3) saluran tulisan, dan (4) pembaca sebagai penyampai pesan. Penulis sebagai penyampai pesan terkandung maksud bahwa sebelum menulis seorang penulis telah memikirkan maksud



yang hendak



disampaikan kepada pembaca. Ide apa yang hendak disampaikan. Ide yang ditulis kemungkinan punya manfaat yang besar bagi orang lain, karena dibutuhkan. Melalui tulisan, pesan atau isi tulisan (ide) penulis tersampaikan kepada pembaca. Dengan demikian, sebelum menulis seorang penulis harus memperhatikan apa yang hendak ditulis, saluran dan bentuk tulisan apa yang hendak digunakan, serta ditujukan kepada siapa tulisan itu. Menurut Takala (dalam Ahmadi, 1990: 24), membuat ringkasan menulis seperti berikut ini. Menulis adalah suatu proses menyusun, mencacat, dan mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan



tertentu



dengan



menggunakan sistem tanpa konvensional yang dapat dilihat atau dibaca. Lebih lanjut, JN Hook (dalam Ahmadi,1989:325) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu medium yang penting 13



bagi ekspresi diri, untuk ekspresi bahasa, dan untuk menemukan makna. Lebih luas, Murray (dalam Ahmadi,1989:3) mengemukakan bahwa berkesinambungan,



mencobakan,



dan



menulis adalah proses



mengulas



kembali.



Menurut



berpikir yang Rubin



(dalam



Ahmadi,1989:128), menulis merupakan proses penuangan ide dalam bentuk tertulis. Substansi retorika menulis adalah penalaran yang baik. Ini berarti bahwa sebelum atau saat setelah menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaan secara tertulis diperlukan keterlibatan proses berpikir. Menulis dalam pembelajaran merupakan aktivitas yang menggunakan proses berpikir. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian menulis dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan proses berpikir yang mempunyai sejumlah esensi yaitu mengingat, menghubungkan, memprediksi, mengorganisasikan, membayangkan, memonitor, mereview, mengevaluasi dan menerapkan. Sehingga dengan proses berpikir tersebut akan terwujud suatu tulisan yang berkualitas.



2.1.2 Tujuan Menulis Orang menulis mempunyai maksud dan tujuan yang bermacam-macam, misalnya memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, dan mengutarakan atau mengekspresikan perasaan atau emosi (Tarigan, 1986:23). Meskipun tujuan menulis sangat beragam. Hart dan Reinking berpendapat, tujuan umum menulis hanya dua yaitu menginformasikan (to inform) dan meyakinkan (to Persuade). Gie juga berpendapat bahwa tujuan orang mengarang pada dasarnya ada dua tipe, akan tetapi pendapat Gie berbeda dengan pendapat Hart dan Reinking tersebut, karena menurutnya dua tipe tujuan mengarang itu adalah (1) memberi informasi, memberitahukan sesuatu, dan (2) memberi liburan, menggerakkan hati (Gie, 1992:24). Secara



umum



seseorang



yang



menulis



memiliki



empat



tujuan,



yaitu:



untuk



menginformasikan, membujuk, mendidik dan menghibur. Dari empat tujuan tersebut, tujuan



14



pertama dan utama dari menulis adalah menginformasikan segala sesuatu, baik itu fakta, data, maupun peristiwa termasuk pendapat, dan pandangan terhadap fakta, data dan peristiwa tersebut agar khalayak pembaca memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru tentang berbagai hal yang terdapat maupun yang terjadi di muka bumi ini. Seorang penulis biasanya tidak hanya bertujuan menginformasikan sesuatu agar pembaca menjadi tahu dan makhluk terhadap apa yang kita komunikasikan. Melalui lisan seorang penulis mengharapkan pula pembaca dapat menentukan sikap apakah menyetujui atau mendukung yang dikemukakan. Sebelum sampai pada keputusan tersebut, maka seseorang penulis harus mampu membujuk dan meyakinkan pembaca dengan menggunakan gaya bahasa persuasive. Tujuan penulisan yang bernada ajakan tersebut sangat penting digunakan, terutama dalam menunjang kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia. Tujuan menulis yang berbeda akan menghasilkan jenis tulisan yang berbeda. Misalnya tujuan memberitahukan akan menghasilkan wacana informatif (informative discourse), tujuan meyakinkan menghasilkan wacana persuasive (persuasive discourse), tujuan menghibur menghasilkan wacana kesastraan (literary discourse), dan tujuan ekspresif menghasilkan wacana ekpresif (expressive discourse) (Tarigan, 1986:23-24). Penulis sejak semula harus mengetahui maksud atau tujuan yang hendak dicapai sebelum menulis. Kalau dapat merumuskan maksud atau tujuan dipandang dari segi resonansi pembaca, maka tulisan tersebut pasti lebih sesuai dan serasi dengan pembaca yang diharapkan (Tarigan,1986:5). Tulisan yang baik memiliki beberapa ciri, antara lain harus bermakna, jelas/lugas, merupakan kesatuan yang bulat, singkat dan padat, memenuhi kaidah kebahasaan, serta komunikatif (Sabarti Akhadiah dkk.,1996:2). Dalam kegiatan menulis seorang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa dan kosa kata. Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus



15



melalui pelatihan yang banyak dan teratur (Tarigan, 1986:4). Untuk dapat mengalihkan gagasan ke dalam bahasa yang enak diikuti dan mudah dipahami diperlukan banyak sekali latihan (Semi (1990:39) juga sependapat bahwa kemampuan menulis perlu mendapat perhatian yang sungguh – sungguh sejak tingkat pendidikan dasar (Nuraeni dalam Muchlisoh, 1992:236). Dalam kegiatan menulis, bukan panjangnya yang menjadi tujuan, melainkan kejelasan isi tulisan serta efisiensi pemakaian dan pemilihan kata (Bambang Kaswanti Purwo, 1997:7). Kemampuan menulis dapat ditandai dengan kemampuan menerapkan ejaan dan tata bahasa, mengungkapkan gagasan atau isi, menata organisasi karangan dan memilih kata (Harris dalam Widodo dkk, 1994:10). Untuk memunculkan gagasan dalam menulis setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan, (1) mencari ide dengan konflik, (2) mencari ide dengan mengamati benda, (3) ide biasa tapi tak basi. Berbagai ide, gagasan dan rencana yang akan ditulis sudah ada di Kepala dan terasa siap untuk dituangkan dalam sebuah kertas atau file tulisan. Tapi ketika tangan memegang alat tulis sambil menatap kertas kosong atau ketika jari sudah berada di atas keyboard komputer dan menatap layar monitor yang masih kosong, pada saat itu tak ada sebuah huruf pun yang muncul. Terasa tak ada kata yang tepat untuk mengawali tulisan Secara umum hakikat keterampilan berbahasa memang berorientasi pada pelatihan penggunaan bahasa dan pada siswa sebagai subyek belajar. Tujuan primer pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia adalah peningkatan kemampuan siswa dalam penggunaan bahasa Indonesia untuk berbagai tujuan, keperluan dan keadaan (Budinuryanta dkk, 1997:1.4–1.7). Hal tersebut sesuai dengan salah satu rambu – rambu pemelajaran bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa belajar bahasa pada hakikatnya belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini dikemukakan dalam kurikulum (Depdikbud, 1993:21).



16



2.1.3 Jenis Tulisan Dari beragamnya tujuan menulis, maka dapatlah dikatakan bahwa bentuk-bentuk atau jenis tulisan akan mengarah pada jenis tulisan yang bersifat menginformasikan, membujuk, mendidik dan menghibur. Jenis – jenis tulisan seperti itu dalam dunia tulis menulis lebih dikenal dengan narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi dan persuasi (Akhadiah, dkk, 1989:14– 5). Narasi adalah ragam tulisan/wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah, urutan atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. Bentuk tulisan ini dapat ditemukan misalnya pada karya prosa atau drama, biografi atau otobiografi, laporan peristiwa, serta resep atau cara membuat dan melakukan sesuatu. Deskripsi (pemeran) adalah ragam tulisan yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan – kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya. Sasarannya adalah menciptakan atau memungkinkan terjadinya imajinasi (daya khayal) pembaca, sehingga dia seolah – olah melihat, mengalami dan merasakan sendiri apa yang dialami penulisnya. Eksposisi atau pemaparan adalah ragam tulisan yang dimaksudkan untuk menerangkan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pandangan pembacanya. Sasarannya adalah menginformasikan sesuatu tanpa ada maksud mempengaruhi pikiran, perasaan dan sikap pembacanya. Fakta dan ilustrasi yang disampaikan penulis sekedar memperjelas apa yang disampaikannya. Argumentasi adalah ragam tulisan yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya. Karena tujuannya meyakinkan pendapat atau pemikiran pembaca, maka penulis akan menyajikan secara logis, kritis dan sistematis disertai bukti-bukti yang ada untuk memperkuat keobjektifan dan kebenaran yang disampaikannya, sehingga dapat menghapus konflik dan keraguan pembaca terhadap pendapat penulis. Contoh karangan seperti ini adalah hasil penilaian, pembelaan dan timbangan buku.



17



Persuasi adalah ragam tulisan yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya. Berbeda dengan argumentasi yang pendekatannya bersifat rasional dan diarahkan untuk mencapai suatu pembenaran, persuasi lebih menggunakan pendekatan emosional. Seperti argumentasi, persuasi juga menggunakan bukti – bukti atau fakta. Hanya saja, dalam persuasi bukti – bukti itu digunakan seperlunya atau kadangkadang dimanipulasi untuk menimbulkan kepercayaan pada diri pembaca, bahwa apa yang disampaikan penulis itu benar. Contoh karangan ini adalah propaganda, iklan, selebaran atau kampanye. Dari uraian di atas dapatlah dikatakan apapun wujud sebuah tulisan, di alamnya akan terdapat fakta, emosi, sikap dan isi pikiran seorang penulis. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Hadiyanto (2001:9–10) yang menyatakan bahwa apapun juga motivasinya, tulis menulis selalu selalu berhubungan dengan usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang penulis untuk mengungkapkan fakta-fakta, perasaan, sikap dan isi pikirannya secara jelas dan efektif, kepada pembaca. Selanjutnya dikatakan bahwa menulis akan berbeda dengan mengarang. Menulis buah karnya berupa tulisan non-fiksi, sedangkan mengarang buah karyanya berupa tulisan fiksi seperti cerpen, cerbung atau novel, yang umumnya dihasilkan oleh para sastrawan. Tulisan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan sebuah karya tulis yang disusun berdasarkan tulisan atau pernyataan atau gagasan orang lain. Seorang penulis pada dasarnya melakukan semacam komplikasi (meringkas kemudian menggabungkan ringkasan-ringkasan tersebut menjadi satu) dari berbagai informasi, sehingga menjadi sebuah tuturan yang utuh. Dari beragam tujuan menulis, maka dapat dikatakan bahwa bentuk-bentuk atau jenis tulisan akan mengarah pada jenis tulisan yang bersifat menginformasikan, membujuk, mendidik, dan menghibur. Jenis – jenis tulisan seperti itu dalam dunia tulis – menulis lebih dikenal dengan narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi (Akhadiah, dkk, 1989–15). Sulisbary, mengelompokkan tulisan ke dalam dua kelompok, yaitu (1) bentuk-bentuk obyektif, yang



18



mencakup pemelasan yang terperinci mengenai proses, batasan, laporan dan dokumen dan (2) bentuk – bentuk subjektif yang mencakup otobiografi, surat – surat, penilaian pribadi, esai informal, potret / gambaran dan satire (Tarigan, 1986:26-27). Pengelompokkan jenis tulisan berdasarkan bentuknya oleh para pakar yang menulis buku – buku tentang menulis dalam bahasa Indonesia ternyata kurang lebih sama. Keraf (1994:1) menyebut



ragam komposisi atau bentuk-bentuk wacana meliputi: eksposisi, argumentasi,



deskripsi, dan narasi. Semi (1990:32) berpendapat demikian pula, hanya beda urutannya, yakni narasi, eksposisi, deskripsi dan argumentasi. Pendapat Gie demikian juga. Menurut Gie (1992:23). Karangan dapat digolongankan dalam cerita, lukisan, paparan, dan bincangan. Keempat istilah tersebut dipadankan dengan istilah narasi, deskripsi, eksposisi dan argumentasi. Klasifikasi yang berbeda dibuat oleh Adelstein dan Piva. Mereka membuat klasifikasi tulisan berdasarkan nada (voice). Berdasarkan nada, terdapat enam jenis tulisan yakni (1) tulisan bernada akrab, (2) tulisan bernada informatif, (3) tulisan bernada menjelaskan, (4) tulisan bernada argumentatif, (5) tulisan bernada mengkritik, dan (6) tulisan bernada otoritatif (Tarigan, 1986:28–29). Keenam jenis tulisan tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut: 1. Tulisan Bernada Akrab Tulisan bernada akrab (the intimate voice) menghasilkan tulisan pribadi (personal writing). Tulisan pribadi adalah suatu pernyataan dari gagasan – gagasan serta perasaan – perasaan mengenai pengalaman – pengalaman sendiri yang ditulis baik untuk kesenangan sendiri atau sahabat karib (Tarigan, 1986:30-31). Tulisan pribadi dapat berbentuk buku harian (diary) catatan harian (journal), cerita otobiografi (autobiograjphical narrative), lelucon otobiografis (autobiographical anecdote), dan essei pribadi (personal essay), surat (letter), puisi (poem). Tulisan pribadi mempunyai ciri–ciri (1) bahasa yang alamiah, biasa, wajar, sederhana, (2) ujaran yang normal, kebiasaan kebiasaan sintaksis sehari – hari (Tarigan, 1986:31–35).



19



biasa, dengan



2. Tulisan Bernada Informatif Tulisan bernada informatis yaitu tulisan yang bersifat memberi penerangan kepada orang lain menulis dengan nada informatif menghasilkan tulisan yang bersifat deskriptif, yaitu tulisan yang bersifat melukiskan atau memeriksa sesuatu secara apa adanya tanpa menambahi atau mengurangi keadaan yang sebenarnya (Tarigan, 1986:50). 3. Tulisan yang Bernada Penjelasan Tulisan yang bernada penjelasan (the explonatory voice) biasa disebut tulisan penyingkapan (explanatory writing), ialah tulisan yang mempunyai tujuan utama menjelaskan sesuatu kepada pembaca. Tulisan penyingkapan tidak sama dengan tulisan penerangan, karena tujuannya tidak hanya sekedar menceritakan, melukiskan, menggambarkan, ataupun meyakinkan (Tarigan, 1986:52). 4. Tulisan yang Bernada Mendebat Menulis dengan nada mendebat (argumentative) akan menghasilkan tulisan yang bersifat meyakinkan atau persuasi. Tulisan persuasif adalah tulisan yang dapat merebut perhatian, menarik minat, dan meyakinkan pembaca bahwa pengalaman membaca merupakan sesuatu hal yang sangat penting (Tarigan, 1986:108). 5. Tulisan Bernada Mengkritik Tulisan yang bernada mengkritik menghasilkan tulisan mengena sastra. Mengkritik tidak boleh dipahami sebagai sesuatu interpretasi yang negatif atau mencela. Istilah kritik di sini mengacu pada pembuatan pertimbangan – pertimbangan atau pengambilan keputusan-keputusan evaluasi yang dilakukan secara matang, serta mendiskriminasi (Tarigan, 1986:128). Untuk membuat tulisan bernada mengkritik, penulis harus membaca karya –karya serta memahami benar – benar peranan sastrawan atau penulis karya sastra tersebut. Hal ini merupakan syarat mutlak (Tarigan, 1986:128–129). 6. Tulisan Bernada Otoritatif



20



Tulisan bernada otoritatif menghasilkan karya ilmiah the research paper. Tulisan ilmiah biasanya melalui sepuluh tahap sebagai berikut: (1) menulis pokok / topik, (2) membaca pendahuluan, (3) menentukan biografi pendahuluan, (4) membuat kerangka pendahuluan, (5) membuat catatan, (6) menyusun kerangka akhir, (7) menyusun naskah pertama, (8) mengadakan revisi (9) menyusun naskah akhir dan (10) mengoreksi cetakan percobaan (Adelstein dan Pival dalam Tarigan, 1986: 171). 2.1.4 Hakikat Pembelajaran Keterampilan Menulis Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mempunyai fungsi yang sejalan dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa rasional dan bahasa negara. Ada lima fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, yaitu sebagai sarana (1) pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (2) peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan, teknologi, dan seni (4) penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah, (5) pengembangan penalaran (Depdikbud, 2003:76). Hakikat pembelajaran keterampilan berbahasa memang berorientasi pada pelatihan penggunaan bahasa dan pada siswa sebagai subyek belajar. Tujuan primer pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia adalah peningkatan kemampuan siswa dalam penggunaan Bahasa Indonesia untuk berbagai tujuan, keperluan dan keadaan (Budinuryanto dkk, 1998:141). Hal tersebut sesuai dengan salah satu rambu pembelajaran bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal itu dikemukakan di dalam kurikulum (Depdikbud, 1993b:21).



21



Orientasi pada pelatihan penggunaan bahasa diandai oleh adanya kegiatan yang secara langsung melatih siswa berbahasa yang mendominasi sebagaian besar waktu belajar. Sedikitnya, dua pertiga dari waktu belajar digunakan berlatih berbahasa (Budinuryanto dkk, 1998:105). Dalam kegiatan menulis, siswa perlu disadarkan bahwa ada berbagai kemungkinan cara penataan atau penyusunan kata. Oleh karena itu, penting sekali siswa mendapat kesempatan saling membaca hasil tulisan sesama teman. Dalam kegiatan menulis termasuk kegiatan menemukan kesalahan dalam menulis (dalam berbagai bidang: ejaan, tanda baca, kelengkapan dan kejelasan kalimat, pemilihan kata) dan cara memperbaikinya (Purwo, 1997:7–8). Kegiatan menulis dapat dipadukan dengan kegiatan membaca, misalnya melanjutkan isi teks yang belum selesai, merangkai sejumlah kalimat yang belum tertata secara urut dan runtut sehingga menjadi paragraf yang baik atau menata kembali urutan paragraf. Siswa harus mempelajari sistem tanda–tanda tulis yang berlaku dalam suatu bahasa, ejaan, struktur bahasa, kombinasi kata–kata dan frase yang mampu menyampaikan suasana yang terkandung dalam pikirannya dalam sebuah karangan yang sesuai. Dengan demikian, menulis bukanlah suatu keterampilan yang dapat dipelajari secara terisolasi. Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang kedua setelah berbicara dalam komponen pembelajaran penggunaan. Pembelajaran menulis merupakan pembelajaran keterampilan penggunaan bahasa Indonesia dalam bentuk tertulis. Keterampilan ini merupakan hasil dari keterampilan menyimak, berbicara dan membaca. Dalam pembelajaran menulis perlu diperhatikan prinsip–prinsip pembelajarannya yang meliputi: (1) menulis tidak dapat dipisahkan dari membaca. Pada jenjang pendidikan dasar pembelajaran menulis dan membaca terjadi serempak, (2) pembelajaran menulis adalah pembelajaran disiplin berpikir dan disiplin berbahasa, (3) pembelajaran menulis adalah pembelajaran tata tulis atau ejaan bahasa Indonesia, dan (4) pembelajaran menulis berlangsung secara berjenjang bermula dari menyalin sampai dengan menulis ilmiah.



22



2.1.5 Metode Pembelajaran Keterampilan Menulis Metode pembelajaran bahasa, khususnya menulis telah mengalami perkembangan yang pesat. Dengan hadirnya metode humanistik, pembelajaran bahasa semakin mendekati harapan. Dalam pembelajaran menulis kini muncul empat metode yang bagus untuk kegiatan tersebut. Keempat metode itu adalah (1) community Language Learning, (2) Metode Suggestopedy, (3) Metode Total Physical Response dan (4) metode The Silent Way (Kormen, 1997:6-7). Penyelenggaraan pembelajaran bahasa senantiasa dipengaruhi oleh pendekatan tertentu dalam ilmu bahasa. Kadang – kadang seluruh penyelenggaraan pembelajarannya bahkan dirancang atas dasar pendekatan yang digunakan sebagai acuan pokok itu. Pendekatan itu akan mempengaruhi penentuan tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, dan bahan pembelajaran dan sebagainya (Djiwandono, 1997:7). Metode pembelajaran bahasa yang berhubungan dengan pembelajaran keterampilan menulis di sekolah dasar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni metode menulis permulaan dan metode menulis lanjutan. Kurikulum KTSP tidak menyajikan secara khusus dan menyarankan pemakaian metode tertentu. Hal ini mengandung maksud agar guru dapat memilih metode yang dianggap tepat, sesuai dengan tujuan, bahan, dan keadaan siswa (Depdikbud, 2003: 27). Meskipun demikian, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan beberapa buku petunjuk yang menginformasikan berbagai metode pembelajaran bahasa yang dapat digunakan.



2.1.6 Tahapan Menulis Kegiatan menulis meliputi serangkaian aktivitas yang berkesinambungan. Sebagaimana dikemukakan Tompkins (1994:126) rangkaian kegiatan atau tahapan menulis yaitu



pra-



penulisan, pemburaman, perbaikan, penyuntingan, dan pempublikasi. Sesangkan menurut Britton



23



(dalam Tompkins, 1994:8) rangkaian aktivitas itu meliputi konsepsi (conception), inkubasi (incubation), dan produksi (production). Rangkaian aktivitas dalam proses menulis ini tidak bersifat mutlak dan konstan, tetapi bersifat fleksibel dan luwes. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa rangkaian aktivitas tersebut tidak dilaksanakan secara linier, tetapi bersifat rekursif-simultan. Artinya secara simultan penulis senantiasa dapat melakukan pemaduan antar tahap yakni dengan cara pada satu tahapan menulis dilakukan, penulis dapat kembali pada tahapan sebelumnya. Tahapan-tahapan



dalam



menulis



sebagaimana



dikemukakan



Arief



(2006:22-23)



topik/subtopik,



mengumpul-



dikemukakan sebagai berikut: 1. Tahap



pra-menulis



meliputi



memilih



terra, memilih



mengorgonisasikan bahan, menentukan tujuan tulisan, menentukan sasaran tulisan, menentukan bentuk/jenis tulisan, 2. Tahap pengedrapan/pemburaman meliputi menentukan komposisi topik dan sub topik, menentukan ide pokok dan pengembang, menyusun kerangka tulisan, mengembangkan kahmat utama dan pengembang, mengembangkan paragraf pembuka, paragraf isi, dan paragraf penutup. 3. Tahap perevisian/perbaikan meliputi mencermati kembali hasil tulisan, menandai bagian yang kurang tepat, mengubah bagian yang kurang tepat sesuai dengan kerangka, bentuk tujuan tulisan, membandingkan hasil perbaikan dengan draft/ buram awal. 4. Tahap penyuntingan/pengeditan meliputi meneliti kembali keutuhan dan kepaduan tulisan, menandai kesalahan teknis kebahasaan, menghilangkan atau menambah bagian dalam tulisan, dan membetulkan kesalahan teknis kebahasaan. 5. Tahap penyajian/pemublikasian meliputi mengkreasikan unsur-unsur formal tulisan jenis, bentuk, dan ukuran huruf, besar-kecil), mengembangkan media publikasi tulisan jenis dan bentuk sarana; audio, visual, audio visual).



24



2.1.7 Penilaian Keterampilan Menulis Penilaian merupakan suatu hal yang interen dalam kegiatan pembelajaran, termasuk pembelajaran bahasa. Penilaian merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan guru dan siswa dari serangkaian kegiatan belajar mengajar yang mereka lakukan. Sebagai pihak yang bertanggung



jawab



atas



keberhasilan



kegiatan



pembelajaran,



guru dituntut



mampu



mempersiapkan dan melakukan penilaian dengan baik sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal. Kegiatan penilaian bukanlah merupakan hal baru bagi guru atau praktisi pendidikan, namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa merencanakan dan melaksanakan penilaian dalam konteks pembelajaran bahasa masih merupakan persoalan serius. Sementara itu dalam sebuah laporan survei nasional antara lain terungkap bahwa guru tidak mengetahui kriteria yang bersifat teknis dan terinci untuk mengevaluasi setiap aspek keterampilan berbahasa dan sebagainya akibatnya keterampilan berbahasa siswa kurang (Suparno, 1998:12-13). Penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil program kegiatan telah sesuai dengan tujua atau kriteria yang telah ditetapkan. Penilaian dapat dilakukan secara tepat jika kita tersedia data yang berkaitan dengan objek penilain. Untuk memperoleh data tersebut diperlukan alat penilaian yang berupa pengukuran. Penilaian dan pengukuran merupakan dua kegiatan yang saling berkaitan. Keberhasilan merupakan harapan setiap orang. Demikian juga bagi guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Keberhasilan tersebut akan dapat diketahui dengan melakukan penilaian atau evaluasi (Pujiati dan Rahmina, 1997:1.1). Menurut



Depdikbud penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,



menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam



25



pengambilan keputusan. Pada dasarnya, yang dinilai adalah program, yaitu suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya, lengkap dengan rincian tujuan dari kegiatan tersebut. Penilaian proses dan hasil belajar bertujuan untuk menentukan ketercapaian tujuan pendidikan dan atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum, garis-garis besar program pembelajaran, atau dalam perangkat perencanaan kegiatan pembelajaran lainnya (Depdikbud, 2003:2). Tujuan dan fungsi penilaian khususnya penilaian hasil belajar dapat bermacam, yang antara lain adalah (1) mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran, (2) mengetahui kinerja berbahasa siswa, (3) mendiagnosis kesulitan belajar siswa, (4) memberikan umpan balik (feedback) terhadap peningkatan mutu program pembelajaran, (5) menjadi alat pendorong dalam meningkatkan kemampuan siswa, (6) menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan jurusan, kenaikan kelas, atau kelulusan, (7) menjadi alat penjamin, pengawasan, dan pengendalian mutu pendidikan. Lebih dari itu, penilaian hasil belajar yang dilakukan secara sistematis merupakan bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat. Prinsip-prinsip penilaian yang harus diperhatikan tersebut yaitu



(1) menyeluruh



(meliputi semua perubahan perilaku yang telah ditetapkan dalam tujuan pembelajaran yang menyangkut pengetahuan, sikap, perilaku dan nilai serta keterampilan, dan mencakup seluruh bahan pelajaran), (3) berorientasi pada tujuan (sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam GBPP), (4) objektif (mencerminkan tingkat keberhasilan siswa yang sebenarnya), (5) terbuka (proses dan hasil penilaian harus / perlu) diketahui dan diterima oleh semua pihak terkait), (6) kebermaknaan (harus bermakna bagi orang yang menggunakannya), (7) kesesuaian (harus sesuai dengan pendekatan kegiatan belajar mengajar yang digunakan untuk membina dan memberikan dorongan kepada semua siswa dalam meningkatkan hasil (Depdikbud, 2003:2-4). Informasi tentang tingkat keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tidak hanya diperlukan oleh guru. Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan, baik



26



pemerintah, lembaga, masyarakat /yayasan, orang tua, maupun siswa memerlukan informasi tentang tingkat keberhasilan serta tingkat efisiensi di dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan. Pelaksanaan penilaian akan memberikan beberapa manfaat baik bagi guru, orang tua maupun siswa. Bagi guru, penilaian akan memberikan umpan balik (feed back) dalam melakukan langkah – langkah pembelajaran. Dari pelaksanaan penilaian, guru juga dapat mengetahui kemajuan belajar dan prestasi belajar siswa. Kemajuan dan prestasi tersebut akan dapat digunakan untuk penentuan kenaikan kelas, kelulusan, atau keperluan lain. Selain itu, guru juga dapat mengetahui metode pembelajaran yang paling tepat atau sesuai bagi siswanya (Pujiati dan Rahmina, 1997:1.5-1.6). Orang tua juga dapat memetik manfaat dari pelaksanaan penilaian. Orang tua dapat memantau kemajuan belajar anaknya. Dari hasil penilaian, orang tua dapat lebih memperhatikan belajar anaknya atau menentukan langkah–langkah atau tindakan–tindakan yang tepat untuk kemajuan belajar anaknya. Siswa juga dapat memperoleh manfaat yang bersar dari pelaksanaan penilaian. Melalui penilaian, siswa dapat mengetahui prestasi dan daya serap dirinya terhadap pokok bahasan atau mata pelajaran tertentu. Informasi ini akan membuat dirinya mengetahui mana materi–materi yang belum dikuasainya. (Pujiati dan Rahjmina, 1997:1.6). Penilaian yang baik harus memiliki kriteria atau ciri-ciri terpercaya (reliable), tepat (valid), dan praktis (Nuraini dalam Supriyadi dkk, 1992:375). Dikatakan terpercaya (reliable) apabila hasil penelitian dengan alat itu pada siswa yang sama beberapa kali pada siswa yang sama dalam beberapa kali penilaian hasilnya hampir sama, dengan tingkat kesalahan kurang dari 5% (Pujiarti dan Rahmina, 1997:8.7). Alat penelitian disebut tepat (valid) apabila mampu mengukur apa yang seharusnya diukur, dengan kata lain, alat ukur tersebut memenuhi fungsinya sebagai alat ukur. (Pujiarti dan



27



Rahmina, 1997:8.4). Dengan kata lain alat ukur tersebut mampu memenuhi fungsinya sebagai alat ukur. Validitas isi maksudnya ialah validitas yang menunjukkan suatu alat ukur mampu mengukur hal – hal yang mewakili keseluruhan isi yang harus diukur (Pujiati dan Rahmina, 1997:8.4), atau mampu mengukur bidang aspek keterampilan yang hendak diukur (Nuraeni dalam Supriyadi dkk. 1992:375). Validitas kriteria terkait (ada yang menyebut dengan istilah validitas empiris atau validitas pragmatis) adalah validitas alat ukur ditinjau dari hubungan alat ukur yang sedang disusun dengan alat ukur lain yang dianggap sebagai kriteria. Apabila kriterianya tersebut pada waktu yag bersamaan disebut validitas konkuren, sedangkan apabila kriterianya terdapat pada waktu yang akan datang maka disebut validitas prediktif (Pujiati dan Rahmina, 197:8.6). Validitas konstruk adalah validitas yang didasarkan pada konsep, logika atau konstruk suatu teori (Pujiati dan Rahmina, 1997:8.6). Validitas bentuk adalah validitas berdasarkan perwajahan dari susunan soal (Nuraeni dalam Supriyadi dkk., 1992:376). Selain harus terpercaya (reliable) dan valid, alat ukur yang baik juga harus praktis, objektif dan baku. Praktis maksudnya mudah digunakan, hemat dalam biaya dan mudah diadministrasikan. Objektif artinya pemberian skor tidak terpengaruh oleh siapa yang melakukannya dan siapa yang diberi skor. Sedangkan baku berarti petunjuk mengerjakan soal, cara memberi skor, cara menerjemahkan hasil pengukuran menjadi bilangan, dan cara menafsikan pengukuran menggunakan bentuk yang baku atau dianggap baku (Pujiati dan Rahmina, 1997:8.11-8.12).



