Model Pengembangan 4D [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mata Kuliah Dosen Pengampu



: Desain dan Strategi Pembelajaran Matematika : Prof. Dr. Abdul Rahman, M.Pd. Prof. Dr. Irwan Akib, M.Pd.



MODEL PENGEMBANGAN FOUR-D (4D)



Oleh: ANDI NAJMIAH JAMAL 161050701037 Kelas B



JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2017



1



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Desain pembelajaran merupakan sebuah usaha yang dilakukan oleh pendidik untuk meningkatkan kegiatan belajar mengajar dikelas sehingga nantinya akan dapat mewujudkan tujuan yang telah direncanakan. Dengan adanya desain ini ataupun rancangan dalam pembelajaran pendidika akan lebih mudah dalam menguraikan kesulitan, mengorganisasikan peserta didik sehingga dapat mengurangi kekurangankekurangan



dalam



proses pengembangan



belajar



dan



pembelajaran di



kelas. Dengan desain pembelajaran dapat diciptakan pengembangan pembelajaran, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, penilaian terhadap proses belajar mengajar , serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Tanpa adanya desain pembelajaran seorang guru akan kesulitan untuk mewujudkan apa yang telah direncanakan. Proses belajar mengajar tidak bisa dipisahkan dari desain pembelajaran karena dalam proses belajar mengajar kita memerlukan yang namanya suatu perencanaan, suatu proses, suatu evaluasi yang nantinya disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar. Jadi, desain pembelajaran merukan suatu yang memang harus ada dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga nantinya akan meningkatkan kualitas pendidikan. Pengembangan



perangkat



pembelajaran



adalah



suatu



proses



untuk



menentukan atau menciptakan suatu kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi



sedemikian



sehingga



terjadi



perubahan



tingkah



laku.



Dalam pengembangan perangkat pembelajaran diperlukan model pengembangan yang sesuai dengan sistem pendidikan. Salah satu model yang sesuai untuk mengembangkan perangkat pembelajaran adalah model pembelajaran 4D . Model



2



pengembangan perangkat 4-D Model disarankan oleh Sivasailam 4D, Dorothy S. Semmel, tahap



dan



Melvyn



I.



pengembangan yaitu



Semmel



(1974).



Model



ini



terdiri



dari



4



Define, Design, Develop dan Disseminate atau



diadaptasikan menjadi model 4-P, yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah “Bagaimana model pengembagan 4D dalam pembelajaran ?” C. Tujuan Yang menjadi tujuan dari makalah ini adalah “untuk mengetahui model penembangan 4D dalam pembelajaran”.



3



BAB II PEMBAHASAN



Model Four-D Beberapa penelitian pengembangan di bidang pendidikan mengacu pada model Four-D yang dikemukakan oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974). Model Four-D termuat dalam buku sumber yang dipublikasi oleh gabungan (a joint publication of): The Leadership Training Institute/Special Education, University of Minnesota; The Center for Innovation in teaching the Handicapped (CITH), Indiana University; The Council for Exceptional Children (CEC), and The Teacher Education Division of CEC. Di Indiana University, buku tersebut sebagai buku sumber (sourcebook) di Center for Innovation in teaching the Handicapped. Diskripsi untuk buku tersebut sebagai berikut: Course objectives: *Exceptional Child Education; Handicapped



Children;



*Instructional



Materials;



Material



Development;



Performance Based Teacher Education; Task Analysis; *Teacher Developed Materials; *Teacher Educators. Beberapa



penelitian



di



bidang



pendidikan



yang



berkaitan



dengan



pengembangan perangkat pembelajaran, model pengembangannya memodifikasi model Four-D (define, design, develop, dissemination) dengan menghilangkan langkah diseminasi (dissemination) tanpa memberikan argumentasi ilmiah yang jelas dan logis, menjadi model Three-D (define, design, develop). Ini merupakan pengurangan terhadap salah satu langkah yang telah ditentukan dalam Four-D. Karena itu, peneliti diharapkan berhati-hati dalam memodifikasi dan menentukan desain penelitian yang dijadikan arah dan pedoman serta menunjukkan urutan langkah-langkah penelitiannya. Salah satu bagian penting dalam memodifikasi suatu model desain penelitian adalah peneliti haruslah memahami karakteristik model tersebut. Selanjutnya memberikan argumentasi ilmiah yang logis mengapa peneliti perlu melakukan modifikasi desain model tersebut dalam penelitiannya.



