Modul 03 Aturan Hukum Terkait Desain Interior [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL PERKULIAHAN



Aspek Hukum dan Etika Profesi Aturan Hukum Terkait Desain Interior Fakultas



Program Studi



Tatap Muka



Kode MK



Disusun Oleh



Desain dan Seni Kreatif



Desain Interior



03



1A6202EL



Anggi Dwi Astuti S.Ds, MM



Abstract



Kompetensi



Disampaikan mengenai peraturan perundangan terkait desain interior, antara lain berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, dan lain-lain.



Mahasiswa mampu memahami dan mengenali peraturan perundangan yang berlaku yang berhubungan dengan kegiatan desain interior yang akan mereka hadapi di lapangan nantinya.



Dasar-dasar Hukum Berbagai kegiatan tidak terlepas dari peraturan perundangan yang mengikat dan mengatur ketertiban, kelancaran, dan keefektifan kegiatan tersebut. Desain interior sebagai bagian dari kegiatan pembangunan meskipun dalam lingkup yang lebih kecil tetaplah harus mengikuti dan taat pada aturan yang berlaku. Beberapa aturan hukum terkait desain interior antara lain adalah: •



UUD 1945







UU no 28/2002 tentang Bangunan Gedung







UU no 19/2002 tentang Hak Cipta







Peraturan Pemerintah no 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 28/2002







Peraturan Gubernur DKI no 38/2012 tentang Bangunan Gedung Hijau



Beberapa Standar yang dapat menjadi pertimbangan dalam desain interior, antara lain: •



SNI 03-2396-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan







SNI 03-6572-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung







SNI 03-6574-2001 tentang Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung







SNI 03- 6575-2001 tentang Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung



Penjelasan Dasar Hukum Secara Umum Di Indonesia, yang menjadi dasar dari semua dasar hukum adalah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan Keempat), selanjutnya disebut UUD 1945, menjadi dasar bagi warganegara dalam berkegiatan. Pasal (28c) Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Keempat, yang dapat dihubungkan



dengan kegiatan desain dan pembangunan menyatakan bahwa



“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, 2015



2



Aspek Hukum dan Etika Profesi - Modul 03



Anggi Dwi Astuti S.Ds, MM



Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id



berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Undang-Undang Bangunan Gedung Undang-Undang tentang Bangunan Gedung yang ditetapkan oleh Presiden pada tahun 2002 merupakan acuan bagi para penyelenggara pembangunan gedung, mulai perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan, dan pemeliharaan bangunan geddung itu sendiri. Dalam Undang-Undang tentang Bangunan Gedung yang terdiri dari 10 Bab dan 49 Pasal tidak hanya mengatur tentang proses pembangunan gedung namun juga mengatur para pihak yang terlibat di dalamnya. UU ini mengatur antara lain tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan dan klasifikasi bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, sampai dengan pemanfaatan, pemeliharaan, dan pembongkaran bagunan gedung. Peraturan



Pemerintah



(PP)



nomor



36



tahun



2005



tentang



Peraturan



Pelaksanaan UU nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Undang-Undang tentang Bangunan Gedung telah dilengkapi dengan Peraturan Pelaksanaannya yaitu berupa Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. PP ini berisi rincian aturan yang lebih detail mengenai pasal-pasal yang terdapat dalam UU Bangunan Gedung. Dalam PP nomor 36 tahun 2005 terdapat 9 Bab dan 120 Pasal yang mengatur secara lebih detail pasal-pasal yang terkandung dalam UU Bangunan Gedung. Undang-Undang Jasa Konstruksi Peraturan lain yang juga penting dalam kegiatan pembangunan adalah UndangUndang tentang Jasa Konstruksi dimana diatur hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan (konstruksi) dan para pihak yang terlibat dalam kegiatan pembangunan. UU tentang Jasa Konstruksi diterbitkan pada tahun 1999 terdiri dari 12 Bab dan 46 Pasal. Hal-hal yang diatur dalam UU Jasa Konstruksi antara lain adalah tentang Usaha Jasa Konstruksi, Pengikatan Pekerjaan Konstruksi, Kontrak Kerja Konstruksi, Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi, Kegagalan Bangunan, Peran Serta Masyarakat, dan Penyelesaian Sengketa. 2015