2.2 Pengalaman pribadi sebagai Salah Satu Ragam Deskripsi Seiring dengan adanya tujuan rnenulis memunculkan lima jenis wacana dalam sistem retorika, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, persuasi, dan argumentasi. Narasi bertitik tolak untuk menceritakan peristiwa, deskripsi bertolak melukiskan kesan dan hasil observasi, eksposisi



28



mengarah pada pemaparan suatu masalah, persuasi berorientasi untuk membujuk, dan argumentasi berangkat dari keinginan mempertahankan gagasan. Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata suatu benda, tempat, suasana, dan keadaan (Marahimin, 2001:45). Seorang penulis deskripsi mengharapkan pernbacanya, melalui tulisannya, dapat `melihat' apa yang dilihatnya, dapat `mendengar' apa yang didengarnya, `mencium' apa yang diciumnya, ‘mencicipi' apa yang dimakannya, `merasakan' apa yang dirasakannya, serta sampai pada 'kesimpulan' yang sama dengannya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa deskripsi merupakan hasil dari observasi melalui panca indera yang disampaikan melalui kata-kata. Ada berbagai cara untuk menuliskan deskripsi, dan perbedaan-perbedaan ini timbul karena pada dasamya tidak ada dua orang manusia yang mempunyai pengamatan yang sama, dan tujuan pengamatannya juga berbeda-beda. Bentuk deskripsi di bedakan atas dua macam, yaitu deskripsi ekspositoris dan deskripsi impresionitis (Marahimin, 2001:47). Deskripsi ekspositoris merupakan deskripsi yang sangat logis, yang isinya pada umumnya merupakan daftar rincian yang disusun menurut sistem dari urutan- urutan logis objek yang diamatinya. Deskripsi ini juga sering dikatakan sebagai deskripsi dengan pengembangan ruang atau spasi. Adapun deskripsi impresionitis, sering juga disebut dengan deskripsi simulatif, merupakan deskripsi untuk menggambarkan impresi penulisnya atau untuk menstimulir pembacanya.Berbeda dengan deskripsi ekspositoris yang sangat terikat pada objek atau proses yang dideskripsikan, deskripsi impresionitis lebih menekankan impresi atau kesan penulisnya. Ketika dalam deskripsi ekspositoris dipakai urutan-urutan logika atau urutan-urutan peristiwa objek yang dideskripsikan, maka dalam deskripsi impresionitis urutan-urutan yang dipakai adalah menurut kuat lemahnya kesan penulis terhadap bagian-bagian objek tersebut. Dalam prakteknya, seorang penulis dapat mengkombinasikan dua cara deskripsi di atas.



29



2.2.1 Pengertian pengalaman pribadi yang menarik Pengalaman pribadi berasal dari kata pengalaman yang berarti sesuatu kejadian yang pernah di alami, dijalani, dirasai ditanggung dan sebagainya (KUBI, 1989: 18) dan pribadi yang berarti diri sendiri. Jadi pengalaman pribadi yang dimaksud adalah suatu kejadian atau peristiwa yang pernah dialami diri sendiri. Sedangkan pengalaman pribadi adalah suatu kejadian atau peristiwa yang pernah dialami diri sendiri dan sifatnya menarik. Kemenarikan ini bisa berbentuk menyenangkan atau menyedihkan. Dalam kontek pembelajaran bahasa Indonesia, pengalaman pribadi merupakan subuah materi pembelajaran ketrampilan menulis yang mengangkat sebuah topik mengenai kejadian yang pernah dilakukan atau dialami siswa dalam hidupnya. Dan sebagai tulisan berjenis deskripsi, pengalaman pribadi seorang penulis mengharapkan pembacanya, melalui tulisannya, dapat `melihat' apa yang dilihatnya, dapat `mendengar' apa yang didengamya, `mencium' apa yang diciumnya, ‘mencicipi' apa yang dimakannya, `merasakan' apa yang dirasakannya, serta sampai pada 'kesimpulan' yang sama dengannya.



2.2.2 Tahapan menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa Sebagaimana tahapan menulis yang disampaikan di atas, dalam menulis deskripsi berupa pengalaman pribadi juga dikenal dengan tahapan-tahapan menulis. (1) Pada tahap pramenulis, pembelajaran berfokus pada pencurahan topik, pemilihan topik, pengembangan topik, pemilihan judul, dan penyusunan kerangka wacana argumentasi. Guru memberikan bimbingan dengan cara 1) mencurahkan sejumlah topik sesuai dengan tema pembelajaran 2) memilih topik dengan bertanya jawab, 3) mengembangkan topik dengan bercurah pendapat, 4) memilih judul dengan bertanya jawab, dan 5) membimbing siswa dalam menyusun kerangka dengan bertanya jawab.



30



(2) Pada tahap pengedrafan, pembelajaran berfokus pada pengembangan kerangka menjadi draf menulis deskripsi yang utuh. Guru membimbing siswa dengan membagikan model tulisan pribadi yang menarik. untuk dibaca dan dipahami dengan cara diskusi kelompok kemudian guru mengarahkan siswa dengan pertanyaan-pertanyaan penuntun dalam mengembangkan kerangka menjadi draf yang utuh. (3) Pada tahap perbaikan dan penyuntingan, pembelajaran berfokus pada perbaikan dan penyuntingan terhadap aspek-aspek yang meliputi isi/penataan kembali pengembangan gagasan dalam draf awal dengan menambah, mengganti, menghilangkan, menukar kata/frase atau kalimat yang tidak tepat/kurang lengkap, kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca serta pilihan kata. Dalam kegiatan ini, siswa dibimbing dengan tanya jawab, perbaikan dan penyuntingan kesejawatan, pemberian balikan, dan penugasan. (4) Pada tahap publikasi, pembelajaran berfokus pada memublikasikan cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang ditulis oleh siswa. Guru membimbing siswa dengan kegiatan pemodelan cara membaca yang baik di depan kelas, bercurah pendapat, penugasan, dan pemberian balikan langsung. 2.2 Pendekatan Kontekstual dan Metode Inkuiri 2.3.1 Pendekatan Kontekstual Pendekatan kontekstual (contextual leaching and learning) tumbuh dan berkembang di bawah payung filsafat konstraktivisme. Dalam pandangan ini belajar merupakan proses merekonstruksi pengetahuan baru yang berpusat pada diri pembelajaran sendiri. Lima elemen belajar yang konstruktivistik, meliputi (1) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, (2) pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu kemudian memperhatikan detailnya, (3) pemahaman pengetahuan dilakukan dengan cara (a) menyusun konsep sementara, (b) melakukan proses sharing dengan orang lain, dan (c) mengembangkan konsep lebih lanjut.



31



Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian benarnya (authentic assessment). Di atas telah disampaikan bahwa ada tujuh komponen dalam pendekatan CTL. Tujuh komponen tersebut sebenarnya dapat dengan mudah diterapkan di kelas, bidang studi apa saja dapat menerapkan CTL, dan dapat diberikan pada semua keadaan atau semua situasi dan kondisi. Secara garis besar, penerapannya adalah; (1) mengembangkan pemikiran bahwa anak akan bekerja sendiri, menemukan sendiri, mengkonstruksikan pengetahuannya, mengimplementasikan pada kehidupan yang nyata, (2) melakukan sejauh mungkin kegiatan menemukan (inquiry) untuk semua topik (3)mengembangkan rasa ingin tabu siswa dengan bertanya, (4) mengkondisikan anak menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam. kelompok), (5)menghadirkan, model sebagai yang sebenarnya dengan berbagai cara selama proses dan hasil akhir. Penerapan CTL seperti pada langkah di atas akan semakin mudah bila ketujuh komponen CTL dapat dipahami dan dilakukan oleh guru. Uraian-uraian berikut memaparkan secara ringkas tujuh komponen CTL. 1) Konstruktivisme (Constructivism) Komponen pertama CTL Ini merupakan landasan filosofi pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun atas manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya akan diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak srta merta. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap diambil atau diingat, namun manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. 2) Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian terpenting dalam pendekatan CTL. Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh siswa bukan dari mengingat seperangkat fakta, namun diperoleh



32



melalui penemuan sendiri. Siklus inkuiri, meliputi (1) observasi, (2) bertanya, (3) pengajuan dugaan (hipotesis), (4) pengumpulan dan pemilihan data, (5) penyimpulan. Kelima siklus di atas diikuti dengan empat langkah kegiatan, yaitu (1) merumuskan masalah, (2) mengamati, (3) menganalisi dan penyajian hasil dalam tulisan, gambar, laporan, tabel, bagan, dan karya lain. Dan (4) mengkomunikasikan hasil pada orang lain melalui pembacaan, pameran, refleksi, dan sebagainya. 3) Bertanya (Questioning) Setiap pengetahuan seseorang pasti dimulai dengan rasa ingin tabu, bermula dari bertanya. Bertanya (questioning) merupakan strategi penting dalam CTL. Dengan bertanya, guru dapat mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan salah satu bagian inkuiri, yaitu menggalinggali informasi. 4) Masyarakat Befajar (Learning Community) Konsep ini menekankan bahwa hasil belajar bisa optimal diperoleh berkat kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar yang efektif diperoleh melalui "sharring" antar-teman, antarkelompok, atau antar-narasumber lain. Dalam CTL disarankan Guru agar membentuk kelompok-kelompok belajar di kelas. Yang masing-masing keas harus hetrogen keadaan siswanya. Ini bisa tercapai bila ada proses komunikasi dua arah, yang saling memberi dan melengkapi informasi. 5) Pemodelan (Modeling) Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Dalam setiap pemeblajaran tertentu ditampilkan model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara, bentuk atau hasil. Model tidak semata-mata dari guru, tetapi model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau narasumber lain. Dengan adanya pemodelan, siswa akan lebih konkret dalam mengidentifikasikan dan mempraktekkan pengetahuan yang diperolehnya. 6. Refleksi (Reflection)



33



Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajarinya atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Ketika melakukan refleksi siswa mengendapkan apa yang baru diperolehnya sekaligus merupakan respon terhadap kejadian, atau aktivitas yang baru diperolehnya. Refleksi bisa berupa (1) pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh, (2) catatan atau jurnal di buku, siswa, (3) kesan dan saran mengenai pembelajaran, (4) diskusi, dan (5) hasil karya. Dengan adanya refleksi diharapkan, semua pengetahuan yang diperoleh siswa bisa mengendap di benak siswa. 7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) Komponen ini merupakan proses pengumpulan beragam data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran belajar siswa perlu diketahui untuk memastikan bahwa siswa menyerap proses pembelajaran



dengan benar. Data yang



dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa. Data diambil saat siswa mulai bekerja, saat bekerja, hingga akhir atau hasil akhir. Data bisa diambil tak hanya dalam kelas, namun juga bisa berdasar pengamatan di luar kelas. Penilaian yang sebenarnya menilai pengetahuan dan kemampuan (performansi) siswa, tak hanya sekedar pengetahuan kognitif saja. Penilai didak hanya oleh guru, tetapi juga siswa sendiri, atau siswa yang lain. Karakteristik



authentic assessment ialah: (1) dilaksanakan selama dan sesudah proses



pembelajaran, (2) bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, (3) tidak hanya kognitif, namun juga ketrampilan dan performansi, (4) berkesinambungan, (5) terintregrasi, dan (6) dapat digunakan sebagai umpan balik. Bentuk authentic assessment bisa berupa proyek, PR, Kuis, Karya, presentasi, demonstrasi, laporan, karya tulis, dan hasil tes. 2.3.2 Metode Inkuiri 2.3.2.1 Pengertian Metode Inkuiri



34



Metode Inkuiri menurut Sumantri M. Dan Johar Permana (2000:142) adalah cara penyajian pelajaran dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Metode



inkuri merupakan salah satu metode pembelajaran yang mengedepankan



kemandirian siswa dalam melakukan proses belajar. Metode



ini merupakan bagian dari



implementasi pendekatan kontekstual. Metode ini juga menerapkan pola berpilir kritis, kreatif, sistamtis, dan ilmiah. 2.3.2.2 Alasan Penggunaan Metode Inkuiri Alasan penggunaan Metode Inkuiri dalam pembelajaran menurut Sumantri M dan Johar Permana (2000:142-143) adalah sebagai berikut: a) Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat , guru dituntut untuk kreatif dalam menyajikan pembelajaran agar anak didik dapat menguasai pengetahuan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Salah satu langkah guru dalam menyikapi hal tersebut adalah menyajikan pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri. b) Belajar tidak hanya diperoleh dari sekolah, tetapi juga dari lingkungan Kita harus menanamkan pemahaman anak didik bahwa belajar tidak hanya diperoleh dari sekolah tetapi juga dari lingkungan sedini mungkin. Metode Inkuiri dapat membantu guru dalam menanamkan pemahaman tersebut. Metode ini mengajak siswa untuk belajar mandiri dengan maupun tanpa bimbingan dari guru. c)



Melatih peserta didik untuk memiliki kesadaran sendiri tentang kebutuhan belajarnya. Metode ini menekankan pada keaktifan siswa mnemukan suatu konsep pembelajaran dengan kemampuan yang dimilikinya.



35



d) Penanaman kebiasaan belajar berlangsung seumur hidup Penanaman kebiasaan untuk belajar berlangsung seumur hidup dapat dilaksaakan dengan metode inkuiri. Dalam metode ini siswa diarahkan untuk selalu mengembangkan pola pikirnya dalam mengembangkan konsep pembelajaran. Siswa dituntut untuk selalu mencari pengetahuan yang menunjang pemahaman siswa terhadap konsep pembelajaran. Hal inilah yang menjadi langkah awal guru dalam penanaman terhadap siswa tentang pengertian bahwa belajar berlangsung seumur hidup. Alasan pengggunaan Metode Inkuiri adalah karena dengan menemukan sendiri tentang konsep yang dipelajari siswa akan lebih memahami ilmu dan ilmu tersebut akan bertahan lama. 2.3.2.3 Tujuan Metode Inkuiri Sudjana dalam Arief, (2006:23) bahwa pembelajaran yang menggunakan metode inkuri bercirikan kinerja mandiri siswa dalam mempelajari dan memperoleh pengetahuan baru. Guru bertindak sebagai pembimbing keseluruhan proses tersebut. Adapun tujuan dari metode inkuiri adalah sebagai berikut: a) meningkatkan keterlibatan peserta didikdalam menemukan dan memproses bahan pelajarannya. b) mengurangi ketergantungan siswa pada guru untuk mendapatkan pelajarannya c) melatih peserta didik dalam menggali dan memanfaatkan lingkungan asebagai sumber belajar yang tidakada habisnya d) memberi pengalaman belajar seumur hidup e) meningkatkan keterlibatan peserta di dalam menemukan dan memproses bahan pelajarannya f) mengurangi ketergantungan peserta didik pada guru untuk mendapatkan pengalaman belajarnya



36



g) melatih peserta didik menggali dan memanfaaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak ada habisnya h) memberi pengalaman belajar seumur hidup 2.3.2.4 Kebaikan Metode Inkuiri Menurut Mulyani Sum,antri dan Johar Permana (2000:143) kebaikan metode inkuiri adalah: a) Siswa ikut berpartisispasi secara aktif didalam kegiatan belajarnya, sebab metode inkuiri menekankan poad proses pengolahan informasi pada peserta didik b) Siswa benar-benar dapat memahami suatu konsep dan rumus, sebab siswa mengalami sendiri proses untuk mendapatkan konsep atau rumus tersebut. c) Metode ini memungkinkan sikap ilmiah dan menimbulakan semangat ingin tahu para siswa. d) Dengan menemukan sendiri siswa merasa sangat puas dengasn demikian kepuasa mental sebagai nilai intrinsik siswa terpenuhi e) Guru tetap memiliki kontak pribadi f) Penemuan yang diperoleh peserta didik dapat menjadi kepemilikan yang sangan sulit dilupakan. 2.3.2.5 Kelemahan Metode Inkuiri Kelemahan Metode Inkuiri menurut Fat Hurrahman (2008) adalah: a) Persiapan dan pelaksanaannya memakan waktu yang cukup lama. b) Metode ini tidak efektif bila tidak ditunjang dengan peralatan yang lengkap sesuai dengan kebutuhan. c) Sukar dilaksanakan bila siswa belum matang kemampuan untuk melaksanakannya. 2.3.2.6 Penggunaan Metode Inkuiri Metode Inkuiri menurut Fat Hurrahman (2008) ini cocok digunakan apabila:



37



a) Untuk memberikan latihan keterampilan tertentu pada siswa. b) Untuk memudahkan penjelasan yang diberikan agar siswa langsung mengetahui dan dapat terampil dalam melakukannya. c) Untuk membantu siswa memahami suatu proses secara cermat dan teliti. Pada dasarnya penggunaan metode Inkuiri adalah untuk mempermudah pembelajaran yang berupa pemahaman proses dari suatu konsep materi dengan melibatkan kemampuan siswa dalam melatih keterampilan kerjanya.



BAB III METODE PENELITIAN 38



3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Rancangan PTK digunakan karena beberapa alasan. Pertama, masalah yang akan dicarikan solusinya adalah masalah yang akan ditemukan dalam praktik pembelajaran menulis pengalaman pribadi dan intervensi yang dilakukan adalah untuk memperbaiki pembelajaran, meningkatkan hasil belajar, dan menemukan alternatif pengelolaan kelas yang lebih kondusif dalam pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Kedua adanya kolaborasi antara peneliti dan teman sejawat dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan pengambilan kesimpulan terhadap proses pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan metode inkuiri. Ketiga refleksi terhadap proses pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang prnah dialami dengan metode inkuiri dilakukan secara berkelanjutan. Tujuan utama PTK adalah memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. PTK juga bertujuan memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas, yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar. Pelaksanaan penelitian tindakan direncanakan melalui beberapa tahap yang berlangsung dalam bentuk siklus, yang dikembangkan berdasarkan desain PTK model Kemmis dan McTaggart. Model ini pada hakekatnya berupa perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi (Debdikbud, 1994:21). Empat komponen tersebut merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam satu siklus.



39



Tahapan (perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi) dijabarkan sebagaimana tabel 3.1 di bawah ini Tabel 3.1 Tahapan penelitian



Identifikasi Permasalahan



Analisis dan Temuan * Pembelajaran menulis di kelas IX SMP Negeri 3 Parang belum optimal - Pembelajaran menulis lebih berorientasi pada produk. - Penggunaan strategi kurang tepat - Pemberian bimbingan terhadap siswa masih kurang - Evaluasi difokuskan pada hasil.produk



* Mengadakan observasi (pengamatan ) untuk mengidentifkasi permasalahan dalam pembelajaran menulis di kelas IX SMP Negeri 3 Parang melalui studi dokumentasi RPP, pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran menulis, dan kegiatan wawancara



Tindakan Siklus I



Perencanaan Tindakan



 Pramenulis: mencurahkan topik, memilih topik, mengembangkan topik, menulis judul, dan menyusun kerangka  Pengedrafan: Mengembangkan kerangka  Perbaikan dan penyuntingan: memperbaiki dan menyunting  Publikasi: mempublikasikan karya siswa



 Menyusun RPP siklus I  Menyusun indikator dan kriteria pencapaian siswa dalam pembelajaran  Menyusun pedoman wawancara, format wawancara, pedoman pengmatan, dan format pengamatan



Observasi pelaksanaan dan efek tindakan siklus I



Tindakan Siklus 2  Tahap pramenulis: mencurahkan topik, memilih topik, mengembangkan topik, memilih judul, daan menyusun kerangkan  Tahap pengedrafan: mengembangkan kerangka  Tahap perbaikan dan penyuntingan: memperbaiki dan menyunting  Publikasi: mempublikasikan hasil karya siswa



Observasi pelakasanaan dan efek tindakan siklus 2



Analisis & Refleksi siklus I hasil dan Temua Rencana Tindakan siklus 2



Berhasil



Simpul an



Belum Berhasil



Analisis & Refleksi siklus 2 hasil dan temuan



Berhasil



Simpulan



Belum Berhasil



Rencana Tindakan siklus ke-n



Bagan 3.1 Alur Penelitian Tindakan model Kemmis dan McTaggart Berdasarkan bagan 3.1 Dapat dikemukakan bahwa langkah awal penelitian tindakan ini adalah melakukan observasi atau pengamatan awal terhadap proses dan hasil pembelajaran menulis, khususnya menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami di kelas 40



IX SMP Negeri 3 Parang. Hasil observasi tersebut dianalisis dan ditindak lanjuti dengan persiapan awal penelitian, antara lain (1) pendiskusian metode inkuiri untuk ineningkatkan hasil dan proses pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dan (2) pengurusan administratif pelaksanaan penelitian. Selanjutnya disusun perencanaan tindakan dalam bentuk rencana pembelajaran dan berbagai instrumen penelitian. Rencana pembelajaran berorientasi pada dua hal utama, yakni (1) standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang sebagaimana tercantum dalam KTSP Bahasa Indonesia, dan (2) tahapan-tahapan pembelajaran dalam metode inkuiri. Instrumen penelitian yang disusun dan dimanfaatkan penelitian ini, antara lain lembar catatan lapangan, lembar observasi, lembar refleksi, lembar wawancara, dan lembar evaluasi. Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam II siklus dengan acuan utama hasil observasi dan refleksi suatu siklus menjadi bahan pertimbangan penyusunan rencana tindakan pada siklus berikutnya. Rangkaian siklus berakhir jika kemampuan menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa telah mencapai tingkat pencapaian minimal yang telah ditetapkan, yakni (1) Apabila minimal 20% dari subjek penelitian (5 anak) memperoleh nilai sangat baik (SB). (2) Apabila minimal 50% dari subjek penelitian (13 anak) memperoleh nilai baik (B). (3) Apabila maksimal 20% dari subjek penelitian (5 anak) memperoleh nilai cukup (C). (4) Apabila maksimal 10% dari subjek penelitian (2 anak) memperoleh nilai kurang (K).



3.2 Seting dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Parang. Sekolah ini di Desa TrososnoKecamatan Parang-Kabupaten Magetan. Penelitian dimulai dari persiapan sampai dengan



41



penyusunan dalam bentuk diskripsi selama 4 bulan yaitu bulan Agustus sampai dengan bulan November 2014 . Sasarannya pada perangkat pembelajaran, proses pembelajaran, penilaian proses dan hasil pembelajaran berupa ketrampilan siswa dalam menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami oleh siswa kelas IX SMP Negeri 3 Parang. Sasaran penelitian adalah seluruh siswa Kelas IX-C, maka yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjek penelitian yakni siswa kelas IX-C SMP Negeri 3 Parang pada Semester ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014. Adapun jumlah subjek penelitian dalam penelitian ini adalah kelas IX-C yang berjumlah 25 siswa. Secara realitas, pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami di kelas IX SMP Negeri 3 Parang masih sangat rendah. Dan berdasarkan refleksi awal kemampuan anak dalam menulis narasi (cerita pendek berdasarkan peristiwa yang pernah dialami) masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), dimana untuk kompetensi dasar menulis pengalaman pribadi KKM yang ditentukan adalah 75. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa dari 25 siswa, yang mencapai ketuntasan hanya sekitar 10 anak 40 % sedangakan yang belum tuntas sebanyak 15 anak atau 60%. Dan oleh karena penelitian ini dilaksanakan.



3.3 Prosedur Penelitian Pada bagian ini akan dijelaskan tentang langkah-langkah penelitian tindakan kelas yang dilalui, yang meliputi langkah persiapan dan pelaksanaan.



3.3.1



Persiapan Penelitian Persiapan penelitian tindakan kelas meliputi kegiatan pengidentifikasi masalah yang



terdapat di kelas, penganalisaan tingkat keseriusan masalah, pemilihan masalah yang



42



dipecahkan, dan penetapan kriteria keberhasilan pemecahan masalah yang dipilih. Dengan demikian, penelitian tindakan kelas senantiasa diawali dengan penelitian awal ( preleminary studies ). Pada penelitian ini tindakan awal dilakukan secara kolaboratif dengan praktisi di awal perencanaan tindakan. Untuk itu diperlukan kesiapan dari peneliti dan praktisi untuk menyamakan pemahaman dan penyikapan terhadap konsep pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan metode inkuiri. Pada tahap ini ada 4 kegiatan yang dilakukan. Pertama, melakukan diskusi dengan guru kolaborator tentang materi yang tepat untuk menulis narasi (cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami). Kedua, menetapkan rencana menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan metode inkuiri. Ketiga, menetapkan pelaksanaan penilaian proses dan hasil menulis cerita pendek dari peristiwa yang pernah dialami dengan metode inkuiri. Keempat, simulasi pembelajaran dan penilaian menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan metode inkuiri.



3.3.2 Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini menjelaskan tentang jumlah putaran (cyde) yang dilaksanakan dalam rangka memecahkan masalah yang telah ditetapkan dengan masing-masing putaran terdiri dari tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (implementation), observasi (observation), dan refleksi (reflection). Pelaksanaan tindakan berlangsung dalam beberapa siklus dan dalam setiap siklus dibagi atas empat pertemuan. Satu pertemuan menggunakan waktu dua jam pelajaran (2 x 40 menit). Fokus tindakan setiap siklus berupa implementasi metode inkuiri dalam pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami.



43



Pada tahap pelaksanaan tindakan ini, guru melaksanakan pembelajaran berdasarkan rencana tindakan yang telah disusun secara kolaboratif antara peneliti dan kolaborator. Pelaksanaan tindakan yang di maksud adalah sebagai berikut: (1) Guru melaksanakan pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan metode inkuiri di kelas IX SMP Negeri 3 Parang. Pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun sebelumnya. (2) Melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran secara cermat dan seksama. Secara komprehensif, semua gejala yang muncul dalam proses pembelajaran direkam atau dicatat oleh peneliti dalam bentuk catatan lapangan sebagai hasil dari kegiatan pengamatan. (3) Selanjutnya, hasil pengamatan itu didiskusikan oleh peneliti dengan kolaborator sebagai dasar untuk perbaikan pelaksanaan tindakan selanjutnya. Pelaksanaan tindakan menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan metode inkuiri meliputi empat tahap pelaksanaan/pertemuan dalam satu siklus. Setiap pertemuan menggunakan waktu selama 2 x 40 menit. Pelaksanaan tindakan pembelajaran dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini. Tabel 3.2 Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Tahap Pembelajaran Pra menulis



Pemburaman



Pelaksanaan Tindakan Guru membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dilami yang menarik dengan contoh cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialamisebagai bahan apersepsi o Guru menunjukkan beberapa contoh cerita pndek bertolak dari peristiwa yang prnah dialami dan memfokuskan perhatian siswa dengan pertanyaan: “Manakah dianatara beberapa contoh cerita pendek yang bertolak dari pengalaman pribadi yang paling menarik?” o Guru membimbing siswa untuk mengidentifikasi dan menyebutkan bagian-bagian unsure intrinsic cerita pendek (tema, alur, latar, tokohpenokohan, amanat, dan sudut pandang) o Guru membimbing siswa melalui curah pendapat untuk mendaftar dan menentukan topik tulisan yang akan dijadikan sebagai objek penulisan cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dan dianggap menarik. o Guru menjelaskan tujuan pembelajaran pada tahap pemburaman. o Guru memfokuskan perhatian siswa dengan pertanyaan: “Apakah topik cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami termasuk kategori menarik?” o



44



o o o o Perevisian



o o o o o o o o



Penyuntingan



o o o o o o



“Apakah kerangka yang kamu susun sudah mencakup semua unsure intrinsic sebuah cerita pendek?” Guru mengarahkan dan membimbing penulisan buram (draft) cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami berdasarkan kerangka pada tahap pra-menulis. Guru mengamati dan membantu siswa dalam menulis buram dengan pola individual maupun kelompok Guru mengamati dan membimbing siswa menyusun judul cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami Guru menjelaskan tujuan pembelajaran menulis cerita pndek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami pada tahap perevisian Guru memfokuskan perhatian siswa dengan pertanyaan:”Mengapa buram (draft) cerita pendek yang di tulis perlu direvisi?” “Hal-hal apa yang perlu direvisi dalam buram (draft) cerita pendek?” Guru menjelaskan tatacara merevisi kelengkapan dan kebahasaan suatu cerita pendek. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok kecil. Guru menugaskan masing-masing kelompok kecil untuk saling menukar buram individual. Siswa saling mengoreksi dan memberi saran revisi terhadap cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang ditulis temannya dalam satu kelompok. Guru mengamati dan membimbing siswa memberikan saran terhadap buram cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang penah dialami. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran menulis cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami pada tahap penyutingan. Guru memfokuskan perhatian siswa dengan pertanyaan:”Mengapa cerita pendek yang ditulis perlu disunting?” “Hal-hal apa yang perlu disunting dalam cerita pendek?” Guru menjelaskan tata cara menyunting cerita pendek. Guru menunjukan beberapa contoh penyuntingan masing-masing bagian cerita pendek dari segi penggunaan EYD. Guru membimbing dan mengarahkan kelompok-kelompok kecil siswa untuk menemukan hal-hal yang perlu penyuntingan.



3.4.3.3 Observasi Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan tujuan untuk mendapatkan berbagai data yang diperlukan serta mengetahui kendala yang dihadapi guru dan siswa berkaitan dengan pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami melalui metode inkuiri. Dengan kata lain, kegiatan pengamatan ini dimaksudkan untuk mengenali, merekam, dan mendokumentasikan semua indikator (baik proses maupun hasil) yang terjadi sebagai akibat dari tindakan.



45



Pada pelaksanaan tindakan, peneliti berkedudukan sebagai pengamat untuk memantau secara kritis dan objektif pelaksanaan pembelajaran serta untuk mengetahui kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan yang dilakukan oleh. Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang komprehensif, peneliti menggunakan instrumen pengumpul data yang telah dibuat sebelumnya. Pengamatan dilakukan mulai dari siklus pertama sampai dengan siklus kedua. Hasil pengamatan ini didiskusikan oleh peneliti dan kolaborator secara kritis dan seksama, kemudian hasilnya diperlukan untuk kepentingan refleksi. Pengamatan yang dilakukan dalam satu siklus akan memberikan masukan dan dijadikan dasar bagi penyusunan rencana tindakan perbaikan pada siklus berikutnya. Berhasil tidaknya tindakan yang diberikan dapat dilihat dari hasil pengamatan setiap siklus.



3.3.2.4 Refleksi Pada akhir tindakan setiap tahap pembelajaran, dilakukan kegiatan refleksi. Dalam kegiatan ini, peneliti dan kolaborator mendiskusikan dan membahas secara kritis dan seksama hasil pengamatan maupun data penunjang lainnya yang berkaitan dengan menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan metode inkuiri yang telah dilakukan. Hal-hal yang dibahas dan didiskusikan, yaitu (1) tindakan yang telah dilakukan, (2) perbedaan antara perencanaan tindakan dengan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan, (3) kendala-kendala yang ditemui dalam pelaksanaan pembelajaran dan mencari solusinya, dan (4) melakukan interprestasi, pelaksanaan, dan penyimpulan data yang diperoleh. Hasil refleksi ini memberi masukan bagi peneliti untuk menentukan sikap bagi pelaksanaan siklus berikutnya. Selain itu, hasil ini dijadikan dasar untuk menyusun rencana pembelajaran berikutnya sebagai tindakan perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan



46



pembelajaran sebelumnya. Daur tindakan akan berhenti apabila telah mencapai indikator hasil pembelajaran yang telah ditetapkan. Refleksi dalam penelitian tindakan kelas adalah upaya untuk menilai apakah pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan berhasi atau tidak dikaitkan dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil refleksi tersebut akan digunakan sebagai dasar bagi penyusunan rencana tindakan siklus berikutnya. Dan siklus di akhiri jika siswa telah mencapai standar ketuntasan minimal 75 baik secara individu maupun 80% klasikal.