4



Desain Model Four-D yang dikemukakan oleh Thiagarajan, Semmel dan Semmel (1974) yang digunakan untuk alur pengembangan perangkat pembelajaran (instructional development), pada dasarnya dimaksudkan untuk pelatihan guru (training teacher) untuk anak-anak berkebutuhan khusus (exceptional children), dan penekanannya pada pengembangan bahan ajar (material development). Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut adalah anakanak cacat (handicapped children). Sivasailam Thiagarajan, Dorothy S. Semmel dan Melvyn I. Semmel ketiganya ketika itu bekerja di pusat inovasi dalam pelatihan anak-anak cacat (Center for Innovation in Training the Handicapped) di Universitas Indiana (Indiana University), Bloomington, Indiana. Secara umum, tujuan dari penulisan buku sumber tersebut adalah untuk membantu pembaca dalam mendesain (design), mengembangkan (development), dan menyebarkan (dissemination) bahan pembelajaran (instructional materials) yang digunakan untuk pelatihan bagi guru-guru anak-anak berkebutuhan khusus (exceptional children). Meskipun dalam langkah-langkah penyusunan bahan ajar melibatkan pengembangan perangkat pembelajaran (developing instructional materials), tetapi jika ditinjau dari isi yang terkandung di abstrak, buku sumber (sourcebook) tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan bahan ajar bagi pendidik guru (teacher educator), atau pelatih guru menggunakan desain model Four-D (define, design, develop, and disseminate). Juga jika ditinjau dari kegiatan yang terkandung dalam langkah Four-D, terutama pada tahap dissemination, disinyalir fokus dari kegiatan adalah mengembangkan bahan ajar untuk pelatihan guru-guru (training teachers) bagi anak-anak berkebutuhan khusus (exceptional children). Meskipun awalnya model Four-D dimaksudkan untuk mengembangkan bahan ajar bagi guru untuk pelatihan guru-guru anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu bagi guru-guru yang mengajar anak-anak cacat, tetapi disinyalir dari kata pengantar (foreword) oleh Maynard C. Reynolds (ketika itu dia sebagai Director Leadership



5



Training Institute/Special Education University of Minossa), bahwa model FourD tersebut dapat dijadikan sumber ide dan prosedur pengembangan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran dan penyebarannya (dissemination) pada bidang lainnya. Dengan demikian model Four-D secara umum dapat dipandang sebagai model untuk pengembangan instruksional (a model for instructional development). Pengembangan model Four-D didasarkan pada pengembangan instruksional oleh Twelker, Urbach, dan Buck (Thiagarajan, Semmel, dan Semmel, 1974) dengan tahapan: analysis, design, dan evaluation. Awalnya Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974) memodifikasi model ini menjadi empat tahap, yaitu: analysis, design, evaluation, dan dissemination. Selanjutnya desain ini setelah melalui proses revisi dan pengembangan dalam pelatihan-pelatihan yang dilakukan disebut model Four-D yang meliputi empat tahap: define, design, develop, dan disseminate. Tahap definisi (define) meliputi lima fase: (1) analisis awal-akhir (front-end analysis); (2) analisis pebelajar (learner analysis); (3) analisis tugas (task analysis); (4) analisis konsep (concept analysis); dan (5) tujuan-tujuan instruktional khusus (specifying instructional objectives). Tahap desain (design) meliputi empat fase: (1) mengkonstruksi tes beracuan-kriteria (constructing criterion-referenced test); (2) pemilihan media (media selection); (3) pemilihan format (format selection); dan (4) desain awal (initial design). Tahap pengembangan (develop) meliputi dua fase: (1) penilaian ahli (expert appraisal); dan (2) pengujian pengembangan (developmental testing). Tahap penyebaran (dissemination) meliputi tiga fase: (1) pengujian validitas (validating testing); (2) pengemasan (packaging); dan (3) difusi dan adopsi (diffusion and adoption). 1. Tahap Pendefinisian (Define) Tahap pendefinisian ini memiliki tujuan yaitu untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Dalam menentukan dan menetapkan



