Modul 1 Lingkungan Hidup [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



M odu l 1 Potensi dan Keterbatasan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup di Daerah



Diklat Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah ( Environmental Assesment and Management)



ESELON IV



SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN DIKLAT APARATUR LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA



Selaku Instansi Pembina Diklat PNS, Lembaga Administrasi Negara senantiasa melakukan penyempurnaan berbagai produk kebijakan Diklat yang telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Wujud pembinaan yang dilakukan di bidang diklat aparatur ini adalah penyusunan pedoman diklat, bimbingan dalam pengembangan kurikulum diklat, bimbingan dalam penyelenggaraan diklat, standarisasi, akreditasi Diklat dan Widyaiswara, pengembangan sistem informasi Diklat, pengawasan terhadap program dan penyelenggaraan Diklat, pemberian bantuan teknis melalui perkonsultasian, bimbingan di tempat kerja, kerjasama dalam pengembangan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat. Sejalan dengan hal tersebut, melalui kerjasama dengan Departemen Dalam Negeri yang didukung program peningkatan kapasitas berkelanjutan (SCBDP), telah disusun berbagai kebijakan guna lebih memberdayakan daerah seperti peningkatan kapasitas institusi, pengelolaan dan peningkatan SDM melalui penyelenggaraan Diklat teknis, pengembangan sistem keuangan, perencanaan berkelanjutan dan sebagainya. Dalam hal kegiatan penyusunan kurikulum diklat teknis dan modul diklatnya melalui program SCBDP telah disusun sebanyak 24 (dua puluh empat) modul jenis diklat yang didasarkan kepada prinsip competency based training. Penyusunan kurikulum dan modul diklat ini telah melewati proses yang cukup panjang melalui dari penelaahan data dan informasi awal yang diambil dari berbagai sumber seperti Capacity Building Action Plan (CBAP) daerah yang menjadi percontohan kegiatan SCBDP, berbagai publikasi dari berbagai media, bahan training yang telah dikembangkan baik oleh lembaga donor, perguruan tinggi, NGO maupun saran dan masukan dari berbagai pakar dan tenaga ahli dari berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya yang tergabung dalam anggota Technical Review Panel (TRP). Disamping itu untuk lebih memantapkan kurikulum dan modul diklat ini telah pula dilakukan lokakarya dan uji coba/pilot testing yang dihadiri oleh para pejabat daerah maupun para calon fasilitator/trainer. Dengan proses penyusunan kurukulum yang cukup panjang ini kami percaya bahwa kurikulum, modul diklatnya berikut Panduan Fasilitator serta Pedoman Umum Diklat Teknis ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pelatihan di daerah masing-masing.



i



Harapan kami melalui prosedur pembelajaran dengan menggunakan modul diklat ini dan dibimbing oleh tenaga fasilitator yang berpengalaman dan bersertifikat dari lembaga Diklat yang terakreditasi para peserta yang merupakan para pejabat di daerah akan merasakan manfaat langsung dari diklat yang diikutinya serta pada gilirannya nanti mereka dapat menunaikan tugas dengan lebih baik lagi, lebih efektif dan efisien dalam mengelola berbagai sumber daya di daerahnya masing-masing. Penyempurnaan selalu diperlukan mengingat dinamika yang sedemikian cepat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan dilakukannya evaluasi dan saran membangun dari berbagai pihak tentunya akan lebih menyempurnakan modul dalam program peningkatan kapasitas daerah secara berkelanjutan. Semoga dengan adanya modul atau bahan pelatihan ini tujuan kebijakan nasional utamanya tentang pemberian layanan yang lebih baik kepada masyarakat dapat terwujud secara nyata.



ii



KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH



Setelah diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi perubahan paradigma dalam pemerintahan daerah, yang semula lebih berorientasi sentralistik menjadi desentralistik dan menjalankan otonomi seluas-luasnya. Salah satu aspek penting kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi adalah peningkatan pelayanan umum dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah. Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara, salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah adalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang relevan. Dengan demikian, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau kapasitas Pemerintah Daerah yang memadai. Dalam rangka peningkatan kapasitas untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, pada tahun 2002 Pemerintah telah menetapkan Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas Dalam Mendukung Desentralisasi melalui Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi sistem, kelembagaan, dan individu, yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip-prinsip multi dimensi dan berorientasi jangka panjang, menengah, dan pendek, serta mencakup multistakeholder, bersifat demand driven yaitu berorientasi pada kebutuhan masing-masing daerah, dan mengacu pada kebijakan nasional. Dalam rangka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, Departemen Dalam Negeri, dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah sebagai Lembaga Pelaksana (Executing Agency) telah menginisiasi program peningkatan kapasitas melalui Proyek Peningkatan Kapasitas yang Berkelanjutan untuk Desentralisasi (Sustainable Capacity Building Project for Decentralization/ SCBD Project) bagi 37 daerah di 10 Provinsi dengan pembiayaan bersama dari Pemerintah Belanda, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan dari Pemerintah RI sendiri melalui Departemen Dalam Negeri dan kontribusi masing-masing daerah. Proyek SCBD ini secara umum memiliki tujuan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam aspek sistem, kelembagaan dan individu SDM aparatur Pemerintah Daerah melalui penyusunan dan implementasi Rencana Tindak Peningkatan Kapasitas (Capacity Building Action Plan/CBAP).



iii



Salah satu komponen peningkatan kapasitas di daerah adalah Pengembangan SDM atau Diklat bagi pejabat struktural di daerah. Dalam memenuhi kurikulum serta materi diklat tersebut telah dikembangkan sejumlah modul-modul diklat oleh Tim Konsultan yang secara khusus direkrut untuk keperluan tersebut yang dalam pelaksanaannya disupervisi dan ditempatkan di Lembaga Administrasi Negara (LAN) selaku Pembina Diklat PNS. Dalam rangka memperoleh kurikulum dan materi diklat yang akuntabel dan sesuai dengan kebutuhan daerah, dalam tahapan proses pengembangannya telah memperoleh masukan dari para pejabat daerah dan telah diujicoba (pilot test), juga melibatkan pejabat daerah, agar diperoleh kesesuaian/ relevansi dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh para pejabat daerah itu sendiri. Pejabat daerah merupakan narasumber yang penting dan strategis karena merupakan pemanfaat atau pengguna kurikulum dan materi diklat tersebut dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kurikulum dan meteri diklat yang dihasilkan melalui Proyek SCBD ini, selain untuk digunakan di lingkungan Proyek SCBD sendiri, dapat juga digunakan di daerah lainnya karena dalam pengembangannya telah memperhatikan aspekaspek yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Selain itu juga dalam setiap tahapan proses pengembangannya telah melibatkan pejabat daerah sebagai narasumber. Dengan telah tersedianya kurikulum dan materi diklat, maka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, khususnya untuk peningkatan kapasitas individu SDM aparatur daerah, telah siap untuk dilaksanakan. Diharapkan bahwa dengan terlatihnya para pejabat daerah maka kompetensi mereka diharapkan semakin meningkat sehingga pelayanan kepada masyarakat semakin meningkat pula, yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat dapat segera tercapai dengan lebih baik lagi.



iv



DAFTAR ISI



Sambutan Deputy IV - LAN........................................................................................... i Kata Pengantar Dirjen Otonomi Daerah - Depdagri ................................................iii Daftar Isi BAB I



BAB II



BAB III



BAB IV



............................................................................................................... v PENDAHULUAN......................................................................................... 1 A.



Deskripsi Singkat .................................................................................. 1



B.



Hasil Belajar.......................................................................................... 2



C.



Indikator Hasil Belajar .......................................................................... 2



D.



Pokok Bahasan ...................................................................................... 2



KONSEP DAN PROGRAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN .................................................................................... 3 A.



Konsep Pembangunan Berkelanjutan.................................................... 3



B.



Program Pembangunan Berkelanjutan .................................................. 9



C.



Latihan................................................................................................. 13



D.



Rangkuman.......................................................................................... 13



KERANGKA INSTITUSI LINGKUNGAN HIDUP .............................. 14 A.



Institusi Lingkungan Hidup................................................................. 14



B.



Latihan................................................................................................. 20



C.



Rangkuman.......................................................................................... 20



PENERAPAN PERATURAN DAN PERUNDANGAN DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP ........................................................... 22 A.



Penerapan Peraturan dan Perundangan di Bidang Lingkungan Hidup............................................................................... 22



B.



Penegakan Hukum Bidang Lingkungan Hidup................................... 23



C.



Latihan................................................................................................. 25



D.



Rangkuman.......................................................................................... 25



v



BAB V



BAB VI



MASALAH LINGKUNGAN DI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG ...................................................................... 27 A.



Masalah Lingkungan di Negara Berkembang..................................... 27



B.



Masalah Lingkungan di Negara Maju................................................. 28



C.



Latihan................................................................................................. 32



D.



Rangkuman.......................................................................................... 32



POTENSI DAN KELANGKAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH .......................................... 33 A.



Sumber Daya Hutan Hujan Tropis ...................................................... 33



B.



Sumber Daya Hutan Musim................................................................ 35



C.



Sumber Daya Hutan Gugur ................................................................. 36



D.



Sumber Daya Kota .............................................................................. 37



E.



Sumber Daya Pertanian....................................................................... 38



F.



Sumber daya Sungai............................................................................ 38



G.



Sumber Daya Laut............................................................................... 39



H.



Indikator Potensi dan Kelangkaan Sumber daya Alam dan Lingkungan.......................................................................................... 40



I.



Keanekaragaman Sumber Daya Alam dan Lingkungan ..................... 42



J.



Potensi Sumber Daya Terumbu Karang.............................................. 44



K.



Potensi Sumber Daya Hutan Mangrove .............................................. 51



L.



Potensi Sumber Daya Muara dan Pantai ............................................. 55



M.



Potensi Sumber Daya Padang Lamun ................................................. 56



N.



Latihan................................................................................................. 59



O.



Rangkuman.......................................................................................... 59



Daftar Pustaka



vi



BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Singkat Sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah wujud dari ekosistem dimana di dalamnya terdapat manusia yang memanfaatkannya untuk keperluan kehidupannya. Menurut ukuran waktu sumber daya alam dapat kita kelompokkan menjadi dua yaitu sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Sedangkan menurut ukuran waktu alam maka sesungguhnya seluruh sumber daya alam yang ada dapat menjadi terbarukan sesuai kurun waktu yang diperlukan oleh masing-masing jenis sumber daya alam itu sendiri untuk melakukan pemulihan diri. Dalam topik ini kita hanya akan membahas potensi dan kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan hidup menurut ukuran waktu manusia yaitu sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui yang menjadi langka di kemudian hari. Pendayagunaan sumber daya alam sebagai esensi kemakmuran rakyat dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan sebesar-besar kemakmuran rakyat serta memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. Tata ruang nasional yang berwawasan nusantara dijadikan pedoman bagi perencanaan pembangunan agar penataan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan secara aman, tertib, efisien dan efektif. Dalam rangka desentralisasi pengelolaan lingkungan maka diperlukan penataan bidang keahlian pengelolaan lingkungan melalui penataan lingkungan, penaatan hukum lingkungan, komunikasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, serta pembinaan sarana teknis dan peningkatan kapasitas untuk: mengendalikan pencemaran lingkungan, meningkatkan upaya konservasi sumber daya alam dan lingkungan serta pengendalian kerusakan lingkungan, dan melakukan pengelolaan terhadap limbah berbahaya dan beracun. Peraturan perundangan yang mengatur aspek hukum lingkungan di Indonesia pada dasarnya harus berorientasi pada ekologi meliputi aspek; hukum tata lingkungan, hukum perlindungan lingkungan, hukum kesehatan lingkungan, dan hukum pencemaran lingkungan. Secara umum Modul-1 ini terdiri dari lima pokok bahasan tentang: konsep dan program pembangunan berkelanjutan, kerangka institusi lingkungan hidup, penerapan hukum dan perundangan bidang lingkungan hidup, masalah-masalah lingkungan di negara-negara maju dan berkembang, potensi dan kelangkaan/ keterbatasan sumber daya alam dan lingkungan hidup di daerah. Dalam penjelasan materi modul ataupun pengungkapan kasus-kasus terkait topik modul, maka di



1



2 dalamnya disinggung pula prinsip-prinsip good governance, decentralization, transparency dan masalah jender dalam kegiatan pembangunan berkelanjutan B. Hasil Belajar Setelah mengalami proses pembelajaran modul 1 ini peserta diharapkan mampu memahami konsep dan program pembangunan berkelanjutan, kerangka institusi lingkungan hidup, penerapan hukum dan perundangan di bidang lingkungan hidup, bagaimana permasalahan dan kondisi lingkungan hidup di negara-negara maju dan negara berkembang, potensi dan kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di Indonesia dan di daerah-daerah. C. Indikator Hasil Belajar Setelah mengalami proses pembelajaran modul 1 ini peserta diharapkan mampu menjelaskan konsep dan program pembangunan berkelanjutan, kerangka institusi lingkungan hidup, penerapan hukum dan perundangan bidang lingkungan hidup, bagaimana permasalahan dan kondisi lingkungan hidup di negara-negara maju dan negara berkembang, potensi dan kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di daerah asal peserta. D. Pokok Bahasan Pokok-Pokok Bahasan dalam Modul ini meliputi: 1. Konsep dan Program Pembangunan Berkelanjutan; 2. Kerangka Institusi Lingkungan Hidup; 3. Penerapan Peraturan Perundangan di Bidang Lingkungan Hidup; 4. Masalah-masalah Lingkungan di Negara-negara Maju dan Berkembang; 5. Potensi dan Kelangkaan /Keterbatasan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup di Daerah.



BAB II KONSEP DAN PROGRAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN



Tujuan yang akan dicapai dari materipelajaran konsep dan program pembangunan berkelanjutan ini adalah: Peserta diharapkan mampu meningkatkan kompetensi jabatannya dalam aspek; pemahaman konsep pembangunan berkelanjutan, program pembangunan berkelanjutan, solusi mengatasi persoalan lingkungan terkait dengan sistem otonomi daerah, mengetahui prasyarat pembangunan berkelanjutan di daerah, dan mengetahui misi program pembangunan lingkungan hidup di daerah sesuai potensi sumber daya alam dan lingkungan di daerah.



A. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya dan tindakan yang dilakukan dalam proses pembangunan untuk memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Secara sederhana pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai membangun saat ini dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang, kondisi kualitas lingkungan hari ini yang kita nikmati harus dapat pula dinikmati oleh generasi mendatang. Pendayagunaan sumber daya alam sebagai esensi kemakmuran rakyat dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan sebesar-besar kemakmuran rakyat serta memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. Tata ruang nasional yang berwawasan nusantara dijadikan pedoman bagi perencanaan pembangunan agar penataan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan secara aman, tertib, efisien dan efektif. Pembangunan ekonomi yang mengelola kekayaan bumi Indonesia, seperti kehutanan dan pertambangan, harus senantiasa memperhatikan bahwa pengelolaan sumber daya alam, disamping untuk memberikan kemanfaatan masa kini, juga harus menjamin kehidupan masa depan. Sumber daya alam yang terbarukan harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Oleh karena itu, sumber daya alam harus dijaga agar kemampuannya untuk memperbarui diri selalu terpelihara dengan baik. Sumber daya yang tidak terbarukan harus digunakan sehemat mungkin dan diusahakan habisnya selama mungkin. Pembangunan kehutanan harus makin diarahkan untuk meningkatkan



3



4 pemanfaatan hutan bagi industri dalam negeri sehingga dapat menghasilkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja yang sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia. Pembangunan sektor ini juga harus membawa manfaat yang sebesarbesarnya bagi pengembangan wilayah, pembangunan daerah, dan peningkatan taraf hidup rakyat. Energi merupakan sumber daya yang dibutuhkan oleh kehidupan dan bagi pembangunan terutama untuk mendukung proses industrialisasi. Pembangunan energi harus diarahkan untuk menjamin kemandirian dalam energi, dan untuk itu perlu ditingkatkan upaya untuk mengembangkan dan memelihara cadangan sumber energi, menganekaragamkan penggunaan berbagai sumber energi dan menghemat pemakaiannya, serta lebih mengembangkan penggunaan sumber energi yang terbarukan. Kegiatan di sektor yang mengelola sumber daya alam dari bumi memiliki potensi untuk merusak lingkungan, baik air, tanah maupun udara. Oleh karena itu, harus selalu dijaga agar kegiatan pembangunan di sektor ini memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Salim E., (2002) menyebutkan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan dapat dimaknai sebagai pembangunan yang kegiatan-kegiatannya selalu memperhatikan aspek lingkungan kehidupan (berbasis ekologi) yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan generasi masa kini dengan tanpa mengorbankan kemampuan ekologi dalam memenuhi kebutuhan generasi masa mendatang. Apabila kita melihat sejarah perhatian masyarakat dunia terhadap persoalan lingkungan hidup, maka sejak tahun 1972 yaitu pada Konfrensi tentang lingkungan hidup di Stockholm bangsa-bangsa di dunia telah mulai menggeser makna pembangunan dunia dari pembangunan ekonomi-fisik ke arah perbaikan kualitas hidup, keadilan sosial dan kesetaraan jender. Fokus pembangunan tidak lagi ke masalah pembangunan semata, akan tetapi harus mengarah kepada upaya pemberdayaan manusia. Pemberdayaan manusia dilakukan mulai dari golongan masyarakat yang paling rentan pada strata masyarakat terendah sampai ke masyarakat yang tergusur dan digusur oleh adanya kegiatan pembangunan. Agenda 21 merupakan rencana aksi masyarakat dunia untuk menyelamatkan bumi beserta isinya yang kita tempati bersama dengan lebih 7 milyar manusia. Ditinjau dari sejarah ketika pelaksanaan pembangunan dilaksanakan secara terencana sejak tahun 1969, Indonesia belum mengenal lembaga khusus yang menangani masalah lingkungan hidup. Konferensi PBB untuk lingkungan hidup Juni 1972 di Stockholm, Swedia merupakan wujud kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya penanganan secara bersama-sama terhadap masalah lingkungan hidup, dan sekaligus merupakan titik awal bagi berkembangnya pertemuan untuk membahas berbagai masalah lingkungan hidup secara global dan regional. Pada konferensi ini delegasi Indonesia diketuai oleh Prof. Emil Salim yang pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Ketua BAPPENAS. Konferensi Stockholm dengan tema Hanya Satu Bumi menghasilkan rekomendasi yang dikelompokkan menjadi 5 bidang utama yaitu; a) masalah permukiman, b) masalah pengelolaan sumber daya alam, c) masalah pencemaran, d) masalah pendidikan, dan e) masalah pembangunan. Arah dan tujuan pembangunan dunia telah mulai dicetuskan pada tahun 1987 yang ditulis dalam The Brundtland Report. Dalam laporan tersebut



5 diungkapkan keinginan dan kehendak bersama masyarakat dunia melalui para pemimpin bangsa-bangsa dunia untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Keinginan dan kehendak bersama untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan tersebut pada intinya adalah melaksanakan pembangunan untuk generasi sekarang dan untuk generasi yang akan datang. Pembangunan dunia sebelumnya hanya dilandasi oleh kepentingan ekonomi semata tanpa memperhatikan lingkungan, maka sejak saat tahun 1987 telah dirubah menjadi pembangunan ekonomi berbasis ekologi. Selanjutnya pada tahun 1991, Organization Environmental Commission on Development (OECD) mempertegas keinginan masyarakat dunia bahwa pembangunan dunia harus diarahkan pada seluruh faktor-faktor yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosial dan mempertahankan kebebasan. Pada tahun 1992 White & Witney menyatakan bahwa pembangunan harus memberikan perubahan positif di bidang sosialekonomi dan tidak merusak sistem-sistem ekologis dan sosial. Selanjutnya pada tahun 1994 The United Nation Development Programmme (UNDP) menyatakan pembangunan dunia harus mengarah pada pembangunan manusia seutuhnya (human development) melalui pendekatan yang memungkinkan semua orang dapat memperbesar kapasitas/potensinya secara maksimal dalam pembangunan tersebut. Tahun 1996, Independent Commission on Population and Quality of Life (ICPQL); menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan dimaksudkan untuk melakukan perbaikan kualitas hidup secara terus menerus. E. Kline (1997), menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan dan pengembangan manusia yang berarti bahwa setiap kegiatan pembangunan harus terdapat keterpaduan antara lingkungan sosial-ekonomi-lingkungan buatan-keadilan sosial, dan keberlanjutan ekologis. Pengembangan masyarakat dimaksudkan untuk memberikan keamanan, meningkatkan perekonomian, meningkatkan fungsi ekologi, meningkatkan kualitas hidup dan pemberdayaan manusia yang disertai dengan tanggungjawab. Deklarasi Stockholm mencatat perlunya komitmen, pandangan dan prinsip bersama bangsa-bangsa di dunia untuk melindungi dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup umat manusia. Mengkaji kembali pola pembangunan konvensional yang dapat merusak bumi dan erat kaitannya dengan masalah: 1) kemiskinan, 2) tingkat pertumbuhan ekonomi, 3) pola konsumsi yang berlebihan di negara maju, dan 4) ketimpangan tatanan ekonomi internasional. Sehingga konsep lingkungan hidup manusia harus menekankan perlunya langkah-langkah untuk; a) mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, b) menghapuskan kemiskinan, dan c) menghilangkan kelaparan yang diderita sebagian besar manusia di negara berkembang. Di Indonesia penyusunan Rancangan Undang-Undang Lingkungan Hidup baru dimulai pada tahun 1976, dan dibuktikan dengan berdirinya lembaga Kementerian Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Menteri Negara PPLH, yang dijabat oleh Prof. Emil Salim). Kemudian pada tahun 1982 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Pada tahun 1983 PBB mendirikan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan yang kemudian pada tahun 1987 dihasilkan laporan khusus tentang “Masa Depan Kita Bersama”.