3.4 Sumber Data dan Instrumen Penelitian Sumber data dan instrumen penelitian dalam suatu penelitian sangat dibutuhkan agar bisa lebih fokus, sistematis dan tertib. Adapun prosedur Instrumen penelitian yang penulis gunakan adalah sebagai berikut: a. Interview Interview adalah “ suatu percakapan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu.” (Irawan Suhartono, 2000 : 69) b. Angket Angket adalah ”suatu daftar yang berisi pertanyaan - pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang / anak yang ingin diselidiki atau direspon.” (Bimo Walgito, 1989 : 217), digunakan untuk memperoleh data keaktifan siswa kelas IX-C SMP Ngeri 3 Parang. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah “mencari data mengenai suatu hal atau variabel yang berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, leger, agenda, dan sebagainya.” (Suharsimi Arikunto, 2006 : 188)



47



Penulis pergunakan untuk memperoleh data tentang nilai prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas IX-C SMP Negeri 3 Parang. d.



Observasi Observasi adalah “kegiatan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung tentang



kegiatan, ucapan dan tingkah laku sehingga hasilnya dapat dijadikan bahan penelitian.” (D.L. Ilham, 1993 : 18) Dengan observasi ini penulis bertujuan untuk memperoleh data tentang : Letak geografis dan data yang diperlukan penulis yang berhubungan dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas. e.



Tes Tes adalah salah satu “metode yang digunakan untuk mengukur ada tidaknya



kemampuan obyek yang diteliti.” (Suharsimi Arikunto, 2006 : 223), digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. 3.5 Analisis Data Analisis data merupakan tingkat lanjut dari sumber data dan instrumen penelitian. Analisa data sangat diperlukan untuk mengolah data yang telah disusun dan dikelompokkan dengan tujuan agar data tersebut nantinya bisa dimengerti dan dipahami oleh semua orang. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dengan demikian data yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu data yang diperoleh kemudian dianalisa dan dideskripsikan dengan kata-kata untuk memperoleh kesimpulan. a.



Interview Interview



penulis terapkan untuk mengetahui keadaan siswa dan pengajaran yang



dilaksanakan. Metode ini juga penulis gunakan untuk bertanya secara langsung kepada siswa kelas IX-C. b. Angket



48



Digunakan untuk memperoleh data keaktifan siswa kelas IX-C SMP Ngeri 3 Parang selama mengikuti pelajaran. c. Dokumentasi Digunakan untuk memperoleh data tentang nilai prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas IX-C SMP Negeri 3 Parang, yang penulis peroleh dari data kelas dan juga dari buku leger. d. Observasi Dengan observasi ini penulis bertujuan untuk memperoleh data tentang keaktifan siswa pada saat pelaksanaan pembelajaran di kelas.



Hal ini dilakukan untuk mengetahui hasil



observasi tiap siklus yang dapat dilihat dari lembar pengamatan. Hasil observasi dianalisa dengan menggunakan prosentase dan selanjutnya dideskripsikan dengan kata-kata.



Untuk



mengetahui skor dan data observasi yang dilakukan, maka digunakan rumus sebagai berikut :



f P= N



x 100%



Dimana : P = Persentase f = Jumlah siswa yang aktif N = Jumlah siswa seluruh Data observasi dapat dihitung kriteria sebagai berikut : 76% - 100%



= sangat aktif



56% - 75%



= aktif



26% - 55%



= kurang aktif



0% - 25%



= tidak aktif



e. Tes Untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan menulis siswa pada mata pelajaran 49



Bahasa Indonesia siswa, dianalisis dengan membandingkan nilai rata-rata hasil tes pada setiap siklus I, dan II. Siswa yang menjalani tes akan dinyatakan tuntas dalam belajar adalah mendapat nilai 75 dengan Kriteria Ketuntatas Minimal (KKM) yang telah ditentukan. Apabila belum tuntas dalam siklus I, maka diadakan tes lagi yang diinginka untuk mengetahui skor siswa dan digunakan rumus sebagai berikut: Rumus ketuntasan klasikal :



Ketuntasan klasikal =



siswayangtuntas jumlahsiswakeseluruhan x 100%



Hasil tes siswa dianalisis dengan menggunakan presentase untuk selanjutnya ditafsirkan menggunakan kalimat kualitas sebagai berikut : < 75%



= Tidak tuntas



>75%



= Tuntas



Siswa dianggap tuntas secara klasikal apabila presentase yang diperoleh lebih dari 75 atau sama dengan 75%. Sedangkan kelas dianggap tuntas dalam pembelajaran apabila presentase yang diperoleh lebih dari 75 atau sama dengan 75%.



50



BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN 4. Pratindakan sebelum siklus I Kegiatan pratindakan sebelum siklus I meliputi (1) mengadakan kolaborasi dengan guru kolaborator,(2) menganalisis,(3) mengidentifikasi,(4) refleksi awal, (5) hasil penelitian 1, (6) hasil penelitian 2,(7) selanjutnya di uraikan sebagai berikut :



4.1 Hasil Penelitian Siklus I Hasil penelitian pada siklus I meliputi (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi tindakan, dan (4) refleksi tindakan. Uraian hasil penelitian selengkapnya sebagai berikut.



4. 1. 1 Perencanaan Tindakan Siklus I Perencanaan tindakan pada siklus I disusun secara kolaboratif antara peneliti dan kolaborator. Peneliti dan kolaborator memfokuskan pada tahapan menulis dan tahapan pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, serta memfokuskan pada pemilihan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pembelajaran Bahasa Indonesia. Adapun standar kompetensi menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX sebagaimana dalam kurikulum KTSP adalah siswa mampu menyunting cerpen secara teliti, mendata peristiwa-peristiwa yang pernah dialami secara kritis, menentukan konflik yang ada dalam peristiwa yang dipilih secara cermat, menulis cerpen bertolak dari peristiwea yang pernah dialami, dan menyunting cerpen secara teliti. Berkaitan dengan standar kompetensi tersebut, salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa yaitu menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Penguasaan kompetensi dasar menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami ditandai dua indikator, yakni (1) siswa mampu 51



mencatat apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana (5 W +1 H) tentang peristiwa yang prnah dialami, dan (2) siswa mampu menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan memperhatikan unsur intinsik yang mendukung. Pengalaman belajar yang diperoleh siswa kelas IX setelah mengikuti pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristuiwa yang pernah dialami, meliputi (1) mendata peristiwa mengesankan yang pernah dialami, (2) memilih peristiwa yang paling mengesankan secara logis, (3) menentukan konflik cerita, (4) merangkai peristiwa menjadi alur/kerangka cerita dan (5) kemampuan menyunting dan memberi komentar terhadap pengalaman pribadi yang disusun baik secara individu/ kelompok. Perencanaan tindakan disusun dalam empat rencana pembelajaran dan masing-masing rencana pembelajaran disajikan dalam waktu 2 x 40 menit. Secara keseluruhan penerapannya dilakukan dalam 4 kali pertemuan. Tema pembelajaran yang dipilih adalah pengalaman mengesankan yang pernah dialami. Pemilihan tema ini didasarkan pada pertimbangan beberapa pilihan tema yang disarankan dalam kurikulum dan kedekatan pengetahuan serta pengalaman siswa terhadap lingkungan di sekitarnya. Keseluruhan perencanaan tindakan berbentuk rencana pembelajaran tersebut dikemukakan sebagai berikut.



1. Rencana Pembelajaran Tahap Pra Menulis Rencana pembelajaran menulis pada tahap pra menulis dilaksanakan pada pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2 x 40 menit. Tujuan akhir yang akan dicapai adalah siswa dapat : (1) mengidentifikasi topik-topik peristiwa yang pernah dialami, (2) mengidentifikasi bagian teks peristiwa yang pernah dialami, (3) memilih topik peristiwa yang pernah dialami, (4) menentukan judul, dan (5) menyusun kerangka peristiwa yang pernah dialami dan mengembangkannya. Skenario pembelajaran tahap pramenulis dilakukan melalui tiga segmen kegiatan belajar mengajar, yakni (1) pendahuluan, (3) inti, dan (3) penutup. Aktivitas yang dilakukan guru dan siswa meliputi: 52



o



Guru membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang menarik dengan contoh peristiwa yang pernah dialami sebagai bahan apersepsi.



o



Guru menunjukkan beberapa contoh peristiwa yang pernah dialami dan memfokuskan perhatian siswa dengan pertanyaan: “Manakah diantara beberapa contoh peristiwa yang pernah dialami yang paling menarik?”



o



Guru membimbing siswa untuk mengidentifikasi dan menyebutkan unsur-unsur intrinsik cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami (tema, alur, latar, tokohpenokohan, amanah, dan sudut pandang).



o



Guru membimbing siswa melalui curah pendapat untuk mendaftar dan menentukan topik tulisan yang akan dijadikan sebagai objek penulisan cerita pendek bertolak dari pengalaman yang pernah dialami dan dianggap menarik.



o



Guru membimbing dan memotivasi siswa untuk menyusun kerangka cerita sebelum mengembangkannya. Pada kegiatan inti pada tahap pramenulis, tahapan metode inkuiri yang diterapkan adalah



(a) menetapkan jawaban sementara, (b) pencarian data, dan (c) pengkajian jawaban/temuan. Aktivitas guru dan siswa pada tahap pramenulis i : (1)



Siswa memperhatikan contoh cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami (yang ditunjukkan guru atau siswa) dan menentukan peristiwa yang pernah dialami siswa.



(2)



Siswa menyebutkan bagian unsur intrinsic cerpen melalui curah pendapat.



(3)



Siswa menyebutkan ciri-ciri bagian dan unsur intrinsic cerita pendek melalui curah pendapat.



(4)



Siswa menentukan topik tulisan yang akan ditulis sebagai objek.



53



(5)



Siswa menyusun kerangka cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang akan ditulis secara berkelompok (kecil) melalui curah pendapat. Aktivitas guru dan siswa pada kegiatan inti pembelajaran tahapan pramenulis meliputi :



(1)



Siswa mengamati cotoh cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami.



(2)



Siswa mengidentifikasi tulisan yang di anggap menarik.



(3)



Siswa memperhatikan pengembangan bagian dan unsur intrinsik pada contoh-contoh cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan inti pembelajaran menulis pada tahap pra-menulis



dalam mengkaji temuan/jawaban, meliputi : (1)



jawaban/temuan siswa tentang hal-hal yang di anggap menarik.



(2)



jawaban/temuan siswa tentang unsur-unsur intrinsik cerpen dan ciri-ciri sebuah tulisan narasi melalui curah pendapat, kemudian dicatat dalam masing-masing buku siswa.



(3)



Jawaban/temuan siswa tentang kerangka bagian dari cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami sebagai bagian dari bentuk tulisan narasi. Pada segmen kegiatan penutup pada tahap pra-menulis, tahapan metode inkuiri yang



diterapkan adalah penarikan kesimpulan. Aktivitas guru dan siswa pada segmen ini berupa tanya jawab untuk memperkuat pengetahuan baru yang diperoleh siswa melalui pembelajaran. Beberapa pengetahuan yang dimaksud, meliputi : (1)



Cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami adalah sebuah bentuk tulisan narasi yang menyajikan suatu fakta, perisitiwa, dan kejadian secara detail dan menarik



(2)



Cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami layaknya sebuah pengalaman pribadi yang memiliki dua bagian, yakni (1) inti yang terdiri dari unsur judul dan teras dan (2) badan tulisan yang berisikan unsur intrinsic cerpen yang terdiri dari: tema, alur, tokoh-penokohan, latar, amanat,dan sudut pandang.



54



(3)



Nilai atau ciri-ciri pengalaman pribadi, yakni mengandung keharuan, kelucuan dan informatif (dapat dipahami oleh pembaca).



(4)



Kerangka cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang disusun hendaklah memiliki kesesuaian dengan tema dan kelengkapan unsur penyajian (pendahulan, inti dan penutup).



2. Rencana Pembelajaran Tahap Pemburaman Rencana pembelajaran pada tahap pemburaman dilaksanakan pada pertemuan kedua dengan alokasi waktu 2 x 40 menit. Tujuan akhir pembelajaran pada tahap ini adalah siswa dapat : (1) mengembangkan kerangka menjadi cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, (2) mengembangkan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam masing-masing paragraf cerita pendek, dan (3) menggunakan ejaan, tanda baca, penanda hubungan antar – kalimat, dan penanda hubungan antar paragraf. Skenario pembelajaran pada tahap pemburaman dilakukan melalui tiga segmen kegiatan, yakni (1) pendahuluan, (2) inti, dan (3) penutup. Pada segmen kegiatan pendahuluan, tahapan metode inkuiri yang diterapkan adalah perumusan masalah, dengan aktivitas sebagai berikut: (1)



Guru menjelaskan tujuan pembelajaran pada tahap pemburaman.



(2)



Guru memfokuskan perhatian siswa dengan pertanyaan : “Apakah topik yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami termasuk kategori menarik?”



(3)



“Apakah kerangka yang kamu susun sudah mencakup semua kelengkapan suatu narasi cerita pendek?”



(4)



Guru mengarahkan dan membimbing penulisan buram (draft) cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami berdasarkan kerangka pada tahap pra-menulis.



(5)



Guru mengamati dan membantu siswa dalam menulis buram dengan pola individual maupun kelompok.



55



(6)



Guru mengamati dan membimbing siswa menyusun judul cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami.



(7)



Guru mengamati dan membimbing siswa menyusun buram teras cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami



(8)



Guru mengamati dan membimbing siswa menyusun buram isi cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Kegiatan inti pembelajaran pada tahap pemburaman di antaranya (1) menetapkan jawaban



sementara, (2) pencarian data, (3) pengkajian jawaban/ temuan. Aktivitas guru dan siswa pada segmen kegiatan inti pembelajaran dengan tahapan metode inkuiri nenetapkan jawaban sementara, meliputi : (1)



Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang buram judul, teras dan isi cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami.



(2)



Siswa menuliskan judul cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan menggunakan tanda baca dan ejaan yang benar.



(3)



Siswa menuliskan teras cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami berdasarkan pilihan penekanan informasi tulisan.



(4)



Siswa menuliskan isi cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan memperhatikan bagian pendahuluan, isi dan penutup. Aktivitas guru dan siswa pada segmen kegiatan inti pembelajaran pada tahap



pemburaman dengan tahapan metode inkuiri pencarian data, meliputi : (1)



Siswa membandingkan bentuk judul dan teras cerpen yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan mempergunakan contoh cerpen yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami sebagai pembanding.



56



(2)



Siswa menggunakan peristiwa yang pernah dialami untuk melengkapi informasi tentang fakta/ kejadian/peristiwa yang dijadikan topik cerpen yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Aktivitas guru dan siswa pada segmen kegiatan inti pembelajaran pada tahap pemburaman



dengan tahapan metode inkuiri pengkajian jawaban/temuan, meliputi: (1)



Judul cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang ditulis siswa dinilai kebenarannya sesuai dengan topik pengalaman yang dipilih dan diberi kesempatan memperbaiki jika ada kesalahan.



(2)



Teras peristiwa yang pernah dialami yang ditulis siswa dinilai kebenarannya sesuai dengan penekanan jenis tulisan cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang dipilih dan diberi kesempatan memperbaiki jika ada kesalahan.



(3)



Isi cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang ditulis siswa dinilai kebenarannya sesuai dengan kelengkapan unsur cerita pendek dan diberi kesempatan memperbaiki jika ada kesalahan.



(4)



Guru dan siswa melalui curah pendapat membicarakan tentang bentuk-bentuk kesalahan tanda baca dan ejaan yang harus dihindari.



(5)



Guru dan siswa melalui curah pendapat membicarakan tentang bentuk-bentuk kesalahan penanda hubungan kalimat dan paragraf yang harus dihindari Kegiatan penutup pembelajaran pada tahap pemburaman, tahapan metode inkuiri yang



diterapkan adalah penarikan kesimpulan. Aktivitas guru dan siswa berupa tanya jawab untuk memperkuat pengetahuan baru yang diperoleh siswa melalui pembelajaran. Beberapa pengetahuan yang dimaksud, meliputi : (1)



Cerita pendek dapat ditulis dengan format huruf kapital keseluruhan atau kapital pada tiap-tiap kata.



(2)



Judul cerita pendek ditulis dengan format singkat dan menarik.



57



(3)



Teras cerita pendek ditulis berdasarkan unsur intrinsik.



(4)



Isi cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami disusun dari beberapa paragraf dengan memperhatikan kelengkapan unsur intrinsik.



(5)



Masing-masing paragraf disusun dari satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas.



3. Rencana Pembelajaran Tahap Perevisian Rencana pembelajaran pada tahap perevisian dilaksanakan pada pertemuan ketiga dengan alokasi waktu 2 x 40 menit. Tujuan akhir pembelajaran pada tahap ini siswa dapat : (1) melakukan revisi judul cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, teras cerita pendek, serta isi cerita pendek berdasarkan kelengkapan bagian dan unsur peristiwa yang pernah dialami dan (2) melakukan revisi judul cerpen, teras cerpen, dan isi cerpen berdasarkan kaidah ejaan, tanda baca, dan bahasa Indonesia. Rencana skenario pembelajaran pada tahap perevisian dilakukan melalui tiga segmen kegiatan belajar mengajar, yakni (1) pendahuluan, (2) inti, dan (3) penutup. Pada segmen kegiatan pendahuluan tahapan metode inkuiri yang diterapkan adalah perumusan masalah. Aktivitas yang dilakukan guru dan siswa, meliputi : (1)



Guru menjelaskan tujuan pembelajaran menulis cerpen pada tahap perevisian.



(2)



Guru memfokuskan perhatian siswa dengan pertanyaan:”Mengapa buram (draft) cerpen yang ditulis perlu direvisi?”



(3)



“Hal-hal apa yang perlu direvisi dalam buram(draft) cerpen?”



(4)



Guru menjelaskan tatacara merevisi kelengkapan dan kebahasaan suatu cerpen.



(5)



Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok kecil.



(6)



Guru menugaskan masing-masing kelompok kecil untuk saling menukar buram individual.



(7)



Siswa saling mengoreksi dan memberi saran revisi terhadap cerita pendek yang ditulis temanya dalam satu kelompok. 58



(8)



Guru mengamati dan membimbing siswa memberikan saran terhadap buram cerita pendek. Pada segmen kegiatan inti pembelajaran pada tahap perevisian, tahapan metode inkuiri



yang diterapkan, yaitu (a) menerapkan jawaban sementara, (b) pencarian data, (c) pengkajian jawaban/temuan. Aktivitas guru siswa pada segmen kegiatan inti pembelajaran pada tahap perevisian dengan tahapan metode inkuiri penemuan jawaban sementara, meliputi: (1)



Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang revisi judul, teras, dan isi cerita pendek di tinjau dari segi kelengkapan tulisan.



(2)



Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang revisi judul, teras, dan isi cerita pendek ditinjau dari segi kebahasaan.



(3)



Siswa menuliskan saran revisi judul cerita pendek dengan menggunakan tanda baca dan ejaan yang benar.



(4)



Siswa menuliskan saran revisi teras cerita pendek berdasarkan pilihan penekanan informasi tulisan.



(5)



Siswa menuliskan saran revisi isi cerita pendek dengan memperhatikan kelengkapan tulisan.



(6)



Siswa dalam kelompok kecil melakukan curah pendapat tentang saran-saran revisi yang diberikan. Aktivitas guru dan siswa pada segmen kegiatan inti pada tahap perevisian dengan tahapan



metode inkuiri pencarian data, meliputi : (1)



Siswa membandingkan bentuk judul dan teras cerita pendek antar teman dengan mempertimbangkan kelengkapan tulisan .



(2)



Siswa membandingkan bentuk isi cerita pendek antar teman dengan mempertimbangkan kebahasaan tulisan .



59



(3)



Siswa mengamati saran-saran revisi judul dan teras pengalaman pribadi pada masingmasing buram pengalaman pribadi.



(4)



Siswa mengamati saran-saran revisi isi cerita pendek pada masing-masing buram pengalaman pribadi. Aktivitas guru dan siswa pada segmen kegiatan inti pada tahap perevisian dengan tahapan



metode dengan tahapan metode inkuiri pengkajian jawaban/ temuan, meliputi : (1)



Saran revisi terhadap judul cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang ditulis siswa dinilai kebenarannya dengan pertimbangan topik tulisan yang dipilih dan dilakukan jika relevan.



(2)



Saran revisi teras cerita pendek yang ditulis siswa dinilai kebenarannya dengan pertimbangan penekanan peristiwa yang pernah dialami yang dipilih dan dilakukuan jika relevan.



(3)



Saran revisi isi cerita pendek yang ditulis siswa dinilai kebenarannya dengan pertimbangan kelengkapan unsur peristiwa yang pernah dialami dan dilakukan jika relevan.



(4)



Guru dan siswa melalui curah pendapat membicarakan tentang revisi bentuk-bentuk kesalahan tanda baca dan ejaan.



(5)



Guru dan siswa melalui curah pendapat membicarakan tentang revisi bentuk-bentuk kesalahan penanda hubungan kalimat dan paragraf. Pada segmen kegiatan penutup pada tahap perevisian, tahapan metode inkuiri yang



diterapkan adalah penarikan kesimpulan. Aktivitas guru dan siswa berupa tanya jawab untuk memperkuat pengetahuan baru yang diperoleh siswa melalui pembelajaran. Beberapa pengetahuan yang dimaksud meliputi: (1)



Saran revisi menyangkut dua hal utama, yakni (1)kelengkapan bagian dan unsur pengalaman pribadi dan (2) penggunaan ejaan, tanda baca, dan habungan antar kalimat/paragraf.



60



(2)



Judul cerita pendek dapat ditulis dengan format huruf kapital keseluruhan atau huruf kapital pada tiap-tiap awal kata.



(3)



Judul cerita pendek ditulis dengan format singkat dan menarik.



(4)



Isi cerita pendek disusun dari beberapa paragraf dengan memperhatikan kelengkapan unsur intrinsik cerpen.



(5)



Masing-masing paragraf disusun dari satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas.



4. Rencana Pembelajaran Tahap Penyuntingan Rencana pembelajaran pada tahap penyutingan dilaksanakan pada pertemuan keempat dengan alokasi waktu 2 x 40 menit. Tujuan akhir pembelajaran pada tahap ini adalah siswa dapat: (1) menandai dan membetulkan kesalahan tuisan pada tingkat huruf kapital, ejaan, tanda baca, kata, dan kalimat (2) melakukan penyutingan pengalaman pribadi pada bagian judul, teras pengalaman pribadi, dan isi pengalaman pribadi. Rencana skenario pembelajaran pada tahap penyuntingan dilakukan melalui tiga segmen kegiatan belajar mengajar, yakni (1) pendahuluan, (2) inti, dan (3) penutup. Pada segmen kegiatan pendahuluan tahapan metode inkuiri yang diterapkan adalah merumuskan masalah. Aktivitas yang dilakukan guru siswa, meliputi: (1)



Guru menjelaskan tujuan pembelajaran menulis cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami pada tahap penyutingan.



(2)



Guru memfokuskan perhatian siswa dengan pertanyaan:”Mengapa cerita pendek yang ditulis perlu disunting?”



(3)



“Hal-hal apa yang perlu disunting dalam cerita pendek?”



(4)



Guru menjelaskan tata cara menyunting cerita pendek.



(5)



Guru menunjukan beberapa contoh penyuntingan masing-masing bagian cerita pendek dari segi penggunaan huruf kapital, ejaan, tanda baca, kosa kata, dan kalimat. 61



(6)



Guru membimbing dan mengarahkan kelompok-kelompok kecil siswa untuk menemukan hal-hal yang perlu penyuntingan. Pada segmen kegiatan inti pembelajaran pada tahap penyuntingan, tahapan metode inkuiri



yang diterapkan, yakni (a) menetapkan jawaban sementara, (b) pencarian data, dan (c) pengkajian jawaban/temuan. Aktivitas guru dan siswa pada segmen kegiatan inti pembelajaran pada tahap penyuntingan dengan tahapan metode



inkuiri menetapkan jawaban sementara,



meliputi: (1)



Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang penyuntingan cerita pendek dari segi penggunaan huruf kapital, ejaan, tanda baca, kosa kata, dan kalimat.



(2)



Siswa mengidentifikasi kaidah penggunaan huriuf kapital, ejaan, dan, tanda baca menurut EYD.



(3)



Siswa mengidentifikasi kaidah penggunaan kosakata asing dan daerah dalam Bahasa Indonesia.



(4)



Siswa mengidentifikasi kaidah penggunaan penanda hubung antar kalimat. Aktivitas guru dan siswa pada segmen kegiatan ini pembelajaran pada tahap penyuntingan



dengan tahapan metode inkuiri pencarian data, meliputi: (1)



Siswa menandai dan membetulkan penggunaan huruf kapital yang salah.



(2)



Siswa menandai dan membetulkan penggunan ejaan yang salah.



(3)



Siswa menandai dan membetulkan penggunaan kosa kata yang salah.



(4)



Siswa menandai dan membetulkan penggunaan kalimat yang salah.



(5)



Siswa dalam kelompok kecil melakukan curah pendapat tentang proses penandai dan pembetulan yang telah dilakukan. Aktifitas guru dan siswa pada segmen kegiatan inti pembelajaran pada tahap penyuntingan



dengan tahapan metode inkuiri pengkajian jawaban/temuan, meliputi:



62



(1)



Penyuntingan terhadap judul cerita pendek yang di lakukan siswa dinilai kebenarannya berdasarkan pedoman EYD dan penggunaan kosa kata asing dan daerah.



(2)



Penyuntingan terhadap teras cerita pendek yang dilakukan siswa dinilai kebenarannya berdasarkan pedoman EYD dan kaidah penggunaan kosa kata asing dan daerah.



(3)



Penyuntingan terhadap isi cerita pendek yang dilakukan siswa dinilai kebenarannya berdasarkan pedoman EYD dan kaidah penggunaan kosa kata asing dan daerah.



(4)



Penyuntingan terhadap cerita pendek yang dilakukan siswa dinilai kebenarannya berdasarkan kaidah tata kalimat bahasa Indonesia.



(5)



Guru dan siwa melalui curah pendapat membicarakan tentang revisi bentuk-bentuk penyuntingan yang telah dilakukan. Pada segmen kegiatan penutup pembelajaran tahap penyuntingan, tahapan metode inkuiri



yang diterapkan adalah penarikan kesimpulan. Aktivitas guru dan siswa berupa tanya jawab untuk memperkuat pengetahuan baru yang diperoleh siswa melalui pembelajaran. Pengetahuan yang dimaksud, yakni menyangkut tiga hal utama, yakni (1) penggunaan dan penulisan huruf kapital, ejaan, tanda baca, (2) penggunaan dan penulisan kosa kata asing dan daerah, dan (3) penggunaan dan penulisan kata hubung antar kalimat/paragraf. Materi pembelajaran yang direncanakan adalah peristiwa menarik yang pernah dialami. Sumber materi pembelajaran yang digunakan adalah buku Siswa: Pelajaran Bahasa Indonesia kelas IX SMP halaman 90-109 yang diterbitkan oleh Depdiknas tahun 2005. Media pembelajaran yang digunakan adalah contoh cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami sesuai dengan tema pembelajaran menulis cerita pendek yang ditetapkan. Media pembelajaran ini berfungsi untuk memancing ide, gagasan, dan perasaan siswa berdasarkan topik/subtopik yang dipilih untuk penulisan cerita pendek. Metode pembelajaran yang diterapkan adalah ceramah, tanya jawab, curah pendapat dan penugasan. Tanya jawab dan curah pendapat merupakan metode yang secara dominan digunakan



63



dalam pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk aktif



mengikuti dan melaksanakan proses belajar. Ceramah digunakan untuk



membuka pembelajaran, menutup aktivitas pembelajaran, dan menyampaikan penjelasan teoritis tentang proses menulis serta aspek pengalaman pribadi penugasan digunakan sebagai sarana untuk memfokuskan kegiatan siswa sekaligus mengukur keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis pengalaman pribadi. Evaluasi pembelajaran yang direncanakan untuk digunakan, yaitu evaluasi proses dan evaluasi produk. Evaluasi proses mengacu pada aktivitas belajar, kreativitas, dan kerja sama siswa dalam: (1) mengikuti penjelasan dan arahan guru, (2) menyusun dan mengembangkan peristiwa yang pernah dialami, (3) curah pendapat tentang berbagai aspek cerita pendek, (4) bekerja secara berkelompok, dan (5) unjuk kerja hasil penulisan cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Evaluasi hasil mengacu pada hasil menulis siswa setelah pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang dialami dengan menggunakan metode inkuiri berakhir dan aspek yang dinilai mencakup isi dan kebahasaan. Yang terdiri atas (1) kesesuaian judul dan isi, (2) kesesuaian teras cerita pendek dan isi cerita pendek, (3) kelengkapan isi cerita pendek, (4) ketepatan penggunaan huruf



kapital, ejaan, dan tanda baca, (5) ketepatan pilihan dan



penggunaan kosa kata, (6) ketepatan pilihan dan penggunaan kalimat, (7) isi keseluruhan cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, dan (8) kerapian penyuntingan teks cerita pendek.



4. 1. 2 Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 Sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah ditetapkan, pelaksanan tindakan peningkatan kemampuan menulis cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX-C SMP Negeri 3 Parang melalui metode inkuiri dilakukan dalam empat tahap,



64



yakni tahap pramenulis, tahap pemburaman, tahap perevisian, dan tahap penyuntingan. Pertemuan pertama yakni tahap pra-menulis dilaksanakan pada hari Senin, 19-08-2013 jam pelajaran 5-6. Pertemuan kedua tahap pemburaman dilaksanakan pada hari Senin, 09-09-2013 jam pelajaran 4-5. Pertemuan ketiga tahap perevisian dilaksanakan pada hari Rabu, 11-09-2013 jam pelajaran 4-5. Pertemuan keempat ,tahap penyuntingan dilaksanakan pada hari Senin, 30-092013 jam pelajaran 5-6. Kolaborator hadir di kelas untuk melakukan observasi (pengamatan dan pencatatan) keseluruhan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran menulis pengalaman pribadi berlangsung.



4. 1. 2. 1 Pelaksanaan Tindakan pada Tahap Pra-Menulis Fokus pembelajaran pada tahap pra-menulis yakni mengarahkan siswa untuk dapat merumuskan masalah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa, meliputi mengidentifikasi topiktopik peristiwa yang pernah dialami sesuai dengan tulisan, mengidentifikasi unsur intrinsik, memilih topik tulisan sesuai dengan tema tulisan, menentukan judul, dan menyusun kerangka isi cerita pendek. Secara umum pada tahap ini guru melakukan ceramah, tanya jawab, dan curah pendapat. Kegiatan ceramah digunakan guru untuk memberikan bimbingan belajar siswa dan menanamkan pengetahuan konseptual tentang cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Kegiatan tanya jawab digunakan guru untuk membangkitkan pengetahuan dan pengalaman siswa tentang Peristiwa yang Pernah Dialami, pengembangan kerangka isi cerita pendek dan penulisan judul. Kegiatan curah pendapat digunakan guru untuk pengidentifikasian bagain inti dan unsur intrinsik, memilih topik, dan menetukan judul cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami.



