Modul Ilmu Dasar Keperawatan Ii [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL ILMU DASAR KEPERAWATAN II



OLEH : Ni Made Raningsih, S.Pd., M.Si TEAM TEACHING ILMU DASAR KEPERAWATAN II



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES BULELENG 2020



i



DAFTAR ISI



BAB I Konsep Dasar Patologi BAB II Konsep Adaptasi Jejas dan Penuaan Sel BAB III Konsep Kelainan Kongenintal dan Respon Radang BAB IV Konsep Agen-Agen Infeksius BAB V Konsep Infeksi Oportunistik BAB VI Konsep Pengontrolan Pertumbuhan Mikroorganisme Daftar Pustaka



ii



Keg iat a n Be la jar I L M U D AS A R KE P E R A W A T A N I I



PENDAH ULUAN Tenaga perawat yang berkualitas dihasilkan oleh institusi keperawatan yang dikelola dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan regulasi. Pendidikan perawat di Indonesia saat ini mayoritas di jenjang pendidikan S1 keperawatan dan Ners dengan kualifikasi perawat pelaksana yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan. Untuk mencapai ketrampilan tersebut, maka pada semester II, mata kuliah IDK II sebagai salah satu mata kuliah untuk mendasari kemampuan perawat dalam memahami konsep patologi, adaptasi jejas dan penuaan sel, kelainan kongenintal dan respon radang, agen-agen infeksisus, infeksi oportunistik, pengontrolan pertumbuhan mikroorganisme, dan konsep dasar farmakologi.



TINJAUAN MATA KULIAH



A. Desripsi Singkat Mata Kuliah Mata kuliah ini merupakan bagian dari kelompok ilmu alam dasar yang membahas tentang konsep patologi, adaptasi jejas dan penuaan sel, kelainan kongenintal dan respon radang, agen-agen infeksisus, infeksi oportunistik, pengontrolan pertumbuhan mikroorganisme. Kegunaan / Manfaat Mata Kuliah Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran Ilmu Dasar Keperawatan (IDK) bila diberi kasus, mahasiswa mampu: 1. Menerapkan konsep patologi dan genetika sebagai suatu pendekatan dalam menyelesaikan masalah keperawatan 2. Menganalisis masalah keperawatan dengan menggunakan prinsip-prinsip kelainan kongenintal dan respon radang sebagai bagian pendekatan holistik keperawatan. 3. Menjelaskan konsep-agen-agen infeksius sebagai suatu pendekatan dalam menyelesaikan masalah keperawatan. 4. Menjelaskan mekanisme infeksi oportunistik dalam tubuh manusia 5. Menjelaskan mekanisme pengontrolan pertumbuhan mikroorganisme.



3



B. Standar Kompetensi Mata Kuliah Standar kompetensi mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan II ini adalah mahasiswa mampu memahami konsep patologi, adaptasi jejas dan penuaan sel, kelainan kongenintal dan respon radang, agen-agen infeksisus, infeksi oportunistik, pengontrolan pertumbuhan mikroorganisme, dan konsep dasar farmakologi. sesuai dengan perkembangan teori dan iptek. C. Susunan Urutan Bahan Ajar 1) Konsep Dasar Patologi 2) Konsep Adaptasi Jejas Dan Penuaan Sel 3) Konsep Kelainan Kongenintal Dan Respon Radang 4) Konsep Agen-Agen Infeksisus 5) Konsep Infeksi Oportunistik 6) Konsep Pengontrolan Pertumbuhan Mikroorganisme D. Petunjuk Bagi Mahasiswa Mahasiswa dapat mempelajari bahan ajar (modul) ini dan membaca referensi yang direkomendasikan sebagai buku acuan.



4



BAB I



KONSEP DASAR PATOLOGI A. Kompetensi Dasar dan Indikator No. Kompetensi Dasar 1. Mampu memahami konsep dasar patologi



1. 2. 3.



Indikator Mahasiswa mampu menjelaskan konsep patologi Mahasiswa mampu menjelaskan adaptasi jejas. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep penuaan sel.



B. Deskripsi Singkat Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk mampu menjelaskan konsep dasar patologi dalam ilmu dasar keperawatan . URAIAN MATERI



Konsep Dasar Patologi Tubuh Manusia A. Pengertian Patologi adalah ilmu atau studi mengenai penyakit. Patologi secara harfiah adalah bilogi abnormal. Studi mengenai proses-proses biologic yang tidak sesuai, atau studi mengenai individu yang sakit atau terganggu. Sebagai suatau ilmu patologi mencakup bidang-bidang seperti patologi tanaman, patologi serangga, patologi kedokteran hewan dan patologi kompratif, serta patologi manusia. Dalam kekdokteran manusia, patologi tidak hanya merupakan ilmu dasar atau teoritik, tetapi juga merupakan spesialisasi kedokteran klinis. Patologi adalah bagian dari ilmu kedokteran yang mempelajari tentang penyakit yang disebabkan karena perubahan struktur dan fungsi dari sel dan jaringan tubuh. Keadaan tubuh yang sakit disebabkan karena adanya gangguan yang menyebabkan menimbulkan sakit. Kerusakan atau gangguan terdapat pada sel dan jaringan tubuh atau fungsi yang menyimpang mengganggu tubuh sebagian dan seluruhnya Patologi adalah cabang ilmu pengobatan yang berkaitan dengan sebab-sebab penyakit dan prosesnya serta pengaruhnya terhadap struktur dan fungsi tubuh manusia. Secara khusus mengkaji proses penyakit dengan pengujian terhadap jaringan-jaringan dan cairan-cairan tubuh yang ditemukan selama pembedahanatau autopsi. Dua cabang besar patologi adalah patologi 5



jaringan dan patologi klinis. Patologi anatomi didasarkan pada pengujian organ-organ dan jaringan-jaringan secara langsung untuk menentukan sifat, tingkat dan ramalan terhadap penyakit pasien, seperti dalam biopsy atau untuk menjelaskan sebab-sebab kematian pasien dalam suatu autopsy. Patologi klinis melibatkan prosedur-prosedur laboratorium untuk menentukan pemusatan sebagai zat biokimia di dalam cairan tubuh, kumpulan sel-sel dan bentuk-bentuknya di dalam darah, sumsum tulang, dan jaringan-jaringan lain, fungsi-fungsi organ seperti hati, ginjal, status sistem kekebalan, dan identifikasi organisme-organisme yang menular.



B. Pembagian Patologi 1. Histopatologi: menentukan dan mendiagnosa penyakit dari hasil pemeriksaan jaringan. 2. Sitopatologi: menentukan dan mendiagnosis penyakit dari hasil pemeriksaan sel tubuh yang dapat diambil (aspirasi cairan tubuh) 3. Patologi forensic: aplikasi patologi untuk tujuan yang legal (misal menentukan sebab kematian pada kondisi yang tertentu) 4. Hematologi: menentukan kelainan seluler dan berbagai komponen pembekuan darah 5. Mikrobiologi: menentukan penyakit infeksi dan organisme yang bertanggungjawab terhadap penyakit tersebut 6. Imunologi: menentukan mekanisme pertahana yang spesifik dari tubuh manusia 7. Patologi kimia: mendiagnosis suatu penyakit dari hasil pemeriksaan perubahan kimia jaringan dan cairan 8. Genetik: menentukan kelainan-kelainan kromosom dan gen 9. Toksikologi: menentukan pengaruh racun yang diketahui atau yang dicurigai



C. Definisi Penyakit Penyakit adalah suatu kondisi dimana terdapat keadaan tubuh yang abnormal yang menyebabkan hilangnya kondisi normal yang sehat. Ditandai secara spesifik oleh gambaran yang jelas (sebab, tanda dan gejala, perubahan morfologi dan fungsi).



D. Batasan kondisi normal



6



Kondisi normal, bila dapat diukur/ dinyatakan dalam ukuran numeric, biasanya dibatasi oleh dua simpangan baku (untuk bentuk distribusi “normal”) pada tiap sisi harga tengah (mean).



E. Respon Terhadap Lingkungan Setiap individu atau spesies harus mengadaptasi atau bila tidak mampu akan menyebabkan kematian.



F. Karakteristik Penyakit 1. Etiologi ( sebab) Suatu agen primer yang bertanggung jawab untuk memulai proses selanjutnya yang menghasilkan sakit. Adapun faktor etiologi adalah sebagai berikut: - Biologi: bakteri, virus, jamur - Fisik: trauma, luka bakar, radiasi - Kimia: racun, alkohol - Genetika: keturunan Alopesia, hemofilia, diabetes mellitus 2. Patogenesis (mekanisme) Patogenesis penyakit merupakan suatu mekanisme yang menghasilkan tanda dan gejala klinis maupun patologis. Contoh:  Inflamasi: respon terhadap kuman / gen yang menyebabkan kerusakan jaringan. 



Degenerasi: kemunduran sel atau jaringan yang merupakan respon atau kegagalan dari penyesuaian terhadap berbagai agen.



 Karsinogenesis: mekanisme dimana bahan karsinogen menyebabkan terjadinya kanker. 3. Komplikasi atau cacat (efek ) Penyakit dapat lama, efek sekunder atau jauh, yang dapat menyebabkan komplikasi yang jauh disertai kelainan bentuk anantomi / fungsi. Contoh: - Diabetes militus Komplikasi: kebutaan, jantung koroner, kerusakan ginjal. - Lepra Kecacatan pada organ gerak perifer. 4. Prognosis ( keluaran)



7



Prognosis merupakan perkiraan terhadap apa yang diketahui atau terhadap perjalanan suatu penyakit, sebagai kemungkinan yang akan dihadapi oleh penderita. Dipengaruhi: umur, jenis kelamin dan stadium penyakit. Contoh: stadium pada penyakit kanker



BAB II



8



ADAPTASI JEJAS DAN PENUAAN SEL A. Kompetensi Dasar dan Indikator No. Kompetensi Dasar 1. Mampu memahami konsep adaptasi jejas dan penuaan sel.



Indikator 1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep adaptasi jejas. 2. Mahasiswa mampu menjelaskan penuaan sel.



B. Deskripsi Singkat Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk mampu menjelaskan dasar konsep adaptasi jejas dan penuaan sel pada ilmu dasar keperawatan. URAIAN MATERI



Manusia sesungguhnya, berupa kelompok sel-sel yang tersususn rapi dan rumit. Kesehatan perorangan berasal dari kesehatan selnya. Penyakit mencerminkan disfungsi sejumlah penting sel-sel. Dalam bereaksi terhadap tekanan yang progresif, sel akan :  Menyesuaikan diri  Terjadi jejas yang dapat pulih kembali (reversible)  Mati



Kelangsungan fungsi dan struktur fungsi sel normal, beradaptasi, terjejas ireversibel, mati merupakan keadaan yang berbatas kabur. Semua tekanan atau pengaruh berbahaya berdampak pertama-tama pada tingkat molekul. Perubahan molekul dan fungsi selalui mendahului perubahan morfologi. Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan perubahan yang tampak pada adaptasi sel, jejas dan kematian berbeda-beda sesuai dengan kemampuan pemilihan cara-cara yang dipakai untuk mendetiksi perubahan tersebut. 1. Sebab-sebab Jejas, Kematian dan Adaptasi Sel adalah: a. Hipoksia :



9



• Penyebab jejas dan kematian sel paling penting • Mempengaruhi respirasi oksidasi aerob • Hilangnya perbekalan darah, penyebab hipoksia yang paling sering • Oksigenasi darah yang tidak memadai karena kegagalan kardiorespirasi b. Bahan Kimia dan Obat : • Penyebab penting adaptasi, jejas dan kematian sel. • Setiap agen kimia atau obat dapat dilibatkan. • Bahan yang tidak berbahaya bila konsentrasinya cukup sehingga dapat merusak lingkungan osmosa sel akan berakibat jejas atau kematian sel tersebut. • Racun dapat menyebabkan kerusakan hebat pada sel dan kemungkinan kematian seluruh organisme. • Masing-masing agen biasanya memiliki sasaran khusus dalam tubuh



c. Agen Fisika : • Trauma mekanik pada organel intrasel atau pada keadaan yang ekstrem, dapat merusak sel secara keseluruhan. • Suhu rendah Vasokonstriksi dan mengacau perbekalan darah untuk sel-sel, bila suhu semakin rendah, air intrasel akan mengalami kristalisasi. • Suhu tinggi yang merusak dapat membakar jaringan. • Perubahan mendadak tekanan atmosfer juga dapat berakibat gangguan perbekalan darah untuk sel-sel. Penyakit caison • Tenaga Radiasi menyebabkan ionisasi lansung senyawa kimia yang dikandung dalam sel, mutasi yang dapat berjejas atau membunuh sel-sel. • Tenaga Listerik meyebabkan luka bakar, dapat mengganggu jalur konduksi syaraf dan sering berakibat kematian karena aritmia jantung.



d. Agen Mikrobiologi : • Virus dan rcketsia merupakan parasit obligat intrasel yang hidupnya hanya di dala sel-sel hidup.



