Minggu 4 Modul Perawatan Paliatif [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL PELATIHAN SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



Penyusun: Martina Sinta Kristanti, S.Kep., Ns., MN., PhD. Dr. Christantie Effendy, S.Kp., MKes. Dr. Sri Setiyarini, S.Kp., M.Kes Ema Madyaningrum, S.Kep., Ns., MKes., PhD Suis Galischa Wati, S.Kep., Ns., M.Kep Editor: Martina Sinta Kristanti, S.Kep., Ns., MN., PhD



DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2021



MODUL 2. PENDEKATAN KEPERAWATAN DALAM PELAYANAN PALIATIF Bab 2.1 Instrumen-instrumen Dr. Christantie Effendy, S.Kp., MKes. Bab 2.2 Asuhan keperawatan paliatif Suis Galischa Wati, S.Kep., N.s, M.Kep. Martina Sinta Kristanti, S.Kep., Ns., MN., PhD. Bab 2.3 Pengkajian dan manajemen gejala Dr. Sri Setiyarini, S.Kp., M.Kes. Bab 2.4 Dukungan nutrisi pada pasien terminal Martina Sinta Kristanti, S.Kep., Ns., MN., PhD. Suis Galischa Wati, S.Kep., Ns, M.Kep. Bab 2.5 Basic care training Martina Sinta Kristanti, S.Kep., Ns., MN., PhD



Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif Suis Galischa Wati, S.Kep, Ns, M.Kep Martina Sinta Kristanti, S.Kep., Ns., MN., PhD



Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif



91



BAB 2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF



INTISARI Pengkajian keperawatan pada pasien dengan kebutuhan perawatan paliatif. Tahapan penyusunan rencana perawatan (care planning) dalam proses asuhan keperawatan pada pasien paliatif. Peran perawat komunitas dalam perawatan paliatif PENDAHULUAN Asuhan keperawatan paliatif mulai dipertimbangkan untuk dilakukan ketika pengobatan yang diberikan sudah tidak lagi efektif untuk menyembuhkan penyakit pasien, dimana organ vital dalam tubuh pasien sudah mengalami kerusakan sehingga tidak memungkinkan untuk kembali secara normal. Perawatan paliatif dimulai sejak awal pasien terdiagnosis penyakit terminal, dilanjutkan dengan treatment, dan diakhiri dengan pemberian dukungan pada keluarga selama proses berduka setelah kematian (NCP, 2013). Dalam sebuah tim paliatif, perawat memiliki peran penting untuk mengidentifikasi serta mengevaluasi kebutuhan perawatan bagi pasien dan keluarga. Perawat harus memastikan bahwa pasien menjalani proses menuju kematian dengan nyaman melalui upaya peningkatan kualitas hidup, pengurangan rasa nyeri dan sakit yang dialami, serta pemberian dukungan bagi keluarga selama proses penyakit dan proses berduka setelah kematian (Sahan & Terzioglu, 2017). Untuk dapat memberikan perawatan paliatif yang tepat, terstandar, mencegah praktek perawatan yang tidak diperlukan, serta meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga, perawat harus mampu melakukan pengkajian secara komprehensif dan merumuskan asuhan keperawatan sesuai dengan evidence based nursing (Sahan & Terzioglu, 2017). Tidak hanya bagi perawat yang bekerja di rumah sakit saja, tetapi perawat yang berada di komunitas juga perlu memahami 92



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



bagaimana cara melakukan pengkajian dan perumusan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien yang membutuhkan perawatan paliatif, mengingat banyak pasien dan keluarga pasien dengan penyakit terminal memilih untuk menjalani rawat jalan dan menjalani pengobatan di rumah. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah pembelajaran selama 60 menit, peserta pelatihan mampu: 1. Melakukan pengkajian yang komprehensif pada pasien dengan kebutuhan perawatan paliatif di komunitas. 2. Memahami tentang tahapan dan prosedur yang harus dilakukan dalam merumuskan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan perawatan paliatif. 3. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang peran, fungsi, dan kedudukannya dalam melaksanakan asuhan keperawatan di komunitas. Pengkajian Keperawatan Paliatif Pengkajian kebutuhan pasien terhadap perawatan paliatif merupakan proses awal yang kita lakukan untuk memperoleh data subjektif dan data objektif sebagai dasar acuan dalam merumuskan asuhan keperawatan. Pengkajian yang dilakukan berfokus pada kebutuhan pasien dan keluarga dalam proses perawatan. Pengkajian dilakukan sejak saat pasien didiagnosa dengan kondisi terminal, mengalami eksaserbasi penyakit, mengalami perubahan status fungsional, perubahan kondisi keluarga yang signifikan, saat akhir hayat, atau mungkin atas dasar permintaan pasien dan keluarga. Perawat dan anggota Tim perawatan paliatif harus memastikan bahwa pengkajian dilakukan pada tempat dan waktu yang nyaman bagi pasien dan keluarga (NCCP, 2016). Tujuan utama pengkajian dalam pelayanan paliatif adalah (Betty Ferrell & Coyle, 2010). a. Mengkaji data dasar pasien dan keluarga Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif



93



b.



c. d. e.



Mendokumentasikan masalah dan merencanakan intervensi bersama pasien dan keluarga dalam upaya meningkatkan kualitas hidup mereka Mengindentifikais kebutuhan informasi dan belajar dalam upaya optimalisasi perawatan diri dan kemandirian Mengkaji kekuatan pasien dan keluarga untuk dapat mendukung upaya mereka untuk hidup secara optimal Mencari rujukan yang tepat sesuai kebutuhan mereka (pastoral, social worker, psikolog, dll)



Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal kepada pasien dan keluarga terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perawat komunitas diantaranya adalah sebagai berikut: a. Perawat harus mengapresiasi, menghormati, dan memiliki kepekaan terhadap nilai, keyakinan, agama, dan latar belakang budaya yang dimiliki oleh pasien dan keluarganya. b. Perawat harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik untuk mengidentifikasi kebutuhan keluarga dan pasien dalam perawatan paliatif. c. Perawat secara konstruktif berkomunikasi dengan pasien dan keluarga, mendorong mereka untuk mengutarakan ide dan harapannya dalam perawatan pasien. d. Perawat harus memastikan manajemen gejala, nyeri, dan perawatan yang terintegrasi. e. Perawat mengidentifikasi dan berupaya memenuhi kebutuhan spiritual pasien dan keluarga (Pallium project, 2005). Dalam melakukan pengkajian, perawat perlu mempertimbangkan aspek budaya dan kepercayaan. Perawat perlu melakukan pengkajian terhadap pandangan diri sendiri (ethnocentris), tentang bagaimana memandang dunia dan persepsi terhadap kondisi sehat sakit, hidup dan mati. Yang berikutnya, perawat perlu melakukan kajian mengenai kepercayaan pasien dan keluarga mengenai penyakit dan perawatannya. Perawat dalam hal ini bisa juga bertanya secara lugas mengenai konsep ini dengan kalimat: ‘dapatkah anda jelaskan 94



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



pandangan dan harapan anda terhadap penyakit dan proses perawatan?’. Dalam kaitannya dengan budaya dan kepercayaan, perawat dapat belajar memahami konsep yang dianut oleh keluarga. Perawat dalam melakukan pengkajian dapat meminta saran dari keluarga dan pasien mengenai metode yang nyaman untuk mereka. Dalam upaya meningkatkan minat, perawat dapat mengintegrasikan kepercayaan dan prakteknya dalam intervensi keperawatan (Betty Ferrell & Coyle, 2010). Beberapa aspek yang perlu dikaji dalam pelaksanaan perawatan paliatif diantaranya adalah secara Kesejahteraan fisik (physical well-being), Kesejahteraan Psikologis (Psychological Wellbeing), Kesejahteraan Sosial dan Okupasi (Social and occupation wellbeing), dan Kesejahteraan Spiritual (Spiritual well-being). Kesejahteraan Fisik Menurut Aslakson et al (2017) berikut merupakan gangguan pada fisik yang sering dialami oleh pasien dengan perawatan paliatif, gejala tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1.



Nyeri Nyeri merupakan salah satu jenis gejala yang paling sering muncul pada pasien paliatif, baik nyeri somatic, visceral, maupun neuropatic (NCCP, 2016). Menurut Registered Nurse Association of Ontario (RNAO) tahun 2013, komponen yang perlu dikaji pada pasien dengan nyeri terdiri dari OPQRSTUV, yakni: Onset (waktu mulai timbulnya nyeri), Provoke (faktor penyebab), Quality (kualitas nyeri, apakah seperti ditusuk-tusuk, tertindih, sensasi terbakar dan sebagianya), Regio (area yang mengalami nyeri), Severity (tingkat atau skala nyeri yang dirasakan), Time (waktu, apakah sensasi nyeri yang dirasakan menetap atau hilang timbul), Understanding/ Impact on you (Pemahaman pasien terkait dengan faktor yang mengakibatkan terjadinya nyeri dan bagaimana nyeri tersebut berdampak pada pasien dan keluarga), Values (Apa yang menjadi harapan/target pasien dan keluarga dari nyeri yang dirasakan, pada level berapakah nyeri tersebut Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif



95



dapat diterima). Pengukuran tingkat nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa instrumen Visual Analogue Scale (VAS), Numeric Rating Scale (NRS), dan Faces Pain Scale (FPS). 2.