6



Pembangunan berkelanjutan harus dimaknai sebagai pembangunan berbasis ekologi yang berorientasi pada pememenuhan kebutuhan generasi masa kini dengan tanpa mengorbankan kemampuan sumber daya alam dan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan generasi masa mendatang



Dalam buku Masa Depan Kita Bersama diungkapkan bahwa manusia harus mengadakan banyak perubahan pola dan gaya hidup, dan gaya kerja yang mengarah kepada keselamatan hidup bersama dikemudian hari. KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992 merupakan pertemuan terbesar para pemimpin dunia (179 pimpinan negara dan ribuan pejabat dunia) menghasilkan lima dokumen kesepakatan internasional yang meliputi; 1. Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan dengan 27 asas yang menetapkan tanggung jawab bangsa-bangsa dalam memperjuangkan perkembangan dan kesejahteraan manusia. 2. Agenda 21, sebuah rancangan tentang cara mengupayakan pembangunan yang berkelanjutan dari segi sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. 3. Pernyataan tentang prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi pengelolaan, pelestarian hutan secara berkelanjutan. 4. Tujuan kerangka konvensi PBB untuk Perubahan Iklim ialah menstabilkan gas-gas rumah kaca dalam atmosfer pada tingkat yang tidak mengacaukan iklim global (timbul pemanasan global). 5. Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati yang menghendaki agar negaranegara di dunia untuk melestarikan keragaman spesies. Asas-asas Rio mencakup gagasan-gagasan pokok tentang lingkungan hidup yang berbunyi : 1. Penghapusan kemiskinan dan memperkecil kesenjangan, serta memenuhi kebutuhan banyak orang harus tercipta dalam proses pembangunan berkelanjutan, 2. Manusia berhak atas kehidupan yang sehat dan produktif, dalam keselarasan dengan alam, 3. Pembangunan masa kini tidak boleh merugikan kebutuhan pembangunan generasi masa datang, 4. Bangsa-bansa memiliki hak dan kedaulatan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya sendiri tanpa merusak lingkungan hidup di luar wilayah perbatasannya, 5. Bangsa-bangsa perlu menciptakan undang-undang internasional yang menjamin pemberian ganti rugi atas kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan pada daerah-daerah di luar perbatasannya, 6. Bangsa-bangsa perlu menciptakan undang-undang internasional yang menjamin pemberian ganti rugi atas kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan pada daerah-daerah di luar perbatasannya oleh kegiatan-kegiatan di bawah pengawasannya,



7 7. Bangsa-bangsa perlu mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi lingkungan hidup, jika terdapat ancaman kerusakan lingkungan hidup yang parah, 8. Perlindungan lingkungan hidup harus menjadi bagian integral proses pembangunan guna mencapai pembangunan berkelanjutan. 9. Bangsa-bangsa perlu kerjasama untuk melestarikan, melindungi, dan memulihkan kesehatan serta keutuhan ekosistem bumi. Di Stockholm pada tahun 1972 diadakan Konferensi Lingkungan Hidup se dunia yang dihadiri lebih dari seratus pemimpin bangsa/kepala negara. Tahap awal isu lingkungan hidup diangkat di tingkat global, kemudian komitmen bersama untuk mengelola lingkungan hidup secara global akibat peningkatan kegiatan manusia, serta dihasilkan buku Masa Depan Kita Bersama. Dalam buku Masa Depan Kita Bersama tersebut diungkapkan bencana lingkungan hidup yang terjadi di dunia antara lain; kekeringan di Afrika mengakibatkan kurang lebih 35 juta penduduk terancam kelaparan, peristiwa Bhopal yang mengerikan akibat kebocoran pestisida yang mengakibatkan sebanyak kurang lebih 2,000 orang meninggal dan lebih dari 200,000 orang cidera, kasus Cernobil (Chernobyl Nuclear Plant) yang menyebarkan radiasi di seluruh Eropa mengakibatkan meluasnya penyakit kanker di Negara tersebut, kasus hanyutnya bahan kimia, pestisida, merkuri dari lahan pertanian ke sungai Rhine di Swiss mengakibatkan ribuan ikan mati dan pencemaran air tawar di Jerman dan Belanda, sebanyak 60 juta penduduk yang mayoritas anak-anak di dunia mati akibat diare yang disebabkan oleh kurang baiknya kualitas air dan nutrisi, peningkatan populasi bumi secara eksponensial meningkat dari 5 miliar pada tahun 1980-an menjadi sebanyak 8 - 14 miliar jiwa pada tahun 2050, di mana 90% terdapat di negara-negara miskin dan 90% di kota metropolitan. Rio de Janeiro pada tahun 1992 diadakan konperensi tingkat tinggi (dikenal sebagai KTT-Bumi) yang mendirikan organisasi lingkungan hidup dunia dengan nama United Nations Conference on Environment and Development (UNCED). Pada KTT-Bumi menghasilkan; Deklarasi Rio, Agenda 21, Konvensi Keanekaragaman Hayati (UNCBD), Kerangka Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC), dan Prinsip-prinsip Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. Johannesburg pada tahun 2002 diadakan Konferensi Lingkungan Hidup sedunia yang dikenal dengan World Summit on Sustainable Development (WSSD). Pada konferensi ini majelis umum PBB mengangkat kembali komitmen global pembangunan berkelanjutan, kemitraan utara-selatan, percepatan aksi pelaksanaan Agenda 21 pada tingkat politik tertinggi. Sebelum KTT di Johannesburg, maka diadakan persiapan-persiapan konperensi yang dikenal dengan PrepCom Meetings, ke-IV di Jakarta pada bulan Mei dan Juni 2002. Penghapusan kemiskinan dan memperkecil kesenjangan, serta memenuhi kebutuhan banyak orang harus tercipta dalam proses pembangunan berkelanjutan. Perlindungan lingkungan hidup harus menjadi bagian integral proses pembangunan guna mencapai pembangunan berkelanjutan.



8 Pembangunan pada dasarnya memanfaatkan kekayaan sumber daya alam dan lingkungan yang ada, disini terjadi interaksi antara komponen lingkungan hidup manusia dengan sumber daya alam. Sebagai contoh adalah pembangunan kegiatan industri dan perdagangan yang memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan. Konsumen dan produsen memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan, terjadi proses-proses produksi dan transaksi barang/jasa, transaksi-transaksi tersebut menghasilkan entropi atau limbah yang dilepas ke lingkungan. Konsekuensi logis yang terjadi adalah disatu pihak mengambil sumber daya dari lingkungan alam yang kemudian limbah dan pencemaran dibuang ke lingkungan alam pula. Dengan demikian lama-kelamaan akan terjadi penyusutan kualitas dan kuantitas sumber daya alam dan lingkungan sebagai akibat pengambilan sumber daya. Dalam keadaan ini diperlukan pengaturan keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan dampak lingkungan melalui pembelajaran tentang ekologi, agar diperoleh hasil-hasil pembangunan yang berkelanjutan dan tidak merugikan generasi mendatang sebagai pewaris sumber daya alam dan lingkungan.



Prasyarat pembangunan berkelanjutan; membutuhkan sikap good governance dari pihak pemerintahan yang bersih, transparan, dan efektif......................... dibutuhkan pula pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan guna menghilangkan kemiskinan, sehingga diperlukan stabilitas politik dan keamanan, penegakan sistem demokrasi yang baik dan benar, kesetaraan jender serta pemberian kesempatan meningkatkan pendidikan.



Belajar dari pengalaman tentang pengelolaan lingkungan hidup, maka diperlukan adanya kesamaan pemahaman mengenai pembangunan berkelanjutan, mengetahui prasyarat bagi keberhasilan pembangunan berkelanjutan, dan perlunya kondisi yang kondusif bagi keberhasilan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Pemahaman pembangunan berkelanjutan dapat dilihat dari sejarah perkembangan pembangunan lingkungan hidup dimulai dari Konferensi Stockholm ke “Our Common Future” hingga Deklarasi Rio dan Agenda 21. Dari hasil konfernsi ini diperlukan adanya perubahan sikap dan pola hidup manusia kearah yang lebih prolingkungan, perlunya etika pembangunan berkelanjutan yang harus dikembangkan menjadi dasar pembangunan berkelanjutan, dan perlunya manajemen strategis dalam melaksanakan Agenda 21 di masing-masing negara dan daerah di Indonesia. Prasyarat pembangunan berkelanjutan di dunia termasuk Indonesia; diperlukannya otonomi nasional, dimana keputusan suatu negara atau daerah bebas dari campur tangan pihak luar, baik dari segi politik maupun ekonomi, dibutuhkan sikap good governance dari pihak pemerintahan yang bersih, transparan, dan efektif, disamping itu dibutuhkan pula pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan guna menghilangkan kemiskinan, diperlukan stabilitas politik dan keamanan, menegakkan sistem demokrasi yang baik dan benar, kesetaraan jender serta kesempatan meningkatkan pendidikan dan lain sebagainya. Kondisi global yang kondusif dalam melakukan pembangunan berkelanjutan sangat diperlukan. Kerjasama dan saling pengertian antar budaya bangsa, strategi koalisi global bagi pembangunan berkelanjutan, dan menerapkan prinsip tanggungjawab bersama.



9 B. Program Pembangunan Berkelanjutan Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup disusun berdasarkan pada UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, mengatur mengenai sistem perencanaan nasional yang mencakup rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah dan rencana pembangunan tahunan. Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (Tahun 2005-2020) ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh masing-masing pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif dan saling melengkapi satu dengan lainnya. Pada saat ini telah disusun konsep rencana pembangunan jangka panjang yang merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional untuk masa dua puluh tahun ke depan. Rencana strategis program-program pembangunan di bidang lingkungan hidup untuk tahun 2005-2009 tertuang dalam visi dan misi Kementerian Lingkungan Hidup. Dalam visinya memfokuskan terwujudnya perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup melalui Kementerian Negara Lingkungan Hidup sebagai institusi yang handal dan proaktif untuk mencapai pembangunan berkelanjutan melalui penerapan prinsip-prinsip good enviromental governance, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Kemudian dalam misinya dijelaskan garis-garis besar program pembangunan lingkungan hidup yaitu : 1. Mewujudkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup guna mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan; 2. Membangun koordinasi dan kemitraan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara efisien, adil dan berkelanjutan; 3. Mewujudkan pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran akhir program pembangunan lingkungan hidup di Indonesia antara lain adalah : 1. Membaiknya fungsi lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang mengarah pada pelaksanaan prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan bidang pembangunan, dengan prioritas pada perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup; 2. Menurunnya beban pencemaran lingkungan air, udara, atmosfer, laut, dan tanah; 3. Menurunnya laju kerusakan lingkungan meliputi sumber daya air, hutan dan lahan, keanekaragaman hayati, energi, atmosfir, serta ekosistem pesisir dan laut;



10 4. Peningkatan penerapan tata lingkungan, AMDAL dan Penegakan Hukum; 5. Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola lingkungan hidup; 6. Peningkatan kesadaran masyarakat. Program-program pembangunan lingkungan hidup pada tahun 2007 antara lain meliputi: program pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan, program perlindungan dan konservasi sumber daya alam, program pengembangan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan program peningkatan kualitas dan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sedangkan rencana kegiatan pembangunan lingkungan hidup yang akan dilakukan pada tahun 2007 antara lain: pemantauan kualitas lingkungan, penataan lingkungan, melakukan pengkajian AMDAL, kegiatan terkait dengan Adipura, meneruskan program langit biru, Prokasih/Superkasih, Proper, pengelolaan limbah B3, pengelolaan lingkungan menuju Indonesia Hijau, pengendalian dampak perubahan iklim dan penipisan lapisan ozon, pengendalian kerusakan pantai dan laut, pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, dan penegakan hukum di bidang lingkungan. Program-program pembangunan lingkungan hidup terkait dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pokokpokok pikiran tentang pemberian otonomi daerah antara lain adalah; demokratisasi, keterbukaan, pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, pemerataan dan keadilan, supremasi hukum, akuntabilitas, keanekaragaman dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengelolaan lingkungan hidup pada sistem otonomi daerah dapat dipelajari melalui hubungan antara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 tahun 1997. Memperhatikan permasalahan lingkungan hidup global masa kini, diantaranya; kerusakan atmosfir yang berakibat pada perubahan iklim, kerusakan lapisan ozon, kerusakan dan menipisnya sumber daya hutan, menipisnya keanekaragaman hayati, pencemaran dan menipisnya sumber daya kelautan, konsumsi yang berlebihan, kemiskinan dan penurunan kualitas hidup, maka pengelolaan lingkungan hidup menjadi aspek penting yang harus diperhatikan dan harus dipelajari oleh aparat pemerintah daerah. Bila konsep otonomi daerah yang dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dikaitkan dengan sasaran pengelolaan lingkungan hidup yang dituangkan dalam konsep pembangunan berkelanjutan Indonesia, maka bidang-bidang yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota diantaranya adalah : 1. Pekerjaan umum; bidang pekerjaan umum menangani infrastruktur yang menopang keberlanjutan pembangunan daerah; 2. Kesehatan; bidang kesehatan yang mengelola kesehatan lingkungan dan masyarakat termasuk persoalan gizi buruk dan lain sebagainya;



11 3. Pendidikan; bidang pendidikan mengelola keberlanjutan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan kualitas pendidikan secara merata di daerah-daerah terpencil sekalipun; 4. Pertanian; bidang pertanian yang mengelola teknologi dan manajemen pertanian yang mengarah pada pertanian yang berkelanjutan; 5. Perhubungan; bidang perhubungan yang mengelola pekerjaan bidang perhubungan yang berwawasan lingkungan; 6. Perdagangan dan industri; bidang perdagangan dan industri yang mengelola industri dan perdagangan yang berwawasan lingkungan dan mengarahkan penerapan ecolabel pada setiap produk industri; 7. Penanaman modal; bidang investasi yang mengelola pekerjaan bidang pemilihan dan meransang datangnya modal asing dan domestik untuk kegiatan yang berwawasan lingkungan; 8. Lingkungan hidup; bidang lingkungan hidup yang mengelola pekerjaan bidang pengelolaan dan pencegahan degradasi lingkungan daerah; 9. dan lain sebagainya. Pokok-pokok pikiran UU Pemerintahan Daerah dalam upaya pembangunan lingkungan hidup meliputi; demokratisasi, keterbukaan, pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, pemerataan dan keadilan, supremasi hukum, akuntabilitas, keanekaragaman dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan lingkungan di daerah terkait dengan sistem otonomi daerah antara lain meliputi: 1. Bagaimana memberdayakan aparat di daerah, agar mereka mampu menyesuaikan diri dengan reformasi dan tuntutan zaman yang semakin mengarah kepada era globalisasi guna mengantisipasi keterbatasan sumber daya alam; 2. Bagaimana meningkatkan kualitas aparatur pengelola lingkungan hidup Pemerintah Daerah yang berada dalam koordinasi BAPEDALDA dapat tumbuh menjadi organisasi pembelajaran terutama dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup di wilayahnya; 3. Bagaimana upaya mensosialisasikan dan mempertemukan antara Undang Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun1997 dan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, serta bagaimana menerapkannya dalam berbagai Peraturan Pemerintah dan PERDA agar daerah secara arif dan bijaksana melaksanakan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta melaksanakan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Perencanaan Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL) dalam setiap proyek pembangunan; 4. Bagaimana Pemerintah Daerah setempat menghidupkan peranan swasta untuk bermitra bersama masyarakat, peduli lingkungan hidup, sekaligus mencegah kerusakan lingkungan hidup melalui penerapan AMDAL setiap proyek pembangunan secara baik dan benar.