6



syarat-syarat pembelajaran diawali dengan menganalisis tujuan dan batasan materi yang akan dikembangkan perangkatnya. Tahap ini memiliki 5 langkah pokok yaitu : a. Analisis Ujung Depan (front-end analysis) Analisis ujung depan bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran, sehingga diperlukan suatu pengembangan bahan ajar. Dengan analisis ini akan didapatkan gambaran fakta, harapan dan alternatif penyelesaian masalah dasar, yang memudahkan dalam penentuan atau pemilihan bahan ajar yang dikembangkan. Dalam melakukan analisis ujung depan perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai alternatif pengembangan perangkat pembelajaran, teori belajar, tantangan, dan tuntutan masa depan. Analisis ujung depan diawali dari pengetahuan, keterampilan, an sikap awal yang dimiliki siswa untuk mencapai tujuan akhir yaitu tujuan yang tercantum dalam kurikulum. b. Analisis Siswa (learner analysis) Analisis siswa merupakan telaah tentang karakteristik siswa yang sesuai dengan desain pengembangan perangkat pembelajaran. Karakteristik itu meliputi latar belakang kemampuan akademik (pengetahuan), perkembangan kognitif, serta keterampilan-keterampilan individu atau sosial yang berkaitan dengan topik pembelajaran, media, format dan bahasa yang dipilih. Analisis siswa dilakukan untuk mendapatkan gambaran karakteristik siswa, antara lain: (1) tingkat kemampuan atau perkembangan intelektualnya, (2) keterampilan-keterampilan individu atau sosial yang sudah dimiliki dan dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. c. Analisis Konsep (concept analysis) Analisis konsep ini dilakukan untuk mengidentifikasi konsep pokok yang akan diajarkan, menyusunnya dalam bentuk hirarki, dan merinci konsep-konsep individu ke dalam hal yang kritis dan yang tidak relevan. Analisis membantu



7



mengidentifikasi kemungkinan contoh dan bukan contoh untuk digambarkan dalam mengantar proses pengembangan. Analisis konsep sangat diperlukan untuk mengidentifikasi pengetahuanpengetahuan prosedural pada materi matematika yang akan dikembangkan. Analisis konsep merupakan satu langkah penting untuk memenuhi prinsip kecukupan dalam membangun konsep atas materi-materi yang digunakan sebagai sarana pencapaian kompetensi dasar dan standar kompetensi. Mendukung analisis konsep ini, analisis-analisis yang perlu dilakukan adalah (1) analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bertujuan untuk menentukan jumlah dan jenis bahan ajar, (2) analisis sumber belajar, yakni mengumpulkan dan mengidentifikasi sumber-sumber mana yang mendukung penyusunan bahan ajar. d. Analisis Tugas (task analysis) Analisis tugas adalah kumpulan prosedur untuk menentukan isi dalam satuan pembelajaran. Analisis ini memastikan ulasan yang menyeluruh tentang tugas dalam materi pembelajaran. e. Perumusan Tujuan Pembelajaran (specifying instructional objectives) Perumusan tujuan pembelajaran berguna untuk merangkum hasil dari analisis konsep dan analisis tugas untuk menentukan perilaku objek penelitian. Kumpulan objek tersebut menjadi dasar untuk menyusun tes dan merancang perangkat pembelajaran yang kemudian di integrasikan ke dalam materi perangkat pembelajaran yang akan digunakan oleh peneliti. 2.



Tahap Perancangan (Design) Thiagarajan membagi tahap design dalam empat kegiatan, yaitu: constructing



criterion-referenced test, media selection, format selection, initial design. Kegiatan yang dilakukan pada tahap tersebut antara lain: a. Menyusun tes kriteria, sebagai tindakan pertama untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik, dan sebagai alat evaluasi setelah implementasi kegiatan



8



b. Memilih media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakteristik peserta didik. c. Pemilihan



bentuk



penyajian



pembelajaran



disesuaikan



dengan



media



pembelajaran yang digunakan. Bila guru akan menggunakan media audio visual, pada saat pembelajaran tentu saja peserta didik disuruh melihat dan mengapresiasi tayangan media audio visual tersebut. d. Mensimulasikan penyajian materi dengan media dan langkah-langkah pembelajaran yang telah dirancang. Pada saat simulasi pembelajaran berlangsung, dilaksanakan juga penilaian dari teman sejawat Dalam tahap perancangan, peneliti sudah membuat produk awal (prototype) atau rancangan produk. Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap ini dilakukan untuk membuat modul atau buku ajar sesuai dengan kerangka isi hasil analisis kurikulum dan materi. Dalam konteks pengembangan model pembelajaran, tahap ini diisi dengan kegiatan menyiapkan kerangka konseptual model dan perangkat pembelajaran (materi, media, alat evaluasi) dan mensimulasikan penggunaan model dan perangkat pembelajaran tersebut dalam lingkup kecil. Sebelum rancangan (design) produk dilanjutkan ke tahap berikutnya, maka rancangan produk (model, buku ajar, dsb) tersebut perlu divalidasi. Validasi rancangan produk dilakukan oleh teman sejawat seperti dosen atau guru dari bidang studi/bidang keahlian yang sama. Berdasarkan hasil validasi teman sejawat tersebut, ada kemungkinan rancangan produk masih perlu diperbaiki sesuai dengan saran validator. 3.