Fatigue Fatigue merupakan kondisi kelemahan pada tubuh dimana tubuh merasa tidak berdaya atau tidak berenergi untuk melakukan aktivitas sehari-hari meskipun pasien sudah beristirahat, sehingga mengakibatkan pasien tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari secara normal seperti sediakala (NCCP, 2016). Kondisi ini kerap dialami oleh pasien dengan penyakit terminal. Pengkajian terhadap kondisi ini berfokus pada keterbatasan yang dialami pasien dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, perubahan pola yang dialami antara sebelum dan setelah sakit, serta kebutuhan pendampingan bagi pasien dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. 3.



Respiratory Dyspnoea (Sesak nafas), batuk, oropharyngeal secretions merupakan gangguan pernafasan yang sering terjadi pada pasien paliatif. Perawat perlu melakukan pemeriksaan Thorax untuk memperoleh data obyektif berdasarkan gejala yang muncul pada pasien. Pemeriksaan thorax dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain adalah sebagai berikut: a) Inspeksi : Amati pergerakan dinding dada, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, pergerakan dinding dada yang asimetris, pelebaran pembuluh darah, bentuk rongga dada, dan ketertinggalan gerak. b) Palpasi: Apakah ada ketertinggalan gerak antara dada kanan dan kiri, check vocal vremitus (apakah ada bagian dada yang teraba redup: kemungkinan adanya massa penumpukan cairan/secret). c) Perkusi: Bunyi perkusi normal pada dinding dada adalah sonor. Apabila terdengar bunyi hypersonor kemungkinan terdapat penumpukan udara pada rongga dada, apabila terdengar bunyi redup kemungkinan ada penumpukan cairan atau timbunan massa pada rongga dada. 96



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



d)



Auskultasi: Suara nafas normal adalah vesikuler, dimana suara nafas terdengar halus, bersih dengan nada yang rendah. Jika terdengar bunyi Ronchi atau suara nafas terdengar kasar pada saat inspirasi maupun ekspirasi kemungkinan ada sumbatan cairan mucus contoh pada pasien dengan edema paru. Bunyi wheezing atau mengi mengindikasikan adanya sumbatan jalan nafas akibat eksudat biasanya terjadi pada pasien dengan asma, sedangkan Pleural friction rub merupakan bunyi kasar mirip dengan suara gosokan pada kayu yang sering kali terdengar pada pasien dengan peradangan pada pleura.



Selain dengan melakukan pemeriksaan fisik, dyspnoea yang dialami oleh pasien juga dapat dikaji dengan instrumen sebagai berikut: Dyspnoea Numeric Scale (Chang et al., 2000), Modified Borg Scale, Dyspnoea Descriptor Questionnaire,Dyspnoea Assessment Questionnaire, dan Chronic Lung Disease Severity Index (Grov et al., 2006). 4.



Gastrointestinal Mual-muntah, anorexia, dan konstipasi adalah beberapa dari sekian banyak gangguan gastrointestinal yang sering dikeluhkan oleh pasien paliatif. Pengkajian pada sistem ini berfokus pada frekuensi dan tingkat keparahan gejala, gangguan kenyamanan dan aktivitas yang timbul akibat dari gejala tersebut, identifikasi faktor penyebab, serta identifikasi alternatif solusi dari permasalahan yang dialami (Aslakson et al., 2017). 5.



Central Nervous System (CNS) Kondisi insomnia, confusion (kebingungan), delirium (penurunan kesadaran) seringkali terjadi dengan cepat pada pasien paliatif, berkaitan dengan proses perjalanan penyakit yang dialami. Kondisi ini perlu dikaji dengan harapan perawat dan tim dapat mengidentifikasi kondisi factual yang terjadi pada pasien saat ini dan merumuskan kebutuhan perawatan paliatif bagi pasien dan keluarga dengan tepat (NCCP, 2016).



Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif



97



6.



Lain-lain Selain keluhan tersebut di atas keluhan lain yang sering dialami oleh pasien adalah gangguan pada status fungsional, gangguan keseimbangan, oedema, serta luka yang tidak kunjung sembuh (NCCP, 2016).



Gambar 6.1. Panduan pengkajian head to toe pasien paliatif (Betty Ferrell & Coyle, 2010).



98



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



Kesejahteraan Psikologis Pengkajian psikologis perlu dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan psikologis pasien dan keluarga selama proses perawatan. Pengkajian psikologis berfokus pada gejala-gejala abnormal yang muncul, sebagai indikasi bahwa pasien mengalami gangguan mental yang harus segera ditangani. Perasaan khawatir terhadap masa depan, ketidakmampuan untuk melaksanakan aktivitas seperti sedia kala, prosedur pengobatan yang melelahkan merupakan faktor yang paling sering mengakibatkan timbulnya rasa cemas, depresi, gangguan terhadap suasana hati (mood), gangguan adaptasi, koping, citra tubuh, seksualitas, dan efikasi diri yang rendah pada pasien (Baile et al., 2011). Menurut NCCP (2016) berikut adalah komponen dari pengkajian psikologis yang harus dilakukan pada pasien dengan perawatan paliatif: a. Suasana hati dan ketertarikan. Bagaimanakah suasana hati pasien dalam satu bulan terakhir. Apakah pasien merasakan adanya perasaan putus asa, mengalami penurunan minat pada hobi atau pekerjaan yang biasa dikerjakan, dan apakah ada sesuatu yang dicemaskan oleh pasien. Pasien perlu didukung untuk melakukan hobi atau kegiatan kesukaan. b. Penyesuaian dengan penyakit. Pengetahuan pasien tentang penyakit yang diderita serta kemampuan pasien untuk bisa menerima dan menyesuaikan diri dengan kondisi sakitnya. c. Sumber dan kekuatan. Sumber-sumber bantuan dan kekuatan yang membuat pasien kuat dalam menghadapi penyakit yang diderita. Perawat dapat mengkaji sumber bantuan dari orang terdekat, kerabat dan teman yang dapat mendukung pasien dan keluarga menghadapi masa sulit. Contoh: dalam suatu kesempatan kami mendampingi keluarga pasien kanker, semula menolak untuk mendapatkan bantuan. Namun seiring berjalan waktu, pengasuh keluarga mengalami kejenuhan dan kelelahan dan terjadi distress. Sehingga perawat membantu dan mendukung serta meyakinkan untuk berkenan mengindentifikasi sumber bantuan. Akhirnya pengasuh keluarga tsb bersepakat untuk meminta keponakan Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif



99



d.



datang 3 jam dalam 1 minggu dan pengasuh keluarga dapat beristirahat atau melakukan hobinya sehingga kualitas hidup tetap terjaga. Pre-Existing Mental Illness: Seseorang dengan gangguan psikologis sebelumnya cenderung akan mengalami distress psikologis yang lebih berat dalam menghadapi kondisi ini dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat gangguan psikologis sebelumnya.



Pengkajian psikologis dan kesejahteraan pasien dapat diidentifikasi dengan berbagai instrumen yang telah tervalidasi antaralain: McGill Quality of Life Questionnaire (MQOL), Mini Mental State Exam (MMSE), Profile of Mood State (POOMS), Beck Depression Inventory (BDI), dan State Trait Anxiety Inventory (STAI) (Albers et al., 2010; Stiel et al., 2012). Pada beberapa kasus intervensi non farmakologi dan non farmakologi yang tepat seringkali dibutuhkan untuk mengatasi depresi, kecemasan, insomnia, dan gejala yang lainnya. Kesejahteraan Sosial dan Okupasi Pengkajian sosial dilakukan untuk mengidentifikasi bantuan dan dukungan keluarga yang diberikan kepada pasien selama menjalani proses perawatan. Pengkajian tersebut berkaitan dengan fungsi dan peran keluarga, integrasi keluaga, serta tingkat keintiman atau kedekatan anggota dalam satu keluarga. Pengkajian dilakukan secara komprehensif untuk mengidentifikasi kebutuhan sosial pasien dan keluarga, seperti: pegobatan, konseling, akses layanan kesehatan, advokasi dan sebagainya. Beberapa contoh instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber koping dan dukungan keluarga dalam perawatan paliatif antara lain adalah sebagai berikut: Latack’s Coping Questionnaire (LCQ), Social Readjustment Rating Questionnaire (SRRQ), dan Social Support Questionnaire (SSQ II/ III) (Stiel et al., 2012). Sedangkan menurut NCCP (2016) beberapa komponen yang perlu dikaji terkait dengan social and occupational wellbeing dalam hal ini antaralain adalah sebagai berikut: 100



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



a.



b.



c.



d.



Dukungan keluarga: Diskusikan tentang hubungan pasien dan keluarganya. Siapa anggota keluarga yang tinggal bersama dan merawat pasien saat ini, peran pasien dalam keluarga, kekhawatiran pasien terhadap hubungan dan perannya dalam keluarga karena penyakit yang dideritanya. Pengkajian dukungan sosial keluarga dapat dilakukan dengan beberapa instrument sebagai berikut: Care Giver Burden Scale in End of Life Care (Dumont et al., 2008), Caregiver Impact Scale (Cameron et al., 2002), Caregiver Quality of Life Index–Cancer, Caregiver Strain Index (Hwang et al., 2003) dan Caregiver Reaction Assessment (Hudson & Hayman, 2006). Dukungan sosial dan emosional: Kaji sumber dukungan sosial yang diperoleh pasien dari keluarga, teman dekat, tetangga atau saudara. Fokus praktek dan Rencana perawatan lanjutan: Kaji keterbatasan fisik dan aktivitas sehari-hari yang dialami pasien akibat dari proses penyakit yang dialami, kaji kebutuhan untuk memodifikasi lingkungan agar lebih aman dan nyaman bagi pasien dalam menjalankan aktivitas. Kaji kebutuhan perawatan lanjutan bagi pasien. Harapan pasien terhadap perawatan yang akan dilakukan dan penyakitnya: Tanyakan harapan pasien terkait dengan perawatan yang dijalani, kemampuan pasien untuk menerima kondisi sakitnya saat ini, serta pilihan pasien tentang dimana dan dengan siapa pasien akan menjalani proses perawatan.



