Modul Teori Kelainan Retrogresif Fenny [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kegiatan Belajar Pertemuan ke V



PATOLOGI



 100 Menit



PENDAHULUAN Patologi merupakan ilmu pengetahuan tentang keadaan struktural dan fungsional yang menyebabkan penyakit pada manusia. Empat aspek dalam proses penyakit yang membentuk inti patologi adalah (Robbins & Cotran, 2008) :  Penyebab penyakit (etiologi)  Mekanisme terjadinya penyakit (patogenesis)  Perubahan struktural yang ditimbulkan oleh penyakit di dalam sel dan jaringan (perubahan morfologi)  Konsekuensi fungsional perubahan morfologi tersebut (makna klinis) Sel normal memerlukan keseimbangan antara kebutuhan fisiologik dan keterbatasanketerbatasan struktural sel dan kemampuan metabolik, hasilnya adalah hasil yang terusn seimbang atau homeostasis. Keadaan fungsional sel dapat berubah ketika bereaksi terhadap stress yang ringan untuk mempertahankan keadaan yang seimbang. Konsep keadaaan normal bervariasi : 1. Setiap orang berbeda satu dengan yang lain karena perbedaan susunan genetic 2. Setiap orang memiliki perbedaan dalam pengalaman hidup dan interaksinya dengan lingkungan 3. Pada tiap individu terdapat perbedaan parameter fisiologi karena adanya pengendalian dalam fungsi mekanisme



Tujuan pembelajaran Umum : Setelah mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami teori atau konsep tentang pathogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi tubuh, mekanisme adaptasi sel, interaksi genetic dan lingkungan, kelainan retrogresif, tahap kematian jaringan



dan nekrosis sel, kelainan congenital dan keturunan,, kelaianan sirkulasi,cairan tubuh dan asam basa, radang dan proses infeeksi, proses penyembuhan luka, neoplasma dan proses penuaan. Tujuan Pembelajaran Khusus : Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu : 1. Menjelaskan pengertian hipertrofi, hiperplasi, metaplasi, displasi, atrofi 2. Menjelaskan mekanisme terjadinya kelainan retrogresif 3. Menjelaskan macam-macam contoh kelainan retrogresif



URAIAN MATERI



5.1 Pengertian Hipertrofi, Hiperplasi, Metaplasi, Displasia, Atrofi Betuk reaksi sel jaringan organ / system tubuh terhadap jejas : 1. retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi/ kembali kearah yang kurang kompleks). 2. Progresif, berkelanjutan berjaklan terus kearah yang lebih buruk untuk penyakit 3. Adaptasi (penyesuaian) : atropi, hipertropi, hiperplasi, metaplasi. Sel mampu mengatur dirinya dengan cara mengubah struktur dan fungsinya sebagai respon terhadap berbagai kondisi fisologis maupun patologis. Kemampuan ini disebut dengan adaptasi selular. Terdapat 4 tipe adaptasi selular, yaitu: a) Hipertrofi