12 Menurut Salam (2005), dasar pengambilan kebijakan mengenai lingkungan hidup terkait dengan sistem otonomi daerah diantaranya adalah : 1) peraturan perundangundangan, 2) data dan informasi yang ada di daerah, 3) hasil survey dan observasi lapangan, 4) keterangan dari para pakar, 5) melakukan musyawarah dan mempertimbangkan masukan tim, 6) bidang ilmu pengambil keputusan, dan 7) hati nurani pengambil keputusan. Landasan dasar sistem desentralisasi di Indonesia adalah :1) Pasal 1 ayat (1) UUD 1945: “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”, 2) Pasal 18 UUD 1945: “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar pemerintahan negara dan hak-hak usul dalam daerah yang bersifat istimewa. Sehingga prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah antara lain meliputi: 1. Pemberian otonomi daerah dilakukan dengan memperhatikan aspek demokrasi, pemerataan dan keadilan, potensi dan keanekaragaman daerah; 2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab; 3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota menurut asas desentralisasi, sedangkan otonomi daerah provinsi merupakan otonomi terbatas; 4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara untuk tetap terjaminnya hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara daerah dengan daerah; 5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah (tidak ada wilayah administrasi di Kabupaten/Kota, dan kawasan otorita termasuk lingkup jurisdiksi pemerintah daerah; 6. Pelaksanaan otonomi daerah lebih meningkatkan peranan dan fungsi DPRD, sebagai fungsi legislasi, pengawas maupun fungsi anggaran; 7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakan pada daerah provinsi; 8. Pelaksanaan tugas pembantuan dimungkinkan, dari pemerintah ke daerah, dari pemerintah dan daerah kepada desa, dengan konsekuensi pembiayaan. Asas penyelenggara pengelolaan lingkungan hidup daerah adalah desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, sistem otonomi daerah mempunyai asas penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat desentralistik dan tugas pembantuan pemerintah pusat. Dibutuhkannya desentralisasi kekuasaan diantaranya adalah dalam rangka untuk mencegah bertumpuknya kekuasaan di satu tangan yang akhirnya dapat menimbulkan pemerintahan tirani; untuk mengikutsertakan rakyat dalam kegiatan pemerintahan, mendidik rakyat menggunakan hak dan kewajibannya dalam menyelenggarakan pemerintahan; untuk mencapai pemerintahan yang efektif dan efisien; untuk dapat mengambil keputusan yang lebih cepat dan tepat; untuk mengantisipasi karena perbedaan faktor-faktor geografi, demografi, sosial ekonomi, dan kebudayaan; dan untuk melancarkan pembangunan sosial ekonomi. Wujud dari otonomi daerah tercermin pada; terselenggaranya sistem demokrasi yang melibatkan masyarakat banyak, pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil guna, terlaksananya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah daerah, melakukan pelayanan kepada



13 masyarakat, meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Konsep pembangunan berkelanjutan; membangun tanpa merusak tatanan lingkungan hidup, menjamin kualitas lingkungan hidup bagi generasi mendatang paling tidak sama dengan kualitas lingkungan hidup yang kita rasakan hari ini, good governance, keterbukaan, persamaan/kesetaraan hak dan jender dalam setiap kegiatan pembangunan.



C. Latihan 1. Jelaskan maksud dan tujuan pembangunan nasional. 2. Bagaimana konsepsi dasar pembangunan berkelanjutan? 3. Kompetensi apa yang perlu anda miliki untuk membuat program pembangunan daerah secara berkelanjutan? 4. Jelaskan bagaimana pembangunan berkelanjutan di tingkat nasional dapat dijabarkan ke tingkat daerah. D. Rangkuman Pembangunan berwawasan lingkungan dapat dimaknai sebagai pembangunan yang kegiatannya selalu berbasis ekologi yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan generasi masa kini dengan tanpa mengorbankan kemampuan ekologi dalam memenuhi kebutuhan generasi masa mendatang. Prasyarat pembangunan berkelanjutan di daerah; diselenggarakannya otonomi daerah, dimana keputusan suatu daerah bebas dari campur tangan pihak luar, baik dari segi politik maupun ekonomi, dibutuhkan sikap good governance dari pihak pemerintahan yang bersih, transparan, dan efektif, disamping itu dibutuhkan pula pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan guna menghilangkan kemiskinan, diperlukan stabilitas politik dan keamanan, menegakkan sistem demokrasi yang baik dan benar, kesetaraan jender serta kesempatan meningkatkan pendidikan. Misi program pembangunan lingkungan hidup di daerah adalah mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup guna mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan, membangun koordinasi dan kemitraan dengan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara efisien, adil dan berkelanjutan, dan pencegahan kerusakan dan mengendalikan pencemaran sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup.



BAB III KERANGKA INSTITUSI LINGKUNGAN HIDUP



Tujuan yang akan dicapai dari materi pelajaran kerangka institusi lingkungan hidup ini adalah: Peserta diharapkan mampu meningkatkan kompetensi jabatannya dalam memahami institusi lingkungan hidup di daerah, prinsip dasar kebijakan pelestarian lingkungan hidup di Indonesia dan sasaran taktis lembaga pengelola lingkungan hidup di daerah.



A. Institusi Lingkungan Hidup Institusi pengelolaan lingkungan hidup wilayah Republik Indonesia pada umumnya berada di pemerintah pusat yaitu Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Sedangkan di daerah masih terdapat beragam bentuk institusi diantaranya; Dinas Lingkungan Hidup untuk mengelola lingkungan hidup wilayah provinsi/kabupaten, dan Suku Dinas untuk mengelola lingkungan hidup wilayah kota. Untuk mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup sesungguhnya tidak saja hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata, tetapi seluruh komponen bangsa yang memafaatkan sumber daya alam dan lingkungan tersebut wajib untuk mengelolanya dengan baik dan benar. Kerangka institusi pengelolaan lingkungan hidup yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dapat dilihat pada Gambar 3.1. Menteri Lingkungan Hidup dibantu oleh para Deputi, dan Deputi dibantu oleh para Asisten Deputi. Keterkaitan unit kerja Kementerian Lingkungan Hidup dengan daerah provinsi dan kota di Indonesia dalam pengelolaan lingkungan hidup dilakukan melalui mekanisme Sekretariat Menteri KLH yang kemudian dikomunikasikan dan didiskusikan dengan para staf ahli menteri. Dalam rangka desentralisasi pengelolaan lingkungan maka diperlukan penataan bidang keahlian pengelolaan lingkungan melalui; penataan lingkungan, pentaatan hukum lingkungan, komunikasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, serta pembinaan sarana teknis dan peningkatan kapasitas untuk: 1. mengendalikan pencemaran lingkungan; 2. peningkatan konservasi sumber daya alam dan lingkungan serta pengendalian kerusakan lingkungan; 3. melakukan pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.



14



15



STRUKTUR ORGANISASI 1. 2. 3. 4. 5.



STAF AHLI BIDANG LINGKUNGAN GLOBAL DAN KERJASAMA INTERNASIONAL STAF AHLI BIDANG EKONOMI DAN PENGENTASAN KEMISKINAN STAF AHLI BIDANG SOSIAL, BUDAYA DAN KEMITRAAN STAF AHLI BIDANG HUKUM DAN HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA STAF AHLI BIDANG TEKNOLOGI DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN



MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP



SEKRETARIAT KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP



STAF AHLI



Inspektorat



DEPUTI BIDANG TATA LINGKUNGAN



DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN



DEPUTI BIDANG PENINGKATAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN



Biro Umum



DEPUTI BIDANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN



DEPUTI BIDANG PENAATAN LINGKUNGAN



Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri



DEPUTI BIDANG KOMUNIKASI LINGKUNGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT



DEPUTI BIDANG PEMBINAAN SARANA TEKNIS DAN PENINGKATAN KAPASITAS



Asisten Deputi Urusan Kajian Dampak Lingkungan



Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Manufaktur



Asisten Deputi Urusan Konservasi Keanekaragaman Hayati



Asisten Deputi Urusan Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Pertambangan, Energi dan Migas



Asisten Deputi Urusan Pengembangan Peraturan Perundang-Undangan dan Perjanjian Internasional



Asisten Deputi Urusan Edukasi dan Komunikasi Lingkungan



Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan



Asisten Deputi Urusan Perencanaan Lingkungan



Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Pertambangan, Energi dan Migas



Asisten Deputi Urusan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim



Asisten Deputi Urusan Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Manufaktur dan Agro Industri



Asisten Deputi Urusan Penegakan Hukum Pidana dan Administrasi Lingkungan



Asisten Deputi Urusan Partisipasi Masyarakat dan Lembaga Kemasyarakatan



Pusat Pendidikan dan Pelatihan



Asisten Deputi Urusan Pengawasan dan Evaluasi Lingkungan



Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Agro Industri



Asisten Deputi Urusan Pengendalian Kerusakan Pesisir dan Laut



Asisten Deputi Urusan Pemulihan Kualitas Lingkungan



Asisten Deputi Urusan Penegakan Hukum Perdata dan Penyelesaian di Luar Pengadilan



Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan Masyarakat Perkotaan



Asisten Deputi Urusan Data dan Informasi Lingkungan



Asisten Deputi Urusan Kelembagaan Lingkungan



Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik dan Usaha Skala Kecil



Asisten Deputi Urusan Pengendalian Kerusakan Hutan dan Lahan



Asisten Deputi Urusan Administrasi Pengendalian Limbah B3



Asisten Deputi Urusan Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa Lingkungan



Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan



Asisten Deputi Urusan Standardisasi, Teknologi dan Produksi Bersih



Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Emisi Sumber Bergerak



Asisten Deputi Urusan Pengendalian Kerusakan Sungai dan Danau



Asisten Deputi Urusan Insentif dan Pendanaan Lingkungan



Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional



1. Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Sumatera 2. Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Bali, Nusa Tenggara 3. Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Sulawesi, Maluku dan Papua 4. Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa 5. Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Kalimantan



Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kementerian Lingkungan Hidup Pengembangan kelembagaan dan instrumen pendukung bagi perlindungan lingkungan hidup berdasarkan good governance meliputi; penataan lingkungan, pentaatan hukum lingkungan, komunikasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, serta pembinaan sarana teknis dan peningkatan kapasitas untuk mengendalikan pencemaran lingkungan, meningkatkan konservasi sumber daya alam dan lingkungan serta pengendalian kerusakan lingkungan, dan melakukan pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.



16



Pengendalian Pencemaran Lingkungan



Lokal, Nasional



Peningkatan Konservasi SDA dan Pendalian Kerusakan Lingkungan



Pengelolaan B3 dan Limbah B3



• Internal Process Perspectives



Regional, Global



• Stakeholder Perspectives • Customer & Public



Gambar 3.2 Keterkaitan Unit Kerja KLH dalam Rangka Desentralisasi Konstitusi Indonesia, memuat ketentuan yang terkait dengan lingkungan misalnya di dalam Pembukaan Undang-Undang 1945 berbunyi : ……terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, ……terciptanya kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa yang cerdas; dan dapat berperannya bangsa Indonesia dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sehingga dalam hal ini maka prasyarat pembangunan adalah dilestarikannya fungsi lingkungan hidup. Dalam rangka desentralisasi pengelolaan lingkungan, maka yang diutamakan adalah keselamatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, sedangkan ego-sektoral harus dikesampingkan. Bila kita melihat visi-misi institusi lingkungan hidup di Indonesia yaitu pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup, maka visi pembangunan lingkungan meliputi : pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi kebutuhan masyarakat generasi sekarang tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang, dan aspek daya dukung lingkungan hidup dijadikan batasan dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan misinya antara lain adalah; mendorong digunakannya prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara konsekuen, konsisten, dan kontinu melalui penyusunan kebijakan, pengkoordinasian pelaksanaannya, pengawasan, serta peran pada tingkat global bagi pembangunan berkelanjutan. Ruang lingkup fungsi Kementrian Lingkungan Hidup antara lain adalah; menyusunan kebijakan dalam bidang pelestarian serta melaksanakan koordinasi penerapannya secara akuntable, mengendalikan dampak secara langsung dengan



17 menggunakan mekanisme pengawasan sesuai peraturan yang ada, berupaya merubah pola dan sikap hidup masyarakat yang sejajar dengan mendukung penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dan Piagam Bumi.



Nilai Tambah Publik (Global, Regional, Nasional, Lokal)



• • • • •



Advisory Facilitating Coordinating Monitoring Building Awareness • Information



People



Mental Model & System Thinking : Values & Culture (Jujur, Peduli, Profesional, Produktif, Inovatif)



Pengendalian Pencemaran Tata Lingkungan



Pengelolaan B3 dan Limbah B3



Penaatan Lingkungan



• Operational Excellence • Customer & Public Intimacy • Product Leadership • Administrative • Capacity Building



Pengendalian Kerusakan dan Konservasi



Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat



Pembinaan Sarana Teknis dan Kapasitas



Pengembangan Kelembagaan dan Instrumen Pendukung Perlindungan LH Berdasarkan Good Governance



Gambar 3.3 Visi Kementerian Lingkungan Hidup Rencana tindak pembangunan berkelanjutan di Indonesia antara lain adalah; berusaha untuk menurunkan tingkat kemiskinan, menciptakan kepemerintahan yang baik dan masyarakat madani, meningkatkan kualitas pendidikan bidang lingkungan hidup, mengelola tata ruang secara baik, melindungi sumber daya air, energi dan sumber daya mineral, kesehatan, pertanian, mempertahankan kualitas keanekaragaman hayati, melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Prinsip dasar kebijakan pelestarian lingkungan hidup di Indonesia antara lain adalah : 1. Pelestarian lingkungan dilaksanakan berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan; 2. Fungsi lingkungan hidup perlu dilestarikan demi kepentingan manusia dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang; 3. Pemanfaatan sumber daya alam tak terbarukan harus perhatikan untuk kebutuhan antar generasi, sedang pemanfaatan sumber daya alam terbarukan perlu pertahankan daya pulihnya; 4. Setiap warga negara berhak atas lingkungan yang baik dan sehat dan berkewajiban menjaganya, memiliki hak atas informasi yang benar, lengkap, dan mutakhir tentang lingkungan hidup;



18 5. Dalam pelestarian lingkungan hidup, usaha pencegahan lebih diutamakan dari pada penanggulangan dan pemulihan; 6. Kualitas lingkungan ditetapkan berdasarkan fungsinya, pencemaran dan perusakan dihindari, dan bila terjadi maka pemulihan harus dilakukan oleh pihak yang bertanggungjawab; 7. Pelestarian lingkungan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip pelestarian melalui pendekatan manajemen yang layak dengan sistem pertanggungjawaban; 8. Dalam rangka desentralisasi pengelolaan lingkungan, maka ego sektoral harus dikesampingkan. Sasaran taktis lembaga pengelola lingkungan hidup di daerah harus tertuju pada : pembinaan efektif dalam tubuh institusi, mendapatkan dukungan masyarakat dan LSM, menyelesaikan masalah mendesak tentang penebangan liar, kebakaran hutan, mendorong efektifnya pelaksanaan good governance, dan pemberdayaan masyarakat.



Sasaran kebijakan pelestarian lingkungan hidup di Indonesia antara lain adalah : untuk jangka panjang yaitu pencapaian visi pembangunan, untuk jangka menengah yaitu berupaya untuk memperlamb laju kecenderungan penurunan kualitas lingkungan dan berbaliknya arah kecenderungan untuk perbaikan lingkungan, membentuk dan mengefektifkan mekanisme koordinasi penyusunan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan pembangunan berkelanjutan pada tingkat nasional, mengefektifkan mekanisme pembangunan berkelanjutan pada tingkat lokal serta berkembangnya inisiatif lokal pembangunan berkelanjutan oleh tiga komponen utama pembangunan berkelanjutan, yaitu masyarakat, DPR(D), serta pemerintah yang peka terhadap aspirasi masyarakat dan mampu melaksanakan good governance. Sasaran taktis Kementerian Lingkungan Hidup antara lain adalah: melakukan pembinaan ke dalam institusi agar Kementerian Lingkungan Hidup efektif dan mendapatkan dukungan dari lembaga lain dan masyarakat, menyelesaikan masalah mendesak yang menyangkut kepentingan orang banyak, misalnya masalah penebangan liar, pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan, mendorong efektifnya pelaksanaan good governance serta pemberdayaan masyarakat, paralelisasi sistem akuntabilitas di pemerintah pusat, membina sistem dan mengembangkan kapasitas penaatan dalam pembangunan berkelanjutan melalui pembinaan penegakan hukum serta perangkat penaatan lainnya, berperan serta dan menjalin kerjasama antar negara dalam upaya global pencegahan kerusakan lingkungan hidup.



19



KONSEPSI LINGKUNGAN HIDUP



Gambar 3.4 Konsepsi Lingkungan Hidup Pembentukan kerangka institusi lingkungan hidup di daerah sebaiknya mengacu kepada konsepsi lingkungan hidup seperti dijelaskan pada Gambar 3.4 dan memperhatikan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada di daerah masing-masing, yaitu berdasarkan potensi dan keterbatasan lingkungan daerah. Memperhatikan dan memadukan pengelolaan lingkungan hidup pada tiga faktor antara aspek lingkungan alami, lingkungan buatan/binaan dan lingkungan hidup sosial. Mengkaji secara holistic keterkaitan antara ketiga faktor tersebut pada Gambar 3.4 yang terdapat di daerah masing-masing, maka disinilah muncul bentuk institusi yang cocok untuk mengelola lingkungan hidup di daerah. Hal ini dibuktikan dengan bentuk institusi pengelolaan lingkungan hidup di berbagai daerah di kota/kabupaten se-Indonesia yang beragam, misalnya nama lembaga/dinas yang bertanggung jawab atas permasalahan lingkungan hidup di daerah: Bapedalda, Dinas Kebersihan dan Lingkungan, Dinas Kehutanan dan Lingkungan, Dinas Pertambangan dan Lingkungan, dan lain sebagainya. Bentuk institusi yang berbeda tersebut sesungguhnya memiliki kelebihan/kelemahan dan tergantung bagaimana potensi sumber daya alam dan lingkungan daerah setempat. Namun yang pasti adalah pembentukan institusi pengelola lingkungan hidup di daerah haruslah mencerminkan aspek good governance, keterbukaan, kesamaan hak dalam pengelolaan lingkungan, permasalahan lingkungan daerah dan solusi untuk mencegah dan merehabilitasi kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup menuju lingkungan hidup daerah yang lestari. Pembentukan kerangka institusi lingkungan hidup di daerah seharusnya mengacu kepada kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada di daerah masing-masing, yaitu berdasarkan potensi dan keterbatasan daya dukung lingkungan daerah



20



Saat ini tugas strategi Kementerian Lingkungan Hidup yang terkait dengan proses desentralisasi pengelolaan lingkungan hidup antara lain adalah : 1. Menyusun kebijakan pembangunan berkelanjutan dan koordinasi pelaksanaan, termasuk reposisi Kementerian Lingkungan Hidup, pengembangan kelembagaan, dan pengembangan sistem penaatan hukum lingkungan; 2. Memberdayakan individu dan kelompok masyarakat untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan, dan memberikan informasi akurat kepada publik; 3. Meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk menjadi pemerintah daerah yang good governance; 4. Mendorong peningkatan penaatan kebijakan dan perangkat hukum; 5. Meningkatkan upaya pembangunan berkelanjutan utamanya pencegahan dan penyerasian tiga pilar pembangunan berkelanjutan; 6. Memperjuangkan pembangunan berkelanjutan dalam dunia global dan regional. B. Latihan 1. Jelaskan bagaimana kerangka institusi (bentuk organisasi) pengelola lingkungan yang ada di daerah Anda. 2. Apakah organisasi institusi pengelolaan lingkungan hidup yang ada di daerah Anda telah mampu menjawab kebutuhan penanganan persoalan lingkungan dan sumber daya alam yang menjadi potensi meningkatkan PAD/kesejahteraan masyarakat daerah ? 3. Jika pertanyaan butir 2 di atas belum menjawab persoalan dan tantangan penyelamatan lingkungan hidup, bagaimana solusi yang tepat dan terbaik untuk menyelamatkan lingkungan daerah Anda dari kerusakan lingkungan ?. 4. Diskusikan dengan peserta yang berasal dari dinas-dinas yang ada untuk menjawab pertanyaan butir 2 dan butir 3 di atas. C. Rangkuman Untuk mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup sesungguhnya tidak saja hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata (institusi), tetapi seluruh komponen bangsa yang memafaatkan sumber daya alam dan lingkungan tersebut wajib untuk mengelolanya dengan baik dan benar. Institusi pengelolaan lingkungan hidup secara nasional berada di Kementerian Lingkungan Hidup, sedangkan di daerah terdapat beragam bentuk institusi seperti; Dinas Lingkungan Hidup untuk mengelola lingkungan hidup wilayah provinsi/kabupaten, dan Suku Dinas untuk mengelola lingkungan hidup wilayah kota. Namun bila dilihat pada masing-masing wilayah kabupaten/kota terdapat pula beragam penamaan institusi pengelola lingkungan hidup yang digabung dengan bidang lainnya seperti; bidang Pertambangan, Kebersihan, Kehutanan yang digabung menjadi satu Dinas Lingkungan dan Pertambangan, Dinas Lingkungan dan Kebersihan dan lain sebagainya.



