Modal Sosial Dalam Komunitas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

2



MODAL SOSIAL DALAM KOMUNITAS Oleh: Dr. Purwowibowo, M.Si Pendahuluan Modal sosial berhubungan langsung dengan konsep komunitas. Meskipun para ahli telah membuat batasan atau definisi tentang komunitas yang berbeda-beda, namun kebanyakan para ahli dan praktisi sepakat bahwa komunitas sesungguhnya merupakan bentuk perkumpulan orang dalam suatu kesatuan dan terintegrasi ke dalam suatu sistem sosial serta berupa jaringan modal sosial (Alperson, 2002: 1). Menurutnya, ada dua dimensi komunitas, yakni dimensi ekologis (geografis) dan dimensi normatif yang meliputi: interaksi sosial, struktur sosial, dan unsur simbolis atau budaya komunitas. Di dalam memahami komunitas dan modal sosial diperlukan pemahaman secara multidimensi, yakni dari perspektif ruang, struktur sosial, dan unsur-unsur simbolisme dalam komunitas. Sesungguhnya konsep modal sosial (social capital) merupakan konsep khusus dari modal. Dalam konsep ini modal dapat dimaknai sebagai sejumlah cadangan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan oleh seseorang. Menurut Esser (2007: 23) modal terdiri dari modal ekonomi dan modal sosial. Model sosial merupakan unsur penting dari transaksi ekonomi dan tindakan sosial kolektif yang merupakan sumber daya lingkungan yang langka (Edger, 2003: 390). Modal sosial merupakan faktor menentukan kesejahteraan hidup manusia, sepanjang modal sosial menjadi faktor produksi dan modal alamiah (Edger, 2003: 391).



3



Modal ekonomi dan modal sosial tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain dalam hubungannya dengan tindakan kolektif anggota komunitas sehingga keberadaan melekat dalam suatu komunitas. Sebagaimana dikemukakan oleh Schneider (2006: 14) bahwa modal sosial dan komunitas adalah: "community as the conjunction of instances when individuals develop the common recognition



of share interest, culture, and



potential for trust envisioned as the basis for social capital and mutual action”. Merujuk apa yang dikemukakan Schneider bahwa sesungguhnya modal sosial sangat erat berkaitan dengan keberhasilan seseorang di suatu tempat tertentu dalam hubungannya dengan struktur sosial di komunitas. Modal sosial merupakan refleksi dari pendayagunaan kemampuan dan kompetensi sehingga dapat mengatasi masalah dalam waktu singkat. Modal sosial telah menjadi konsep inti dari bidang ilmu ekonomi, politik, dan sosiologi (Burt, 2005: 4). Modal sosial pada mulanya merupakan kiasan dari kemajuan atau keberhasilan yang dicapai seseorang, kelompok dan masyarakat, yang dapat melakukan pekerjaan lebih baik dalam komunitasnya. Keberhasilannya tersebut dapat diukur dengan peningkatan penghasilan yang nyata, karena seseorang menjadi lebih cerdas, atraktif, dan lebih terampil dalam melakukan segala pekerjaan. Modal sosial merupakan pelengkap dari modal manusia untuk menjelaskan tentang keberhasilan yang dicapai seseorang. Dengan tambahan modal sosial seseorang menjadi lebih baik di dalam melakukan pekerjaan, merasa selalu berhubungan dengan orang lain, merasa wajib untuk dapat membantu orang lain. Selain itu, seseorang dengan modal sosial merasa yakin dengan keberadaan orang lain, dan bahkan merasa adanya ketergantungan kepada orang lain di dalam komunitas yang seseorang tersebut hidup