65



1) Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran. Pada awal kegiatan pembelajaran, guru menjelaskan apa yang harus dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran pada tahap pra-menulis dengan tahapan metode inkuiri. Penjelasan guru meliputi siswa dapat : (1) mengidentifikasi topik-topik, (2) mengidentifikasi bagian inti dan unsur intrinsik, (3) memilih topik tulisan sesuai dengan tema Peristiwa yang Pernah Dialami, (4) menentukan judul berdasarkan topik yang dipilh, (5) menentukan unsur intrinsik berdasarkan topik yang dipilih, (6) menyusun kerangka isi cerita pendek sesuai dengan topik. Kemudian, guru membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk menulis cerita pendek, serta memperlihatkan beberapa contoh cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami sebagai bahan apersepsi. Contoh cerita pendek yang diberikan oleh guru bertemakan Peristiwa yang Pernah Dialami. Berdasarkan contoh cerita pendek yang berolak dari peristiwa yang pernah dialami tersebut guru melakukan tanya jawab yang bertujuan lebih memfokuskan lagi perhatian siswa. Melalui kegiatan tanya jawab guru menggali pengetahuan dan pengalaman siswa tentang hal-hal yang digambarkan dalam contoh cerpen tersebut. Pertanyaan guru disusun dengan formula pertanyaan unsur intrinsik cerpen, meliputi tema, alur, latar, amanat, tokoh dan penokohan, serta sudut pandang. Hal ini bertujuan untuk mengirim dan mempermudah siswa untuk menemukan sekaligus memahami unsur-unsur yang dikemukakan dalam cerpen. Bentuk-bentuk pertanyaan yang muncul, misalnya apa tema dalam contoh cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, sebutkan bagian alur yang terdapat dalam contoh cerita pendek, temukan latar yang terdapat dalam contoh cerita pendek tersebut, sebutkan amanah yang terdapat dalam contoh cerita pendek tersebut, temukan tokoh dan perwatakan yang mendukung dalam contoh cerita pendek tersebut, serta tentukan sudut pandag yang terdapat dalam contoh cerita pendek tersebut. Siswa menjawab dengan lancar jawaban masing-masing pertanyaan dari guru tersebut.



66



Selanjutnya guru mengemukakan penjelasan tentang bagian dan unsur intrinsik cerita pendek.. Sebagai tindak lanjut membimbing siswa melalui curah pendapat untuk mendaftar dan menentukan bagian/unsur intrinsik dalam contoh cerita penbdek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Siswa menuliskan bagian dan unsur cerita pendek di papan tulis, dengan urutan tema, alur, latar, tokoh-penokohan, amanah, dan sudut pandang. Pada masing-masing hal tersebut dirincikan lebih lanjut hal lain yang menjadi keterangan tambahan. Pada akhir kegiatan curah pendapat ini guru memberikan penegasan pada siswa bahwa : (1) kata “Peristiwa yang Pernah Dialami” yang dituliskan paling atas disebut sebagai tema cerita pendek, (2) kalimat “Mudik” disebut topik, (3) kalimat “Mudik” disebut judul cerpen yang disusun berdasarkan topik, dan (4) keseluruhan yang ditulis di papan disebut sebagai kerangka cerita pendek. Hasil kerangka cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang disusun melalui aktivitas curah pendapat dan tanya jawab dikemukakan sebagai berikut: Hasil Kerangka Tulisan Contoh Cerita Pendek yang Bertolak dari peistiwa yang Pernah Dialami Tema Topik Judul



: : :



Peristiwa yang Pernah Dialami Mudik Mudik



Alur



:



Alur mundur / flash back



Latar



:



Sebuah kampung



Amanah Tokoh dan Penokohan(erwatakan ) Sudut Pandang



: :



Ingatlah kampung halaman di manapun kita berada 1. Ayah: Orang yang tegas, dan berprinsip 2. Ibu: Penyayang, disiplin Orang pertama, serba tahu



:



(2) Kegiatan Inti Pembelajaran Kegiatan inti pada tahap pra-menulis diawali dengan penjelasan dan penegasan guru tentang penetapan jawaban/temuan. Sesuai dengan perencana aktivitas guru dan siswa pada



67



segmen kegiatan inti pembelajaran, maka pembelajaran diarahkan pada kemampuan siswa untuk: (1) menyebutkan bagian dan unsur cerita pendek melalui curah pendapat, (2) menyebutkan unsur intrinsik cerpen melalui curah pendapat, (3) menentukan topik cerpen yang akan ditulis sebagai objek tulisan secara individual, dan (4) menyusun kerangka tulisan yang akan ditulis secara berkelompok (kecil) melalui curah pendapat. Penetapan jawaban sementara berkaitan dengan penentuan hal-hal yang terdapat dalam kerangka tulisan sebagai unsur-unsur yang akan dikembangkan menjadi cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Pencarian data berkaitan dengan pencatatan berbagai aspek yang berkaitan dengan informasi dan bukti-bukti faktual tentang peristiwa yang akan diberitakan. Pengkajian jawaban/temuan berkaitan dengan kuantitas dan kualitas kelengkapan informasi dan bukti sebagai bahan dasar penentuan penyusunan unsur intrinsik cerpen. Berbeda dengan kegiatan sebelumnya pada kegiatan inti ini guru lebih banyak memberi kesempatan pada siswa untuk aktif melakukan proses belajar secara lebih mandiri. Guru mengurangi kuantitas petunjuk baik yang berkaitan dengan cara maupun isi aktivitas siswa. Hal ini bertujuan untuk memperkuat temuan siswa tentang proses metode inkuiri sebagaimana pada kegiatan pendahuluan dan membiasakan siswa untuk memancing pengetahuan dan pengalaman sendiri. Sehubungan dangan tahapan metode inkuiri penetapan jawaban sementara, kegiatan selanjutnya yakni mempertajam penemuan pengetahuan siswa tentang unsur-unsur intrinsik cerita pendek. Unsur dan bagian cerita pendek, meliputi (1) inti tulisan yang terdiri dari unsur judul dan isi cerita; (2) unsur intrinsik cerpen yang meliputi: tema, alur, latar, amanah, tokoh dan perwatakan, serta sudut pandang. Siswa tampak cukup memahami unsur intrinsik cerita pendek, walaupun hal ini ditunjukan dengan keterlibatan sebagian kecil siswa dalam curah pendapat.



68



Sebagai tindak lanjut guru meminta siswa menentukan topik dan menyusun kerangka pemberitaan yang akan dikembangkan lebih lanjut oleh siswa menjadi sebuah cerpen yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Urutan kerangka cerita pendek sesuai dengan kerangka tulisan contoh cerita pendek yang dikembangkan dan ditulis di papan tulis pada kegiatan pendahuluan. Guru menyampaikan pada siswa bahwa hasil kerangka sederhana tidak dinilai tetapi yang lebih dipentingkan proses pemilihan topik dan perincian kerangka tulisan. Pernyataan guru tersebut membuat siswa terlihat bersemangat untuk mengerjakan tugasnya. Berdasarkan hasil pekerjaan siswa dapat dikemukakan bahwa secara umum siswa cukup dapat menyusun kerangka sesuai dengan urutan isi kerangka tulisan . Wujud hasil kerangka tulisan siswa dikemukakan secara berturut-turut sebagai berikut: Contoh Hasil Kerangka Tulisan Siswa (Kelompok Baik Sekali) Tema Topik (Inti pengalaman pribadi) judul Tema Alur Amanah Latar Tokoh-Penokohan Sudut Pandang



: : :



Peristiwa yang pernah dialami Ketakutan Suara Kucing = Suara Bayi



: : : : : :



Ketakutan karena mendengar suara kucing tengah malam Mundur / flash back Jadi orang jangan penakut Tengah malam, di kamar Aku: Penakut Orang pertama pelaku utama



Contoh Hasil Kerangka Tulisan Siswa (Kelompok Baik) Tema : Peristiwa yang pernah dialami Topik : Ketakutan Judul : Hantu Tema : Keusilan teman Alur : Alur mundur / flash back Amanah : Jadi orang jangan suka usil Latar : Lingkungan sekolah Tokoh-Penokohan : Bambang: anak yang usil, sering menggoda temannya Sudut Pandang : Orang pertama, pelaku sampingan Contoh Hasil Kerangka Tulisan Siswa (Kelompok Sedang) Tema Topik Judul



: : :



Peristiwa yang pernah dialami Makanan Dikira jajan tetapi bunga 69



Tema Alur Amanah Latar



: : : :



Tokoh-Penokohan Sudut Pandang



: :



Tradisi berebut jajan pasar Alur mundur/flash back Seriuslah kalau berdoa, jangan memikirkan hal lain Di sebuah desa dengan tradisi berebut jajan pasar jika mendapat berkah Aku: anak yang ceria Orang pertama pelaku utama



Contoh Hasil Kerangka Tulisan Siswa (Kelompok cukup) Tema Topik Judul Tema



: : : :



Alur Amanah Latar Tokoh-Penokohan Sudut Pandang



: : : : :



Peristiwa yang pernah dialami Pentingnya Ketelitian Sepatuku “kanan semua” Persami memang sangat mengasyikan tetapi juga menegangkan. Adakalanya harus bersikap santai tetapi juga ada saatnya serius. Keadaan serius di antaranya apel pagi. Alur mundur/ flash back Berhati-hatilah sebelum melakukan sesuatu Minggu pagi, di halaman sekolah Aku dan Narto: dua sahabat yang sangat akrab Orang pertama pelaku utama



Contoh Hasil Karangan Tulisan Siswa (Kelompok Kurang) Tema Topik Judul Tema Alur Amanah Latar Tokoh-Penokohan Sudut Pandang



: : : : : : : : :



Peristiwa yang pernah dialami Memancing Mancing Mendapat Celana Dalam Memancing Alur mundur/ Flash back Orang yang usil biasanya mendapat celaka/malu Kolam milik desa Aku: senang memancing Orang pertama pelaku utama



Langkah pembelajaran berikutnya, guru membentuk kelompok-kelompok berdasarkan pilihan topik oleh siswa. Hasilnya terdapat tujuh kelompok, yakni (1) kelompok siswa yang memilih topik “ketakutan” (2) kelompok siswa yang memilih topik “makanan”, (3) kelompok siswa yang memilih topik “pentingnya ketelitian” (4) kelompok siswa yang memilih topik “perlombaan”, (5) kelompok siswa yang memilih topik “Binatang” (6) kelompok siswa yang memilih topik “Permainan” (7) kelompok siswa yang memilih topik “Mistis’’ (8) kelompok siswa memilih “Permainan”. 70



Pada dasarnya kelompok-kelompok tersebut dibentuk dengan tujuan curah pendapat berbagai informasi atau bukti faktual tentang topik tulisan . Langkah ini merupakan realisasi dari tahapan inkuiri pencarian data. Hal-hal yang dilakukan oleh masing-masing kelompok antara lain, (1) melengkapi kerangka cerita pendek yang ditulis secara individual melalui curah pendapat, (2) memanfaatkan berbagai sumber koran, majalah, bacaan dalam buku teks, dan LKS sebagai sumber peristiwa yang pernah dialami, (3) memperhatikan judul dan isi peristiwa yang pernah dialami beserta unsur intrinsiknya pada contoh cerita pendek yang telah diberikan, dan (4) memperhatikan penulisan judul dan isi pada contoh cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Langkah keempat, masing-masing siswa dalam kelompok menyempurnakan kerangka tulisan berdasarkan hasil curah pendapat kelompok. Kegiatan ini selanjutnya diperkuat guru dengan cara klasikal membahas hasil penjabaran masing-masing kelompok. Selanjutnya kerangka tulisan yang telah disusun siswa dinilai guru berdasarkan kelengkapan unsur-unsur intrinsik cerita pendekmasi. Hasilnya dapat dikemukakan dalam lima kategori, yakni (1) siswa yang menghasilkan kerangka tulisan yang sangat baik, (2) menghasilkan kerangka tulisan yang baik, (3) siswa menghasilkan kerangka tulisan yang cukup, dan (5) siswa menghasilkan kerangka tulisan yang kurang baik. Hasil ini masih belum sesuai dengan yang diharapkan peneliti dan kolaborator. Faktor-faktor yang berpengaruh akan dibahas pada bagian refleksi tindakan.



(3) Kegiatan Penutup Pembelajaran Kegiatan penutup pada tahap pra-menulis melalui metode inkuiri bertujuan untuk penarikan kesimpulan berupa pengetahuan baru yang diperoleh siswa melalui pembelajaran. Guru secara klasikal memberikan penjelasan kepada siswa hal-hal tentang apa cerita pendek, apa unsur-unsur intrinsik cerpen bertema Peristiwa yang pernah dialami, bagaimana ciri-ciri cerita



71



pendek, apa kerangka tulisan, apa saja unsur-unsur dan bagian kerangka tulisan, dan bagaimana seharusnya kerangka tulisan dan cerita pendek disusun. Selain itu guru mengemukakan bahwa kerangka tulisan tersebut akan menjadi acuan penulisan buran atau draf cerita pendek pada pertemuan berikutnya. Guru juga memberikan pujian kepada siswa yang telah mengikuti proses belajar dengan cukup baik. Pada pembelajaran berikutnya diharapkan siswa lebih aktif lagi mengikuti proses belajar.



4. 1. 2. 2 Pelaksanaan Tindakan pada Tahap Pemburaman Pada tahap pemburaman tindakan difokuskan pada penemuan jawaban sementara dan pencarian data. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa, meliputi pengembangan kerangka tulisan menjadi cerita pendek, pengembangan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam masingmasing paragraf cerita pendek, dan penggunaan ejaan, tanda baca, penanda hubungan antar kalimat, dan penanda hubungan antar paragraf. Secara umum pada tahap ini guru melakukan ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Kegiatan ceramah digunakan guru di awal pembelajaran untuk menyampaikan tujuan pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, tahap pemburaman dan cara mengembangkan kerangka tulisan menjadi cerita pendek yang menarik. Kegiatan tanya jawab digunakan guru untuk memunculkan detail-detail subtopik berdasarkan pengetahuan dan pengalaman siswa. Kegiatan penugasan dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada siswa menyusun cerita pendek.



(1) Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran Pada awal kegiatan pembelajaran, guru menjelaskan apa yang harus dikuasai siswa setelah mengikuti pada tahap pemburaman dengan tahapan metode kognitif



penemuan jawaban



sementara dan pencarian data. Penjelasan guru meliputi siswa mampu: (1) mengembangkan



72



kerangka menjadi naskah cerita pendek, (2) mengembangkan kalimat uama dan kalimat penjelas dalam masing-masing paragraf cerita pendek, dan (3) menggunaan ejaan, tanda baca, penanda hubungan antar-kalimat, dan penanda hubungan antar paragraf. Selain itu guru memberikan dorongan kepada siswa untuk menulis buram/draft cerita pendek dengan sungguh-sungguh. Guru secara klasikal juga melakukan tanya jawab tentang topik/subtopik yang telah dipilih dan kerangka tulisan yang telah disusun siswa pada pertemuan sebelumnya. Siswa mencermati kembali contoh cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dan dua kerangka tulisan yang telah dimilikinya. Selanjutnya pembelajaran dilanjutkan dengan tanya jawab yang berisikan perbandingan antara kerangka tulisan contoh cerita pendek yang bertolak darti peristiwa yang pernah dialami dan kerangka tulisan yang disusun siswa. Guru menunjukkan bagian-bagian kerangka tulisan yang dikembangkan menjadi cerita pendek. Hal-hal yang ditekankan meliputi kelengkapan unsur intrinsik cerpen, kejelasan kalimat utama dan kalimat penjelas, kerincian gagasan, ketepatan penulisan ejaan. Proses selanjutnya siswa memulai penulisan buram atau draf cerita pendek dengan cara duduk berkelompok sesuai dengan kesamaan topik tulisan . Guru mengarahkan dan membimbing penulisan buram cerita pendek berdasarkan kerangka tulisan masing-masing siswa. Guru mengamati dan membantu siswa dalam menulis buram dengan secara berkelompok. Siswa pada proses ini tampak melakukan penulisan dengan suasana yang hening.



(2) Kegiatan Inti Pembelajaran Pada segmen kegiatan ini pada pemburaman fokus aktifitas siswa di arahkan pada (1) menetapkan buram judul, tema, dan isi cerpen, (2) menuliskan judul, tema dan isi cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan menggunakan tanda baca dan ejaan yang benar, dan (3) menuliskan judul, tema, dan isi cerita pendek dengan mempertimbangkan penekanan informasi tulisan serta kelengkapan unsur intrinsik cerita pendek. Guru



73



memfasilitaskan kegiatan siswa dengan cara memberikan penjelasan apabila siswa mengalami kesulitan dalam merealisasikan fokus kegiatan tersebut. Berdasarkan pertimbangan situasi belajar yang kurang kondusif oleh karena beberapa siswa mengulangi pertanyaan yang sama, maka peneliti memberikan penjelasan di depan kelas. Langkah yang diambil peneliti adalah menjelaskan siswa secara klasikal tentang bagaimana menemukan informasi sebanyak-banyaknya tentang fakta/kejadian/peristiwa yang dijadikan topik cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Peneliti juga menyampaikan prinsip-prinsip ejaan dan tanda baca Bahasa Indonesia. Selanjutnya guru membimbing siswa menuliskan buram isi cerita pendek dengan menggunakan kosa kata dan kalimat yang benar. Hal yang juga ditekankan guru untuk diperhatikan



siswa



adalah



kelengkapan



informasi



khusus



dalam



setiap



aspek



fakta/kejadian/peristiwa yang ditulis. Pada proses ini beberapa gejala yang tampak diantaranya (1) ada kelompok siswa yang menganggap penulisan cerita pendek dilakukan dengan semata menceritakan fakta/kejadian/peristiwa, (2) ada kelompok siswa yang menyusun cerita pendek dengan cara melengkapi unsur-unsur intrinsik dalam cerita pendek, dan (3) ada kelompok siswa yang secara langsung menuliskan buram cerita pendek sebagaimana contoh karangan pengalaman pribadi. Berkaitan dengan tahapan metode inikuiri pengkajian temuan, pada tahap ini pemburaman ini guru meminta siswa untuk membandingkan bentuk judul dan isi cerita pendek dengan mempergunakan contoh cerita pendek sebagai pembanding. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat pemahaman siswa tentang bagaimana menulis judul, tema, dan isi cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang mempertimbangkan kebenaran bahasa yang digunakan dan kelengkapan informasi. Selanjutnya buram cerita pendek siswa diserahkan kepada guru untuk dinilai dari segi isi (kelengkapan informasi dan aspek kebahasaan (penggunaan kosa kata, kalimat, ejaan, dan tanda baca).



74



Secara umum hasil penulisan buram/draf dapat dipaparkan sebagai berikut. Pertama, sub topik dalam kerangka tulisan telah dikembangkan siswa kedalam buram cerita pendek. Kedua, buram/draf awal cerita pendek yang menarik dikembangkan menjadi 4-6 paragraf. Ketiga, jumlah kalimat pada tiap-tiap paragraf memiliki variasi antara 3 sampai 7 kalimat.



(3) Kegiatan Penutup Pembelajaran Kegiata penutup pada tahap pemburaman melalui metode



inkuiri bertujuan untuk



penarikan kesimpulan berupa pengetahuan baru yang diperoleh siswa melalui pembelajaran. Peneliti secara klasikal memberikan penjelasan kepada siswa bahwa : (1) Judul cerita pendek dapat ditulis dengan format huruf kapital keseluruhan atau huruf kapital pada tiap-tiap kata, (2) judul cerita pendek ditulis dengan format singkat dan menarik, (3) tema cerita pendek ditulis berdasarkan pilihan penekanan cerita pendek yaitu salah satu dari unsur intrinsiknya, (4) isi cerita pendek disusun dari beberapa paragraf dengan memperhatikan kelengkapan unsur intrinsik cerpen, (5) masing-masing paragraf disusun dari satu kalimat utama dan bebrapa kalimat penjelas. Pada saat siswa mencatat penjelasan tersebut, peneliti juga memberikan arahan tentang langkah selanjutnya yakni merevisi kesalahan buram/draf pada pertemuan berikutnya. Guru mengakhiri pembelajaran dengan berpesan agar siswa lebih berhati-hati dalam perevisian cerita pendek.



4.1.2.3 Pelaksanaan Tindakan pada Tahap Perevisian Pada tahap perevisian tindakan difokuskan pada pengkajian jawaban/ temuan. Kegiatankegiatan yang dilakukan siswa, meliputi melakukan revisi judul cerita pendek, tema dan isi cerita pendek serta melakukan revisi judul cerita pendek, tema cerita pendek, dan isi cerita pendek berdasarkan kaidah ejaan, tanda baca dan kalimat Bahasa Indonesia .



75



Secara umum pada tahap ini guru menerapkan kegiatan curah pendapat, tanya jawab dan penugasan. Kegiatan curah pendapat ini digunakan untuk saling memberikan saran perevisian kesalahan isi dan kebahasaan antar siswa dalam kelompok. Kegiatan tanya jawab digunakan guru untuk membimbing siswa secara berkelompok menandai dan memperbaiki kesalahan yang ditemukan. Kegiatan penugasan dilakukan untuk meberikan kesempatan kepada masing-masing siswa memperbaiki kebahasaan dan isi buram cerita pendek. (1) Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran Pada awal kegiatan pembelajaran, guru menjelaskan apa yang harus dikuasai siswa setelah mengikuti pada tahap perevisian dengan tahapan metode inkuiri pengkajian jawaban/temuan. Guru mengemukakan bahwa siswa harus dapat mencermati kembali buram cerita pendek milik siswa lainnya, menandai bagian yang kurang tepat, mengubah bagian isi yang kurang tepat sesuai dengan kerangka secara individual, membetulkan kesalahan teknis kebahasaan dan membandingkan hasil perevisian dengan buram awal. Untuk memfokuskan perhatian siswa, guru pertanyaan “Mengapa buram (draf) cerita pendek yang sudah ditulis perlu diperbaiki?” dan “Hal-hal apa yang perlu diperbaiki dalam buram (draft) cerita pendek?”. Pertanyaan guru ini menyebutkan dengan jelas dan tegas kesalahan-kesalahan tersebut. Untuk mengatasi hal ini guru menjelaskan tentang bentuk-bentuk kesalahan tanda baca, ejaan, kosakata, kalimat dan paragraf. Selanjutnya guru kembali meminta masing-masing kelompok untuk saling menukarkan buram individual. Gejala yang dapat diamati peneliti, yakni (1) siswa tampaknya berupaya membaca dan mencermati buram cerita pendek milik temannya., (2) sesekali siswa menanyakan kembali maksud tulis cerpen penulis cerita yang dicermatinya, dan (3) beberapa kali siswa menanyakan kepada guru kebenaran kaidah ejaan, tanda baca, dan kosa kata kepada guru. Guru mengamati dan membimbing siswa dalam memberikan saran perevisian tersebut.



76



(2) Kegiatan Inti Pembelajaran Pada segmen kegiatan inti pada tahap perevisian fokus aktivitas siswa diarahkan pada pengkajian jawaban. Dalam hal ini pengkajian jawaban adalah proses mencermati, menandai, dan memberi komentar buram cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dari segi kebahasaan dan segi isi. Guru berkeliling memantau kegiatan siswa dan membantu mereka apabila ada yang bertanya tentang kesulitan menemukan serta menandai kesalahan buram cerita pendek temannya. Setelah buram ceritapendek telah selesai ditandai dan disarankan perevisiannya kemudian dikembalikan kepada masing-masing penulis. Secara individual siswa mencermati koreksi perevisian dari siswa lain dalam satu kelompok. Guru menyarankan agar siswa membandingkan bentuk judul dan isi cerita pendek yang telah dikoreksi dengan contoh ceritapendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang diberikan guru. Perbandingan ini mencakup kelengkapan informasi cerita pendek, dan kebenaran kebahasaan yang digunakan. Sebagaimana siklus I, pada aktivitas siklus II ini guru memberikan pernyataan bahwa saran perevisian judul dan isi dapat dilakukan jika dipandang sesuai dengan topik dan sub topik. Demikian pula dengan kesalahan aspek kebahasaan yang juga dapat dilakukan jika sesuai dengan kaidah tata Bahasa Indonesia.



3) Kegiatan Penutup Pembelajaran Kegiatan penutup pada tahap perevisian melalui metode inkuiri bertujuan untuk penguatan kesimpulan berupa pengetahuan baru yang diperoleh siswa, yakni (1) kelengkapan bagian dan unsur cerita pendek dan (2) penggunaan ejaan, tanda baca dan hubungan antar kalimat/paragraf. Sebagaimana siklus I, Guru pada siklus II ini juga menyebutkan kembali beberapa hal penting yang telah dikemukakan pada akhir pertemuan sebelumnya, yakni (1) judul cerita pendek dapat ditulis dengan format huruf kapital keseluruhan atau huruf kapital pada pada tiap-



77



tiap kata, (2) judul cerita pendek ditulis dengan format singkat dan menarik, (3) tema cerita pendek ditulis berdasarkan pilihan penekanan peristiwa yang pernah dialami, (4) isi cerita pendek bertolak dariperistiwa yang pernah dialami disusun dari beberapa paragraf dengan memperhatikan kelengkapan unsure intrinsik, (5) masing paragraf disusun dari satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas. 4.1.2.4 Pelaksanaan Tindakan pada Tahap Penyuntingan Pada tahap penyuntingan tindakan difokuskan pada penarikan kesimpulan. Kegiatankegiatan yang dilakukan siswa, menandai dan membetulkan kesalahan penulisan cerita pendek pada tingkat penulisan huruf kapital, ejaan, tanda baca, kata dan kalimat, dan melakukan penyutingan cerita pendek pada bagian judul, tema cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, dan isi cerita pendek. Secara umum pada tahap ini guru menerapkan kegiatan curah pendapat dan penugasan. Kegiatan curah pendapat digunakan untuk saling memberikan saran tentang penghilangan, penggantian, ataupun penambahan usnur-unsur kebahasaan dan isi informasi dalam cerpennya.



(1) Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran Pada awal kegiatan pembelajaran, guru menjelaskan apa yang harus dikuasai siswa setelah mengikuti pada tahap penyuntingan dengan tahapan metode inkuiri penarikan kesimpulan. Guru mengemukakan bahwa siswa harus dapat : (1) menandai dan membetulkan kesalahan tulisan pada tingkat penulisan huruf kapital, ejaan, tanda baca, kata dan kalimat, (2) melakukan penyuntingan penulisan cerpen pada bagian judul, dan (3) melakukan penyuntingan cerpen pada bagian isi cerpen. Guru memfokuskan perhatian siswa dengan dengan pertanyaan: ”Mengapa cerpen yang ditulis perlu disunting?” “Hal-hal apa yang perlu disunting dalam cerpen?” Menanggapi pertanyaan guru ini siswa tampak lebih pasif dari kegiatan tanya jawab sebelumnya. Hal ini



78



disebabkan ketidak pahaman siswa tentang perbedaan antara perevisian dan penyuntingan. Menyikapi hal ini guru menjelaskan bahwa (1) dua kegiatan tersebut sama-sama berupa proses mencermati, menandai, dan memperbaiki bagian-bagain tertentu dari pengalaman pribadi, dan (2) perevisian lebih banyak dilakukan oleh siswa lain sedangkan penyuntingan dilakukan oleh siswa sendiri.



(2) Kegiatan Inti Pembelajaran Langkah awal yang dilakukan guru pada kegiatan inti pembelajaran ini adalah menjelaskan tentang tata cara menyunting cerpen dengan cara menunjukkan bebrapa contoh penyuntingan masing-masing bagian cerpen dari segi penggunaan huruf kapital, ejaan, tanda baca, kosa kata, dan kalimat. Langkah kedua guru menugaskan berturut-turut untuk : (1) mengidentifikasi penggunaan huruf kapital, ejaan dan tanda baca menurut EYD, (2) mengidentifikasi penggunaan kosa kata asing dan daerah dalam bahasan Indonesia, dan (3) mengidentifikasi penggunaan penanda hubung antar kalimat Langkah ketiga guru menugaskan siswa berturut-turut untuk : (1) menandai dan membetulkan penggunaan huruf



kapital



yang



salah, (2) menandai dan membetulkan



penggunaan ejaan yang salah, (3) menandai dan membetulkan penggunaan kosa kata yang salah, (4) menandai dan membetulkan penggunaan kalimat yang salah, dan (5) melakukan curah pendapat tentang proses penandaan dan pembetulan. Kedua kegiatan di atas dilakukan siswa secara individual. Langkah keempat, guru menilai hasil penyuntingan cerpen dengan berpedoman pada ketentuan bahwa : (1) penyuntingan judul cerpen yang ditulis siswa dinilai kebenarannya berdasarkan pedoman EYD, (2) penyuntingan isi cerpen yang dilakukan siswa dinilai



79



kebenarannya berdasarkan kelengkapan bagian judul, tema dan isi cerpen dan (3) penyuntingan isi cerpen siswa dinilai kelengkapannya berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya.



(3) Kegiatan Penutup Pembelajaran Pada kegiatan penutup pada tahap penyuntingan guru dan siswa melakukan penguatan aktivitas yang telah dilakukan melalui tanya jawab. Hal yang dijadikan fokus tanya jawab, meliputi (1) penggunaan dan penulisan huruf kapital, ejaan, tanda baca, (3) penggunaan dan penulisan kosa kata asing dan daerah, dan (3) penggunaan dan penulisan kata hubung antar kalimat/paragraf. Selanjutnya guru dan peneliti menutup rangkaian tindakan peningkatan pembelajaran menulis cerpen melalui metode inkuiri pada siklus I dengan memberikan pujian kepada siswa. Meskipun belum sepenuhnya dapat terlaksana dengan baik seluruh perencanaan pembelajaran, namun siswa telah menunjukkan semangat belajar yang cukup baik.



4. 1. 3 Observasi Tindakan Siklus I Pada tahap ini kolaborator mengamati secara langsung kegiatan guru/peneliti dan siswa selama pembelajaran menulis cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan menggunakan metode



inkuiri yang di observasi meliputi tahap pra menulis,



pemburaman, perevisian dan penyuntingan.



4.1.3.1Observasi Tahap Pra-Menulis Pada tahap pra menulis, kolaborator mengamati dan mencatat aktivitas guru dan siswa dalam mengidentifikasi topik-topik cerpen sesuai dengan tema tulisan, mengidentifikasi bagian inti dan bagian badan cerpen, memilih topik tulisan sesuai dengan tema tulisan, menentukan



80



tema cerpen, dan menyusun kerangka isi cerpen. Hasil observasi pada tahap ini dikemukakan sebagai berikut. Pada awal kegiatan pembelajaran, siswa mengikuti dengan tertib penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran menulis cerpen yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang menarik. Demikian pula dengan penjelasan guru tentang contoh cerpen dan uraian bagianbagaian unsure intrinsic cerpen. Hal yang tampak belum maksimal adalah aktivitas siswa dalam mengidentifikasi dan menuliskan dalam cerita pendek. Namun demikian, keadaan tersebut relatif dapat teratasi pada saat guru meminta siswa untuk memperhatikan contoh cerpen dan menentukan cerpen dengan tema peristiwa yang pernah dialami. Pada kegiatan penyusunan kerangka tulisan secara individual, siswa cukup mampu melakukannya. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pembuatan kerangka tulisan siswa. Walaupun guru masih mengidentifikasi kerangka tersebut menjadi lima kategori, tetapi secara umum kerangka tulisan cukup dapat disusun siswa. Pada akhir kegiatan menulis ini secara tanya jawab dan klasikal disampaikan pengertian, nilai dan syarat kelengkapan suatu cerpen.