21



Pembentukan kerangka institusi lingkungan hidup di daerah sebaiknya mengacu kepada kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada di daerah masing-masing, yaitu berdasarkan potensi dan keterbatasan lingkungan daerah dan pengelolaannya secara berkelanjutan menuju lingkungan hidup daerah yang lestari.



BAB IV PENERAPAN PERATURAN DAN PERUNDANGAN DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP



Tujuan yang akan dicapai dari materi pelajaran penerapan peraturan dan perundangan dibidang lingkungan hidup ini adalah : Peserta diharapkan mampu meningkatkan kompetensi jabatannya dalam memahami penerapan peraturan dan perundangan dibidang lingkungan hidup secara nasional dan di daerah dan aspek penegakan hukum bidang lingkungan hidup di daerah.



A. Penerapan Peraturan dan Perundangan di Bidang Lingkungan Hidup Peraturan perundangan yang mengatur aspek hukum lingkungan di Indonesia pada dasarnya berorientasi pada ekologi dan secara umum meliputi aspek; hukum tata lingkungan, hukum perlindungan lingkungan, hukum kesehatan lingkungan, dan hukum pencemaran lingkungan yang terkait dengan masalah pencemaran oleh industri dan lain sebagainya (Hardjasoemantri, 2002:41). Inti pengaturan hukum lingkungan harus disesuaikan dengan kondisi ekosistem dan tidak boleh mengacu pada aspek hukum lingkungan yang dianut oleh negara lain yang belum tentu sesuai dengan tipologi ekosistem Indonesia. Namun pembuatan produk hukum lingkungan harus pula dilandasi oleh kebijakan lingkungan hidup secara global maupun regional. Bila kita melihat sejarah kebijakan lingkungan hidup di dunia internasional maka kebijakan lingkungan didasarkan pada hasil kesepakatan yang dicapai oleh masyarakat dunia pada konperensi tingkat tinggi (KTT). Konperensi KTT di Stockholm pada tahun 1972 mengenai lingkungan hidup manusia, konperensi Nairobi pada tahun 1982, KTT Bumi di Rio De Janeiro pada tahun 1992 dan KTT pembangunan berkelanjutan di Johanesburg pada tahun 2002. Kebijakan lingkungan hidup di Indonesia juga dilandasi oleh hasil kesepakatan internasional seperti; Cites 1973, Marpol 1978, Wina 1985, UNCBD 1994, UNFCCC 1994, ISO, BCSD dan lain sebagainya. Dalam upaya menanggulangi menurunnya kualitas lingkungan, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya akibat pencemaran lingkungan yang semakin kompleks dan cenderung meningkat, selama tahun 2005, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menyiapkan peraturan dan kebijakan teknis dalam pengelolaan lingkungan hidup antara lain : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik; 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2005 tentang Pengesahan Beijing Amendement To The Montreal Protocol On Substances That Deplete The Ozone Layer (Amendemen Beijing Atas Protokol Montreal tentang Bahan-Bahan yang Merusak Lapisan Ozon); 3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2005 tentang Pengesahan Montreal Amendement To The Montreal Protocol On Substances



22



23 That Deplete The Ozone Layer (Amendemen Montreal Atas Protokol Montreal tentang Bahan-Bahan yang Merusak Lapisan Ozon); 4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2005 tentang Pengesahan Amendement To The Basel Convention On That Control Of Transboundary Movement Of Hazardous Wastes and Their Disposal (Amendemen Atas Konvensi Basel tentang Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya); 5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2005 tentang Pengesahan Framework Agreement Between The Government Of The Republic Of Indonesia and The Secretariat Of The Basel Convention On The Control Of Transboundary Movement Of Hazardous Wastes and Their Disposal On The Establishment Of A Basel Convention Regional Centre For Training and Technology Transfer For Southeast Asia (Persetujuan Kerjasama Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Sekretariat Konvensi Basel Mengenai Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pembuangannya tentang Pembentukan Pusat Regional Konvensi Basel Untuk Pelatihan dan Alih Teknologi Bagi Asia Tengggara). Kawasan yang harus dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 dan Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung diantaranya adalah : 1. Kawasan hutan lindung; 2. Kawasan resapan air; 3. Taman nasional; 4. Taman hutan raya; 5. Taman wisata alam; 6. Sempadan pantai; 7. Sempadan sungai; 8. Kawasan sekitar danau dan waduk; 9. Kawasan sekitar mata air; 10. Kawasan suaka alam (cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan plasma nutfah, daerah pengungsian satwa); 11. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya (perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang/terumbu karang dan atol) 12. Kawasan pantai berhutan bakau 13. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan (daerah karst berair, daerah dengan budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala atau peninggalan sejarah bernilai tinggi; 14. Kawasan rawan bencana alam; 15. dan lain sebagainya. B. Penegakan Hukum Bidang Lingkungan Hidup Penegakan hukum lingkungan dilaksanakan melalui berbagai jalur dengan berbagai sanksinya, seperti sanksi administrasi, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Penegakan hukum adalah kewajiban dari seluruh masyarakat dan untuk pemahaman tentang hak dan kewajiban menjadi syarat mutlak (Hardjasoemantri,



24 2002. p.376-378). Masyarakat bukan penonton bagaimana hukum ditegakkan, akan tetapi masyarakat aktif berperan dalam penegakan hukum, karena membuang sampah ke sungai adalah pelanggaran. Keith Hawkins dalam Hardjasoemantri menyebutkan bahwa penegakkan hukum diartikan sebagai kontrol yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, dalam hal ini termasuk pengawasan pemerintah atas peraturan maupun penyidikan dari tindakan yang melawan hukum. Penyidikan serta pelaksanaan sanksi administrasi atau sanksi pidana merupakan bagian akhir dari penegakan hukum. Sistem penegakan hukum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa bidang pengawasan penegakan hukum antara lain dilakukan oleh; 1) Pejabat Pengawas Kementerial Lingkungan Hidup, 2) Pejabat Pengawas Bapedal Provinsi, dan 3) Pejabat Pengawas Bapedalda Kabupaten/Kota. Pejabat pengawas memberikan peringatan lisan dan tertulis kepada pihak pelanggar hukum. Sedangkan petugas penyidik kasus lingkungan hidup adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Lingkungan Hidup (Pasal 40) dan penyidik POLRI. Petugas penyidik melaksanakan tugas penyidikan berdasarkan asas subsidiaritas (ultimum remidium) dan tidak pidana lingkungan hidup adalah kejahatan. Penegakkan hukum adalah kontrol yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, termasuk pengawasan pemerintah atas peraturan maupun penyidikan dari tindakan yang melawan hukum. Penyidikan dan pelaksanaan sanksi administrasi atau sanksi pidana merupakan bagian akhir dari penegakan hukum.



Penyelesaian sengketa lingkungan (Pasal 30) dilakukan dengan cara; 1) pemberian sanksi administratif (Pasal 25 – 29), 2) penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Pasal 31 – 33), 3) penyelesaian sengketa di pengadilan (Pasal 34 – 39), dan 4) pemberian sanksi pidana (Pasal 41 – 48). Penerapan sanksi administratif (Pasal 25 – 29) dilaksanakan dengan cara paksaan oleh pemerintah (Gubernur/Bupati/Walikota), penerapan sanksi atas penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Pasal 31 – 33) dilaksanakan dengan cara pencabutan izin usaha/kegiatan oleh pejabat pemberi izin atau diajukan ke kepala daerah, atau diajukan oleh pihak yang berkepentingan. Sedangkan audit lingkungan dilakukan oleh pihak Kementeria Negara Lingkungan Hidup. Penerapan penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Pasal 31 – 33) dilakukan dengan cara pihak ketiga berlaku netral; negosiasi, medisi, konsiliasi dan pencarian fakta. Pihak ketiga memiliki kewenangan mengambil keputusan arbitrase sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000. Penerapan penyelesaian sengketa di pengadilan (Pasal 34 – 39) dilakukan berdasarkan; adanya perbuatan melawan hukum yang didasarkan pada Pasal 1365 KUHP, tanggungjawab mutlak, gugatan masyarakat (class action), gugatan organisasi lingkungan hidup (legal standing) dan berdasarkan Kitab Undang-



25 undang Hukum Perdata. Penerapan pemberian sanksi pidana (Pasal 41 – 48) dilakukan berdasarkan; pidana materiil, pidana formil, tindak pidana korporasi, dan tindakan tata tertib. Solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan lingkungan di daerah terkait dengan sistem otonomi daerah antara lain meliputi; 1. Bagaimana memberdayakan aparat di daerah, agar mereka mampu menyesuaikan diri dengan reformasi dan tuntutan zaman yang semakin mengarah kepada era globalisasi guna mengantisipasi keterbatasan sumber daya alam; 2. Bagaimana meningkatkan kualitas aparatur pengelola lingkungan hidup Pemerintah Daerah yang berada dalam koordinasi BAPEDALDA dapat tumbuh menjadi organisasi pembelajar terutama dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup di wilayahnya; 3. Bagaimana upaya mensosialisasikan dan mempertemukan antara UU No. 23/1997 dan UU No. 32/2004, serta bagaimana menerapkannya dalam berbagai PP dan PERDA agar daerah berdaya secara arif dan bijaksana melaksanakan AMDAL dan RKL-RPL dalam setiap proyek pembangunan; 4. Bagaimana Pemerintah Daerah setempat menghidupkan peranan swasta untuk bermitra bersama masyarakat, peduli lingkungan hidup, sekaligus mencegah kerusakan lingkungan hidup melalui penerapan AMDAL setiap proyek pembangunan secara baik dan benar. Ketentuan hukum yang dapat dipakai sebagai pedoman dan payung hukum dalam mengelola dan mengendalikan pencemaran lingkungan akibat proses pembangunan proyek tertentu adalah seluruh produk peraturan hukum yang telah diundangkan dalam lembaran negara dan seluruh peraturan daerah yang telah ditetapkan oleh kepala daerah yang bersangkutan. C. Latihan 1. Jelaskan bagaimana penerapan peraturan di bidang lingkungan hidup di Indonesia; 2. Bagaimana cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup diterapkan di Indonesia; 3. Bagaimana penegakan hukum di bidang lingkungan hidup di Indonesia 4. Jelaskan pertanyaan butir 1 sampai butir 3 dengan menggunakan kasus-kasus yang ada di daerah anda; 5. Jelaskan bagaimana tata hukum lingkungan di Indonesia D. Rangkuman Peraturan perundangan yang mengatur aspek hukum lingkungan di Indonesia pada dasarnya harus berorientasi pada ekologi meliputi aspek: hukum tata lingkungan, hukum perlindungan lingkungan, hukum kesehatan lingkungan, dan hukum pencemaran lingkungan. Penegakan hukum lingkungan dilaksanakan melalui



26 berbagai jalur dengan berbagai sanksinya, seperti sanksi administrasi, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Penegakan hukum merupakan kewajiban dari seluruh masyarakat dan untuk pemahaman tentang hak dan kewajiban adalah menjadi syarat mutlak dilakukan oleh seluruh warga nagara Republik Indonesia. Ketentuan hukum yang dapat dipakai sebagai pedoman dan payung hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup sebagai akibat proses pembangunan proyek tertentu adalah seluruh produk peraturan hukum yang telah diundangkan dalam lembaran negara dan seluruh peraturan daerah yang telah ditetapkan oleh kepala daerah yang bersangkutan



BAB V MASALAH LINGKUNGAN DI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG



Tujuan yang akan dicapai dari materi pelajaran masalah lingkungan hidup di negara-negara maju dan berkembang ini adalah: Peserta diharapkan mampu meningkatkan kompetensi jabatannya dalam mengetahui dan memahami bagaimana tindakan dunia dalam mengatasi persoalan lingkungan hidup secara global, dan bagaimana upaya pengelolaan lingkungan hidup di daerah..



A. Masalah Lingkungan di Negara Berkembang Kemiskinan absolut yang terjadi di seluruh dunia umumnya terdapat di sejumlah negara berkembang yang pada tahun 1978 jumlahnya mencapai 1,2 miliar orang (Durning : 1992). Kemiskinan absolut yang ada di dunia adalah kemiskinan menyeluruh yang meliputi aspek; kurang pangan, buta huruf, banyak penyakit, lingkungan kumuh, gizi buruk, tingginya angka kematian bayi dan rendahnya harapan hidup. Di sebagian besar negara Amerika Latin, di Afrika dan Asia Selatan terdapat ratusan juta kaum miskin yang menurut hasil studi penyebabnya antara lain adalah: pertumbuhan penduduk yang cepat, kegagalan pemerintah dalam memperbaiki sistem perekonomian dan politik, menumpuknya hutang-hutang negara miskin. Kondisi tersebut mendorong orang kelaparan dan orang-orang miskin untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan secara tidak terencana yang berakibat pada kemerosotan dan kehancuran lingkungan hidup. Pada akhir tahun 1980-an hutan-hutan dunia telah menyusut sekitar 17 juta hektar setiap tahunnya, penyebabnya adalah terjadinya konversi hutan menjadi lahan pertanian untuk kebutuhan perut manusia. Negara-negara Muritania, Pantai Gading, Thailand dan Ethiopia telah kehilangan hampir seluruh kawasan hutannya. Polusi udara menjadi masalah yang tak pernah terpecahkan di banyak kota-kota besar dunia seperti di Bombay, Mexico City, Bangkok yang memberikan dampak terhadap berbagai penyakit mematikan seperti sakit pernapasan, kanker paru-paru, gangguan kehamilan dan lain sebagainya.



27



28



Gambar 5.1 Pencemaran Lingkungan oleh Sampah di Negara Berkembang Philipina menghadapi tiga masalah utama dalam lingkungan hidup yaitu; 1) pencemaran yang diakibatkan oleh kemiskinan, 2) pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan industri, dan 3) bencana alam. Masalah yang ditimbulkan oleh kemiskinan adalah keadaan kesehatan lingkungan yang buruk akibat kekurangan air bersih, kurang makan dan gizi buruk. Masalah yang ditimbulkan oleh proses pembangunan adalah pencemaran sebagai akiibat dari pertumbuhan penduduk yang cepat di daerah perkotaan. Sebagai akibat pertumbuhan industri dapat dikemukakan penurunan sumber daya alam, pencemaran industri dan kekurangan energi. Penurunan mutu sumber daya alam disebabkan oleh memburuknya keadaan hutan sebagai akibat dari penebangan-penebangan hutan yang tidak terkontrol, sistem ladang berpindah dan kebakaran hutan. Pencemaran yang disebabkan oleh industri meliputi pencemaran udara dan air serta oleh timbulnya masalah sampah dan buangan industri. Sembilan puluh persen dari pencemaran udara di kota-kota disebabkan oleh kendaraan bermotor. Di daerah-daerah perindustrian seperti Metro Manila, Cebu, Davao, Iligan dan Iloilo tampak dengan nyata pencemaran air oleh industri. Mengingat situasi geografis Philipina, maka negara ini sangat peka terhadap bencana alam seperti angin topan, gempa bumi, letusan gunung berapi, badai ombak serta banjir. B. Masalah Lingkungan di Negara Maju Di negara-negara maju telah terjadi kerusakan hutan misalnya di Amerika Serikat bagian timur laut, dimana pohon Maple yang getahnya digunakan untuk membuat gula yang sangat berharga telah banyak yang mati akibat polusi udara, dan karena tumbuhan ini banyak yang kerdil maka diperkirakan oleh para ahli bahwa pohon maple tersebut tidak lama lagi akan segera musnah. Di Negara Singapura, masalah lingkungan hidup yang dihadapi berbeda dengan Philipina, Thailand, Malaysia dan Indonesia, yaitu Singapura tidak memiliki masalah kemiskinan berkat adanya industrialisasi sehingga penduduk Singapura mempunyai tingkat kualitas hidup



29 yang cukup tinggi. Masalah yang menonjol adalah persoalan pencemaran udara dan kebisingan, pencemaran udara berasal dari kendaraan bermotor, pembangkit tenaga listrik serta pabrik terutama industri kilang minyak. Pencemaran air tidak merupakan masalah dengan adanya sistem saluran atau drainase yang baik.



Gambar 5.2 Pencemaran Udara oleh Industri di Negara Maju



Industri-industri yang melakukan pencemaran tidak diizinkan menempatkan lokasinya di daerah-daerah penampungan air. Peternakan Babi harus pindah ke daerah yang bukan merupakan daerah penampungan air. Akan tetapi saluransaluran air seperti Kali Singapura, Kali Jurong dan daerah aliran Sungai Kalang yang tidak terawasi menjadi tercemar. Pencemaran air laut juga tidak menjadi masalah karena berada di bawah ambang batas, akan tetapi oleh karena banyaknya perusahaan kilang minyak yang beroperasi di sana maka terminal-terminal minyak ini menjadi ancaman besar yang harus dihadapi oleh pemerintah Singapura. Di Negara Jepang setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang telah mengembangkan industri berat dan industri kimia. Periode pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 1960-an mengalami peningkatan dan konsentrasi pencemaran lingkungan di beberapa wilayah serta perubahan besar lingkungan alam. Kawasan-kawasan petro kimia diperluas dengan mereklamasi tanah dari laut, yang mengakibatkan bertambahnya cerobong penghasil asap hitam tebal. Air buangan kotor dari berbagai limbah mengalir dari bermacam-macam pabrik ke sungai-sungai dan danau. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang pesat menyebabkan pula makin bertambahnya kendaraan bermotor di jepang, terutama di kota-kota besar, yang mengakibatkan bertambah parahnya keadaan pencemaran yang ditimbulkan oleh gas buangan kendaraan bermotor, kebisingan dan getaran.



30



Gambar 5.3 Pencemaran Udara oleh Industri di Negara Maju



Gambar 5.4 Pencemaran Udara oleh Pembangkit Tenaga Listrik Udara yang tercemar membuat manusia menderita penyakit asma, air laut yang tercemar oleh Mercury dan Cadmium telah menimbulkan penyakit Minamata pada manusia. Kebijaksanaan yang diambil pemerintah Jepang adalah menangani masalah pencemaran oleh zat-zat kimia yang tidak mudah larut di alam lingkungan dengan menerapkan beberapa aturan dan teknologi pencegahannya. Tindak lanjut yang diambil adalah dikeluarkannya Sertifikat Minamata (Cerfication of Minamata Disease) dan memperkuat check-up sistem penyebaran zat pencemar, serta upaya intensif oleh perusahaan industri kimia untuk memperbaiki proses produksi kearah nihil limbah dan nihil pencemaran.