3



Aspek Hukum dan Etika Profesi - Modul 03



Anggi Dwi Astuti S.Ds, MM



Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id



UU Jasa Konstruksi telah mempunyai Peraturan Pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi, dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah nomor 30 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi yang terdiri dari 5 Bab dan 16 Pasal. Undang-Undang Hak Cipta Undang-Undang tentang Hak Cipta telah mengalami beberapa kali perubahan sebelum ditetapkan oleh Presiden RI pada tahun 2005. UU Hak Cipta yang pertama adalah UU nomor 6 tahun 1982, kemudian diubah menjadi UU nomor 7 tahun 1987, dan terakhiir diubah dengan UU nomor 12 tahun 1997. Undang-Undang tentang Hak Cipta sangat berhubungan dengan kegiatan kreativitas/ desain termasuk desain interior. Undang-Undang tentang Hak Cipta terdiri dari 15 Bab dan 78 Pasal mengatur tentang Lingkup Hak Cipta, Pencipta, dan Ciptaannya, selanjutnya juga terdapat aturan mengenai proses pengurusan Hak Cipta, penetapan pengadilan, sampai ketentuan pidananya. Peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang Bangunan Gedung Hijau Terkait dengan isu ramah lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 38 tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau. Pergub tersebut terdiri dari 9 Bab dan 52 Pasal, dan mengatur tentang Persyaratan Teknis pada Bangunan Gedung Baru, Persyaratan Teknis pada Bangunan Gedung Eksisting, serta Penilaian, dan Pengawasan. Kualitas lingkungan dalam ruang mempunyai beberapa syarat, termasuk Kualitas udara dalam ruang, antara lain •



Pengendalian asap rokok dalam ruang,







Pemantauan masuknya udara luar,







Kenyamanan thermal,







Pintu masuk ke bangunan







Pengendalian akustik,







Pencahayaan alami. (* ANSI/ASHRAE/USGBC/IES Standars 189.1-2009)



2015



4



Aspek Hukum dan Etika Profesi - Modul 03



Anggi Dwi Astuti S.Ds, MM



Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id



Untuk menyelenggarakan pembangunan bangunan gedung yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan pemanfaatan sumber daya yang efisien, beberapa tahun sebelum Pergub tersebut terbit, pada tahun 2009 di Indonesia telah berdiri asosiasi yang dinamakan Konsil Bangunan Hijau Indonesia



(Green Building Council of



Indonesia - GBCI). GBCI merupakan emerging member dari World Green Building Council – WGBC. Organisasi ini berpusat di Toronto, Canada beranggotakan 102 negara, dan hanya terdapat satu Green Building Council di setiap Negara. GBC Indonesia diselenggarakan oleh sinergi antara para stakeholder, meliputi: 



Profesional bidang jasa konstruksi,







kalangan industry sektor bangunan dan properti,







pemerintah,







institusi pendidikan & penelitian,







serta asosiasi profesi dan masyarakat peduli lingkungan.



Salah satu program GBCI adalah sertifikasi bangunan hijau di Indonesia berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut Greenship.



Sumber: GBCI



Seperti terlihat pada gambar di atas, komponen terbesar Greenship Rating System adalah energy efficiency and refrigerant sebesar 30,2%, sedangkan untuk building environment management sebesar 12,5%, dan komponen terkecil adalah material resources & cycle sebesar 8,3%.



Standardisasi Ketentuan yang juga harus diketahui dan dipahami oleh para interior designer adalah Standar-standar baik nasional maupun internasional. Standar yang disusun oleh 2015



5



Aspek Hukum dan Etika Profesi - Modul 03



Anggi Dwi Astuti S.Ds, MM



Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id



Indonesia lebih banyak mengadopsi standar internasional yang telah lebih maju dalam penyusunan standarnya. Bila belum tersedia standar Indonesia (SNI – Standar Nasional Indonesia) maka standar internasional dapat dijadikan acuan. Untuk desain interior terdapat beberapa standar /SNI yang tersedia terutama yang berkaitan dengan kenyamanan dalam ruang (thermal, dan visual). Telah banyak SNI diterbitkan dalam rangka penyediaan ruang yang nyaman dan aman namun implementasinya masih berupa himbauan, belum merupakan standar yang wajib diterapkan dalam setiap produk maupun prosesnya. Namun demikian, Pemerintah melalui keputusan beberapa kementerian, antara lain: Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Kementerian PU telah mewajibkan beberapa SNI untuk diberlakukan. Daftar SNI yang diberlakukan wajib: NO