Tahap Pengembangan (Develop) Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang



sudah direvisi berdasarkan masukan dari para pakar. Tahap ini meliputi: a. Validasi perangkat oleh para pakar diikuti dengan revisi. b. Simulasi, yaitu kegiatan mengoperasionalkan rencana pelajaran c. Uji coba terbatas dengan siswa yang sesungguhnya.



9



Hasil tahap Define dan Design digunakan sebagai dasar revisi. Langkah berikutnya adalah uji coba lebih lanjut dengan jumlah siswa yang sesuai dengan kelas sesungguhnya. Thiagarajan membagi tahap pengembangan dalam dua kegiatan yaitu: expert appraisal dan developmental testing. Expert appraisal merupakan teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan produk. Dalam kegiatan ini dilakukan evaluasi oleh ahli dalam bidangnya. Saran-saran yang diberikan digunakan untuk memperbaiki materi dan rancangan pembelajaran yang telah disusun. Developmental testing merupakan kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang sesungguhnya. Pada saat uji coba ini dicari data respon, reaksi atau komentar dari sasaran pengguna model. Hasil uji coba digunakan memperbaiki produk. Setelah produk diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai memperoleh hasil yang efektif. Dalam konteks pengembangan bahan ajar (buku atau modul), tahap pengembangan dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan modul atau buku ajar tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan peserta didik yang akan menggunakan modul atau buku ajar tersebut. Hasil pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga modul atau buku ajar tersebut benar-benar telah memenuhi kebutuhan pengguna. Untuk mengetahui efektivitas modul atau buku ajar tersebut dalam meningkatkan hasil belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberi soal-soal latihan yang materinya diambil dari modul atau buku ajar yang dikembangkan. Dalam konteks pengembangan model pembelajaran, kegiatan pengembangan (develop) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. Validasi model oleh ahli/pakar. Hal-hal yang divalidasi meliputi panduan penggunaan model dan perangkat model pembelajaran. Tim ahli yang dilibatkan dalam proses validasi terdiri dari: pakar teknologi pembelajaran, pakar bidang studi pada mata pelajaran yang sama, pakar evaluasi hasil belajar. b. Revisi model berdasarkan masukan dari para pakar pada saat validasi



10



c. Uji coba terbatas dalam pembelajaran di kelas, sesuai situasi nyata yang akan dihadapi. d. Revisi model berdasarkan hasil uji coba e. Implementasi model pada wilayah yang lebih luas. Selama proses implementasi tersebut, diuji efektivitas model dan perangkat model yang dikembangkan. Pengujian efektivitas dapat dilakukan dengan eksperimen atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Cara pengujian melalui eksperimen dilakukan dengan membandingkan hasil belajar pada kelompok pengguna model dan kelompok yang tidak menggunakan model. Apabila hasil belajar kelompok pengguna model lebih bagus dari kelompok yang tidak menggunakan model maka dapat dinyatakan model tersebut efektif. Cara pengujian efektivitas pembelajaran melalui PTK dapat dilakukan dengan cara mengukur kompetensi sebelum dan sesudah pembelajaran. Apabila kompetensi sesudah pembelajaran lebih baik dari sebelumnya, maka model pembelajaran yang dikembangkan juga dinyatakan efektif. 4.



