Modul Praktikum Farmakologi Dan Toksikologi 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Modul Farmakologi dan Toksikologi II ini dapat terselesaikan. Modul ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dasar materi perkuliahan dan praktikum serta sebagai pedoman bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian-penilitian Farmakologi dan Toksikologi. Dengan penuh kesadaran, bahwa Modul Farmakologi dan Toksikologi II ini masih perlu disempurnakan lagi, sehingga saran dan kritik untuk penyajian serta isinya sangat diperlukan. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada seluruh Staf Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Kesehatan Universitas Citra Bangsa yang turut berpartisipasi dalam penyusunan Modul Farmakologi dan Toksikologi II ini. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada seluruh pihak yang berpartisipasi sehingga pelaksanaan pembelajaran teori dan praktikum ini dapat berjalan dengan lancar.



Kupang, September 2022 Ttd Tim Penyusun



DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................................................



ii



Daftar Isi ..........................................................................................................



iii



Tata Tertib Praktikum ......................................................................................



iv



Penanganan Hewan Coba ................................................................................



1



Efek Obat Adrenergik ......................................................................................



10



Efek Obat Antikolinergik.................................................................................



13



Uji Aktivitas Obat Analgetika .........................................................................



22



Pengenalan Obat Hormonal (Macam Obat KB) ..............................................



39



Efek Obat Hipoglikemik Oral pada Hewan Coba ...........................................



41



Efek Obat Hiperkolestremia pada Hewan Coba ..............................................



52



Efek Obat Diuretik pada Hewan Coba ............................................................



58



TATA TERTIB PRAKTIKUM 1. Praktikum harus dilakukan dengan serius disertai dengan pengetahuan tentang teori Farmakologi. Sebelum memulai kerja, perlu mempelajari serta memahami petunjuk dan prosedur percobaan yang akan dilakukan. 2. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan selama bekerja di Laboratorium Farmakologi. 1.1. Kebersihan 1.1.1. Selama bekerja, laboratorium harus selalu dijaga kebersihannya dan jas praktikum yang dipakai harus selalu bersih. Demikian pula alat-alat yang dipakai. 1.1.2. Setelah selesai melakukan percobaan, bersihkan dan keringkan alat-alat, cuci wadah hewan dan kembalikan ke tempat semula. Kertas-kertas atau benda lain yang tidak berguna dimasukkan ke dalam tempat sampah dan tinggalkan laboratorium dalam keadaan bersih, rapih seperti pada waktu anda memasukinya. 1.2. Ketepatan Ketepatan yang harus diperhatikan dalam hal ini: 1. Menimbang 2. Mengukur volume sediaan obat yang diberikan 3. Dosis obat yang diberikan 4. Cara pemberian obat 1.3. Pengamatan Percobaan akan memberikan hasil yang baik jika pengamatan dilakukan secara layak dan setiap perubahan yang terjadi harus dicatat. 3. Peserta praktikum harus datang paling lambat 15 menit sebelum kegiatan dimulai. Bagi yang berhalangan hadir, wajib memberi keterangan atau alasan yang jelas. 4. Selama berada di laboratorium, jas praktikum lengkap dengan atributnya harus selalu dipakai dengan rapih, tidak boleh sekali-kali dilepas tanpa izin dari dosen atau asisten pembimbing. Bagi yang tidak lengkap atributnya, tidak



akan diizinkan mengikuti praktikum. Rambut yang panjang harus selalu diikat rapih. 5. Setiap kali praktikum, diadakan tes (respon) untuk percobaan yang akan dilakukan. 6. Praktikum susulan (inhal) dapat diberikan kepada praktikan maksimal tiga kali pelaksanaan praktikum selama satu semester, jika lebih dari tiga kali maka praktikan dinyatakan gugur dan dipersilahkan mengikuti praktikum semester berikutnya. 7. Inhal dapat diberikan kepada praktikan yang : tidak lulus dalam pre - test maupun mengalami kendala kehadiran seperti sakit (disertai dengan keterangan sakit dari dokter) maupun mewakili UCB dalam kegiatan apapun. 8. Selama praktikum berlangsung, peserta praktikum tidak boleh meninggalkan ruangan laboratorium tanpa izin dari dosen atau asisten pembimbing. 9. Peserta praktikum dibagi atas beberapa kelompok. Setiap kelompok bertanggung jawab atas peralatan yang dipakai. 10. Sebelum memulai percobaan, alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan diperiksa dengan baik. 11. Setiap kerusakan yang terjadi harus dilaporkan secepatnya kepada dosen atau asisten pembimbing. 12. Pada akhir praktikum akan diadakan ujian praktikum. Tidak akan dilakukan ujian susulan kecuali karena sakit yang dibuktikan dengan keterangan resmi dari dokter.



PERCOBAAN I PENGENALAN DAN PENANGANAN HEWAN COBA A. PENDAHULUAN a. Cara Bekerja dengan Hewan Percobaan 1.



Setiap orang, baik praktikan maupun peneliti yang bekerja di laboratorium yang menggunakan hewan percobaan hendaknya membaca: • Petunjuk memelihara dan menggunakan hewan percobaan. • Dasar-dasar pemeliharaan hewan percobaan.



2.



Perlakuan hewan dengan kasih sayang dan jangan sekali-kali menyakiti



3.



Cara memberlakukan hewan percobaan: • Kelinci dan marmut Jangan sekali-kali memegang telinga kelinci karena saraf dan pembuluh darah dapat terganggu. • Tikus dan mencit Peganglah pada ekornya, tetapi hati-hati, jangan sampai hewan tersebut membalikkan tubuhnya dan menggigit anda. Karena itu selain ekornya, pegang juga bagian leher belakang dekat kepala dengan ibu jari dan telunjuk.



4.



Menggunakan kembali hewan yang telah digunakan Untuk menghemat biaya, bila mungkin diperbolehkan menggunakan hewan percobaan lebih dari sekali. Walau demikian, jika hewan tersebut telah digunakan dalam satu periode dan obat yang digunakan pada percobaan sebelumnya masih berada dalam tubuh hewan, kemungkinan hasil percobaan berikutnya akan memberikan data yang tidak benar. Hal ini terutama terjadi pada kasus pemberian barbiturate yang menyebabkan induksi enzim. Dengan dalih ini maka hewan percobaan tersebut baru boleh digunakan untuk



percobaan berikutnya setelah selang minimal 14 hari. Disamping itu, kelinci harus digunakan sebagai alternatif untuk cara pemberian internal maupun eksternal, meskipun percobaan menjadi tidak berurutan b. Memberi Kode Hewan Percobaan. Seringkali dipergunakan untuk mengidentifikasi hewan yang terdapat dalam satu kelompok atau kandang, sehingga hewan-hewan percobaan perlu sekali diberi kode. Gunakan larutan 10% asam pikrat dalam air dan sebuah sikat atau kuas. 1. Bagian kanan menunjukkan angka satuan. 2. Bagian tengah menunjukkan angka puluhan. 3. Bagian kiri menunjukkan angka ratusan. c. Memberi Makan Hewan Percobaan untuk Mengurangi Variasi Biologis 1. Hewan percobaan biasanya memberikan hasil dengan deviasi yang lebih besar dibandingkan dengan percobaan in vitro karena adanya variasi biologis. Maka untuk menjaga agar variasi tersebut minimal, hewan-hewan yang mempunyai spesies atau strain yang sama, usia yang sama, jenis kelamin yang sama, dipelihara pada kondisi yang sama pula. 2. Hewan percobaan harus diberi makan sesuai dengan makanan standar untuknya dan diberi minum ad libitum. 3. Untuk mengurangi variasi biologis, hewan harus dipuasakan semalam sebelum percobaan dimulai. Dalam periode ini, hewan hanya diperbolehkan minum air ad libitum d. Luka Gigitan Hewan Imunisasi tetanus disarankan bagi semua orang yang berhubungan dengan hewan percobaan. Luka yang bersifat abrasive atau luka yang agak dalam karena gigitan hewan ataupun karena alat-alat yang telah digunakan untuk percobaan hewan harus diobati secepatnya menurut cara-cara pertolongan pertama pada kecelakaan. Apabila korban gigitan belum pernah mendapat