NOMOR SNI



1 2 3



KETERANGAN



SNI ISO 25537: 2011



Kaca untuk bangunan



SNI ISO 13006: 2010



Ubin keramik, definisi, klasifikasi, karakteristik, dan penandaan



SNI 03-0797- 2006



Kloset duduk



PENCAHAYAAN 4 5 6 7 8



9



SNI 04-6973.2.5 - 2005



Luminer – Bagian 2-5: Persyaratan Khusus – Luminer lampu sorot



SNI 04-6973.2.2 - 2005



Luminer – Bagian 2-2: Persyaratan Khusus – Luminer tanam



SNI 03 – 2396 - 2001



Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung



SNI 03 - 6197 - 2011



Konservasi energy pada system pencahayaan.



SNI 03 - 6574 - 2001



Tata cara perancangan pencahayaan darurat, tanda arah, dan system peringatan bahaya pada bangunan gedung



SNI 03 - 6575 - 2001



Tata cara perancangan pencahayaan buatan pada bangunan gedung



PENGUDARAAN 10 11 12 13



SNI 03 - 6379 - 2000



Spesifikasi dan perangkap bau



tata



cara



pemasangan



SNI 03 - 6389 - 2011



Konservasi energi selubung bangunan pada bangunan gedung



SNI 03 - 6390 - 2011



Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung



SNI 03 - 6572 - 2001



Tata cara perancangan system ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung



AKUSTIK 2015



6



Aspek Hukum dan Etika Profesi - Modul 03



Anggi Dwi Astuti S.Ds, MM



Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id



NO



NOMOR SNI



14



SNI 03 – 6386 -2000



KETERANGAN Spesifikasi tingkat bunyi dan waktu dengung dalam bangunan gedung dan perumahan



KESELAMATAN 15



SNI 03-1736 - 2000



Tata cara perencanaan dan system proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung



SNI 03-1746 - 2000



Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung



SNI 03 - 3985 - 2000



Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pengujian system deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung



SNI 03 - 3989 - 2000



Tata cara perencanaan, dan pemasangan, system sprinkler otomatis untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung



SNI 03-7011 - 2004



Keselamatan pada pelayanan kesehatan



16



17



18



19



bangunan



fasilitas



(sumber: www.bsn.go.id)



Selain dari daftar di atas, masih terdapat SNI-SNI yang pemberlakuannya belum diwajibkan.



Perikatan Hubungan Kerja antara Pemberi Tugas dan Desain Interior Hubungan kerja antara pemberi tugas dan desain interior mulai berlaku sejak terbitnya surat perintah kerja yang segera ditindak lanjuti dengan perikatan perjanjian kerja. 1. Surat Perintah Kerja Surat perintah kerja diterbitkan oleh Pemberi tugas kepada desainer interior dalam bentuk tertulis, yang didalamnya tertuang hal-hal antara lain : - lingkup pekerjaan desain - jadwal pekerjaan desain - nilai imbalan jasa desain interior, dan - tahap pembayaran imbalan jasa desain interior Bila terjadi kesepakatan, desainer interior secara resmi akan menyatakan menerima penugasan yang diberikan. Bagi kedua belah pihak, kesepakatan dibuat berdasarkan atas atau sesuai dengan Pedoman Aspek hokum yang disepakati 2015



7



Aspek Hukum dan Etika Profesi - Modul 03



Anggi Dwi Astuti S.Ds, MM



Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id



2. Perjanjian Kerja Hubungan kerja antara pemberi tugas dan desainer interior diikat dalam suatu perjanjian tertulis yang memiliki kekuatan hokum, di dalamnya tercantum rincian keterangan – keterangan yang jelas dan tegas tentang sifat, macam, dan lingkup pekerjaan, ketetapan batas waktu penugasan, besarnya imbalan jasa, cara dan tahap pembayarannya, serta berbagai hal yang terkait dengan adanya perikatan hubungan kerja ini.