Tahap Pendiseminasian (Disseminate) Proses diseminasi merupakan suatu tahap akhir pengembangan. Tahap



diseminasi dilakukan untuk mempromosikan produk pengembangan agar bisa diterima pengguna, baik individu, suatu kelompok, atau sistem. Diseminasi bisa dilakukan di kelas lain dengan tujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan perangkat dalam proses pembelajaran. Penyebaran dapat juga dilakukan melalui sebuah proses penularan kepada para praktisi pembelajaran terkait dalam suatu forum tertentu. Bentuk diseminasi ini dengan tujuan untuk mendapatkan masukan, koreksi, saran, penilaian, untuk menyempurnakan produk akhir pengembangan agar siap diadopsi oleh para pengguna produk. Thiagarajan membagi tahap dissemination dalam tiga kegiatan yaitu: validation testing, packaging, diffusion and adoption. Pada tahap validation testing, produk yang sudah direvisi pada tahap pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran yang sesungguhnya. Pada saat implementasi dilakukan pengukuran



11



ketercapaian tujuan. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Setelah produk diimplementasikan, pengembang perlu melihat hasil pencapaian tujuan. Tujuan yang belum dapat tercapai perlu dijelaskan solusinya sehingga tidak terulang kesalahan yang sama setelah produk disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan adalah melakukan packaging (pengemasan), diffusion and adoption. Tahap ini dilakukan supaya produk dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Pengemasan model pembelajaran dapat dilakukan dengan mencetak buku panduan penerapan model pembelajaran. Setelah buku dicetak, buku tersebut disebarluaskan supaya dapat diserap (diffusi) atau dipahami orang lain dan digunakan (diadopsi) pada kelas mereka. Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap dissemination dilakukan dengan cara sosialisasi bahan ajar melalui pendistribusian dalam jumlah terbatas kepada guru dan peserta didik. Pendistribusian ini dimaksudkan untuk memperoleh respons, umpan balik terhadap bahan ajar yang telah dikembangkan. Apabila respon sasaran pengguna bahan ajar sudah baik maka baru dilakukan pencetakan dalam jumlah banyak dan pemasaran supaya bahan ajar itu digunakan oleh sasaran yang lebih luas. Model Four-D, pada setiap tahap pengembangan memuat kegiatan yang menunjukkan adanya urutan langkah kegiatan. Khususnya pada tahap pengembangan (develop) memuat siklus kegiatan. Diskripsi hasil analisis terhadap pokok-pokok kegiatan pada setiap tahap dan fase model Four-D (Thiagarajan, Semmel, dan Semmel, 1974) disajikan dalam tabel 1. Table 1. Tahapan Kegiatan dalam Four-D No 1



Kegiatan yang terkandung dalam setiap fase Definisi (Define) Analisis awal- Mempelajari masalah mendasar akhir (front-end yang dihadapi peserta pelatihan: Tujuan dari kegiatan analysis) untuk meningkatkan penampilan pada tahap ini adalah (performance) dari guru-guru Tahap Four-D



Fase



12



No



Tahap Four-D untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pengajaran (instructional). Melalui analisis ditentukan tujuan dan kendala untuk materi pengajaran (instruction materials).



Kegiatan yang terkandung dalam setiap fase pendidikan khusus. Sepanjang analisis ini, kemungkinan alternative pembelajaran (instruction) yang lebih rapi dan efisien dipertimbangkan. Merekam (filing), dan mencari perangkat pembelajaran yang terkait. Jika alternative pembelajaran dan materi tersedia kemudian baru dapat disusun bahan pembelajaran. Analisis Mempelajari pebelajar target, yaitu pebelajar peserta pelatihan: guru-guru (learner pendidikan khusus. Mengidentifikasi analysis). relevansi karakteristik peserta dengan desain dan pengembangan instruksional. Karakteristik ini adalah masukan kompetensi (entering competencies) dan latar belakang pengalaman (background experiences). Sikap-sikap khusus menuju ke topik instruksional; dan pemilihan media, format, dan bahasa. Analisis tugas Mengidentifikasi keterampilan (task analysis). utama yang diperoleh guru peserta pelatihan dan menganalisis dalam suatu kelompok sub keterampilan yang memadai dan diperlukan. Analisis ini untuk memastikan pemenuhan menyeluruh tugas terkandung dalam bahan pembelajaran (material instructional). Analisis konsep Mengidentifikasi konsep-konsep (concept utama yang akan diajarkan, analysis). mengatur dalam urutan hirarkhi, dan memerinci konsep-konsep ke dalam atribut-atribut. Analisis ini membantu untuk memperoleh sekumpulan contoh dan bukan Fase