kekebalan terhadap tetanus, ia harus mendapat imunisasi sebagai profilaksis e. Pemberian Obat pada Hewan Percobaan 1. Alat suntik • Tabung dan alat suntik harus steril jika akan digunakan pada kelinci, marmut atau anjing, tetapi tidak perlu steril melainkan sangat bersih untuk tikus atau mencit. • Setelah penyuntikan, cuci tabung dan jarum suntik tersebut, semprotkan cairan ke dalam gelas piala dan jarum suntik dipegang erat-erat. Ulangi cara ini tiga kali. 2. Heparinisasi • Untuk heparinisasi (mencegah darah menggumpal) dipakai 10 unit heparin/1 ml darah. • Untuk mencegah penggumpalan darah, sebelum dipakai, tabung dan jarum suntik dicuci dengan larutan jenuh natrium oksalat steril. 3. Pemberian Obat a. Pemberian peroral 1.



Kelinci atau marmot Cairan diberikan dengan bantuan keteter yang dilengkapi dengan mouth block, yaitu pipa kayu yang berbentuk silinder dengan panjang sekitar 12 cm, diameter luar 3 cm, dan diameter dalam 7 mm. Mouth block dipasang ketika hewan dalam posisi duduk. Pada saat memasangnya, tekan rahang hewan dengan ibu jari dan telunjuk. Celupkan keteter ke dalam oesofagus melalui lubang mouth block. Kateter dimasukkan sekitar 20-25 cm (kateter ditandai pada 25 cm). untuk memeriksa apakah kateter masuk oesofagus dan bukan pada trakea, celupkan ujung luar kateter ke dalam air. Jika timbul gelembung udara, berarti kateter tidak masuk oesofagus.



Bentuk obat padat (tablet, puyer atau kapsul) diberikan kepada hewan pada posisi duduk dengan bantuan pipa plastik dan alat pendorong. Pipa tersebut dimasukkan ke dalam faring dan obat didorong masuk. 2.



Tikus atau mencit Pemberian obat dalam bentuk suspense, larutan atau emulsi dilakukan dengan bantuan jarum suntik yang ujungnya tumpul atau berbentuk bola (spoit oral).



b. Pemberian intravena. Pemberian intravena pada kelinci dilakukan dengan cara: Bulu-bulu telinga disekitar pembuluh darah vena dicabut, lalu diolesi dengan alcohol, xylol atau dipanasi sedikit dengan api. Tekanan pembuluh darah tersebut dipangkal telinga (dekat kepala). Jarum suntik bersama obatnya dimasukkan pelan-pelan searah dengan letak pembuluh vena. Gunakan jarum yang panjangnya 0,5 inci dengan ukuran 26 gauge. Setelah penyuntikan, bekas suntikan ditekan dengan kapas bersih.



B. TUJUAN PERCOBAAN 1. Mengetahui cara penanganan hewan coba 2. Mengetahui cara penandaan hewan coba. 3. Mengetahui cara pemberian obat secara peroral pada hewan coba.



C. ALAT dan BAHAN 1. Alat a. Sonde lambung b. Kandang hewan coba c. Rang kawat d. Wadah aquadest e. Sarung tangan f. Spidol Permanen 2. Bahan a. Hewan coba (tikus dan mencit) b. Aquadest



D. CARA KERJA 1. Puasakan hewan coba selama ±8 jam namun tetap diberi air ad libitum sebelum hewan coba digunakan. 2. Keluarkan hewan coba dari dalam kandang dan letakkan hewan coba pada sebuah rang kawat. 3. Beri tanda pada hewan coba dengan memberi garis pada ekor hewan coba menggunakan spidol permanen 4. Masukkan ekor hewan coba (tikus dan mencit) ke dalam celah antara jari kelingking dan jari manis, kemudian jari telunjuk dan ibu jari digunakan untuk menahan tengkuk hewan coba. 5. Arahkan muka hewan coba ke arah praktikan. 6. Masukkan sonde lambung yang berisis 1 ml aquadest melalui bagian kiri mulut hewan coba dan dorong perlahan sampai ca. ¾ atau seluruh bagian jarum masuk ke dalam mulut hewan coba sampai ujung jarum mencapai lambung hewan coba. 7. Injeksikan aquadest secara perlahan ke dalam lambung hewan coba dan usahakan tidak ada cairan yang dimuntahkan. 8. Keluarkan jarum sonde lambung dari mulut hewan coba dan hewan coba dikembalikan ke dalam kandang



E. PELAPORAN Buatlah laporan praktikum penanganan hewan coba dan cara menghitung dosis obat untuk hewan uji



PERCOBAAN II OBAT SISTEM OTONOM (ADRENERGIK) A. PENDAHULUAN Sistem saraf otonom ialah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh kemauan kita melalui otak. Sistem saraf otonom mengendalikan beberapa organ tubuh seperti jantung, peredaran darah, ginjal, pupil mata, lambung dan usus. Sistem saraf ini dapat dipacu (induksi) atau dihambat (inhibisi) oleh senyawa obat. Sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua yaitu sistem saraf parasimpatik dan simpatik. System saraf parasimpatik mekanisme kerjanya menggunakan suatu zat kimia (neurotransmitter/neurohormon) dan senyawa yang dapat memacu saraf parasimpatik disebut parasimpatomimetik atau kolinergik, sedangkan yang menghambat disebut parasimpatolitik atau senyawa antikolinergik. Obat yang memacu saraf simpatik disebut simpatomimetik atau senyawa adrenergik, sedangkan yang menghambat disebut simpatolitik atau antiadregernik Senyawa



adrenergik



atau



obat



simpatomimetik,



memiliki



efek



farmakodinamika terhadap tubuh tergantung pada reseptor mana senyawa tersebut bekerja. Reseptor adrenergik dibagi menjadi reseptor α dan β. Efek yang dapat ditimbulkan oleh obat adrenergik pada tubuh antara lain adalah : a. Pupil mata diperbesar (midriasis) b. Bronkus diperlebar (bronkodilator) c. Kontraksi jantung dipercepat (takikardia) d. Pembuluh darah tepi dipersempit (vasokontriksi) e. Kelenjar ludah, keringat berkurang f. Peristaltik otot usus dan lambung berkurang sedangkan senyawa adrenergik yang diberikan pada hewan coba dalam hal ini mencit atau tikus putih memiliki efek farmakodinamik berupa : a. Telinga mencit pucat karena vasokontriksi



b. Eksoftalmus (bola mata mencit menonjol) c. Feses berkurang d. Piloreksi e. Grooming (mengusap-usap muka)



B. TUJUAN PERCOBAAN Mengetahui cara pengujian dan efek farmakologi obat agonis adrenergik pada hewan uji tikus/mencit



C. ALAT dan BAHAN 1. Alat yang digunakan • Alat suntik (sonde lambung) • Papan datar • Rang kawat • Gelas piala 400 ml • Erlenmeyer 250 ml • Labu takar 10 ml, 25 ml, 50 ml dan 100 ml • Mortir dan Stamper • Spidol permanen 2. Bahan yang digunakan • Efedrin HCl tablet • Propranolol tablet • Na. CMC • Aquadest 3. Hewan yang digunakan Mencit/tikus jantan