Jenis Penugasan Desain Interior Jenis, sifat, dan macam penugasan yang dapat dilakukan desainer interior adalah 1. Pemberian nasehat, saran, atau konsultasi dalam lingkup bidang desain interior 2. Penyusunan program ruang interior 3. Desain interior secara lengkap sesuai dengan tahapan-tahapan pekerjaan desain interior



Lingkup Pekerjaan Desain Interior Pekerjaan desain interior dapat dibedakan menjadi 3 lingkup pekerjaan yang dapat dikerjakan secara terpadu maupun berdiri sendiri. Ketiga lingkup pekerjaan itu adalah : 1. Lingkup pekerjaan pokok dan utama Suatu tugas dapat



terdiri dari satu tahap pekerjaan atau, dimana tahap



pekerjaan dapat dilanjutkan setelah pekerjaan diselesaiakan oleh desainer interior dan telah disetujui oleh pemberi tugas. a. Pradesain (Prelimenary Desain) 



Mengolah data atas dasar informasi tentang proyek (Terms Of Requirements/ T.O.R) serta membuat daftar pertanyaan tertulis atau kuesioner untuk melengkapi data yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan desain interior.







Membuat program ruang, skematik desain, dan penjelasan mengenai latar belakang, filosofi konseptual, serta sketsa gagasan.







Perwujudan konsep pradesain seperti bagan organisasi ruang, gambar denah dan peletakan prabot utama, citra ruang yang akan diwujudkan dalam bentuk 3D, skema warna dan material yang akan dipakai, seta



2015



8



Aspek Hukum dan Etika Profesi - Modul 03



Anggi Dwi Astuti S.Ds, MM



Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id



estimasi awal biaya pelaksanaan. Pradesain dimaksudkan sebagai bahan diskusi dan pertimbangan bagi pemberi tugas. 



Perkiraan rencana anggaran biaya (RAB)



b. Pengembangan Desain Setelah pradesain disetujui oleh pemberi tugas, desainer interior melanjutkan pekerjaan pengembangan desain dengan kelengkapan gambar-gambar denah seperti kondisi eksisting, furniture, plafon, titik lampu, titik elektrikal, data, telepon dan komunikasi, rencana pemakaian material, partisi berikut kusen dan pintu, finishing dinding, laintai dan plafond, pola lantai, serta skema material. Termasuk juga gambar tampak potongan interior, gambar detail, dan pengolahan khusus yang akan menjadi bagian utama dari dokumen pelelangan. c. Dokumen Pelelangan Atas dasar pengembangan desain yang telah disetujui, disusun dokumen pelelangan yang mencakup pelelangan: 



Gambar Kerja







Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS)







Spesifikasi teknis







Lingkup dan volume pekerjaan (bill of quantity)



Dokumen pelelangan harus dalam bentuk cetakan yang telah disetujui oleh desainer interior dan pemberi tugas. Informasi yang telah dipersiapkan itu kemudian dapat diterbitkan sebagai dokumen pelelangan atau dokumen lelang. d. Pelelangan Desain interior membantu pemberi tugas dalam mempersiapkan dan menyelenggarakan pelelangan dengan cara: 



Melakukan



prakualifikasi



atau



kualifikasi



pendahuluan



dari



calon



kontraktor yang akan diundang. 



Menyiapkan dokumen lelang sesuai dengan cjumlah calon kontraktor yang diundang.







Memberikan penjelasn teknis dan desain pada rapat penjelan untuk persiapan penawaran calon kontraktor.







Membantu pemberi tugas melakukan evaluasi, klarifikasi, dan negosiasi terhadap penawaran peserta lelang.







