Modul Pi 4-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

2



MODUL PERKULIAHAN P322130003



PAJAK INTERNASIONAL



Memahami Konsep Dasar Perpajakan Internasional - II



Abstrak



Sub-CPMK 3



Modul ini membahas tentang Konflik karakterisasi penghasilan dalam P3B dan cara mengatasinya, Konsep anti tax avoidance dalam perpajakan internasional, Pronsip non diskriminasi, Metode penghindaran pajak berganda



Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami mengenai



karakterisasi penghasilan dalam P3B dan cara mengatasinya, Konsep anti tax avoidance dalam perpajakan internasional, Pronsip non diskriminasi, Metode penghindaran pajak berganda



Pendahuluan Fakultas



Program Studi



Fakutas Ekonomi dan Bisnis



Akuntansi



Tatap Muka



04



Disusun Oleh Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Menurut Kevin Homes (2007), konflik-konflik antara suatu negara dan negara lainnya yang dapat menimbulkan pemajakan berganda adalah sebagai berikut: 1



konflik antara suatu negara dan negara lainnya untuk menjadi negara sumber dari suatu penghasilan tertentu (source-source conflict);



2



konflik antara negara domisili dan negara sumber untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan tertentu (source-residence conflict);



3



konflik antara suatu negara dan negara lainnya untuk menjadi negara domisili (residence state) bagi subjek pajak tertentu (residence-residence conflict); dan



4



konflik antara negara domilisi dan negara sumber atas karakterisasi suatu jenis penghasilan tertentu (characterization of income conflict). Pajak berganda dapat menimbulkan beban keuangan yang cukup memberatkan



bagi subjek pajak yang memperoleh penghasilan, sehingga pajak berganda sering disebut sebagai suatu halangan yang besar bagi aktivitas bisnis lintas batas negara. Oleh karena itu, banyak negara berupaya untuk menghilangkan dampak pajak berganda dengan berbagai metode. Pada umumnya, metode tersebut dapat dilakukan secara unilateral, bilateral, maupun multilateral. Perjanjian Penghindaeran Pajak Berganda (Tax treaty) PERJANJIAN penghindaran pajak berganda (tax treaty) adalah perjanjian perpajakan antara dua negara mengenai hak-hak pemajakan masing-masing negara yang dibuat dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan upaya penghindaran pajak.Martin Hearson (2016) menyatakan pada prinsipnya tax treaty ditujukan untuk menentukan alokasi hak pemajakan yang timbul dari suatu transaksi yang terjadi di antara negara sumber dan negara domisili. Pengertian dari negara sumber adalah negara tempat sumber penghasilan berasal, sedangkan negara domisili adalah negara tempat wajib pajak berdomisili. Secara sederhana, perjanjian pajak internasional ini memiliki peran untuk mengatur batasan penerapan ketentuan pajak domestik masing-masing negara berdasarkan hukum kebiasaan internasional dan tax treaty yang telah ditetapkan. Tindakan



bilateral



atau



multilateral



oleh



suatu



negara



dalam



rangka



menghilangkan dampak pajak berganda adalah dengan mengadakan P3B. Tujuan diadakan P3B sebagai upaya penghindaran pajak berganda dapat dilihat dari judul P3B dan juga sebagaimana dapat dilihat dari komentar OECD Model maupun UN Model. Dalam konteks P3B, penghindaran pajak berganda yang dimaksud adalah penghindaran pajak berganda secara yuridis. Untuk kasus transfer pricing, P3B 2021



2



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



dimaksudkan untuk menghindari pajak berganda secara ekonomis. Walaupun demikian, perlu diperhatikan bahwa P3B sebenarnya hanya bertujuan untuk menghilangkan dampak pajak berganda secara yuridis dan tidak bertujuan untuk menghilangkan dampak pajak berganda secara ekonomis. Terkait dengan salah satu tujuan P3B, yaitu untuk mengeliminasi pajak berganda secara yuridis, terdapat hubungan antara P3B dan ketentuan pajak domestik dari negara yang mengadakan P3B. Ketentuan pajak domestik mengatur aspek internasional dari pajak penghasilan, sedangkan P3B membagi dan membatasi hak pemajakan dari aspek internasional ketentuan pajak domestik negara-negara mitra P3B tersebut. P3B dapat bersifat komprehensif dan parsial. P3B yang bersifat komprehensif (comprehensive tax treaty) pada umumnya terdiri dari ketentuan-ketentuan sebagai berikut ini: i. ketentuan tentang hal-hal yang menjadi ruang lingkup (scope provisions) dari



suatu P3B yang terdiri dari: a. jenis-jenis pajak yang diatur dalam P3B; b. subjek pajak yang dapat memanfaatkan P3B; c. negara yang dicakup dalam P3B; ii. ketentuan yang mengatur tentang definisi dari istilah atau terminologi yang ada



dalam P3B (definition provisions); iii. ketentuan yang mengatur tentang hak pemajakan suatu negara atas suatu jenis



penghasilan (substantive provisions); iv. ketentuan yang mengatur tentang pemberian fasilitas eliminasi atau keringanan



pajak berganda (provisions for the elimination of double taxation); v.