D. CARA KERJA 1. Hewan coba dikelompokkan menjadi tiga kelompok 2. Kelompok I, mencit atau tikus diberi Propranolol 40 mg/70 kg BB per oral 3. Kelompok II, mencit atau tikus diberi Efedrin HCl 25 mg/kg BB secara Peroral 4. Kelompok III, mencit diberi suspense Na. CMC



5. Pengamatan dilakukan setelah mencit disuntik dengan obat-obat tersebut, meliputi pengamatan pupil mata, diare, tremor/kejang, warna daun telinga, grooming, salvias, dieresis, air mata dan sebagainya pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45 dan 60 menit pertama 6. Dicatat hasil percobaan, dianalisis datanya dan dibuat pembahasannya



E. PELAPORAN Buatlah laporan pengamatan anda selama praktikum ini berlangsung dan berikan kesimpulan anda!



PERCOBAAN III OBAT SISTEM OTONOM (ANTI KOLINERGIK) A. PENDAHULUAN Sistem saraf otonom ialah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh kemauan kita melalui otak. Sistem saraf otonom mengendalikan beberapa organ tubuh seperti jantung, peredaran darah, ginjal, pupil mata, lambung dan usus. Sistem saraf ini dapat dipacu (induksi) atau dihambat (inhibisi) oleh senyawa obat. Sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua yaitu sistem saraf parasimpatik dan simpatik. System saraf parasimpatik mekanisme kerjanya menggunakan suatu zat kimia (neurotransmitter/neurohormon) dan senyawa yang dapat memacu saraf parasimpatik disebut parasimpatomimetik atau kolinergik, sedangkan yang menghambat disebut parasimpatolitik atau senyawa antikolinergik. Obat yang memacu saraf simpatik disebut simpatomimetik atau senyawa adrenergik, sedangkan yang menghambat disebut simpatolitik atau antiadregernik Senyawa kolinergik atau obat parasimpatomimetik, memiliki efek farmakodinamika terhadap tubuh tergantung pada reseptor mana senyawa tersebut bekerja. Reseptor kolinergik dibagi menjadi reseptor muskarinik dan nikotinik. Efek yang dapat ditimbulkan oleh obat kolinergik pada tubuh antara lain adalah : a. Pupil mata menyempit (miosis) b. Peritalsis saluran cerna meningkat c. Sekresi asam lambung meningkat d. Tremor dan kejang otot (gejala parkinsonisme) e. Bronkus kontriksi f. Kontriksi jantung diperlambat g. Pembuluh darah tepi melebar (vasodilatasi) h. Kelenjar ludah, keringat, air mata bertambah



i. Kapasitas kandungan kemih meningkat (dieresis) sedangkan senyawa kolinergik yang diberikan pada hewan coba dalam hal ini mencit atau tikus putih memiliki efek farmakodinamik berupa : a. Pupil mata menyempit (miosis), tidak terlalu nampak, hal ini akan nampak pada kelinci b. Peningkatan peristaltis nampak pada feses yang cair (diare) c. Sekresi asam lambung tidak nampak, harus menggunakan alat yang disebut kapsul Heidelberg d. Tremor dan kejang dapat diamati (=gejala Parkinsonisme) e. Kontriksi bronkus dapat diamati dari irama pernapasan walau tidak terlalu jelas. f. Kontriksi jantung diperlambat dan pelebaran pembuluh darah tepi (vasodilatasi) menyebabkan tekanan darah turun, hal ini Nampak dengan warna ujung telinga (cuping) lebih merah. g. Bertambahnya air ludah dapat dideteksi dengan menotolkan mulut mencit pada kertas saring, sedangkan keringat nampak dari bulu mencit basah dan kulit badan nampak (seperti telanjang) h. Dieresis mudah diamati bekasnya pada papan “Platform”



B. TUJUAN PERCOBAAN Mengetahui cara pengujian dan efek farmakologi obat antikolinergik pada hewan uji tikus/mencit



C. ALAT DAN BAHAN 1. Alat yang digunakan • Alat suntik (sonde lambung) • Papan datar • Rang kawat • Gelas piala 400 ml • Erlenmeyer 250 ml • Labu takar 10 ml, 25 ml, 50 ml dan 100 ml • Mortir dan Stamper



• Spidol permanen 2. Bahan yang digunakan • Atropin sulfat/Scopolamin tablet • Na. CMC • Aquadest 3. Hewan yang digunakan Mencit/tikus jantan



D. CARA KERJA 1. Hewan coba dikelompokkan menjadi dua kelompok 2. Kelompok II, mencit atau tikus diberi atropin sulfat 0,5 mg/70 kg BB per oral 3. Kelompok II, mencit diberi suspense Na. CMC 4. Pengamatan dilakukan setelah mencit disuntik dengan obat-obat tersebut, meliputi pengamatan pupil mata, diare, tremor/kejang, warna daun telinga, grooming, salvias, dieresis, air mata dan sebagainya pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45 dan 60 menit pertama 5. Dicatat hasil percobaan, dianalisis datanya dan dibuat pembahasannya



E. PELAPORAN Buatlah laporan pengamatan anda selama praktikum berlangsung, lakukan analisa dan berikan kesimpulan akhir anda terkait dengan percobaan ini!!



PERCOBAAN IV UJI AKTIVITAS OBAT ANALGETIKA A. PENDAHULUAN Pada kegiatan praktikum ini, anda akan menganalisa efek obat analgetik untuk membandingkan kemampuan tiap obat analgetik dalam meredakan nyeri pada mencit yang diinduksi rasa nyeri secara kimia dengan pemberian asam asetat secara intraperitoneal. Obat-obat antiradang, analgesik dan antipiretik merupakan suatu kelompok senyawa yang heterogen, sering tidak berkaitan secara kimia (walaupun kebanyakan diantaranya merupakan asam organik) namun mempunyai kerja terapeutik dan efek samping tertentu yang sama. Protetipenya adalah aspirin; oleh karena itu, senyawa-senyawa ini sering disebut obat mirip aspirin dan juga sering disebut obat antiradang nonsteroid atau NSAID (Non Steroid Antiinflamasi Drugs). NSAID adalah suatu kelompok agen yang berlainan secara kimiawi dan memeiliki perbedaan dalam aktivitas antipeiretik, analgesik dan anti-inflamasinya. Obat ini terutama bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenasi yang mengkatalisis langkah pertama dalam biosisntesis prostanoid. NSAID dalam digolongkan menjadi 1. Aspirin dan derivatnya 2. Derivat asam propionic 3. Derivat asam acetit 4. Derivat oxicam 5. Fenamte 6. Asam heteoaryl acetic 7. Nabumetone 8. Celexocib Prinsip yang perlu diperhatikan dalam percobaan ini adalah Semakin tinggi kemampuan analgetik suatu obat semakin berkurang jumlah geliatan



mencit yang diakibatkan induksi dengan asam asetat



B. TUJUAN PERCOBAAN Untuk Menganalisis efek analgetik dari parasetamol, ibuprofen dan antalgin pada hewan uji mencit.



C. ALAT DAN BAHAN 1. Alat yang digunakan • Batang pengaduk • Spuit oral • Stopwatch • Hotplate • Timbangan berat badan 2. Bahan yang digunakan • Sirop parasetamol • Sirop Ibuprofen • Sirop Antalgin • Alkohol 70% • Aqua destilat 3. Hewan yang digunakan Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat badan 20 g - 30 g berumur antara 6 – 8 minggu



D. CARA KERJA 1. Penyiapan Bahan Penelitian a. Pembuatan suspensi Parasetamol Perhitungan dosis oral asetaminofen untuk mencit Dosis lazim asetaminofen untuk manusia = 500 mg Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis lazim x Faktor Konversi = 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg Untuk mencit dengan berat 30 g = (30g/20g) x 1,3 mg