10



• Virus yang menyebabkan perubahan pada sel : Sitolisis (dapat menyebabkan kematian sel), Onkogen (merangsang replikasi sel, berakibat tumor). • Kuman dengan membebaskan eksotoksin dan endotoksin yang mampu mengakibatkan jejas sel, melepaskan enzim sehinga dapat merusak sel. • Jamur, protozoa dan cacing dapat menyebabkan kerusakan dan penyakit pada sel



e. Mekanisme Imun : • Penyebab kerusakan sel dan penyakit pada sel. • Antigen penyulut berasal dari eksogen (Resin tanaman beracun), endogen (antigen sel) yang menyebabkan penyakit autoimun.



f. Cacat Genitika : • Kesalahan metabolisme keturunan dapat mengurangi sutu enzem sel. • Dalam keadaan parah meyebabkan kelangsungan hidup sel tidak sesuai. • Beberapa keadaan abnormal genetika diturunkan sebagai sifat keluarga (anemia sel sabit).



g. Ketidak seimbangan Nutrisi : • Defesiensi nutrisi penyebab jejas sel yang penting, mengancam menjadi masalah kehancuran di masa mendatang. • Defesiensi protein-kalori, avitaminosis, kalori berlebihan dan diet kaya lemak merupakan masalah ketidakseimbangan nutrisi di dunia. h. Penuaan : • Penuaan dan kematian sel merupakan akibat penentuan progresif selama jangka waktu hidup sel dengan informasi genitik yang tidak sesuai akan menghalangi fungsi normal sel.



2. Patogenesis dan Morfologi Jejas Sel Jejas pada sel mungkin mempunyai banyak penyebab, dan mungkin tidak mempunyai jalur akhir umum (common final pathway) kematian sel. Titik pantang balik, yaitu titik dimana kerusakan ireversibel dan kematian sel terjadi, masih banyak yang belum diketahui Jenis oksigen



11



tereduksi parsial yang diaktifkan, merupakan perantara penting kematian sel dalam banyak keadan patologis.



Rangkaian Peristiwa : Jejas Iskemi dan Hipoksia  Titik pertama serangan hipoksia ialah pernapasan aerob sel, yaitu fosforilasi oksidatif oleh mitokondria.  Pembentukan ATP diperlambat atau berhenti.  Penimbnan natrium intrasel dan difusi kalium keluar sel disusul oleh iso-osmosa air mengakibatkan pembengkakan sel yang akut.  Glikolisis meyebabkan penimbunan asam laktat dan fosfat anorganik dari hidrolisis ester-ester fosfat akan menurunkan pH intrasel.



Peristiwa selanjutnya terjadi pelepasan ribosom dan retikulum endoplasma bergranula dan penguraian polisom menjadi monosom. Terjadi gelembung di permukaan sel. Gangguan di atas reversibel bila oksigenasi segera dipulihkan, tetapi bila eskimi menetap maka terjadi jejas ireversibel.



Jejas ireversibel diikuti secara morfologis oleh :  Vakuolisasi berat mitokondria, termasuk krista-kristanya.  Kerusakan parah selaput plasma  Pembengkakan lisosom  Bila daerah iskemi diperfusi kembali terjadi influks kalsium yang masif ke dalam sel sehingga timbul kepadatan amorf dalam matriks mitokondria Kemungkinan penyebab kerusakan membrane pada jejas iskemik yang ireversibel :  Kehilangan ATP sel  Kehilangan fosfolipid membran (sintesis berkurang atau degradasi meningkat)  Produk-produk pemecahan lipid (asam lemak bebas, lisofosfolipid)  Jenis oksigen beracun  Perubahan sitoskelet  Ruptur lisosom



12



Dua peristiwa secara tetap menandai sifat ireversibel :  Ketidakmampuan mengubah disfungsi mitokondria (hilangnya fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP) terhadap reperfusi dan reoksigenasi.  Timbulnya gangguan nyata pada fungsi selaput



Mekanisme jejas ireversibel  Perubahan struktur dan fungsi mitokondria dalam jaringan iskemi dan pengurangan ATP sebagi penyebab kematian sel.  Kerusakan membran sel sebagai faktor utama patogenesis jejas sel yang ireversibel.  Fosforilasi oksidatif dipengaruhi hipoksia, oleh karena itu mempengaruhi sintesis ATP yang vital, kerusakan selaput penting bagi timbulnya jejas letal sel, dan ion kalsium, pada beberapa keadaan, merupakan perantara penting bagi perubahan biokimia yang menyebabkan kematian sel.



Jejas sel akibat radikal bebas :  Beberapa bahan kimia menyebabkan jejas selaput secara langsung : keracunan merkuri klorida,



air



raksa



mengikat



gugus



sulf-hidril



selaput



sel



dan



protein



lain.



 Jejas radikal bebas, terutama oleh jenis oksigen yang diaktifkan, timbul sebagai jalur umum jejas sel pada berbagai proses, seperti jejas bahan kimia dan radiasi, keracunan oksigen dan gas lain-lain, penuaan sel, pembunuhan mikroba oleh sel fagosit, kerusakan radang, perusakan tumor oleh makrofag dan lain sebaginya.



Apakah radikal bebas itu :  Sejenis bahan kimia yang memiliki satu elektron tanpa pasangan pada orbit luarnya yang sangat reaktif dan tidak mantap.  Dalam sel mengadakan reaksi dengan bahan kimia anorganik dan organik.  Radikal dapat dibentuk dari dalam sel oleh absorbsi tenaga radiasi, reaksi reduksi-oksidasi dan metabolisme enzimatik bahan-bahan kimia eksogen.



13



Bagaimana tubuh dapat terbebas dari radikal bebas:  Superoksida tidak mantap secara spontan dirusak menjadi oksigen dan hidrogen peroksida.  Sejumlah enzim melakukan perlawanan terhadap radikal bebas.  Logam-logam ikut serta pada pembersihan dengan cara menerima atau menyumbangkan elektron.  Antioksidan endogen dan eksogen dapat menyekat permukaan radikal bebas atau membuatnya inaktif.



Jejas sebagai akibat virus :  Dampak sitopati langsung, dimana partikiel virus yang melakukan replikasi cepat mempengaruhi beberapa aspek metabolisme sehingga terjadi kerusakan sel.  Induksi reaksi imun terhadap antigen virus atau antigen sel hasil perubahan virus dan perusakan sel oleh antibodi atau reaksi perantaraan sel.



Penuaan sel :  Dapat merupakan penimbunan progresif perubahan-perubahan struktur dan fungsi selama bertahun-tahun yang mengakibatkan kematian sel atau setidak-tidaknya pengurangan kemampuan sel bereaksi terhadap jejas.  Penuaan sel sebagai akibat program genetika yang diwariskan dalam sel-sel dan sebagai akibat penimbunan jejas sel yang berulang sejalan dengan waktu.



Morfologis jejas sel :  Perubahan Ultrastruktur : 1. Perubahan yang terdapat pada membran plasma, pembengkakkan sel, gelembung sitoplasama, penumpulan dan distrosi jonjot mikro, terjadi robekan pada selaput yang membungkus membran sel. 2. Perubahan mitokondria, menjadi padat, membengkak karena pergeseran ion, kepadatan amorf yang khas, terjadi robekan dan disusul perkapuran.



14



3. Pelebaran retikulum endoplasma, diikuti pelepasan ribosom dan pecahnya polisom disertai pengurangan protein, terjadi fragmentasi progresif retikulum endoplasma dan pembentukan gambaran mielin. 4. Perubahan pada lisosom, dapat jernih dan sering bengkak, setelah jejas awitan jejas letal, lisosom robek dan dapat menghilang ditemukan sebagai bangkai (sel mati)  Gambaran Mikroskop Cahaya : 1. Jejas reversibel (perubahan morfologis sebagi akibat jejas non letal sel : degenerasi), pembengkakkan sel dan perubahan berlemak. 2. Kematian sel – Nekrosis. Nekrosis dapat didefinisikan sebagai perubahan morfologi akibat tindakan degradasi progresif oleh enzim-enzim pada sel yang terjejas letal. 3. Dua proses penting : (1) pencernaan sel oleh enzim menyebabkan nekrosis likuefaktif ,(2) denaturasi protein menimbulkan nekrosis koagulatif. 4. Nekrosis kaseosa (gambaran putih seperti keju pada daerah nekrosis), merupakan bentuk lain nekrosis koagulatif, dijumpai paling sering pada fokus-fokus infeksi tuberkulosis. Apoptosis ialah gambaran morfologi nyata kematian sel yang tidak lazim yang mengenai satu sel atau kelompok sel. Nekrosis lemak oleh enzim, adanya area-area fokal kerusakan lemak sebagai akibat dilepaskan secara abnormal enzim-enzim pankreas yang diaktifkan ke dalam jaringan pankreas dan rongga peritoneum. (Nekrosis pankreas akut). Asam lemak yang dilepaskan bergabung dengan kalsium menghasilkan daerah-derah yang tampak makro putih berkapur. 5. Nekrosis fibrinoid : Jejas imunologi terhadap arteri dan arteriol yang ditandai oleh penimbunan massa fibrin yang berwarna merah muda homegen, protein plasma, imunoglobulin, dalam dinding pembuluh yang terkena. Merupakan bentuk nyata reaksi jaringan terhadap bentukbentuk tertentu jejas. 6. Nekrosis gangrenosa : diterapkan pada tungkai bawah yang kehilangan perbekalan darah dan selanjutnya diserang kuman. Bila gambaran koagulatif menonjol, dinamakan ganren kering, bila invasi kuman mengakibatkan likuefaksi, disebut gangren basah



3. Penimbunan Intrasel :



15



• Adanya beberapa metabolit normal berlebihan pada sel. Contoh : Penimbunan glikogen pada penderita diabetes yang kadar glokusanya tinggi terus. • Penimbunan beberapa produk abnormal yang tidak dapat dimetabolisme.Contoh : Produk abnormal sebagai hasil kesalahan metabolisme keturunan • Sintesis intrasel berlebih beberapa produk. Contoh : Sintesis berlebihan pigmen melanin yang dijumpai pada penyakit tertentu, misalnya insufisiensi adrenal



Lemak



:



 Perubahan berlemak merupakan penimbunan abnormal lemak dalam sel parenkin. Penumpukan vakuol lemak dalam sel, baik kecil maupun besar, mencerminkan peningkatan bsolut lemak intrasel.  Agar dikeluarkan oleh hati, trigliserida intrasel harus digabungkan dengan molekul apoprotein khusus yang disebut protein penerima lipid untuk membentuk lipoprotein.  Perubahan berlemak paling sering terjadi pada hati dan jantung



Gangguan yang menyebabkan hati berlemak :  Pemasukan berlebih asam lemak bebas ke dalam hati.  Sentesis asam lemak dari asetat meningkat.  Oksidasi asam lemak berkurang.  Peningkatan esterifikasi asam lemak menjadi trigliserida, sehingga terjadi peningkatan gliserofosfat-alfa, tulang punggung karbohidrat yang terlibat dalam seterifikasi tersebut.  Pengurangan sintesis apoprotein.  Sekresi lipoprotein dari hati terganggu.