Kesejahteraan Spiritual a. Sumber harapan: Kaji faktor apasajakah yang dapat menguatkan, memberi kenyamanan, dan kedamaian pada pasien saat pasien menjalani perawatan terkait dengan proses penyakitnya. b. Keyakinan terkait dengan agama yang dianut: Apakah pasien mengikuti kelompok kegiatan keagamaan tertentu, dan apakah kegiatan yang diikuti tersebut dapat membuat suasana hati menjadi lebih tenang. Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif



101



c.



d.



Praktek spiritualitas: Keyakinan dan kegiatan ibadah apa yang membantu membuat hati pasien merasa lebih tenang dengan menjalaninya. Dampak terhadap perawatan medis dan isu akhir hayat: Kaji keyakinan pasien terhadap dampak dari pengobatan dan perawatan yang dijalani selama beberapa hari, minggu atau bulan kedepan.



Pengkajian aspek spriritual dan religiusitas pasien dapat dilakukan dengan beberapa instrumen sebagai berikut: Beck Hopelessness Scale dan Ironson-Woods Spirituality/Religiousness Index (Ironson et al., 2002). Berikut merupakan rangkuman Pengkajian psikososial pasien dan keluarga dengan kondisi paliatif (Betty Ferrell & Coyle, 2010). Keterbatasan Fisik Energi Mobilitas Bagian tubuh Fungsi tubuh Nyeri Seksualitas Observasi respon emosi Kecemasan Marah Pengingkaran Menarik diri Keinginan bunuh diri Shock Kesedihan Menawar Depresi Penerimaan



Keterbatasan psikososial Autonomi Rasa menguasai (situasi) Perubahan body image Perubahan dalam hubungan dan peran Gaya hidup Perubahan pola kerja Keuangan Waktu Identifikasi koping Fungsional: berduka yang wajar kemampuan menyelesaikan masalah humor praktek keagamaan Disfungsional: Agresif Fantasi Addictive behavior (candu) Rasa bersalah Psikosis



Pengkajian kebutuhan informasi Ingin tahu detail Ingin memiliki gambaran umum Ingin mengetahui informasi dasar/ minimal Keterbatasan spiritual Tidak ingin tahu (pasien), tapi keluarga Ketidakyakinan ingin tahu Ilusi terhadap control Harapan masa depan



102



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



PENYUSUNAN RENCANA PERAWATAN PADA PASIEN PALIATIF Dalam perawatan paliatif kita mengenal istilah Advance Care Planning yakni sebuah proses dimana perawat sebagai anggota dari tim paliatif, berdiskusi bersama dengan pasien dan keluarga tentang kondisi pasien, prognosis, efektivitas dan keuntungan dari perawatan yang dijalani saat ini beserta kemungkinan terburuknya dengan mempertimbangkan tujuan, nilai, keyakinan dan harapan yang dimliki oleh pasien dan keluarga. Selanjutnya, perawat bersama dengan pasien dan keluarga akan membuat keputusan, dan mendokumentasikan hasil dari kesepakatan tersebut. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah proses refleksi dan sharing informasi (Mullick et al., 2013). Hasil pengkajian tersebut akan dijadikan panduan bagi tenaga kesehatan dalam membuat rencana perawatan lanjutan yang akan dijalani, menentukan keseluruhan tujuan dari perawatan medis yang seharusnya dilakukan dan tidak seharusnya dilakukan dengan harapan mampu membantu keluarga dan tenaga kesehatan untuk mengambil keputusan jika sewaktu-waktu kondisi kritis terjadi. Biasanya ACP disertai dengan Advance Care Directives (Petunjuk perawatan lanjutan) yakni diskusi tentang preferensi perawatan kesehatan yang akan dilakukan jika pasien sewaktu-waktu kehilangan kapasitas untuk membuat keputusan (hilang kesadaran atau mengalami perburukan kondisi) yang dicatatkan dalam dokumen legal, meliputi: tranfusi darah, hidrasi dan nutrisi, cardiopulmonary resuscitation (CPR), dan penggunaan alat batu nafas (Brinkman et al., 2014). Setelah pengkajian selesai dilakukan selanjutnya identifikasi kebutuhan spesifik yang diperlukan oleh pasien dan keluarga. Pastikan bahwa kebutuhan perawatan tersebut dapat terpenuhi oleh tim dan layanan kesehatan yang tersedia. Jika tidak, kita dapat merujuk ke layanan kesehatan yang menyediakan fasilitas perawatan paliatif yang lebih kompleks. Kemudian rumuskan diagnosa keperawatan, target capaian, dan rencana tindakan perawatan yang tepat sesuai dengan hasil pengkajian yang diperoleh. Berikut merupakan contoh diagnosa keperawatan serta target capaian, dan rencana keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan kebutuhan perawatan paliatif berdasarkan North American Nursing Diagnoses (NANDA) tahun 2020, Nursing Outcome Classification (NOC), dan Nursing Intervention Classification (NIC). Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif



103



104



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



Imbalance nutrition: less than body requirement Definisi:Intake nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic



1



Faktor yang berhubungan: ketidakcukupan intake makanan



Batasan Karakteristik: - Berat badan >=20% dibawah normal - Diarre - Intake makanan perhari kurang dari yang direkomendasikan - Kelemahan otot yang digunakan untuk mengunyah - Kelamahan otot yang digunakan untuk menelan.



Diagnosa Keperawatan



No



2. Self Care: Eating Definisi: Kemampuan untuk menyiapkan dan mencerna makanan dan minuman secara mandiri tanpa atau dengan alat bantu Indikator: - Kemampuan untuk menyiapkan makanan - Kemampuan untuk mengunyah makanan



1. Nutrition Status: Intake makanan dan cairan Definisi: Jumlah intake makanan dan cairan dalam tubuh selama 24 jam Indikator: - Oral food intake - Tube feeding intake - Oral fluid intake - Intravenous Fluid intake - Parenteral nutrition intake Target luaran: 1: Tidak adekuat 2: Sedikit adekuat 3: Sedang 4: Substansial 5: Total



Nursing Outcome Classification (NOC)



1. Nutrition Management Definisi: Mendampingi atau menyediakan intake makanan dan minuman yang seimbang. Aktivitas: - Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan jenis diit yang tepat dan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh pasien - Monitor berat badan pasien secara teratur - Sesuaikan diit sebagai gaya hidup pasien dengan tepat - Monitor intake makanan dan minuman secara teratur 2. Nutrition Therapy Definisi: pemberian makanan dan cairan untuk mendukung proses metabolisme pasien yang mengalami malnutrisi atau berisiko tinggi mengalami malnutrisi Aktivitas: - Melakukan pengkajian nutrisi secara menyeluruh dengan tepat - Identifikasi kebutuhan pasien terkait penggunaan Nasogastric Tube - Jelaskan kepada pasien dan keluarga terkait dengan ketentuan diet yang diresepkan



Nursing Intervention Classification (NIC)



Tabel 6.1. Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat untuk pasien dengan kondisi paliatif (dengan NANDA)



Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif



105



Anxiety Definisi: Perasaan ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai dengan respon otonom.



2



Faktor yang berhubungan: - ancaman akan kematian - perubahan besar dalam hidup - krisis situasional - stressor



Batasan karakteristik: - Penurunan produktivitas - Insomnia - Ketakutan - Gelisah - Tremor



Diagnosa Keperawatan



No



Nursing Outcome Classification (NOC)



Indikator: - Kegelisahan - Kelelahan - Panik - Secara verbal melaporkan perasaan cemas - Gangguan tidur - Peningkatan tekanan darah - Peningkatan frekuensi nadi - Peningkatan frekuensi nafas



1. Anxiety Level Definisi: tingkat keparahan dari ketegangan ketakutan atau ketidaknyamanan yang muncul akibat dari sumber yang tidak diketahui



- Kemampuan untuk menelan makanan - Menelan minuman - Menghabiskan makanan Target luaran: 1: Gangguan berat 2: Gangguan substansial 3: Gangguan sedang 4: Gangguan ringan 5: Tidak terganggu



Dampingi pasien dan bantu pasien untuk mengatur posisinya saat makan.