Hipertrofi adalah Pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel pada organ. Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan pertumbuhan sebagian besar struktur dalam sel. Contoh hipertrofi yang menguntungkan adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri atas sel permanen misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi yang bersifat patologis contohnya adalah jantung yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih kecil dan kerja jantung jadi lebih berat. b) Metaplasia Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtype ke subtype lainnya. Metaplasia biasanya terjadi sebagai respons terhadap cedera atau iritasi kontinu yang menghasilkan peradangan kronis pada jaringan. Dengan mengalami metaplasia, sel-sel yang lebih mampu bertahan terhadap iritasi dan peradangan kronik akan menggantikan jaringan semula. Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel saluran pernapasan dari sel epitel kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons terhadap merokok jangka panjang.Contoh lain yang dapat kita amati pada kasus kanker serviks. Pada perubahan sel kolumnar endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi secara fisiologis pada setiap wanita yang disebut sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko yang bertindak sebagai ko-karsinogen, proses metaplasia ini dapat berubah menjadi proses displasia yang bersifat patologis. Displasia merupakan karakteristik konstitusional sel seperti potensi untuk menjadi ganas. Jadi, intinya metaplasia bisa terjadi dalam bentuk fisiologis namun hanya sesaat saja karena pasti akan ada factor yang menyebabkan metaplasia ini berubah sifat menjadi patologis. contoh kasus peradangan kronis pada jaringan Salah satu contoh peradangan kronis misalnya pada penyakit gastritis. Gastritis adalah suatu peradanganpada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster. Salah satu etiologi terjadinya gastritis adalah Helycobacter pylory (pada gastritis kronis ). Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronispada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster misalnya dengan sek squamosa yang lebih kuat. Karena sel squamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan. Gastritis akut gastritis akut yang bersifat peradangan terjadi di mukosa atau sub mukosa yang bersifat iritasi lokal, gejala biasanya ringan seperti : rasa tidak enak di daerah epigastrik, kram di perut / tegang juga dapat menimbulkan terjadinya perdarahan, di samping itu pada gastritis dapat terjadi peningkatan yang dapat dapat menimbulkan mual dan muntah juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCL dengan mukosa gaster. c) Atrofi Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel atau mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik) sel parenkim dalam organ tubuh (Syhrin, 2008). Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung



pada jenis atrofi tersebut. Sebelum membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis. Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan, dan jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai usia tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik (Saleh, 1973). Contoh dari atrofi fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana glandula mammae mengecil setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab proses atrofi ini bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli), berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut terjadi karena peoses normal penuaan (Saleh, 1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami. Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin. Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin. 1. Atrofi senilis Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis termasuk dalam atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi patologis karena proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses aging merupakan atropi fisiologis. Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik yaitu starvation (kelaparan). Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat terjadi pada orang yang sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa berbuka puasa), orang yang memang tidak mendapat makanan sama sekali (karena terdampar di laut atau di padang pasir). Orang yang menderita gangguan pada saluran pencernaan misalnya karena penyempitan (striktura) esophagus. Pada penderita stiktura esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai makanan yang cukup, namun makanan tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena makanan akan di semprotkan keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke jaringan-jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan menjadi kurus kering. 2.Atrofi Lokal Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu. 3.Atropi inaktivitas Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada 4. Atrofi desakan, Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang lama dan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada nak-anak). Atroi desakan patologik misalnya terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal biasanya terjadi akibat sifilis. Karenadesakan yang tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum menipis. Atrofi



desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis akibat desakan terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang biasanya terjadiakibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi dapat terjadi pada suatu alat tubuh kerena menerima desakan suatu tumor didekatnya yang makin lama makin membesar ( Saleh, 1973). 5. Atrofi endokrin Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon tertentu. Atrofi akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu berkurang atau terhenti sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium.



d) Hiperplasia Hiperplasia merupakan suatu kondisi membesarnya alat tubuh/organ tubuh karena pembentukan atau tumbuhnya sel-sel baru (Saleh, 1973). Sama halnya dengan atrofi, terdapat dua jenis hyperplasia, yaitu hyperplasia fisiologis dan patologis. Contoh yang sering kita temukan pada kasus hyperplasia fisiologis yaitu bertambah besarnya payudara wanita ketika memasuki masa pubertas. Sedangkan hyperplasia patologis sering kita temukan pada serviks uterus yang dapat mengakibatkan kanker serviks. Sel-sel pada serviks tersebut mengalami penambahan jumlah. Biasanya hyperplasia ini diakibatkan oleh sekresi hormonal yang berlebihan atau faktor pemicu pertumbuhan yang besar.