= 1,95 mg Dosis ini diberikan dalam volumen



= 0,2 mL



Dibuat larutan persediaan sebanyak



= 100 mL



Jumlah parasetamol yang digunakan = (100 mL/0,2 mL) x 1,95 mg = 975 mg atau 0,975 g % kadar parasetamol = (0,975 g/100 mL) x 100% = 0, 975 % Jika akan digunakan sirup parasetamol Jika di dalam percobaan menggunakan sirop parasetamol, diketahui Sirop parasetamol mengandung parasetamol 120 mg per sendok teh (5 ml),



Dikarenakan



dalam



percobaan



ini



anda



membutuhkan



parasetamol sebanyak 975 mg maka untuk membuat larutan parasetamol 0,975% Konsentrasi sirop parasemol



= 120 mg/5mL



Jumlah parasetamol yang dibutuhkan



= 975 mg



Jadi jumlah sirop parasetamol yang diambil = 975 mg/ 120 mg) x 5 ml = 40,625 ml ~ 40,6 Cara Pengerjaan Untuk membuat larutan parasetamol dengan kadar 0,975 %, dilalukan dengan mengukur sirop parasetamol sebanyak 40,6 ml masukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml lalu tambahkan air hingga 100 ml, kocok hingga homogen. b. Pembuatan sediaan Ibuprofen Dosis lazim Ibuprofen untuk manusia Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi



= 400 mg



= 400 mg x 0,0026 = 1,04 mg Untuk mencit dengan berat 30 g = 30 g/ 20 g) x 1,04 mg = 1,56 mg Dosis ini diberikan dalam volume



= 0, 2 mL



Dibuat larutan persediaan sebanyak



= 100 mL



Jumlah ibuprofen yang digunakan = 100 ml / 0,2 ml ) x 1,56 mg = 780 mg atau 0,780 g % kadar ibuprofen = (780 mg/ 200 mg) x 5 ml = 19,5 ml Cara pengerjaan : Untuk membuat larutan ibuprofen dengan kadar 0,780% sebanyak 100 ml, dilakukan dengan mengukur sirop ibuprofen sebanyak 19,5 ml masukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml lalu tambahkan air hingga 100 ml, kocok hingga homogen c. Antalgin Dosis lazim Antalgin untuk manusia



= 500 mg



Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konvers = 00 mg x 0,0026 = 1,3 mg Untuk mencit dengan berat 30 g = 30 g/ 20 g) x 1,3 mg = 1,95 mg Dosis ini diberikan dalam volume



= 0, 2 mL



Dibuat larutan persediaan sebanyak



= 100 mL



Jumlah antalgin yang digunakan = 100 ml / 0,2 ml ) x 1,95 mg = 975 mg atau 0,975 g



% kadar antalgin = 0,975 g / 100ml ) x 100% = 0,975 % Jika akan digunakan sirup Antalgin Jika di dalam percobaan menggunakan sirop Antalgin, diketahui Sirop Antalgin mengandung Antalgin 250 mg per sendok teh (5 ml), Dikarenakan dalam percobaan ini anda membutuhkan antalgin sebanyak 975 mg : Konsentrasi sirop Antalgin



= 500 mg / 5 ml



Jumlah Antalgin yang dibutuhkan



= 975 mg



Jadi jumlah sirop Antalgin yang diambil = 975 mg/ 500 mg) x 5 ml = 9,75 ml Cara pengerjaan Untuk membuat larutan Antalgin dengan kadar 0,975 %, dilakukan dengan mengukur sirop Antalgin sebanyak 9,75 ml masukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml lalu tambahkan air hingga 100 ml, kocok hingga homogen 2. Pelaksanaan Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dan masing– masing kelompok terdiri dari 3 ekor. Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang



yang



berbeda.



Sebelum



penelitian



dilakukan



mencit



diaklimatisasi selama 7 hari untuk membiasakan pada lingkungan percobaan, dipelihara dalam ruangan dengan suhu kamar, siklus cahaya terang : gelap (14:10) pemberian makan dengan pakan reguler dan air minum, sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama 10 jam tetapi tetap diberikan air minum dan diberi makanan standar. Hewan dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih dari 10% serta memperlihatkan perilaku normal



• Digunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor Setelah ditimbang, hewan dikelompokkan secara rawu yang dibagi dalam 4 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 ekor • Kelompok I sebagai kontrol, diberikan larutan aqua dest • Kelompok II sebagai kelompok parasetamol diberi sirop parasetamol • Kelompok III sebagai kelompok ibuprofen diberi sirop ibuprofen • dan kelompok IV sebagai kelompok antalgin diberi sirop antalgin • Semua pemberian dilakukan secara oral dengan volume pemberian 1ml/20g BB mencit • Menit setelah pemberian, semua mencit kemudian disuntik secara intraperitoneal dengan larutan asam asetat 1% v/v dengan dosis 75 mg/kgBB • Amati dan catat jumlah geliatan mencit setelah setelah pemberian asam asetat, geliatan mencit dapat berupa perut kejang dan kaki tertarik ke belakang



E. PELAPORAN Data yang dikumpulkan berupa jumlah geliatan mencit setelah pemberian injeksi peritoneal asam asetat setiap 5 menit selama 60 menit. Geliatan mencit yang teramati berupa 1. Torsi pada satu sisi 2. Kontraksi otot yang terputus - putus 3. Kaki belakang dan kepala tertarik kearah belakang sehingga menyentuh dasara ruang yang ditempatinya 4. Penarikan kembali kepala serta kaki belakang ke arah abdomen. Tabel 1. Volume pemberian oral dan ontraperitonel Perlakuan



Replikasi



Berat badan (g)



Volumen pemberian (mL) Peroral



CMC Na



1. 2. 3.



Parasetamol



1.



Intraperitoneal



2. 3. Ibuprofen



1. 2. 3.



Antalgin



1. 2. 3.



Air



1. 2. 3.



Asam Asetat



1. 2. 3.



Tabel 2 Jumlah Geliatan Mencit Pelakuan Air PCT Ibuprofen Antalgin



No. Mencit 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3



Jumlah 5



10



15



20



25



30



35



40



45



50



55



60



Lakukan analisis data dengan menghitung persen daya analgetika dengan rumus : % daya analgetik = 100 - (jumlah geliatan kelompok obat/jumlah geliatan kelompok kontrol x 100%)



PERCOBAAN V PENGENALAN OBAT HORMONAL A. PENDAHULUAN Penggunaan kontrasepsi oral di kalangan masyarakat adalah merupakan salah satu alternatif menjarakkan kelahiran yang paling sering dipilih. Perlunya masyarakat mengetahui dengan jelas cara penggunaan kontrasepsi oral maupun efek samping yang akan ditimbulkannya serta hal – hal yang perlu diperhatikan selama menggunakan kontrasepsi oral.



B. TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mengenali macam kontrasepsi dan mengetahui cara konseling dan penggunaan kontrasepsi oral serta memahami mekanisme kerja kontrasepsi oral yang dikaitkan dengan bentuk sediaannya



C. ALAT DAN BAHAN 1. Alat yang digunakan • Handbook Basic and Clinical Pharmacology • IMMS • ISO 2. Bahan yang digunakan • Pil KB Andalan • Pil KB Trinordiol • Pil KB andalan laktasi



D. CARA KERJA 1. Praktikan secara perseorangan memberikan konseling terkait penggunaan pil KB, menjelaskan efek samping penggunaan kontrasepsi oral. 2. Praktikan menjelaskan efektivitas dan keamanan penggunaan kontrasepsi oral



E. PELAPORAN Bahas hasil praktikum ini, berikan komentar anda dan ambilah sebuah kesimpulan!!!



PERCOBAAN VI EFEK OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA HEWAN COBA A. PENDAHULUAN Pada kegiataan belajar ini anda akan belajar menganalisa berbagai efek obat hipoglikemik oral yang diberikan kepada mencit. dengan mengamati penurunan kadar glukosa darah pada mencit. Obat hipoglikemik oral adalah obat yang sering digunakan untuk mengatasi diabetes melitus (DM) tipe 2 pada pasien. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat sekitar 160.000 penderita diabetes di dunia, yang jumlah penderita diabetes memilikipeluang untuk meningkat dua kali lipat dalam beberapa tahun terakhir. Karena prevalensi yang tinggi dan potensi efek merusak pada fisik pasien dan keadaan psikologis, diabetes adalah masalah medis utama yang perlu diperhatikan. Keberadaan penelitian yang melibatkan hewan coba untuk pengobatan Penyakit sangat membantu tidak hanya untuk memahami tentang patofisiologi penyakit tersebut, tetapi juga pengembangan obat untuk pengobatannya. Pankreas merupakan kelenjar endokrin yang menghasilkan hormonhormon peptida insulin, glukagon dan somatosatin; selain itu, pankreas juga merupakan kelenjar eksokrin yang menghasilkan enzim-enzim pencernaan. Salah satu hormon yang memainkan peranan penting dalam mengatur aktivitas metabolik tubuh adalah insulin. Kekurangan atau ketiadaan insulin dapat menyebabkan penyakit diabetes melitus yang ditandai dengan hiperglikemia berat yang dapat menyebabkan retinopati, nefropati, neuropati dan komplikasi kardiovaskular jika tidak ditangangi. Pemberian preparat insulin atau agen-agen hipoglikemik oral dapat mencegah morbiditas dan menurunkan mortalitas akibat diabetes. Bahan kimia yang sering digunakan untuk menyebabkan hewan uji menderita diabetes adalah aloxan, streptozozin atau dengan pembebanan glukosa.



Prinsip penelitian dalam praktikum kali ini adalah mengetahui perbedaan kadar glukosa darah mencit sebelum dan sesudah pemberian obar hipoglikemik oral



B. TUJUAN PERCOBAAN Menganalisis efek obat hipoglikemik oral dengan melihat dan mengamati serta menentukan jumlah penurunana kadar glukosa pada hewan uji mencit (mus musculus) setelah pemberian obat antihipergliemik oral.



C. ALAT DAN BAHAN 1. Alat yang digunakan • Batang pengaduk • Beaker • Gelas ukur • Spoit 1 cc • Spoit oral • Timbangan berat badan 2. Bahan yang digunakan • Alkohol 70% • Aquadest • Kapas • CMC Na • Tablet Akarbose • Tablet Glibenklamid • Tablet Metformin 3. Hewan uji yang digunakan Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat badan 20 g- 30 g berumur antara 6 – 8 minggu



D. CARA KERJA 1. Pembuatan bahan penelitian a. Pembuatan Natrium CMC 1% • Panaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih



• Timbang Na.CMC sebanyak 1 g • Masukkan Na.CMC kedalam beaker gelas 300 ml lalu tambahkan 50 ml air panas • Aduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen, ditandai dengan tidak nampaknya lagi serbuk berwarna putih dan campuran berupa seperti gel. • Tambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga volume larutan tersebut menjadi 100 ml, dinginkan b. Pembuatan Glukosa 5% b/v • Timbang Glukosa sebanyak sebanyak 5 g • Masukkan kedalam labu ukur 100 ml lalu tambahkan 50 ml air suling • Aduk campuran hingga larut • Lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan air suling c. Pembuatan suspensi Glibenklamid Perhitungan Dosis oral Glibenklamid untuk mencit Dosis lazim Glibenklamid untuk manusia



= 5 mg



Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi = 5 mg x 0,0026 = 0,013 mg Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x 0,013 mg = 0,0195 mg Dosis ini diberikan dalam volume



= 0,2 mL



Dibuat larutan persediaan sebanyak



= 100 mL



Jumlah Glibenklamid yang digunakan = (100 ml / 0,2 ml ) x 0,0195 mg = 9,75 mg ~ 10 mg = 10 mg = 0,01g % kadar Glibeklamid = (0,01 g / 100ml ) x 100%



= 0,01% Jika akan digunakan tablet Glibenklamid Tablet Glibenklamid tersedia dalam kadar 5 mg per-tabletnya, dikarenakan akan membuat suspensi tablet glibenklamid dengan kadar 0,01% b/v atau 10 mg per 100 ml suspensi, maka untuk mendapatkan 10 mg glibenklamid anda membutuhkan glibenklamid setidaknya 2 tablet Cara pembuatan suspensi Glibenklamid 0,01 % b/v • Ambil 2 tablet Glibenklamid lalu gerus hingga halus, • Masukkan serbuk Glibenklamid yang sudah halus kedalam Erlenmeyer 100 ml • Tambahkan sekitar 50 ml larutan Natrium CMC, kocok hingga homogen • Lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan Na.CMC 1% d. Pembuatan suspensi Metformin HCL Dosis lazim Metformin HCL untuk manusia



= 500 mg



Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi = 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x 1,3 mg = 1,95 mg Dosis ini diberikan dalam volume



= 0,2 mL



Dibuat larutan persediaan sebanyak



= 100 mL



Jumlah Metformin HCL yang digunakan = (100 ml / 0,2 ml ) x 1,95 mg = 975 mg ~ 1000 mg = 1000 mg = 1g



% kadar Metformin HCL = (1 g / 100ml ) x 100% = 1% Jika akan digunakan tablet Metformin HCL Tablet Metformin HCL tersedia dalam kadar 500 mg per-tabletnya, dikarenakan akan membuat suspensi tablet Metformin HCL dengan kadar 1% b/v atau 1 g per 100 ml suspensi, maka untuk mendapatkan 1g Metformin HCL anda membutuhkan Metformin HCL setidaknya 2 tablet Cara pembuatan suspensi Metformin HCL 1 % b/v • Ambil 2 tablet Metformin HCL lalu gerus hingga halus, • Masukkan serbuk Metformin HCL yang sudah halus kedalam Erlenmeyer 100 ml • Tambahkan sekitar 50 ml larutan Natrium CMC, kocok hingga homogen • Lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan Na.CMC 1% e. Pembuatan suspensi Acarbose Dosis lazim Acarbose untuk manusia



= 25 mg



Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi = 25 mg x 0,0026 = 0,065 mg Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x 0,065 mg = 0,0975 mg Dosis ini diberikan dalam volume



= 0,2 mL



Dibuat larutan persediaan sebanyak



= 100 mL



Jumlah Acarbose yang digunakan = (100 ml / 0,2 ml ) x 0,0975 mg = 48,75 mg



= 0,04875 g % kadar Glibeklamid = (0,04875 g / 100ml ) x 100% = 0,04875 % Jika akan digunakan tablet Acarbose Tablet Acarbose tersedia dalam kadar 25, 50 dan 100 mg pertabletnya, untuk membuat suspensi tablet glibenklamid dengan kadar konsentrasi 0,04875%, mula-mula tentukan dahulu tablet Acarbose dengan kandungan berapa yang akan digunakan lalu timbang berat tablet tersebut Misalkan tablet Acarbose yang akan digunakan adalah tablet Acarbose dengan kadar 25 mg/ tablet. Dikarenakan untuk membuat suspensi Acarbose 0,04975% anda membutuhkan Acarbose sebanyak 48,75 mg, Maka dibutuhkan setidaknya 2 tablet Acarbose dengan kadar pertabletnya 25 mg. Timbanglah 2 tablet Acarbose tersebut lalu hitung beratnya. Misalnya berat 2 tablet Acarbose tersebut adalah 240 mg, maka serbuk tablet Acarbose yang anda butuhkan sebanyak Berat 2 tablet Acarbose @ 25 mg/tablet



= 240 mg



2 tablet Acarbose @ 25 mg/tablet mengandung = 2x 25 mg acarbose = 50 mg acarbose Berat serbuk tablet Acarbose yang timbang = 48,75 mg / 50 mg x 240 mg = 234 mg Cara pembuatan suspensi Acarbose 0,04875 % b/v • Ambil 2 tablet Acarbose lalu gerus hingga halus, • Masukkan serbuk Acarbose yang sudah halus kedalam Erlenmeyer 100 ml • Tambahkan sekitar 50 ml larutan Natrium CMC, kocok hingga homogen



• Lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan Na.CMC 1% 2. Pelaksanaan penelitian Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dan masing– masing kelompok terdiri dari 3 ekor. Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang



yang



berbeda.