13



No



2



Kegiatan yang terkandung dalam setiap fase contoh. Tujuan Mengubah hasil analisis tugas dan instructional konsep dalam tujuan-tujuan secara khusus behavior (behaviorally). (specifying Sekumpulan tujuan ini menjadi instructional dasar untuk mengkonstruksi tes dan objectives). desain instruksional. Kemudian diintegrasikan dalam perangkat pembelajaran untuk digunakan oleh instruktur dan guru perserta pelatihan. Desain (Design) Mengkonstruksi Sebagai jembatan proses tes beracuan pendefinisian dan desain. Tes Tujuan dari kegiatan kriteria beracuankriteria mengubah tujuanpada tahap ini adalah (constructing tujuan behavior dalam garis besar mendesain prototype criterion untuk perangkat pembelajaran. bahan ajar referenced test). (instructional Pemilihan media Memilih media yang cocok untuk material). (media mempresentasikan isi pengajaran. Kegiatan pada tahap selection). Proses ini meliputi penyesuaian ini dapat dilakukan antara analisis tugas dan konsep, setelah menentukan karakteristik target-peserta, sumber sekumpulan tujuan produksi, dan rencana penyebaran behavior (behavior dengan berbagai macam atribut objectives) untuk media yang berbeda. Pemilihan perangkat akhir mengidentifikasi medium yang pembelajaran telah paling sesuai atau kombinasi media ditentukan. untuk digunakan. Pemilihan format dan Pemilihan Mirip dengan pemilihan media. media untuk bahan format (format Dalam buku sumber (Thagarajan, dan produksi versi selection). 1974) diidentifikasi disertai 21 awal mendasari format yang berbeda yang aspek utama pada dipandang cocok untuk mendesain tahap desain. perangkat pembelajaran (instructional material) untuk pelatihan guru. Pemilihan format yang paling sesuai bergantung pada berbagai faktor yang ditentukan dari hasil diskusi. Desain awal Mempresentasikan instruksional Tahap Four-D



Fase



14



No



3



4



Tahap Four-D



Pengembangan (Develop)



Kegiatan yang terkandung dalam setiap fase (initial design) esensi melalui media yang sesuai dan dalam urutan yang cocok. Ini juga melibatkan penstrukturan berbagai kegiatan belajar seperti membaca teks, melakukan wawancara pada personil pendidikan khusus, dan mempraktikkan keterampilan mengajar oleh teman sejawat (peer teaching). Penilaian ahli Teknik untuk memperoleh saran (expert untuk meningkatkan bahan appraisal). (material) ajar atau bahan instruksional. Sejumlah pakar diminta mengevaluasi bahan instruksional dan dari segi teknik. Berbasis pada umpan-balik (feedback), bahan dimodifikasi supaya menjadi lebih memadai, efektif, dapat digunakan, dan secara teknik berkualitas tinggi. Uji Melibatkan ujicoba bahan ajar pada pengembangan peserta pelatihan untuk memperolah (developmental bagian-bagian yang direvisi. testing). Berdasar pada respon, reaksi, dan komentar dari peserta pelatihan, bahan dimodifikasi. Siklus dari uji, revisi, dan uji lagi dilakukan berulang-ulang sehingga bahan dapat digunakan bersifat konsisten dan efektif. Fase



Tujuan kegiatan pada tahap ini adalah memodifikasi prototipe bahan ajar. Meskipun banyak yang telah dihasilkan pada tahap pendefinisian, hasilnya dipandang sebagai versi awal bahan ajar yang harus dimodifikasi sebelum menjadi versi akhir yang efektif. Umpan balik diperoleh melalui evaluasi formatif dan digunakan untuk merevisi bahan ajar. Penyebaran Pengujian (Disseminate) validitas (validating Bahan ajar sampai testing). pada tahap produksi akhir jika uji pengembangan menunjukkan hasil yang konsisten dan



Sebelum bahan (material) ajar disebarluaskan (disseminasi), evaluasi sumatif dilakukan. Pada fase tes validasi, bahan digunakan untuk menunjukkan: siapa yang belajar, di bawah apa, kondisi apa, dan bagaimana dengan waktunya. Bahan juga diuji melalui uji profesional dengan tujuan



15



No



Kegiatan yang terkandung dalam setiap fase hasil penilaian ahli memperoleh masukan pada merekomendasikan kecukupan dan relevansinya. komentar positif. Pengemasan Pengemasan final, difusi, dan adopsi (packaging). merupakan bagian penting meskipun Difusi dan bagian ini sering terlewatkan. adopsi (diffusion Produser dan distributor harus and adoption). dipilih dan dikerjakan secara kooperatif untuk mengemas bahan dalam bentuk yang diterima pengguna. Upaya khusus diperlukan untuk mendistribusikan bahan secara luas pada pelatih dan peserta pelatihan, dan mendorong adopsi dan utilisasi bahan. Tahap Four-D