e) Displasia adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan perkembangan sel dan jaringan yang tidak normal. Istilah ini sering digunakan pada bidang onkologi, yaitu ilmu mengenai penyakit keganasan atau kanker. Displasia sering kali merupakan awal mula dari pertumbuhan kanker. Pada beberapa jenis kanker, displasia digolongkan sebagai kanker in situ, artinya sel atau jaringan tersebut sudah memiliki sifat kanker tetapi pertumbuhannya masih terbatas pada lokasi sel atau jaringan asal. Sel kanker belum meluas atau menyebar ke jaringan dan organ lain. Pada jaringan sel yang normal, sebagian besar sel merupakan sel matur atau sel dewasa dan hanya sebagian yang merupakan sel muda. Pada jaringan yang mengalami displasia, sel-sel muda ditemukan dalam jumlah yang cukup banyak, sedangkan sel dewasanya didapat dalam proporsi yang lebih kecil. Sebagai contoh adalah penyakit displasia sel leher rahim. Displasia dinding leher rahim dapat diperiksa dengan pap smear. Di bawah mikroskop akan tampak banyaknya sel-sel muda. Jika hal ini terjadi, maka pasien harus



segera mendapat tindakan, jika dibiarkan displasia tersebut dapat segera menjadi kanker leher rahim. Istilah displasia sering tertukar dengan metaplasia. Metaplasia adalah kondisi dimana jaringan dewasa pada suatu organ tergantikan oleh jaringan dewasa lainnya yang bukan berasal dari tempat tersebut.



5.2 Macam-macam contoh kelainan retrogresif



Kelainan retrogresif adalah proses terjadinya kemunduran (degenerasi atau kembali ke arah yang kurang kompleks) atau kemerosotan keadaan suatu sel, jaringan, organ, organisme, menuju keadaan yang lebih primitif (menjadi lebih jelek dengan organisasi yang lebih rendah tingkatannya), kehilangan kompleksitasnya termasuk metabolisme, deferensiasi dan spesialisasinya. Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisiologik yang normal yang disebut Homeostasis normal. Sel memiliki fungsi dan struktur yang terbatas, dalam metabolisme, diferensiasi, dan fungsi lainnya karena pengaruh dari sel-sel sekitarnya dan tersedianya bahan-bahan dasar metabolisme. Sel mendapatkan stimulus yang patologik, fisiologik dan morphologic. Bila stimulus patologik diperbesar hingga melampaui adaptasi sel maka timbul jejas sel atau sel yang sakit (cell injury) yang biasanya bersifat sementara (reversible). Namun jika stimulus tetap atau bertambah besar, sel akan mengalami jejas yang menetap (irreversible) yaitu sel yang mati atau nekrosis. Perubahan-perubahan tersebut hanya mencerminkan adanya “cedera-cedera biomolekuler”, yang telah berjalan lama dan baru kemudian dapat dilihat. Adaptasi, jejas dan nekrosis dianggap sebagai suatu tahap gangguan progresif dari fungsi dan struktur normal suatu sel. Kelainan retrogesif (regresif) adalah merupakan suatu proses kemunduran. a. Atrofi Atrofi adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat menjadi suatu respons yang adaptif yang timbul sewaktu terjadi penurunan beban kerja sel atau jaringan. Dengan menurunnya beban kerja, maka kebutuhan akan oksigen dan gizi juga berkurang. Hal ini menyebabkan sebagian besar struktur intrasel, termasuk mitokondria, retikulum endoplasma, vesikel intrasel, dan protein kontraktil, menyusut. Atrofi dapat terjadi akibat sel/jaringan tidak digunakan misalnya, otot individu yang mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat (gravitasi nol). Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat penurunan rangsang hormon atau rangsang saraf terhadap sel atau jaringan. Hal ini tampak pada payudara wanita pasca menopause atau atrofi pada otot rangka setelah pemotongan korda spinalis. Atrofi lemak dan otot terjadi sebagai respons terhadap defisiensi nutrisi dan dijumpai pada orang yang mengalami malnutrisi atau kelaparan. Atrofi dapat juga terjadi akibat insufisiensi suplai darah ke sel, sehingga pemberian zat gizi vital dan oksigen terhambat (Elizabeth J. Corwin, 2009). Atrofi dibedakan menjadi : 1. Atrofi fisiologik