31



Gambar 5.5 Pencemaran Sumber Air Bersih oleh Kegitan Industri Bermacam bentuk kerusakan lingkungan hidup telah terjadi di bumi yang hanya satu di alam raya ini, dan tiada bumi lain yang dapat kita jadikan tempat berteduh dan mencari makan. Kerusakan itu dapat kita saksikan sendiri diantaranya: menipisnya lapisan ozon di atmosfir bumi, pemanasan global, kelangkaan air bersih dan pencemaran air, pencemaran udara, hujan asam, asap akibat kebakaran hutan, pengikisan pantai, banjir di dataran rendah, menurunnya jumlah spesies dan keanekaragaman hayati, dan lain sebagainya. Bermacam-macam kerusakan itu tidak hanya mengakibatkan bumi yang kita huni ini tidak terasa nyaman, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomis seperti kerusakan sumber daya alam (SDA), menurunnya kualitas dan kuantitas produk pertanian, tercemarnya air sumur penduduk, terjadi over fishing, dan menipisnya persediaan sumber-sumber daya alam. Kerusakan itu muncul oleh karena aktivitas manusia seperti: pembangunan pabrik-pabrik, pembangunan perumahan, pembangunan jalan, pelabuhan, dan berbagai pembangunan fisik lainnya. Tidak jarang pencinta lingkungan berpendapat bahwa kegiatan pembangunan itu pada satu sisi menguntungkan sebagian kecil orang, tetapi pada sisi yang lain merugikan banyak manusia terutama mereka yang terkena dampak negatif pembangunan itu. Permasalahan lingkungan hidup di Indonesia mulai terasa timbul dipermukaan pada awal 1980an. Pada mulanya hubungan manusia dengan lingkungannya nampak harmonisharmonis saja terlebih ketika populasi manusia belum begitu besar, belum banyak yang mengeksploitasi lingkungan alam, dan teknologi belum berkembang pesat. Keharmonisan itu mulai memudar ketika manusia mulai menguasai alam dengan bantuan teknologi, uang, dan nafsu keserakahan. Tindakan dunia untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup di atas maka dalam Deklarasi Rio (dua diantara lima butir deklarasi) mengharuskan masyarakat dunia untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup dalam hal : 1. Mencegah terjadinya perubahan iklim dengan cara mengupayakan untuk menstabilkan gas-gas rumah kaca dalam atmosfer pada tingkat yang tidak mengacaukan iklim global; 2. Melestarikan keragaman spesies yang ada di daerahnya masing-masing.



32 C. Latihan 1. Jelaskan bagaimana masalah-masalah lingkungan di negara maju dan berkembang dapat terjadi. 2. Jelaskan bagaimana anda dapat mengenali masalah lingkungan yang terjadi di daerah anda. 3. Bagaimana keterkaitan antara masalah lingkungan di daerah anda dengan masalah lingkungan global. 4. Jelaskan bagaimana masalah kemiskinan dapat mempengaruhi kualitas lingkungan. 5. Jelaskan bagaimana masalah orang kaya/negara maju dapat mempengaruhi kualitas lingkungan. D. Rangkuman Kemiskinan yang terjadi di sejumlah negara berkembang jumlahnya mencapai 1,2 miliar orang (tahun 1978) terdapat di di sebagian besar negara Amerika Latin, di Afrika dan Asia Selatan. Kemiskinan absolut yang ada di dunia merupakan kemiskinan menyeluruh yang meliputi aspek: kurang pangan, buta huruf, banyak penyakit, lingkungan kumuh, gizi buruk, tingginya angka kematian bayi dan rendahnya harapan hidup. Penyebab kemiskinan adalah akibat pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, kegagalan pemerintah dalam memperbaiki sistem perekonomian dan politik, menumpuknya hutang-hutang negara miskin. Keadaan ini mendorong orang kelaparan dan orang-orang miskin untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan secara tidak terencana yang berakibat pada kemerosotan dan kehancuran lingkungan hidup. Penyebab kerusakan lingkungan hidup di negara maju disebabkan oleh persoalan pencemaran udara dan kebisingan yang bersumber dari aktivitas kendaraan bermotor, pembangkit tenaga listrik serta industri dan rumah tangga yang terlalu banyak mengkonsumsi energi.



BAB VI POTENSI DAN KELANGKAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH



Tujuan yang akan dicapai dari materi pelajaran potensi dan kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan hidup ini adalah: peserta diharapkan mampu meningkatkan kompetensi jabatannya dalam mengetahui dan memahami potensi dan kelebihan sumber daya alam dan lingkungan di daerahnya masing-masing dibandingkan dengan daerah lain, memahami kelangkaan ataupun keterbatasan sumber daya alam dan lingkungan yang ada di daerahnya masing-masing, untuk membuat keputusan dan melaksanakan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup di daerahnya.



Sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah wujud dari ekosistem dimana di dalamnya terdapat manusia yang memanfaatkannya untuk keperluan kehidupannya. Menurut ukuran waktu manusia maka keberadaan sumber daya alam dapat kita kelompokkan menjadi dua yaitu sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Sedangkan menurut ukuran waktu alam maka sesungguhnya seluruh sumber daya alam yang ada dapat menjadi pulih sesuai kurun waktu yang diperlukan oleh masing-masing jenis sumber daya alam itu sendiri untuk melakukan pemulihan diri. Dalam topik ini kita hanya akan membahas potensi dan kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan hidup menurut ukuran waktu manusia yaitu sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui yang menjadi langka di kemudian hari. Ciri khas sumber daya alam dan lingkungan Indonesia adalah terdapatnya berbagai ragam ekosistem yang mampu menopang peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dalam modul ini akan dijelaskan mengenai kekhasan dan keragaman ekosistem yang potensial untuk dipergunakan sepenuhnya bagi kebutuhan hidup manusia, baik untuk pembangunan ekonomi, industri, sosial, budaya dan kesehatan lingkungan. Bentuk dan ukuran potensial dan tingkat kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan didasarkan pada kuantitas dan kualitas jenis ataupun spesis dari sumber daya alam itu sendiri. A. Sumber Daya Hutan Hujan Tropis Hutan hujan tropis adalah suatu ekosistem yang bercirikan liputan pohon yang cukup luas baik yang lebat atau kurang lebat dengan tipe hutan pada wilayah beriklim A dan B, atau merupakan wilayah yang selalu basah dan terletak jauh dari pantai. Disebut sebagai hutan hujan tropis karena wilayahnya pada umumnya berada atau terletak di daerah tropis. Daerah tropis umumnya terdapat pada wilayah-wilayah, seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Lembah Amazon, dan Pantai Afrika Barat. Hutan hujan tropis memiliki pola kehidupan darat yang



33



34 sifatnya paling mantap, dan faktor lingkungan abiotik yang dapat mempengaruhi perikehidupan yang ada pada hutan hujan tropis di antaranya adalah: 1. Adanya cahaya matahari yang bersinar sepanjang tahun menyebabkan terjadinya proses fotosintesis yang menghasilkan materi karbohidrat tumbuhan yang kaya; 2. Adanya hutan hujan tropis menghasilkan suhu udara relatif sama di sepanjang tahun; 3. Curah hujan yang turun hamper di sepanjang tahun airnya dapat diserap dan disimpan oleh areal hutan; 4. Kelembaban udara yang relatif tinggi; 5. Tanah yang subur, dan lain sebaginya.



Gambar 6.1 Sumber daya Hutan Hujan Tropis di Indonesia Terdapat beberapa ciri umum yang berlaku pada ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yaitu: 1. Musiman, pada hujan hutan tropis tidak menunjukkan musiman yang mencolok, tumbuhan dan hewan yang ada dapat aktif tumbuh dan berkembang sepanjang tahun. Perbedaan suhu antara rerata bulan panas dan dingin pada dataran rendah tropis lembab biasanya kurang dari 40C; 2. Keanekaragaman Spesies, keanekaragaman spesies sangat besar untuk hutan hujan tropis. Kekayaan spesies tersebut tergantung kepada daerah geografisnya, misalnya daerah yang drainasenya tidak terhalangi, lebih baik daripada daerah yang berawa. Demikian pula dengan ciri lokasi dan kematangan ekosistem, misalnya jumlah spesies pohon di hutan sekunder meningkat dengan bertambahnya umur tegakan; 3. Struktur Kompleks, Hutan dengan keanekaragaman spesies yang tinggi memiliki struktur yang kompleks. Hutan hujan tropis cenderung paling kompleks dibandingkan dengan hutan yang lain. Suatu tegakkan, misalnya dapat terdiri dari massa pohon, tumbuhan merambat (liana), dan tumbuhan dalam bentuk yang lain;



35 4. Stabilitas Ekosistem, Hutan hujan tropis sering dianggap sebagai contoh ekosistem klimaks stabil. Permasalahan hutan hujan tropis selama ini yang kemudian mempengaruhi kelangkaan sumber daya alam adalah: 1. terjadinya penebangan ilegal; 2. terjadinya penebangan oleh peladang tradisional; 3. terjadinya penebangan skala luas untuk mengkonversinya menjadi perkebunan kelapa sawit, karet, padi, dan lain sebagainya; 4. adanya kegiatan penambangan; 5. adanya kegiatan pertanian, peternakan, dan perikanan; 6. eksploitasi kehidupan satwa liar; 7. kegiatan kerja rekayasa raksasa, seperti pembuatan jalan, kompleks, dan lain-lain; 8. terjadinya pencemaran, misalnya pada air sungai, sampah, dan lain-lain; 9. kebakaran hutan; 10. pengetahuan masyarakat yang sangat terbatas tentang kegunaan hutan. B. Sumber Daya Hutan Musim Hutan musim adalah hutan yang sifat-sifatnya mengikuti perubahan musim atau sifatnya dapat dipengaruhi oleh pergantian musim. Ekosistem hutan seperti ini dapat ditemui pada daerah yang mengalami pergantian musim kemarau dan musim penghujan, seperti hutan yang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada musim hujan, tumbuhan di hutan ini berdaun lebat, permukaan tanah tertutup oleh semak-semak belukar yang tumbuh dengan subur. Sebaliknya, pada musim kemarau daun-daun tumbuhan mengering dan berguguran. Perilaku semacam ini bertujuan untuk menjaga agar penguapan air melalui daun tidak berlebihan, sedangkan tumbuhan berumbi akan mengurangi penguapan dengan mematikan bagian tubuhnya yang terdapat di atas permukaan tanah. Dengan demikian, pada ekosistem hutan musim, jumlah jenis tumbuhan yang ada pada musim kemarau jauh lebih sedikit dibanding pada musim penghujan. Permasalahan terhadap ekosistem hutan musim selama ini yang kemudian mempengaruhi kelangkaan sumber daya alam adalah sebagai berikut: 1. Terjadinya penebangan baik dalam skala luas maupun terbatas; 2. Kebakaran hutan; 3. Adanya kegiatan penambangan, pertanian, dan kegiatan sejenisnya; 4. Eksploitasi kehidupan liar; 5. Kegiatan kerja rekayasa raksasa, seperti pembuatan jalan, perumahan, dan lainlain; 6. Terjadinya pencemaran, misalnya pada air sungai.



36 C. Sumber Daya Hutan Gugur Hutan gugur terdapat di daerah beriklim sejuk, di daerah ini setiap tahun mengalami 4 (empat) musim, yaitu musim panas, musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Pada musim panas, kandungan air tanah cukup banyak, cahaya matahari cukup banyak sehingga tumbuhan dapat hidup subur. Menjelang musim dingin, suhu udara lingkungan mulai turun, tumbuhan tidak dapat menyerap air yang terlalu dingin maka pada saat itu daun-daun tampak menguning dan berguguran sehingga disebut sebagai musim gugur. Pada saat datang musim dingin maka sebagian air yang ada akan menjadi es dan tumbuhan pun menjadi gundul tak berdaun. Selanjutnya pada saat menjelang musim panas, es mulai mencair, suhu lingkungan meningkat, tumbuhan mulai aktif tumbuh kembali, dan daun pun tampak mulai bersemi kembali. Keadaan ini disebut sebagai musim semi, setelah terjadi musim semi, maka kemudian datang musim panas dan demikian seterusnya.



Gambar 6.2 Sumber daya Hutan Gugur Seperti pada ekosistem daratan pada umumnya, perubahan perikehidupan tumbuhan akan selalu diikuti oleh perubahan pada perikehidupan hewan. Pada saat suhu lingkungan dalam kondisi normal, maka makanan tersedia cukup dan diindikasikan dengan banyaknya hewan ditemukan di hutan. Sebaliknya pada musim dingin jumlah makanan sangat langka maka beberapa jenis hewan akan beremigrasi, sedangkan beberapa jenis hewan lainnya akan melakukan hibernasi (tidur/tidak beraktivitas selama musim dingin). Permasalahan terhadap ekosistem hutan gugur selama ini yang kemudian mempengaruhi kelangkaan sumber daya alam adalah sebagai berikut. 1. Adanya kegiatan penambangan; 2. Eksploitasi kehidupan liar; 3. Kegiatan kerja rekayasa raksasa, seperti pembuatan jalan; 4. Terjadinya pencemaran, misalnya pada air sungai;



37 5. Kebakaran hutan, dan lain sebagainya. D. Sumber Daya Kota Watt (1973) dan Stearns & Montag (1974) mengemukakan definisi kota sebagai suatu area di mana terdapat atau terjadi pemusatan penduduk dengan segala kegiatannya dan merupakan tempat konsentrasi penduduk dan pusat aktivitas perekonomian (seperti industri, perdagangan, dan jasa). Kota merupakan suatu sistem, baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis yang sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan dan sulit untuk dikontrol. Keadaan ekosistem kota memiliki potensi pengaruh terhadap keadaan lingkungan fisik seperti iklim dan sejauh mana pengaruhnya itu sangat tergantung pada tata kelola dan perencanaan kota.



Gambar 6.3 Salah Satu Permasalahan pada Ekosistem Kota Permasalahan potensial pada ekosistem perkotaan khususnya di kota-kota besar padat penduduk yang selalu dijumpai diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Kemacetan lalu-lintas; 2. Keterbatasan dan kelangkaan sumber daya alam seperti air bersih dan udara bersih; 3. Daya dukung lingkungan tidak mampu menopang peri kehidupan jumlah manusia yang terlalu banyak; 4. Ketergantungan dengan daerah lain untuk mendapatkan sumber daya air, produk-produk pertanian; 5. Masalah sampah yang sulit dipecahkan; 6. Kerusakan alam, seperti pencemaran air, pencemaran udara; 7. Tingkat pengangguran yang tinggi; 8. Tingkat urbanisasi yang tinggi dan permasalahan lainnya.



38



Gambar 6.4 Permasalahan Sampah pada Ekosistem Kota E. Sumber Daya Pertanian Pertanian yang dimaksud dalam kegiatan belajar ini adalah kegiatan bercocok tanam yang menyangkut input proses dan output untuk mendapatkan pangan. Definisi pertanian secara lebih luas diartikan sebagai terjadinya proses-proses input-output pada suatu areal lahan, seperti dengan melibatkan banyak jenis tanaman dan spesis termasuk pula kegiatan peternakan dan perikanan. Permasalahan ekosistem pertanian selama ini adalah berikut ini: 1. Tingkat pendidikan petani yang umumnya rendah; 2. Penggunaan pestisida yang berlebihan, baik dosis, frekuensi, maupun kombinasi jenis; 3. Penggunaan lahan yang tidak sesuai, misalnya hutan lindung, lereng terjal, dan lain-lain; 4. Penggunaan pupuk yang berlebihan; 5. Penggunaan air yang berlebihan; 6. Timbulnya erosi; 7. Penanaman tanaman semusim pada tanah berlereng dengan tidak memperhatikan garis kontur. F.



Sumber daya Sungai Sungai mempunyai peran, antara lain sebagai penyalur massa air yang datang dari atas, termasuk hujan. Sungai merupakan tempat berkumpul dan mengalirnya semua curahan air terbuka, sebelum akhirnya masuk ke laut. Sementara itu daerah



39 di sekitar sungai dapat bervariasi seperti hutan, lahan pertanian, permukiman penduduk, industri, perdesaan, perkotaan, dan lain sebagainya. Dengan kondisi seperti ini dapat saja secara langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi kondisi kualitas dan kuantitas air sungai yang mengalir/melewati di dalamnya. Pada prinsipnya sungai mempunyai kemampuan mempertahankan diri/homeostatis terhadap perubahan yang datang dari lingkungan sekitarnya. Namun demikian, apabila gangguan tersebut datang dengan bertubi-tubi dari berbagai kegiatan, maka dampak yang diakibatkan menyebabkan kemampuan homeostatis yang ada sebelumnya menjadi terganggu, bahkan dapat hilang sehingga sungai tidak mampu lagi menjaga/mempertahankan kondisinya. Di sisi lain, secara logika, kondisi sungai yang ada masih tergantung pula dengan banyaknya manusia dan hewan yang memanfaatkannya. Pada waktu jumlah manusia masih terbatas, dan dengan kegiatan yang masih terbatas pula, pengaruhnya terhadap kondisi sungai masih belum besar. Sebaliknya sekarang dengan jumlah manusia yang semakin banyak, maka dirasakan tekanan terhadap kondisi sungai semakin besar. Permasalahan terhadap ekosistem sungai selama ini yang kemudian mempengaruhi kelangkaan sumber daya alam adalah: 1. Terjadinya penebangan hutan di bagian hulu sungai; 2. Kegiatan pertanian di lahan terjal memicu terjadi erosi dan pendangkalan sungai; 3. Penggunaan pupuk di lahan pertanian sekitarnya sehingga terjadi proses euthrofikasi; 4. Limbah galian tambang apabila ada tambang di atasnya; 5. Penggunaan pestisida di lahan pertanian sekitarnya; 6. Buangan limbah industri; 7. Buangan limbah domestik; 8. Anggapan masyarakat “sungai sebagai tempat pembuangan sampah”; 9. Rendahnya kualitas dan kuantitas air. G. Sumber Daya Laut Pada dasarnya ekosistem perairan (laut) maupun terestrial adalah serupa, di mana kedua sistem tersebut baik produsen maupun konsumen akan dimanfaatkan oleh dekomposer yang selanjutnya terurai menjadi unsur hara yang akan dimanfaatkan oleh tumbuhan. Perbedaannya adalah fitoplankton yang ada di laut tidak mampu mencukupi kebutuhan herbivora laut. Begitu pula perbedaannya antara ekosistem laut dengan ekosistem sungai, yang terutama lebih berasal dari kandungan kadar garam lebih tinggi pada ekosistem laut. Dengan adanya sejumlah perbedaanperbedaan ini, ekosistem laut mempunyai keunikan tersendiri dibanding dengan ekosistem-ekosistem lainnya, yang akhirnya akan mempunyai cara penanganan tersendiri pula, termasuk dalam mengelola makhluk hidup yang ada di dalamnya. Tidak seperti di daratan, keberadaan maupun keanekaragaman makhluk hidup di laut sangat dibatasi oleh kedalamannya, yang bukan saja berpengaruh terhadap tekanan air, tetapi juga kelimpahan cahaya, arus, kandungan oksigen, dan kadar garam. Begitu pula keberadaan dan keanekaragamannya masih dipengaruhi pula oleh jauh-dekatnya wilayah tersebut dengan pantai.