4



bersama. Oleh karena itu, keberhasilan seseorang bukan semata-mata keberhasilan individu itu sendiri tetapi lebih merupakan keberhasilan bersama di dalam komunitas. Terminologi mengenai modal sosial untuk pertama kali dikemukakan oleh seorang pendidik di Amerika yakni, Hanifan (1916). Dia membuat definisi tentang modal sosial yang menekankan fungsi alamiah modal sosial adalah sebagai suatu investasi yang dilakukan sekarang dan akan mendapatkan keuntungan di masa datang. Di sini modal sosial bermakna sebagai upaya untuk memperhitungkan sesuatu yang harus ditanam (diinvestasikan) dan akan mendapatkan hasil di kelak kemudian hari. Dengan demikian seseorang dengan modal sosial berarti selalu berorientasi ke masa depan. Perkembangan konsep modal sosial selanjutnya di dalam komunitas dikembangkan sebagai pengembangan atau perluasan dari pengertian para



ahli ekonomi mengenai



konsep modal manusia (human capital): yakni pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang untuk digunakan bersaing di dalam pasar tenaga kerja. Secara umum Foley dan Edward (1999), menjelaskan bahwa modal sosial menunjuk kepada hubungan sosial yang dilandasi dengan kepercayaan dan merupakan nilai yang dapat digunakan dalam kepentingan produktivitas. Sesungguhnya modal sosial (Social Capital) merupakan suatu konsep yang berakar dari jaringan sosial dan hubungan sosial dalam kerangka pemikiran sosiologis, konsep tersebut saat ini telah berkembang luas memasuki ranah ilmu sosial lainnya, termasuk Ilmu Kesejahteraan Sosial. Teori modal sosial berkonsentrasi dan memfokuskan pada hubungan individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok, dan juga masyarakat satu dengan lain. Konsep modal sosial demikian berusaha untuk mentrasfer modal relasional para aktor



5



yang terlibat dan terikat dalam jaringan hubungan untuk mendapatkan keuntungan yang diinginkan (Lin, 2008). Jaringan sosial tersebut mendasari terjadinya saling interaksi, baik dalam jaringan sosial akrab dan kuat, misalnya dalam hubungan antar anggota keluarga, maupun jaringan sosial luas dan jauh melalui pertemanan secara interpersonal. Modal sosial merupakan bagian dari organisasi sosial (social organization), menurut Putnam (1993: 169) bahwa modal sosial terdiri dari kepercayaan, norma, dan jaringan, yang dapat memperbaiki efisiensi masyarakat dengan memberikan fasilitas tindakan terkoordinasi. Modal sosial merupakan bagian dari kehidupan sosial yang mendorong seseorang yang terlibat di dalam jaringan itu bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan bersama. Kehidupan sosial masyarakat modern seperti di Amerika, modal sosial mulai mengalami degradasi. Hal ini digambarkan oleh Putnam (1995: 21), tentang semakin sedikitnya orang Amerika terlibat dalam kehidupan publik secara bersama-sama, digambarkan dengan jelas dalam tulisannya yang berjudul “Bowling Alone”. Orang semakin senang bermain bowling sendiri daripada bersama-sama mengikuti suatu kompetisi, sehingga „liga bowling‟ di Amerika menjadi merosot. Ada dua jenis modal sosial, menurut Putnam (2000), yaitu modal sosial yang mengikat (closed social capital) dan modal sosial yang menjembatani (bridging social capital). Dalam modal sosial mengikat, jaringan sosial dalam hubungannya dengan interaksi individu satu dengan yang lain sangat terbatas, dalam kelompok para anggota lebih berorientasi ke dalam dibandingkan ke luar kelompoknya, dan lebih homogen. Sedangkan dalam modal sosial