Atrofi fisiologik adalah atropi yang merupakan proses normal pada manusia. Beberapa alat tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan kehidupan, dan jika alat tubuh tersebut tidak menghilang pada usia tertentu malah dianggap patologik. Contoh : kelenjar thymus, ductus thyroglosus. Misalnya pada atropi senilis, organ tubuh pada usia lanjut akan mengalami pengecilan. Atrofi senilis juga dapat disebut atropi menyeluruh(general) karena terjadi pada seluruh organ tubuh. Atrofi menyeluruh juga terjadi pada keadaan kelaparan (Starvation). Penyebab atropi senilis adalah : 1) Involusi akibat menghilangnya rangsang tumbuh (growth stimuli), 2) Berkurangnya perbekalan darah akibat arteriosklerosis 3) Berkurangnya rangsang endokrin Vaskularisasi berkurang karena arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran pada otak sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia senilis. Begitu pula rangsang endokrin yang berkurang pada masa menopause menyebabkan payudara menjadi kecil, ovarium dan uterus menjadi tipis dan keriput. Starvation atropi terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan untuk waktu yang lama misalnya pada yang tidak mendapatkan asupan makanan seperti orang terdampar dilaut, padang pasir, atau pada orang yang mengalami gangguan saluran pencernaan seperti pada striktura oesofagus. Karena itu alat-alat tubuh tidak mendapat makanan cukup dan mengecil. 2. Atrofi patologik Atrofi patologik dapat dibagi beberapa kelompok : 1) Atrofi disuse adalah atropi yang terjadi pada organ yang tidak beraktifitas dalam jangka waktu lama. 2) Atrofi desakan terjadi pada suatu organ tubuh yang terdesak dalam waktu lama. 3) Atrofi endokrin terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada rangsang hormon tertentu. 4) Atrofi vaskuler terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga dibawah nilai krisis. 5) Atrofi payah (exhaustion atrophy) terjadi karena kelenjar endokrin yang terus menghasilkan hormone yang berlebihan akan mengalami atrofi payah. b. Degenerasi dan Infiltrasi



Degenerasi ialah perubahan-perubahan morfologik akibat jejas-jejas yang non-fatal. Perubahan-perubahan tersebut masih dapat pulih (reversible). Meskipun sebab yang menimbulkan perubahan tersebut sama, tetapi apabila berjalan lama dan derajatnya berlebih akhirnya mengakibatkan kematian sel atau yang disebut nekrosis. Jadi sebenarnya jejas sel (cellular injury) dan kematian sel merupakan kerusakan sel yang berbeda dalam derajat kerusakannya. Pada jejas sel yang berbentuk degenerasi masih dapat pulih, sedangkan pada nekrosis tidak dapat pulih (irreversible). Infiltrasi terjadi akibat gangguan yang sifatnya sitemik dan kemudian mengenai sel-sel yang semula sehat akibat adanya metabolit-metabolit yang menumpuk dalam jumlah berlebihan. Karena itu perubahan yang awal adalah ditemukannya metabolit-metabolit didalam sel. Benda-benda ini kemudian merusak struktur sel. Jadi degenerasi terjadi akibat jejas sel, kemudian baru timbul perubahan metabolisme, sedangkan infiltrasi mencerminkan adanya perubahan metabolisme yang diikuti oleh jejas seluler. Degenerasi dan infiltrasi dapat terjadi akibat gangguan yang bersifat biokimiawi atau biomolekuler. Sebagai contoh degenerasi dapat terjadi akibat anoxia. Infiltrasi dapat terjadi akibat penumpukan glikogen didalam sel, karena itu disebut infiltrasi glikogen. c. Gangguan Metabolisme Memang setiap sel selalu terancam mengalami kerusakan, tetapi sel hidup mempunya kemampuan untuk coba menanggulanginya. Jejas ini kemudian mengakibatkan gangguan dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak pada sel. Gangguan metabolisme intraseluler ini akhirnya mengakibatkan perubahan pada struktur sel. d.