4.1.3.2Observasi Tahap Pemburaman Pada tahap pemburaman, peneliti mengamati dan mencatat aktivitas siswa dalam mengembangkan kerangka tulisan menjadi cerpen yang utuh. Hasil observasi peneliti pada tahap pemburaman menunjukkan beberapa indikator, yakni (1) siswa cukup memahami tujuan pada tahap pemburaman, (2) siswa dapat menulis judul cerpen dengan menggunakan tanda baca dan ejaan yang benar, (3) siswa cukup dapat menulis judul cerpen berdasarkan pilihan penekanan informasi peristiwa yang pernah dialami, (4) siswa cukup dapat menulis isi cerpen dengan memperhatikan kelengkapan unsur intrinsic cerpen yang menarik, (5) siswa dapat dengan baik memanfaatkan pengalaman inderawi untuk melengkapi informasi tentang fakta/kejadian/ peristiwa yang dijadikan topik tulisan, (6) siswa cukup dapat menilai dan memperbaiki kesalahan



81



judul, tema, dan isi cerpen berdasarkan masing-masing ciri penyusunan yang baik, (7) siswa cukup dapat melakukan curah pendapat tentang bentuk-bentuk kesalahan huruf kapital, tanda baca, ejaan, kosa kata dan kalimat yang harus dihindari, dan (8) siswa cukup dapat menyimpulkan bahwa kerangka cerpen merupakan dasar dari pengembangan judul, teras, dan isi cerpen. Kegiatan tersebut dipertajam guru melalui kegiatan curah pendapat pada masing-masing kelompok. Hal-hal yang dibahas meliputi bentuk-bentuk kesalahan huruf kapital, tanda baca, ejaan, kosa kata, dan kalimat yang harus dihindari. Siswa cukup aktif terlibat pembicaraan dalam kelompok. Kegiatan pada tahap pemburaman ini diakhiri dengan menyimpulkan bahwa kerangka diskripsi merupakan dasar dari pengembangan judul dan isi deskripsi. 4.1.3.3 Observasi Tahap Perevisian Pada tahap perevisian, peneliti mengamati dan mencatat aktivitas siswa dalam mencermti, menandai, dan memberi saran menulis cerpen milik temannya. Beberapa indikator aktivitas siswa yang dapat diamati meliputi beberapa hal berikut. Pada awal kegiatan perevisian siswa cukup memperhatikan penjelasan guru tentang revisi judul, tema, dan peristiwa yang pernah dialami baik ditinjau dari segi kelengkapan isi cerita maupun segi kebahasaan tulisan . Kegiatan selanjutnya yakni curah pendapat tentang saran-saran revisi yang diberikan siswa dalam satu kelompok. Siswa tampak dengan baik mengamati saran-saran revisi judul, terma, dan isi cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Aktivitas siswa dalam melakukan revisi judul, tema, dan isi cerpen dengan pertimbangan topik tulisan tampak belum dapat dilaksanakan dengan maksimal. Faktor penyebab yang paling dominan adalah pengetahuan siswa tentang kaidah kebahasaan. Secara maksimal guru telah berupaya untuk menanamkan pengetahuan dengan cara menunujukkan contoh konkrit bentuk kesalahan dan perevisiannya.



82



Pada akhir kegiatan perevisian siswa cukup dapat menyimpulkan bahwa saran revisi menyangkut dua hal utama, yakni (1) kelengkapan bagian dan unsur intrinsic cerpen dan (2) penggunaan ejaan, tanda baca, dan hubungan antar kalimat/paragraf.



4.1.3.4 Observasi Tahap Penyuntingan Pada tahap penyuntingan, peneliti mengamati aktivitas siswa dalam menandai dan membetulkan berbagai kesalahan judul, tema, dan isi cerpen secara individual. Pada kenyataannya siswa belum memahami beberapa contoh penyuntingan masing-masing bagian tulisan dari segi penggunaan huruf kapital, ejan, tanda baca, kosa kata, dan kalimat. Hal inilah yang menurut hasil pengamatan peneliti menyebabkan kurang maksimalnya aktivitas siswa dalam: (1) menandai dan membetulkan penggunaan ejaan yang salah berdasarkan pedoman EYD dan penggunan kosa kata asing dan daerah, (2) menandai dan membetulkan penggunaan kosa kata yang salah berdasarkan pedoman EYD dan penggunaan kosa kata asing dan daerah, dan (3) menandai dan membetulkan penggunaan kalimat yang salah berdasarkan pedoman EYD dan penggunaan kosa kata asing dan daerah. Aktivitas penandaan dan pembetulan yang dapat dikerjakan dengan baik oleh siswa adalah menandai dan membetulkan penggunaan huruf kapital yang salah berdasarkan pedoman EYD dan penggunaan kosa kata asing dan daerah. Dalam aktivitas curah pendapat tentang proses penandaan dan pembetulan yang telah dilakukan siswa tampak bersemangat. Hal ini menyebabkan pada akhir kegiatan siwa dapat menyimpulkan bahwa penyuntingan cerpen menyangkut tiga hal utama yakni, (1) penggunaan dan penulisan huruf kapital, ejaan, tanda baca, (2) penggunaan dan penulisan kosa kata asing dan daerah, dan (3) penggunaan dan penulisan kata hubung antar kalimat/paragraf.



4.1.4 Refleksi Tindakan Siklus 1



83



Refleksi digunakan sebagai sarana untuk mencatat kesan-kesan guru terhadap aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan menggunakan metode inkuiri. Refleksi siklus 1 ini meliputi (1) refleksi kegiatan pendahuluan, (2) refleksi kegiatan inti, dan (3) refleksi kegiatan penutup. Uraian hasil refleksi ini secara komprehensif diolah berdasarkan hasil pengumpulan informasi lainnya, yakni dari lembar wawancara dan lembar evaluasi. Tujuannya agar dapat diperoleh gambaran tentang efektivitas dan efisiensi pembelajaran pada siklus 1. Berdasarkan uraian inilah penyusunan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi pada siklus II dilakukan oleh peneliti dan kolaborator.



4.1.4.1 Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran Kegiatan pendahuluan merupakan pembuka dari suatu pembelajaran. Guru pada umumnya mengarahkan apersepsi siswa tentang materi yang akan dipelajari dengan tujuan agar siswa dapat secara aktif mengikuti tahapan-tahapan pembelajaran. Pada segmen kegiatan pendahuluan, tahapan



metode inkuiri yang diterapkan adalah merumuskan masalah. Permasalahan yang



dirumuskan atau menjadi pokok bahasan mencakup: (1) hal-hal yang berkaitan dengan struktur cerpen (unsure intrinsik), (2) hal-hal yang berkaitan dengan bagian-bagian cerpen, dan (3) halhal yang berkaitan dengan tahap menulis cerpen yang menarik (pra-menulis, pemburaman, perevisian, penyuntingan) Adapun beberapa refleksi kegiatan pendahuluan pembelajaran dikemukakan sebagai berikut: (1)



Guru telah melakukan upaya-upaya membuka wawasan awal siswa dengan cara tanya jawab dan curah pendapat.



(2)



Walaupun pada awal-awal setiap tahapan menulis siswa kurang memperhatikan penjelasan ataupun pancingan guru, namun pada akhirnya telah cukup baik terlibat dalam kegiatan pendahuluan.



84



(3)



Guru menggunakan pola tanya jawab dan curah pendapat di dalam kegiatan awal pembelajaran.



(4)



Pada tahap pra-menulis kegiatan pendahuluan didominasi dengan pancingan guru tentang berbagai hal menyangkut peristiwa yang pernah diaami, yakni struktur (kerangka tulisan) dan unsur intrinsic cerpen.



(5)



Pada tahap pemburaman kegiatan pendahuluan didominasi oleh bimbingan dan arahan guru tentang aspek kebahasaan daripada aspek isi cerpen dalam rangka mengembangkan kerangka tulisan menjadi cerpen secara utuh.



(6)



Pada tahap perevisian kegiatan pendahuluan didominasi keterangan guru tentang pemberian saran-saran siswa terhadap buram ceerpen siswa lainnya.



(7)



Pada tahap penyuntingan kegiatan pendahuluan didominasi keterangan guru tentang pembelian saran-saran siswa terhadap buram cerpen siswa lainnya.



(8)



Pada tahap penyuntingan kegiatan pendahuluan didominasi penjelasan guru tentang tatacara menyunting cerpen. Berdasarkan hasil refleksi dan diskusi antara peneliti dan kolaborator disimpulkan bahwa



secara umum pembelajaran menulis melalui metode inkuiri pada kegiatan pendahuluan telah cukup baik. Gagasan siswa cukup banyak muncul pada kegiatan ini. Beberapa catatan penting berkaitan dengan perencanaan kegiatan pendahuluan pada siklus berikutnya meliputi hal-hal berikut: (1)



Tema pembelajaran berupa peristiwa yang pernah dialami perlu divariasi dengan cara memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih secara individual



(2)



Contoh cerpen yang bertolak dari peristiw yang pernah dialami dalam jumlah yang mencukupi dan sesuai dengan kreativitas siswa dapat menggiring siswa untuk tidak terpaku pada satu model cerpen. Dengan demikian, siswa dapat mempunyai beberapa bahan bandingan kelebihan dan kekurangan suatu cerpen.



85



(3)



Dalam menentukan judul cerpen, siswa belum dapat membedakan perbedaanya dengan topik tulisan. Oleh karena itu guru perlu melatih siswa untuk menulis judul yang berbeda dengan rumusan topik.



4.1.4.2 Kegiatan Inti Kegiatan inti pembelajaran merupakan aktivitas utama siswa dalam memproduksi cerpen sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan inti ini tahap metode inkuiri yang di terapkan adalah menetapkan jawaban/temuan sementara, mencari data, dan mengkaji temuan. Berdasarkan hasil refleksi dan diskusi antara peneliti dan kolaborator disimpulkan bahwa secara umum pembelajaran menulis melalui metode inkuiri pada kegiatan inti juga telah berjalan cukup baik walaupun belum memenuhi harapan sebagaimana mestinya. Penentuan jawaban sementara dalam arti penetapan kerangka tulisan telah cukup baik, sedangkan pencarian data dalam arti mengumpulkan bahan (informasi) tulisan dan pengkajian temuan dalam arti penyusunan teks secara utuh masih kurang baik. Hal yang sama juga tampak penguasaan kaidah kebahasaan siswa. Kesalahan ejaan dan tanda baca, kalimat, dan paragraf masih banyak ditemukan dalam hasil pengembangan cerpen oleh siswa. Pada kegiatan inti ini evaluasi yang dilaksanakan, meliputi evaluasi proses dan evaluasi hasil pembelajaran. Evaluasi proses mencakup minat, antusias, respon, aktivitas, kerja sama dalam kelompok, interaksi guru/siswa, keberanian unjuk kerja, dan toleransi. Sebagaimana diuraikan dalam hasil observasi bahwa kegiatan inti pembelajaran menulis cerpen siswa masih berada pada level cukup. Kesimpulan ini diperkuat dengan hasil evaluasi sebagai berikut.



Tabel 4.1 Hasil Belajar Menulis refleksi Awal dan siklus I



86



No



Nama Siswa



Refleksi awal



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25    



Aan setioko Adi Prayitno Ana Amelia Andik Agus Purnomo Antoni Prasetyo Atik Purwati David Hariyanto Depi Saputro Fina Puji Lestari Gathisa Silvia Gunawan Heru Prasetyo Ismawati Ivan Fadilah Moh. Rendi Septiawan Puguh Maryanto Puji Lestari Reni Mulyani Riska Rohmat Abdul Majid Rony Yoga Pratama Sugianto Suroto Tri Novianti Wawan Setiya Handoko Yuliana  Jumlah  Rata-rata



78 80 75 70* 75 75 78 78 75 73* 75 60* 78 78 70* 80 78 78 60* 63* 65* 60* 60* 78 78 1818 72,75



Nilai setelah siklus I 88 84 84 79 84 89 88 82 83 91 82 72 76 75 *65 88 75 85 *65 *67 81 *60 *65 85 75 1968 78,75



Dari tabel di atas jelas bahwa sebelum penerapan siklus I siswa yang belum mencapai ketuntasan (memperoleh nilai di bawah 75) sebanyak 9 anak atau 36%, nilai terendah sebesar 60 dan teringgi 80 dengan nilai rata-rata secara klasikal sebesar 72,75. Dan setelah dilakukan siklus I maka dapat diketahui bahwa anak yang memperoleh nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 5 anak atau 20 %. Nilai terendah 60 dan nilai tertinggi 91 dengan rata-rata kelas sebesar 78,75. Data tersebut menunjukkan masih lemahnya tingkat penguasaan materi dalam siklus I oleh sebab itu perlu adanya kelanjutan pembelajaran yang dapat disajikan pada siklus II. Beberapa catatan penting berkaitan dengan perencanaan kegiatan inti pada siklus berikutnya (siklus II) meliputi, hal-hal berikut:



87



(1) Tanya jawab dan curah pendapat tentang kerangka tulisan hendaknya mempertimbangkan varian topik yang dipilih siswa. Tujuan agar siswa secara mempunyai kesiapan menulis buram cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. (2) Masih ada beberapa siswa yang menulis buram cerpen dengan menggunakan pola deskripsi. Pada siklus II fase kegiatan inti perlu dikemukakan bahwa buram cerpen termasuk dalam jenis narasi, sehingga pola penyajianya menggunakan prinsip-prinsip tulisan narasi. (3) Siswa dalam mengembangkan subtopik perlu dimotivasi dan dilatih agar menggunakan kreativitas dan kekayaan pengalaman sebagai sumber ide/gagasan tulisan .



4. 1. 4. 3 Kegiatan Penutup Pembelajaran Kegiatan penutup pembelajaran merupakan bagian akhir dari suatu pembelajaran yang berisikan aktivitas penguatan pengetahuan dan pengalaman baru siswa. Tahapan metode inkuiri yang diterapkan pada kegiatan ini adalah penarikan kesimpulan. Secara umum kegiatan penutup pada masing-masing tahapan menulis, yakni pra-menulis, pemburaman, perivisian, dan penyutingan telah dilakukan guru dengan baik. Hal ini dibuktikan dari kelengkapan penguatan pengetahuan yang dikemukakan guru setiap mengakhiri kegiatan pembelajaran. Catatan refleksi yang perlu dikemukakan yakni sebaiknya guru pada siklus1 menunjukan dan menyebutkan secara langsung kerangka cerpen, detail isi tulisan, kesalahan penggunaan kata dan kalimat, dan penyuntingan isi serta bahasa sehingga memperkuat temuan pengetahuan konseptual siswa.



4.2



Pelaksanaan Siklus II



4. 2. 1 Perencanaan Tindakan Siklus II Sebagaimana pada siklus 1, perencanaan tindakan peningkatan kemampuan menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa melalui metode inkuiri pada siklus II juga disusun secara kolaboratif antara peneliti dan kolaborator. Dalam aktivitas kolaborasi pada tahap



88



penyusunan rencana pembelajaran ini peneliti dan kolaborator lebih memfokuskan hasil refleksi tindakan siklus 1. Keseluruhan catatan dipertimbangkan dalam rangka menyusun rencana tindakan pada siklus II ini. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa rencana pembelajaran siklus II merupakan hasil perbaikan rencana pembelajaran siklus1. Perbaikan yang dimaksudkan yakni



penambahan



dan



pengurangan



langkah-langkah



pada



masing-masing



kegiatan



pembelajaran. Sejalan dengan tahapan-tahapan menulis dan tahapan pembelajaran dengan metode inkuiri, maka perencanakan tindakan siklus II disusun dalam empat rencana pembelajaran. Masingmasing rencana pembelajaran disajikan dalam waktu 2 x 40. Secara keseluruhan pelaksanaan rencana ini dilakukan dalam 4 kali pertemuan. Setiap siswa diminta memilih topik yang berbeda dengan topik pada siklus 1. Hal ini bertujuan agar pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siklus II tidak membosankan oleh karena siswa mengungkapkan pengetahuan dan pengalaman yang berbeda dengan pembelajaran pada siklus sebelumnya. Berikut dikemukakan perubahan-perubahan rencana tindakan pada masing-masing tahapan dan kegiatan pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami melalui metode inkuiri siklus II.



1. Perubahan Rencana Tindakan Siklus II Pada Kegiatan Pendahuluan o Jika pada siklus 1 guru hanya nemberikan satu contoh cerpen, maka pada perencanaan tindakan siklus II guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk membawa contoh cerpen dengan tema peristiwa yang pernah dialami. Hal ini bertujuan agar siswa lebih konkret mengetahui bentuk-bentuk cerpen yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dan lebih banyak menemukan ide/gagasan tentang tma cerpen(tahap pra-menulis).



89



o Jika pada siklus 1 guru membuka pembelajaran awal, maka pada siklus kedua guru membuka pembelajaran dengan curah pendapat tantang unsure intrinsik dan bagian-bagian cerpen. Guru menunjuk langsung unsur-unsur cerpen tersebut (tahap pra-menulis). o Jika pada siklus pertama guru lebih mengarahkan siswa untuk memilih satu tema cerpen yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, maka pada siklus II guru membebaskan siswa untuk memilih cerpen yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami berdasarkan keinginan masingmasing siswa (tahap pemburaman). o Jika pada siklus I kerangka tulisan tidak dimonitor secara individual, maka pada siklus II kerangka tulisan diperiksa oleh guru dari segi kelengkapan informasi yang akan dideskripsikan siswa (tahap pemburaman). o Jika pada siklus I guru tidak memberikan penjelasan tentang tata bahasa Indonesia (ejaan, tanda baca, kalimat dan paragraf) maka pada siklus II guru menjelaskannya dengan menunjuk langusng contoh-contoh kesalahan dan perevisian yang bersumber pada masing-masing kerangka tulisan siswa dari topik tulisan yang berbeda (tahap perevisian).



2. Perubahan Rencana Tindakan Siklus II Pada Kegiatan Inti o Jika pada siklus I tanya jawab singkat dan curah pendapat tentang kerangka karangan dilakukan siswa secara berkelompok berdasarkan kesamaan topik tulisan, maka pada siklus II kegiatan tanya jawab dan curah pendapat tersebut dilakukan secara klasikal. Tujuannya agar siswa memiliki tambahan informasi dari siswa yang lainnya dalam satu kelas (tahap pra menulis). o Jika pada Siklus I guru memancing ide/gagasan siswa secara bebas, maka pada siklus II guru memancing ide/gagasan siswa melalui pertanyaan unsur-unsur intrinsic (tema, alur, latar, tokohpenokohan, amanah, dan sudut pandang. Tujuannya agar siswa dapat lebih memfokuskan dan



90



mengurutkan ide/gagsannya sesuai dengan penyajian peristiwa yang pernah dialami (tahap pramenulis). o Jika pada siklus I belum ada kekhususan sumber acuan selain contoh cerpen yang diberikan guru, maka siklus II guru menunjukkan contoh-contoh lain pada buku teks bahasa Indonesia. Tujuannya agar siswa dapat mengaitkan apa yang sedang dipelajarinya dengan buku teks yang menjadi pegangan pembelajaran bahasa Indonesia secara umum (tahap pemburaman). o Jika pada siklus I guru belum meberikan penegasan tentang perbedaan antara deskripsi dan narasi, maka pada siklus II pada awal tahap pemburaman guru menyampaikan perbedaan diantara kedua jenis tulisan tersebut (tahap pemburaman). o Jika pada siklus I guru tidak memberikan contoh konkret perevisian ejaan, tanda baca, kosakata, dan kalimat pada teras dan badan/isi pengalaman pribadi, maka pada siklus II guru memberikan contoh semua bentuk perevisian tersebut. Siswa mendengar penjelasan guru kemudian mencari realisasi perevisian dalam masing-masing ceren yang ditulis (tahap perevisian) o Jika pada siklus I guru belum menjelaskan tenteng kelengkapan informasi (alur) yang harus ada pada suatu cerpen, maka pada siklus II guru menjelaskan hal tersebut melalui kegiatan curah pendapat (tahap perevisian) o Jika pada siklus I guru tidak memberikan penjelasan tentang tata bahasa Indonesia (ejaan, tanda baca, kosa kata, kalimat dan paragraf) maka pada siklus II tahap inti pembelajaran guru kembali mengulang penjelasannya tentang aspek-aspek mekanik/kebahasaan tersebut (tahap perevisian).



3. Perubahan Rencana Tindakan Siklus II Pada Kegiatan Penutup



91



o Jika pada siklus I guru menyampaikan kesimpulan materi yang dipelajari secara langsung, maka pada siklus II guru menyampaikan dengan terlebih dahulu menanyakan berbagai konsep berdasarkan aktivitas yang telah dilakukan oleh siswa (pada semua tahap menulis). o Jika pada siklus I guru tidak meminta siswa mencatat kesimpulan yang disampaikannya, maka pada siklus II siswwa diminta mencatat kesimpulan akhir yang diperoleh dari kegiatan tanya jawab dan refleksi tersebut (pada semua tahapan menulis). Rencana pada tahap pra-menulis dilaksanakan pada pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2 x 40 menit. Tujuan akhir pembelajaran pada tahap ini adalah siswa dapat : (1) mengidentifikasi topic cerpen sesuai dengan tema tulisan, (2) mengidentifikasi bagian isi dan unsure intrinsik cerpen, memilih topik tulisan sesuai dengan tema tulisan, (3) menentukan judul cerpen, (3) menentukan tema cerpen, dan (4) menyusun kerangka isi cerpen. Rencana skenario pembelajaran pada tahap pra menulis dilakukan melalui tiga fase kegiatan belajar mengajar, yakni (1) pendahuluan, (2) inti, dan (3) penutup. Pada kegiatan pra menulis tahapan metode inkuiri yang diterapkan adalah perumusan masalah. Rencana pembelajaran pada tahap pemburaman dilaksanakan pada pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2 x 40 menit. Tujuan akhir pembelajaran pada tahap ini adalah siswa dapat : (1) mengembangkan kerangka cerpen menjadi cerpen, (2) mengembangkan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam masing-masing paragraf cerpen, dan (3) menggunakan ejaan, tanda baca, penanda hubungan antar paragraf. Rencana skenario pembelajaran pada tahap pemburaman dilakukan melaui tiga fase kegiatan belajar mengajar, yakni (1) pendahuluan, (2) inti, dan (3) penutup. Pada fase kegiatan pemburaman tahapan metode inkuiri yang diterapkan adalah penemuan jawaban semantara dan pencarian data. Rencana pembelajaran menulis cerpen pada tahap perevisian dilaksanakan pada pertemuan ketiga dengan alokasi waktu 2 x 40 menit. Tujuan akhir pembelajaran pada tahap ini adalah siswa dapat : (1) melakukan revisi judul cerpen, tema cerpen, dan isi cerpen berdasarkan



92



kelengkapan bagian dan unsur intrinsik cerpen, serta (2) melakukan revisi cerpen, tema cerpen dan isi cerpen berdasarkan kaidah ejaan, tanda baca, dan kalimat bahasa Indonesia. Rencana pelaksanaan pembelajaran pada tahap perevisian dilakukan melaui tiga fase kegiatan belajar mengajar, yakni (1) pendahuluan, (2) inti dan (3) penutup. Pada fase kegiatan perevisian tahapan metode inkuiri yang diterapkan adalah pengkajian jawaban/temuan. Rencana pembelajaran pada tahap penyuntingan dilaksanakan pada pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2 x 40 menit. Tujuan akhir pembelajaran pada tahap ini adalah siswa dapat : (1) menandai dan membetulkan kesalahan tulisan cerpen pada tingkat penulisan huruf kapital, ejaan, tanda baca, kata dan kalimat, dan (2) melakukan penyuntingan teks cerpen pada bagian judul, tema cerpen dan isi pengalaman pribadi. Rencana skenario pembelajaran pada tahap penyuntingan dilakukan melaui tiga fase kegiatan belajar mengajar, yakni (1) pendahuluan, (2) inti, dan (3) penutup. Pada fase-fase kegiatan penyuntingan tahapan metode inkuiri yang diterapkan adalah penarikan kesimpulan. Materi pembelajaran yang direncanakan adalah penulisan cerpen dengan tema peristiwa yang pernah dialami. Misalnya, fakta/ kajadian/ peritiwa alam, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Sumber materi pembelajaran yang digunakan adalah buku teks Pelajaran Bahasa Indonesia kelas IX SMP halaman 178-180 yang diterbitkan Depdiknas. Metode pembelajaran yang diterapkan adalah ceramah, tanya jawab, curah pendapat, dan penugasan. Tanya jawab dan curah pendapat merupakan metode yang secara dominan digunakan dalam pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk aktif mengikuti dan melaksanakan proses belajar. Ceramah digunakan untuk menegaskan pengetahuan dan ketrampilan yang harus dipahami dan dilakukan siswa dalam aktivitas belajarnya. Penugasan digunakan sebagai sarana untuk memfokuskan kegiatan siswa sekaligus mengukur keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernh dialami.



93



Evaluasi pembelajaran yang direncanakan untuk digunakan, yaitu evaluasi proses dan evaluasi produk. Evaluasi proses mengacu pada aktivitas belajar, kreativitas, dan kerjasama siswa dalam (1) mengikuti penjelasan dan arahan guru, (2) bertanya jawab dengan guru, (3) curah pendapat untuk mengembangkan dan memilih topik/subtopik, (4) curah pendapat untuk mengembangkan diagram pemetaaan topik/subtopik, dan (5) mengerjakan penulisan karangan narasi secara bertahap. Evaluasi hasil mengacu pada hasil tulisan pengalaman pribadi siswa setelah pembelajaran menulis dengan menggunakan metode inkuiri berakhir. Aspek yang dinilai mencakup isi dan kebahasaan. Delapan sub aspek yang secara detail dinilai, meliputi (1) kesesuaian judul dan isi, (2) keseuaian tema cerpen dan isi ceren, (3) kelengkapan isi cerpen, (4) ketepan penggunaan huruf kapital, ejaan dan tanda baca, (5) ketepatan pilihan kosakata, (6) ketepatan pilihan dan penggunaan kalimat, (7) isi keseluruhan ceren, dan (8) kerapian penyajian hasil penyuntingan cerpen.



4. 2. 2 Pelaksanaan Tindakan Siklus II Sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah ditetapkan, pelaksanaan tindakan peningkatan kemampuan menulis ceren siswa kelas IX-C SMP Negeri 3 Parang melaui metode inkuri dilakukan dalam empat tahap, yakni tahap pra menulis, tahap pemburaman, tahap perevisian, dan penyuntingan. Pertemuan pertama yakni tahap pra-menulis dilaksanakan pada hari Rabu, 02-10-2013 jam pelajaran 4-5 pertemuan kedua tahap perevisian dilaksanakan pada hari Senin , 14-10-2013 jam pelajaran 2-3 pertemuan ketiga tahap penyuntingan dilaksakan pada hari Rabu, 16-10-2013 jam pelajaran 4-5 pertemuan keempat tahap publikasi pada hari Rabu, 23-10-2013 pada jam pelajaran 4-5. Sebagaimana siklus I, kolaborator melakukan observasi dan pencatatan keseluruhan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran menulis cerpen berlangsung. Dalam kegiatan ini



94



kolaborator secara langsung memberikan masukan kepada guru/peneliti apabila pembelajaran dinilai tidak atau belum sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya.



4.2.2.1 Pelaksanaan Tindakan pada Tahap Pra-Menulis Fokus pembelajaran pada tahap pra-menulis yakni mengarahkan siswa untuk dapat merumuskan masalah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa meliputi mengidentifikasi topiktopik pengalaman pribadi sesuai dengan tema tulisan, mengidentifikasi bagian inti dan bagian badan pengalaman pribadi, memilih topik tulisan sesuai dengan tema tulisan, menetukan judul pengalaman pribadi, menentukan teras pengalaman pribadi, dan menyusun kerangka isi pengalaman pribadi. Secara umum pada tahap ini guru melakukan ceramah, tanya jawab, dan curah pendapat. Kegiatan ceramah digunakan guru untuk memberikan bimbingan kegiatan belajar siswa dan menanamkan pengetahauan konseptual tentang pengalaman pribadi. Kegiatan tanya jawab digunakan guru untuk membangkitkan pengetahuan dan pengalaman siswa tentang tema Peristiwa Alam dan Budaya, pengembangan kerangka isi pengalaman pribadi, dan penulisan judul. Kegiatan curah pendapat digunakan guru untuk pengidentifikasian topik-topik pengalaman pribadi sesuai dengan tema tulisan dan minat siswa, pengidentifikasian bagian inti dan bagian badan pengalaman pribadi, memiliki topik tulisan sesuai dengan tema tulisan, menentukan judul pengalaman pribadi, dan menentukan teras pengalaman pribadi.



(1)



Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran Pada awal kegiatan pembelajaran, guru menjelaskan apa yang



harus dikuasai siswa



setelah mengikuti pembelajaran pada tahap pra-menulis dengan tahapan



metode inkuiri



merumuskan masalah. Penjelasan guru meliputi siswa dapat: (1) mengidentifikasikan topik-topik pengalaman pribadi sesuai dengan tema Peristiwa Alam dan Budaya, (2) mengindentifikasikan



95



bagian inti dan bagian badan pengalaman pribadi, (3) memilih topik tulisan sesuai dengan tema tulisan Peristiwa Alam dan Budaya, (4) menetukan judul pengalaman pribadi brerdasarkan topik pengalaman pribadi yang dipilih, (5) menentukan teras pengalaman pribadi berdasarkan topik pengalaman pribadi yang dipilih, (6) menyusun kerangka isi pengalaman pribadi sesuai dengan topik pengalaman pribadi yang dipilih. Kemudian, guru membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk siswa memahami pengalaman pribadi, serta meminta untuk memperhatikan contoh pengalaman pribadi yang telah dibawa masing-masing sebagai bahan apersepsi. Berdasarkan contoh pengalaman pribadi tersebut guru melakukan tanya jawab yang bertujuan lebih memfokuskan lagi perhatian siswa. Melalui kegiatan tanya jawab guru menggali pengetahuan dan pengalaman siswa tentang hal-hal yang digambarkan dalam contoh pengalaman pribadi tersebut. Pertanyaan guru disusun dengan formula pertanyaan jurnalistik, meliputi apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana. Hal ini bertujuan untuk menggiring dan mempermudah siswa untuk menemukan sekaligus memahami unsur-unsur dan bagian-bagian pengalaman pribadi. Bentuk-bentuk pertanyaan yang muncul, misalnya apa peristiwa dan kejadian yang dikemukakan dalam teks dalam pengalaman pribadi, siapa saja yang disebutkan di pengalaman pribadi, mengapa peristiwa atau kejadian yang dikemukakan dalam pengalaman pribadi, bagaimana peristiwa dan kejadian itu sampai terjadi, bagaimana cara mengatasinya, apa saja kegiatannya, dengan alat apa melakukan kegiatannya, mengapa melakukan kegiatan itu, dan siapa saja yang melakukannya. Dibandingkan siklus 1, pada siklus II ini siswa menjawab dengan lebih lancar jawaban masing-masing pertanyaan dari guru tersebut. Selanjutnya guru memperkuat identifikasi di atas dengan penjelasan tentang bagian dan unsur pengalaman pribadi. Sebagai tindak lanjut guru membimbing siswa melalui curahan pendapat untuk mendafar dan menentukankan bagian\unsur pengalaman pribadi yang terdapat dalam contoh pengalaman pribadi. Siswa menuliskan bagian dan unsur pengalaman pribadi di



96



buku masing-masing, dengan urutan tema, topik, inti pengalaman pribadi (judul dan teras), badan pengalaman pribadi (subtopik: apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, bagaimana). Pada masing- masing hal tersebut di rincikan lebih lanjut hal lain yang menjadi keterangan tambahan. Pada akhir kegiatan mandiri ini guru memberikan penegasan bahwa keseluruhan proses siswa tersebut merupakan bentuk penyusunan kerangka tulisan .