6



menjembatani, jaringan sosial lebih terbuka luas, karena prinsipnya didasarkan atas persamaan universal, kebebasan, nilai kemajemukan, dan kemandirian. Kilduff dan Wenpin Tsai (2003), jaringan mengikat (bonding social capital) disebut juga dengan micro-network, dan jaringan menjembatani (bridging social capital) disebut dengan macro-network. Konsep yang dikemukakan Putman seakan mengabaikan aspek perselisihan dan ketidak-samaan di dalam pembagian masyarakat dengan kelas dan ras. Di dalam lembaga



politik



mengembangkan sesungguhnya



seringkali kohesif



tidak



dapat



masyarakat



menggambarkan



secara



tepat,



modal



karena



sosial



modal



untuk



sosial



itu



bersangkut paut dengan kelompok kecil yang seringkali melawan



jaringan sosial di luar kelompok yang lebih besar. Banyak kelompok kecil di dalam berbagai kelompok besar, dapat secara efektif dalam mengorganisir modal sosial untuk mendukung apa yang mereka butuhkan, terutama kepentingan politik tertentu (political interest group). Meskipun kelompok kepentingan yang jumlahnya kecil seringkali dapat merugikan kelompok yang lebih besar jumlahnya. Perhatian kelompok kepentingan tersebut adalah mendayakan orang lain di dalam kelompoknya dan mampu membuka dan menjalin hubungannya dengan kekuasaan (Cruikshank, 1994). Dalam banyak kasus, modal sosial berfungsi sebagai mekanisme untuk mendorong anggota komunitas melakukan sesuatu kegiatan tertentu dan sebagai sumber daya yang mereka butuhkan untuk mencapai tujuannya.



7



Modal sosial berupa jaringan sosial di masyarakat pesisir menurut Kusnadi (2000: 127), ada dua bentuk, yakni: (1) jaringan sosial horisontal, yang anggota-anggotanya memiliki status sosial-ekonomi yang relatif sepadan, (2) sedangkan pada jaringan sosial vertikal, anggota-anggotanya tidak memiliki status sosial-ekonomi sepadan. Jaringan sosial horisontal, terdiri atas (a) jaringan



kerabat; dan (b) jaringan



campuran kerabat dan tetangga. Untuk jaringan sosial vertikal terdiri atas, (a) jaringan kerabat, (b) jaringan tetangga, (c) jaringan campuran kerabat dan tetangga, (d) jaringan campuran tetangga dan teman. Di dalam jaringan sosial vertikal terdapat hubungan sosial yang bersifat patron-klien. Hubungan sosial merupakan istilah lain dari jaringan sosial yang ada di komunitas, menurut Field (2010: 1) inti konsep dari modal sosial adalah soal hubungan sosial, yakni hubungan seseorang dengan orang lain. Dengan membangun hubungan sosial dengan orang lain, terus menjaganya agar dapat berlangsung sepanjang waktu, seseorang akan mampu mencapai berbagai hal dengan lebih mudah jika dibandingkan dengan melakukan sendiri. Hubungan sosial antar orang tersebut menggunakan media yang disebut jaringan, sejauh jaringan yang dibangun menjadi sumber daya, maka jaringan tersebut menjadi modal sosial baginya. Semakin banyak orang memiliki jaringan, maka dia akan memiliki modal sosial yang banyak pula terhadap dirinya. Sesungguhnya jaringan dalam konsep teori sosial klasik telah digambarkan oleh sosiolog Prancis, Durkheim (1933) dengan istilah solidaritas. Dia membagi konsep solidaritas menjadi dua, yakni solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Pada solidaritas mekanis, orang yang menjalani solidaritas ini tanpa memikirkan apa yang