Sebelum



penelitian



dilakukan



mencit



diaklimatisasi selama 7 hari untuk membiasakan pada lingkungan percobaan, dipelihara dalam ruangan dengan suhu kamar, siklus cahaya terang :gelap (14:10) pemberian makan dengan pakan reguler dan air minum, sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama 10 jam tetapi tetap diberikan air minum dan diberi makanan standar. Hewan dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih dari 10% serta memperlihatkan perilaku normal. Metode Induksi Kimia a) Pembebanan Glukosa (Toleransi Glukosa) • Gunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor • Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat • Mencit kemudian dikelompokkan secara rawu ke dalam 4 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 ekor, dimana kelompok I sebagai kontrol, diberikan larutan Na.CMC 1%, kelompok II diberi suspensi glibenklamid, kelompok III diberi suspensi akarbose dan kelompok IV diberi suspensi metformin HCL • Sebelum perlakukan mencit diambil darahnya melalui pembuluh darah yang ada di vena ekor dengan cara di potong ekor mencit tersebut   0,5 cm dari ujung ekor dengan menggunakan gunting yang telah di usap dengan alkohol 70%. • Darah yang keluar di teteskan pada strip glukometer yang terpasang pada alat. • Kadar glukosa darah yang muncul pada alat kemudian dicatat sebagai kadar glukosa puasa



• Setelah penentuan kadar glukosa puasa pada mencit, kemudian semua mencit diberikan larutan glukosa 5% dengan dosis 12,5g/Kg BB mencit secara oral • Kemudian diukur kadar glukosa darahnya sebagai kadar glukosa setelah pembebanan, pada menit ke 10 (atau 5 menit setelah kadar glukosa di ukur) setiap mencit diberikan perlakuan, kelompok I diberi larutan Na.CMC 1%, kelompok II diberi suspensi glibenklamid, kelompok III diberi suspensi akarbose dan kelompok IV diberi suspensi metformin HCL, semua perlakukan secara oral dengan volume pemberian adalah 0,2 ml / 30 g BB mencit. • Mencit kemudian dibiarkan dan diukur kadar gula darahnya tiap 20 menit selama 60 menit b) Aloxan • Gunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor • Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat • Sebelum perlakukan mencit diambil darahnya melalui pembuluh darah yang ada di vena ekor dengan cara di potong ekor mencit tersebut   0,5 cm dari ujung ekor dengan menggunakan gunting yang telah di usap dengan alkohol 70%. • Darah yang keluar di teteskan pada strip glukometer yang terpasang pada alat. • Kadar glukosa darah yang muncul pada alat kemudian dicatat sebagai kadar glukosa puasa • Setelah penentuan kadar glukosa puasa pada mencit, kemudian semua mencit diberikan injeksi aloxan yang dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 100 mg/Kg BB mencit secara intraperitoneal • Setelah 2 minggu mencit yang memiliki kadar gula > 250 mg/dL (dicatat sebagai kadar gula diabetik) dipisahkan dan digunakan dalam penelitian.



• Mencit kemudian dikelompokkan secara rawu ke dalam 4 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 ekor, dimana kelompok I sebagai kontrol, diberikan larutan Na.CMC 1%, kelompok II diberi suspensi glibenklamid, kelompok III diberi suspensi akarbose dan kelompok IV diberi suspensi metformin HCL. • Kemudian setiap mencit diberikan perlakuan, kelompok I diberi larutan Na.CMC • 1%, kelompok II diberi suspensi glibenklamid, kelompok III diberi suspensi akarbose dan kelompok IV diberi suspensi metformin HCL, semua perlakukan secara oral dengan volume pemberian adalah 0,2 ml / 30 g BB mencit. • Mencit kemudian dibiarkan dan diukur kadar gula darahnya tiap 20 menit selama 60 menit



E. PELAPORAN Data yang dikumpulkan berupa kadar glukosa darah puasa, setelah pembebanan, dan tiap 10 menit setelah diberikan perlakuaan. Penentuan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan menggunakan glukometer Tabel 1. Pelaporan kadar Glukosa darah Mencit dengan metode pembebanan Glukosa Kelompok



Kontrol Glibenklamid Akarbose Metformin HCl



Mencit I II III I II III I II III I II III



Puasa



Kadar glukosa darah mencit (mg/dL) Kadar gula Menit diabetik 20 40



60



Tabel. 2 Pelaporan kadar Glukosa darah Mencit dengan metode Induksi Aloxan Kelompok



Kontrol Glibenklamid Akarbose Metformin HCl



Mencit



Puasa



Kadar glukosa darah mencit (mg/dL) Kadar gula Menit diabetik 20 40



60



I II III I II III I II III I II III



Tabel 3. Pelaporan kadar Glukosa darah Mencit dengan metode Induksi Aloxan Kelompok



Kontrol Glibenklamid Akarbose Metformin HCl



Mencit I II III I II III I II III I II III



Puasa



Kadar glukosa darah mencit (mg/dL) Kadar gula Menit diabetik 20 40



60



PERCOBAAN VII EFEK OBAT HIPERKOLESTEROLEMIA PADA HEWAN COBA A. PENDAHULUAN Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia adalah penyakit kelainan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol/lipid dalam darah. Penyakit ini dapat disebabkan oleh banyak faktor terutama pola hidup dengan diet tinggi kolesterol. Penelitian yang berkaitan dengan penyakit hiperlipidemia telah banyak dilakukan baik secara langsung pada manusia atau melalui hewan uji. Penelitian pada hewan uji dilakukan untuk mengetahui penyebab penyakit hipelipidemia, mekanisme penyakit atau untuk menemukan obat baru yang dapat mengatasi hiperlipidemia. Salah satu hewan yang sering digunakan untuk penelitian tersebut adalah tikus, namun perlu diketahui bahwa tikus yang tidak mengalami modifikasi genetik memiliki tingkat kolesterol HDL yang tinggi dan tingkat kolesterol LDL yang rendah, sedangkan manusia memiliki tingkat kolesterol LDL dan rendahnya tingkat kolesterol HDL. Perbedaan profil lipid antara tikus dan manusia karena tidak adanya protein pemindah ester kolesterol (cholesteryl ester transfer protein (CETP) pada tikus. CETP adalah enzim yang mengubah ester kolesterol dari HDL ke VLDL dan LDL dalam pertukarannya untuk trigliserida. Pada tikus normal yang kekurangan CETP, lebih dari 80% dari kolesterol plasma diubah menjadi HDL, sehingga tikus dengan kadar kolesterol HDL tinggi tahan terhadap hiperkolesterolemia dan aterosklerosis. Untuk mengatasi masalah penggunaan tikus sebagai model penelitian yan bertujuan untuk memahami metabolisme kolesterol pada manusia, beberapa strain rekayasa genetika tikus telah dikembangkan dengan mempengaruhi perubahan distribusi kolesterol plasma dari HDL ke VLDL dan LDL. Tikus yang dimodifikasi secara genetik



termasuk CETP transgenik, apoE Knockout dan LDL tikus knockout reseptor. prinsip percobaan dalam praktikum kali ini adalah membandingkan kadar kolesterol



darah



mencit



sebelum



dan



sesudah



pemberian



obat



hiperkolesterolemia oral Untuk mendapatkan hewan coba yang mengalami hiperlipidemia dapat dilakukan dengan berbagai cara



• Dengan menggunakan hewan coba yang secara genetik telah mengalami perubahan dimana hewan coba tersebut memiliki kadar lipid yang lebih tinggi



• Dengan menggunakan diet tinggi kolesterol, hewan diberikan pakan tinggi kolesterol untuk jangka waktu tertentu, cara ini akan memakan waktu yang lebih lama.