(2) Kegiatan Inti Pembelajaran Kegiatan inti pembelajaran pada tahap pra-menulis diawalil dengan penjelasan dan penegasan guru tentang penetapan jawaban sementara, pencarian data, dan pengkajian jawaban\temuan. Sesuai dengan perencanaan aktivitas guru dan siswa pada segmen kegiatan inti pembelajaran diarahkan pada kemampuan siswa untuk : (1) menyebutkan bagian dan unsur pengalaman pribadi melalui curah pendapat, (2) menyebutkan ciri-ciri bagian dan unsur melalui curah pendapat, (3) menentukan topik tulisan yangakan ditulis sebagai objek pengalaman pribadi secara individual, dan (4) menyusun kerangka pengalaman pribadi yang akan ditulis secara berkelompok(kecil) melalui curah pendapat. Penetapan jawaban sementara berkaitan dengan penentuan topik dan sub topik hal-hal yang disusun dalam bentuk kerangka tulisan sebagai unsur-unsur yang akan dikembangkan menjadi pengalaman pribadi. Pencarian data berkaitan dengan pencatat berbagai informasi dan bukti-bukti faktual tentang peristiwa yang akan diberikan. Pengkajian jawaban\temuan berkaitan dengan kuantitas dan kualitas kelengkapan informasi dan bukti sebagai bahan dasar penentuan kalimat utama, kalimat penjelas, dan penyusunan paragraf. Pada kegiatan inti ini guru lebih banyak memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif melakukan proses belajar secara lebih mandiri. Guru mengurangi kuantitas petunjuk baik yang berkaitan dengan cara maupun isi aktifitas siswa hal ini bertujuan untuk memperkuat temuan



97



siswa tentang proses metode inkuiri sebagai mana pada kegiatan pendahuluan dan membiasakan siswa untuk menuangkan pengetahuan dan pengalamannya sendiri. Sehubungan dengan ini tahapan metode inkuiri penetapan jawaban sementara kegiatan selanjutnya yakni mempertajam penemuan pengetahuan siswa tentang unsur-unsur dan bagian pengalaman pribadi. unsur dan bagian pengalaman pribadi itu, meliputi (1) inti pengalaman pribadi yang terdiri dari unsur judul dan teras pengalaman pribadi dan (2) badan pengalaman pribadi yang berisikan uraian unsur apa, siapa, kapan, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana. siswa tampak memahami bagian-bagian ini dengan baik, hal ini ditandai dengan keterlibatan sebagian besar siswa dalam curah pendapat. Sebagian tindak lanjut guru meminta siswa mencermati kerangka pemberian yang akan dikembangkan lebih lanjut oleh siswa menjadi pengalaman pribadi. guru menyampaikan pada siswa bahwa hasil kerangka sederhana akan dinilai tetapi yang lebih dipentingkan proses pemilihan topik dan perincian kerangka tulisan . berdasarkan hasil pekerjaan siswa dapat ditemukan bahwa secara umum siswa dapat dengan baik menyusun kerangka tulisan siswa ditemukan secara berturut-turut sebagai berikut: Contoh hasil kerangka tulisan siswa (kelompok baik sekali) Tema Topik Judul Tema Alur



: : : : :



Amanat Latar



: :



Tokoh dan Penokohan Sudut Pandang



:



Peristiwa Yang Pernah Dialami Seni Tradisional Rumput Rasa Ayam Seni Jatilan Pertunjukan itu oleh masyarakat daerahku dinamakan seni Jatilan. Sebelum tarian dimulai, pemuka/pimpinan pertunjukan melakukan upacara ritual dengan harapan para pemain memiliki daya magis. Lestarikan seni tradisional sebagai aset bangsa Pentas seni tahunan itu di selenggarakan di depan Kantor Desa, biasanya dilaksanakan setiap tanggal 16 Agustus Aku dan kawan-kawan yang memiliki keberanian



:



Orang pertama pelaku utama



Contoh Hasil Kerangka Pengalaman Pribadi Siswa (Kelompok Baik)



98



Tema Topik Judul



: : :



Tema Alur



: :



Amanat



:



Latar



:



Tokoh dan penokohan Sudut Pandang



:



Peristiwa yang Pernah Dialami Kegiatan Lomba Seni Tatapan yang membanggakan ketika dirasa justru memalukan. Lomba seni Keasyikan atau semangatku ketika menari membuat aku tak memperhatikan diriku secara pribadi dan yang penting mengikuti alunan gending orek-orek. Dan tanpa aku sadari pakaian seragam tari yang dibelakang sobek. Jadikanlah pengalaman sebagai rambu-rambu untuk lebih berhati-hati Saat pelaksanaan lomba seni di Aula Dindik Kabupaten Magetan Aku



:



Orang pertama pelaku utama



Contoh Hasil Kerangka Tulisan Siswa (Kelompok Sedang) Tema Topik Judul Tema Alur



: : : : :



Amanat Latar Tokoh dan penokohan Sudut pandang



: : :



Peristiwa yang Pernah Dialami Selamatan Kekhusukan yang berbalik tawa Selamatan / kenduri Kenduri itu dipimpin oleh Pak Modin. Kami wakil dari kelas (anak laki-laki ikut kenduri). Karena kami masih kecil oleh masyarakat sekitar diberi kursi panjang yang tempatya di belakang. Kebetulan acara tersebut dilaksanakan selasai hujan. Ketika sudah sampai bacaan tahlil, kami sangat bersemangat dan tanpa aku sadari kaki kursi terus masuk kedalam tanah akibatnya kami bersama 5 anak yang duduk jatuh ke belakang. Kenduri yang sebelumnya kidmat menjadi tidak khusuk karena semua melihat kami jatuh sehingga justru saling tertawa. Berhati-hatilah agar tidak merusak kekhusyukan suasana Di rumah Budi saat selesai khitan Aku, Budi, teman-teman, dan para peserta kenduri



:



Orang pertama pelaku sampingan



Contoh Hasil Kerangka Tulisan Siswa (Kelompok Cukup) Tema Topik Judul Tema Alur



: : : : :



Peristiwa yang Pernah Dialami Musibah Penunggu Pohon Makan Panggang Bencana tanah longsor Acara ‘selamatan’ tersebut dilaksanakan agak mundur karena menanti dari waktu yang ditetapkan sehingga menjelang Maghrib ritual tersebut baru selesai. Satu 99



Amanah Latar



: :



Tokoh dan penokohan Sudut pandang



:



‘panggang’ diletakkan di bawah pohon dan ditinggal pulang. Pagi harinya orang ribut karena ‘panggang’ tersebut hilang meskipun telah ditempatkan di atas pohon. Masyarakat meyakini ‘panggang’ tersebut diterima penunggu pohon padahal panggang tersebut di ambil lik Kabul tetanggaku yang memiliki sifat usil Jangan percaya takhayul Acara ritual yang dilaksanakan di Kunden desa pukul 17.00 WIB Aku, Lik Kabul dan masyarakat sekitar Kunden



:



Orang pertama pelaku sampingan



Langkah pembelajaran berikutnya, guru membentuk kelompok-kelompok berdasarkan pilihan topik oleh siswa. Pada dasarnya kelompok-kelompok tersebut dibentuk dengan tujuan curah pendapat untuk saling berbagi informasi atau bukti faktual tentang topik tulisan Langkah ini merupakan realisasi dari tahapan inkuiri pencarian data. Hal-hal yang dilakukan oleh masing-masing kelompok, antara lain (1) melengkapi kerangka cerpen yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang ditulis secara individual melalui curah pendapat, (2) memanfaatkan berbagai sumber kumpulan cerita, majalah, bacaan dalam buku teks, dan LKS sebagai sumber pengalaman pribadi, (3) memperhatikan judul dan isi cerita pendek yang bertolak dari pengalaman yang pernah dialami beserta ciri-cirinya pada contoh pengalaman pribadi yang dibawa, dan (4) memperhatikan penulisan dan isi pada contoh cerpen yang bertolak dari pengalaman yang pernah dialami. Langkah keempat, masing-masing siswa dalam kelompok menyempurnakan kerangka tulisan berdasarkan hasil curah pendapat kelompok. Kegiatan ini selanjutnya diperkuat guru dengan cara secara klasikal membahas hasil penjabaran masing-masing kelompok. Selanjutnya kerangka tulisan yang telah disusun siswa dinilai guru berdasarkan kelengkapan unsur-unsur intrinsik cerita pendek. Namun dermikian pada tahapan menulis berikutnya siswa tetap dibimbing agar dapat mengembangkannya menjadi cerita pendek yang bertolak dari peristiwa



100



yang pernah dialami. Faktor-faktor yang berpengaruh akan dibahas pada bagian refleksi tindakan.



(3)



Tindakan Penutup Pembelajaran Kegiatan penutup pembelajaran menulis cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang



pernah dialami pada tahap pra-menulis melalui metode inkuiri bertujuan untuk menarik kesimpulan berupa pengetahuan baru yang diperoleh siswa melalui pembelajaran. Guru melalui tanya jawab mempertegas pemahaman siswa tentang menulis cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, apa unsur-unsur dan bagian cerita pendek, bagaimana ciri-ciri cerita pendek yang menarik, apa kerangka tulisan, apa saja unsur-unsur dan bagian kerangka tulisan, dan dan bagaimana seharusnya kerangka tulisan dan cerita pendek disusun. Selain itu guru mengemukakan bahwa kerangka tulisan siswa akan dikembangkan menjadi buram atau draf cerita pendek pada pertemuan berikutnya. Guru menyampaikan barapan agar siswa mempertahankan keaktifan dalam mengikuti proses belajar.



4.2.2.2 Pelaksanaan Tindakan Pada Tahap Pemburaman Pada tahap pemburaman tindakan difokuskan pada penemuan jawaban sementara pencarian data. Kegiatan yang dilakukan siswa, meliputi pengembangan kerangka tulisan menjadi cerita pendek yang beryolak dari peristiwa yang pernah dialami, pengembangan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam masing-masing bagian alur dan penggunaan ejaan, tanda baca, penanda hubungan antar kalimat, dan penanda hubungan antar paragraf. Sebagaimana siklus I, pada siklus II guru melakukan ceramah, tanya jawab dan penugasan. Kegiatan ceramah digunakan guru di awal pembelajaran untuk menyampaikan tujuan pembelajaran menulis menulis cerpen yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami tahap pemburaman dan cara mengembangkan kerangka tulisan menjadi cerpen. Kegiatan tanya jawab



101



digunakan guru untuk memunculkan detail-detail sub topik berdasarkan pengetahuan dan pengalaman siswa. Kegiatan penugasan dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada siswa menyusun cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami.



(1)



Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran Pada awal kegiatan pembelajaran, guru menjelaskan apa yang harus dikuasai siswa setelah



mengikuti pembelajaran pada tahap pemburaman dengan tahapan metode kognitif penemuan jawaban sementara dan pencarian data. Penjelasan guru meliputi siswa mampu: (1) mengembangkan kerangka peristiwa yang pernah dialami menjadi cerita pendek, (2) mengembangan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam masing-masing paragraf, dan (3) menggunakan ejaan, tanda baca, penanda hubungan antar kalimat, dan penanda hubungan antar paragraf. Selain itu guru memberikan dorongan kepada siswa untuk menulis buram/draf cerita pendek dengan memperhatikan unsur-unsur dan bagian-bagian peristiwa yang pernah dialami. Guru secara klasikal juga melakukan tanya jawab tentang topik/subtopik yang telah dipilih dan kerangka tulisan yang telah disusun siswa pada pertemuan sebelumnya. Siswa mencermati kembali contoh pengalaman pribadi dan kerangka tulisan yang telah dimilikinya. Selanjutnya pembelajaran dilanjutkan dengan tanya jawab yang berisikan perbandingan antar kerangka tulisan yang disusun siswa. Guru menunjukkan bagian-bagian kerangka tulisan yang dikembangkan menjadi cerita pendek. Hal-hal yang ditekankan meliputi kelengkapan unsur intrinsik, kejelasan kalimat utama dan kalimat penjelas, kerincian gagasan, ketepatan penulisan ejaan, kata, dan tanda bahasa. Proses selanjutnya siswa memulai penulisan buram cerita pendek berdasarkan peristiwa yang pernah dialami dengan cara duduk berkelompok sesuai dengan kesamaan topik tulisan . Guru mengarahkan dan membimbing penulisan buram cerita pendek yang bertolak dari peristiwa



102



yang pernah dialami berdasarkan kerangka tulisan masing-masing siswa. Guru mengamati dan membantu siswa dalam menulis buram secara berkelompok.



(2)



Kegiatan Inti Pembelajaran Pada segmen kegiatan inti pembelajaran pada tahap pemburaman fokus aktivitas siswa



diarahkan pada (1) menetapkan buram unsur intrinsik cerpen, (2) menuliskan intrinsik cerpen pribadi dengan menggunakan tanda baca dan ejaan yang benar, dan (3) menuliskan judul, alur, dan peristiwa yang pernah dialami dengan mempertimbangkan penekanan informasi tulisan serta kelengkapan unsur intrinsiknya. Guru memfasilitasi kegiatan siswa dengan cara memberikan penjelasan apabila siswa mengalami kesulitan dalam merealisasikan fokus kegiatan tersebut. Sesekali guru mengingatkan siswa agar menyampaikan informasi sebanyak-banyaknya tentang fakta/kejadian/peristiwa yang dijadikan topik tulisan. Guru juga menyampaikan prinsipprinsip ejaan dan tanda baca bahasa Indonesia. Pada proses ini beberapa gejala yang tampak, diantaranya semua kelompok siswa dapat mengembangkan peristiwa yang pernah dialami dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip kebahasaan dan isi cerita pendek. Berkaitan dengan tahapan metode inkuiri pengkajian temuan, pada tahap inti pemburaman ini guru meminta siswa untuk membandingkan bentuk judul dan isi cerita pendek dengan mempergunakan contoh cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami sebagai pembanding. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat pemahaman siswa tentang bagaimana menulis judul, alur, dan isi cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang mempertimbangkan kebenaran bahasa yang digunakan dan kelengkapan informasi. Selanjutnya buram cerita pendek siswa diserahkan kepada guru untuk dinilai dari segi isi (kelengkapan unsur intrinsik cerita pendek) dan aspek kebahasaan (penggunaan kosa kata, kalimat, ejaan, dan tanda baca).



103



Secara umum hasil penulisan buram/draf dapat dipaparkan sebagai berikut; Pertama, subtopik dalam kerangka tulisan telah dapat dengan baik dikembangkan siswa kedalam buram awal cerita pendek. Kedua, buram/draf awal cerita pendek dikembangkan menjadi 4-6 paragraf. Ketiga, jumlah kalimat pada tiap-tiap paragraf memiliki variasi antara 3- 8 kalimat.



(3) Kegiatan Penutup Pembelajaran Sebagaimana pada siklus I, kegiatan penutup pembelajaran pada tahap pemburaman melalui metode inkuiri siklus II bertujuan untuk penarikan kesimpulan. Guru secara klasikal melalui tanya jawab memperkuat jawaban siswa tentang beberapa hal, yakni (1) judul cerita pendek dapat ditulis dengan format huruf kapital keseluruhan atau huruf kapital pada tiap-tiap kata (2) judul cerita pendek ditulis dengan format singkat dan menarik, (3) alur cerpen ditulis berdasarkan pilihan penekanan peristiwa yang pernah dialami yaitu salah satu dari unsur intrinsik, (4) isi cerita pendek disusun dari beberapa paragraf dengan memperhatikan kelengkapan unsur intrinsik cerpen, (5) masing-masing paragraf disusun dari satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas, (6) kalimat penjelas adalah pemberian keterangan (contoh, ilustrasi, pendapat, identitas, asal-usul, perbandingan, dsb) tentang unsur yang disebutkan dalam kalimat utama. Pada saat siswa mencatat penjelasan tersebut, guru juga memberikan arahan tentang langkah selanjutnya yakni merevisi kesalahan buram pada pertemuan berikutnya. Guru mengakhir pembelajaran dengan berpesan agar siswa lebih cermat dalam melakukan perevisian teks.



4.2.2.3 Pelaksanaan Tindakan pada Tahap Perevisian Pada tahap perevisian tindakan difokuskan pada pengkajian jawaban/temuan. Kegiatankegiatan yang dilakukan siswa, meliputi melakukan revisi judul cerita pendek, alur cerpen, dan



104



isi cerpen berdasarkan kelengkapan bagian dan unsur cerpen, serta melakukan revisi judul cerpen, alur cerpen, dan isi cerpen berdasarkan kaidah ejaan, tanda baca, dan kalimat bahasa Indonesia . Sama dengan siklus I, secara umum pada tahap ini guru menerapkan kegiatan curah pendapat, tanya jawab, dan penugasan. Kegiatan curah pendapat digunakan untuk saling memberikan saran perevisian kesalahan isi dan kebahasaan antar siswa dalam kelompok. Kegiatan tanya jawab digunakan guru untuk membimbing siswa secara berkelompok menandai dan memperbaiki kesalahan yang ditemukan. Kegiatan penugasan dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada masing-masing siswa memperbaiki kebahasaan dan isi buram cerita pendek.



(1) Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran Pada awal kegiatan pembelajaran, guru menjelaskan apa yang harus dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran pada tahap perevisian dengan tahapan metode inkuiri pengkajian jawaban/temuan. Guru mengemukakan bahwa siswa harus dapat mencermati kembai buram cerita pendek milik siswa lainnya, menandai bagian yang kurang tepat, merubah bagian isi yang kurang tepat sesuai dengan kerangka secara individual membetulkan kesalahan teknis kebahasaan, dan membandingkan hasil perevisisna dengan buram awal Untuk memfokuskan perhatian siswa, guru mengemukakan pertanyaam “mengapa buram (draft) cerita pendek yang sudah ditulis perlu diperbaiki?” dan “Hal-hal apa yang perlu diperbaiki dalam buram (draft) cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami?”. Pertanyaan guru ini mendapatkan respon yang bagus dari siswa. Siswa telah mampu menyebutkan dengan jelas dan tegas kesalahan tersebut, terutama bentuk-bentuk kesalahan tanda baca, ejaan, kosa kata, kalimat dan paragraf. Selanjutnya guru meminta kembali masing-masing kelompok untuk saling menukarkan buram individual. Gejala yang dapat diamati peneliti, yakni (1) siswa tampak berupaya membaca



105



dan mencermati buram cerpen milik temannya, (2) siswa menandai kesalahan-kesalahan pada buram temannya, dan (3) beberapa kali siswa menanyakan kepada guru tentang kebenaran saran perevisian yang dilakukannya.



(2) Kegiatan Inti Pembelajaran Pada segmen kegiatan inti pembelajaran pada tahap perevisian fokus aktivitas siswa diarahkan pada pengkajian jawaban. Dalam hal ini pengkajian jawaban adalah proses mencermati, menandai, dan memberi komentar buram cerita pendek dari segi isi. Guru berkeliling memantau kegiatan siswa dan membantu mereka apabila ada yang bertanya tentang kesulitan menemukan serta menandai kesalahan buram cerita pendek temannya Setelah buram cerita pendek telah selesai ditandai dan disarankan perevisiannya kemudian dikembalikan kepada masing-masing penulis. Secara individual siswa mencermati koreksi perevisian dari siswa lain dalam satu kelompok. Guru menyarankan agar siswa membandingkan bentuk judul dan isi cerita pendek yang telah dikoreksi dengan contoh cerita pendek yang diberikan guru. Perbandingan ini mencakup kelengkapanunsur intrinsik cerita pendek, dan kebenaran kebahasaan yang digunakan. Sebagaimana siklus I, pada aktivitas siklus II ini guru memberikan pernyataan bahwa saran perevisian judul dan isi dapat dilakukan jika dipandang sesuai dengan topik dan sub topik. Demikian pula dengan kesalahan aspek kebahasaan juga dapat dilakukan jika sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia.



(3) Kegiatan Penutup Pembelajaran Kegiatan penutup pembelajaran pada tahap perevisian melalui metode inkuiri bertujuan untuk penguatan kesimpulan berupa pengetahuan baru yang diperoleh siswa, yakni (1)



106



kelengkapan bagian dan unsur intrinsik cerita pendek dan (2) penggunaan ejaan, tanda baca, dan hubungan antar kalimat\paragraf. Sebagaimana siklus 1, guru pada siklus II ini juga menyebutkan kembali beberapa hal penting yang telah dikemukakan pada akhir pertemuan sebelumnya, yakni: (1) judul cerita pendek dapat ditulis dengan format huruf kapital keseluruhan atau huruf kapital keseluruhan atau huruf kapital pada tiap-tiap kata, (2) judul cerita pendek ditulis dengan format singkat dan menarik, (3) alur cerita pendek ditulis berdasarkan pilihan penekanan unsur peristiwa yang pernah dialami, (4) isi cerita pendek disusun dari beberapa paragraf dengan memperhatikan kelengkapan unsur intrinsik, (5) masing-masing paragraf disusun dari satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas.



4.2.2.4 Pelaksanaan Tindakan Pada Tahap Penyutingan Pada tahap penyutingan tindakan difokuskan pada penarikan kesimpulan. Kegiatankegiatan yang dilakukan siswa, menandai dan membetulkan kesalahan cerita pendek pada tingkat penulisan huruf



kapital, ejaan, tanda baca, kata, dan kalimat, dan melakukan



penyuntingan cerpen pada bagian judul, alurcerpen, dan isi cerpen. Secara umum sebagaimana siklus 1, pada siklus II tahap ini menerapkan kegiatan curah pendapat dan penungasan. Kegiatan curah pendapat digunakan untuk saling memberikan saran tentang penghilangan, penggantian, ataupun penambahan unsur-unsur kebahasan dan isi informasi dalam cerpen akhir. Kegiatan penugasan digunakan untuk secara individual siswa melakukan penyutingan terhadap cerpennya.



(1) Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran Pada awalnya kegiatan pembelajaran, guru menjelaskan apa yang harus dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran pada tahap penyutingan dengan tahapan metode inkuiri



107



penarikan kesimpulan. Guru mengemukakan bahwa siswa harus dapat: (1) menandai dan membetulkan kesalahan cerpen pada tingkat penulisan huruf kapital, ejaan, tanda baca, kata, dan kalimat, (2) melakukan penyutingan cerpen pada bagian judul dan alur pengalaman pribadi, dan (3) melakukan penyutingan cerpen pada bagian isi pengalaman pribadi. Guru memfokuskan perhatian siswa dengan pertanyaan:’’Mengapa cerpen yang ditulis perlu disunting?’’ ‘’ Hal-hal apa yang perlu disunting dalam cerpen?’’ Menanggapi pertanyaan guru ini siwa tampak aktif. Hal ini disebabkan siswa telah tentang memahami perbedaan antara perevisian dan penyuntingan.



(2) Kegiatan Inti Pembelajaran Langkah awal yang dilakukan guru pada kegiatan inti pembelajaran ini adalah menjelaskan tentang tata cara menyunting cerpen dengan cara menunjukan beberapa contoh penyuntingan masing-masing bagian cerpen dari segi penggunaan huruf kapital, ejaan, tanda baca, kosa kata, dan kalimat. Langkah kedua guru menugaskan berturut-turut untuk: (1) mengidentifikasikan penggunaan huruf



kapital, ejaan, dan tanda baca menurut EYD, (2) mengidentifikasi



penggunaan kosa kata asing dan daerah dalam bahasa Indonesia, dan (3) mengidentifikasi penggunaan penanda hubung antar-kalimat. Langkah ketiga guru menungaskan siswa berturut-turut untuk: (1) mengidentifikasi penggunaan huruf kapital, ejaan yang salah, (2) menandai dan membetulkan penggunaan ejaan yang salah, (3) menandai dan membetulkan penggunaan kosa kata yang salah, dan (5) melakukan curah pendapat tentang proses penandaan dan pembetulan. Kedua kegiatan di atas di lakukan siswa secara individual. Langkah keempat, guru menilai hasil penyutingan cerpen dengan pedoman pada ketentuan bahwa: (1) penyutingan judul dan alur cerpen yang ditulis siswa dinilai kebenarannya



108



berdasarkan pedoman EYD, (2) Penyuntingan isi cerita yang dilakukan siswa dinilai kebenarannya berdasarkan kelengkapan bagian judul, alur, dan isi cerita pendek, dan (3) penyutingan isi cerita pendek siswa dinilai kelengkapan berdasarkan unsur-unsur intrinsik cerita pendek.



(3) Kegiatan Penutup Pembelajaran Pada hari penutup pembelajaran menulis cerita pendek pada tahap penyuntingan guru dan siswa melakukan penguatan aktivitas yang telah dilakukan melalui tanya jawab. Hal yang dijadikan fokus tanya jawab, meliputi (1) penggunaan dan penulisan huruf kapital, ejaan, tanda baca, (2) penggunaan dan penulisan kosa kata asing daerah, dan (3) penggunaan dan penulisan kata hubung antar kalimat/paragraf. Selanjutnya guru dan peneliti menutup rangkaian tindakan peningkatan pembelajaran menulis cerita pendek melalui metode inkuiri pada siklus II.



4.2.3



Observasi Tindakan Siklus II Peneliti mengamati secara langsung aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran menulis



cerita pendek yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dengan menggunakan metode inkuiri pada siklus II berlangsung. Observasi dilakukan pada tahapan pra-menulis, pemburaman, perivisian, dan penyutingan.



4. 2. 3. 1 Observasi Tahap Pra-menulis Pada tahap pra-menulis, peneliti mengamati dan mencatat aktivitas guru dan siswa dalam mengembangkan topik dan sub topik pada contoh cerita pendek sesuai dengan temaPeristiwa yang Pernah Dialami, pemilihan topik dan sub topik, penyusunan judul, dan penyusunan kerangka tulisan . Hasil observasi pada tahap ini dikemukakan sebagai berikut.



109



Pada awal pembelajaran siswa memperhatikan penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran menulis cerita pendek, dan menggunakan buku teks bahasa Indonesia IX SMP halaman 54-66 yang diterbitkan oleh penerbit Erlangga sebagai sumber materi. Pada saat guru meminta siswa untuk mencermati dan membaca cerita pendek yang telah dibawanya, siswa tampak memperhatikan dengan baik. Sebagain besar siswa telah dapat menyebutkan unsut-unsur dan bagian peristiwa yang pernah dialami dalam kegiatan curah pendapat. Pada siklus II tahap pra-menulis guru meminta siswa secara individual menentukan topik. Siswa tampak antusias dengan indikasi sebagaian besar siswa menyampaikan gagasannya. Kegiatan dilanjutkan menyusun kerangka tulisan yang akan ditulis secara berkelompok (kecil). Dalam



masing-masing



kelompok,



siswa



mengembangkan



kerangka



tulisan



dengan



mempertimbangkan kelengkapan informasi. Kegiatan tahap pra-menulis ini diakhiri dengan menyimpulkan pengertian, nilai, dan syarat kelengkapan suatu cerita pendek. Secara umum tahap pra-menulis siklus II dapat disimpulkan telah berjalan dengan sangat baik.



4. 2. 3. 2 Observasi Tahap Pemburaman Pada tahap pemburaman siklus II, peneliti mengamati dan mencatat beberapa indikator, yakni (1) siswa telah mampu mengembangkan kerangka peristiwa yang pernah dialami menjadi cerita pendek, dan(2) siswa telah mampu mengembangkan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam masing-masing paragraf cerita pendek, dan menggunakan ejaan, tanda baca, penanda hubungan antar-kalimat, dan penanda hubungan ntar paragraf. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah memulai memiliki kemampuan yang baik dalam mengembangkan kerangka peristiwa yang pernah dialami menjadi sebuah cerita pendek secara utuh. Peneliti pada tahap pemburaman siklus II ini menyarankan agar guru memberikan penjelasan ulang tentang bentuk-bentuk kesalahan huruf kapital, tanda baca, ejaan, kosa kata, dan paragraf yang harus dihindari. Siswa terlibat pembicaraan secara klasikal dengan baik.



110



Kegiatan pada tahap pemburaman ini diakhiri dengan menyimpulkan bahwa kerangka pemberitaan merupakan dasar sari pengembangan judul, alur, dan isi cerita pendek.



4. 2. 3. 3 Observasi Tahap Perevisian Pada tahap perevisian siklus II, peneliti mengamati dan mencatat beberapa indikator aktivitas siswa sebagai berikut. Siswa pada awal tahap perevisian, siswa melakukan revisi judul cerita pendek, alur cerita pendek, dan isi cerita pendek berdasarkan kelengkapan bagian dari unsur cerita pendek. Pada kegiatan ini siswa tampak lebih lancar jika dibandingkan dengan siklus berikutnya. Berikut siswa melakukan revisi judul cerita pendek, alur cerpen, dan isi cerpen berdasarkan kaidah ejaan, tanda baca, dan kalimat bahasa Indonesia. Selanjutnya siswa mencermati saran-saran perevisian judul dan isi deskripsi pada masingmasing buram yang telah diperoleh dari siswa lainnya. Pada kegiatan ini pun tampak lebih mudah melakukan perevisian secara individu. Pada akhir tahap perevisian ini guru mengemukakan kesimpulan bahwa saran perevisian menyangkut dua hal utama, yakni(1) aspek kebahasaan mencakup penulisan huruf kapital, ejaan, tanda baca, kosa kata, kalimat, dan paragraf, dan (2) aspek isi cerpen yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami mencakup judul, alur, dan isi pengalaman pribadi. Siswa lebih tampak aktif mengerjakan penyutingan ini secara individu. Bagian-bagian yang disuting diminta guru untuk ditandai, sehingga dapat diteliti kembali setelah proses penyutingan selesai. Siswa sudah tampak memahami dalam menilai kebenaran judul dan isi cerita pendekberdasarkan pedoman EYD, Menjelang selesainya aktifitas pembelajaran menulis tahap penyutingan ini, masing-masing individi mampu menyelesaikan tugasnya. Guru kemudian menyimpulkan kembali bahwa penyuntingan cerita pendek menyangkut tiga hal utama, yakni (1) penulisan huruf kapital, ejaan, tanda baca, kata, dan kalimat, dan (2) panyusunan kembali cerpen pada bagaian judul, alur, dan isi cerpen.