ketentuan yang mengatur tentang pencegahan upaya penghindaran pajak (anti avoidance provisions) yang terdiri dari: a. ketentuan tentang transaksi hubungan istimewa; b. ketentuan tentang kerjasama antar otoritas pajak (Mutual Agreement Procedure); c. ketentuan tentang pertukaran informasi (exchange of information); ketentuan



vi.



khusus



(special



provisions),



seperti



ketentuan



tentang



nondiskriminasi, members of diplomatic mission and consular posts, territorial extension, dan bantuan untuk pemungutan pajak; dan ketentuan tentang saat dimulai dan berakhirnya suatu P3B (final provisions).



Characterization of Income Conflict 2021



3



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



Agar tidak terjadi pajak berganda atas penghasilan yang sama, yang diterima atau diperoleh oleh subjek pajak yang sama (juridical double taxation), suatu P3B membatasi hak pemajakan suatu negara untuk mengenakan pajak atas penghasilan tersebut. Ketika masing-masing ketentuan pajak domestik suatu negara sama-sama mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang sama maka berdasarkan perjanjian yang disepakati, hak masing-masing negara tersebut untuk mengenakan pajak atas penghasilan tersebut dapat dihilangkan atau dibatasi oleh P3B. Dengan kata lain, ketika suatu negara sepakat mengadakan P3B maka negara tersebut setuju haknya untuk mengenakan pajak dibatasi berdasarkan pembatasan yang diatur dalam P3B tersebut. Cara kerja P3B dalam menghilangkan dampak dari pajak berganda konflik antara negara domilisi dan negara sumber atas karakterisasi suatu jenis penghasilan tertentu (characterization of income conflict) adalah sebagai berikut: 1. Pembagian Hak pemajakan 1.2. Pembagian Hak pemajakan suatu negara atas suatu jenis penghasilan (substantive provisions). Metode yang digunakan dalam P3B untuk menghindari adanya pajak berganda adalah dengan cara menggolongkan suatu penghasilan berdasarkan suatu penggolongan tertentu (schedular income). Setelah menggolongkan penghasilan tersebut, tahap selanjutnya adalah menentukan hak pemajakan suatu negara atas jenis-jenis penghasilan berdasarkan penggolongan tersebut. Dengan demikian, hak pemajakan suatu negara atas suatu jenis penghasilan dengan jenis penghasilan lainnya dapat berbeda. Jadi, penentuan jenis penghasilan merupakan hal penting karena akan menentukan negara mana yang berhak untuk memajaki penghasilan tersebut. Pasal-pasal yang mengatur tentang hak pemajakan suatu negara atas jenis- jenis penghasilan disebut sebagai ‘distributive rules’ atau ‘assignment rules’ atau disebut juga dengan ‘allocation articles’. Pasal-pasal yang mengatur pembagian hak pemajakan disebut pasal substantif yang meliputi Pasal 6 sampai Pasal 21. Pada umumnya, penggolongan jenis penghasilan dalam pasal-pasal yang disebut sebagai distributive rules tersebut, yaitu sebagai berikut. i. Active income



Active income merupakan penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha dan pekerjaan. Jenis-jenis penghasilan dalam P3B yang dikategorikan sebagai active income, yaitu penghasilan dari kegiatan bisnis (business profit), a. penghasilan dari kegiatan pelayaran, 2021



4



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



b. transportasi perairan darat, dan penerbangan (shipping, inland waterways transport and air transport), c. penghasilan dari pemberian jasa profesi yang dilakukan oleh individu (independent personal services), d. penghasilan atas hubungan pekerjaan (dependent personal services), e. penghasilan direktur (directors), f.penghasilan entertainer dan olahragawan (entertainer and sportperson), g. gaji pegawai negeri sipil (government services), dan h. penghasilan yang diterima oleh pelajar (students). ii. Passive income



Passive income merupakan penghasilan yang berasal dari investasi dalam bentuk tangible maupun intangible properties (termasuk juga dalam bentuk financial investment). Jenis-jenis penghasilan dalam P3B yang dikategorikan sebagai passive income adalah: penghasilan dari harta tak bergerak (immovable property), a. dividen (dividend), b. bunga (interest), c. royalti (royalty), d. capital gains, serta e. pensiun (pensions). iii. Other income