40



Permasalahan yang sering ditemui pada ekosistem laut yang kemudian mempengaruhi kelangkaan sumber daya alam adalah: 1. Penangkapan ikan yang berlebihan; 2. Penangkapan ikan dengan bahan kimia atau bahan peledak; 3. Penangkapan ikan dengan mata jaring yang terlalu kecil; 4. Penangkapan ikan dengan alat pukat harimau; 5. Pencemaran yang semakin meningkat; 6. Keamanan laut yang kurang terjamin; 7. Peralatan penangkapan yang minim bagi nelayan lokal; 8. Dan lain-lain. Dari berbagai tipe ekosistem seperti tersebut di atas, sebenarnya masih banyak tipologi ekosistem yang belum disebutkan. Hanya saja selain kerawanan sebagaimana tersebut di atas masih ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam setiap pelaksanaan kegiatan, antara lain tentang prinsip ekosistem, seperti keanekaragaman, ketergantungan, keterkaitan, keharmonisan, dan keberlanjutan. Prinsip ini harus menjadi pegangan agar setiap kegiatan dapat terus berlanjut. Dari berbagai tipe ekosistem mempunyai tingkat kerawanan yang berbeda-beda. Namun, secara berurutan dapat disebutkan tingkatan kerawanan dari yang tertinggi sampai terendah pada masing-masing ekosistem sebagai berikut: 1. Ekosistem Terumbu Karang; 2. Ekosistem Estuaria dan Hutan bakau; 3. Ekosistem Rawa; 4. Ekosistem Hutan Hujan Tropis; 5. Ekosistem Danau/Sungai Dangkal; 6. Ekosistem Padang Lamun; 7. Ekosistem Gunung; 8. Ekosistem danau/Reservoir Dalam. H. Indikator Potensi dan Kelangkaan Sumber daya Alam dan Lingkungan Faktor pembatas atau sebagai faktor lingkungan yang sangat menentukan jenis dan jumlah organisme yang ada pada suatu wilayah tertentu. Eksistensi suatu organisme ataupun beberapa organisme yang berada pada suatu wilayah ekosistem tertentu dapat menentukan keadaan atau kondisi fisik lingkungan pada wilayah tersebut dan hal ini disebut sebagai indikator potensi dan kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan atau disebut sebagai indikator ekologi. Metode studi tentang keberadaan organisme-organisme tertentu pada wilayah ekosistem tertentu yang dijadikan sebagai indikator ekologi sering digunakan oleh para ilmuwan. Sebagai contoh studi tentang keberadaan komposisi tertentu dari hewan avertebrata Foraminifera sp dan Radiolaria sp. dijadikan sebagai indikator bagi keberadaan sumber daya minyak bumi pada suatu wilayah, dan ini sudah dibuktikan secara ilmiah. Tumbuhan tusam dan juniperus juga dapat dijadikan sebagai indikator biologi dari penemuan sumber daya Uranium. Dengan cara analisis abu dari bagian-bagian tumbuhan yang berada di atas tanah (daun dan ranting), apabila



41 ditemui kandungan Uranium mencapai 2 ppm maka secara ilmiah pada wilayah tersebut dapat diindikasikan sebagai tempat deposit kandungan Uranium yang cukup besar. Meskipun demikian, tidak setiap keberadaan khas suatu organisme dapat langsung menunjukkan indikator ekologi suatu wilayah. Beberapa ketentuan umum yang berlaku bagi penentuan suatu indikator potensi dan kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan antara lain berikut ini: 1. Umumnya organisme yang bersifat steno dapat dijadikan indikator yang lebih cocok dibanding organisme yang bersifat euri karena sifat organisme steno lebih bersifat khas dan spesifik serta bukan merupakan jenis terbanyak yang ditemui dalam suatu komunitas tertentu; 2. Spesies (jenis) yang lebih besar umumnya merupakan indikator yang lebih baik dibanding spesies yang lebih kecil karena umumnya spesies dengan anggota organisme yang lebih besar mempunyai biomassa yang besar serta bersifat lebih stabil akibat ditunjang oleh arus energi tertentu; 3. Sebelum menentukan suatu spesies atau golongan organisme tertentu sebagai indikator ekologi maka sebaiknya harus ada bukti otentik dan uji skala laboratorium yang membuktikan bahwa persyaratan hidup spesies suatu organisme tersebut terbatas; 4. Berbagai studi bentuk hubungan dan interaksi di antara jenis, populasi, dan seluruh komunitas pada suatu ekosistem sering kali memberikan indikator yang lebih akurat dan valid dibanding hasil studi satu jenis spesies tunggal. Hal ini dapat disebabkan oleh karena studi yang dilakukan terhadap keseluruhan populasi yang ada yang lebih menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Pada kasus ekosistem pesisir alami, maka indikator potensi dan kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan ditunjukkan oleh adanya salah satu atau beberapa jenis spesies biotik/abiotik, seperti hutan bakau (hutan mangrove), terumbu karang, padang lamun, muara, pantai, dan laut terbuka. Jika kita telusuri lebih mendalam tentang masing-masing indikator potensi dan kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan, sebagai contoh adalah hutan bakau, maka yang disebut sebagai hutan bakau dapat dicirikan oleh adanya tumbuhan atau pepohonan pinggir laut yang memiliki tinggi pohon antara 3 sampai 6 meter; pohon bakau tersebut berada di antara batas pasang naik air laut dengan batas pasang surut air laut, sedangkan fungsi ekologis hutan bakau ini, antara lain berfungsi sebagai daerah pembiakan bagi berbagai hewan akuatik terutama ikan dan udang, bertugas sebagai penangkap sedimen yang datang dari daratan sehingga mencegah kemungkinan terjadinya penambahan tanah (akresi) ke arah laut. Di samping itu hutan bakau atau hutan mangrove juga berfungsi sebagai penyangga penting bagi hutan rawa yang tidak toleran dengan kondisi air asin.



42 I.



Keanekaragaman Sumber Daya Alam dan Lingkungan Studi tentang keanekaragaman ekosistem dapat ditelaah melalui keanekaan bentuk satwa dan tumbuhan yang ada di dalam ekosistem tersebut. Keanekaragaman ekosistem juga dapat dilihat dari susunan bentang alam, daratan, maupun perairan dimana organisme hidup berinteraksi dan membentuk keterkaitan dengan lingkungan fisiknya. Kawasan tropis memiliki tingkat keanekaan lebih tinggi dibanding kawasan lain. Kawasan tropis penting sekali bagi konservasi keanekaragaman hayati karena wilayahnya merupakan pusat endemisme. Salah satu ciri kawasan tropis adalah keanekaragaman spesies lebih tinggi, tetapi jumlah individu dalam suatu populasi spesies biasanya rendah, karena itulah didalamnya dibutuhkan pendekatan yang berbeda dibanding dengan kawasan beriklim sedang. Kegiatan manusia dan pola konsumsi juga cendereung mempengaruhi keanekaragamaman hayati. Kegiatan manusia seperti penebangan kayu secara berlebihan tanpa rehabilitasi akan mengurangi tingkat keanekaragaman hayati disuatu kawasan. Pola budidaya bersifat monokultur juga dapat mengancam keberadaan keanekaragaman hayati itu sendiri. Demikian juga pola pembangunan mempengaruhi keanekaragaman hayati, sebagai contoh Negara maju yang berada di kawasan beriklim sedang melakukan pola pembangunan tidak bijak dan menganut gaya hidup konsumtif, sayang hal serupa juga dilakukan oleh Negara sedang berkembang dikawasan tropis Asia, Amerika Selatan dan Afrika, yang hingga kini masih menyimpan tingkat keanekaragaman hayati yang masih tinggi. Apabila pola pembangunan ini tidak diubah, maka degradasi dan kepunahan keanekaragaman hayati yang masih tersisa pasti akan terjadi.



Gambar 6.5 Daerah Aliran Sungai yang memiliki berbagai sumber keanekaragaman hayati Indonesia Bentuk dan susunan keanekaan serta keragaman sumber daya hayati atau makhluk bernyawa dapat dipelajari melalui ilmu biologi. Berdasarkan atas ilmu biologi



43 maka terdapat tiga tingkatan dalam mempelajari ilmu keanekaragaman hayati yaitu: pada tingkat ekosistem, pada tingkat spesies dan pada tingkat genetikanya. Apabila kita mempelajari keanekaragaman hayati pada tingkat ekosistem, maka berarti kita mempelajari kenekaragaman ekosistem dari ekosistem yang lebih besar. Apabila kita mengkaji keanekaragaman hayati pada tingkat spesies, maka berarti kita mempelajari keanekaragaman spesies dari suatu populasi. Demikian pula dengan tingkat genetika maka kita harus membahas masalah keanekaragaman genetik dari suatu spesies atau jenis. Data Bappenas (1993) memperlihatkan bahwa di Sumatera terdapat lebih dari 10.000 spesies tumbuhan tingkat tinggi yang kebanyakan tumbuh di hutan dataran rendah. Dari segi fauna pulau ini memiliki 210 spesies mamalia (9 spesies endemik), 580 spesies burung (19 spesies endemik), 194 spesies reptilia, 62 spesies amfibi dan 272 spesies ikan air tawar. Di Kalimantan tercatat sebanyak 222 spesies mamalia (44 spesies endemik), 13 spesies primata endemic, 420 (37 spesies endemik). Demikian pula di pulau Sulawesi tercatat 62% dari 127 spesies mamalia adalah jenis endemik, 34% dari 235 spesies burung terdapat di bioregion ini, 26% dari 117 spesies reptilia adalah endemik. Gambaran tersebut di atas menunjukkan jumlah dan jenis keanekaragaman hayati suatu ekosistem berbeda satu sama lainnya, sehingga diperlukan pengelolaan ekosistem yang sesuai dengan tipologi ekosistem tersebut.



Gambar 6.6 Berbagai jenis flora akuatik Ekosistem pesisir Sulawesi mendukung keberadaan keanekaragaman hayati akuatik. Di taman nasional laut (TNL) Taka Bonerate misalnya, telah teridentifikasi beberapa jenis terumbu karang yang terletak di kedalaman 3 sampai 20 meter seperti karang meja (tubulate), akar bahar, karang tanduk da lain-lain. TNL Taka Bonerate memiliki area seluas 530.765 hektar, sebanyak 220.000 hektar di antaranya merupakan atol terbesar di Indonesia dan terbesar ketiga di duia. Dua puluh satu pulau-pulau karang di Taka Bonerate membentuk sebuah karang cincin yang tidak utuh melindungi sebuah laguna yang luas. Laguna yang dangkal



44 dengan banyak pulau kecilnya, dataran pasir, daerah rumput laut dan terumbu karang yang luas merupakan habitat bagi sejumlah besar karang, ikan, moluska dan penyu. Di TNL ini dapat ditemukan 233 spesies karang yang mengandung kehidupan berbagai organisme seperti 309 spesies ikan, 214 spesies moluska, 26 spesies echinodermata, dan 47 spesies alga. Dari semua spesies ini terdapat beberapa yang dilindungi seperti Tridacna gigas, Cassis cornuta, C. mydas, Nautilus sp., E. imbricata, L. olivaceae, Cetacea sp., Tursiops truncates, Duyung (dugong dugon), Cheilinus sp., Trochus sp., termasuk satu-satunya spesies karang yang dilindungi di Indonesia yaitu karang hitam. Spesies moluska yang dapat ditemukan antara lain kelas gatropoda seperti Lola (Trocus niloticus), triton dan kerang Kepala kambing (Labis lambis) serta dari kelas Chepalopoda seperti neolitis, cumi-cumi (Loligo sp.), gurita dan lain-lain. Sedangkan spesies ikan yang banyak ditemukan di taman nasional antara lain Cakalang (Kartsuwonus pelamis), Kerapu, ikan Napoleon, Baronang (Siganus spp.), Tenggiri serta Penyu, yaitu Penyu sisik, Penyu hijau, Penyu lebang dan Penyu tempayan. J.



Potensi Sumber Daya Terumbu Karang Terumbu Karang (coral reef) adalah ekosistem perairan dangkal tropika dengan komunitas berbagai jenis biota laut yang secara kolektif membentuk substrat padat dalam bentukan kapur. Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting di seluruh Indonesia, meskipun distribusinya lebih banyak di Indonesia Timur. Ekosistem ini memiliki banyak fungsi secara ekologis dan nilai ekonominya sangat penting, khususnya untuk perikanan. Namun demikian, ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pesisir yang paling mudah rusak di kawasan tropis, dan karena letaknya berdekatan dengan pesisir, ekosistem ini mudah tertekan oleh berbagai kegiatan manusia. Terumbu karang sangat potensial menghasilkan kalsium karbonat bagi kepentingan dirinya maupun bagi kepentingan makhluk lain termasuk manusia. Hubungan simbiosis antara zooxanthellae dan karang merupakan faktor terpenting yang menentukan persyaratan lingkungan yang ketat bagi karang yang sedang mambangun suatu terumbu. Zooxanthellae mendapatkan ruang hidupnya pada habitat yang terlindung baik (di dalam jaringan karang) dan memperoleh pasokan hara secara terusmenerus (dari ekskresi karang) dan karbon dioksida. Karang memperoleh keuntungan dari simbiosa ini dengan memanfaatkan karbon yang terikat melalui proses fotosintesis yang menjadi sumber makananya dan dari pembuangan kotoran yang efesien. Keuntungan terpenting dari simbiosa ini adalah proses peningkatan pengkapuran yang merupakan faktor kunci untuk pertumbuhan rangka karang. Terumbu karang penting karena beberapa alasan berikut. Pertama, keragaman komunitas terumbu karang sangat tinggi, yang merupakan bagian yang cukup penting dari keragaman hayati laut. Keragaman yang tinggi ini sering dibandingkan dengan keragaman hutan tropis basah. Banyak spesies terumbu karang yang memiliki nilai komersial penting.



45 Kedua, terumbu karang memiliki fungsi fisik yang penting, seperti disebutkan di atas, yaitu melindungi garis pantai dan memberikan sedimen bagi proses sedimentasi yang dinamis di dekat pantai. Ada banyak contoh pengaruh pembuatan jalur melalui terumbu karang dan pengambilan karang dari terumbu karang, yang menyebabkan erosi pantai lokal sehingga fungsinya sebagai pemecah ombak menjadi berkurang. Fungsi memecah ombak ini terutama penting di masa depan karena adanya percepatan peningkatan permukaan laut. Namun demikian, diharapkan bahwa terumbu karang akan dapat mempertahankan laju pertumbuhan vertikalnya sejalan dengan peningkatan permukaan laut. Terumbu karang juga dipandang sebagai perangkap karbon, terutama dalam bentuk kalsium karbonat. Diduga terumbu karang di seluruh dunia menyerap 2% dari seluruh buangan karbondioksida yang berasal dari kegiatan manusia. Meskipun terumbu karang tidak banyak menutupi dasar laut (diperkirakan hanya menutup 600.000 kilometer persegi di seluruh dunia), terumbu karang memiliki fungsi yang sangat penting di daerah sekitar tempat tumbuhnya karena berdekatan dengan hutan mangrove dan padang lamun, serta proses-proses fisik yang berlangsung di dekat pantai. Nilai ekosistem dan fungsi alamiah yang didapatkan pada organisme terumbu karang pada dasarnya terkait dengan seluruh komunitas yang ada di laut. Keterkaitan tersebut antara lain meliputi: 1. Fungsi terumbu karang yang sangat kompleks; 2. Berkaitan dengan komunitas mangrove dan berdekatan ekosistem padang lamun; 3. Berfungsi sebagai pemecah ombak dan terumbu karang ini mampu memperbaiki dirinya, berfungsi sebagai yang melindungi abrasi pantai oleh akibat ombak, serta berfugsi meredam energi ombak yang dibutuhkan mangrove; 4. Erosi kulit karang dalam jumlah yang besar menghasilkan zat kapur yang berguna bagi padang lamun dan hutan mangrove; 5. Terumbu karang merupakan penangkap karbon (dalam bentuk kalsium karbonat); 6. Mendukung perkembangan perikanan penting terutama di Indonesia. Terumbu karang diperkirakan berpotensi untuk menyediakan kira-kira 12% tangkapan ikan di dunia. Di negara-negara berkembang, dimana sebagian besar terumbu karang berada, pasokan tangkapan ikan dapat mancapai 20%. Terumbu karang merupakan daerah penangkapan ikan bagi nelayan setempat yang tidak memiliki sumber daya dan peralatan untuk mencari ikan di wilayah yang lebih jauh. Misalnya, di Indonesia timur, 25-30% hasil tangkapan ikan berasal dari terumbu karang. Beberapa kelompok masyarakat menggantungkan kebutuhan proteinnya dari terumbu karang. Diperkirakan 15-20 ton/km²/tahun ikan diperoleh dari terumbu karang. Terumbu karang di Indonesia paling sedikit memiliki 32 spesies ikan yang memiliki nilai ekonomi penting. Jenis perikanannya adalah multi-spesies dan sulit sekali dikelola.



46 Hal ini terutama karena keragaman stok ikan yang sangat tinggi dan rumit strktur ruang terumbu karang. Dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lainnya, termasuk perikanan di kawasan beriklim sedang dan lautan terbuka, nilai ekonomi perikanan di terumbu karang tidak terlalu tinggi. Banyak spesies ikan dari terumbu karang yang harganya murah. Namun demikian, perikanan terumbu karang sangat penting bagi masyarakat setempat yang menggantungkan kebutuhan proteinnya dari terumbu karang. Perikanan terumbu karang juga menyediakan lapangan kerja dan pendapatan jika terdapat surplus yang bisa dijual di pasar, oleh karena itu nilai sosial ekonomi terumbu karang sangat tinggi. Ikan terumbu karang dieksploitasi dalam beberapa cara. Ikan ditangkap untuk menjadi umpan atau untuk dimakan. Jenis peralatan penangkapan ikan antara lain satu perangkat jaring, pancing, perangkap dan tombak. Jaring umumnya dipasang di luar terumbu karang dimana ikan-ikannya dikerahkan untuk menuju jaring. Pancing lebih efektif dipergunakan untuk menangkap ikan predator seperti kakap dan kerapu. Perangkap mungkin merupakan alat yang paling tidak selektif, karena dapat menangkap berbagai jenis ikan bersirip, termasuk udang karang. Penggunaan tombak untuk menangkap ikan merupakan cara yang paling efektif untuk menangkap ikan yang besar. Pemanenan ikan dengan “penangkapan satu persatu” juga terjadi di dasar karang ketika air surut. Hasil yang diambil berupa alga yang bisa dimakan, moluska, teripang, timun laut, udang-udangan, ikan berukuran kecil. Alasan utama adanya variasi hasil panen perikanan di seluruh Indonesia barangkali karena perbedaan dalam produktivitas lokal dan struktur masyarakat. Kedua hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor alam dan tekanan penangkapan ikan itu sendiri. Misalnya, Penangkapan ikan secara berlebihan dapat menyebabkan penurunan jumlah spesies dan ukuran rata-rata ikan. Penangkapan ikan diterumbu karang sering menggunakan praktek-praktek yang merusak, seperti penggunaan dinamit, dan penggunaan muroami (menarik jaring yang diberi pemberat di sekeliling terumbu karang sehingga ikan takut dan masuk ke jaring) yang dapat bersifat tidak selektif dalam menangkap ikan dan sangat merusak terumbu karang. Terumbu karang juga memiliki nilai penting bagi masyarakat selain untuk pemanfaatan tradisional. Secara garis besar pemanfaatan lainnya antara lain adalah: 1. Kegiatan penambangan, termasuk penambangan karang dan pasir dalam skala besar untuk produksi kapur, bahan bangunan, batu fondasi dan bahan bangunan lainnya (dipadang sebagai tidak berkelanjutan); 2. Penggunaan daerah terumbu karang untuk reklamasi lahan dan tempat bagunan di wilayah pesisir (juga dipandang sebagai tidak berkelanjutan); 3. Pengambilan organisme terumbu karang untuk membuat perhiasan dan perdagangan cendera mata (hal ini dapat bersifat tidak berkelanjutan jika dilakukan secara besar-besaran dalam wilayah yang terpusat);



47 4.