111



4.2.4 Refleksi Tindakan Siklus II Uraian refleksi tindakan siklus II ini juga sekaligus memuat hasil pengumuman informasi dari lembar wawancara dan lembar evaluasi. Berdasarkan hasil refleksi, wawancara . Dan evaluasi inilah ditentukan apakah pembelajaran menulis pengalaman pribadi dengan menggunakan metode inkuiri dikelas IX SMPN 3 Parang dilanjutkan pada siklus III atau tidak. Refleksi siklus II meliputi (1) refleksi kegiatan pendahuluan, (2) refleksi kegiatan inti, dan (3) refleksi kegiatan penutup.



4.2.4.1 Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran Kegiatan pendahuluan merupakan pembuka dari suatu pembelajaran. Hal-hal yang dilakukan guru pada umumnya memberikan apersepsi siswa tentang materi yang akan dipelajari. Tujuan agar siswa terlibat secara aktif pada tahap-tahap pembelajaran selanjutnya. Tahapan metode inkuiri pada kegiatan pendahuluan ini adalah perumusan masalah. Adapun beberapa refleksi kegiatan pendahuluan pembelajaran siklus II dikemukakan sebagai berikut: (1)



Secara umum siswa memperhatikan dengan sangat baik penjelasan guru pada kegiatan pendahuluan masing-masing tahapan menulis.



(2)



Media pembelajaran contoh pengalaman pribadi yang dipilih dan dibawa sendiri oleh siswa, sangat membantu siswa dalam meperoleh gambaran konkret tentang pengalaman pribadi.



(3)



Guru telah menunjukan contoh konkret kerangka tulisan . Hal ini sangat membantu siswa dalam menyusun kerangka tulisan dan pengembangannya menjadi beberapa paragraf pengalaman pribadi.



112



(4)



Kegiatan tanya jawab dan curah pendapat pada kegiatan pendahuluan telah terbukti dapat memancing keterlibatan siswa dalam pembelajaran.



4.2.4.2 Kegiatan Inti Pembelajaran Kegiatan inti pembelajaran merupakan aktivitas utama siswa dalam memproduksi sesuatu sesuai dengan kopetensi dasar indikator penbelajaran menulis pengalaman pribadi. Beberapa catatan refleksi pada kegiatan inti pembelajaran siklus II dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) Tanya jawab singkat dan curah pendapat tentang kerangka tulisan yang disusun siswa telah melibatkan beberapa siswa yang berbeda topik sehingga siswa secara memiliki tambahan informasi sebagai bahan pengembangan pengalaman pribadi. (2) Jumlah siswa yang menulis buram dengan menggunakan pola narasi pada siklus II sudah tidak ditemui. Hal ini diasumsikan sebagai akibat dari penjelasan tantang perbedaan antara teks narasi dan teks deskripsi. (3) Siswa dalam menulis kerangka dan buram pengalaman pribadi telah mencurahkan kreativitas masing-masing. Berdasarkan hasil refleksi dan diskusi antara peneliti dan kolaborator disimpulkan bahwa secara umum pembelajaran menulis melalui metode inkuiri pada kegiatan inti pembelajaran siklus II telah berjalan dengan sangat baik. Penentuan jawaban sementara, pencarian data, dan pengkajian jawaban sudah lebih baik daripada siklus sebelumnya. Evaluasi proses mencakup minat, antusias, respon, aktivitas, kerja sama dalam kelompok, interaksi guru/siswa, keberanian unjuk kerja, dan toleransi. Sebagaimana diuraikan dalam hasil observasi menunjukan bahwa kegiatan inti pembelajaran menulis cerpen bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMPN 3 Parang sudah sangat baik. Hal-hal yang menarik untuk diperhatikan adalah: (1) tidak ada lagi siswa yang memilki kategori kurang untuk kerangka tulisan dan hasil akhir pengalaman pribadi, (2) beberapa siswa mengalami peningkatan



113



kemampuan yang baik dan (3) rata-rata individu meningkat dari siklus 1 ke siklus II. Hal tersebut sebagaimana dalam tabel 4.2 di bawah ini. Tabel 4.2 Hasil belajar siklus I dan siklus II N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25  



Nama Siswa Aan setioko Adi Prayitno Ana Amelia Andik Agus Purnomo Antoni Prasetyo Atik Purwati David Hariyanto Depi Saputro Fina Puji Lestari Gathisa Silvia Gunawan Heru Prasetyo Ismawati Ivan Fadilah Moh. Rendi Septiawan Puguh Maryanto Puji Lestari Reni Mulyani Riska Rohmat Abdul Majid Rony Yoga Pratama Sugianto Suroto Tri Novianti Wawan Setiya Handoko Yuliana  Rata-rata



Nilai Refleksi Awal 78 80 75 70 75 75 78 78 75 73 75 60 78 78 70 80 78 78 60 63 65 60 60 78 78 72,72



Nilai Siklus I 88 84 84 79 84 89 88 82 83 91 82 72 76 75 65 88 75 85 65 67 81 60 65 85 75 78,72



Nilai Siklus II 92 92 90 91 88 96 96 90 90 96 88 92 88 88 77 93 80 89 76 77 86 79 83 93 79 87,55



Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa telah terjadi peningkatan prestasi belajar menulis pengalaman pribadi



sebelum penerapan siklus I siswa yang belum mencapai ketuntasan



(memperoleh nilai di bawah 75) sebanyak 8 anak atau 32%, nilai terendah sebesar 60 dan teringgi 80 dengan nilai rata-rata secara klasikal sebesar 72,72. Setelah penerapan siklus I dari 6 anak atau 24% yang tidak tuntas setelah penerapan siklus II tidak ada atau 0 %. Sedangkan nilai terendah pada siklus I sebesar 60 dengan penerapan siklus II naik menjadi 76, nilai tertinggi pada siklus I sebesar 91 dengan penerapan siklus II sebesar 96. Rata-rata secara klasikal mengalami kenaikan dari 78,72 menjadi 87,55. Dari data tersebut jika dikonfirmasikan dengan pedoman 114



penerapan siklus sebagaimana dalam bab III maka dapat dipastikan bahwa dengan penerapan siklus II ini maka penelitian dapat dihentikan. Dengan kata lain, mengingat ketuntasan secara individu telah mencapai 96% penelitian sudah sesuai dengan tujuan dan kriteria yang ditetapkan yakni siklus akan dihentikan jika ketuntasan secara individu dan klasikan lebih dari atau sama dengan 75%.



4.2.4.3 Kegiatan Penutup Pembelajaran Secara umum kegiatan penutup siklus II pada masing-masing tahapan menulis, yakni pramenulis, pemburaman, perevisian, dan penyuntingan telah dilakukan guru dengan baik. Hal ini dibuktikan dari kelengkapan penguatan pengetahuan yang dikemukakan guru untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil refleksi dan diskusi antara peneliti dan kolaborator disimpulkan bahwa secara umum pembelajaran menulis melalui metode inkuiri pada kegiatan penutup pembelajaran siklus II telah berjalan dengan sangat baik yang ditandai dengan peningkatan prestasi belajar.



BAB V PEMBAHASAN



5.1 Relevansi antara Temuan dan KTSP Standar kompetensi menulis siswa SMP tersebut mencakup sebelas kompetansi dasar, yakni (1) menulis rangkuman dari beberapa teks bacaan yang memiliki kemiripan topik, (2) menulis laporan, (3) menulis surat resmi, (4) menulis ulasan buku biografi, (5) menyunting tulisan sendiri atau teman, (6) menulis pengalaman pribadi, (7) menulis rangkuman isi buku ilmu pengetahuan populer, (8) menulis slogan dan poster untuk berbagai keperluan, (9) menulis rencana kegiatan, (10) menulis surat dinas, dan (11) menulis petunjuk (Depdiknas, 2003:15-16).



115



Ditinjau dari tujuan penulisannya, empat kompetnsi dasar yang termasuk dalam kategori kategori menulis deskripsi, yaitu menulis laporan, menulis pengalaman pribadi, menulis rencana kegiatan, dan menulis petunjuk. Salah satu kompetensi dasar menulis siswa kelas IX SMP adalah menulis pengalaman pribadi. Indikator hasil belajarnya, yakni (1) siswa mampu mencatat apa, siapa, kapan, dimana, mengapa, dan, bagaimana (5W + 1H) tentang peristiwa yang terjadi, dan (2) siswa mampu menulis pengalaman pribadi secara singkat, padat dan jelas (Depdiknas, 2003:15) Pengalaman belajar yang diperoleh siswa kelas IX SMP setelah mengikuti pembelajaran menulis pengalaman pribadi, meliputi (1) kemampuan mencatat pengalaman pribadi/peristiwa yang terjadi, (2) kemampuan menulis pengalaman pribadi/peristiwa yang unik, (3) kemampuan menyusun pengalaman pribadi dengan bahasa yang singkat dan jelas, dan (4) kemampuan menyunting dan memberi komentar terhadap pengalaman pribadi yang disusun baik secara individu/kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rencana pembelajaran menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami melalui metode inkuiri telah mempertimbangkan komponen kurikulum dan tahapan menulis. Komponen kurikulum dal hal ini tujuan pembelajaran menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMP sebagaimana tercantum dalam KTSP yaitu kompetensi dasar, hasil/pengalaman belajar, dan indikator. Tahap-tahap pembelajaran menulis, meliputi pra menulis, pemburaman, perevisian dan penyuntingan. Tahapan pembelajaran berdasarkan metode inkuiri yakni perumusan masalah, penentuan jawaban/temuan sementara, pencarian data, pengkajian jawaban/ temuan, dan penarikan kesimpulan. Ketiga hal ini telah disatukan dalam rencana tindakan yang tertuang dalam masingmasing rencana pembelajaran. Dengan demikian, dari sisi tujuan dan prosedur pembelajaran hasil dan temuan penelitian ini sangat relevan dengan KTSP bahasa Indonesia SMP.



116



Selanjutnya relevansi hasil dan temuan penelitian terhadap KTSP juga dapat dilihat dari segi evaluasi pembelejaran. Evaluasi pembelajaran dilakukan terhadap proses dan hasil belajar. Evaluasi proses bertujuan untuk memperoleh balikan tentang aktivitas dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, meliputi minat, antusias, respon, aktivitas, kerjasama dalam kelompok, interaksi guru/siswa, keberanian unjuk kerja, dan toleransi. Evaluasi hasil/produk bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa berupa kompetsnsi dasar menulis yang diukur berdasarkan indikator pembelajaran. Hasil penelitian menunjukan bahwa evaluasi proses dan hasil ini dilakukan secara berkesinambungan. Selama aktivitas belajar berlangsung, siswa juga diberi kesempatan untuk mengadakan penilaian terhadap hasil pengalaman pribadi temannya dalam bentuk saran perevisian. Dalam konteks pembelajaran berdasarkan KTSP, penilaian seperti di atas disebut penilaian otentik sebagai bagian dari penilaian berbasis kelas. Penerapan penilaian berbasis kelas dalam penelitian ini sejalan dengan langkah-langkah evaluasi proses dan hasil pembelajaran menulis sebagaimana dikemukakan Arief (2002:50) bahwa penilaian pembelajaran menulis mencakup bagaimana proses menulis itu dilakukan dan bagaimana bentuk yang dihasilkan siswa. Kriteria penilaian terhadap keberhasilan atau peningkatan pembelajaran menulis pengalaman pribadi sangat ditekankan pada sejumlah aspek keberhasilan siswa sebagai berikut. Pertama, pada tahap pra menulis sejauh mana kemampuan siswa dalam mengidentifikasi topiktopik sesuai dengan tema tulisan, mengidentifikasi bagian inti dan unsur intrinsi cerita pendek, memilih topik tulisan sesuai dengan tema tulisan, menentukan judul crita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, dan menyusun kerangka isi cerita pendek. Kedua, pada tahap pemburaman bagaimana kemampuan siswa dalam mengembangkan kerangka cerita pendek menjadi cerita pendek, mengembangkan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam masing-masing paragraf cerita pendek, dan menggunakan ejaan, tanda baca, penanda hubungan antar kalimat, dan penanda hubungan antar paragraf.



117



Ketiga, pada tahap perevisian bagaimana kemampuan siswa dalam melakukan previsi judul cerita pendek, dan isi cerita pendek berdasarkan kelengkapan bagian dan unsur intrinsik , cerita pendek serta melakukan revisi judul cerita penek, dan isi cerita pendek berdasarkan kaidah ejaan, tanda baca, dan kalimat bahasa Indonesia. Keempat, pada tahap penyuntingan bagaimana kemampuan siswa dalam menandai dan membetulkan kesalahan penulisan cerita pendek pada tingkat penulisan huruf kapital, ejaan, tanda baca, kata, dan isi cerita pendek. Nurgiyanto (1995:37) menyatakan bahwa pencatatan\penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan komplit sampai kepada peristiwa yang spesifik.



5.2 Relevansi antara Temuan Penelitian dan Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia di SMP Pembelajaran BI berorientasi pada hakikat belajar bahasa sebagai proses belajar berkomunikasi, dan belajar sastra sebagai proses belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Oleh karena itu pembelajaran BI diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi melalui program pengembangan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap BI. Siswa dilatih lebih banyak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, tidak dituntut lebih banyak untuk menguasai pengetahuan tentang bahasa (Depdiknas, 2003:4). Kegiatan belajar mengajar pengalaman pribadi melalui metode inkuiri sangat relevan dengan prinsip-prinsip di atas. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah tingkat dasar (SD\MI) dan tingkat menengah (SLTP\MTs, SMU\MA atau yang sederajat) meliputi: (1) Siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara;



118



(2) Siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan; (3) Siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial; (4) Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa ( berbicara dan menulis); (5) Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (6) Siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Pembelajaran menulis di SMP merupakan salah satu yang berkedudukan sebagai media pembinaan bahasa Indonesia. Tujuan pembelajaran menulis di SMP adalah siswa mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan (Depdiknas, 2003:2). Sejalan dengan tujuan di atas maka kegiatan belajar mengajar bahasa Indonesia di SMP hendaklah diarahkan pada pembentukan kemampuan berkomunikasi siswa dengan menggunakan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tulisan . Dalam uraian pelaksaan pembelajaran menulis teks telah dikemukakan bahwa secara aktif memilih dan menentukan topik tulisan sesuai dengan minat dan keinginannya. Hal ini berkaitan erat dengan kegiatan upaya siswa dalam bernalar tentang hal-hal yang dengan tema Peristiwa Alam dan Budaya. Proses bernalar ini sudah barang tentu berkaitan dengan pengetahuan dan penggalaman siswa. Relevansi dengan kurikulum 2004 dalam hal ini terlelak pada rumusan hakikat kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran yang berorientasi pada (1) kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan, (2) mempertajam perasaan siswa, (3) memiliki kepekaan di dalam interaksi sosial, dan (4) menghargai perbedaan baik di dalam



119



hubungan antar individu maupun di dalam kehidupan bermasyarakat yang berlatar budaya dan agama berbeda-beda. Hasil dan temuan peneliti menunjukan bahwa skenario pembelajaran menulis deskripsi melalui metode inkuiri, meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan berisikan apersepsi siswa tentang materi yang sedang dipelajari dan penyiapan kerangka tulisan berdasarkan topik yang dipilih oleh masing-masing siswa. Kegiatan inti pembelajaran berisikan aktivitas utama siswa dalam memproduksi pengalaman pribadi yang diinginkan. Kegiatan penutup pembelajaran berisikan aktivitas penguatan pengetahuan dan pengalaman baru siswa tentang proses dan tahapan menulis pengalaman pribadi. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung interaksi belajar mengajar dibentuk melalui metode ceramah, tanya jawab, curah pendapat, dan penugasan. Dengan demikian, keseluruhan rangkaian kegiatan pembelajaran menulis pengalaman pribadi yang di dalam kelas berpusat pada aktivitas siswa. Sejalan dengan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP, maka kegiatan pembelajaran berlangsung siswa di samping mengembangkan kemampuan tulisan, juga dapat mengembangkan kemampuan lisanya. Kemampuan berkomunikasi tulis didapatkan melalui proses menulis menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, sedangkan kemampuan komunikasi lisan diperoleh siswa melalui aktivitas curah pendapat dan tanya jawab di dalam kelas tentang berbagai unsur dan bagian pengalaman pribadi.



5.3 Relevansi antara Temuan Penelitian dan Metode Pembelajaran Bahasan Indonesia di SMP Menulis merupakan salah satu bentuk peristiwa komunikasi yang pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan, pendapat, perasaan, keinginan, dan kemauan, serta informasi ke dalam bentuk bahasa tulis dan kemudian ‘’mengirimkannya’’ kepada orang lain (Syafi’ie 1988: 45).



120



Pada saat menulis seseorang dituntut untuk menuangkan segala bentuk pikirannya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Menulis sebagai suatu rangkaian aktivitas merupakan kegiatan bertahap yang secara simulasi dilakukan seseorang, yakni tahap pramenulis, pemburaman, perevisian, dan penyuntingan. Menulis pengalaman pribadi merupakan bentuk penulisan deskripsi yang amat bermanfaat bagi siswa. Melalui penulisan siswa dapat: (1) mengekspresikan diri, melatih kepekaan dan kekayaan bahasanya, (2) mengembangkan kosa kata dengan tepat, hidup dan variatif, dan (3) mengidentifikasi objek, suasana, peristiwa dan situasi tertentu. Agar siswa dapat mempelajari sekaligus memperoleh kemampuan dan keterampilan menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, maka paling tidak pembelajaran menulis haruslah memenuhi tiga persyaratan berikut. Pertama, guru dituntut mengupayakan metode dan berbagai model pembelajaran yang menarik, bermakna, bervariasi, dan sesuai dengan dunia anak. Kedua, pembelajaran perlu dikemas dalam bentuk aktivitas belajar yang menyenangkan siswa, misalnya melibatkan pengalaman praktis, permainan, dan menggunakan media yang sesuai dengan kebutuhan anak. Ketiga, guru memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada seluruh siswa untuk menulis dan berinteraksi dengan siswa lainnya. Hasil dan temuan penelitian menunjukan bahwa metode inkuiri dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami di SMP. Penerapan metode inkuiri memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut; Pertama, pembelajaran dilaksanakan dengan menarik, bermakna, dan bervariasi hal ini dapat dipahami dari proses identifikasi unsur-unsur dan bagian-bagian pengalaman pribadi, penentuan topik tulisan, penyusunan kerangka tulisan, pemburaman cerita pendek, perevisian cerita pendek. Kedua, siswa secara bebas mengemukakan ide dan gagasan dengan tema dan topik tulisan . Ketiga, metode inkuiri melibatkan pengetahuan dan pengalaman praktis yang sebelumnya telah dimiliki oleh siswa. Hal ini tampak dari pemilihan topik dan pengembangan detail subtopik



121



melalui formula jurnalistik. Berkaitan dengan hal ini, siswa sekolah menengah pertama berada pada tahap operasional formal. Perkembangan intelektualnya dapat berpikir aktif dan dapat menyatakan operasi mentalnya dengan simbol-simbol bahasa tulis berupa kata-kata dan kalimat untuk mewakili ide, perasaan, respons terhadap peristiwa atau objek, ataupun tanggapantanggapan terhadap berbagai hal. Dengan demikian, semestinya siswa SMP kelas IX yang menuntut kemandirian sudah dapat mengungkapan perasaan dan pikirannya dalam wujud cerita pendek. Tema yang digunakan juga disesuaikan juga dengan kondisi lingkungan siswa, yakni lingkungan sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan prinsip metodologi pembelajaran bahwa pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan terdekat siswa sebagai sumber lebih mempermudah siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami melalui metode inkuiri memiliki kesempatan yang luas untuk menulis dan berinteraksi dengan siswa lainnya. Langkah-langkah kegiatan dalam setiap tahap menulis telah terbukti memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk aktif partisipasi dalam kegiatan belajar mengajar. Melalui model pembelajaran yang demikian siswa dapat menemukan sendiri berbagai pengalaman dan pengetahuan baru. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa metode ini sangat sesuai dengan karakteristik siswa sekolah menengah pertama. Dalam membentuk interaksi belajar mengajar, metode inkuiri menggunakan metode ceramah, tanya jawab, curah pendapat, dan penugasan. Penggunaan beberapa metode ini berada pada tingkatan kegiatan belajar yang tercermin dalam langkah-langkah kegiatan dalam setiap tahapan menulis. Moedjiono dan Hasibuan (1985:13-14) mengemukakan kesimpulan beberapa metode berikut. Metode ceramah dapat digunakan dalam pembelajaran sebagai upaya guru untuk menyampaikan informasi, memperjelas suatu kegiatan, dan menyimpulkan materi pembelajaran pada akhir kegiatan. Metode curah pendapat dapat digunakan untuk memberi kesempatan kepada



122



para siswa (kelompok-kelompok siswa) mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun berbagai alternatif pemecahan suatu masalah. Metode tanya jawab dalam proses belajar mengajar dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar, membangkitkan minat dan rasa ingin tahu terhadap masalah yang sedang dibicarakan, dan mengembangkan pola berfikir siswa, sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik. Metode penugasan dalam proses belajar mengajar dapat digunakan untuk memfokuskan proses dan hasil belajar siswa agar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.



5.4 Relevansi antara temuan Penelitian dan Guru/Siswa mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Guru dan siswa merupakan salah satu komponen pembelajaran yang memiliki peran berbeda. Guru lebih berperan sebagai pendidik, pembimbing, penasehat, pendorong motivasi dan kretivitas, dan penilai dalam pembelajaran. Siswa lebih berperan sebagai pelaku (subjek) pembelajaran yang secara mandiri mencari, menemukan, menganailis, menyimpulkan dan menyimpan pengetahuan baru. Kedua pelaku pembelajaran ini secara kolaboratif melaksanakan pembelajaran di dalam kelas dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dikemukakan lebih lanjut bahwa siswa belajar dan saling belajar, bukan hanya dari guru melainkan juga dari teman-teman sekelas, dalam satu sekolah, dan dari sumber belajar yang lain (Media cetak, media eketronis). Dengan demikian, proses pembelajaran yang berlangsung sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya telah mencerminkan prinsi-prinsip dasar hak dan kewajiban siswa tersebut. Sebagaimana dikemukakan dalam hasil temuan penelitian bahwa metode inkuiri merupakan salah satu metode yang berorientasi pada keaktifan siswa. Pada masing-masing tahap pembelajaran menulis, siswa melakukan suatu aktivitas yang terprogram mulai dari merumuskan



123



masalah, menemukan jawaban sementara, mencari data, mengkaji temuan, sampai dengan menarik kesimpulan. Berkaitan dengan hal itu guru perlu menciptakan situasi pembelajaran partisipasif. Mulyassa (2005:1:56) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran partispasif, yakni (1) mendorong siswa untuk siap belajar, (2) membantu siswa untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya, (4) membantu siswa untuk memahami tujuan belajarnya, (6) membantu siswa dalam melakukan kegiatan belajar, dan (7) membangun siswa melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar. Dalam pelaksanaan pembelajaran menulis dengan metode inkuiri, siswa memiliki peran sentral sebagai subjek pelaku belajar. Keseluruhan tahapan pembelajaran menulis memerlukan keaktifan dan kesungguhan siswa dalam belajar. Tiga karakteristik belajar siswa tersebut tercermin mulai dari kegiatan identifikasi topik tulisan, penyusunan kerangka tulisan, penulisan cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, perevisian cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, dan penyuntingan cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Penyuntingan sebagai salah satu tahapan menulis memilih posisi yang strategis bagi keseluruhan proses pembelajaran. KTSP untuk SMP menyebutkan bahwa menyunting merupakan salah satu komptensi yang dituntut di dalam daftar Kompetensi dasar, tetapi kegiatan menyunting hendaknya menjadi kegiatan yang senantiasa muncul di dalam rentetan kegiatan mengarang. Melalui kegiatan siswa dalam menyunting karya teman, siswa ditajamkan keterampilannya mengidentifikasi kesalahan dan dilatih untuk melakukan pembenahan baik siswa sendiri-sendiri maupun dalam diskusi dengan teman (Depdiknas, 2003:6). Dengan demikian, siswa tidak semata-mata menggantungkan diri pada guru untuk memperbaiki tulisannya sendiri. Model pembelajaran yang dilakukan dalam metode inkuri tampak sangat sesuai dengan kaidah pembelajaran bahasan Indonesia tersebut. Dalam proses perevisian dan penyuntingan siswa dapat saling menukarkan hasil dan saling memberikan saran atas tulisan teman lainnya.



124



Prinsip pembelajaran dalam KTSP mencantumkan pembelajaran hendaknya terpusat pada siswa dengan cara dilatih lebih banyak menggunakan bahasa untuk komunikasi, bukan dituntut lebih banyak menguasai pengetahuan tentang bahasa (Depdiknas, 2003:4). Sejalan dengan hal ini metode inkuiri menjadi semakin relevan untuk diterapkan dalam pembelajaran menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami di SMP siswa. Guru bertindak sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa dengan cara melakukan beberapa hal, yakni (1) mengobservasi proses menulis siswa, (2) mencatat dan mengecek seluruh hasil menulis siswa, (3) menyusun tugas dan latihan kelompok, (4) memberikan kesempatan khusus bagi siswa yang memiliki kemampuan berbeda dengan yang lain, (5) memperlajari hasil refleksi diri siswa dalam menulis, dan (6) melakukan penilaian secara adil dan terbuka.



5.5 Relevansi antara Temuan penelitian dan Media/Sarana pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Media pembelajaran adalah sarana atau alat bantu perantara yang digunakan guru atau siswa dalam proses belajar mengajar. Alat bantu ini berfungsi untuk menyalurkan pesan/informasi pembelajaran yang dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan siswa sehingga pencapaian tujuan pembelajaran menjadi efektif dan efisien. Mulyasa (2002:49) membedakan sarana dan prasarana, yaitu sarana adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung menunjang pembelajaran sedangkan prasarana dan fasilitas yang secara tidak langsung. Hasil dan temuan penelitian menunjukkan bahwa media dan sarana pembelajaran menulis metode inkuiri, yaitu (1) contoh model cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, (2) contoh model kerangka tulisan, (3) buku teks bahasa Indonesia, dan (4) lembar kegiatan siswa. Tujuan penggunaan kelima jenis media dan sarana tersebut, yakni untuk mempermudah siswa mendapatkan dan menemukan berbagai informasi teoritis maupu praktis tentang cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami.



125



Lingkungan belajar yang kondusif juga merupakan sarana pembelajaran yang memiliki pengaruh cukup berati bagi kegiatan belajar siswa. Sehubungan dengan penerapan metode inkuiri, pentingnya lingkungan belajar tampak dalam beberapa hal berikut: (1) Belajar menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang efektif dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Perubahan pola pembelajaran yang harus dilakukan yakni dari “guru berceramah tentang menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dan siswa mendengar” menjadi “siswa menemukan pengetahuan dan ketrampilan menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dan guru mengarahkan”. (2) Pembelajaran menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami lebih mementingkan “bagaimana cara sisa menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami” dan “bagaimana cara siswa memperoleh pengetahuan dan kecakapan menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami” dari pada sekedar “bagaimana hasil dan isi cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa”. (3) Umpan balik berupa pemberian saran perbaikan terhadap kesalahan isi dan kebahasaan cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami sangat berarti bagi siswa. Hal ini dapat dijadikan acuan bagi siswa dalam melakukan kegiatan yang lainnya. (4) Dalam pembelajaran menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami kerja kelompok digunakan sebagai wahana pembentukan komunitas belajar. Melalui komunitas belajar ini, pembelajaran dilakukan dengan cara mempraktekkan secara langsung tahapantahapan menulis.



126



BAB VI KESIMPULAN



6.1 Kesimpulan Secara umum dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMPN 3 PARANG-MAGETAN dapat ditingkatkan melalui penerapan metode inkuiri. Peningkatan kemampuan tersebut dilakukan melalui pelaksanaan tindakan dalam dua siklus. Secara khusus berikut dikemukakan kesimpulan tentang peningkatan kemampuan menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMPN 3 PARANGMAGETAN melalui metode inkuiri pada tahap pra menulis, pemburaman, perevisian, dan penyuntingan. Keseluruhan kesimpulan didasarkan pada hasil dan temuan penelitian serta pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya.



6.1.1 Peningkatan Kemampuan Menulis Cerita Bertolak dari Peristiwa yang Pernah Dialami Kelas IX SMPN 3 PARANG melalui Metode Inkuiri Pada Pra – Menulis Berdasarkan hasil dan temuan penelitian siklus I dan II serta pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal berikut: (1) Peningkatan kemampuan siswa menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMPN 3 PARANG-MAGETAN pada tahap pra menulis dicapai melalui fokus pembelajaran mengarahkan siswa pada aktivitas merumuskan masalah. Kegiatankegiatan yang dilakukan siswa, meliputi mengidentifikasi topik tulisan sesuai dengan tema tulisan, mengidentifikasi bagian inti dan unsur intrinsik cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, memilih topik tulisan sesuai dengan tema tulisan, menyusun kerangka



127



tulisan, menentukan judul cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, dan menyusun kerangka isi cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. (3) Siswa telah mampu mengidentifikasi, memilih, dan menentukan topik-topik tulisan sesuai dengan tema Peristiwa Alam dan Budaya. Hal ini juga mengidentifikasi bahwa siswa telah memiliki kemampuan menentukan pilihan informasi yang dikemukakan dalam bagian isi cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. (4) Siswa telah mampu mengidentifikasi bagian inti cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Bagian inti meliputi judul dan teras pengalaman pribadi. Hal ini dibuktikan dari penyusunan kerangka tulisan yang memuat secara sistematika masing-masing unsur dan bagain cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami tersebut. (5) Siswa telah mampu memilih topik dan subtopik yang akan dikembangkan lebih lanjut menjadi kerangka tulisan . Hal ini terbukti dari varian pilihan topik/subtopik oleh siswa sebagai berikut. Pada sikuls I dengan tema tulisan Peristiwa Alam dan Budaya. (6) Siswa telah mampu menyusun kerangka tulisan dari topik/subtopik yang telah dipilih secara individual. Pengembangannya lebih efektif jika dilakukan secara berkelompok menurut pilihan topik/subtopik yang sama. Hal ini dibuktikan dari peningkatan kualitas kerangka karangan dari sikus I ke siklus II. dan menghasilkan kerangka tulisan yang cukup.