8



dilakukan, karena telah menjadi kebiasaan dan dilandasi oleh struktur sosial serta kwajiban yang bersifat tetap dari orang yang ada dalam masyarakat. Sedangkan solidaritas organis adalah solidaritas yang didasarkan atas berbagai interaksi, seseorang memasuki jaringan ini digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Serupa dengan Durkheim, Tonnies (1935) membedakan jaringan asosiasi sengaja dengan istilah Gemeinschaft, dan jaringan asosiasi instrumental dengan Gesellschaft. Modal sosial berkaitan erat dengan modal ekonomi (Coleman, 1988: 9). Coleman mengatakan bahwa modal sosial memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan dengan modal ekonomi. Keduanya secara pararel dengan istilah modal manusia, yang atributnya adalah ketrampilan, pengetahuan, dan kondisi kesehatan seorang individu. Konsep modal sosial sebagai cara mengintegrasikan teori sosial dengan teori ekonomi, sehingga modal sosial dan modal manusia keberadaannya saling melengkapi. Sejalan dengan pemikiran Coleman di atas, bahwa gagasan sentral modal sosial adalah bahwa jaringan sosial merupakan aset yang sangat bernilai ekonomi (Lin, 2008). Jaringan tersebut akan memberikan dasar bagi kohesi sosial sehingga bisa mendorong seseorang bekerja sama satu dengan yang lain, tidak sekedar dengan orang yang mereka kenal secara langsung, tetapi juga orang-orang yang lebih luas guna mendapatkan manfaat timbal balik. Dalam konsep ekonomi, istilah modal berarti sejumlah uang yang diakumulasi, kemudian diinvestasikan dengan harapan memperoleh hasil atau keuntungan. Modal dalam konsep ini lebih menitik beratkan pada konsep modal fisik, yang dipergunakan untuk menggambarkan peran mesin dan bangunan dalam peningkatan produktivitas dari



9



aktivitas ekonomi. Baru setelah tahun 1960-an banyak ahli mengembangkan konsep modal menjadi lebih luas, tidak hanya modal fisik, tetapi juga manusia dan kapasitasnya. Becker (1964), mengatakan bahwa modal manusia dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas ekonomi. Sejalan dengan modal manusia untuk meningkatkan produktivitas, Bourdieu (1984: 291), menjelaskan bahwa modal sosial disebutnya sebagai modal budaya, yang salah satu indikator empiriknya adalah keanggotaan klub golf. Hal ini diyakini sebagai jaringan yang dapat membantu memperlancar jalannya roda bisnis. Modal jaringan sosial demikian jika diperlukan akan memberikan dukungan yang bermanfaat, misalnya modal harga diri dan kehormatan yang seringkali diperlukan jika orang ingin menarik para klien ke dalam posisi penting secara sosial, dan bisa menjadi alat tukar, dalam karier politik. Selanjutnya Bourdieu (1992: 119), mengatakan bahwa modal sosial adalah sejumlah sumber daya aktual atau maya, yang ada dalam diri seseorang atau kelompok karena mereka memiliki jaringan timbal balik yang terlembagakan. Modal budaya dan modal sosial harus diperlakukan sebagai aset, yang diwujudkan ke dalam produk akumulasi kerja. Produk akumulasi kerja demikian, menurut sosiolog kontemporer (Ritzer, 1996) disebut dengan teori pilihan rasional atau tindakan rasional dan dalam persperktif Kesejahteran Sosial disebut pilihan sosial atu tindakan sosial (Pattanaik et al., 2008). Dalam teori ini, seseorang memiliki keyakinan bahwa perilakunya bertujuan untuk mengejar kepentingan mereka sendiri dengan melakukan interaksi sosial sebagai



10



bentuk



pertukaran



sosial



dalam



bekerjasama,



yang



tujuan



akhirnya



adalah



kesejahteraan sosial baik bagi individu maupun komunitas.



FUNGSI MODAL SOSIAL DALAM KOMUNITAS Dengan interaksi sosial dan kerjasama, menurut Schneider (2006: 11-14) fungsi modal sosial mencakup tiga hal yakni: (1) fungsi mengikat (bonding), yang berarti bahwa ikatan antar orang dalam situasi yang sama, seperti keluarga dekat, teman akrab, dan rukun tetangga; (2) fungsi menjembatani (bridging), yang mencakup ikatan lebih longgar dari beberapa orang seperti teman jauh, dan rekan sekerja; (3) fungsi menghubungkan, menjangkau orang-orang yang berada pada situasi berbeda, seperti mereka yang sepenuhnya ada di luar komunitas, sehingga mendorong anggotanya memanfaatkan banyak sumber daya daripada apa yang tersedia di dalam komunitasnya. Modal sosial dalam komunitas harus dimanfaatkan dalam kerangka pengembangan komunitas. Delgado (2000: 73-75), menggunakan istilah modal sosial atau kapital sosial dengan sebutan aset komunitas (Communities Asset). Aset komunitas tersebut dapat digunakan