Fase



Bagaimana jika model Four-D digunakan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran, yang akan digunakan untuk melaksanakan pembelajaran bagi anakanak biasa (normal children)? Sebagaimana telah dikemukakan oleh Reynolds (Thiagarajan, Semmel, dan Semmel, 1974), peneliti dapat menggunakan alur berpikir dan langkah-langkah model Four-D untuk bidang lainnya. Namun demikian, bagi penelitian yang berkaitan dengan pengembangan perangkat pembelajaran bagi anakanak biasa perlu melakukan modifikasi pada kegiatan yang terkandung dalam setiap fase pengembangan model Four-D. Modifikasi semestinya dilakukan pada kegiatan yang terkandung dalam setiap langkah dan fase Four-D. Termasuk jika peneliti bemaksud memasukkan pandangan konstruktistiknya. Para peneliti kadang menyatakan memodifikasi Four-D menjadi Three-D dengan mengurangi bagian penyebaran (disseminate). Dalam hal ini istilah “memodifikasi” menjadi kurang tepat, bahkan peneliti melakukan penyederhanaan dengan mengubah dari empat tahap Four-D menjadi tiga tahap Three-D. Argumentasi tentang pentingnya memodifikasi suatu desain model kegiatan perlu dipaparkan berdasar analisis dan penalaran logis dalam suatu desain



16



penelitiannya, misalnya dalam bentuk skematik dan mencirikan proses dan kekhasan kegiatan dalam langkah-langkah penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Di samping itu, bagian terpenting dari penelitian pengembangan (research and development) adalah perlu melakukan uji kualitas produk. Berkaitan dengan uji kualitas produk ini, Nieveen (1999) berpendapat sebagai berikut. Dalam penelitian pengembangan perangkat pembelajaran, uji kualitas hasil atau produk pengembangan meliputi uji kevalidan (validity), kepraktisan (practically), dan keefektifan (effectiveness) produk yang dikembangkan. Di samping itu, produk yang dihasilkan selanjutnya dapat diterapkan pada wilayah yang lebih luas. Model 4D merupakan pengembangan perangkat pembelajaran yang secara detail menjelaskan langkah-langkah operasional pengembangan perangkat. Sehingga jelaslah bahwa untuk pengembangan perangkat, model 4D lebih terperinci dan lebih sistematis. Kelebihan dari model 4D yaitu : 1. Pijakan utama pendidikan di Indonesia berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan, oleh karena itu dalam penyusunan perangkat pembelajaran terlebih dahulu harus dilakukan analisis kurikulum. Pada model ini analisis kurikulum dapat dilakukan pada langkah analisis ujung-depan. 2. Memudahkan peneliti untuk melakukan langkah selanjutnya.Suatu contoh, langka analisis tugas dan analisis konsep dapat membantu peneliti untuk menentukan TPK. 3. Pada tahap III peneliti dapat dengan leluasa melakukan uji coba dan revisi berkali-kali sampai diperoleh perangkat pembelajaran dengan kualitas yang maksimal (final).Model. Kekurangan model ini terletak pada analisis tugas yang sejajar dengan analisis konsep dan tidak ditentukan analisis yang mana duluan dilaksanakan.



17



BAB III PENUTUP Kesimpulan Model pengembangan perangkat seperti yang disarankan oleh Thiagarajan, dan Semmel (1974) adalah model 4-D. Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan, yaitu define, design, develop, dan desseminate atau diadaptasikan menjadi model 4-P, yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran.



18



DAFTAR PUSTAKA Mulyatiningsih,



Endang.



2011. Metode



Penelitian



Terapan



Bidang



Pendidikan.Yogyakarta : CV Alfabeta. Thiagarajan, S; Semmel, D.S; & Semmel, M.I. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children: A Sourcebook. Indiana: Indiana University. Trianto.2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta : PT Bumi Aksara. http://bustangbuhari.wordpress.com/2011/08/25/four-d-model-model-pengembanganperangkat-pembelajaran-dari-4D-dkk/ http://anrusmath.wordpress.com/2008/08/16/pengembangan/



19