Pasal ini mengatur penghasilan yang tidak dapat digolongkan berdasarkan penggolongan tersebut di atas. Sementara itu, pembagian hak pemajakan suatu negara berdasarkan distributive rules yang diatur dalam P3B pada dasarnya adalah sebagai berikut: i. hak pemajakan diberikan sepenuhnya kepada salah satu negara. Pada umumnya



diberikan kepada negara tempat subjek pajak terdaftar sebagai subjek pajak dalam negeri (negara domisili atau residence state); ii. hak pemajakan dibagi antara negara domisili (residence state) dan negara sumber



(source state). Pada dasarnya, ketentuan yang terdapat dalam distributive rules dimaksudkan untuk membatasi hak pemajakan negara sumber. Dalam pembagian hak pemajakan kepada suatu negara, model P3B yang dikembangkan oleh OECD Model cenderung untuk memberikan hak pemajakan sebanyak mungkin kepada negara domisili.



2021



5



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



1.2.



Pembagian hak pemajakan diberikan kepada negara sumber dan negara domisili



Dalam model P3B yang dikembangkan oleh OECD, untuk membagi hak pemajakan antara negara yang mengadakan perjanjian, terdapat 2 (dua) terminologi yang digunakan, yaitu sebagai berikut. i. Shall be taxable only



Terminologi ini untuk menyatakan bahwa hak pemajakan atas suatu penghasilan hanya diberikan kepada satu negara yang biasanya diberikan kepada negara tempat subjek pajak tersebut terdaftar sebagai subjek pajak dalam negeri (negara domisili). Dengan demikian, jika hak pemajakan tersebut hanya diberikan kepada suatu negara, negara lainnya tidak boleh mengenakan pajak. Jadi, isu pajak berganda atas suatu penghasilan yang diatur melalui penggunaan terminologi ini seharusnya tidak akan terjadi karena hak pemajakan diberikan sepenuhnya kepada satu negara saja dan negara lainnya dilarang untuk mengenakan pajak. ii. May be taxed



Terminologi ini digunakan untuk menyatakan bahwa hak pemajakan atas suatu penghasilan diberikan kepada negara domisili dan negara sumber. Makna terminologi tersebut adalah negara sumber juga dapat mengenakan pajak. Jadi, di samping negara domisili berhak untuk mengenakan pajak, negara sumber juga dapat mengenakan pajak. Apabila masing-masing negara mengenakan pajak, akan terdapat isu pajak berganda. Untuk menghindari adanya pajak berganda, negara domisili diwajibkan untuk memberikan keringanan pajak berganda melalui metode pembebasan (exemption method) atau metode kredit (credit method). Hal ini bergantung pada ketentuan domestik dari negara domisili. a. Jenis-Jenis Penghasilan yang Hanya Dikenakan Pajak di Negara Domisili (Shall be Taxable Only) Tabel di halaman berikut memaparkan jenis-jenis penghasilan yang berdasarkan OECD Model, hak pemajakannya hanya diberikan kepada negara domisili.



Tabel 1 Jenis-Jenis Penghasilan yang Hanya Dikenakan Pajak di Negara Domisili 2021



6



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



Pasal



Jenis Penghasilan



Makna shall be taxable only dalam Pasal-Pasal Substantif



Pasal 7



Laba Usaha



Hanya dikenakan pajak di negara domisili, kecuali jika laba usaha tersebut diperoleh dari kegiatan bisnisnya di negara lain melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT).



Pasal 8



Penghasilan dari Kegiatan Pelayaran, Transportasi Perairan Darat, dan Penerbangan di jalur internasional Royalti



Hanya dikenakan pajak di negara tempat kedudukan manajemen berada. Kecuali, laba yang berasal dari kegiatan pelayaran, transportasi perairan darat, dan penerbangan yang semata-mata dilakukan diantara suatu tempat di dalam suatu wilayah negara lainnya. Dalam kasus ini, laba dari transportasi laut, sungai, dan udara tersebut dapat dikenakan pajak di negara lainnya tersebut (negara sumber).



Capital Gains



Hanya dikenakan pajak di negara domisili atas capital gains yang tunduk pada Pasal 13 ayat (5). Hanya dikenakan pajak di negara domisili, kecuali apabila individu yang menjalankan kegiatan profesi tersebut mempunyai tempat tetap (fixed base) di negara sumber.