Nekrosis Kematian sel nekrotik, terjadi apabila suatu rangsangan yang menyebabkan cedera pada sel terlalu kuat atau berkepanjangan. Nekrosis sel dicirikan dengan adanya pembengkakan dan ruptur organel internal yang kebanyakan mengenai mitokondria, dan jelasnya stimulasi respons peradangan (Elizabeth J. Corwin, 2009). Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel. Nekrosis terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan kerusakan organel. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi berat jaringan (Kumar; Cotran & Robbins, 2007). Nekrosis adalah kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup. Nekrosis dapat dikenali karena sel atau jaringan menunjukkan perubahan-perubahan tertentu baik



secara makroskopis maupun mikroskopis. Secara makroskopis jaringan nekrotik akan tampak keruh (opaque), tidak cerah lagi, berwarna putih abu-abu. Sedangkan secara mikroskopis, jaringan nekrotik seluruhnya berwarna kemerahan, tidak mengambil zat warna hematoksillin, sering pucat (Pringgoutomo, 2002). Gambaran morfologik nekrosis merupakan hasil dari digesti enzimatik dan denaturasi protein yang terjadi secara bersamaan. Digesti enzimatik oleh enzim hidrolitik dapat berasal dari sel itu sendiri (autolisis) dapat juga berasal dari lisosom sel radang penginvasi (heterolisis) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007). Macam-macam nekrosis : 1. Nekrosis koagulatif Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh hambatan kerja sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga dihambat sehingga tidak terjadi penghancuran sel (proses autolisis minimal). Akibatnya struktur jaringan yang mati masih dipertahankan, terutama pada tahap awal (Sarjadi, 2003). Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah. Daerah yang terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang hemoragik. Mikroskopik tampak inti-inti yang piknotik. Sesudah beberapa hari sisa-sisa inti menghilang, sitoplasma tampak berbutir, berwarna merah tua. Sampai beberapa minggu rangka sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2002). Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan keadaan sel yang tidak berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap sampai beberapa minggu (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).



2. Nekrosis likuefaktif (colliquativa) Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan. Pencairan jaringan terjadi akibat kerja enzim hidrolitik yang dilepas oleh sel mati, seperti pada infark otak, atau akibat kerja lisosom dari sel radang seperti pada abses (Sarjadi, 2003). 3. Nekrosis kaseosa (sentral) Bentuk campuran dari nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang makroskopik teraba lunak kenyal seperti keju, maka dari itu disebut nekrosis perkejuan. Infeksi bakteri tuberkulosis dapat menimbulkan nekrosis jenis ini (Sarjadi, 2003). Gambaran makroskopis putih, seperti keju didaerah nekrotik sentral. Gambaran makroskopis, jaringan nekrotik tersusun atas