Penimbunan lipid lainnya :  Penimbunan intraseluler kolesterol dan ester kolesterol juga menonjol pada penyakit-penyakit tertentu, yang paling penting adalah ateroskloris.  Penimbunan intrseluler kolesterol dan ester kolesterol dalam makrofag juga khas pada keadaan hiperlipidemi herediter dan diklapat (akuesita).



16



 Pertumbuhan lemak ke dalan (infiltrasi stroma oleh lemak) merupakan penimbunan jaringan adiposa dalam stroma jaringan ikat sutu parenkin yang sering dijumpai pada jantung dan pankreas.  Penimbunan protein dapat dijumpai dalam sel karena kelebihan yang ada pada sel atau karena sel mensentesis protein dalam jumlah berlebihan.  Endapan berlebihan intraselular bahan glikogen tempak pada penderita kelainan metabolisme glokusa atau glikogen (penderita diabetes mellitus). Glikogen juga ditimbun di dalam sel-sel dalam kelompok kelainan yang berhubungan erat, semua bersifat genetik, yang secara bersamaan disebut penyakit penimbunan glikogen atau glikogenoses.  Kompleks lipid dan karbohidrat. Penimbunan intraselular berbagai metabolit abnormal ditandai oleh peningkatan data tentang kesalahan metabolisme keturunan yang semua dinamakan penyakit penimbunan



Pigmen :  Pigmen Eksogen Pencemaran udara yang parah menyebabkan penimbunan debu pada paru-paru seperti pada pekekerja tambang (antrokosis, pneumokoniosis pekerja tambang, fibroaia progresif massif paru, siderosis, sideroselikosis). Tattoo dapat menyebabkan pigmentasi yang menetap seumur hidup



dalam



makrofag



kulit



yang



Pigmen endogen : 1. Hemosiderin 2. Hematin 3. Bilirubin 4. Lipofusin 5. Melanin 1, 2, dan 3 berasal dari haemoglobin



17



kadang-kadang



mengganggu.



Hemosiderin:  Ialah pigmen kuning emas sampai coklat, granular atau berkristal, mengandung zat besi yang segera tampak dengan mikroskop cahaya.  Pigmentasi hemosiderin pada sel dan jaringan terjadi sebagai proses setempat atau sistemik di seluruh tubuh.  Pada payah jantung yang berkepanjangan paru merupakan contoh yang baik untuk bendungan lama yang meyebabkan penampakan hemosiderin dalam sel fagosit mononuklir dalam alveoli. Makrofag berpigmen ini sering disebut sel payah jantung.  Hemosiderin sistemik dijumpai bila terjadi kelimpahan besi dalam tubuh, hemokromatosis merupakan contoh paling eksterm kelimpahan sistemik besi.  Pigmen dan kandungan besi ini dapat dimobilisasi sehingga hemosiderin akan menghilang jika penyebab kelebihan zat besi hilang.



Hematin :  Pigmen yang berasal dari hemaglobin yang relatif jarang dan susunannya tidak menentu.  Pigmen ini tampak terjadi pada hemolisis massif sel darah merah, seperti yang terjadi pada reaksi tranfusi atau pada destruksi eritosit oleh parasit malaria.  Pigmen ini juga kuning emas, tetapi jelas terbatas pada sel-sel retikuloendotel dalam tubuh.  Masih mengandung zat besi.



Bilirubin :  Pigmen empedu normal kuning coklat, hijau, juga berasal dari hemoglobin, tetapi tidak lagi mengandung zat besi.  Peningkatan kadar bilirubin plasma (hiperbilirubinemia) dapat menyebabkan berbagai kelainan yang merusak metabolisme normal bilirubin, misalnya peningkatan pemecahan sel darah merah (ikterus hemolisis)  Pada heperbilirubinemia, jaringan dan cairan tubuh terwarnai oleh empedu yang menyebabkan kulit dan sklera berwarna kuning (ikterus).



18



 Bilirubin tampak secara morfologi dalan sel-sel hati bila ikterus sudah sangat nyata.



Lifopusin :  Pigmen yang tidak larut yang juga dikenal sebagai lipokrom, pigmen kerusakan (wear-andtear) atau penuaan.  Lipofusin tampak dalam sel yang mengalami perubahan progresif, lambat seperti pada atrofi yang terjadi pada usia lanjut dan penderita malnutrisi berat yang disertai pengisutan alat tubuh (atrofi coklat).  Lipofusin merupakan sisa tidak tercerna vakuol autofagi yang terbentuk selama penuaan dan atrofi. 



Pigmen ini



berasal dari peroksidasi



lipid poli tidak



jenuh



membran subsel.



Melanin :  Berasal dari bahasa Yunani melas yang berarti hitam, merupakan pigmen endogen bukan berasal dari hemoglobin, berwarna coklat hitam yang dibentuk bila enzim tirisine mengkatalis oksidasi tirosin menjadi dil-idroksifelalanin (DOPA).  Melanosit normal terapat pada kulit, folikel rambut, saluran uvea dan lain-lain.  Pada manusia, sistesis melanin diatur oleh kelenjar adrenal dan hipofisis.  Albino merupakan penderita kehilangan tirosinase herediter, tidak mampu mensintesis melanin dan sangat peka dan mudah terjejas cahaya matahari serta kanker kulit.



4. Perubahan sub sel :  Membran dan kerangka membran : kerusakan selaput yang reversibel dan ireversibel, kelainan lain pada struktur molekul membran dan komponen-komponen yang terkait, beberapa bersifat genetik.  Lisosom : (1). Heterogasitosis, bahan-bahan dari lingkungan eksterna diambil melalui proses endositosis (cara khusus : fagositosis, dari makromolekul : pinositosis). Contoh : pengambilan dan pencernaan kuman oleh leukosit neitrofil. (2). Autofagositosis, organel sel mengalami jejas setempat dan kemudian harus dicerna bila funsi sel normal ingin dipertahankan, lisosom dilibatkan



dalam



autodigesti



(autolisosom)



19



dan



prosesnya



disebut



autofagi.



 Induksi (Hipertrofi) Retikulum Endoplasma Polos : Penggunaan barbiturat jangka lama akan berakibat pemendekan progresif jangka waktu tidur, penderita mengalami adaptasi terhadap obat. Dasar adaptasi ini ditelusuri melalui induksi meningkatnya volume (hipertrofi) retikulum endoplasma polos (SER) hepatosit.  Mitokondria : Disfungsi mitokondria berperan penting pada jejas akut sel, berbagai perubahan dalam jumlah, ukuran dan bentuk terjadi pada keadaan patologi. Contoh : keadaan abnormal (megamitokondria) pada hati penderita alkoholisme.  Sitoskelet, keadaan yang abnormal mendasari berbagai keadaan patologi yang mencerminkan gangguan fungsi sel, seperti gerakan sel dan gerakan organel intrasel atau pada beberapa keadaan penimbunan bahan berfibril intraselular. Sitoskelet tersusun dari mikrotubuli, filamen aktin tipis, filamin miosin tebal, berbagai kelas filamen sedang, beberapa bukan filamin yang tidak mengalami polimerasasi lainnya. Patologi sitoseklet akan segera mengungkap lebih banyak keadaan dimana kelainan sitoseklet berperan pada perkembangan penyakit.



5. Adaptasi sel : 



Sel-sel



menyesuaikan



diri



dengan



perubahan



lingkungan



mikronya.



 Fungsi dan morfologi sel normal tidak berada dalam keadaan yang kaku, tetapi mengikuti perubahan struktur dan fungsi cairan yang mencerminkan perubahan tantangan hidup.  Sebagi contoh : induksi SER, Atrofi, Hipertrofi.



Atropi :  Pengisutan ukuran sel akibat kehilangan bahan sel.  Penyebab : (1) berkurangnya beban kerja, (2) hilangnya persyarafan, (3) berkurangnya perbekalan darah, (4) nutrisi yang tidak memadai, (5) hilangnya rangsang hormon.  Perubahan sel yang mendasai sifatnya sama yaitu kemunduran sel sampai ukuran kecil. 



Pada



banyak



keadaan



atrofi



disertai



Hipertrofi



kenaikan



nyata



jumlah



vakuol autofagi.



:



 Hipertropi menyatakan peningkatan ukuran sel dan perubahan ini, meningkatkan ukuran alat tubuh.



20



 Disebabkan oleh kenaikan tantangan fungsi atau rangsang hormon khas dan dapat terjadi dalam keadaan fisiologi dan patologi.  Perubahan lingkungan yang menyebabkan hipertrofi otot bercorak terjadi terutama sebagai peningkatan beban kerja. Contoh : tekanan darah tinggi pada jantung, otot tulang karena kerja berat.  Ada batasnya hipertrofi dimana pembesaran yang terjadi tidak mampu lagi memberikan kompensasi sehingga terjadi, misalnya payah jantung.



6. Klasifikasi :  Kalsifikasi patologi merupakan proses pengendapan abnormal garam-garam kalsium, disertai sedikit besi, magnsium dan garam-garam mineral lainnya.  Kalsifikasi distrofik : permulaan dan kelanjutan yang akhirnya menyebabkan pembentukan kristal kalsium fosfat. Kasus yang sering terjadi pada penyakit kalsifikasi katup dan ateroklerosis.  Kalsifikasi metastatik : Perubahan ini terjadi pada jaringan normal bila terjadi hiperkalsemia. Kalsifikasi metastatik dapat terjadi luas ke seluruh tubuh, tetapi pada dasarnya mengenai jaringan



interstisium



pembuluh-pembuluh



darah,



ginjal,



jantung,



mukos



lambung.



Perubahan hialin :  Pengendapan hialin terjadi di dalam sel, diantara sel-sel dan lebih luas lagi sebagai hialinisasi jaringan.  Hialin menyatakan sifat setiap bahan homogen, terang dan berwarn merah muda dalam potongan jaringan rutin seperti : (1) parut jaringan ikat berkolagen padat dapat memberi gambaran hialin homogen merah muda, (2) penebalan dan reduplikasi selaput basal (arteriolosklerosis hialin), (3) Endapan sejenis protein ekstraselular abnormal padaamiloidosis, tampak hialin dengan mikroskop cahaya. (4) Tetes protein yang direabsorpsi yang dijumpai pada sel epetel tubuli ginjal , (5) Infeksi virus tertentu yang ditandai adanya inklusi hialin virus dalam sel-sel yang terlibat, (6) Pada alkoholik kronik, terutam bila menyebabkan sirosis hati, hepatosit dapat membentuk endapan hialin sitoplasma. Istilah hialin diterapkan pada golongan heterogen perubahan anatomi sekedar dalam usaha untuk menggolongkan penampilannya dalam potongan jaringan yang diwarnai. 21



BAB III



KELAINAN KONGENINTAL DAN RESPON RADANG A. Kompetensi Dasar dan Indikator No. Kompetensi Dasar 1. Mampu memahami konsep kelainan kongenital dan respon radang.



Indikator 1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep kelainan kongenital 2. Mahasiswa mampu menjelaskan respon radang



B. Deskripsi Singkat Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk mampu menjelaskan kelainan kongenital dan respon radang dengan pokok bahasan konsep ilmu dasar keperawatan. URAIAN MATERI



KELAINAN KONGENITAL Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulanbulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alamu terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin A. Angka Kejadian Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital



22



multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%. Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per i000 kelahiran angka kejadian ini akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara 19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara 14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (19741979) sebesar 1.64da tri 4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung pada cara perhitungan besar keciInya kelainan kongenital. B.Faktor Etiologi Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain: 1. Kelainan Genetik dan Khromosom. Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya. Dengan adanya kemajuan dafam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat



23



dipertimbangkan



tindakan-tindakan



selanjutnya.