Pasal 12 Pasal 13 Pasa l 14b Pasal 15



Penghasilan Profesi



Penghasilan atas Hubungan Pekerjaan



Hanya dikenakan pajak di negara domisili.a



Hanya dikenakan pajak di negara domisili sepanjang: • Pegawai tersebut tidak hadir di negara lainnya (negara sumber) dalam periode yang tidak melebihi 183 hari dalam periode waktu 12 bulan yang dimulai dan berakhir di tahun fiskal yang bersangkutan, dan • Imbalan tersebut dibayar oleh pemberi kerja yang bukan subjek pajak dalam negeri dari negara sumber penghasilan, dan • Imbalan tersebut tidak dibiayakan di negara sumber oleh BUT dari si pemberi kerja.



Pasal 18 Pasal 19



Pensiun



Hanya dikenakan pajak di negara domisili.



Gaji Pegawai Negeri Sipil



Hanya dikenakan pajak di negara domisili.



Pasal 21



Penghasilan Lainnya



Hanya dikenakan pajak di negara domisili.



b. Jenis-Jenis Penghasilan yang Dapat Dikenakan Pajak di Negara Sumber (May be Taxed) Tabel di bawah ini adalah jenis-jenis penghasilan yang berdasarkan OECD Model, hak pemajakannya juga diberikan kepada negara sumber. Atau dengan kata lain, hak pemajakan dibagi antara negara domisili dan negara sumber.



Pasal



2021



7



Jenis Penghasilan



Makna may be taxed dalam Pasal-Pasal Substantif



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



Pasal 6



Penghasilan Harta Tak Bergerak



Dapat dikenakan pajak di negara sumber atau negara tempat harta tersebut terletak.



Pasal 7



Laba Usaha



Dapat dikenakan pajak di negara sumber atas laba usaha yang diatribusikan kepada BUT yang berada di negara sumber.



Pasal 10 Dividen



Dapat dikenakan pajak di negara domisili (Pasal 10 ayat (1)) dan negara sumber (Pasal 10 ayat (2)).



Pasal 11 Bunga



Dapat dikenakan pajak di negara domisili (Pasal 11 ayat (1)) dan negara sumber (Pasal 11 ayat (2)).



Pasal 13 Capital Gains



Dapat dikenakan pajak di negara sumber. Kecuali untuk capital gains yang tunduk pada Pasal 13 ayat (5), hanya negara domisili yang dapat mengenakan pajak.



Pasal 14 Penghasilan Profesi (dalam OECD Model sudah dihapus) Pasal 15 Penghasilan atas Hubungan Pekerjaan



Dapat dikenakan pajak di negara sumber apabila individu yang menjalankan kegiatan profesi tersebut mempunyai tempat tetap (fixed base) di negara sumber. Dapat dikenakan pajak di negara sumber sepanjang: • Pegawai tersebut hadir di negara sumber dalam periode yang melebihi 183 hari dalam periode waktu 12 bulan yang dimulai dan berakhir di tahun fiskal yang bersangkutan, atau • Imbalan tersebut dibayar oleh pemberi kerja yang merupakan subjek pajak dalam negeri di negara sumber penghasilan, atau



Pasal 16 Penghasilan Direktur Pasal 17 Entertainer dan Olahragawan



2.



• Imbalan tersebut dibiayakan di negara sumber oleh BUT dari si pemberi kerja. Dapat dikenakan pajak di negara sumber. Dapat dikenakan pajak di negara sumber atas penghasilan yang diterima oleh entertainer terkait dengan penghasilan dari pertunjukannya maupun penghasilan olahragawan yang terkait dengan penghasilan dari pertandingannya.



Eliminasi Pajak Berganda Tahap ini diterapkan dalam hal pasal-pasal substantif dalam P3B memberikan hak



pemajakan kepada masing-masing negara (negara domisili dan negara sumber). Akibatnya, terjadi isu pajak berganda secara yuridis karena atas satu penghasilan yang sama dikenakan pajak oleh 2 (dua) negara yang berbeda pada satu periode tertentu. Untuk menghindari terjadinya pajak berganda secara yuridis tersebut, beberapa model P3B mewajibkan negara domisili untuk menerapkan metode eliminasi pajak berganda. P3B memuat ketentuan mengenai eliminasi pajak berganda dalam kasus alokasi hak pemajakan, yaitu dengan mewajibkan negara domisili untuk mengeliminasi pajak yang telah diklaim oleh negara sumber melalui suatu metode eliminasi pajak berganda. Pada



2021



8



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



umumnya, metode eliminasi pajak berganda yang digunakan adalah metode pembebasan (exemption method) atau metode kredit (credit method). 3.