Nursing Intervention Classification (NIC)



1. Anxiety reduction Definisi: meminimalkan ketakutan, firasat terkait dengan sumber bahaya yang tidak dapat diidentifikasi dari sumber bahaya yang tidak dapat diantisipasi. Aktivitas: - Sediakan informasi yang factual tentang diagnosis, pengobatan, dan prognosis pasien - Jelaskan setiap prosedur perawatan yang akan dilakukan kepada pasien dengan jelas. - Identifikasi situasi yang membuat stress dari sudut pandang pasien - Dorong pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan, persepsi, dan ketakutannya secara verbal. - Dorong pasien untuk dapat menggunakan mekanisme pertahanan yang tepat



-



106



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



No



Diagnosa Keperawatan



Indikator: - Mengidentisikasi pola koping yang efektif - Mengemukakan kemampuan untuk mengontrol secara verbal - Mengemukaan kemampuan penerimaan secara verbal - Mampu beradaptasi dengan perubahan dalam hidup - Melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis Target luaran: 1: Tidak pernah ditunjukkan 2: Jarang ditunjukkan 3: Kadang-kadang ditunjukkan 4: Sering ditunjukkan 5: Secara konsisten ditunjukkan



2. Coping Definisi: Tindakan yang dilakukan individu untuk memanajemen stressor yang bersumber dari individu tersebut.



Target luaran: 1: Berat 2: Substnsial 3: Sedang 4: Ringan 5: Tidak ada



Nursing Outcome Classification (NOC)



-



-



Ajarkan dan instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi Kolaborasi penggunaan obat anti axietas dengan tepat



Nursing Intervention Classification (NIC)



Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif



107



3



Faktor yang berhubungan: - Ketidakseimbangan suplay oksigen dan kebutuhan - Imobilitas



Batasan karakteristik: - Respon frekuensi nadi yang tidak normal terkait dengan aktivitas yang dilakukan - Perubahan EKG - Fatigue - Ketidaknyamanan - Kelemahan umum



Diagnosa Keperawatan



Activity intolerance Definisi: Ketidakcukupan energi baik fisiologis maupun psikologis untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.



No



Nursing Outcome Classification (NOC)



Target luaran: 1: Gangguan berat 2: Gangguan substansial 3: Gangguan sedang 4: Gangguan ringan 5: Tidak terganggu



Indikator: - Tingkat saturasi oksigen saat beraktivitas - Frekuensi nadi saat beraktivitas - Tekanan darah sistolik saat beraktivitas - Tekanan darah diastolik saat beraktivitas - Jarak yang mampu ditempuh ketika berjalan - Kemampuan untuk menaiki tangga - Kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari



1. Activity Tolerance Definisi: Respon fisiologis terhadap konsumsi energi yang dibutuhkan tubuh untuk berpindah dalam melakukan aktivitas sehari-hari.



Nursing Intervention Classification (NIC)



Aktivitas: - Kolaborasi dengan terapis dalam merencanakan dan memonitoring aktivitas yang diprogramkan secara tepat. - Dampingi pasien dalam mengidentifikasi aktivitas sesuai dengan kapasitas fisik, psikologis, dan sosial. - Dampingi pasien dan keluarga dalam mengidentifikasi penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas. - Dampingi pasien dan keluarga dalam memodifikasi lingkungan sesuai dengan kebutuhan aktivitas pasien.



1. Activity therapy Definisi: Meresepkan dan membantu pasien dengan aktivitas fisik, kognitif, sosial, dan spiritual tertentu untuk meningkatkan jangkauan, frekuensi, atau durasi aktivitas individu (atau kelompok).



108



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



4



No



Target luaran: 1: Tidak pernah ditunjukkan 2: Jarang ditunjukkan 3: Kadang-kadang ditunjukkan 4: sering ditunjukkan 5: Secara konsisten ditunjukkan



Definisi: Tindakan personal untuk mengontrol nyeri. Indikator: - Menyadari onset nyeri - Menderkripsikan faktor penyebab - Mempraktekan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri - Menggunakan analgesic sesuai dengan yang diresepkan - Melaporkan nyeri terkontrol



Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak nyaman akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial dalam kurun waktu lebih dari 3 bulan.



Batasan karakteristik - Ekspresi wajah menunjukkan nyeri - Melaporkan adanya nyeri - Ketidakmampuan untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya akibat nyeri yang dirasakan Faktor yang berhubungan - Gangguan pola tidur - Distress emosional - fatigue



1. Pain Control



Nursing Outcome Classification (NOC)



Chronic Pain



Diagnosa Keperawatan 1. Pain Management Definisi: Pengentasan nyeri atau penurunan nyeri sampai dengan level nyaman yang dapat diterima oleh pasien. Aktivitas: - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, meliputi: lokasi, karakteristik, onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan faktor yang menyebabkan. - Eksplorasi pengetahuan dan keyakinan pasien terkait dengan nyeri - Ajarkan pasien teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri - Kolaborasi penggunaan analgesic dengan tim medis sesuai dengan yang diresepkan



Nursing Intervention Classification (NIC)



Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif



109



Innefective breathing pattern Definisi: Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memenuhi ventilasi yang adekuat



5



Batasan karakteristik - Pola nafas abnormal - Sesak nafas - Penggunaan otot bantu nafas - Bradypneu/tacypneu



Diagnosa Keperawatan



No



1. Respiratory statuse: Ventilation Definisi: Perpindahan udara dari dalam dan keluar paru Indikator: - Frekuensi pernafasan - Ritme pernafasan - Kedalaman inspirasi - Volume Tidal - Penggunaan otot bantu nafas - Sesak nafas saat beristirahat - Sesak nafas saat beraktivitas



2. Pain Level Definisi: Tingkat keparahan nyeri yang dapat diobservasi dan dilaporkan. Indikator: - Nyeri yang dilaporkan - Lama episode nyeri - Ekspresi wajah yang menunjukkan nyeri - Diaphoresis Target luaran: 1: Berat 2: Substansial 3: Sedang 4: Ringan 5: Tidak ada



Nursing Outcome Classification (NOC)



1. Airway Management Definisi: Fasilitasi kepatenan jalan nafas Aktivitas: - Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi - Identifikasi kebutuhan pasien terhadap penggunaan alat bantu nafas - Hilangkan sekresi dengan meningkatkan batuk efektif atau dengan suctioning - Kolaborasi pemberian bronchodilator secara tepat - Kolaborasi pemberian terapi nebulizer dan terapi oksigen dengan tepat - Monitor status respirasi dan oksigenasi.



Nursing Intervention Classification (NIC)



110



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



6



No



Faktor yang berhubungan - Kecemasan - Ketakutan - Stimulus lingkungan yang berbahaya - Paparan racun



Batasan karakteristik - Hipersalivasi - Rasa asam pada lidah - Sensasi yang mengganggu/ tidak nyaman Target luaran: 1: Berat 2: Substansial 3: Sedang 4: Ringan 5: Tidak ada



Indikator: - Frekuensi mual - Intensitas mual - Frekuensi muntah - Intensitas muntah - Heartburn



Definisi: Keparahan dari gejala mual dan muntah.



1. Severity Level: Nausea and Vomiting



Target luaran: 1: Deviasi berat dari rentang normal. 2: Deviasi substansial dari rentang normal. 3: Deviasi sedang dari rentang normal 4: Deviasi ringan dari rentang normal 5: Tidak ada deviasi



Faktor yang berhubungan - Hiperventilasi - Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru - Kelemahan otot pernafasan



Nausea Definisi: Perasaan subjektif, sensasi seperti bergelombang di bagian belakang tenggorokan, epigastrium, atau lambung yang menimbulkan perasaan ingin muntah.



Nursing Outcome Classification (NOC)



Diagnosa Keperawatan



1. Nausea Management Definisi: Pencegahan dan penuruan nausea (mual) Aktivitas: - Identifikasi faktor yang menyebabkan pasien mengalami nausea - Dorong pasien untuk dapat mengidentifikasi faktor yang dapat mengurangi rasa mual - Kolaborasi penggunaan obat anti emetik jika diperlukan - Tingkatkan tidur dan istirahat yang adekuat untuk mengurangi mual yang dirasakan.



Nursing Intervention Classification (NIC)



Saat ini PPNI mendukung upaya perawat untuk menegeakkan diagnose dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Berikut penamaan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul untuk kasus paliatif: Kategori Fisiologis Sub kategori: Repiratorik D0001. Bersihan jalan tidak efektif D0003. Gangguan pertukaran gas D0004. Gangguan ventilasi spontan D0005. Pola nafas tidak efektif D0006. Resiko Aspirasi Sub kategori: Sirkulasi D0008. Penurunan curah jantung D0011. Resiko penurunan curah jantung D0012 Resiko perdarahan Sub kategori: Nutrisi dan cairan D0019. Defisit nutrisi D0020. Diare D0032. Resiko Defisit Nutrisi D0039. Resiko Syok Sub kategori: Eliminasi D0040. Gangguan eliminasi urin D0041. Inkontinensi fekal D0049. Konstipasi D0050. Retensi urin D0052. Resiko Konstipasi Sub kategori: Aktivitas dan istirahat D0054. Gangguan mobilitas fisik D0055 Gangguan pola tidur D0057 Keletihan Subkategorik: Neurosensori D0063. Gangguan menelan D0064. Konfusi Akut Subkategori: Reproduksi dan seksual D0071. Pola seksual tidak efektif



Kategori Psikologis Subkategori: Nyeri dan kenyamanan D0074. Gangguan rasa nyaman D0076. Nausea D0077. Nyeri akut D0078. Nyeri kronis Subkategori: integritas ego D0080. Ansietas D0081. Berduka D0082. Distress spiritual D0088. Keputusasaan D0090. Kesiapan peningkatan koping keluarga D0092. Ketidakberdayaan D0093. Kemampuan koping keluarga D0096. Koping tidak efektif Kategori Perilaku Subkategori: Kebersihan diri D0109. Defisit perawatan diri Subkategori: Penyuluhan dan pembelajaran D0111 Defisit pengetahuan Kategori Relasional Subkategori: Interaksi social D0120. Gangguan proses keluarga Kategori Lingkungan Subkategori: Keamanan dan proteksi D0139. Resiko gangguan integritas kulit/ jaringan D0142. Resiko infeksi D0114. Resiko luka tekan D.0149 Termoregulasi tidak efektif Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif



111



IMPLIKASI BAGI PERAWAT KOMUNITAS Menurut Canadian Nurses Association (CNA) Code of Ethics for Registered Nurses (2015) perawat memiliki berbagai peran dan tanggung jawab dalam pelaksanaan perawatan paliatif antara lain adalah sebagai berikut: 1. Clinician, sebagai klinisi perawat bertanggung jawab menyediakan dan mengadvokasi perawatan akhir hayat yang aman, penuh kasih, kompeten dan etis dengan berbasis bukti. 2. Educator, sebagai pendidik perawat bertanggung jawab untuk mengajar mahasiswa dan perawat pemula hingga ahli tentang perawatan paliatif dan akhir hayat dengan menjelaskan kompetensi terkait. 3. Regulator, sebagai regulator perawat berkewajiban untuk memastikan bahwa praktek perawatan paliatif yang dilakukan sudah terstandar dan digunakan diseluruh kontinum. 4. Policy maker, sebagai pembuat kebijakan perawat bertugas mengembangkan, mempromosikan, dan mengadvokasi kebijakan tentang perawatan paliatif secara proaktif. 5. Researcher, sebagai peneliti perawat bertanggung jawab dalam mengidentifikasi praktek terbaik berdasarkan bukti ilmiah, mengevaluasi hasil, serta mempublikasikan hasil penelitian tentang asuhan keperawatan paliatif 6. Leader, sebagai pemimpin perawat bertugas mendemonstrasikan, mempromosikan, dan mengadvokasi pendekatan paliatif dalam perawatan pasien 7. Interdisciplinary team, sebagai anggota tim interdisiplin perawat harus mampu berkolaborasi dengan pasien dan anggota tim untuk memenuhi tujuan perawatan pasien KESIMPULAN Perawat memiliki peran penting dalam pelaksanaan asuhan keperawatan paliatif. Sebagai bagian dari tim paliatif, perawat bertugas mengidentifikasi kebutuhan perawatan pasien dan keluarga secara 112



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



komprehensif sehingga perawat mampu merumuskan diagnosa keperawatan dengan tepat, membuat rencana keperawatan yang terintegrasi, serta melakukan tindakan keperawtan sesuai dengan kebutuhan pasien dan keluarga. DAFTAR PUSTAKA Albers, G., Echteld, M., Vet, HC., Philipsen, B., Linden, M., Deliens, L. (2010). Evaluation of quality of life measures for use in palliative care: a systematic review. Palliative Medicine, 24(1), 17-37. Aslakson, R et al. (2017). Assessment tools for palliative care. Australia: AHRQ Publication. Baile, WF., Palmer, JL., Bruera, E., Parker, P. (2011). Assessment of palliative care cancer patients most important concerns. Support care cancer, 19, 475-481. Doi: 10.1007/s00520-010-0839-4. Brinkman, A., Rietjens, J., Heide, A. (2014). The effects of advance care planning on end of life care: a systematic review. Journal of Palliative Medicine. doi.org/10.1177%2F0269216314526272. Cameron JI, Franche RL, Cheung AM, et al. Lifestyle interference and emotional distress in family caregivers of advanced cancer patients. Cancer, (2), 521-7. doi: 10.1002/cncr.10212. Chang VT, Hwang SS, Feuerman M. (2000).Validation of the Edmonton symptom assessment scale. Cancer, 88(9), 2164– 2171. Dumont S, Fillion L, Gagnon P, et al. (2008). A new tool to assess family caregivers’ burden during end-of-life care. J Palliat Care, 24(3):151-61. Grov EK et al. (2006). The caregiver reaction assessment: psychometrics, and temporal stability in primary caregivers of Norwegian cancer patients in late palliative phase. Psychooncology, 15(6):517–527. Hudson PL, Hayman-White K. (2006). Measuring the psychosocial characteristics of family caregivers of palliative care patients: psychometric properties of nine self-report instruments. Journal of Pain Symptom Management, (3), 215-28. doi: 10.1016/j.jpainsymman.2005.07.010.



Bab 2.2 Asuhan Keperawatan Paliatif



113



Hwang SS, Chang VT, Alejandro Y, et al. (2003). Caregiver unmet needs, burden, and satisfaction in symptomatic advanced cancer patients at a Veterans Affairs (VA) medical center. Palliat Support Care, (4), 319-29. Ironson G, Solomon GF, Balbin EG, et al. (2002). The Ironson-woods Spirituality/ Religiousness Index is associated with long survival, health behaviors, less distress, and low cortisol in people with HIV/AIDS. Ann Behav Med, 24(1), 34-48. Mullick, A., Martin J., Sallnow, L. (2013). An introduction to advance care planning in practice. BMJ, 347. doi.org/10.1136/bmj.f6064. National Concensus Project. (2013). Clinical Practice Guidelines for Quality Palliative Care. http://www.nationalcoalitionhpc.org/NCP_Clinical_ Practice_Guidelines_3rd_Edition.pdf. NCCP. (2016). National Clinical Programme for Palliative Care, Clinical Strategy ad Programmes Division: Palliative Care Needs Assessment Guidance. Feidhmeannacht na Seirbhise Slainte Health Service Executive. Pallium Project. (2017). Perspectives in hospice palliative care: Nursing. http:// palliative.info/resource_material/nursingmonographlr. pdf. PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta. DPP. PPNI. RNAO. (2013). Assessment and management of pain: Third edition. Canada: International affairs and best practice guidelines. Sahan, F., & Terzioglu, F. (2017). Evidence based approach in palliative car nursing. Journal of Anesthesia, 25(3), 30-16. Stiel, S., Pastrana, T., Elsner, B., Ostgathe, C., Radbruch, L. (2012). Outcome assessment instruments in palliative and hospice care-a review of the liaterature. Support Care Cancer, 20, 2879-2893. doi: 10.1007/s00520012-1415-x. The Canadian Nurses Association, The Canadian Hospice Palliative Care Association, The Canadian Hospice Palliative Care Nurses Group. (2015). Jo›nt Pos›t›on Statement- The palliative approach to care and the role of the nurse. https://www.cna aiic.ca/ ~/media/ cna/ pagecontent/pdf-en/the-palliative-approach-to-care-and-the-role-of-thenurse_e.pdf .



114



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



Bab 2.3 Pengkajian dan Manajemen Gejala Dr. Sri Setiyarini, S.Kp., M.Kes



Bab 2.3 Pengkajian dan Manajemen Gejala



115



BAB 2.3 PENGKAJIAN DAN MANAJEMEN GEJALA



INTISARI Pengkajian awal dan pengkajian ulang gejala-gejala pasien pada perawatan paliatif yang komprehensif berkontribusi terhadap perbaikan gejala yang signifikan dan kualitas hidup yang lebih baik. Pengkajian dan menagemen gejala-gejala dilakukan secara umum dan gejala khusus seperti nyeri, fatigue dan gejala lainnya. Terdapat alat bantu dan instrumen untuk melakukan pengkajian pada perawatan paliatif seperti PAIN RULES mnemonic, MOPQRST mnemonic, ESAS-r, VAS, NRS dan instrumen lainnya. Intervensi untuk manajemen gejala pada perawatan paliatif dilakukan oleh tim interdisiplin baik secara farmakologik ataupun non fakmakologik PENDAHULUAN Salah satu komponen utama dalam perawatan paliatif adalah pengkajian dan terapi gejala-gejala fisik. Mayoritas hasil penelitian menyatakan bahwa gejala yang paling umum pada pasien dengan penyakit stadium akhir yaitu nyeri, depresi, kecemasan, kebingungan, kelelahan, sesak napas, insomnia, mual, sembelit, diare, dan anoreksia (Moens et al, 2014). Dari penelitian Effendy, et al (2014) pada pasien kanker tahap lanjut di Indonesia, didapat prevalensi 5 gejala tertinggi yaitu nyeri, fatigue, masalah tidur, batuk dan dispnea. Setelah pengkajian awal, penilaian ulang gejala secara berkala sangat berharga untuk mengidentifikasi atau memodifikasi tujuan pengobatan, memantau respons terhadap intervensi gejala tertentu, dan untuk berkomunikasi antara anggota tim perawatan kesehatan serta cargiver (Chang ., 2021).