5. 6.



7.



8.



Perdagangan ikan hias, melibatkan pengumpulan ikan-ikan dan invertebrata terumbu karang dalam skala besar, umunya dengan teknik penngumpulan yang tidak tepat; Wisata bahari, seperti snorkeling dan penyelaman SCUBA di wilayah terumbu karang yang menjadi tujuan wisata. Marikultur, karena laguna dan dasar terumbu karang yang dikelilingi oleh karang cicin dan karang penghalang merupakan habitat yang sesuai untuk budidaya beberapa spesies yang hidupnya bergantung pada terumbu karang, seperti moluska, algae dan ikan; Kesempatan untuk pendidikan dan latihan-terumbu karang sangat menarik untuk meningkatkan kesadaran masayarakat tentang isu-isu lingkungan laut dan masih menyediakan kesempatan untuk berbagai kegiatan penelitian dasar dan terapan; Potensi penyediaan bahan-bahan alami untuk kegiatan kedokteran dan farmasi.



Secara keseluruhan jelas bahwa terumbu karang memiliki fungsi alami yang sangat banyak, dan juga untuk penggunaan berskala komersial maupun untuk penggunaan lokal, yang sebagian besar merupakan tekanan pada terumbu karang jika pengelolaannya tidak dilakukan dengan tepat. Nilai ekonomis dan ekologis yang didapat dari sumber daya terumbu karang bagi kemaslahatan manusia dan makhluk hidup lainnya di laut antara lain : 1. Potensi memberikan 12% penangkapan ikan dunia; 2. Bagi masyarakat pesisir lebih dari 30% ikan ditangkap dari karang merupakan pemasok protein yang penting; 3. 15 sampai 20 metric ton per km2 per tahun ikan dari karang merupakan ikan multi spesies dan sulit dikelola; 4. Terumbu karang spesies lain seperti Segae, Mollusca, dan lain-lain; 5. Dapat digunakan untuk bahan konstruksi (tetapi ini tidak berkelanjutan); 6. Dapat dipanen secara sedikit-sedikit (Gleaning) dari spesies seperti alga, moluska, teripang, dan lain sebagainya; 7. Terumbu memberikan cenderamata dan ikan akuarium (dapat berkelanjutan jika dilakukan dengan benar); 8. Laguna menyediakan habitat yang cocok untuk marikultur; 9. Terumbu dapat digunakan sebagai tempat pendidikan, penelitian dan pariwisata; 10. Karang mempunyai potensi sebagai sumber bahan obat dan medis. Tekanan terhadap terumbu karang di Indonesia yang dapat memicu kelangkaan sumber daya alam diantaranya adalah sebagai berikut : Hampir segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia pada atau di dekat terumbu karang menimbulkan tekanan terhadap sumber daya yang sangat peka ini. Kegiatan ini meliputi: sedimentasi; pengkayaan hara; penurunan salinitas; masuknya bahan-bahan pencemar; limbah panas; perusakan langsung melalui pengumpulan karang dan pembuatan kanal; praktek-praktek penangkapan ikan yang merusak seperti penggunaan dinamit, muroami, sianida, penggunaan jaring



48 pukat; penangkapan ikan secara berlebihan; jangkar dan kerusakan oleh para penyelam; kenaikan suhu permukaan laut (karena pemanasan global). Salah satu masalah terumbu karang yang paling serius di Indonesia adalah sedimentasi. Hal ini bahkan merupakan masalah di seluruh Asia Tenggara. Kombinasi pengaruh penebangan hutan dan konversi menjadi sistem pertanian yang tidak tepat telah menyebabkan terjadinya kerusakan 60% hutan di Asia Tengara. Kurangnya kegiatan penanaman kembali, erosi permukaan tanah yang tipis terus berlangsung. Bersama dengan air limpasan, tanah yang terlarut meningkatkan muatan sedimen yang memasuki perairan pesisir. Sumber-sumber sedimentasi lainnya adalah air cucian dari penambangan dan pengeboran lumpur dari eksplorasi minyak dan gas di lepas pantai. Sedimentasi juga dapat disebabkan oleh penggunaan jaring pukat yang terlalu dekat dengan terumbu karang. Meskipun pukat harimau dilarang hampir di seluruh perairan Indonesia, penggunaan pukat masih sering ditemui di berbagai lokasi. Operasi ini apabila terjadi di dekat terumbu karang dan menyebabkan terjadinya kekeruhan karena jaring pukat mengaduk-aduk dasar laut. Pencemaran, baik dari darat seperti limbah rumah tangga, industri, pertanian, serta pencemaran yang datangnya dari kegiatan di laut seperti tumpahan minyak, pembuangan limbah di laut dan lain-lain. Kegiatan ini juga menambah kerusakan terumbu karang, terlebih lagi apabila limbah-limbah tersebut dibuang tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu, sehingga banyak yang melebihi baku mutu. Bahkan dimungkinkan limbah B3 yang seharusnya dikirim ke perusahaan pengolahan limbah industri (PPLI) Cileungsi terlalu jauh dan mahal mendorong pengusaha industri membuang limbahnya di sembarang tempat termasuk ke laut. Masalah utama sedimentasi terumbu karang adalah karena bentuk-bentuk pertumbuhan yang terjadi pada semua spesies meningkakan akumulasi lumpur pada karang. Jika karang tidak memiliki polip yang besar, maka lumpur itu sulit dibersihkan. Kadang-kadang karang memproduksi cairan kental (mucus) untuk mengeluarkan lumpur. Namun demikian, jika gerakan air berkurang, maka mucus ini tidak bisa berlangsung. Karena produksi mucus memerlukan energi, pertumbuhan karang dapat menurun karena karang memproduksi mucus untuk membersihkan sedimen. Masalah lain yang berkaitan dengan sedimentasi adalah penghanyutan yang disebabkan oleh gelombang yang memuat sedimen dan terjadi pengurangan cahaya yang masuk, yang diperlukan oleh zooxanthellae untuk melakukan fotosintesis. Lumpur juga dapat menghambat pertumbuhan polip baru, yang berarti menurunkan daya tahan karang dari kekuatan-kekuatan lain yang merusak, seperti kerusakan oleh badai atau peledakan populasi bintang laut bertanduk. Masalah sekunder yang berkaitan dengan sedimentasi terumbu karang adalah nelayan terpaksa melaut lebih jauh untuk menangkap ikan. Di Teluk PanganibanFilipina, peningkatan sedimentasi karena penerbangan hutan menyebabkan kerusakan terumbu karang dan para nelayan sekarang harus melaut sejauh delapan kilometer untuk mencapai daerah penangkapan ikan yang baru. Banyak di antara



49 nelayan ini tidak mampu membeli bahan bakar untuk perjalanan yang lebih jauh. Pengkayaan hara juga merupakan masalah yang serius. Karang beradaptasi dengan lingkungan yang tingkat haranya rendah. Meningkatnya hara, seperti nitrogen dan fosfor dapat meganggu keseimbangan normal pada komunitas karang. Sumber hara utama di daerah pesisir adalah air bangunan. Peningkatan kandungan hara dalam jumlah kecil dapat merangsang pertumbuhan karang, tetapi pada tingkat yang tinggi, laju pertumbuhan dan keragaman karang cenderung untuk menurun. Masukkan hara dalam jumlah banyak dapat merangsang pertumbuhan plankton dan benthos yang kemudian mengalahkan pertumbuhan komunitas karang dan menyebabkan penurunan kesehatan dan keragaman karang. Berlangsung eutrofikasi yang disebabkan oleh meningkatnya masukan hara, akan meningkatkan terjadinya erosi biologis, yang melemahkan karang dan membuatnya lebih rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh badai. Masalah lainnya adalah penurunan salinitas di beberapa tempat, yang disebabkan oleh peningkatan pelimpasan air hujan dan perubahan regim hidrologis. Karang bersifat stenohalin, yang berarti mereka hanya bisa bertahan hidup di lingkungan terbatas yang umunya bersalinitas tinggi. Jika terjadi gangguan dalam aliran air tawar di lingkungan dekat pantai, komunitas terumbu karang yang berada di dekatnya berangsur-angsur dapat mengalami perubahan. Pencemaran kimia juga dapat menjadi masalah serius bagi terumbu karang. Misalnya, klorin, yang mungkin berasal dari kolam-kolam renang di hotel-hotel bersifat sangat beracun bagi banyak organisme karang, terutama bentuk-bentuk plankton, termasuk fitoplankton dan larva invertebrata. Pengaruh logam-logam berat, seperti timah hitam dan merkuri kurang begitu tampak. Herbisida dan pestisida mungkin juga merupakan masalah bagi terumbu karang, karena dengan cepat dapat terkonsentrasi melalui rantai makanan pada terumbu karang dan memiliki akibat jangka panjang bagi orang yang mengkonsumsi ikan dan invertebrata dari terumbu karang. Minyak juga bisa menjadi masalah bagi terumbu karang. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak mentah dan fraksifraksinya yang terlarut berpengaruh merusak, tetapi responnya bergantung pada tingkat spesies. Masalah lain yang bersifat lokal adalah pengaruh limbah panas terhadap terumbu karang. Limbah yang sangat panas dibuang dari pendinginan mesin-mesin pembangkit listrik, pengilangan, dan pabrik-pabrik lainnya. Masalahnya timbul karena karang umumnya hidup mendekati batas suhu atasnya. Peningkatan suhu sebanyak 4-6 derajat Celcius sudah cukup untuk menyebabkan penurunan pertumbuhan atau bahkan kematian sebagian besar spesies karang. Kerusakan langsung terumbu karang dapat terjadi pada skala lokal. Peledakan dalam pembuatan jalur pelayaran, penambangan baru karang untuk bahan bangunan dan untuk produksi kapur, dan pengumpulan karang untuk perdagangan cindera mata, semuanya dapat menyebabkan kerusakan karang yang pertumbuhannya membutuhkan waktu selama ribuan tahun. Keprihatinan lainnya adalah kerusakan yang disebabkan oleh jangkar perahu-perahu yang mematahkan komunitas karang meja, dan kerusakan oleh penyelam-penyelam yang sembrono



50 (terkena sepatu sirip dan tangki oksigen), yang umumnya terjadi pada rantingranting spesies karang yang lebih rentan. Kerusakan karang tidak hanya menurunkan bagian terumbu karang yang produktif, tetapi juga dapat meningkatkan erosi pantai-pantai yang berada di dekatnya. Sejauh ini masalah terumbu karang yang paling serius di Indonesia berkaitan dengan penggunaan peralatan penangkapan ikan yang merusak. Masalah ini hampir sama seriusnya dengan sedimentasi terumbu karang serta pencemaran laut. Cara-cara penangkapan ikan yang merusak meliputi penggunaan dinamit, muroami, dan penggunaan sianida (untuk pengumpulan ikan hias). Penangkapan ikan dengan dinamit meliputi penggunaan berbagai bahan peledak yang diperdagangkan. Praktik ini sudah dilarang di Indonesia sejak tahun 1920. Masalah utama dalam penggunaan dinamit adalah sangat banyaknya limbah yang disebabkan oleh metoda penangkapan ikan yang sangat tidak selektif, yang menyebabkan seluruh kelompok ikan terbunuh oleh ledakan, sementara ikan yang diambil oleh nelayan hanya sedikit. Ledakan dinamit juga merusak karang sejauh paling sedikit empat meter. Pemboman ikan atau penggunaan dinamit untuk menangkap ikan merupakan masalah di seluruh Indonesia. Pemboman menjadi masalah dimana kapal-kapal asing menggunakan teknik-teknik pemusnahan ikan yang secara tradisi juga dimanfaatkan oleh nelayan lokal. Penduduk setempat terpaksa harus menggunakan teknik yang sama agar dapat bersaing dengan nelayan asing. Melalui proses ini populasi ikan dan karang akan menjadi sangat rusak. Daerah yang sama ini juga dipengaruhi oleh penangkapan ikan dengan muroami, dimana jaring yang diberi pemberat digunakan untuk mengejar ikan supaya masuk ke dalam jaring. Dalam proses ini, karang-karang yang ringkih akan menjadi patah karena operasi ini melibatkan banyak orang. Beberapa contoh khusus menunjukkan bagaimana tekanan penangkapan ikan dapat mengubah komunitas terumbu karang. Misalnya di Papua Nugini, komposisi spesies mengalami perubahan setelah intensitas penangkapan ikan menggunakan jaring meningkat. Hasil tangkapan berubah dari yang semula didominasi olehikan-ikan herbivora Acanthuridae menjadi didominasi ikan predator kecil Lethrinidae dan kemudian ikan herbivora Siganidae. Nilai hasil tangkapan juga menurun, dari spesies berharga mahal yang tumbuh lambat menjadi ikan-ikan berukuran kecil yang lebih cepat berkembang biak tetapi nilai jualnya rendah. Banyak contoh masalah perikanan terumbu karang dari Filipina, dimana kegiatan perikanan lebih maju daripada di Papua Nugini. Kegiatan perikanan sangat intensif dan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang. Potensi tangkapan ikan cenderung menurun karena berkurangnya tutupan karang, yang terutama disebabkan oleh praktek-praktek penangkapan ikan yang buruk dan sedimentasi. Hasil tangkapan ikan di Filipina menurun sebanyak 160.000 ton akbiat kerusakan karang. Penurunan hasil ini menyebabkan pengangguran sekitar 127.000 orang. Masalah ini diperburuk lagi oleh adanya penangkapan ikan berlebihan.



51 K. Potensi Sumber Daya Hutan Mangrove Hutan Mangrove merupakan salah satu habitat pesisir yang sangat penting dan paling produktif di Indonesia. Namun demikian, ekosistem ini semakin terancam oleh pencemaran, konversi menjadi tambak dan lahan pertanian serta eksploitasi sumber daya yang berlebihan. Akibatnya kebutuhan untuk meningkatkan pengelolaan hutang Mangrove di Indonesia sudah sangat mendesak. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang toleran terhadap air asin yang terdapat di daerah pasang surut (intertidal) tropis dan sub tropis. Di seluruh dunia ekosistem hutan mangrove terdiri dari ± 60 spesies pohon dan perdu serta lebih dari 20 spesies flora tambahan yang biasanya tumbuh bersamaan dengan hutan mangrove seperti pohon Nipah. Fungsi Ekologis Hutan Mangrove/Hutan Bakau yang Penting: 1. Pohon mangrove menghasilkan bahan organik dan hara bagi ekosistem akuatik yang bersangkutan; 2. Hutan mangrove berfungsi sebagai daerah pembiakan bagi berbagai hewan akuatik terutama ikan dan udang; 3. Hutan mangrove merupakan lingkungan yang sangat heterogen secara fisik, memberikan bermacam-macam relung tempat perlindungan hewan dan daerah khusus yang digunakan oleh spesies lainnya; 4. Hutan mangrove memberikan perlindungan bagi pantai dari peristiwa erosi atau pengikisan pantai oleh ombak laut maupun selama terjadinya banjir bandang dan badai; 5. Hutan mangrove bertugas sebagai penangkap sedimen yang datang dari daratan yang mencegah memungkinkan terjadinya penambahan tanah (akresi) kearah laut; 6. Hutan mangrove mampu menyaring bahan-bahan pecemar dan unsur hara yang dapat masuk ke wilayah dekat pantai, dan menjadi masalah bila jumlah bahan pencemar dan unsur hara berlebihan; 7. Hutan mangrove berfungsi sebagai penyangga penting bagi hutan rawa yang tidak toleran dengan kondisi air asin; Potensi Produk Hutan Mangrove Bagi Kehidupan Manusia Penggunaan - Bahan Bakar



- Konstruksi - Penangkapan ikan



Produk - Kayu bakar untuk masak dan pemanas - Kayu bakar untuk pengasapan ikan - Kayu bakar untuk pengasapan karet - Kayu bakar untuk pembakaran bata - Arang kayu - Alkohol Penggunaan - Joran pancing



52 - Pengembang untuk pemancingan - Racun ikan - Tanin untuk perawatan jala - Rumpon - Pertanian



- Pakan ternak - Pupuk hijau Penggunaan



Produk



- Produksi kertas



- Kertas dalam berbagai bentuk



- Makanan, obat-obatan dan minuman



-



- Alat-alat rumah tangga



Gula Alkohol Minyak sayur Cuka Bahan tambahan teh Minuman fermentasi Makanan ringan Kertas rokok Obat-obatan dari kayu, dahan, dan buah - Furnitur - Perekat - Minyak rambut - Bahan pemegang peralatan - Penumbuk beras - Mainan anak - Batang korek api - Dupa - Benang sintetik - Pewarna untuk pakaian



- Produk sintetik dan kulit



- Tanin untuk pengawetan kulit



- Lain-lain



- Kotak pengemasan



- Sirip ikan (banyak spesies)



- Pupuk



- Krustasea (udang, galah, kepiting)



- Makanan



- Moluska (Tiram, kerang) - Lebah



- Makanan - Madu - Lilin - Makanan - Bulu - Rekreasi (pengamatan, perburuhan) - Makanan - Kulit/Bulu - Rekreasi (pengamatan, perburuhan) - Makanan - Kulit



- Unggas



- Mamalia



- Reptilia



53 - Rekreasi - Hewan lainnya seperti serangga



- Makanan - Pengamatan



Masalah-masalah yang paling serius sehubungan dengan pemanfaatan ekonomi hutan mangrove disebabkan oleh perusahaan skala besar, seperti produksi kayu cacah, pulp, dan tiang-pancang, pemanfaatan lahan untuk permukiman dan industri. Beberapa tempat di Sumatera dikuasai oleh pemilik konsesi berskala besar, yang produknya untuk diekspor. Dengan demikian ekosistem mangrove di sini mengalami tekanan yang cukup berat. Sekali lagi pertanyaan yang muncul adalah: bagaimana keseimbangan yang optimal antara daerah pemanfaatan sumber daya atau konversi habitat alami mangrove.



Gambar 6.7 Akar Gantung Pohon Mangrove Masalah besar yang berkenaan dengan kerentanan hutan mangrove yang dapat memicu kelangkaan sumber daya alam diantaranya adalah: 1. 2.



3. 4.



Hilangnya kawasan, karena konversi menjadi tambak, perluasan habitat manusia, ladang garam, menjadi konsesi HPH; Terganggunya kondisi hidrologi alamiah dan keseimbangan air tawar/asin, karena perubahan di hulu sungai (bendungan, sedimentasi, dan sebagainya) dan pembangunan kanal-kanal melalui hutan untuk keperluan pertanian dan transportasi; Hilangnya habitat perkembangan udang dan ikan, yang penting untuk perikanan lokal dan lautan; Kemungkinan kepenuhan lokal beberapa spesies mangrove dan bermacammacam satwa liar;



54 5. 6.