Unilateral Terdapat pandangan umum yang berlaku sejak lama bahwa P3B sangat diperlukan



untuk menghilangkan dampak pajak berganda. Namun, dampak pajak berganda sebenarnya



juga



dapat



dihilangkan



secara



unilateral,



yaitu



melalui



ketentuan



penghindaran pajak berganda yang diterapkan secara sepihak oleh suatu negara menurut ketentuan pajak domestik negara tersebut. Tindakan unilateral tersebut dapat dilakukan baik oleh negara domisili maupun negara sumber. Upaya penghindaran pajak berganda secara unilateral oleh negara domisili dilakukan dengan cara pembebasan (exemption), pengkreditan (credit), atau pengurangan (deduction). 4.



Mutual Agreement Procedure (MAP)



Apabila masih terdapat pajak berganda atas penerapan ketentuan-ketentuan dalam P3B sebagaimana dijelaskan di atas, tahap selanjutnya yang dapat ditempuh adalah melalui MAP.



Anti Avoidance Rule Kenyataan bahwa tidak ada satu pun sistem perpajakan yang sempura menjadi faktor pendorong semakin maraknya praktik penghindaran pajak. Selain itu, terdapat beberapa faktor lain seperti kesempatan (opportunities), lemahnya penegakan hukum (law enforcement), manfaat dan biaya (cost & benefit), kemungkinan kecil perbuatan terungkap (level of detections), pengenaan sanksi pajak yang tidak berat (level of penalty), dan bila terungkap sengketanya dapat diselesaikan (negotiated settlements). Untuk itu, berbagai negara menerapkan ketentuan pencegahan penghindaran pajak baik yang bersifat khusus maupun yang umum. Dalam istilah perpajakan internasional, ketentuan tersebut disebut dengan specific anti avoidance rule (SAAR) dan general anti avoidance rule (GAAR). 1. Specific Anti Avoidance Rule (SAAR) Merupakan ketentuan anti penghindaran pajak yang bersifat khusus seperti i) controlled foreign company (CFC) rule , ii) arm’s length rule, iii) advance pricing agreement, iv) debt-



2021



9



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



to-equity ratio, yang diatur dalam undang-undang domestik. Kesulitan menangkal skema penghindaran pajak seringkali menimbulkan rasa frustasi bagi otoritas pajak di suatu negara. Pasalnya, penggunaan SAAR hanya efektif dalam mencegah skema penghindaran pajak tertentu saja. Padahal, skema penghindaran pajak atau praktik base erosion and profit shifting (BEPS) semakin kompleks dan kadang tidak mampu diikuti oleh kecepatan pemerintah dalam merubah ketentuan. Pada saat itulah, penggunaan GAAR menjadi krusial. 2. General Anti Avoidance Rule (GAAR) Merupakan ketentuan anti penghindaran pajak yang bersifat umum yang tidak dibatasi kepada subjek atau objek tertentu. GAAR akan menyasar pada suatu skema yang melibatkan suatu transaksi yang secara umum tidak akan dilakukan, selain hanya untuk alasan manfaat pajak bagi wajib pajak. Dalam hal ini, GAAR berdiri di atas asumsi bahwa penghindaran pajak dilakukan pada transaksi atau suatu skema yang tidak memiliki substansi bisnis. Oleh sebab itu, GAAR memberikan kewenangan pada otoritas pajak untuk membatalkan atau mengoreksi suatu transaksi untuk tujuan pajak jika transaksi tersebut tidak memiliki substansi ekonomi atau semata-mata dilakukan hanya untuk mendapatkan keuntungan pajak (Rachel Anne Tooma, 2008). Kendati demikian, GAAR sering dikritik sebagai penyebab ketidakpastian karena adanya diskresi yang terlalu besar bagi otoritas pajak dalam menginterpretasikan motif bisnis. Hal ini seperti dijelaskan oleh Freedman (2004) bahwa kepastian bukanlah indikator kesuksesan GAAR. Oleh sebab itu, desain ketentuan mengenai GAAR harus disusun dengan jelas agar tetap menjamin adilnya sistem pajak serta penghormatan atas supremasi hukum (Yating Yang, 2016.) Sebaliknya, SAAR relatif lebih kecil kemungkinannya dalam menimbulkan ketidakpastian pajak, mengingat ruang lingkup pemberlakuannya dibatasi. Namun, SAAR dalam kondisi tertentu juga dapat menyebabkan perencanaan pajak yang lebih agresif, di mana wajib pajak membuat struktur tertentu agar dapat menghindari penerapan SAAR tersebut (OECD, 2017). Adapun kebijakan Anti Tax Avoidance Indonesia yang diatur dalam pasal l8 Undang Undang Pajak Penghasilan tersebut adalah: 1



Kebijakan Penangkal Praktik Thin Capitalization Dalam upaya menangkal praktik praktik thin capitalization Menteri Keuangan Republik Indonesia diberi kewenangan untuk menentukan besarnya perbandingan antaara hutang dengan modal (Debt Equity Ratio/DER).