Beberapa



contoh



kelainankhromosom



autosomai trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner. 2. Faktor mekanik Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot). 3. Faktor infeksi. Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia. 4. Faktor Obat Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang



24



sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.



Faktor umur ibu Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih. Faktor hormonal Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal. Faktor radiasi Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda. Faktor gizi Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.



25



Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.



Faktor-faktor lain Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui. C.Diagnosa



Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan pada pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko: misalnya: riwayat pernah melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainankongenital



dalam



keluarga,



umur



ibu



hamil



yang



mendekati



menopause.



Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk mengambil contoh cairan amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome, phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali serta meningocele. Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia. Untuk kasus-kasus hidrosefalus pemeriksaan dapat diketemukan pada saat periksa hamil. D.Penanganan



Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik. Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab, langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.



26



RESPON RADANG Peradangan adalah respon lokal (reaksi) dari jaringan hidup yang bervaskularisasi akibat rangsangan endogen dan eksogen. Istilah ini berasal dari "inflammare" Latin yang berarti membakar.



Peradangan



pada



dasarnya



ditakdirkan



untuk



melokalisasi



dan



menghilangkan penyebab agen dan membatasi cedera jaringan. Dengan demikian, peradangan merupakan respon (pelindung) fisiologis terhadap cedera, sebuah observasi yang dibuat oleh Sir John Hunter pada 1794 menyimpulkan: "inflammation is itself not to be considered as a disease but as a salutary operation consequent either to some violence or to some diseases".Namun radang berpotensi merugikan, menyebabkan reaksi hipersensitifitas yang mengancam jiwa, kerusakan organ progresif, dan jaringan parut.



Tanda Klasik Kardinal Pengetahuan tentang radang berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu kedokeran. Tanda Klinis cardinal. Secara klinis peradangan akut ditandai 5 tanda cardinal 1. Rubor ( Redness ) adalah Kemerahan terjadi karena pelebaran pembuluh darah pada jaringan yang mengalami gangguan. 2. Kalor ( Heat ) adalah Panas akibat bertambahnya pembuluh darah, sehingga daerah tersebut memperoleh aliran darah lebih banyak. 3. Tumor ( Swelling ) = Bengkak, akibat edema yaitu cairan yang berlebihan dalam jaringan interstitial atau rongga tubuh; dapat berupa eksudat atau transudat. 4. Dolor ( Pain ) = rasa Sakit, akibat penekanan jaringan karena edema serta adanya mediator kimia pada radang akut diantaranya bradikinin, prostaglandin. 5. Fungsio laesa ( Loss Of Function )= Fungsi jaringan / organ terganggu Empat tanda cardinal pertama diuraikan oleh Celsus (sekitar 30 SM-38 SM), tanda kelima ditambahlan belakangan oleh Virchow pada abad 19.



Jenis Radang 1. Radang akut 2. Radang kronis



27



- Radang akut 



Onset yang dini, dalam hitungan detik hingga menit







Proses berlangsung singkat, beberapa menit hingga beberapa hari







Gambaran utama eksudasi cairan dan protein plasma







Emigrasi sel lekosit terutama netrofil



- Radang kronis 



Onset yang terjadi kemudian, dalam hitungan hari







Berlangsung lebih lama, dalam hitungan minggu hingga tahun







Ditandai adanya sel limfosit dan makrofag







Proliferasi pembuluh darah dan jaringan ikat



Perubahan Morfologis dan Fungsional Perubahan morfologis dan fungsional pada peradangan akut diuraikan oleh Cohnheim pada akhir abad 19; 2 komponen respons/reaksi peradangan akut yaitu: Perubahan/reaksi vaskuler, merupakan perubahan pada pembuluh darah Perubahan/Reaksi seluler, perubahan terjadi pada sel yang terlihat pada radang



The components of acute and chronic inflammatory responses: circulating cells and proteins, cells of blood vessels, and cells and proteins of the extracellular matrix.



Perubahan Vaskuler Pada Radang Akut -



Perubahan Diameter dan Arus Vaskuler



28



1. Mula-mula akan terjadi vasomkonstriksi arteriole/penyempitan pembuluh darah kecil yang sementara, berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit bergantung kepada kerasnya jejas 2. Kemudian akan terjadi vasodilatasi sehingga aliran darah akan bertambah, sehingga pembuluh darah penuh berisi darah dan tekanan hidrostatiknya meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma dari pembuluh darah itu 3. Perlambatan sirkulasi/stasis karena peemeabilitas juga bertambah, maka cairan darah dan protein akan keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan darah menjadi kental. Pembuluh darah yang melebar itu tampak penuh den sel darah (hyperemia) 4. Marginasi lekosit, lekosit bergerak mendekati dinding pembuluh darah dan akhirnya melekat pada sel endotel, kemudian akan terjadi emigrasi yaitu leukosit keluar dari pembuluh darah -



Perubahan Permeabilitas Vaskuler



1. Pertukaran cairan yang normal tergantung pada hukum starling dan adanya endotel yang utuh.



Hukum



Starling



menyatakan



bahwa



keseimbangan



cairan



yang



normal terutama oleh dua gaya yang berlawanan: tekanan hidrostatik menyebabkan cairan keluar dari sirkulasi, dan tekanan osmotic koloid plasma menyebabkan cairan bergerak ke dalam kapiler 2. Pada radang terjadi kenaikan tekanan hidrostatik yang disebabkan oleh vasodilatasi, dan penurunan tekanan osmotic yang disebabkan oleh bocornya cairan berkadar protein tinggi keluar endotel yang hipermeabel-menhasilkan pengeluaran cairan dalam jumlah banyak dan edema.



Berdasarkan perbedaan intensitas jejas, maka reaksi yang terjadi dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu: 1. Reaksi yang terjadi segera dan hanya berlangsung sebentar, akibat jejas ringan dan hanya mengenai pembuluh darah kapiler, 2. Rekasi segera dan menetap, akibat jejas keras dan mengenai semua pembuluh darah, 3. Reaksi lambat dan menetap, akibat jejas ringan tetapi terus menerus, misalnya pada penyinaran (radiasi) atau terkena sinar matahari.



29



Perubahan Seluler pada Radang Akut Salah satu tanda terpenting radang akut adalah terjadinya emigrasi sel radang yang berasal dari darah. Pada fase awal yaitu dalam 24 jam pertama, sel yang paling banyak bereaksi ialah netrofil atau lekosit polimorfonukleus (PMN). Sesudah fase awal yang bisa berlangsung sampai 48 jam, mulailah sel makrofag dan sel yang berperan dalam system kekebalan tubuh seperti limfosit dan sel plasma bereaksi. Lekosit PMN berfungsi menelan dan merusak bakteri, kompleks imun dan debris yang berasal dari jaringan yang nekrotik. Selain itu lekosit juga dapat mengeluarkan enzim dan radikal beracun yang dapat menyebabkan makinluasnya reaksi radang atau makin banyaknya kerusakan jaringan. Urutan kejadian yang dialami oleh lekosit ialah sebagai berikut: 1. Margination/Penepian lekosit bergerak ke tepi pembuluh darah 2. Sticking/Perlekatan, lekosit melekat pada dinding pembuluh darah 3. Emigration/Diapedesis, lekosit keluar dari pembuluh darah 4. Fagositosis, lekosit menelan bakteri dan debris jaringan



Proses multitahap migrasi leukosit lewat pembuluh darah, yang terlihat di sini utnuk sel-sel neutrofil. Pertama-tama leukosit bergulir, kemudian (dalam rangkaian) diaktifkan dan melekat pada endotelium, berpindah lewat endotelium, menmbus membran basalis, dan bermigrasi ke arah kemoatraktan yang memancar dari sumber jejas. Molekul yang berbeda memainkan peranan yang dominan dalam tahap yang berbeda pada proses ini- selektin dalam tahap bergulir; kemokin dalam mengaktifkan sel-sel neutrofil untuk meningkatkan aviditas integrin; integrin dalam adhesi yang kuat; dan CD31 (PECAM-1) dalam transmigrasi. JENIS SEL YANG TERLIBAT DALAM RADANG



30



1. Netrofil



3. Eosinofil



2. Basofil



4. Sel Mast



5. Makrofag



Mediator Kimia Pada Radang Aktifitas biologik mediator terjadi melalui pengikatan reseptor spesifik pada sel target. Beberapa mediator mempunyai efek enzimatik langsung, misalnyaprotease atau dapat mengakibatkan kerusakan oksidatif. Mediator dapat berasal dari plasma atau dari sel. Mediator asal sel sumbernya adalah trombosit, netrofil, monosit/makrofag dan sel mast, dan dijumpai dalam 2 bentuk, yaitu sebagai granula dalam sel yang siap pakai dan bentuk yang harus disintesis terlebih dahulu bila ada stimulus. Contoh mediator siap pakai ialah histamine yang dihasikan oleh sel mast. Mediator ini dapat dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: 1. Amin vasoaktif (vasoactive amine) Ada dalam sel mast, basofil dan trombosit dan akan keluar jika terjadi ruda paksa, reaksi imunologik, rekasi anafilaksis. Berperan pada saat permulaan proses radang dan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan peniggian permeabilitas pembuluh darah contoh: Histamin dan serotonin 2. Metabolit yang berasal dari asam arakidonat Misal prostaglandin, leukotren, zat lipid yang berasal dari kemotaktik. 3. Limfokin Merupakan zat aktif hasil sel T akibat reaksi imunologik; termasuk kelompok ini adalah interferon dan interleukin. 4. Nitrogen Monoksida (NO) Mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan dihasilkan oleh sel endotel dan makrofag 5. Radikal bebas dari oksigen Zat ini cenderung menimbulkan kerusakan jaringan.



Mediator asal plasma ada dalam bentuk prekursor dan perlu diaktifkan untuk dapat berfungsi. Ada 2 sistem yaitu:



31



1. Sistem kinin 2. Sistem Komplemen Rangkuman mediator kimia pada radang



Mediator kimia untuk inflamasi, EC, sel endotel.



32



Jenis Eksudat yang terjadi pada radang Jenis cairan eksudat dipengaruhi oleh beratnya reaksi, penyebab dan lokasi lesi. 1. Eksudat serosa : eksudat jernih, sedikit protein akibat radang ringan contoh : luka bakar, efusi pleura. 2. Eksudat Supuratifa/purulenta: eksudat mengandung nanah/pus, campuran leukosit rusak, jaringan mati/nekrotik serta mikrorganisme yang musnah. 3. Eksudat fibrinosa: eksudat yang banyak fibrin sehingga mudah membeku. 4. Eksudat hemoragika: mengandung darah Berbagai bentuk radang akut: 1. Radang kataral 2. Radang supuratifa 3. Radang fibrinosa 4. Radang psudomembranosa 5. Radang serosa Tanda klinis sistemik peradangan akut: 1. Demam 2. Lekositosis 3. Penguraian protein fase akut 4. Reaksi fase akut lainnya seperti: Rasa kantuk, hipotensi, lipolisis



Radang Kronis Radang korinis terjadi bila penyembuhan pada radang akut tidak sempurna, bila penyebab jejas menetap, atau bila penyebab ringan timbul berulang-ulang. Dapat pula diakibatkan olaeh reaksi imunologik. Radang berlangsung lama (berminggu-minggu, berbulanbulan) sedangkan proses perdangan, kerusakan jaringan serta penyembuhan terjadi serentak. Ciri-ciri histologis radang kronis: 1. Infiltrasi sel mononuclear, yaitu makrofag, monosit, limfosit dan sel plasma. 2. Kerusakan sel



33



3. Penggantian jaringan ikat yang terkena oleh suatu proses yang ditandai oleh proliferasi pembuluh darah (angiogenesis) dan fibrosis.