116



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti pembelajaran selama 60 menit, peserta pelatihan mampu: 1. Menganalisis gejala yang dialami pasien yang membutuhkan perawatan paliatif 2. Menganalis pengkajian umum yang tepat dan pengkajian spesifik untuk masing-masing gejala pada pasien yang membutuhkan perawatan paliatif 3. Menganalis manajemen medis dan komplementer untuk mengatasi gejala yang dialami pasien yang membutuhkan perawatan paliatif PENGKAJIAN/PENILAIAN GEJALA SECARA UMUM Pasien dengan penyakit lanjut biasanya memiliki beberapa gejala sehingga penilaian sistematis lebih disukai daripada penilaian secara spontan (Homsi et al., 2006). Deskripsi pasien tentang gejala fisik dan tingkat keparahan merupakan data utama untuk pengkaji gejala. Pengkajian ulang gejala secara berkala sangat berharga untuk mengidentifikasi atau memodifikasi tujuan pengobatan, memantau respons terhadap intervensi dan untuk komunikasi antar anggota tim kesehatan (Bruera E and Dev R. 2021. Satu alat pengingat (mnomic) untuk mengevaluasi macam gejala fisik pada perawatan paliatif dapat menggunakan PAIN RULES mnemonic (Table 7.1). Table 7.1. PAIN RULES mnemonic untuk mengkaji simtomatologi pada perawatan paliatif (ECOG, 2006)



P = Pain



Nyeri



A = Anorexia



Anoreksia dan masalah lain terkait nafsu makan atau masalah asupan oral



I = Incontinence



Inkontinensia dan gejala genitourinari lainnya



N = Nausea



Mual dan gejala gastrointestinal lainnya (sembelit, muntah, diare)



Bab 2.3 Pengkajian dan Manajemen Gejala



117



R = Respiratory symptoms



Gejala pernapasan (dispnea, batuk)



U = Ulcerations



Ulserasi dan keluhan kulit lainnya



L = Level of functioning



Tingkat fungsi (dinyatakan, misalnya, menggunakan ECOG atau Karnofsky, atau skala kinerja lainnya)



E = Energy



Energi dan masalah terkait lainnya seperti kelelahan atau asthenia



S = Sedation



Sedasi, tidur, dan efek samping pengobatan lainnya (termasuk opioid dan kemoterapi)



Untuk identifikasi setiap gejala yang muncul, harus dikaji berdasarkan faktor onset, aliasi dan faktor yang memprovokasi, kualitas, respon terhadap pengobatan sebelumnya, faktor/gejala terkait, keparahan, dan temporal (OPQRST). Struktur OORST kemudian di lengkapi dengan M, “the Meaning of the symptom burden” untuk memahami makna suatu gejala bagi pasien dan bagaimana gejala tersebut mempengaruhi kesejahteraan psikososial mereka. pengkajian gejala menggunakan struktur/hapalan (mnemonik MOPQRST) (Okon and Christenswn, 2021; Brown University, 2012). Tabel 7. 2. MOPQRST untuk mengkaji gejala-gejala pasien pada perawatan paliatif M



Meaning of the symptom (Arti dari gejala)



O



Onset of the symptom (Timbulnya gejala)



P



Palliating and provoking factors (Faktor yang meringankan dan memprovokasi)



Q



Quality of the symptom (Kualitas gejala)



R



Related factors/symptoms (Faktor/gejala terkait) Region and radiation (regio dan radiasi)



S



Severity of the symptom (Keparahan gejala)



T



Temporality of the symptom (Temporalitas gejala)



118



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



Sebelum mengkaji, penting untuk menilai status mental dan stamina pasien. Pasien yang sangat lelah mungkin hanya dapat menjawab beberapa pertanyaan secara singkat, dan mungkin diperlukan lebih dari satu kali kunjungan [Coyle et al., 1994]. FORMAT PENGKAJIAN GEJALA Terdapat instrumen-instrumen pengkajian gejala yang rasional dan telah direview sehingga banyak digunakan dalam perawatan paliatif seperti Brief Pain Inventory (BPI) dan versi singkatnya [BPISF]), Edmonton Symptom Assessment Scale-revisi (rESAS) [62], atau Memorial Symptom Assessment Scale (MSAS), skala penilaian Nyeri WAJAH Wong-Baker VAS, NRS dan instrumen lainnya (Chang ., 2021; Ma et al.,2010;). Beberapa pasien tidak dapat menilai keparahan gejala mereka pada skala numerik maka pendekatan alternatifnya adalah dengan menanyakan pasien tentang rentang gejala dari menanyakan tingkat keparahan dan tentukan kategori respons pasien (misalnya, tidak terganggu sama sekali, sedikit, agak, cukup, sangat banyak). Beberapa gejala, seperti kelelahan, dapat dinilai oleh pasien sebagai ringan dalam tingkat keparahan tetapi parah dalam kesusahan (Chang V.T., 2021). Definisi perbedaan minimal yang signifikan secara klinis dalam instrumen gejala untuk nyeri, kelelahan, dan dispnea dan dapat dianggap sebagai perubahan adalah 2 poin pada skala 11 poin, (skala 0 – 10), atau adanya perubahan setiap tingkat dalam kategori skala Likert (Farrar et al., 2001; Celia et al., 2003].



Bab 2.3 Pengkajian dan Manajemen Gejala



119



MANAJEMEN GEJALA KHUSUS Nyeri Konsep perawatan nyeri secara total terdiri dari 4 komponen yang terintegrasi yaitu (Saunders, 1967): 1) Pengkajian nyeri, 2) manajemen nyeri, 3) manajemen farmakologis nyeri dan 4) Intervensi nonfarmakologis. Pengkajian nyeri. Standar emas untuk menilai keberadaan dan intensitas nyeri adalah laporan diri pasien (Grogan, 2003). Dalam menilai gejala nyeri seseorang dapat menggunakan mnemonic OPQRSTUV (O-Onset, P- Position, Q- Quality, R- Radiation, S- Severity, T-Timing, A-Associated features, A-Aggravating Factors, A-Alleviating Factors) (Parker, 2013). Instrumen yang direkomendasikan WHO, the Oncology Nursing Society dan the National Institute of Health untuk digunakan adalah (Sholjakova et al., 2018): Visual analogue scale; Verbal graphic rating scale; Numerical graphic rating scale dan McGill pain questionnaire Manajemen Nyeri. Tujuan utama dari manajemen nyeri adalah pengenalan dini, penghilangan nyeri yang tepat sejak dini, pemantauan dan dokumentasi. Konsep penting dalam pendekatan terapi obat untuk nyeri (Saunders, 1967) yaitu: 1) Melalui mulut (jika memungkinkan); 2) menggunakan jam; 3) menggunakan “tangga/ladder” analgesic WHO (atau versi revisi); 4) secara individual; 5) Perhatian terhadap detail Pemberian analgesia yang terintegrasi dengan terapi alternatif disebut pendekatan analgesik multimodal (MMA), berkhasiat signifikan dalam pengobatan nyeri akut atau kronis dalam pengobatan paliatif. MMA melibatkan beberapa kombinasi obat (opioid, non-opioid, dan obat penenang), terapi non-farmakologis dan beberapa teknik khusus untuk memberikan analgesia yang lebih baik (Cascella, 2019; Bujedo et al., 2015). Manajemen farmakoterapi nyeri. Manajemen analgesik utama yang paling tepat dalam perawatan paliatif adalah secara oral, tidak terlalu invasif dan dapat diterima dengan baik oleh pasien seperti aplikasi rektal atau transdermal (tambalan). Bila diperlukan dapat 1.



120



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



dipertimbangkan pemberian melalui parenteral invasif, intra vena (IV), intramuskular (IM), subkutan (SC). Dosis dan bervariasi tergantung pada jenis rasa sakit dari dosis sepanjang waktu, “dosis sesuai kebutuhan” hingga “analgesia yang dikendalikan pasien (PCA)”. Pada tahun 1996, WHO merekomendasikan terapi farmakologi analgesik terstruktur yang terdiri dari 3 tangga. Dengan mempertimbangkan kualitas hidup, telah dirancang adaptasi/modifikasi tangga analgesik WHO menjadi 4 tangga/langkah (new adaptation of the analgesic ladder) yang memfasilitasi pengobatan nyeri dalam platform multimodal dimensional. Selain tangga yang dimodifikasi, tangga ini dapat digunakan dua arah berdasarkan jenis nyeri dan intensitasnya (Vargas., 2010; Jadad and Browman 1995)



Gambar 7.1. Readapted WHO ladder for analgesic management [22]. (legend: NSAIDs- non-steroidal anti-inflammatory drugs; PCA- patient control analgesia) (Kehlet and Dahlin, 1993)



a.



Non-opioid Non-opioid adalah kelompok obat yang terdiri dari obat antiinflamasi dan antiinflamasi nonsteroid yang memiliki efek Bab 2.3 Pengkajian dan Manajemen Gejala



121



antipiretik, anti-inflamasi dan anti-platelet misalnya obat asam salisilat, Acetaminophen (parasetamol), dan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID. Penggunaannya dalam perawatan paliatif menjadi penting karena sebagian besar faktor penyebab nyeri adalah peradangan (Paez et al., 2013) b.



NSAID (Non-steroidal anti-inflammatory drugs) Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) adalah sekelompok analgesik kuat, antipiretik, dan agen antiinflamasi yang efisien dalam mengurangi nyeri sedang hingga berat yang berasal dari muskuloskeletal. NSAID banyak digunakan dalam perawatan paliatif sebagai terapi mono atau kombinasi (Clark and Dionne, 2012). Obat NSAID non-konvensional yang direkomendasikan dan paling banyak digunakan adalah Ketolorak (Maslin at al., 2017). c.



Opioid Lemah Beberapa sediaan obat opioid lemah yang sering digunakan dalam perawatan paliatif antara lain: Tramadol, Codeine, dan Hidrokodon (Sholjakova M.V and Durnev V.M.2021). d.



Opioid kuat Beberapa sediaan obat opioid kuat yang digunakan dalam perawatan paliatif adalah Morfin, hidromorfon, meperidin, metadon dan Fentanyl. Morfin dan Fentanyl merupakan opioid kuat yang banyak digunakan dalam pengobatan paliatif (Sholjakova M.V and Durnev V.M.2021).. Morfin utamanya digunakan untuk mengobati nyeri akut dan kronis yang parah dan menjadi obat pilihan pertama untuk pengobatan nyeri kanker sedang hingga berat. Formulasi oral mudah diberikan dan sangat berguna untuk pengobatan jangka panjang. Sediaan morfin dalam bentuk tablet (30 mg, 60 mg, 100 mg), pastilles sub-lingual (60 mg), atau sebagai larutan / suspensi (10 mg/5 ml), Morfin juga tersedia untuk injeksi (untuk IV, IM, SC, atau PCA), aplikasi dubur dan tulang belakang. Onset aktivitas analgesik muncul dalam 30 menit, mencapai efek puncak pada 60-90 menit. Waktu paruh plasma rata-rata adalah 3 jam dengan offset 6 jam. Sisa morfin dalam plasma hadir hingga 15 122



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



jam (Sholjakova M.V and Durnev V.M.2021). Morfin Juga dianjurkan untuk anak-anak dengan nyeri kanker (RCHM. 2020). e.