• Menggunakan induksi bahan kimia, bahan kimia dapat menyebakan kenaikan kadar kolesterol dengan cara meningkatkan sintesa kolesterol atau dengan menghambat penghilangan kolesterol dalam darah. Bahan kimia yang sering digunakan adalah, triton WR 1339, poloxamer 407 (P407), Propiltiourasil (PTU).



• Menggunakan kombinasi pakan tinggi lemak dan induksi bahan kimia, cara ini akan mempercepat kenaikan kadar kolesterol total dalam darah dibandingkan bila hanya menggunakan pakan tinggi lemak saja, bahan kimia yang cocok untuk cara ini yatu dengan PTU, tetapi bila menggunakan Triton WR 1339, maka tidak perlu dengan menggunakan pakan khusus tinggi kolesterol.



B. TUJUAN PERCOBAAN Menganalisis efek obat hipokolesterolemia dengan mengamati serta menentukan penurunan kadar kolesterol total pada hewan uji mencit (mus musculus) setelah pemberian obat hipokolesterolemia oral.



C. ALAT DAN BAHAN 1. Alat yang digunakan • Batang pengaduk • Beaker • Gelas ukur • Kolesterol tetster • Spoit 1 ml • Spoit oral • Timbangan berat badan 2. Bahan yang digunakan



• Alkohol 70% • Aquadest • Telur puyuh • Natrium CMC • Tablet Gemfibrozil • Tablet Simvastatin 3. Hewan uji yang digunakan Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat badan 20 g- 30 g berumur antara 6 – 8 minggu



D. CARA KERJA 1. Pembuatan bahan penelitian a. Pembuatan CMC Na 1% • Panaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih • Timbang Na.CMC sebanyak 1 g • Masukkan Na.CMC kedalam beaker gelas 300 ml lalu tambahkan 50 ml air panas • Aduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen, ditandai dengan tidak nampaknya lagi serbuk berwarna putih dan campuran berupa seperti gel.



• Tambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga volume larutan tersebut menjadi 100 ml, dinginkan. b. Pembuatan suspensi Simvastatin Perhitungan dosis oral Simvastatin Dosis lazim Simvastatin untuk manusia



= 5 mg



Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi = 5 mg x 0,0026 = 0,013 mg Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x 0,013 mg = 0,0195 mg Dosis ini diberikan dalam volume



= 0,2 mL



Dibuat larutan persediaan sebanyak



= 100 mL



Jumlah Simvastatin yang digunakan = (100 ml / 0,2 ml) x 0,0195 mg = 9,75 mg ~ 10 mg % Kadar Simvastatin = (0,01 g / 100ml ) x 100% = 0,01 % Jika akan digunakan tablet Simvastatin Tablet Simvastatin tersedia dalam kadar 5 mg per-tabletnya, dikarenakan akan membuat suspensi tablet Simvastatin dengan kadar 0,01% b/v atau 10 mg per 100 mL suspensi, maka untuk mendapatkan 10 mg Simvastatin anda membutuhkan Simvastatin sebanyak 2 tablet. Cara pembuatan suspensi Simvastatin 0,01 % b/v • Ambil 2 tablet Simvastatin lalu gerus hingga halus, • Masukkan serbuk Simvastatin yang sudah halus kedalam erlenmeyer 100 mL



• Tambahkan sekitar 50 ml larutan CMC Na 1%, kocok hingga homogen • Lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan CMC Na 1% 2. Pelaksanaan penelitian Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 2 kelompok dan masing– masing kelompok terdiri dari 4 ekor. Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang



yang



berbeda.



Sebelum



penelitian



dilakukan



mencit



diaklimatisasi selama 7 hari untuk membiasakan pada lingkungan percobaan, dan diberi makanan standar. Hewan dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih dari 10% serta memperlihatkan perilaku normal. Hewan coba diberikan makanan tinggi lemak untuk mendapatkan kondisi hiperkolesterolemia, dengan cara : • Gunakan mencit jantan sebanyak 6 ekor • Mencit ditimbang berat badan tiap lalu dicatat • Sebelum perlakukan mencit diambil darahnya melalui pembuluh darah yang ada di vena ekor dengan cara di potong ekor mencit tersebut   0,5 cm dari ujung ekor dengan menggunakan gunting yang telah di usap dengan alkohol 70%. • Darah yang keluar di teteskan pada strip Kolesterol yang terpasang pada alat. • Kadar Kolesterol darah yang muncul pada alat kemudian dicatat sebagai kadar kolesterol awal • Setelah penentuan kadar Kolesterol awal pada mencit, semua tikus dibuat hiperlipidemia dengan cara diberi pakan tinggi lemak • Setelah 4 minggu semua mencit diukur kadar kolesterolnya dan makanan tinggi kolesterol kemudian diganti dengan pakan standart dan air minum yang diberikan adalah aquadest



• Mencit kemudian dikelompokkan secara rawu ke dalam 2 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 ekor, dimana kelompok I sebagai kontrol, diberikan larutan Na.CMC 1%, kelompok II diberi suspensi Simvastatin • Selama 3 minggu mencit diberi perlakukan dimana kelompok I diberi larutan Na.CMC 1%, kelompok II diberi suspensi Simvastatin secara oral 1 kali sehari dengan volume pemberian adalah 0,2 ml / 30 g BB mencit • Mencit tetap diberi pakan standart dengan minum aqua dest tanpa ptu ad libitum • Pengambilan darah dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada waktu: minggu ke-5 minggu ke-6 dan minggu ke-7.



E. PELAPORAN Data yang dikumpulkan adalah kadar kolesterol darah mencit sebelum dan setelah diinduksi dan setelah pemberian obat anti kolesterol Tabel 1. Kadar kolesterol darah Mencit dengan Metode Makanan Tinggi Lemak Kelompok



Kontrol Simvastatin



Mencit I II III I II III



Sebelum induksi



Kadar kolesterol mencit (mg/dL) Sesudah Minggu ke induksi 5 6



7



PERCOBAAN VIII EFEK OBAT DIURETIK PADA HEWAN COBA A. PENDAHULUAN Diuretik adalah obat-obat yang meningkatkan laju aliran urin, namun secara klinik diuretik juga bermanfaat untuk meningkatkan laju ekskresi Na+ dan anion yang menyertainya, biasanya Cl-. (Dasar Farmakologi Terapi). Diuretik tidak hanya mengubah ekskresi Na+, tetapi juga memodifikasi pengaturan kation lain (misalnya K+, H+, Ca2+ dan Mg2+), anion lain (seperti Cl , HCO3 , dan H2PO4 ) dan asam urat oleh ginjal. Selain itu, diuretik juga secara tidak langsung dapat mengubah hemodinamik ginjal. Pada banyak penyakit, jumlah natrium klorida yang direabsorbsi oleh tubulus ginjal adalah tinggi secara abnormal. Hal ini mengakibatkan retensi air,



peningkatan



volume



darah



dan



ekspansi



kompartemen



cairan



ekstravaskuler, yang mengakibatkan edema jaringan. Beberapa penyakit edema jaringan yang biasa dihadapi meliputi gagal jantung, asites hepatik dan sindrome nefrotik. Diuretik juga diketahui digunakan secara luas dalam terapi penyakit nonedema seperti hipertensi, hiperkalsemia dan diabetes insipides. Macam diuretik dapat dibedakan menjadi diuretik tiazid dan analog mirip tiazid; diuretik hemat kalium, loop diuretik, penghambat karbonik anhidrase. Prinsip percobaan ini adalah mengamati peningkatan frekuensi urinasi dan volume urin pada hewan coba