Radang kronik granulomatosa Granuloma merupakan suatu daerah pada granulomatosa yang menunjukan kumpulan sel epiteloid, sel datia dikelilingi oleh limfosit dan kadang-kadang sel plasma. Contoh radang granulomatosa: 1. Infeksi Mikobakteri: tbc, lepra, virus 2. Infeksi treponema: sifilis 3. Infeksi jamur: histoplasma 4. Infeksi parasit: skistosomiasis



Ada dua jenis granuloma yaitu1. Granuloma benda asing: ditandai benda asing yang relative inert, umumnya tidak terjadi nekrosis, dan dikenal dengan adanyabahan sintetik (benang operasi), asbes. 2. Granuloma autoimun: dibentuk karena reaksi imun diperantarai sel T terhadap antigen yang sulit di degradasi. Contohnya: Penyakit Hashimmoto, arthritis rheumatic Ada radang granulomatosa yang tidak diketahui sebabnya seperti colitis ulseratifa, sarkoidosis.



BAB IV



AGEN AGEN INFEKSIUS A. Kompetensi Dasar dan Indikator No. Kompetensi Dasar 1. Mampu memahami konsep Agen-agen infeksius.



Indikator 1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep agen-agen infeksius 2. Mahasiswa mampu menjelaskan macam-macam agen infeksius 3. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis transmisi dari agen-agen infeksius 4. Mahasiswa mampu menjelaskan upaya pencegahan transmisi agen-agen infeksius



34



5.



Mahasiswa mampu menjelaskan pengontrolan mikroorganisme



B. Deskripsi Singkat Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk mampu menjelaskan dasar agen-agen infeksius dengan pokok bahasan ilmu dasar keperawatan. URAIAN MATERI



Tubuh kita sepanjang waktu terpapar dengan bakteri, virus, jamur, dan parasit, semuanya terjadi secara normal dan dalam berbagai tingkatan pada kulit, mulut, jalan napas, saluran cerna, membran yang melapisi mata, dan bahkan saluran kemih. Banyak dari agen infeksius ini mampu menyebabkan kelainan fungsi fisiologis yang serius atau bahkan kematian bila agen infeksius tersebut masuk ke jaringan yang lebih dalam. Tubuh manusia telah diciptakan dengan berbagai macam sistem yang berfungsi sebagai pertahanan tubuh. Selain itu juga terdapat respon-respon tubuh terhadap benda asing yang bersifat merugikan. Apabila terjadi cedera jaringan yang dikarenakan oleh bakteri, trauma, bahan kimia, panas, atau fenomena lainnya maka jaringan yang cedera itu akan melepaskan berbagai zat yang menimbulkan perubahan sekunder yang sangat dramatis disekeliling jaringan yang tidak mengalami cedera. Dewasa ini penyakit infeksi sudah merupakan penyakit dimana para sarjana Kedokteran telah mengembangkan, baik terapi maupun penelitian-penelitian tentang perkembangan, pencegahan dan pengobatan infeksi maupun penyakit-penyakit, yang berhubungan dengan infeksi.



Definisi Agen-agen Infeksius Infeksi merupakan peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di dalam tubuh pejamu (Pronggoutomo, 2002). Sedangkan agen infeksius adalah mikroorganisme yang dapatmenimbulkan infeksi. Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan clamidia. Agen pencetus infeksi terdiri atas beberapa jenis dengan kemampuan yang berbeda-beda dalammenimbulkan infeksi progresif dan penyakit. Sebagai contoh, pada satu ujung spektrum, satu mikroorganismehidup mungkin cukup untuk menimbulkan penyakit (misal Richettsia 35



tsutsugamushi), sedangkan mikroba lain,sejuta organisme atau lebih mungkin baru diperlukan untuk menimbulkan penyakit (misal Salmonella typhi). Hanya dua sifat umum diperlukan oleh suatu agen infeksi agar menimbulkan penyakit. 1. Agen infeksi tersebut harus mampu melakukan metabolisme dan memperbanyak diri di dalam jaringan hospes. Agen infeksi tersebut harus mampu mendapatkan tekanan oksigen, pH yang sesuai, suhu, danlingkungan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhannya. 2. Agen infeksius patogen harus memiliki kemampuan untuk menahan mekanisme pertahanan hospes yang cukup lama untuk mencapai jumlah kritis yang diperlukan sehingga agen tetap dapat menimbulkan penyakit. Setiap ada gangguan dari mekanisme pertahanan hospes jelas akan membantu terjadinya prosesinfeksi (Herold, 1994). A. Virus Sejarah Virus merupakan suatu partikel yang masih diperdebatkan statusnya apakah ia termasuk makhluk hidup atau benda mati. Virus dianggap benda mati karena ia dapat dikristalkan, sedangkan virus dikatakan benda hidup, karena virus dapat memperbanyak diri (replikasi) dalam tubuh inang. Para ahli biologi terus mengungkap hakikat virus ini sehingga akhirnya partikel tersebut dikelompokkan sebagai makhluk hidup dalam dunia tersendiri yaitu virus.Virus merupakan organisme non-seluler, karenaia tidak memilki kelengkapan seperti sitoplasma, organel sel, dan tidak bisa membelahdiri sendiri. Penyelidikan tentang objek-objek berukuran sangat kecil di mulai sejak ditemukannyamikroskop oleh Antony Van Leeuwenhoek (16321723) perkembangan mikroskop inmendorong berbagai penemuan dibidang biologi salah satunya partikel mikroskopikyaitu virus. Beberapa tokoh dalam penemuan virus pertama yaitu: 1. Adoft Mayer (1883, Jerman) Percobaan diawali dari munculnya penyakit bintik kuning pada daun tembakau. Ia mencoba menyemprotkan getah tanaman sakit ke tanaman sehat, hasilnya tanaman 2. Dmitri Ivanovski (1892, Rusia) Ia mencoba menyaring getah tanaman yang sakit dengan filter bakteri sebelum disemprotkan ke tanaman sehat. Hasilnya, tanaman sehat tetap tertular. Ia menyimpulkan bahwa



36



ada partikel yang lebih kecil lagi dari bakteri yang lolos saringan yang menularkan penyakit. 3. Martinus W. Beijerinck (1896, Belanda) Ia menemukan bahwa partikel itu dapat bereproduksi pada tanaman, tapi tidak pada medium pertumbuhan bakteri. Ia menyimpulkan bahwa partikel itu hanya dapat hidup pada makhluk hidup yang diserangnya. 4. Wendel M. Stanley (1935, Amerika) Ia berhasil mengkristalkan partikel tersebut. Partikel mikroskopis itu lalu dinamai TMV (Tobacco Mosaic Virus).



Definisi Virus berasal dari bahasa yunani “Venom” yang berarti racun. Virus adalah parasit mikroskopik yang menginfeksi selorganisme biologis. Secara umum virus merupakan partikel tersusun atas elemen genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) atau asam ribonukleat (RNA) yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dalam tubuh inang dan ekstrseluler diluar tubuh inang. Virus memiliki sifat hidup dan mati. Sifat hidup (seluler) yaitu memiliki asam nukleat namun tidak keduanya (hanya DNA atau RNA), dapat bereproduksi dengan replikasi dan hanya dapat dilakukan didalam sel inang (parasit obligat intraseluler). Sifat mati (aseluler) yaitu dapat di kristalkan dan dicairkan. Struktur berbeda dengan sel dan tidak melakukan metabolisme sel.



Bentuk dan Ukuran Virus Bentuk virus bervariasi dari segi ukuran, bentuk dan komposisi kimiawinya. Bentuk virus ada yang berbentuk bulat, oval, memanjang, silindariis, dan ada juga yang berbentuk T. Ukuran Virus sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron, ukuran virus lebih kecil daripada bakteri. Ukurannya berkisar dari 0,02 mikrometer sampai 0,3 mikrometer (1 µm = 1/1000 mm). Unit pengukuran virus biasanya dinyatakan dalam nanometer (nm). 1 nm adalah 1/1000 mikrometer dan seperjuta milimeter. Virus cacar merupakan salah satu virus yang ukurannya terbesar yaitu berdiameter 200 nm, dan virus polio merupakan virus terkecil yang hanya berukuran 28 nm.



Susunan Tubuh



37



1. Kabsid Kapsid adalah lapisan pembungkus tubuh virus yang tersusun atas protein. Kapsid terdiri dari sejumlah kapsomer yang terikar satu sama lain. Fungsi: a. Memberi bentuk virus b. Pelindung dari kondisi lingkungan yang merugikan c. Mempermudah penempelan pada proses penembusan ke dalam sel



2. Isi Terdapat di sebelah dalam kapsid berupa materi genetik/ molekul pembawa sifat keturunan yaitu DNA atau RNA. Virus hanya memiliki satu asam nukleat saja yaitu satu DNA/ satu RNA saja, tidak kedua-duanya. Asam nukleat sering bergabung dengan protein disebut nukleoprotein. Virus tanaman/ hewan berisi RNA/ DNA, virus fage berisi DNA.



3. Kepala Kepala virus berisi DNA, RNA dan diselubungi oleh kapsid. Kapsid tersusun oleh satu unit protein yang disebut kapsomer.



4. Ekor Serabut ekor adalah bagian yang berupa jarum dan berfungsi untuk menempelkan tubuh virus pada sel inang. Ekor ini melekat pada kepala kapsid. Struktur virus ada 2 macam yaitu virus telanjang dan virus terselubung (bila terdapat selubung luar (envelope) yang terdiri dari protein dan lipid). Ekor virus terdiri atas tabung bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut. Khusus untuk virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak memiliki ekor. Pengembangbiakan Virus Virus memanfaatkan metabolisme sel penjamu untuk membantu sintesis protein virus dan virion baru; jenis sel yang dapat diinfeksi oleh virus dapat sedikit dapat banyak. Untuk tujuan diagnosti, sebagian besar virus ditumbuhkan dalam biakan sel, baik turunan sel sekunder atau kontinu; pemakaian telur embrionik dan hewan percobaan untuk membiakan virus hanya dilakukan untuk investigasi khusus. Jenis biakan sel untuk mengembangbiakan virus sering berasal dari jaringan tumor, yang dapat digunakan secara terus menerus.



38



Klasifikasi Virus Nama famili ditandai dengan akhiran viridae. Nama subfamili diberi akhiran virinae Nama akhiran genus diberi akhiran virus. Lwoff, Horne & Tournier adl ahli dlm taksonomi virus, berdasarkan kriteria: 1. Jenis asam nukleat (DNA/ RNA) berantai ganda/ tunggal. 2. Ukuran & morfologi tmsk tipe simetri kapsid. 3. Adanya enzim spesifik, terutama polimerase RNA & DNA yang penting bagi replikasi genom. 4. Kepekaan thd zat kimia & keadaan fisik. 5. Cara penyebaran alamiah. 6. Gejala2 yang timbul. 7. Ada tidaknya selubung. 8. Banyaknya kapsomer untuk virus ikosohedarial/ diameter nukleokapsid untuk virus helikoidal.



Saat ini telah lebih dari 61 famili virus diidentifikasi, 21 diantaranya mempunyai anggota yang mampu menyerang mns & binatang. Menurut RNA, famili virus dibagi menjadi: - Picontohrnaviridae – Orthomyxoviridae - Rhabdoviridae – Bunyaviridae - Caliciviridae – Reoviridae - Filoviridae – Arenaviridae - Togaviridae – Retroviridae - Paramyxoviridae – Contohronaviridae - Flaviviridae Menurut DNA, famili virus dibagi menjadi: - Adenoviridae – Papovaviridae - Herpesviridae – Parvoviridae - Hepadnaviridae - Poxviridae Selain itu tdpt kelompok virus yang belum dpt diklasifikasikan (unclassified virus) karena banyak sifat biologiknya belum diketahui.