Fentanil Adalah opioid kuat sintetis. Keluarga fenil piperidin mencakup sufentanil, alfentanil dan remifentanil, dengan sifat yang mirip dengan opioid lain. Fentanyl adalah analgesik kuat, opioid lipofilik, obat kerja cepat yang 70 hingga 100 kali lebih kuat daripada morfin IV untuk pengobatan nyeri akut dan kronis yang parah dan untuk pengobatan nyeri kanker yang sulit diobati (Madescape., 2020). Karena berbagai bentuk, fentanil telah menjadi obat yang paling banyak digunakan dalam pengobatan paliatif seperti fentanyl buccal soluble film (FBSF), fentanyl buccal tablet (FBT), fentanyl pectin nasal spray (FPNS), oral transmucosal fentanyl citrate (OTFC), intranasal fentanyl spray (INFS), fentanyl sublingual dan transdermal. patch (FTP). Dosis patch transdermal terendah yang tersedia saat ini adalah 2,5 mg yang memberikan 25 mcg/jam fentanil transdermal. Karena efeknya yang cepat, Fentanyl adalah obat pilihan dalam mengendalikan nyeri kanker terobosan (BTcP) (Madescape., 2020). 2.



Depresi Spektrum gangguan mood dan kondisi yang terlihat pada pasien perawatan paliatif antara lain berupa demoralisasi, reaksi kesedihan normal (termasuk kesedihan antisipatif), kesedihan patologis, gangguan penyesuaian dengan fitur depresi, dan depresi ringan serta depresi berat. Terdapat berbagai alat skrining untuk depresi seperti Patient Health Questionnaire (PHQ) 2 (umum digunakan), PHQ-9, Distress and Impact Thermometer. Instrumen skrining pertanyaan tunggal yang juga efektif adalah dengan mengajukan pertanyaan “Apakah Anda sering mengalami depresi selama dua minggu terakhir?” (Okon and Christenswn, 2021). 3.



Kecemasan Kecemasan dapat disebabkan gangguan kecemasan yang sudah ada sebelumnya, penyalahgunaan zat, delirium, atau gejala yang tidak Bab 2.3 Pengkajian dan Manajemen Gejala



123



diobati seperti nyeri. Item skrining yang dapat digunakan adalah dengan mengajukan pertanyaan, “Apakah Anda terganggu oleh perasaan gugup, cemas, atau tidak dapat berhenti khawatir. Instrumen ang paling umum digunakan untuk kecemasan adalah PHQ-4 untuk skrining dan skala 7-item Gangguan Kecemasan Umum (GAD-7) untuk pengkajian lebih lanjut (Okon and Christenswn, 2021). Ekspresi cemas secara antara lain dapat dianalisa dari beberapa kata yang diucapkan pasien seperti “prihatin”, “takut”, “khawatir”, “gugup”,. Bebrapa intervensi terbukti yang dapat membantu mengurangi Kecemasan yaitu (Candy et al., 2012): Komunikasi dengan tehnik empati; Psikoterapi, terapi integratif (musik, kesadaran, relaksasi) dan olahraga untuk mengatasi kecemasan ringan-sedang; Agen Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI); benzodiazepine untuk kecemasan akut yang membutuhkan penanganan segera. 4.



Fatigue Fatigue merupakan masalah multidemensi yang disebabkan oleh kombinasi masalah fisik, psikologis dan kognitif. Pada pasien kanker, dikenal gejala fatigue yang disebut cancer-related fatigue (CRF) yaitu perasaan ketidaknyamanan terus menerus akan kelelahan fisik, emosional dan/ atau kognitif yang berhubungan dengan kanker atau pengobatan kanker yang tidak sesuai dengan aktivitasnya saat ini dan mengganggu fungsi biasanya (NCCN, 2013). CRF merupakan kelelahan patologis yang tidak cukup disembuhkan dengan tidur atau istirahat saja (NCCN, 2014). Rekomendasi manajemen fatigue berfokus pada indentifikasi faktor-faktor yang mengkontribusi fatigue seperti terapi kanker (kemoterapi dan radioterapi), anemia, obat-obatan, anoreksia/kaheksia, gangguan metabolic, kelebihan atau kekurangan hormone, distress psikologis, gangguan tidur, nyeri, infeksi, dll (de Raaf et al., 2013). Jika penyebab spesifik tidak dapat diidentifikasi, manajemen simtomatik (glukokortikoid atau methylphenidate) terbukti tepat diberikan. Transfusi darah pada pasien anemia karena kanker (Medication Guide, 2010).



124



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



5.



Insomnia Beberapa masalah yang berpotensi mengkontribusi masalah tidur antara lain: nyeri, depresi, delirium, dimensia, mual muntah, obat-obatan seperti steroid, perubahan aktivitas, dll (Hirst et al., 2002). Terapi sedasi hipnotik seperti benzodiazepines, sering diberikan pada pasien paliatif dengan masalah tidur. Obat ini cukup efektif untuk jangka pendek namun masih sedikit eviden tentang pemilihan macam obat sedasi hipnotik yang sesuai untuk pasien paliatif. Efek samping obat ini dapat menyebabkan memburuknya kognitif dan pasien tidur di siang hari (Bain et al., 2003). 6.



Dispnea Dispnea pada perawatan paliatif sangat umum terjadi yaitu pada pasien kanker paru primer atau penyakit metastasis intratorak, pasien yang tidak memiliki patologi kardiopulmoner yang jelas. Sensasi dispnea mungkin timbul dari peningkatan kebutuhan ventilasi, gangguan proses mekanik ventilasi, atau keduanya (Ambarwati and Putranto, 2016). Tatalaksana optimal dispnea masih belum jelas dan tatalaksana definitif sangat sulit karena penyebab dan perjalanan dispnea masih belum dapat didefinisikan secara jelas. Tatalaksana simptomatik meliputi nonfarmakologis seperti teknik relaksasi dan farmakologis seperti penggunaan opioid, benzodiazepin, fenotiazin, dan kanabinoid psikotropika, dan oksigen (Ambarwati and Putranto, 2016). 7.



Delirium Sejumlah faktor yang berkontribusi delirium terutama penggunaan opioid dan obat lain. Delirium dapat terjadi akibat komplikasi neuropsikiatri yang umum pada pasien kanker stadium lanjut yang mendekati akhir hayat (Bruera E and Dev R. 2021). Beberapa instrumen yang umum digunakan untuk mengkaji delirium antara lain Confusion Assessment Method (CAM), the Memorial Delirium Assessment Scale (MDAS). Untuk gejala delirium yang persisten refrakter terhadap pengobatan medis, Haloperidol merupakan obat pilihan terutama bila terdapat bukti adanya agitasi psikomotor, delusi, atau halusinasi. Dosis rendah biasanya efektif untuk agitasi, paranoia, dan ketakutan (Bruera E and Dev R. 2021). Bab 2.3 Pengkajian dan Manajemen Gejala



125



8.



Mual Dan Muntah Mual dan muntah dalam perawatan paliatif etiologinya sering multifaktorial. Penyebab paling umum adalah gangguan pengosongan lambung, penyebab kimia (misalnya obat-obatan seperti opioid) dan penyebab visceral. Anamnesis dan pemeriksaan yang terfokus sangat penting, didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat (misalnya biokimia, radiologi). Tujuan pengkajian harus dapat mengidentifikasi kemungkinan penyebab, menetapkan respons terhadap terapi antiemetik sebelumnya dan mengidentifikasi komplikasi mual dan muntah (misalnya dehidrasi, gangguan elektrolit) (Leach, 2019). Pengkajian ulang sama pentingnya dengan pengkajian awal, dengan tujuan utama untuk meninjau khasiat dan tolerabilitas obat antiemetik awal (Leach, 2019). Terapi antiemetik harus dipandu oleh kemungkinan etiologi, meskipun gambaran klinis seringkali kompleks (Leach, 2019). TERAPI NON FARMAKOLOGIK PADA PASIEN PALIATIF Terapi komplementer banyak digunakan untuk meringankan penderitaan pasien paliatif dan akhir hayat dan terbukti bermanfaat bagi pasien kanker paliatif untuk mengurangi nyeri dan berbagai gejala lainnya



126



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



Tabel 7.3. Terapi komplementer untuk mengatasi beberapa gejala pasien paliatif (Marchand, 2014) Gejala Nyeri dan neuropati perifer