untuk



menggerakkan



komunitas



dalam



melakukan



pembangunan



komunitasnya. Aset komunitas dapat digunakan untuk melakukan peningkatan kapasitas warga komunitas dan juga disebut sumberdaya ekologi atau lingkungan. Dengan menggunakan 4 tipe aset komunitas yang dikemukakan, yakni gambar dinding (murals), taman (gardens), taman bermain (playground), dan patung-patung (sculptures), pengembangan komunitas yang dilakukan oleh pekerja sosial dapat mendayagunakan aset komunitas yang ada dalam rangka peningkatan kapasitas warga komunitas dan



11



untuk



melakukan



pemberdayaan



komunitas



(community



empowerment).



Foster



(2008:17), menyebutnya sebagai asset-based community, yakni suatu pendekatan pembangunan di tingkat komunitas yang menggunakan aset unik komunitas (modal sosial), termasuk keuangan, modal fisik, alam, sosial, dan manusia. Dengan modal tersebut komunitas didorong untuk menggunakan kemampuan lokal dan sumber dayanya guna merencanakan usaha pembangunannya. Penggunaan modal sosial bisa pada level makro, pada tingkat ini modal sosial digunakan dalam pengertian luas, yakni termasuk lembaga pemerintah, norma hukum, masyarakat sipil, dan kebebasan politik (Grootaert, 1999). Pada level ini modal sosial mempunyai dampak terukur pada kinerja ekonomi nasional dan menentukan bagaimana fungsi pemerintah dan sektor swasta dikembangkan dalam suatu perekonomian. Dalam sektor publik, keterlibatan pemerintah sangat konstruktif dalam pembangunan ekonomi yakni menyeimbangkan antara hubungan sosial eksternal dan kekompakan internal. Selain itu, modal sosial berkaitan dengan efektivitas pemerintahan, akuntabilitas, dan kemampuan untuk menegakkan aturan secara adil, pertumbuhan ekonomi dalam hal mengaktifkan atau menonaktifkan perkembangan perusahaan domestik dan pasar, dan mendorong atau menghambat investasi asing. Secara keseluruhan, modal sosial di tingkat makro lebih peduli dengan perkembangan sosial dan pertumbuhan ekonomi. Pada level meso mengacu pada jaringan dan norma yang mengatur interaksi di antara masyarakat (Grootaert, 1999). Pada tingkat ini, modal sosial dapat dilihat dari perspektif struktural di mana jaringan modal sosial terstruktur dengan sumber-



12



sumber daya melalui jaringan. Dengan demikian, analisis modal sosial di tingkat meso difokuskan pada proses pengembangan jaringan struktur dan distribusi. Modal sosial di tingkat meso juga mengacu pada identitas sosial dari organisasi, dan masuknya orang dalam maupun orang luar ke dalam lingkaran sosial umum (Coleman, 1990). Dengan demikian, asosiasi lokal dapat menjadi manifestasi dari modal sosial dari level meso ini (Grootaert, 1999). Secara keseluruhan, modal sosial di tingkat meso lebih peduli