debris granular amorf, tanpa struktur terlingkupi dalam cincin inflamasi granulomatosa, arsitektur jaringan seluruhnya terobliterasi (tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007). 4. Nekrosis lemak Terjadi dalam dua bentuk: a. Nekrosis lemak traumatik Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak mengandung lemak (Sarjadi, 2003). b. Nekrosis lemak enzimatik Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang mengenai sel lemak di sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding rongga abdomen. Lipolisis disebabkan oleh kerja lypolitic dan proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas oleh sel pankreas yang rusak (Sarjadi, 2003). Aktivasi enzim pankreatik mencairkan membran sel lemak dan menghidrolisis ester trigliserida yang terkandung didalamnya. Asam lemak yang dilepaskan bercampur dengan kalsium yang menghasilkan area putih seperti kapur (mikroskopik) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007). 5. Nekrosis fibrinoid Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan glomeruli akibat penyakit autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan nekrosis dinding pembuluh darah sehingga plasma masuk ke dalam lapisan media. Fibrin terdeposit disana. Pada pewarnaan hematoksilin eosin terlihat masa homogen kemerahan (Sarjadi, 2003). Penyebab nekrosis : Nekrosis dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Iskemia Terjadi akibat anoksia (hambatan total pasokan oksigen) atau hipoksia seluler (kekurangan oksigen pada sel). Dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti berikut ini (Sarjadi, 2003): a. Obstruksi aliran darah b. Anemia (eritrosit pembawa oksigen berkurang jumlahnya) c. Keracunan karbon monoksida d. Penurunan perfusi jaringan dari darah yang kaya oksigen e. Oksigenasi darah yang buruk, sebagai akibat penyakit paru, obstruksi saluran nafas, konsentrasi oksigen udara yang rendah. 2. Agen biologik Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan trombosis. Toksin biasanya berasal dari bakteri yang virulensinya tinggi baik endogen maupun eksogen. Virus dan parasit juga dapat mengeluarkan beberapa enzim dan toksin yang secara



langsung maupun tidak langsung mempengaruhi jaringan dan menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo, 2002). 3. Agen kimia Natrium dan glukosa merupakan zat kimia yang berada dalam tubuh. Namun ketika konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan osmotik sel. Beberapa zat tertentu dapat pula menimbulkan nekrosis ketika konsentrasinya rendah (Pringgoutomo, 2002). Respon jaringan terhadap zat kimia berbeda. Misalnya, sel epitel pada tubulus ginjal dan sel beta pada pulau Langerhans mudah rusak oleh alloxan. Gas yang digunakan pada perang seperti mustard dapat merusak jaringan paru, gas kloroform dapat merusak parenkim hati serta masih banyak lagi (Pringgoutomo, 2002). 4. Agen fisik Trauma, suhu yang ekstrim (panas maupun dingin), tenaga listrik, cahaya matahari, dan radiasi dapat menimbulkan kerusakan inti sehingga menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo, 2002). 5. Hipersensitivitas Hipersensitivitas (kerentanan) pada seseorang individu berbeda-beda. Kerentanan ini dapat timbul secara genetik maupun didapat (acquired) dan menimbulkan reaksi immunologik kemudian berakhir pada nekrosis. Sebagai contoh, seseorang yang hipersensitivitas terhadap obat sulfat ketika mengonsumsi obat sulfat dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal (Pringgoutomo, 2002).



e. Apoptosis Apoptosis, yaitu kematian sel yang diprogram. Apoptosis adalah suatu proses yang ditandai dengan terjadinya urutan teratur tahap molekular yang menyebabkan disintegrasi sel. Apoptosis tidak ditandai dengan adanya pembengkakan atau peradangan, namun sel yang akan mati menyusut dengan sendirinya dan dimakan oleh sel disebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga jumlah sel relatif konstan dan merupakan suatu mekanisme yang dapat mengeliminasi sel yang tidak diinginkan, sel yang menua, sel berbahaya, atau sel pembawa transkripsi DNA yang salah. Apoptosis merupakan proses aktif yang melibatkan kerja sel itu sendiri dan namanya diambil dari kata Yunani yang berarti “menciut” seperti menguncupnya sebuah bunga.