6.1.2 Peningkatan Kemampuan menulis Kelas IX SMPN 3 PARANG-MAGETAN melalaui Metode Inkuiri Tahap pemburaman Berdasarkan hasil dan temuan penelitian siklus I dan II serta pembahasan disimpulkan beberapa hal berikut: (1) Peningkatan kemampuan siswa menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMPN 3 PARANG-MAGETAN pada tahap pemburaman dicapai melalui fokus pembelajaran yang membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban 128



sementara dan mencari data. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa, meliputi mengembangkan kerangka cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami menjadi cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, mengembangkan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam masing-masing paragraf cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, dan menggunakan ejaan, tanda baca, penanda hubungan antar kalimat, dan penanda hubungan antar paragraf. (3) Siswa telah mampu mengembangkan kerangka tulisan menjadi buram cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Hal ini dibuktikan dari peningkatan kemampuan tersebut dari siklus I ke siklus II sebagai berikut. Pada siklus I, subtopik dalam kerangka tulisan telah dikembangkan siswa ke dalam buram awal cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Buram/draft awal cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dikembangkan menjadi 4-6 paragraf. Jumlah kalimat pada tiap-tiap paragraf memiliki variasi antara 3 samapi 7 kalimat. Pada siklus II, subtopik dalam kerangka tulisan telah dapat dengan baik dikembangkan siswa ke dalam buram teks cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Buram/draft awal cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dikembangkan menjadi 4 paragraf. Jumlah kalimat pada tiap-tiap paragraf memiliki variasi antara 3 sampai 8 kalimat. 6.1.3 Peningkatan Kemampuan Menulis Cerita Bertolak dari Peristiwa yang Pernah Dialami Siswa Kelas IX SMPN 3 PARANG-MAGETAN Melalui Metode Inkuiri Pada Tahap Perevisian Berdasarkan hasil dan temuan penelitian siklus I dan II serta pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal berikut: (1) Peningkatan kemampuan siswa menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami pada tahap perbaikan dicapai melalui fokus pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk mengkaji jawaban/temuan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa, meliputi melakukan



129



revisi judul cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, dan isi cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami berdasarkan kelengkapan bagian dan unsur cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, serta melakuka revisi judul cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, dan isi cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami berdasarkan kaidah ejaan, tanda baca dan kalimat bahasa Indonesia. (3) Siswa telah mampu melakukan revisi judul cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, unsur instrinsik cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dan isi cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami berdasarkan kelengkapan begaian dan unsur cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Kemampuan ini didapatkan dari kegiatan saling menukar buram karangan di antara siswa. Tindak lanjut kegiatan ini lebih efektif jika dilakukan secara klasikal dengan bimbingan langsung dari guru. (4) Siswa telah mampu melakukan revisi judul cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, dan isi cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami berdasarkan kaidah ejaan, tanda baca, dan kalimat bahasa Indonesia. Buram cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami yang telah diperbaiki merupakan bahan dasar bagi proses penyuntingan pada tahap selanjutnya. Kemampuan ini diperoleh siswa melalui kegiatan madiri dan curah pendapat .



6.1.4 Peningkatan Kemampuan Menulis Cerita Bertolak dari Peristiwa yang Pernah Dialami Siswa Kelas IX SMPN 3 PARANG-MAGETAN Melalui Metode Inkuiri Tahap Penyuntingan Berdasarkan hasil dan temuan penelitian siklus I dan II serta pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal berikut: (1) Peningkatan kemampuan siswa menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa kelas IX SMPN 3 PARANG pada tahap penyuntingan dicapai melalui pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan



130



siswa, menandai dan membetulkan kesalahan cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami pada tingkat penulisan huruf kapital, ejaan, tanda baca, kata dan kalimat, dan melakukan penyuntingan cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami pada bagian judul, dan isi cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. (2) Siswa telah mampu menghilangkan atau menambah bagian dalam cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami akhir. Hal ini dibuktikan dari jumlah kelengkapan informasi yang semakin bertambah dari buram deskripsi ke karangan akhir dekripsi. Kemampuan ini diperoleh siswa dari kegiatan curah pendapat dan penugasan individual. Kegiatan penugasan individual pada tahap penyuntingan lebih efektif dibandingkan dengan berkelompok. (3) Pengalaman pribadi akhir sebagai hasil kegiatan penyuntingan menggambarkan peningkatan kemampuan menulis siswa kelas IX SMPN 3 PARANG-MAGETAN. Hal ini tampak dari perbandingan nilai yang diperoleh sisa pada dua siklus. Peningkatan hasil belajar baik dari refleksi awal sampai penerapan siklus I dan siklus II.



6.2 Saran-saran Berdasarkan hasil dan temuan penelitian, berikut akan dikemukakan beberapa saran, di antaranya: (1) Guru Bahasa Indonesia di SMP Dengan hasil penelitian ini, kepada guru bahasa Indonesia di SMPN 3 PARANGMAGETAN hendaknya: (a) merancang rencana pembelajaran dengan menempatkan siswa sebagai pusat aktivitas pembelajaran, (b) memadukan tahapan menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami siswa dengan tahapan metode inkuiri, (c) menggunakan media pembelajaran yang merangsang anak untuk mengungkapkan cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialaminya, (d) memberikan saran dan masukan baik yang berkaitan dengan kesalahan maupun kelebihan pada hasil belajar siswa, (e) memberikan kebebasan siswa untuk



131



menyampaikan ide/gagasan selama pembelajaran menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami berlangsung, dan (f) memberikan arahan dan motivasi selama siswa melakukan penulisan cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Selain itu guru handaknya memperhatikan kesiapan dan aktivitas siswa dalam menulis sehingga guru disarankan agar : (1) menumbuhkan keberanian siswa untuk menyampaikan ide/gagasannya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa sendiri, (2) menunjukkan secara langsung contoh bentuk-bentuk kesalahan isi dan berbahasa dengan menggunakan buram pengalaman pribadi siswa, dan (3) mendiskusikan bentuk kesalahan – kesalahan isi dan bahasan bersama teman sejawatnya. (2) Penyusun Buku Ajar Bahasa Indonesia untuk SMP Buku ajar merupakan media/sarana belajar yang secara langsung dapat mempermudah siswa dalam mempelajari materi yang diajarkan dalam kelas. Berkaitan dengan penerapan metode inkuiri dalam pembelajaran menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami di kelas IX SMP, kepada penyusun buku ajar bahasa Indonesia untuk : (1) mencantumkan langkahlangkah pembelajaran menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami sesuuai dengan masing-masing tahapan menulis, (2) memanfaatkan Peristiwa Alam dan Budaya siswa sebagai sumber dan tema pembelajaran, dan (4) memberikan contoh cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami mulai dari hasil tahap pra menulis, hasil tahap pemburaman, hasil tahap perevisian, dan tahap penyuntingan. (3) Penyusun Kurikulum bahasa Indonesia SMP Seperti yang telah dipahami ketrampilan menulis pengalaman pribadi sebagai bagian dari menulis deskripsi merupakan keterampilan dasar yang sangat menunjang



pengembangan



keterampilan menulis. Oleh karena itu kepada penyusun kurikulum disarankan agar : (1) mengalokasikan waktu yang lebih banyak untuk pembelajaran menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami, (2) menyertakan perangkat dasar pembelajaran menulis cerita



132



bertolak dari peristiwa yang pernah dialami dalam bentuk instrumen menulis, sehingga siswa dan guru memiliki arah yang sama dalam memahami hakekat proses dan hasil kegiatan menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami tersebut, dan (3) menekankan orientasi evaluasi pembelajaran menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami pada proses daripada hasil sehingga proses belajar lebih ditekankan pada “bagaimana cara menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami” dan bukan semata-mata “bagaimana hasil menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami”. (5) Peneliti lain Penelitian tindakan ini merupakan langkah awal pencarian alternatif metode



untuk



memecahkan permasalahan pembelajaran menulis cerita bertolak dari peristiwa yang pernah dialami di SMP. Latar belakang dan subjek penelitiannya terbatas pada siswa kelas IX SMPN 3 PARANG-MAGETAN. Dengan demikian, disarankan kepada peneliti lain untuk menindak lanjuti hasil dan temuan penelitian ini dengan cara : (1) memperluas jangkauan latar dan subjek, (2) memperdalam analisisa menyangkut komponen-komponen pembelajaran yang lain, dan (3) melakukan penelitian serupa dalam konteks pembelajaran menulis jenis karangan yang lainnya.



133



DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Azhar. 2000. Media Pengajaran. Cet. Ke-2. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Akhadiah, S. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan. 1996. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Ahmadi, M. 1989. Penyusunan dan Pengembangan Paragraf. Malang: YA3 Malang. Ahmadi, M. 1990. Strategi Belajar Mengajar Keterampilan Berbahasa dan Apresiasi Sastra. Malang:YA3 Ashadi, P. 1998. Gambar sebagai media Pembelajaran, Bandung:Sinar Baru Aminudin, 1996. Pendekatan Pembelajaran. Bandung : Rosdakarya Arief, N. F. 1999. Pendekatan Komunikatif dan Pengajaran Bahasa Indonesia. Makalah disajikan dalam Diskusi Kelas Mata Kuliah Seminar Kebahasaan. Malang: Tidak Dipublikasikan. Arief, N. F. 2002. Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: Tidak Dipublikasikan Arief, N. F. 2005. PAN dan PAP dalam Penilaian Hasil Belajar Bahasa. Bahan Matakuliah Rancangan Pembelajaran BI. Malang: Tidak Dipublikasikan Arief, N. F. 2006. Ketrampilan Berbahasa. Bahan Matakuliah Bahasa Indonesia Lanjut. Malang: Tidak Dipublikasikan Arief,



N. F. 2006. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bahan Matakuliah Bahasa Indonesia lanjut. Malang : Tidak Dipublikasikan



Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Atmowiloto, Arswendo.1986. Mengarang itu Gampang. Jakarta:Gramedia Burhan, Yasir. 1997. Problema Bahasa dan Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Gunaco. Bogdan, R. C dan Bikden, S. K. 1990. Riset Kualitatif untuk Pendidikan. Terjemahan oleh Munandir. Jakarta : Depdikbud Bogdan R. C dan Biklen, S. K. 1998. Qualitative Research for Education. Allyn and Bacon, Boston: London Budinuryanta, JM. Kasurijanta, dan Imam Koemen. 1998.Pengajaran Ketrampilan Berbahasa. Jakarta: Depdikbud. Depdiknas. 2003. Kurikulum Bahasa Indonesia 2004 SMP. Jakarta: Depdiknas 134



Depdiknas.2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi guru mata Pelajaran bahasa Indonesia. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta: Depdiknas Depdiknas.2003. pelatihan Terintegrasi berbasis kompetensi guru mata pelajaran bahasa Indonesia.Berbicara. modul : Ind A. 02. Jakarta : Depdiknas Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004, Standar kompetensi Mata pelajaran bahasa dan Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. (Draft final). Jakarta : Depdiknas Gorys, Keraf. 1994. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemampuan Berbahasa. Ende: Flores. Hadiyanto. 2001.Membudayakan Kebiasaan Menulis : Sebuah Pengantar. Jakarta : Fikahati Aneska. Djiwandono, Soenardi. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: ITB. Purwo, Bambang Kaswanti.1997.Pokok-pokok Pengajaran Bahasa dan Kurikulum 1994. Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Hasibuan, Mujiono. 1989. Proses belajar Mengajar Keterampilan Dasar Mikro. Bandung : Rosdakarya. Miles B, Matthew dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjejep Rohendi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Moleong, L. J. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Mulyasa. 2004. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung : Rosdakarya Mulyasa. 2004. Kurikulum 2004. Bandung : Rosdakarya Mulyasa. 2004. Penilaian Berbasis Kelas. Bandung : Rosdakarya. Muchlisoh, dkk. 1992. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud. Marahimin, Ismail. 2001. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya. Nurhadi. 1987. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung : Sinar Baru Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Pendekatan Kontekstual. Malang : UM Press Nurhadi dan Roekhan. 1987. Kajian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya. Malang: FPBD IKIP Nurgiyantoro, B. 1987. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta : BPFE Parera, J. D. 1998. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta : Gramedia 135



Peter, Bidlr, G. 1992. Writing Matter. New York: Mac Millan Comp. Pujiati Suyoto dan Iim Rahmania. 1998. Materi Pokok Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Sadiman, Arief. 1986. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali. Semi, Atar, M. 1990. Menulis Efektif. Padang: Angkatan Raya. Koemen, Imam. 1997. Pembelajaran Ketrampilan Menulis dalam Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Depdikbud. Sabarti dkk. 1997. Menulis I. Jakarta: Depdikbud. Syafi’i, I. 1988. Retorika dalam Menulis. Jakarta : Depdikbud Sidi, Indra Djati. 2000. Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu. Suparno. 1998. Pengajaran Bahasa Indonenesia di Sekolah. Jakarta: Erlangga. Sri Utari Subiyakto-Nababan. 1993. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Depdikbud. Supriyadi dkk. 1992. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Universitas Terbuka. Tarigan, Henri Guntur. 1986. Menulis Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung: Tarsito. Tarigan, D. 1987. Membina Ketrampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannnya. Bandung : Angkasa The Liang Gie. 1992. Pengantar Dunia Karang Mengarang.Yogjakarta: Liberty. Tompkisn, G. E. 1994. Teaching Writing Balancing Process and Product. New York : Macmilan College Publishing Company. Wahab, Abdul. 1998. Isu Linguistik. Pengantar Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press. Wahab, A. & Lestari, L.A. 1999. Menulis Karya Ilmiah. Surabaya: Airlangga University Press. Winataputra, U. S. (dkk). 1997. Belajar dan Pembelajaran I. Jakarta : Depdikbud Wiriatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya Widyamartaya, A. 1990. Seni Menuangkan Gagasan. Yogjakarta: Kanesius. Widodo Hs. Dkk. 1994. Pembelajaran Ketrampilan Menulis Terpadu. Jakarta: Depdikbud. 136



137



SILABUS Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester



Standart Kompetensi :



: : :



SMP NEGERI 3 PARANG Bahasa Indonesia IX/1



menulis 8. mengungkapkan kembali pikiran , perasaan , dan pengalaman dalam cerita pendek



Kompetensi Dasar



Materi Pokok/ Pembelajaran



8.1 menulis kembali dengan kalimat sendiri cerita pendek yang pernah dibaca



Penulisan cerpen



8.2 menulis cerita pendek bertolak dari peristiw



Penulisan cerpen



Penilaian Kegiatan Pembelajaran



Indikator



 Membaca cerita pendek secara cermat  Bertanya jawab untuk menentukan ide ide pokokcerpen sesuai dengan alur cerpen dengan santun  Mengembangkan ideide cerpen dangan kalimat sendiri menjadi cerpenkembali secara logis  Menyuting cerpen yang sudah di tulis dengan teliti  Mendata peristiwa mengesankanyang pernah di alami dengan teliti  Memilih peristiwayang paling



138



Alokasi Waktu



Sumber Belajar



karakter



Koran Buku teks



Mengha rgai karya



Teknik



Bentuk Instrumen



Contoh Instrumen



 Mampu menentukan ide ide pokok sesuai tahap tahap alur dalam cerpen secara teliti  Mkampu mengembangkan ide ide cerpen menjadi cerpen secara logis



pengua saan



Tugas rumah



 Tulislah ide ide pokok cerpen yang sudah kau baca sesuai alurnya  Kembangkan ide ide pokok itu menjadi cerpen lagi dengan kalimatmu sendiri  Sutinglah cerpenmu itu



4 x 40



 Mampu menyuting cerpen secara teliti  Mampu mendata peristiwa peristiwa yang pernah di alami secara kritis  Mampu menentukan



Teks unjuk kerja



Tulislah cerpenbedasarka n peristiwa yang pernah kamu lalui dengan langkah :datalah peristwa yang



6 x 40



portofol io



Dokumen cerpen siswa (draf 1`) dan yang sudah di perbaiki bedasarkan masukan teman / guru



Ujipetik kerja proses dan produk



Dokumen



Logis Kreatif Tanggu ng jawab



Pengal amanpr ibadi, buku teks , lingkun gan



Tanggu ng jawab logis kreatif



a yang pernah di alami



mengesankan secara logis  Menentukan konflik cerita secara logis  Merangkaiperistiwa menjadi alur / kerangka cerita secara kreatif  Menyuting cerpen karya sendiri dengan teman secara teliti



konflik yang ada dalam peristiwa yang di pilih secara cermat  Menentukan alur cerita secara cermat  Mempu menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah di alami secara kreatif  Mampu menyuting cerpen secara teliti



portofol io



cerpen siswa (draf 1) dan yang sudah di perbaiki bedasarkan masukantem an dan guru



pernah kamu alami, pilihlah salaahsatu peristiwayang berkonflik, tentukan alur cerita kembangkan menjadi cerpen, dan sutinglah cerpen itu



Mengetahui; Kepala SMP N 3 PARANG,



PARANG,................................ Guru Mata Pelajaran,



Dra. SRI HARI SUYANTI, M.Pd. NIP 19630223 198803 2 005



Dra. ASNA ENY RAYA NIP 19681008 199412 2 002



139



mengha rgai karya seni



140



RPP Nama Sekolah



: SMP NEGERI 3 PARANG



Mata Pelajaran Kelas/Semester Waktu



: Bahasa Indonesia : IX/1 : 6 x 40 menit



A. Standar Kompetensi B. Kompetensi Dasar C. Indikator



: 8. Mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam cerita pendek : 8.2 Menemukan tema, latar, dan penokohan pada cerpen-cerpen pada satu kumpulan cerpen : 1. Mampu mendata peristiwa-peristiwa yang dialami dengan kritis dan logis 2. Mampu menentukan konflik yang ada dalam peristiwa yang dipilih dengan cermat 3. Mampu menentukan alur cerita secara logis 4. Mampu menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang dialami secara kreatif dan bahasa yang santun 5. Mampu menyunting cerita pendek dengan teliti



D. Tujuan Pembelajaran Siswa dapat mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam cerita pendek E. Materi Pembelajaran Menulis cerpen F. Pendekatan dan Metode Pembelajaran 1. Tanya jawab 2. Penugasan 3. Inkuiri 4. Pemodelan G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Pertama 1. Kegiatan awal a. Guru memberikan sekilas cerita yang pernah dialami dan selalu teringat karena pengalaman tersebut sangat membekas dalam hatinya. b. Guru meminta salah seorang siswa untuk memberikan contoh pengalaman yang paling berkesan. 2. Kegiatan inti a. Secara individu siswa mendata peristiwa-peristiwa yang pernah dialami. b. Siswa memilih salah satu peristiwa yang paling mengesankan. c. Siswa merancang konflik berkaitan dengan cerita tersebut. d. Siswa dan guru bertanya jawab tentang rancangan konflik dikaitkan dengan cerita pengalaman hidupnya. e. Siswa menentukan konflik peristiwa dengan bimbingan guru. 141



f. Siswa menentukan alur cerita berdasarkan peristiwa yang dipilih. 3. Kegiatan penutup a. Siswa dan guru bersama-sama mengadakan refleksi. b. Guru memberikan gambaran singkat untuk tugas pertemuan berikutnya tentang menulis cerpen. Pertemuan Kedua 1. Kegiatan awal a. Siswa dan guru bertanya jawab tentang ciri-ciri khusus cerita pendek. b. Guru mengecek pekerjaan beberapa siswa. 2. Kegiatan inti a. Siswa meneliti kembali konflik peristiwa dan alur cerpen yang telah dibuatnya. b. Siswa menulis cerita pendek berdasarkan peristiwa yang dialami. c. Siswa mengkonsultasikan kembali cerita yang telah dibuat dengan konflik yang dibangun dan alur yang telah ditentukan. d. Siswa mengkonsultasikan hasil kerjanya kepada guru. e. Siswa merevisi kembali beberapa hal yang diperlukan. 3. Kegiatan penutup a. Siswa dan guru bersama-sama mengadakan refleksi. b. Guru memberikan gambaran sekilas mengenai kegiatan menyunting. Pertemuan Ketiga 1. Kegiatan awal a. Guru mengecek kembali pekerjaan siswa. b. Siswa dan guru bertanya jawab tentang kesulitan menulis cerita pendek. 2. Kegiatan inti a. Salah seorang siswa membacakan hasil karyanya di depan teman-teman sekelasnya. b. Guru memberikan contoh penyuntingan berdasarkan cerita pendek yang telah dibacakan tadi. c. Siswa menyunting cerita pendek hasil pekerjaan teman berdasarkan ketentuan yang disepakati. d. Siswa merevisi kembali cerita pendek berdasarkan hasil suntingan temannya. e. Siswa menyimpulkan hasil kegiatan menulis cerita pendek berdasarkan pengalaman pribadi. 3. Kegiatan Penutup Siswa dan guru bersama-sama mengadakan refleksi. H. Sumber Belajar 1. Contoh cerpen I. Penilaian 1. Teknik 2. Bentuk Instrumen 3. Instrumen



: Tes : Produk



Rubrik Penilaian Menulis Cerpen 142



No .



Nama



Aspek yang dinilai Diksi (2) Isi (5) Kreasi (3)



Jumlah



PARANG,......................... Guru Mata Pelajaran



Mengatahui Kepala Sekolah



Dra. SRI HARI SUYANTI, M.Pd. NIP: 19630223 198803 2 005



Dra. ASNA ENY RAYA NIP: 19681008 199412 2 002



Lampiran 3: contoh cerpen yang bertolak dari peristiwa yang pernah dialami



143



Mudik Ayah adalah ayah dan kita tahu orang tua tidak berubah. Ia bangun untuk melakukan shalat subuh. Selesai mandi, ayah akan duduk di beranda. Di atas meja rotan dekat vas berisi kembang plastik, sudah tersedia segelas kopi. Setelah minum seteguk, ayah akan mengeluarkan skuternya dari garasi dan menghidupkannya. Demikian ritual yang dijalankan ayah tiap pagi sejak dua puluh-tiga puluh tahun lalu sampai saat kita mudik kali ini. Kacamata ayah adalah yang ia pakai ketika meminang ibu. Setiap tahun kita membelikannya sarung tetapi ia menyimpannya di lemari. Ayah memakai sandal yang ia pakai tahun lalu, dua tahun lalu, tiga tahun lalu, bahkan kita tidak pernah ingat melihatnya berganti sandal baru. Tatkala kita memberinya sepasang Crocs warna ungu Lebaran lalu, ia seperti tersinggung alih-alih tersanjung, apalagi terharu. Ibu rajin bin tabah. Bangun pagi-pagi, mendidihkan air, menyeduh kopi, mencuci pakaian, menyiapkan sarapan, dan kita tidak ingat kapan ibu pernah tidak begitu, termasuk hari minggu, hari libur, atau Lebaran seperti sekarang. Ibu pula yang menyapu, mengepel, menanak nasi, memasak, menjahit, memberi makan kucing, dan menyiram tanaman. Ibu tidak mengomel soal uang belanja layaknya istri kita merecoki kita. Ibu tidak pernah meminta ayah keluar malam-malam seperti istri kita menyuruh kita membelikannya martabak pada pukul sebelas malam. Ibulah yang melarang kita mengajak anak gadis orang nonton bioskop sebelum yakin hendak menikahinya. Ibu mengajari kita agar membawa jeruk bila mengunjungi orang sakit. Dari ibu kita tahu riwayat sanak saudara dan tetangga-tetangga. Kakak ada kalanya bersikap manis tetapi lebih sering sinis. Ia hanya menjajani kita bila hendak meminta tolong kita membantunya mengerjakan sesuatu atau membujuk kita merahasiakan kesalahannya. Bila datang bulan, ia menjadikan kita bulan-bulanannya. Kakak malas, sejak dulu sampai sekarang, tetapi ia dapat disebut berhasil dalam sekolah serta kariernya dan kita tahu pasti itu berkat doa ayah-ibu selain bahwa ia memang tidak bodoh. Pulang mudik bersama suaminya, mereka masih tidur meskipun matahari sudah tinggi dan baru bangun menjelang siang. Adik selalu merongrong. Minta uang. Tahun ini ia akan lulus SMA dan uang yang ia minta semakin banyak. Sama seperti semua remaja yang mulai berjerawat, adik berpacaran. Cinta monyet. Kita cemas ia tidak mau meneruskan sekolah dan memilih menikah muda. Soalnya ia sudah memperkenalkan pacarnya, seorang entah gadis entah tidak lagi, yang menindik hidung, puser, dan lidahnya. Saat bertemu, kita juga melihat anak itu menyemir rambutnya, mengenakan sepatu bot, dan memakai maskara hijau. Kita pikir adik sudah gila atau kena guna-guna. Namun, pacar adik itu cukup sopan, bahkan untuk ukuran ayah dan ibu. Hanya penampilannya menjengahkan dan bisa membuat orang salah menilainya. Mungkin itu disebut sensasi mengekspresikan diri. *** Dahlan sekarang sudah menjadi orang. Tahun ini ia pulang mudik membawa Honda CRV edisi terbaru. Ke mana-mana ia membagikan kartu nama. Ia sudah menjabat direktur sebuah BUMN dan suka main golf. Di Aliyah dulu, Dahlan siswa yang jorok. Setelah menjadi pejabat pun ia tidak pandai berpakaian. Bila mengenakan kemeja batik, kancing pada bagian perutnya sering lepas mempertontonkan pusernya karena ia tidak juga mengenakan singlet. Tak jarang ia lupa menaikkan retsleting celananya pula, persis saat masih sekolah. Untuk itu kini ia memiliki 144



asisten yang senantiasa mengingatkannya. Padahal, ia cukup menyiasati kemungkinan keteledorannya dengan mengenakan baju yang lebih longgar dan panjang. Nasib orang tidak ada yang tahu. Orangtua Dahlan sangat bahagia dan suka bercerita mengenai anak mereka. Sumarni menjadi perancang program komputer. Ia mampu memecahkan semua masalah teknis pelik. Dulu ia menolak dikawinkan setelah lulus kuliah dan bersikeras melanjutkan pendidikan ke Jepang. Pulang dari Jepang ia pergi menuntut ilmu ke Swiss. Kembali dari Swiss ia berangkat lagi mencari pengalaman ke Massachusetts. Ia tidak jelek, hanya tidak terlalu suka bergaul. Ia tidak pernah punya inisiatif memulai pertemanan sehingga orang menganggapnya tertutup dan menjaga jarak dengannya, baik pria maupun wanita. Bila orang mulai bicara soal cowok, gaya berdandan, dan seks, Sumarni biasanya langsung menyingkir. Kini Sumarni pulang membawa sejumlah gelar, termasuk S-4. Rambutnya sudah beruban dan kacamatanya menebal. Tahun ini orangtuanya berancang-ancang menjodohkannya dengan seorang peternak sapi. Joko, di zamannya siswa paling ganteng di kelas, sekarang menjadi koruptor. Ia mudik untuk meminta maaf kepada ayah-bundanya dan memohon didoakan agar diberkahi rezeki. Ternyata koruptor selama ini menganggap kesempatan yang diperolehnya merupakan limpahan rezeki berkat doa-doanya dan doa orangtuanya. ”Itu sudah rezeki gue, kenapa sirik?” cetus Joko membela diri. Arlojinya kini Rolex Perpetual berantai emas 22 karat. Ia siap membantu warga kampung. Pak RT menerima Rp 10 juta untuk membangun rumah Mak Icih yang hampir roboh. Pak Lurah mendapat Rp 25 juta untuk membantu petani membeli pupuk. Pak Camat konon memperoleh sampai Rp 40 juta entah untuk apa. Semua orang, kecuali KPK, melihat Joko tokoh yang sukses dan murah hati. ”Joko tidak korupsi. Ia mendapat semuanya karena rajin berdoa,” kata Ustaz Jamil. Kita tidak bisa melupakan Santi. Alisnya, matanya, bibirnya, lehernya, jemarinya, dadanya, pinggangnya, pinggulnya, betisnya, pernah membuat jiwa dan raga kita meradang menerjang. Dulu, melihat atap rumahnya saja kita sudah senang bukan alang kepalang. Sampai mudik ke berapa pun, Santi terlihat cantik dan bersih. Santi telah menikah tiga tahun lalu dengan juragan tahu asal Sukabumi. Kita merasa jengkel dan menyesal, padahal punya banyak peluang menyatakan cinta kepada Santi. Kita malu menjadi pengecut. Setiap kali mudik kita mencari tahu kabar Santi. Tahun ini kita tahu Santi telah diboyong suaminya ke Ciamis. Sepertinya usaha suaminya berhasil dan kita hanya bisa berharap Santi menikmati hidupnya sebagai istri juragan. Cinta memang kadang-kadang tidak mudah. Perlu keberanian untuk membawa cinta keluar dari sekolah. Namun, banyak cinta kehilangan sihir dan sarinya setelah meninggalkan halaman Aliyah. *** Sekolah merupakan monumen masa lampau. Kita pasti mampir ke sana. Halaman rumputnya terlihat sudah mengering dan menciut skalanya. Sebagian lahan telah dibangun kelaskelas baru di atasnya. Tak tersisa cukup tempat untuk bermain alip-alipan lagi. Maka, anak-anak sekarang bermain bola melalui PlayStation. Pohon beringin di tengah pekarangan sekolah sudah ditebang dan bekasnya dipasangi paving block. Lonceng yang dipukul sudah diganti dengan bel listrik yang diatur otomatis berbunyi pada waktu tertentu. Pak Maman sudah dipecat sebab tidak dibutuhkan lagi orang untuk memukul lonceng dan memotong rumput. Pak Silitonga, guru fisika, sudah wafat akibat TBC. Ibu Jumilah yang mengajar geografi telah pensiun dan kini sakitsakitan. Kehidupan guru, entah mengapa, selalu tragis. Setiap kali mudik dan mampir ke sekolah, kita tidak dapat menahan air mata yang tahu-tahu sudah berlinang.



145



Toko kitab Pak Wongso masih buka. Masih menjual buku mewarnai, komik terbitan lokal, beberapa jilid buku memasak dan menjahit, serta novel-novel lama seperti Cintaku di Kampus Biru dan Hamlet, Pangeran Denmark. Semuanya buku lama atau buku yang asalnya baru tetapi jadi lusuh lantaran lama tak laku-laku. Tak ada buku pelajaran dijual di sini sebab sudah diatur penyalurannya melalui sekolah yang bekerja sama dengan penerbit buku. Kalau Pak Wongso tidak keras kepala, anaknya sudah menutup toko buku ini dan membuka kafe di sini. Pak Wongso tidak mengenal kita lagi tetapi kita mengenalinya. Ia sudah uzur sekali dan kini tidak memiliki gigi. Ajaibnya, ia masih terlihat memakai kacamata kulit kura-kura yang sama yang mungkin akan dikenakannya hingga akhir hayatnya. Pasar Lama masih bertahan. Kotornya dan baunya juga. Becak-becak yang menutupi sebagian jalur jalan di depan pasar pun ikut bertahan. Tukang-tukang becaknya mengingatkan kita kepada waktu yang berlalu bergegas. Mbok Umi masih berjualan gado-gado dan harganya masih tiga ribu. Bila harga sayur-mayur, tahu, dan kacang naik, Mbok Umi mengurangi porsinya sehingga harga jualnya tetap. Pembeli bertambah sejak Mbok Umi berjualan didampingi putrinya yang saban hari mengenakan tank-top dan jins low-waist. Jika sedang berdampingan, kita dapat mempelajari perubahan zaman dari sosok Mbok Umi dan putrinya. Wak Alang, penjual ikan asin yang suka berkata jorok menggoda ibu-ibu, masih berjualan. Sekarang dia tidak banyak ngomong lagi sejak sering sesak napas belakangan ini. Barangkali sebentar lagi Wak Alang akan mati. Kantor pos, PLN, PDAM, dan Telkom masih melayani dari gedung yang sama, bahkan pegawainya masih yang dulu-dulu juga. Kiranya suasananya tidak sesibuk dulu. Orang sekarang bisa memilih membayar rekening listrik dan tagihan PAM atau telepon melalui ATM dan tidak perlu mengunjungi fasilitas pelayanan di gedung-gedung tua yang menyeramkan. Ke kantor pos? Untuk apa? Bukankah sejak sepuluh tahun terakhir ini kita tidak pernah berkirim-kirim surat lagi? Waktu seperti berhenti di sini. Mudik seperti kembali ke masa lampau. Bersyukurlah bahwa kita masih sempat mudik untuk menikmati dan menghormati masa silam. Bandung, 5 Agustus 2011



146