dengan



pembangunan



daerah,



pertumbuhan



organisasi,



pengembangan



komunitas, dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pada level mikro, modal sosial menekankan kemampuan individu untuk mengorganisasi sumber daya melalui jaringan lembaga lokal seperti organisasi berbasis masyarakat, keluarga besar, dan organisasi sosial. Jaringan sosial padat dan tumpang tindih meningkatkan kemungkinan kerjasama ekonomi dengan membangun kepercayaan dan mendorong norma-norma bersama (Grootaert, 1999). Modal sosial pada tingkat ini meningkatkan pertukaran informasi berharga tentang produk dan layanan, mengurangi biaya kontrak dan peraturan yang luas dan penegakan hukum. Dalam komunitas, tingkat modal sosial mikro mengacu pada pengakuan, kerjasama dan kepercayaan pribadi, solidaritas, loyalitas, reputasi, dan akses terhadap informasi yang masuk akal (Lin, 2008). Secara keseluruhan, modal sosial di tingkat mikro adalah tentang hubungan stabil ego dengan orang lain, pengembangan individu, dan pertumbuhan pribadi. Modal sosial memiliki banyak fondasi filosofis dari posisi komunitarian dan masyarakat merupakan bagian sangat penting bagi kehidupan manusia. Etzioni (1988), menyatakan bahwa individu dan masyarakat satu sama lain saling membutuhkan.



13



Individu termotivasi tidak hanya oleh kepentingan diri sendiri dalam mengejar kesenangan, tetapi oleh kompleksitas tujuan sosial individu dan masyarakat. Moralitas adalah penting dalam memahami pilihan individu, di mana moralitas sosial dibangun oleh seorang individu. Efek dari gabungan kepercayaan, jaringan, norma, secara timbal balik dapat menciptakan masyarakat yang kuat, dengan kepemilikan bersama atas sumber daya milik bersama. Selama suatu masyarakat kuat, maka sumber daya yang berupa modal sosial di masyarakat dapat diorganisasi dari semua anggotanya dan dapat digunakan secara bersama. Teori Modal Sosial oleh Pirie (2011: 54), dilandasi oleh dua argumen pokok yakni, pertama, membahas bagaimana penerapan modal sosial dalam hubungannya dengan kekuasaan yang terletak di jantung fenomena sosial. Sementara konsep modal sosial berpotensi dapat digunakan untuk membahas pembagian sosial dan konflik di ranah kekuasaan. Kedua, suatu argumen kunci lainnya dari modal sosial adalah yang berkaitan dengan signifikansi politik. Dalm hal ini modal sosial memiliki pengaruh pada proses pembuatan kebijakan publik. Gagasan dari konsep modal sosial dapat dipandang sebagai suatu hal yang bisa memainkan peran ideologis, karena dikembangkan melalui paradigma neo-liberalisme, yang menekankan kesempurnaan masyarakat pasar. Di dalam masyarakat pasar, modal sosial menyediakan unsur antara di antara 5 (lima) unsur yang ada dalam implementasi reformasi kesejahteraan sosial (Schneider, 2006: 3), yakni: (1) kebijakan pemerintah (Government Policies); (2) lembaga yang menyediakan layanan (Organizations Providing Service); (3) sistem kesejahteraan lokal (Local Social Welfare System); (4) sistem sosial-ekonomi lokal (Local Socioeconomic



14



System); dan (5) penduduk yang menerima layanan (Population Receiving Service). Unsur antara yang dimaksudkan oleh Schneider (2006: 4-5) adalah pola hubungan sosial dan pola hubungan timbal-balik, memperkuat kepercayaan yang memungkinkan seseorang atau individu untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya sebagai layanan sosial, pekerjaannya, dan janji pemerintah. Selain itu, ada dua unsur tambahan yakni: (1) hubungan yang didasarkan atas kepercayaan orang-orang atau organisasi untuk mengakses sumber daya; (2) pengetahuan mengenai modal budaya yang mengindikasikan seseorang tersebut merupakan anggota dari suatu komunitas dan harus diberikan akses dalam hubungan sosialnya. Hanya saja, Schneider juga tidak menyertakan peran tokoh informal dalam mengorganisasi modal sosial dalam upaya mempertinggi atau memperkuat kepercayaan, norma, dan jaringan sosial untuk mengakses sumberdaya lingkungan. Jember, 27 – 10 – 2020 Dr. Purwowibowo, M.Si