Timidin fosforilase (TP), suatu faktor pertumbuhan sel endotel yang dihasilkan trombosit, telah terbukti melindungi sel dari apoptosis dengan merangsang metabolisme nukleosida dan angiogenesis. Penggunaan obat yang secara khusus menargetkan TP telah direkomendasikan untuk memperbaiki efek kemoterapi konvensional dengan meningkatkan apoptosis sel-sel yang bermutasi (Elizabeth J. Corwin, 2009). Penyebab Apoptosis : Kematian sel terprogram di mulai selama embriogenesis dan terus berlanjut sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis meliputi isyarat hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan seringkali menyebabkan apoptosis, yang akhirnya yang mengakibatkan kematian virus dan sel penjamu (host). Hal ini merupakan satu cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan infeksi virus. Virus tertentu (misalnya; Virus EpsteinBarr yang bertanggung jawab terhadap monunukleosis) pada gilirannya menghasilkan protein khusus yang menginaktifkan respons apoptosis. Defisiensi apoptosis telah berpengaruh pada perkembangan kanker dan penyakit neuro degeneratif dengan penyebab yang tidak diketahui, termasuk penyakit Alzheimer dan sklerosis lateral amiotrofik (penyakit Lou Gehrig). Apoptosis yang dirangsang-antigen dari sel imun (sel T dan sel B) sangat penting dalam menimbulkan dan mempertahankan toleransi diri imun (Elizabeth J. Corwin, 2009). f.



Postmortal Kematian bukanlah akhir dari proses dalam tubuh yang mengalami kematian.Tubuh



akan terus mengalami perubahan. Perubahan ini dipengaruhi oleh : 1. Suhu lingkungan sekitarnya 2. Suhu tubuh saat terjadi kematian 3. Ada tidaknya infeksi umum Serangkaian perubahan yang terjadi setelah kematian tubuh antara lain : 1. Autolisis ; jaringan yang mati dihancurkan oleh enzim-enzim antara lain enzim dari lisosom, mikroorganisme yang mengifeksi jaringan mati. Tubuh yang mati akan mencair, kecuali jika dicegah dengan pengawetan atau pendinginan. 2. Algor Mortis ; suhu tubuh menjadi dingin sesuai suhu lingkungan memerlukan waktu 24 s/d 48 jam untuk menjadi dingin sesuai suhu lingkungan. Suhu tubuh menjadi dingin



karena proses metabolisme terhenti. Jika ditempat yang dingin maka akan lebih cepat dingin, tetapi jika ditempat yang panas akan lebih lambat. 3. Rigor Mortis (kaku mayat); timbul setelah 2 s/d 4 jam setelah kematian. Mencapai puncak setelah 48 jam dan kemudian menghilang selama 3 sampai 4 hari. 4. Livor Mortis (lebam mayat) ; Nampak setelah 30 menit kematian dan mencapai puncaknya setelah 6 hingga 10 jam.Lebam mayat timbul pada bagian bawah tubuh. 5. Pembekuan Darah postmortal ; beku darah post mortal berkonsistensi lunak, elastic dan seperti gel, berbeda dengan thrombus yang konsistensinya keras dan kering. 6. Jejas postmortal ; enzim dalam tubuh masih aktif untuk beberapa waktu setelah kematian. Jejas postmortal tidak dijumpai reaksi radang pada jejas, sedangkan pada lesi antemortal Nampak reaksi radang. 7. Pembusukan ; hancurnya tubuh yang mati karena invasi bakteri. Kulit menjadi kehijauan setelah 1 sampai 2 minggu. g. Penimbunan Pigmen Pigmen adalah substansi yang mempunyai warna dan terakumulasi di dalam sel. Pigmen sering digambarkan berdasarkan sumber atau asalnya: eksogen (berasal dari luar tubuh) atau endogen (dihasilkan di dalam tubuh). Pigmen eksogen paling umum berasal dari inhalasi partikel karbon organik. Partikel ini terakumulasi di dalam makrofag dan limfonodus jaringan paru, yang menghasilkan penampilan kehitaman pada paru yang disebut anthracosis. Pigmentasi disebabkan penimbunan pigmen di dalam sel. Pigmentasi lipofuscin pada kulit umum terjadi pada lansia. Juga pada otak, hati, jantung, dan ovarium. Pigmen ini agaknya tidak mengganggu fungsi. Pigmen melanin dihasilkan melanosit kulit. Pada penyakit Addison tredapat hiperpigmentasi kulit. Pada lansia, melanosit berkurang, sehingga kulit pada orang ini tampak lebih pucat. Pigmen hemosiderin, turunan hemoglobin, adalah pigmen yang dibentuk karena akumulasi timbunan besi yang berlebihan. Dalam organ disebut hemosiderosis. Umumnya tidak sampai mengganggu fungsi (Jan Tambayong, 2000). h. Mineral Selain zat karbon, hydrogen, nitrogen dan oksigen yang merupakan bagian terpenting dalam jaringan pada tubuh terdapat 13 macam unsur lain yang juga sangat penting dalam kehidupan manusia, 7 diantaranya terdapat dalam jumlah banyak yaitu kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium, chlor, dan sulfur. Sedangkan 6 lainnya merupakan ‘trace elements” tetapi vital yaitu besi, tembaga, mangan, yodium, kobal (Co),