Eksploitasi-berlebihan pohon mangrove, nipah, ikan, dan udang yang berada di hutan mangrove; Polusi dari tambak, industri, limbah domestik, dan tumpahan minyak, mengakibatkan hilangnya kemampuan dan produksi hutan mangrove.



Masalah yang paling mendasar yang dapat terjadi di hutan mangrove adalah hilangnya luas hutan karena dikonversi. Hampir seluruh pesisir utara jawa hutan mangrove aslinya sudah ditebang. Bahkan di sepanjang pantai timur Sumatera, luas hutan mangrove yang sudah hilang cukup besar. Di wilayah pesisir dekat Medan, luas hutan-hutan mangrove yang masih asli hanya tinggal 35%, yang disebabkan oleh perambahan daerah pemukiman dan konversi untuk tambak dan perkebunan. Karena konsesi hutan, sebagian besar wilayah Riau dan Sumatera Selatan, hutan mangrove yang sangat penting sudah lenyap, termasuk beberapa satwa liar yang penting seperti biawak, berbagai jenis burung dan lain sebagainya. Di beberapa daerah transmigrasi (seperti di Sumatera Selatan), drainase dari hutan rawa, konstruksi kanal untuk transportasi, dan migrasi spontan ke daerah nibong dan nipah di pinggiran hutan mangrove menyebabkan perubahan distribusi spesies hutan mangrove dan perubahan kondisi hidrlogis di hutan mangrove itu sendiri (ingat bahwa spesies hutan mangrove memerlukan keseimbangan khusus antara air asin/tawar dan tingkat penggenangan). Salah satu masalah potensial penting sehubungan dengan konversi mangrove adalah hilangnya habitat untuk perkembangan ikan dan udang, yang bergantung pada hutan mangrove untuk mendapatkan naungan dan makanan pada awal pertumbuhannya. Dari hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif antara kondisi habitat mangrove dengan stok biomas udang di lepas pantai. Jika habitat perkembangbiakannya hilang, maka akan terjadi penurunan populasi spesies yang memiliki nilai ekonomi penting ini di perairan lokal maupun perairan lepas pantai. Masalah ini dapat menjadi lebih buruk oleh tingkat eksploitasi spesies tersebut secara berlebihan. Beberapa penelitian mengemukakan adanya kepunahan spesies hutan mangrove di beberapa bagian pulau Jawa. Terdapat indikasi yang jelas bahwa kepunahan spesies ini terjadi di beberapa bagian dunia dimana konversi hutan mangrove terjadi secara besar-besaran. Sejalan dengan hilangnya spesies hutan mangrove, kemungkinan juga terjadi penurunan spesies binatang yang hidupnya bergantung pada kondisi spesifik hutan mangrove. Meningkatnya tekanan terhadap hutan mangrove (disebabkan kegiatan skala komersial) dan pertambahan penduduk di wilayah mangrove, mengarah kepada eksploitasi berlebihan untuk pohon-pohon mangrove, nipah, udang, kepiting, kerang dan ikan. Sumber-sumber pendapatan dan sumber daya tradisional terus berkurang yang akan menyebabkan masalah-masalah sosial dan konflik antara pengguna sumber daya yang berbeda. Bukti-bukti adanya masalah ini banyak dijumpai di Indonesia. Salah satu masalahnya adalah karena kegiatan komersial berskala besar (seperti tambak) dimiliki oleh tuan-tuan tanah yang hanya tertarik



55 untuk memperoleh keuntungan ekonomi setinggi-tingginya dalam waktu singkat tanpa memikirkan keseimbangan alam yang sensitif di dalam hutan mangrove. L. Potensi Sumber Daya Muara dan Pantai Ciri-ciri penting muara: 1. Muara sangat produktif, sering mendukung biomas benthos dan kepadatan plankton tinggi, dan produksi perikanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pesisir lainnya; 2. Muara dapat merupakan sistem penyimpanan hara, dengan besar proporsi produksi hara di dalam sistem dipertahankan oleh arus masuk pasang surut dan menyalurkan nutrien pada waktu datangnya batas air asin (hal yang sama terjadi pada sedimen dan kontaminan); 3. Biasanya terjadi transportasi sedimen tingkat tinggi, dengan pembentukan dasar berlumpur atau pembentukan pasir atau krikil pada pertemuan air tawarair asin; percampuran air tawar dengan air asin menyebabkan koalisi partikel pasir yang menjadi lebih besar, lebih berat untuk mengendap; 4. Muara berfungsi sebagai daerah pengembangbiakan banyak spesies, tergantung pada ketersediaan nutrien, fitoplankton dan spesies mangsa juga karena perlindungan yang dibuat karena kekeruhan tinggi dan salinitas rendah (menghindari predator laut); 5. Muara mendukung migrasi ikan, seperti sidat dan mao, yang tergantung pada pengaruh air tawar untuk melengkapi daur hidupnya atau yang bermigrasi ke muara untuk mencari makan. Kerentanan muara dari kegiatan manusia yang dapat memicu kelangkaan sumber daya alam diantaranya adalah: 1. Pola sirkulasi klasik suatu muara membantu menahan hara, sedimen, serta kontaminan di dalam sistem muara; kelebihan beban dari unsur-unsur tersebut dapat menyebabkan perubahan muara; 2. Kelebihan beban memiliki kemungkinan yang besar di muara, karena ciricirinya menarik untuk pemukiman manusia dan eksploitasi sumber dayanya (pembukaan lahan dan pertanian sepanjang pantai, masukan pupuk, pestisida, kotoran manusia, jalur transportasi, dan sebagainya); 3. Penangkapan ikan di muara cenderung berlebihan (banyak spesies ikan muara telah menurun jumlahnya); 4. Perubahan ciri-ciri hidrologi alami muara (perubahan tata salinitas) dapat mempengaruhi kegunaan muara sebagai jalur migrasi atau sebagai daerah pengembangbiakan berbagai spesies ikan. Ciri-ciri utama pantai: 1. Berfungsi sebagai penyangga kerusakan oleh badai; 2. Sumber daya rekreasi yang penting; 3. Berfungsi sabagian daerah perikanan yang penting serta peluncuran dan pendaratan kapal/perahu; 4. Beberapa pantai merupakan tempat yang penting untuk sarang burung dan penyu;



56 5.



Beberapa pantai digunakan untuk memasok bahan konstruksi atau ditambang untuk timah dan bauksit.



Gambar 6.7 Ekosistem Pantai Ancaman utama terhadap pantai dan makhluk di dalamnya yang dapat memicu kelangkaan sumber daya alam diantaranya adalah: 1. Pembangunan gedung, pemecah ombak, dan sebagainya. Dengan cara yang tidak benar atau dekat pantai, dapat membuat erosi; 2. Meledakkan atau menggali/mengambil terumbu karang, membuat erosi pantai. 3. Merusak bukit pasir, mengambil vegetasinya, membuat erosi; 4. Pengambilan pasir dan material lain dari pantai atau wilayah dekat pantai, membuat rusak; 5. Masukan hara yang berlebihan (seperti dari kotoran manusia), menyebabkan pesatnya pertumbuhan algae di garis air surut; 6. Penggunaan pantai secara berlebihan menyebabkan penyu laut dan burungburung pantai menghindar; 7. Gangguan (bangunan, sampah di garis pantai, pencemaran dan sebagainya) yang menghalangi penyu ke pantai; 8. Cahaya yang menganggu orientasi anak penyu yang baru menetes; 9. Pemanenan telur penyu secara berlebihan dan pembunuhan penyu yang sedang bertelur. M. Potensi Sumber Daya Padang Lamun Padang Lamun berfungsi sebagai habitat organisme laut yang hidup di peralihan antara pantai dan terumbu karang serta memiliki fungsi penting dengan kedua habitat tersebut. Ekosistem Padang Lamun ini berada di perairan dangkal yang berdekatan dengan pantai sehingga ekosistem ini dekat dengan kegiatan manusia. Perkembangan ekosistem Padang Lamun sangat rentan terhadap tekanan dari segala kegiatan manusia di darat maupun di laut.



57



Tekanan terhadap padang lamun yang berasal dari kegiatan manusia di darat utamanya adalah limbah dan pencemaran, sedangkan tekanan yang berasal dari kegiatan manusia di laut antara lain; penangkapan ikan dengan menggunakan sianida, bom, dinamit, dan tumpahan minyak dari kapal, pencemaran dari laut sendiri dan lain sebagainya. Ciri Utama padang lamun: 1. Padang lamun terdiri dari berbagai jenis spesies tanaman laut berbunga (bukan algae). 2. Padang lamun tumbuh di perairan pasang surut terendah hingga berjarak 30 meter, di dalam daerah dimana terdapat cukup cahaya untuk fotosintesis; 3. Keragaman spesies lamun terbesar tumbuh di Indo-Pasifik barat (dekat Indonesia-seperti spesies biota laut lainnya); 4. Lamun lebih suka tumbuh di pesisir yang tetap, di pecah-pecahan kecil karang, atau pada tumpukan lumpur yang dapat membentuk kerapatan rumput-rumput produktif; 5. Lamun berkembang biak dengan memproduksi bunga dan buah dengan penyebaran biji, secara horizontal vegetasi ini tumbuh dengan batang atau rhizoma di bawah tanah; 6. Memiliki kaitan yang erat dengan ekosistem pesisir lainnya seperti hutan mangrove dan terumbu karang, karena biasanya tumbuh di antara ekosistem ini; 7. Padang lamun sangat produktif; tumbuh dengan rumput-rumputan spesies tunggal atau dalam kemajemukan hingga delapan spesies; 8. Beberapa padang lamun memiliki ciri bioturbasi yang tinggi (gangguan sedimen karena udang atau cacing); 9. Padang lamun sering ditumbuhi tanaman efifit (algae yang tumbuh di daun lamun) serta bermacam-macam binatang lunak dan ikan



Gambar 6.8 Ekosistem Padang Lamun (Sea Grass)



58 Sumber : Nontji (1993 : p. 217d).



Padang lamun membutuhkan berbagai kisaran persyaratan habitat yang cukup banyak, meskipun terbatas di tempat yang penetrasi cahayanya cukup. Padang lamun terdapat di dekat pantai berpasir, berdekatan dengan hutan mangrove yang berlumpur dan umum sekali terdapat pada daratan karang, yaitu pada terumbu karang ke arah daratan. Lapisan lumpur di bagian tepi hutan mangrove ke arah laut sangat mendukung padang lamun berspesies tunggal yang biomasanya sangat tinggi, sedangkan padang lamun yang memiliki berbagai spesies terdapat di wilayah pasang surut yang lebih rendah serta sub-pasang surut yang dangkal. Padang lamun yang paling produktif tumbuh di tempat yang terlindung, berpasir, stabil dengan dasar laut yang hampir horizontal. Berbagai studi menyatakan bahwa komunitas klimaks (yang paling mantap setelah beberapa tahap suksesi) dimana zat-zat hara di dalam sedimen ditambahkan dari ekosistem di dekatnya, seperti hutan mangrove. Beberapa ikan dan teripang berlindung di terumbu karang memakan lamun di dekatnya. Beberapa jenis ikan kakap predator bersifat nokturnal (aktif pada malam hari) yang mencari makan di padang lamun, sementara ikan-ikan lain memakan lamun pada siang hari dan pada malam hari bersembunyi pada terumbu karang. Pemanfaatan ekonomi padang lamun: 1. Bahan pembuat keranjang; 2. Digunakan untuk produksi soda dan garam; 3. Bahan pengisi (stuffing material); 4. Bahan alas kandang bagi binatang; 5. Bahan pembuat atap rumah; 6. Daerah perkembangbiakan spesies udang dan ikan yang ditangkap di lepas pantai; 7. Daerah penangkapan ikan bagi bermacam-macam ikan, udang, teripang, serta moluska dan daerah ini mudah dijangkau karena dangkal dan biasanya terlindung, sehingga tidak dibutuhkan perahu; 8. Pengambilan biji enhalus Acoroides dan Rhizoma cymodocea spp bagi konsumsi manusia; 9. Padang lamun biasa digunakan untuk tempat akuakultur (budidaya). Dua masalah utama dalam pengelolaan padang lamun di Indonesia adalah masalah distribusi lahan pertumbuhan vegetasi dan tingkat eksploitasi sumber daya padang lamun. Masalah distribusi hamparan ekosistem padang lamun tidak selalu terdapat di sembarang tempat di laut dangkal, tetapi hanya bisa tumbuh di tempat-tempat tertentu sehingga sulit dilakukan pengelolaanya. Eksploitasi padang lamun oleh masyarakat tidak memerlukan modal besar, jadi cukup modal kecil seperti perahu, maka jadilah eksploitasi sumber daya padang lamun secara besar dengan jumlah masyarakat yang cukup banyak dan terpencar memanfaatkan vegetasi ini untuk keperluan pembuatan produk-produk rumah tangga. Kedua masalah tersebut di atas menjadi kendala dalam pengelolaan dan pemantauan ekosistem sumber daya padang lamun tersebut.



59 Gangguan utama terhadap padang lamun yang dapat memicu kelangkaan sumber daya alam diantaranya adalah: 1. Eutrofikasi, dari sumber hara di darat seperti saluran air kotor, pupuk sungai, limbah tambak; dapat menimbulkan peledakan epifita lamun dan mengurangi cahaya ke tumbuhan tersebut. Hilangnya tumbuhan lamun mengarah kepada erosi lokal, yang meningatkan gerakan ombak di dasar laut dan kekeruhan serta lebih jauh lagi mengurangi cahaya; 2. Meskipun tumbuhan lamun dapat hidup pada tingkat sedimentasi tertentu, kekeruhan berlebihan dapat merusak, yang disebabkan oleh penambangan, pengurukan, jaring pukat, serta sedimen dari buruknya pemanfaatan tanah di daerah aliran sungai; 3. Penggunaan pukat dekat dengan pantai, seperti di Indonesia timur, merusak padang lamun; 4. Perubahan struktur garis pantai (bangunan, hilangnya mangrove) dapat mengubah sirkulasi air dan habitat yang dibutuhkan untuk tumbuhan lamun; 5. Eksploitasi perikanan berlebihan di dalam padang lamun dapat menjadi masalah pada perkembangan ekosistem ini; 6. Polusi yang bersumber dari darat dapat menyebabkan akumulasi zat pencemar (biasanya logam berat) di dalam jaringan tumbuhan lamun dan di dalam binatang yang memakan lamun; 7. Efluen panas (air pendingin dari industri) dapat mematikan lamun. Padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang tidak begitu mencolok dan selama ini tidak mendapat cukup perhatian untuk penelitian dan pengelolaan (meskipun sekarang keadaan ini sudah berubah di Indonesia). Oleh karena itu pengalaman dalam pengelolaan padang lamun sedikit sekali yang bisa diterapkan untuk mengatasi berbagai masalah yang disebut di atas. N. Latihan 1. Jelaskan potensi sumber daya alam dan lingkungan di daerah anda yang mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di daerah anda. 2. Jelaskan keterbatasan ataupun kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan di daerah anda yang harus anda atasi dalam upaya pembangunan berkelanjutan. 3. Jelaskan potensi sumber daya alam secara khas yang ada di lingkungan daerah anda dan tidak dimiliki oleh daerah lain di Indonesia. 4. Jelaskan apa yang menjadi persoalan utama sumber daya alam dan lingkungan di daerah anda dalam memenuhi kesejahteraan masyarakat di daerah anda. O. Rangkuman Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan wujud dari ekosistem yang dimanfaatkan manusia untuk kehidupannya. Keberadaan sumber daya alam di kelompokkan menjadi dua yaitu sumber daya alam yang dapat diperbarui dan yang tidak dapat diperbarui. Ciri khas sumber daya alam dan lingkungan Indonesia



60 adalah terdapatnya berbagai ragam ekosistem yang mampu menopang perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kekhasan dan keragaman ekosistem yang potensial untuk dipergunakan sepenuhnya bagi kebutuhan hidup manusia adalah untuk pembangunan ekonomi, industri, sosial, budaya dan kesehatan lingkungan. Bentuk dan ukuran potensial dan tingkat kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan didasarkan pada kuantitas dan kualitas jenis ataupun spesis dari sumber daya alam itu sendiri. Potensi dan kelangkaan sumber daya alam dan lingkungan sangat tergantung pada manusia yang mengelolanya baik potensi alam yang ada di darat maupun di dalam air. Kekhasan potensi sumber daya alam dan lingkungan di daerah dapat dilihat pada berbagai macam bentuk komponen ekosistem yang ada seperti; di darat terdapat hutan beserta spesies satwa yang ada di dalamnya dan cadangan aneka bahan tambang, ekosistem terumbu karang dan padang lamun di laut beserta spesis satwa ikan dan udangnya. Keberadaan sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan umat manusia dengan jalan mengenali potensi dan keterbatasannya untuk dikelola dengan baik dan benar.



DAFTAR PUSTAKA



Daftar referensi khusus; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Clapham, W.B. 1973. Natural Ecosystem. McMillan Publishing Co., Inc. New York : viii + 248 hlm. Djajadiningrat, Surna T., 2001. Pemikiran Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Penerbit Studio Tekno Ekonomi ITB-Bandung : xix + 375 hlm. ------ 1997. Pengantar Ekonomi Lingkungan. Penerbit PT. Pustaka LP3ES Jakarta : ix + 117 hlm.. Enger, Eldon D. et al. 1998. Environmental Science, A Study of Interrelationships. 6th Edition. McGraw-Hill. Boston : xxi + 456 hlm. Fiksel, Joseph. 1996. Design for Environment, Creating Eco-Efficient Products and Processes. McGraw-Hill. New York : xviii + 513 hlm. Kantor MNLH. 1997. Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta, Maret 1997. Kantor MNLH. 2006. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta, Juni 2006. R. Reda dan Suyud, 2006. Ekologi. Penerbit Universitas Terbuka, 2006. Yuwono, A. 2005. Kebijaksanaan Pembangunan Nasional Lingkungan Hidup, Makalah Penataran/Kursus AMDAL di PPSML-UI.



Daftar Referensi Secara Umum; Denton, D. Keith. 1994. Enviro-Management. Prentice Hall, Englewood, New Jersey : xvii + 322 hlm. Nontji, 1993. Laut Nusantara. Cetakan Kedua. Penerbit Djambatan. Miller, G. Tyler. 2002. Sustaining the Earth, An Integrated Approach. 5th. Edition. Brooks/Cole, Thomson Learning. Australia : viii + 385 hlm + G13 + index 116. Perman, Roger., et al. 2003. Natural Resources and Environmental Economics. Third Edition. Pearson Addison Wesley. New York. Salam R., 2005. “Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Era Otonomi Daerah”, Makalah Kursus Penyusun AMDAL, PPSML-UI. Salim E., 2003. “Asia the Challenge of Sustainability”, paper discusess the outcome of WSSD, Johannesburg, South Africa, 2002, and its implication on Asia Development, tp. 11 hlm. Suparmoko, 1995. Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan. Edisi Kedua Cetakan Kedua. Penerbit BPFE-Yogyakarta. Hardjasoemantri, Koesnadi. 2002. Hukum Tata Lingkungan, Edisi ketujuh Cetakan ketujuh belas, Gajah Mada University Press : xxv + 525 hlm.



Keraf, A. Sonny, 2002. Etika Lingkungan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta : xxii + 322 hlm. www.prb.org . 2006. World Population Data Sheet. Population Reference Bureau.



This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.