Memberikan rekomendasi calon pemeang lelang kepada pemberi tugas.



e. Pengawasan Berkala 2015



9



Aspek Hukum dan Etika Profesi - Modul 03



Anggi Dwi Astuti S.Ds, MM



Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id



Setelah dilakukan penunjukan kontraktor secara resmi oleh pemberi tugas, desainer interior mulai melakukan tugas pengawasan berkala saat melakukan kunjungan ke lokasi proyek, yaitu sebagai berikut : 



Sebelum pekerjaan pelaksanaan mengadakan dan memimpin rapat awal kordinasi dengan kontraktor, subkontraktor, pemasok, dan pihak lain yang sangat terkait dalam pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan.







Melakukan pengawasan berkala di lokasi terhadap kuantitas dan kualitas pekerjaan yang dilaksanakan.







Memberi bimbingan dalam melaksanakan pekerjaan bila diperlukan, tetapi tidak berfungsi sebagai konsultan pengawas.







Membuat gambar-gambar penjelasan tambahan yang dianggap perlu untuk lebih bisa dimengerti dan menjelaskan apa yang sudah dinyakatan dalam gambar-gambar kerja pada dokumen pelaksanaan.







Mengetahui dan memberi persetujuan atas penilaian konsultan pengawas terhadap pekerjaan kontraktor, sehigga kontraktor mendapatkan haknya atas tahap pembayaran sesuai dengan prestasi yang telah dicapai.







Desainer interior berhak menolak pekerjaan yang ternyata tidak sesuai dengan desain interior dan wajib memberikan soslusi di lapangan memali rapat kordinasi dengan konsultan pengawas.







Menyiapkan



defec



list



untuk



penyempurnaan,



pelengkapan,



dan



penyesuaian pekerjaan yang masih perlu dilakukan, sesuai dengan ketetapan terhadap desain interior yang harus dilaksanakan. 



Dalam pengawasan berkala, desainer interior bertindak mewakili pemberi tugas dan dilakukan sedikitnya sekali dalam 4 minggu dan sebanyak – banyaknya 1 minggu sekali.



2. Lingkup Pekerjaan Pelengkap dan Pendukung Lingkup pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang mungkin diperlukan dalam keadaan tertentu untuk melengkapi dan mendukung pekerjaan desain, seperti pembuatan study maket ataupun model 3d dan dambar perspektif dengan rendering khusus untuk keperluan – keperluan tertentu, seperti publikasi, pemasaran dan sebagainya. Biaya untuk melaksanakan kepentungan tersebut tidak termasuk dalam perjanjian kerja dan merupkan biaya tersendiri yang terpisah. 3. Lingkup Pekerjaan Kusus 2015



10



Aspek Hukum dan Etika Profesi - Modul 03



Anggi Dwi Astuti S.Ds, MM



Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id







Adalah pekerjaan lain yang memerlukan keahlian khusus diluar keahlian desain interior, seperti gambar-gambar dan perhitungan konstruksi, termasuk gambar- gambar instalasi lainnya yang harus di buat oleh ahli-ahli khusus yang diusulkan oleh desainer interior. Bila telah disepakati, para ahli itu akan ditunjuk secara resmi oleh pemberi tugas.







Imbalan jasa untuk para ahli tersebut ditentukan secara terpisah dan diajukan langsung kepada pemberi tugas.







Bila para ahli tersebut bekerja atas nama desainer interior, maka pembayaran imbalan jasa ditentukan oleh desainer interior dan menjadi bagian dari imbalan jasanya. Dalam hal ini, desainer interior menjadi penanggung jawab dari seluruh pekerjaan mereka dan oleh karena itu semua kententuan mengenai lingkup pekerjaan khusus di dalam prosedur yang sudah di tentukan tidak berlaku.



2015



11



Aspek Hukum dan Etika Profesi - Modul 03



Anggi Dwi Astuti S.Ds, MM



Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id







Daftar Pustaka 1.



UUD 1945



2.



UU no 18/1999 tentang Jasa Konstruksi



3.



UU no 28/2002 tentang Bangunan Gedung



4.



UU no 19/2002 tentang Hak Cipta



5.



Peraturan Pemerintah no 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 28/2002



6.



Peraturan Gubernur DKI no 38/2012 tentang Bangunan Gedung Hijau



7.



Standar- Standar Nasional Indonesia



2015



12



Aspek Hukum dan Etika Profesi - Modul 03



Anggi Dwi Astuti S.Ds, MM



Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id