dan seng (Zn). Dalam makanan sehari-hari sudah cukup, tetapi pengeluaran berlebihan (muntah, diare) atau gangguan penyerapan dapat menimbulkan defisiensi. Sebaliknya jumlah yang berlebihan dalam makanan atau gangguan ekskresi, menimbulkan penimbunan yang berlebihan pada jaringan atau cairan tubuh dan dapat menyebabkan gangguan metabolik, susunan kimiawi dan gejala klinik yang nyata.



i.



Defisiensi Ketidak seimbangan nutrisi merupakan penyebab utama jejas sel antara lain



defisiensi protein, vitamin dan mineral. Jumlah lipid yang berlebihan merupakan faktor pendukung terjadinya arteriosklerosis yang dapat menyebabkan sel/jaringan mengalami defisiensi oksigen dan makanan. Jejas yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi antara lain Starvation, marasmus, kwashiorkor atau yang lebih dikenal gangguan nutrisi.



RANGKUMAN



Kelainan retrogresif adalah proses terjadinya kemunduran (degenerasi atau kembali ke arah yang kurang kompleks) atau kemerosotan keadaan suatu sel, jaringan, organ, organisme, menuju keadaan yang lebih primitif (menjadi lebih jelek dengan organisasi yang lebih rendah tingkatannya), kehilangan kompleksitasnya termasuk metabolisme, deferensiasi dan spesialisasinya. Yang termasuk kedalam Kelainan Retrogresif, yaitu : 1. Atrofi 2. Degenerasi dan Infiltrasi 3. Gangguan Metabolisme 4. Nekrosis 5. Apoptosis 6. Postmortal 7. Penimbunan pigmen 8. Mineral 9. Defisiensi



TES FORMATIF 1. Bahan kimia yang terdapat dalam sel dapat merubah beberapa fungsi yaitu ? a. Permebilitas selaput



b. Agen fisik c. Hipoksia d. Nekrosis e. Apoptosis 2. Peristiwa dimana sel mengkerut yang mengalami kondensasi kromatin dan terjadi fagisitosis sel disekitarnya adalah.. a. Nekrosis lemak b. Nekrosis kaseosa c. Nekrosis lequefaktif d. Apoptosis e. Semua benar 3. Pernyataan yang benar tentang morfologi apoptosis adalah a. Sel mengkerut b. Kondensasi kromatin c. Pembentukan gelembung dan apoptosis bodies d. Fagositosis oleh sel disekitarnya e. Semua benar 4. Hancurnya sel endometrium pada proses menstruasi merupakan salah satu contoh dari ? a. Nekrosis



b. Apoptosis c. Dysplasia d. Disuse e. Metaplasia 5. Berdasarkan penyebabnya hipoksia dibagi menjadi empat kelompok,kecuali ? a. Hipoksia hipoksik b. Hipoksia anemik c. Hipoksia stagna d. Hipoksia histotokik e. Hipoksia respirasi