2 2021



Kebijakan penangkal praktik penghindaran pajak melalui pemanfaatan negara Tax



10



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



Haven dan Controlled Foreign Corporation. Dalam upaya menangkal praktik penghindaran pajak melalui pemanfaatan negara Tax Haven dan Controlled Foreign Corporation Menteri Keuangan Republik Indonesia diberi kewenangan untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek. 3



Kebijakan Penangkal Praktik Transfer Pricing Dalam upaya menangkal praktik transfer pricing Direktur Jenderal Pajak diberi kewenangan untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.



4



Kebijakan Penangkal Praktik Treaty Shopping Ketentuan penangkal praktik treaty shopping tidak diatur secara khusus dalam ketentuan Anti Tax Avoidance Indonesia (pasal l8 Undang Undang Pajak Penghasilan). Untuk mengantisipasi praktik treaty shopping, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan beberapa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak, antara lain : -



Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE – 01/PJ.10/1994, tanggal 29 januari l994 tentang Surat Keterangan Domisili. Mengatur mengenai kewajiban bagi wajib pajak untuk menunjukkan Surat Keterangan Domisili/SKD apabila menerapkan tarif pajak rendah atau bebas pajak atas pembayaran penghasilan ke luar negeri sebagaimana diatur dalam tax treaty (Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda/P3B) antara negara Indonesia dengan negara mitra perjanjian.



-



Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE – 04/Pj.34/2005, tanggal 7 juli 2005 tentang Petunjuk Penetapan Kriteria ”Beneficial Owner” Sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dengan Negara Lainnya.



Prinsip Non Diskriminasi Dalam konteks pajak internasional, istilah diskriminasi diartikan sebagai perlakuan pajak yang kurang menguntungkan terhadap suatu subjek pajak tertentu dibandingkan 2021



11



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



dengan subjek pajak lainnya dalam kondisi yang sama. Pasal 24 OECD Model mengatur mengenai penghindaran diskriminasi dalam kondisi-kondisi yang ditentukan secara spesifik. Diskriminasi dalam konteks Pasal 24 OECD Model dapat diartikan sebagai: 1.



Perlakuan yang tidak sama atas kasus yang sama (dapat diperbandingkan); atau



2.



Perlakuan yang sama atas kasus yang tidak sama (dapat diperbandingkan).



Tujuan diadakannya Pasal 24 OECD Model bukan untuk menghindari pajak berganda, namun untuk menghindari adanya pemajakan yang tidak adil. Hal ini berbeda dengan pasal-pasal lain dalam P3B yang umumnya diadakan untuk menghindari pajak berganda. Pasal 24 ayat (1), (2) dan (5) OECD Model memiliki formulasi yang sebanding satu dengan yang lainnya. Pasal 24 ayat (1) OECD Model Mengatur tentang larangan untuk mengenakan pajak yang kurang menguntungkan atas dasar kewarganegaraan dari subjek pajak. Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) OECD Model, subjek pajak (misal, Subjek Pajak D) yang mempunyai status kewarganegaraan di negara asalnya (misal, di Negara D) tidak boleh dikenakan pajak secara lebih berat di negara lainnya. Misalkan di negara sumber penghasilan (Negara S), dibandingkan dengan subjek pajak (misal, Subjek Pajak S) yang merupakan warganegara dari Negara S. Prinsip nondiskriminasi ini berlaku dengan syarat kondisi antara Subjek Pajak D dan Subjek Pajak S adalah sama. Misalnya, sama-sama menjadi subjek pajak dalam negeri Negara S. Diskriminasi pemajakan dapat diperkenankan apabila status subjek pajak dalam negeri (resident) antara Subjek Pajak D dan Subjek Pajak S berbeda. Dalam hal ini, negara sumber penghasilan (Negara S) dapat membedakan perlakuan pajak antara subjek pajak dalam negeri dengan subjek pajak luar negeri. Pasal 24 ayat (2) OECD Model Konsisten dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) OECD Model, Pasal 24 ayat (2) OECD Model menyatakan bahwa subjek pajak yang tidak mempunyai status kewarganegaraan yang menjadi subjek pajak dalam negeri di negara yang mengadakan P3B (misal, Negara D) tidak boleh diberi perlakuan pajak yang kurang menguntungkan di negara mitra perjanjian lainnya (misal, Negara S) dibandingkan dengan subjek pajak dalam negeri lainnya yang mempunyai status kewarganegaraan di negara yang mengadakan P3B tersebut (Negara S). 2021