39



Peran Virus Didalam kehidupan, virus memiliki 2 peran, yaitu peran virus sebagai mikroorganisme yang menguntungkan, maupun yang merugikan. 1. Virus yang menguntungkan: Virus berperan penting dalam bidang rekayasa genetika karena dapat digunakan untuk cloning gen(reproduksi DNA yang secara genetis identik). Sebagai contoh adalah virus yang membawa gen untuk mengendalikan pertumbuhan serangga. Virus juga digunakan untuk terapi gen manusia sehingga diharapkan penyakit genetis, seperti diabetes dan kanker dapat disembuhkan. 2. Virus yang merugikan: Virus yang dapat merugikan karena menyebabkan berbagai jenis penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan



Penyakit-penyakit Akibat Virus Proses infeksi virus dpt melalui berbagai jaringan. 1. Melalui saluran pernafasan contoh : virus influenza penyebab influensa, virus rubeola penyebab campak, ronavirus penyebab SARS, virus variola penyebab penyakit cacar, virus varicella penyebab penyakit cacar air. 2. Melalui saluran pencernaan contoh : virus hepatitis A,B, poliomyelitis penyebab polio, rotavirus penyebab diare 3. Melalui kulit & mukosa genitalia contoh : virus herpes simplex1 penyebab stomatitis, flavivirus penyebab DBD, rabies penyebab rabies, cytomegalovirus penyebab hepatitis 4. Melalui plasenta contoh : virus rubella, cytomegalovirus Beberapa Virus yang Merugikan 1. Virus Hepatitis Hepatitits adalah istilah umum yang berarti radang hati dan dapat disebabkan oleh berbagai virus yang berbeda seperti virus hepatitis A, B, C, D, E. Karena perkembangan penyakit kuning merupakan fitur karakteristik penyakit hati. 2. Human Immunodeficiency Virus (HIV)



40



Merupakan anggota subfamili lentivirinae dari famili retroviridae. Virus RNA berselubung. Dengan diameter 100-150 nm. HIV adalah retrovirusyang biasanya menyerang organ vital system kekebalan manusia sepertisel T CD4+ (sejenissel T), makrofaf, dan sel dendritik. Bereplikasi melalui DNA perantana menggunakan DNA polimer yang dikendalikan oleh RNA (reverse transcriptase). Terdapat 2 tipe yaitu: HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 dibagi menjadi 3 kelompok: kelompok M, O, N. 3. Virus Dengue Virus Dengue hanya dapat hidup dalam sel hidup, merupakan salah satu virus yang termasuk dalam famili Flavividae. Virion Dengue merupakan partikelsferis dengan diameter nukleokapsid 30nm dan ketebalan selubung 10 mm, sehingga diameter virion kira-kira 50 nm. Genon virus Dengue terdiri dari asam ribonuleat berserat tunggal , panjangnya kira-kira 11 kilibasa. Genon terdiri dari protein structural dan protein non structural, yaitugen C mengkode sintesa nukleokapsid (Capsid), gen M mengkode sintesa protein M(Membran) dangan E mengkode sentesa glikoprotein selubung (Envelope). Virus dengue mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN 2, DEN-3, dan DEN-4. Masing-masing tipe mempunyai subtipe (strain) yang jumlahnya ratusan, sesuai daeraah atau asal virus itu. Serotipe DEN-2 dan DEN-3 adalah penyebab wabah demam berdarah di Asia Tenggara. Infeksi DD/DBD dapat ditularkan padamanusia melalui gigitan vector nyamuk Aedes aegyptidan Aedes albopictus betina. Virus dengue mampu berkembang biak didalam tubuh hospes (manusia, monyet, simpanse, kelinci, mencit, marmut, tikus, hamster serta serangga khususnya nyamuk). Kontrol dan pencegahan virus dengue dilakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk dengan menguras atau larvasida dan penyemprotan nyamuk dewasa insektisida. Kontrol epidemi yang terpenting adalah dengan membunuh nyamuk vektor betina dewasa. Menghambat perkemabangan nyamuk. 4. Virus Polio Virus polio merupakan penyebab penyakit polio. Penyakit polio terutama menyerang pada anak-anak kecil. Polio dapat menyebabkan demam, sakit kepala, muntah,sakit perut,nyeri otot,kekakuan pada leherdan punggung,serta kelumpuhan.Kebanyakanpasien akan pulih,namun dalam kasus yang parah, penyakit ini dapat menyebabkan cacat permanen dan kematian. Penyakit ini sangat menular. Polio menyebar dari orang ke orang,terutama melalui rute dari tinja



41



ke mulut.Virus memasuki tubuh melalui rute mulut dan akhirnya menyerang system saraf pusat. Masa inkubasi 7-14 hari, dengan kurun waktu antara 3-35 hari. Orang yang diduga terinfeksi harus dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut dan isolasi. Dewasa ini,tidak ada perawatan penyembuhan untuk penyakit tersebut.



B. Bakteri Definisi Bakteri merupakan organisme prokariot, yaitu memiliki kromosom tunggal dan tidak memiliki nukleus. (Gillespie et al, 2007). Bakteri adalah nama sekelempok mikroorganisme yang termasuk prokariotik yang bersel satu. Istilah bakteri dari bahasa Yunani dari kata bekterion berarti tongkat atau batang dan umumnya tidak berklofrofil. Berkembang biak dengan membela diri dan bahan – bahan genetiknya tidak terbungkus dalam membran inti. (BIMA, 2005). Bakteri mempunyai struktur sel yang penting, antara lain: 1. Kapsul : Merupakan struktur polisakarida longgar yang melindungi sel dari fagositosis dan desikasi (kekurangan). 2. Lipopolisakarida : melindungi bakteri Gram-negatif dari lisis yang diperantarai oleh komplemen. Merupakan stimulator pelepasan sitokin poten. 3. Fimbria atau Pili : Bulu-bulu tipis khusus yang membantu adhesi ke sel pejamu dan kolonisasi. Eschercia coli yang uropatogenik memiliki fimbria terspesialisasi (fimbria P) yang terikat ke reseptor manosa pada sel epitel ureter. Antigen fimbria sering bersifat imunogenik tetapi bervariasi antarstatin sehingga dapat terjadi infeksi ulang (misalnya pada Neisseria gonorrhoeae). 4. Flagela : Organ pergerakan (lokomasi) bakteri, membuat organism mampu untuk menemukan sumber nutrisi dan menembus mukus pejamu. Flagela dapat tunggal atau multipel, dapat berada di salah satu ujung sel (polar) atau di banyak tempat (peritrik). Pada beberapa spesies (misalnya Treponema), flagela terfiksasi secara kuat di dalam dinding sel bakteri. 5. Lendir : Materi polisakarida yang disekresikan oleh beberapa bakteri yang tumbuh dalam lapisan biofilm, melindungi organisme tersebut dari serangan imunitas dan eradikasi oleh antibiotik.



42



6. Spora : Suatu bentuk yang inert secara metabolik, dipicu oleh kondisi lingkungan yang tidak cocok; sebagai adaptasi untuk kelangsungan hidup jangka panjang, sehingga memungkinkan bakteri untuk tumbuh kembali pada kondisi yang sesuai.(Gillespie et al, 2007)



Klasifikasi Tujuan dari klasifikasi mikroorganisme adalah untuk menentukan potensi dari patogeniknya. Beberapa bakteri memiliki kemampuan untuk menyebar secara luas di komunitas dan menyebabkan penyakit yang serius.Bakteri dapat diidentifikasi berdasarkan serangkaian sifat-sifat, imunologis fisik atau sifat-sifat molekuler. 1. Reaksi Gram : Bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif member respons terhadap antibiotik yang berbeda. Bakteri lain (misalnya Mikobakteria) mungkin memerlukan teknik pewarnaan khusus. 2. Bentuk Sel : Kokus, basilus, atau spiral. 3. Endospora : Keberadaan, bentuk, dan posisinya di dalam sel bakteri (terminal, subterminal, atau sentral). 4. Preferensi atmosfer : Organisme aerob memerlukan oksigen; organism anaerob memerlukan atmosfer dengan sangat sedikit atau tanpa oksigen. 5. Kekhususan (fastidioudness) : Kebutuhan akan media khusus atau pertumbahan intraselular khusus. 6. Enzim Kunci : Tidak adanya fermentasi laktosa membantu identifikasi salmonela, urease membantu identifikasi Helicobacter. 7. Reaksi Serologis : Interaksi antara antibodi dengan struktur permukaan (misalnya subtipe dari Salmonela, Haemophilus, Meningokokus, dan banyak lagi) 8. Sekuens DNA : Sekuens DNA ribosom 16S saat ini merupakan elemen kunci dalam klasifikasi. (Gillespieet al, 2007)



Identifikasi Bakteri Terdapat beberapa cara untuk identifikasi bakteri antara lain a. Pemeriksaan Mikroskopis



43



Pemeriksaan langsung digunakan untuk mengamati pergerakan, dan pembelahan secara biner, mengamati bentuk dan ukuran sel yang alami, yang pada saat mengalami fiksasi panas serta selama proses pewarnaan mengakibatkan beberapa perubahan (Koes Irianto, 2006). b. Pembiakan Bakteri Pembenihan atau media yaitu campuran bahan-bahan tertentu yang dapat menumbuhkan bakteri, jamur ataupun parasit, pada derajat keasaman dan inkubasi tertentu. Pembiakan diperlukan untuk mempelajari sifat bakteri untuk dapat mengadakan identifikasi, determinasi, atau differensiasi jenis-jenis yang ditemukan. Medium pembiakan terdiri dari: 1) Medium pembiakan dasar Pembiakan dasar adalah medium pembiakan sederhana yang mengandung bahan yang umum diperlukan oleh sebagian besar mikroorganisme dan dipakai juga sebagai komponen dasar untuk membuat medium pembiakan lain. Agar diperoleh apa yang dinamakan agar nutrisi atau bulyon agar. 2) Medium pembiakan penyubur (Euriched Medium) Medium pembiakan penyubur dibuat dari medium pembiakan dasar dengan penambahan bahan lain untuk mempersubur pertumbuhan bakteri tertentu yang pada medium pembiakan dasar tidak dapat tumbuh dengan baik. 3) Medium pembiakan selektif Medium pembiakan selektif digunakan untuk menyeleksi bakteri yang diperlukan dari campuran dengan bakteri-bakteri lain yang terdapat dalam bahan pemeriksaan.



C. Jamur Definisi Istilah jamur berasal dari bahasa Yunani, yaitu fungus (mushroom) yang berarti tumbuh dengan subur. Istilah ini selanjutnya ditujukan kepada jamur yang memiliki tubuh buah serta tumbuh atau muncul di atas tanah atau pepohonan (Tjitrosoepomo, 1991). Organisme yang disebut jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin, tidak berplastid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya memiliki hifa yang berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat), atau berinti tunggal (mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara absorpsi (Gandjar, et al., 2006).



44



Jamur mempunyai dua karakter yang sangat mirip dengan tumbuhan yaitu dinding sel yang sedikit keras dan organ reproduksi yang disebut spora. Dinding sel jamur terdiri atas selulosa dan kitin sebagai komponen yang dominan. Kitin adalah polimer dari gugus amino yang lebih memiliki karakteristik seperti tubuh serangg daripada tubuh tumbuhan. Spora jamur terutama spora yang diproduksi secara seksual berbeda dari spora tumbuhan tinggi secara penampakan (bentuk) dan metode produksinya (Alexopoulus dan Mimms, 1979).