Fatigue dan lemah



Post menopausal hot flashes Mual dan muntak akibat kemoterapi Cemas, stress, depresi Insomnia Lympedema Dermatitis radiasi Kerusakan GI radiasi disertai diare Mukotitis oral Xerostomia



konstipasi dispnea



Terapi Non Farmakoloogik heat pads, transcutaneous electric nerve stimulation, terapi music, akupuntur, latihan fisik, semedi, massage, Pengurangan kecemasan, Informasi/pendidikan, mendengarkan secara aktif. Latihan fisik, akupuntur, strength training, diit tinggi buah, sayuran dan kacang-kacangan, yoga, cognitive-behavioral therapy, manajemen stress, konseling, edukasi pasien, pemberian alat bantu, dukugan nutrisi, dukungan psikososial Akupuntur, latihan fisik Akupuntur, jahe, aroma terapi dengan minyak mint esensial Akupuntur, latihan fisik, yoga, massage, grup dukungan, terapi music, semedi, Tehnik relaksasi, latihan fisik, kebersihan sebelum tidur Akupuntur, latihan fisik, massage limfatik Krim Calendula, temulawak Preboitik, glutamin Glutamin, 2% cendula gel, madu, selenium Berkumur dengan air dingin, mengisap es, mengunyah permen karet tanpa gula untuk meningkatkan air liur Awal diberi senna, buah-buahan/sayur, aktivitas latihan napas, relaksasi, modifikasi tingkat aktivitas, vibrasi dinding dada, dan penggunaan alat bantu kamar mandi, oksigen portabel,



Bab 2.3 Pengkajian dan Manajemen Gejala



127



IMPLIKASI UNTUK PERAWAT KOMUNITAS Pemantauan gejala pada pasien paliatif yang dirawat dirumah dapat dilakukan dengan pemanfaatan tehnologi informasi. Pemaantauan pasien yang berada di komunitas terkait ketaatan pemakaia obat, gejala yang muncul dan efek samping serta khasiat obat terutama pada pemakaian opioid sangat diperlukan guna menentukan langkah lanjut. KESIMPULAN Sebagian besar pasien paliatif mengalami gejala fisik dan psikososial yang memburuk secara bertahap dalam beberapa minggu dan bulan sebelum kematian dan pasien sering datang ke layanan kesehatan dengan beberapa gejala secara bersamaan dan seringkali sangat astenik dan tertekan. Pengkajian ulang gejala secara berkala sangat berharga untuk menetapkan tujuan pengobatan, memantau respons terhadap intervensi gejala tertentu, dan berkomunikasi antara anggota tim perawatan kesehatan. DAFTAR PUSTAKA Ambarwati R.A and Putranto R. Peran Opioid dalam Tata Laksana Dispnea pada Pasien Paliatif. Ina J CHEST Crit and Emerg Med | Vol. 3, No. 2 | Apr - Jun 2016 Bain KT, Weschules DJ, Knowlton CH, Gallagher R. Toward evidence-based prescribing at end of life: a comparative review of temazepam and zolpidem for the treatment of insomnia. Am J Hosp Palliat Care. 2003 Sep-Oct;20(5):382-8. Brown University. Toolkit of instruments to measure end-of-life care. www.chcr. brown.edu/pcoc/toolkit.htm (Accessed on November 26, 2012). Bruera E and Dev R. 2021. Overview of managing common nonpain symptoms in palliative care. https://www.uptodate.com/ contents/overview-of-managing-common-non-pain-symptoms-inpalliativecare?search=asessment%20of%20nausea%20and%20 vomit%20in%20community%20palliative%20care&source=search_ result&selectedTitle=1~150&usage_type=default&display_rank=1#H18



128



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



Bujedo BM, Santos SG, Azpiazu AU: Multimodal Analgesia for the Management of Postoperative Pain. In: Pain and treatment, Chapter 4. Intech. 2015:131-172 dx.doi. org/10.5772/57401 Candy B, Jackson KC, Jones L, Tookman A, King M. Drug therapy for symptoms associated with anxiety in adult palliative care patients. Cochrane Database Syst Rev. 2012 Oct 17;10:CD004596Cascella M: Introductory Chapter: The Rationale for a Multimodal Approach to Pain Treatment. In:From Conventional to Innovative Approaches for Pain Treatment. Intech. 2019; p:1-10 dx.doi.org/10.5772/ intechopen.85864 Chang V.T. 2021. Approach to symptom assessment in palliative care. Literature review current through: May 2021. | This topic last updated: Mar 30, 2020. https://www.uptodate.com/contents/approach-to-symptomassessment-in-palliative-care?search=asessment%20of%20 nausea%20and%20vomit%20in%20community%20palliative%20 care&topicRef=2199&source=see_link Cella D, Zagari MJ, Vandoros C, et al. Epoetin alfa treatment results in clinically significant improvements in quality of life in anemic cancer patients when referenced to the general population. J Clin Oncol 2003; 21:366. Clark GT, Dionne RA: Orofacial Pain. A guide to medications and management. Wiley-Blackwell Ed I. Oxford 2012; :3-405 Coyle N, Breitbart W, Weaver S, Portenoy R. Delirium as a contributing factor to “crescendo” pain: three case reports.J Pain Symptom Manage. 1994;9(1):44. De Raaf PJ, de Klerk C, Timman R, et al.: Systematic monitoring and treatment of physical symptoms to alleviate fatigue in patients with advanced cancer: a randomized controlled trial. J Clin Oncol 31 (6): 716-23, 2013. ECOG: Eastern Cooperative Oncology Group.Prevalence of symptoms derived from J Pain Symptom Manage 2006; 31:58. Effendy C, Vissers K, Osse B.H.P, Tejawinata S, Dassen M.V., Engels Yv. Comparison of Problems and Unmet Needs of Patients with Advanced Cancer in a European Country and an Asian Country. Pain Practice, Volume __, Issue _, 2014 Manage. 2014 Oct;48(4):660-77. Epub 2014 May 5.



Bab 2.3 Pengkajian dan Manajemen Gejala



129



Farrar JT, Young JP Jr, LaMoreaux L, et al. Clinical importance of changes in chronic pain intensity measured on an 11-point numerical pain rating scale. Pain 2001; 94:149. Grogan Y. Care of the older person. Part 4: palliative care: approaches to pain in the older person. [Journal Article. CEU. Review. Tables/Charts] World of Irish Nursing. 11(4):35-7, 2003 Apr. (31 ref) Hirst A, Sloan R. Benzodiazepines and related drugs for insomnia in palliative care. Cochrane Database Syst Rev. 2002;(4):CD003346. Homsi J, Walsh D, Rivera N, Rybicki LA, Nelson KA, Legrand SB, Davis M, Naughton M, Gvozdjan D, Pham H Symptom evaluation in palliative medicine: patient report vs systematic assessment. Support Care Cancer. 2006;14(5):444. Epub 2006 Jan 10. Jadad AR, Browman GP. The WHO analgesic ladder for cancer pain management. Stepping up the quality of its evaluation. JAMA. 1995;274(23):1870–1873. Kehlet H, Dahl JB. The value of “multimodal” or “balanced analgesia” in postoperative pain treatment. Anesthesia and Analgesia. 1993;7 7(5):1048-1056 Leach C. 2019. Nausea and Vomiting in palliative care. Clinical medicine 2019. Vol.19. no.4; 299-301 Madescape org: CMA. Stewardship in breakthrough cancer pain management. The right treatment in right dose. Madescape. 2020; November Marchand L. Review Article. Integrative and complementary therapies for patients with advanced cancer. Home / Vol 3, No 3 (July 2014) Maslin B, Lipana L, Roth B at al. Safety considerations in the use of Ketorolac for postoperative pain.Curr Drug Saf. 2017;12(1):67-73. doi: 10.2174/ 1574886311666 1607 19154420. Medication Guide: CONCERTA (methylphenidate HCl) Extended-Release Tablets. Titusville, NJ: Ortho-McNeil-Janssen Pharmaceuticals, Inc., 2010. Available online. Moens K, Higginson IJ, Harding R, EURO IMPACT Are there differences in the prevalence of palliative care-related problems in people living with advanced cancer and eight non-cancer conditions? A systematic review.J Pain Symptom



130



SPARK (Sinau PAliatif Rame-rame karo eloK)



Okon T.Z and Christenswn A. Overview of comprehensive patient assessment in palliative care. updated: Jan 29, 2021. https://www.uptodate. com/contents/overview-of-comprehensive-patient-assessmentin-palliativecare?search=asessment%20of%20nausea%20 and%20vomit%20in%20community%20palliative%20care&topicRef=2196&source=see_lin National Comprehensive Cancer Network 2012, NCCN Clinical Practice Guidelines In Oncology: Cancer-Related Fatigue (v.1.2013), (http://www.nccn.org/ professionals/physician_gls/f_guidelines.asp National Comprehensive Cancer Network: NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology: Cancer-Related Fatigue. Version 1.2014. Fort Washington, Pa: National Comprehensive Cancer Network, 2014. Available onlinehttp://www.cancer.gov/global/web/policies/exit.. Paez Borda A, Charnay- Sonnek F, Fonteyne V at al: Guidelines on Pain Management & Palliative Care. European Association of Urology.2013; :15-25 Parker G: Assessing & managing patients’ pain in palliative care, WWW paliative care 2013:3-5 Sholjakova M, Durnev V, Kartalov A, Kuzmanovska B: Pain relief as an integral part of the palliative care, OA MJMS 2018; 6(40:739-741 doi:10.3889/ oamjms.2018.163 Sholjakova M.V and Durnev V.M.2021. Multimodal Pain Management in the Setting of Palliative Care. IntechOpen. DOI: http://dx.doi.org/10.5772/ intechopen.96579 Saunders CM. The care of the terminal stages of cancer. Annual Royal College of Surgeons. England 1967; 41(162). Vargas-Schaffer G.Is theWHO analgesic ladder still valid? Twenty-four years of experience. Can Fam Physician. 2010;56(6): 514–517



Bab 2.3 Pengkajian dan Manajemen Gejala



131