12



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



Sedangkan ketentuan Pasal 24 ayat (5) OECD Model Melarang suatu negara (misalkan Negara S) mengenakan pajak yang kurang menguntungkan kepada suatu perusahaan (misalkan Perusahaan D) yang menjalankan kegiatan usaha di Negara S, di mana Perusahaan D tersebut dimiliki oleh subjek pajak dalam negeri dari Negara D. OECD Commentaries menegaskan bahwa prinsip nondiskriminasi ini ditujukan untuk ‘enterprise’ (perusahaan) dan bukan untuk ‘person’ yang memiliki atau mengendalikan perusahaan tersebut. Pasal 24 ayat (3) OECD Model Ketentuan mengenai non-diskriminasi terhadap Bentuk Usaha Tetap (BUT) diatur dalam Pasal 24 ayat (3). Maksud dari Pasal 24 ayat (3) OECD Model adalah jika Perusahaan D yang merupakan subjek pajak dalam negeri dari Negara D mempunyai BUT di Negara S maka perlakuan pajak atas BUT tersebut di Negara S tidak boleh kurang menguntungkan dibandingkan dengan, misalkan Perusahaan S yang merupakan subjek pajak dalam negeri dari Negara S. Hal tersebut berlaku dengan syarat kegiatan usaha yang dilakukan oleh BUT dan Perusahaan S tersebut adalah sama. Mengenai persamaan perlakuan pajak atas biaya bunga, royalti, dan pembebanan biaya lainnya sebagai pengurangan penghasilan kena pajak, diatur dalam Pasal 24 ayat (4) OECD Model. Berdasarkan ketentuan ini perlakuan pajak atas biaya bunga, royalti, dan pembebanan biaya lainnya tidak boleh dibedakan antara biaya yang dibayarkan kepada subjek pajak dalam negeri dari negara sumber atau negara domisili.



Metode Penghindaran Pajak Berganda Untuk menghindari beban pajak yang berlebihan, masing-masing negara biasanya memiliki peraturan sendiri untuk menghindari pengenaan pajak berganda. Tetapi yang telah menjadi konvensi di banyak negara ada dua metode, yaitu: A. metode pembebasan, dan B. metode kredit.



Metode pembebasan menghendaki suatu negara pemegang yurisdiksi pemajakan untuk rela melepaskan hak pemajakannya dan sepertinya mengakui pemajakan eksklusif di negara sumber. A. Metode pembebasan meliputi : 2021



13



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



1. Pembebasan subjek 2. Pembebasan objek 3. Pembebasan pajak 1. Pembebasan subjek umumnya diberlakukan terhadap anggota korps diplomatik, konsuler dan organisasi internasional. Mereka umumnya dikenakan pajak di negara pemegang hak istimewa. Seperti para diplomat Indonesia, dimana pun mereka ditempatkan, dikenakan pajak di Indonesia. Pembebasan subjek ini di Indonesia diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang PPh. 2. Pembebasan objek dikenal juga dengan full excemption atau excemption without progression. Metode ini mengeluarkan penghasilan luar negeri dari basis pemajakan Wajib Pajak dalam negeri negara tersebut (negara domisili). Artinya, penghasilan yang diperoleh dari luar negeri (negara sumber) dikecualikan sebagai objek pajak. 3. Metode pembebasan pajak dikenal dengan exemption with progression. Dalam metode ini, penghasilan luar negeri dibebaskan dari pajak domestik, namun untuk keperluan pengenaan pajak atas penghasilan global dipertahankan. Pengaruh progresi akan terasa efektif jika di negara domisili memberlakukan tarif progresif. Selain itu, metode ini akan berpengaruh positif saat penghasilan luar negeri negatif (rugi), karena kerugian tersebut merupakan pengurang basis penghitungan pajak atas penghasilan global. Namun secara berkesinambungan pengurangan tersebut harus diganti kembali (recapture) pada periode berikutnya apabila memperoleh laba. B. Metode kredit pajak Metode kredit pajak memperkenankan pajak yang dibayar di negara sumber untuk dikreditkan di negara domisili. Pada dasarnya, varian metode kredit pajak terdapat dua yaitu, kredit pajak penuh atau full credit dan kredit pajak dengan pembatasan atau ordinary credit. 1. Metode Kredit pajak penuh (full credit), negara domisili akan mengakui semua pajak yang telah dibayar di negara sumber sebagai kredit pajak di negara domisili. Dengan demikian, tidak ada pengenaan pajak berganda karena seluruh beban pajak yang dibayar di negara sumber dapat dikurangkan seluruhnya. 2. Metode Kredit pajak dengan pembatasan (ordinary credit) pada intinya sama dengan full credit tetapi yang dapat dikurangkan dari pajak di negara domisili 2021



14



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



dibatasi sebesar pajak yang dihitung berdasarkan tarif di negara domisili. Beberapa varian dari ordinary credit, yaitu: a.