Klasifikasi Jamur Mc-Kane (1996) mengatakan setiap jamur tercakup di dalam salah satu dari kategori taksonomi, dibedakan atas dasar tipe spora, morfologi hifa dan siklus seksualnya. Kelompokkelompok



ini



adalah:



Oomycetes,



Zygomycetes,



Ascomycetes,



Basidiomycetes



dan



Deuteromycetes. Terkecuali untuk deuteromycetes, semua jamur menghasilkan spora seksual yang spesifik. Berikut ini disajikan Tabel 1 untuk membedakan 5 kelompok jamur. a. Oomycetes Dikatakan sebagai jamur air karena sebagian besar anggotanya hidup di air atau di dekat badan air. Hanya sedikit yang hidup di darat. Miseliumnya terdiri atas hifa yang tidak bersekat, bercabang, dan mengandung banyak inti. Hidup sebagai saprofit dan ada juga yang parasit. Pembiakan aseksualnya dengan zoospora, dan dengan sporangium untuk yang hidup di darat. Pembiakan seksualnya dengan oospora. Beberapa contoh dari kelompok ini antara lain: Saprolegnia sp., Achya sp., Phytophtora sp (Alexopoulus dan Mimms, 1979).



b. Zygomycetes Kelompok Zygomycetes terkadang disebut sebagai “jamur rendah” yang dicirikan dengan hifa yang tidak bersekat (coneocytic), dan berkembang biak secara aseksual dengan zigospora. Kebanyakan anggota kelompok ini adalah saprofit. Pilobolus, Mucor, Absidia, Phycomyces termasuk kelompok ini (Wallace, et al.,1986). Rhizopus nigricans adalah contoh dari anggota kelompok ini, berkembang biak juga melalui hifa yang koneositik dan juga berkonjugasi dengan hifa lain. Rhizopus nigricans juga mempunyai sporangiospora.



c. Ascomycetes



45



Golongan jamur ini dicirikan dengan sporanya yang terletak di dalam kantung yang disebut askus. Askus adalah sel yang membesar, yang di dalamnya terbentuk spora yang disebut askuspora. Setiap askus biasanya menghasilkan 2-8 askospora (Dwidjoseputro, 1978). Kelas ini umumnya memiliki 2 stadium perkembangbiakan yaitu stadium askus atau stadium aseksual.



d. Basidiomycetes Basidiomycetes dicirikan memproduksi spora seksual yang disebut basidiospora. Kebanyakan anggota basiodiomycetes adalah cendawan, jamur payung dan cendawan berbentuk bola yang disebut jamur berdaging, yang spora seksualnya menyebar di udara dengan cara yang berbeda dari jamur berdaging lainnya. Struktur tersebut berkembang setelah fusi (penyatuan) dari dua hifa haploid hasil dari formasi sel dikaryotik. Sebuah sel yang memiliki kedua inti yang disumbangkan oleh sel yang kompatibel secara seksual. Sel-sel yang diploid membelah secara meiosis menghasilkan basidiospora yang haploid.



e. Deuteromycetes Mc-Kane (1996) mengatakan, ada beberapa jenis jamur belum diketahui siklus reproduksi seksualnya (disebut fase sempurna). Jamur ini “tidak sempurna” karena belum ada spora seksual mereka yang ditemukan. Anggota kelompok ini berkembang biak dengan klamidospora, arthrospora, konidiospora, pertunasan juga terjadi. Deuteromycetes juga memiliki hifa yang bersekat (Tortora, et al., 2001).



2.4.3 Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan jamur a. Kelembaban Kelembaban tanah diartikan sebagai aktifitas air di dalam tanah (water activity). Rasio aktifitas air ini disebut juga kelembaban relatif (relatif humidity). Ketersediaan air di lingkungan sekitar jamur dalam bentuk gas sama pentingnya dengan ketersediaan air dalam bentuk cair. Hal ini menyebabkan hifa jamur dapat menyebar ke atas permukaan yang kering atau muncul di atas permukaan substrat (Carlile dan Watkinson, 1995).



b. Suhu



46



Menurut Carlile dan Watkinson (1995), suhu maksimum untuk kebanyakan jamur untuk tumbuh berkisar 30°C sampai 40°C dan optimalnya pada suhu 20°C sampai 30°C. Jamur- jamur kelompok Agaricales seperti Flummulina spp, Hypsigius spp, dan Pleurotus spp, tumbuh optimal pada suhu 22°C (Kaneko dan Sugara, 2001) dalam Panji (2004). Sementara jamur-jamur Coprinus spp, tumbuh optimal pada kisaran suhu 25°C sampai 28°C (Kitomoro, et al., 1999).



c. Intensitas cahaya Umumnya cahaya menstimulasi atau menjadi faktor penghambat terhadap pembentukan struktur alat-alat reproduksi dan spora pada jamur. Walaupun prosesreproduksi memerlukan cahaya, hanya fase tertentu saja yang memerlukan cahaya, atau secara bergantian struktur berbeda di dalam sporokarp dapat memberi respon berbeda terhadap cahaya.



d. pH Menurut Bernes, et al., (1998), jamur yang tumbuh di lantai hutan umumnya pada kisaran pH 4-9, dan optimumnya pada pH 5-6. Konsentrasi pH pada subsrat bisa mempengaruhi pertumbuhan meskipun tidak langsung tetapi berpengaruh terhadap ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan atau beraksi langsung pada permukaan sel.



D. Parasit Parasit menginvasi imunitas protektif dengan mengurangi imunogenisitas dan menghambat respon imun host. Parasit yang berbeda menyebabkan imunitas pertahanan yang berbeda. 1. Parasit mengubah permukaan antigen mereka selama siklus hidup dalam host vertebrata. 2. Parasit menjadi resisten terhadap mekanisme efektor imun selama berada dalam host. 3. Parasit protozoa dapat bersembunyi dari sistem imun dengan hidup di dalam sel host atau membentuk kista yang resisten terhadap efektor imun. Parasit dapat menyembunyikan mantel antigeniknya secara spontan ataupun setelah terikat pada antibodi spesifik. Parasit menghambat respon imun dengan berbagai mekanisme untuk masing-masing parasit.



E. Riketsia



47



Riketsia merupakan golongan bakteri, karena itu riketsia memiliki sifat yang sama dengan bakteri, termasuk bakteri Gram negatif. Riketsia mempunyai enzim yang penting untukmetabolisme. Dapat mengoksidasi asam piruvat, suksinat, dan glutamat serta merubah asam glutamat menjadi asam aspartat.Riketsia tumbuh dalam berbagai bagian dari sel. Riketsia prowazekii dan Riketsia typhi tumbuh dalam sitoplasma sel. Sedangkan golongan penyebab spotted fever tumbuh di dalam inti sel. Riketsia dapat tumbuh subur jika metabolisme sel hospes dalam tingkat yang rendah, misalnya dalam telur bertunas pada suhu 320 C. Pada umumnya riketsia dapat dimatikan dengan cepat pada pemanasan danpengeringan atau oleh bahan-bahan bakterisid.



F. Clamidia Clamidia termasuk bakteri, memiliki ribosom, RNA, dan DNA, dinding sel dari peptidoglikan yang mengandung asam muramat. Dikenal juga dengan Miyagawanellla atau Bedsonia, termasuk Gram negatif, berukuran 0,2-1,5 mikron, berbentuk sferis, tidak bergerak dan merupakan parasit intrasel obligat. Clamidia berkembang melalui beberapa stadium mulai dari badanelementer yang infeksius, berbentuk sferis dengan garis tengah 0,2-0,4 mikron, memiliki satu inti dan sejumlah ribosom. Badanelementer kemudian berubah menjadi badan inisial dan kemudian badan intermedier. Siklus perkembangan Clamidia memakan waktu 24-48 jam. Clamidia mempunyai 2 jenis antigen yaitu antigen grup dan antigen spesies. Keduanya terdapat di dalam dinding sel. Antigen spesies tetap dalam dinding sel meskipun sebagian besar grup telah dilepaskan dengan fluorocarbon atau deoksikholat. Clamidia dapat dibeda-bedakan atas dasar patologenitas dan jenis hospes yang diserangnya. Dua spesies yang terpenting adalah 1. Clamidia psittaci, membentuk badan iklusi intrasitoplasma yang tersebar secara difus dan tidak mengandung glikogen. Penyebab penyakit Psitttacosis pada manusia, omitosisi pada burung dan lain-lain. 2. Clamidia trachomatis, membentuk badan iklusi intrasitoplasma yang padat dan mengandung glikogen. Dapat menyebabkan pneumonitis pada tikus. Pada manusia dapat menyebabkan penyakit trachoma, konjungtivitas induksi, non-spesifik, salpingitis, servistik, dan pneumonitis.



G. Agen Infeksi Opportunistik



48



Definisi Infeksi oportunistik adalah penyakit yang jarang terjadi pada orang sehat, tetapi menyebabkan infeksi pada individu yang sistem kekebalannya terganggu, termasuk infeksi HIV. Organisme-organisme penyakit ini sering hadir dalam tubuh tetapi umumnya dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh yang sehat. Ketika seseorang terinfeksi HIV mengembangkan infeksi oportunistik, tahapannya masuk ke diagnosis AIDS. Penyebab utama morboditas dan mortilitas diantara pasien dengan stadium lanjutinfeksi HIV adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat yang diinduksi agen yang jarang menyebabkan penyakit serius pada individu yang imunikompeten. Infeksioportunistik biasanya tidak terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV hingga jumlah sel T CD4 turun dari kadar normal sekitar 1.000 sel/μl menjadi kurang dari 200 sel/μl. Infeksi oportunistik yang paling sering terjadi pada pasien AIDS yang tidak dapatdiobati yaitu : 1. Protozoa: Toxoplasma gondii, Isospora belli, spesies cryptosporidium. 2. Fungi: Candida albicans, Cryptococcus neoformans,Coccidiodes immitis,Histoplasma capsulatum, Pneumocytis jiroveci. 3. Bakteri: Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium avium intracellulare,Listeria monocytogenes, spesies salmonella. 4. Virus: Cytomegalovirus, virus herpes simpleks, virus vacella zoster,adenovirus, virus poliomavirus JC, virus hepatitis B dan C



49



BAB V



INFEKSI OPORTUNISTIK A. Kompetensi Dasar dan Indikator No. Kompetensi Dasar 1. Mampu memahami konsep infeksi oportunistik



Indikator 1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi infeksi oportunistik 2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar infeksi oportunistik 3. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis infeksi oportunistik. 4. Mahasiswa mampu menjelaskan kondisi yang melemahkan pejamu.



B. Deskripsi Singkat Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk mampu menjelaskan konsep infeksi oportunistik dengan pokok bahasan konsep ilmu dasar keperawatan. URAIAN MATERI



Infeksi oportunistik dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, atau parasit. Disebut oportunistik karena infeksi ini akan mengambil keuntungan dari sistem kekebalan tubuh seseorang yang lemah. Ketika infeksi memasuki tubuh orang yang sehat, sel-sel darah putih yang disebut limfosit merespons untuk melawan infeksi tersebut. Limfosit ini termasuk sel B dan sel T. Pada pengidap HIV, sel-sel T tertentu akan mengalami kematian. Hal inilah yang membuat tubuh sulit untuk melawan adanya infeksi baru. Ketika datangnya infeksi serius dan jumlah sel darah yang melawan infeksi (dikenal sebagai sel CD4) jumlahnya menurun, maka seseorang yang telah mengidap HIV tersebut



dapat didiagnosis mengalami AIDS (acquired



immunodeficiency syndrome). Selain pada penderita HIV, penurunan sistem imun juga dapat disebabkan oleh luka bakar parah, kemoterapi, diabetes, malnutrisi, hingga kanker seperti leukemia dan multiple myeloma. Penyebab tersebut pada akhirnya dapat melemahkan sistem pertahanan tubuh dan mengakibatkan penderitanya terjangkit infeksi oportunistik.