B. TUJUAN PERCOBAAN Untuk menganalisis efek diuretik pada mencit dengan melihat dan mengamati serta menentukan jumlah volume dan, frekuensi urin pada hewan uji mencit (mus musculus) setelah pemberian obat diuretik



C. ALAT DAN BAHAN 1. Alat yang digunakan • Batang pengaduk • Beaker • Gelas ukur • Penampung urin • Spoit 1 ml • Spoit oral • Timbangan berat badan 2. Bahan yang digunakan • Alkohol 70% • Aqua destilat, • Kertas Saring • Na. CMC • Tablet Furosemid • Tablet Hidroklortiazid • Tablet Spironolakton 3. Hewan yang digunakan Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat badan 20 g- 30 g berumur antara 6 – 8 minggu



D. CARA KERJA 1. Pembuatan bahan penelitian a) Pembuatan CMC. Na 1% • Panaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih • Timbang Na.CMC sebanyak 1 g • Masukkan Na.CMC kedalam beaker gelas 300 ml lalu tambahkan 50 ml air panas • Aduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen, ditandai dengan tidak nampaknya lagi serbuk berwarna putih dan campuran berupa seperti gel



• Tambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga volume larutan tersebut menjadi 100 ml, dinginkan b) Pembuatan suspensi HCT Perhitungan dosis oral HCT Dosis lazim HCT untuk manusia = 25 mg Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi = 25 mg x 0,0026 = 0,065 mg Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x 0,065 mg = 0,0975 mg Dosis ini diberikan dalam volume



= 0,2 mL



Dibuat larutan persediaan sebanyak



= 100 mL



Jumlah HCT yang digunakan = (100 ml / 0,2 ml) x 0,0975 mg = 48,75 mg ~ 50 mg % Kadar HCT = (0,05 g / 100ml ) x 100% = 0,05 % Jika akan digunakan tablet HCT Tablet HCT tersedia dalam kadar 25 mg per-tabletnya, dikarenakan akan membuat suspensi tablet Hidroklortiazid dengan kadar 0,05 % b/v atau 50 mg per 100 mL suspensi, maka untuk mendapatkan 50 mg HCT anda membutuhkan HCT sebanyak 2 tablet. Cara pembuatan suspensi Hidroklortiazid 0,05 % b/v • Ambil 2 tablet HCT lalu gerus hingga halus, • Masukkan serbuk HCT yang sudah halus kedalam erlenmeyer 100 mL



• Tambahkan sekitar 50 ml larutan CMC Na 1%, kocok hingga homogen • Lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan CMC Na 1% c) Pembuatan suspensi Spironolakton Perhitungan dosis oral Spironolakton Dosis lazim Spironolakton untuk manusia



= 100 mg



Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi = 100 mg x 0,0026 = 0,26 mg Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x 0,26 mg = 0,39 mg Dosis ini diberikan dalam volume



= 0,2 mL



Dibuat larutan persediaan sebanyak



= 100 mL



Jumlah Spironolakton yang digunakan = (100 ml / 0,2 ml) x 0,39 mg = 195 mg ~ 200 mg % Kadar HCT = (0,2 g / 100ml ) x 100% = 0,2 % Jika akan digunakan tablet Spironolakton Tablet Spironolakton tersedia dalam kadar 100 mg per-tabletnya, dikarenakan akan membuat suspensi tablet Spironolakton dengan kadar 0,2 % b/v atau 200 mg per 100 mL suspensi, maka untuk mendapatkan



200



mg



Spironolakton



anda



Spironolakton sebanyak 2 tablet. Cara pembuatan suspensi Spirinolakton 0,2 % b/v • Ambil 2 tablet spironolakton lalu gerus hingga halus,



membutuhkan



• Masukkan serbuk spironolakton yang sudah halus kedalam erlenmeyer 100 mL • Tambahkan sekitar 50 ml larutan CMC Na 1%, kocok hingga homogen • Lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan CMC Na 1% d) Pembuatan suspensi Furosemid Perhitungan dosis oral Furosemid Dosis lazim Furosemid untuk manusia = 20 mg Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi = 20 mg x 0,0026 = 0,052 mg Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x 0,052 mg = 0,078 mg Dosis ini diberikan dalam volume



= 0,2 mL



Dibuat larutan persediaan sebanyak



= 100 mL



Jumlah furosemid yang digunakan = (100 ml / 0,2 ml) x 0,078 mg = 39 mg ~ 40 mg = 40 mg = 0,04 g % Kadar furosemid = (0,04 g / 100ml ) x 100% = 0,04 % Jika akan digunakan tablet Furosemid Tablet furosemid tersedia dalam kadar 20, 40, dan 80 mg pertabletnya, dikarenakan akan membuat suspensi tablet furosemid dengan kadar 0,04 % b/v atau 40 mg per 100 mL suspensi, maka untuk mendapatkan 40 mg furosemid anda dapat menggunakan tablet furosemid dengan 40mg/tab sebanyak 1 tablet.



Cara pembuatan suspensi Furosemid 0,04 % b/v • Ambil 1 tablet furosemid lalu gerus hingga halus, • Masukkan serbuk furosemid yang sudah halus kedalam erlenmeyer 100 mL • Tambahkan sekitar 50 ml larutan CMC Na 1%, kocok hingga homogen • Lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan CMC Na 1% 2. Pelaksanaan Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan sebanyak 12 ekor. Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dan masing– masing kelompok terdiri dari 3 ekor. Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang



yang



berbeda.



Sebelum



penelitian



dilakukan



mencit



diaklimatisasi selama 7 hari untuk membiasakan pada lingkungan percobaan, mencit dipelihara dalam ruangan dengan suhu kamar, siklus cahaya terang : gelap (14:10) pemberian makan dengan pakan reguler dan air minum, sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama 10 jam tetapi tetap diberikan air minum. Hewan dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih dari 10% serta memperlihatkan perilaku normal. Perlakuan pada hewan coba • Gunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor • Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat • Mencit kemudian dibagi dalam 4 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor mencit. • Kemudia masing-masing kelompok diberikan perlakukan dimana kelompok I adalah kontrol, diberikan Na.CMC1%, kelompok 2 diberikan



suspensi



HCT,



kelompok



3,



diberikan



suspensi



Spironolakton, Kelompok 4, diberikan suspensi Furosemid. Pemberian dilakukan secara intrapritoneal (ip) atau secara oral dengan volume pemberian 0,2 ml/30 g BB mencit



• Mencit kemudian ditempatkan dalam kandang khusus yang memilki penampungan urin • Urine mencit ditampung selama 2 jam, dengan pencatatan volume urine dilakukan tiap 30 menit. • Urine yang terkumpul kemudian ditentukan kandungan Ion Na+, dan K+



E. PELAPORAN Data yang dikumpulkan berupa Volume urin kumulatif pada jam ke-2 diukur menggunakan gelas ukur sedangkan kadar natrium dan kalium urin hewan uji diukur dengan mettode titrasi Argentometri. Tabel 1. Pengamatan efek Obat Diuretik pada mencit Hewan uji Bahan



Kode 1



Kontrol



2 3 1



HCT



2 3 1



Spironolakton



2 3



BB



Vol.



Vol.



pemberian



urine



Kadar ion Na Sblm



K Ssdh



Sblm



Ssdh