Overall limitation



b.



Per country limitation



c.



Tax sparing



d.



Underlying tax credit



e.



Matching credit



a. Menurut metode overall limitation, batas kredit pajak yang diperkenankan adalah seluruh penghasilan luar negeri. Jika penghasilan diperoleh dari beberapa negara yang memiliki tarif bervariasi, cara ini dapat membuat batas kredit pajak yang lebih tinggi dari pada metode per country limitation. Rumus untuk menghitung kredit pajak luar negeri adalah:



rumus metode overall limitation b. Menurut metode per country limitation, batas kredit pajak yang dapat diperkenankan adalah jumlah kredit pajak dari setiap negara yang dihitung berdasarkan jumlah penghasilan di setiap negara. Rumus untuk menghitung kredit pajak luar negeri adalah:



rumus metode per county limitation Indonesia termasuk negara yang menganut metode ini berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang PPh. Aturan pelaksana tentang kredit pajak luar negeri diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor  192/PMK.03/2018 c. Metode tax sparing disebut juga fictitious tax credit atau kredit pajak semu. Tax Sparing biasanya berkaitan dengan insentif pajak berupa bebas pajak atau tax holiday. 2021



15



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



Pembebasan pajak yang dilakukan oleh negara sumber tidak akan dinikmati oleh investor



jika di negara domisili



tetap dikenakan



pajak. Artinya, hanya



memindahkan tempat pembayaran pajak dari negara sumber ke negara domisili sekaligus menganulir insentif pajak yang diberikan negara sumber. Untuk melindungi investor dan tujuan dari insentif pajak, maka negara domisili dapat memberikan kredit pajak sejumlah tertentu atas pajak yang tidak dipungut oleh negara sumber. Contoh: Indonesia memberikan tax holiday kepada industri pionir. Kemudian investor luar negeri (misal Jepang) investasi di Indonesia. Atas hasil investasi di Indonesia dibebaskan pajak penghasilan. Hasil ini kemudian dibawa ke negara Jepang. Dalam hal ini, Indonesia sebagai negera sumber dan Jepang sebagai negara domisili. Agar tujuan tax holiday efektif, maka di Indonesia seolah-olah bayar pajak. Pajak semu ini kemudian dibawa ke Jepang, dikreditkan. Sehingga di Jepang juga tidak bayar pajak. Inilah tax sparing. d.



underlying tax credit



Variasi lain yang termasuk dalam kategori tax credit adalah underlying tax credit, yaitu pajak yang dibayar oleh anak perusahaan di luar negeri yang dapat dikreditkan untuk keperluan penghitungan pengenaan pajak atas dividen yang dibagikan yang berasal dari laba. Tujuan dari underlying tax credit adalah terciptanya perlakuan pajak yang sama (tax neutrality) antar cabang dengan anak perusahaan. e.



matching credit



Variasi



terakhir



dari tax



credit adalah matching



credit.



Metode matching



credit biasaya diberikan oleh negara maju kepada negara berkembang dan dituangkan dalam suatu persetujuan penghindaran pajak berganda (tax treaty). Penduduk dari satu negara maju dapat memperoleh kredit pajak dengan tarif penuh atas dividen yang diterima dari penduduk negara berkembang, walaupun tarif pajak di negara sumber dividen tersebut adalah lebih rendah.



Daftar Pustaka 2021



16



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/



Anang Mury Kurniawan. 2015. Pajak Internasional Edisi Kedua. Jakarta: Ghalia Indonesia. Darusasalam,John Hutagaol, Dany Sepriadi,2010.Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional,Jakarta: Danny Darussalam Tax Center Darussalam dan Septriadi, Danny. 2017. Perjanjian penghindaran pajak berganda, Jakarta: Dimensi Internasional Tax Gunadi, 2007. Perpajakan Internasional, Jakarta: FEUI Mas Rasmini dkk, 2019. Pajak Penghasilan III, Tangerang Selatan: Universitas Terbuka Organization of Economic Cooperation and Development Model Conventions for Avoidance of Double Taxation of Income and Capital, OECD , 2010 Timbul Hamonangan Simnajuntak, 2019. Perpajakan Internasional, Yogyakarta: Andi Undang-Undang Perpajakan dan aturan pelaksanaannya https://aguspajak.com/tag/metode-penghindaran-pajak-berganda/ http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=35&list=&q=&hlm=7#_ftn1



2021



17



Nama Mata Kuliah dari Modul Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK., CA



Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU http://pbael.mercubuana.ac.id/