50



Tidak hanya pengidap HIV saja yang bisa terkena infeksi oportunistik ini. Pasalnya, hampir semua penyakit dapat berkembang menjadi infeksi oportunistik ketika sistem kekebalan tubuh lemah. Terdapat dua jenis infeksi oportunistik (IO), yakni IO sistemik yang memengaruhi seluruh tubuh, dan IO lokal yang cenderung hanya memengaruhi bagian tubuh. Berikut adalah beberapa penyakit infeksi oportunistik umum yang kerap terjadi, di antaranya: 



Candidiasis Candidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida yang bisa muncul di



bagian tubuh mana saja. Infeksi ini merupakan infeksi oportunistik yang umum terlihat pada pasien HIV dengan jumlah CD4 antara 200 hingga 500 sel/mm3. Gejala yang paling jelas adalah bintik-bintik putih di lidah atau tenggorokan. Candidiasis dapat diobati dengan resep obat antijamur. Untuk mencegah terkena candidiasis, jagalah kebersihan mulut dan gunakan obat kumur yang mengandung klorheksidin (antiseptik) yang dapat mencegah infeksi ini. Tidak hanya di mulut atau tenggorokan saja, infeksi ini juga bisa menyerang bagian vagina Anda. 



Infeksi Pneumonia Infeksi pneumonia adalah infeksi oportunistik yang paling serius bagi pengidap HIV.



Infeksi pneumonia yang biasa terjadi pada penderita HIV adalah Pneumocystis pneumonia (PCP) dan merupakan penyebab utama kematian di antara pasien HIV. Namun ternyata, penyakit ini dapat diobati dengan antibiotik. Adapun gejalanya seperti batuk, demam, dan kesulitan bernapas. 



Kanker serviks invasive Ini adalah kanker yang dimulai di dalam leher rahim, yang kemudian menyebar ke bagian



tubuh lainnya. Kondisi kanker ini bisa dikurangi kemungkinan terjadinya dengan melakukan pemeriksaan serviks rutin di dokter. 



Kriptokokosis Crypto neoformans (crypto) merupakan jamur biasa ditemukan di tanah dan bila terhirup



dapat menyebabkan meningitis, yakni peradangan serius pada selaput pelindung yang mengelilingi otak dan saraf tulang belakang.



51







Herpes Simpleks Yakni virus yang dapat menyebabkan luka yang buruk di sekitar mulut dan alat kelamin



Anda. Infeksi ini biasa menular lewat hubungan seksual atau ditularkan ibu pada proses kelahiran. Selain di mulut dan kelamin, infeksi ini juga dapat terjadi pada saluran napas. 



Toksoplasmosis (tokso) Adalah sebuah parasit yang dapat menyebabkan ensefalitis (radang otak), serta



pandangan kabur dan juga kerusakan mata. Parasit ini ditularkan melalui hewan peliharaan seperti kucing, tikus, maupun burung. Selain itu, tokso juga bisa ditemukan pada daging merah dan meskipun jarang dapat ditemukan pada daging unggas. 



Tuberkulosis Infeksi bakteri TBC yang biasa dikenal karena menyerang paru-paru Anda ini dapat juga



menyerang organ lain dan menyebabkan meningitis



BAB VI



PENGONTROLAN PERTUMBUHAN MIKROORGANISME A. Kompetensi Dasar dan Indikator No. Kompetensi Dasar 1. Mampu memahami konsep pengontrolan pertumbuhan mikroorganisme.



Indikator 1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengontrolan mikroorganisme 2. Mahasiswa mampu menjelaskan kondisi yang memungkinkan untuk menekan transmisi mikroorganisme. 3. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis metode untuk menekan pertumbuhsn mikroorganisme.



B. Deskripsi Singkat



52



Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk mampu menjelaskan konsep pengontrolan pertumbuhan mikroorganisme dengan pokok bahasan ilmu dasar keperawatan. URAIAN MATERI



Ada beberapa istilah dalam mengendalikan jumlah populasi mikroorganisme, diantaranya adalah sebagai berikut : 1.



Cleaning (kebersihan) dan Sanitasi Cleaning dan Sanitasi sangat penting di dalam mengurangi jumlah populasi



mikroorganisme pada suatu ruang/tempat. Prinsip cleaning dan sanitasi adalah menciptakan lingkungan yang tidak dapat menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sekaligus membunuh sebagian besar populasi mikroba



2.



Desinfeksi Adalah proses pengaplikasian bahan kimia (desinfektans) terhadap peralatan, lantai,



dinding atau lainnya untuk membunuh sel vegetatif mikrobial. Desinfeksi diaplikasikan pada benda dan hanya berguna untuk membunuh sel vegetatif saja, tidak mampu membunuh spora. 3.



Antiseptis Merupakan aplikasi senyawa kimia yang bersifat antiseptis terhadap tubuh untuk



melawan infeksi atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menghancurkan atau menghambat aktivitas mikroba. 4.



Sterilisasi Proses menghancurkan semua jenis kehidupan sehingga menjadi steril. Sterilisasi



seringkali dilakukan dengan pengaplikasian udara



Namun secara umum dalam pengendalian mikroorganisme dibagi dalam teknologi fisika maupun kimia yang banyak digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba (tertentu), walaupun mungkin tidak sampai sempurna steril. Namun umumnya mencegah pembusukan makanan atau menyembuhkan penyakit menular merupakan tujuan utama.



53



A.



Secara Fisika Beberapa cara fisika dapat digunakan untuk mengendalikan populasi mikroba. Misalnya



seperti temperatur tinggi dan radiasi ionisasi. Metode Pengendalian Mikroorganisme secara fisika adalah teknik mematikan mikroorganisme dengan tujuan menghilangkan semua mikroorganisme yang ada pada bahan atau alat dengan proses dan sarana fisik. Dengan cara fisika mikroorganisme dapat dikendalikan, yaitu dibasmi, dihambat atau ditiadakan dari suatu lingkungan.



1.



Pemanasan Suhu Tinggi Pada suhu-suhu tertentu mikroorganisme dapat dimatikan. Waktu yang diperlukan untuk



membunuh tergantung pada jumlah organisme, spesies, sifat produk yang dipanaskan, pH, dan suhu. Autoklaf merupakan instrumen yang digunakan untuk membunuh semua mikroorganisme dengan panas, umumnya digunakan dalam proses pengalengan, pembotolan, dan prosedur pengemasan steril. 1)



Pendidihan Pendidihan



100o selama



disterilkan (memerlukan



waktu



30



menit dengan



lebih



banyak



cara di



merebus



ketinggian).



bahan



yang



Membunuh



akan semua



mikroorganisme yang patogen maupun non patogen kecuali beberapa endospora dan dapat menonaktifkan virus. Untuk keperluan air minum murni, 100 o selama lima menit adalah "standar" untuk di pegunungan "meskipun ada beberapa laporan yang mengatakan Giardia kista dapat bertahan proses ini di Teluk namun waktu pendidihan yang lebih panjang lebih direkomendasikan. Biasanya dapat dilakukan pada alat-alat kedokteran gigi, alat suntik, pipet, dll. 2)



Pasteurisasi Pasteurisasi adalah penggunaan panas yang ringan dengan suhu terkendali untuk



mengurangi jumlah mikroorganisme patogen dengan berdasarkan waktu kematian termal bagi tipe patogen yang paling resisten untuk dibasmi dalam produk atau makanan. Dalam kasus pasteurisasi susu, waktu dan suhu tergantung tujuan untuk membunuh jenis potensial yang patogen



yang



terdapat



streptococcus, Brucella



dalam



susu



yang



diinginkan.



abortus dan Mycobacterium



Misalnya,



tuberculosis . Akan



staphylococcus, tetapi



setelah



pasteurisasi akan banyak terjadi pembusukan mikroorganisme yang telah terbunuh, dan



54



karenanya untuk meningkatkan kualitas susu harus pada suhu dingin (2°C). Dalam proses pasteurisasi yang terbunuh hanyalah bakteri patogen dan bakteri penyebab kebusukan namun tidak pada bakteri lainnya. Pasteurisasi biasanya dilakukan untuk susu, rum, anggur dan makanan asam lainnya. Susu pasteurisasi dengan pemanasan biasanya pada suhu 63 ° C selama 30 menit (metode batch) atau pada 71 ° C selama 15 detik (metode flash), untuk membunuh bakteri dan menjaga kualitas susu. Selama proses ultrapasteurisasi, juga dikenal sebagai ultra high-temperature (UHT) pasteurisasi, susu dipanaskan sampai suhu 140 ° C. Pada metode langsung, susu dikonttakkan langsung dengan uap pada suhu 140 ° C selama satu atau dua detik. Sebuah film tipis susu dimasukkan melalui sebuah kamar tekanan uap tinggi, sehingga terjadi pemanasan susu seketika. Susu lalu didinginkan oleh dengan sedikit vakum yang bertujuan ganda menghilangkan kelebihan air dalam susu dari kondensasi uap. Dalam metode tidak langsung ultrapasteurisasi, susu dipanaskan dalam sebuah pelat penghantar panas. Butuh beberapa detik untuk suhu susu mencapai 140 ° C, dan selama waktu itu susu yang terpapar panas. Jika ultrapasteurisai ini dibarengi dengan kemasan aseptik, hasilnya adalah produk yang tahan lama tanpa memerlukan pendinginan. 3)



Tyndalisasi Pemanasan yang dilakukan biasanya pada makanan dan minuman kaleng. Tyndalisasi



dapat membunuh sel vegetatif sekaligus spora mikroba tanpa merusak zat-zat yang terkandung di dalam makanan dan minuman yang diproses. Suhu pemanasan adalah 65 oC selama 30 menit dalam waktu tiga hari berturut-turut. 4)



Autoklaf Autoklaf adalah alat sterilisasi yang mempergunakan uap dan tekanan yang diatur.



Autoklaf merupakan ruang uap berdinding rangkap yang diisi dengan uap jenuh bebas udara dan dipertahankan pada suhu serta yang ditentukan selama periode waktu yang dikehendaki. Pada alat ini bahan-bahan yang akan disterilkan dipanaskan sampai 121 oC selama 15 sampai 20 menit pada tekanan uap 15 pon per inci persegi (kirakira 1,5 atmosfir). Uap air jenuh memanaskan bahan-bahan tadi sehingga dengan cepat disterilkan dengan melepaskan panas yang laten. Dengan kondensasi sejumlah 1600 ml uap pada 100 oC dan tekanan 1 atmosfir, akan terjadi embun sejumlah 1 ml dengan melepaskan 518 kalori. Air yang mengembun tadi akan menyebabkan keadaan lembab yang cukup utuk membunuh kuman.



55



Udara merupakan penghatar panas yang buruk, oleh sebab itu harus dikeluarkan dari ruangan otoklaf. Rongga di dalam otoklaf tidak boleh terlalu penuh diisi dengan benda-benda yang akan disterilakan supaya dapat terjadi aliran uap yang cukup baik. Autoklaf dipergunakan untuk mensterilkan pembenihan, barang-barang dari karet, semperit, baju, pembalut dan lainlain. Kontrol sterilisasi : (1) Bacillus sterothermophilus (II) Tabung Brownes (III) Pita otoklaf (IV) Thermocouple.



2.



Pendinginan dan pembekuan Umumnya mikroorganisme hanya tumbuh sangat sedikit atau tidak sama sekali pada o



suhu 0 C. Makanan akan tahan lama jika disimpan di temperatur rendah untuk memperlambat laju pertumbuhan dan pembusukan akibat adanya mikroorganisme (misalnya susu). Tetapi suhu rendah tidak berarti bebas bakteri. Kasus psychrotrophs, dari psychrophiles memang benar merupakan penyebab pembusukan yang biasa pada makanan pada makanan yang didinginkan. Meskipun beberapa mikroba masih dapat tumbuh dalam suhu sangat dingin serendah minus 20 o C, unutuk kebanyakan makanan diawetkan untuk mencegah pertumbuhan mikroba dalam freezer rumah tangga.



3.



Pengeringan (pengangkatan H 2 O) Sebagian besar mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada keadaan kekurangan air



(A w