Mola Hidatidosa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS MOLA HIDATIDOSA



Disusun Oleh: Mohd Firdaus Bin Mohd Isa 030.08.278 Muhammad Fathi Bin Abdul Latif 030.08.280 Dokter Pembimbing : dr. Kukung , SpOG



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG PERIODE 13 JANUARI 2014 s/d 21 MARET 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan kasus dengan judul 1



”MOLA HIDATIDOSA” Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, dr. Kukung , SpOG sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Kebidanan dan Kandungan di RSUD Karawang periode 13 Januari 2014 s/d 21 Maret 2014



Jakarta, Februari 2014,



(dr. Kukung , Sp.OG)



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala nikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul “MOLA 2



HIDATIDOSA” ini. Adapun penulisan kasus ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang periode 13 Januari 2014 s/d 21 Maret 2014. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Kukung , SpOG selaku pembimbing yang telah membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan kasus ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut serta membantu penyusunan kasus ini yang tidak mungkin diselesaikan tepat waktu jika tidak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Demikian kata pengantar ini penulis buat. Untuk segala kekurangan dalam kasus ini, penulis memohon maaf dan juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif bagi perbaikan kasus ini. Terima kasih.



Jakarta, Februari 2014,



(Penulis)



DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI



2 3 4 3



BAB I : PENDAHULUAN



5



BAB II : LAPORAN KASUS Status Pemeriksaan Pasien



6



Analisa Kasus



18



BAB III : TINJAUAN PUSTAKA Definisi



20



Epidemiologi Etiologi Patologi Patogenesis Diagnosis Kriteria Diagnostik Diagnosis Banding Komplikasi Penatalaksanaan Prognosis



20 21 22 23 30 35 37 37 38 42



BAB IV : KESIMPULAN



45



DAFTAR PUSTAKA



46



BAB I PENDAHULUAN



Yang disebut penyakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas. Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestasional Trophoblastic Disease, sedangkan yang berasal dari teratoma disebut Non Gestasional Thropoblastic Disease.1 Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam kenyataannya



tidak selalu demikian. Seringkali perkembangan kehamilan mendapat 4



gangguan yang dapat terjadi pada berbagai tahap. Tergantung pada tahap mana gangguan itu terjadi, maka hasil kehamilan dapat berupa keguguran, kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin dalam rahim atau kelainan kongenital. Kesemuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi. Demikian pula dengan penyakit trofoblas, pada hakikatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang dengan sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama dari kehamilan, berupa degenerasi hidropik dari jonjot-jonjot korion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa. Pada umumnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi diantaranya ada yang kemudian mengalami degenerasi keganasan berupa koriokarsinoma. Jadi yang termasuk penyakit trofoblas itu adalah mola hidatidosa yang jinak dan koriokarsinoma yang ganas.2



BAB II LAPORAN KASUS STATUS PEMERIKSAAN PASIEN DEPARTEMEN KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RSUD KARAWANG Nama Mahasiswa



: Mohd Firdaus Bin Mohd Isa (030.08.278) Muhammad Fathi Bin Abdul Latif (030.08.280)



Dokter Pembimbing : dr.Kukung, SpOG Nama



: Ny. N



Jenis kelamin : Perempuan 5



Usia



: 20 tahun



Suku bangsa : Sunda



Status perkawinan



: Menikah



Agama



: Islam



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Pendidikan



: SMP



Alamat



: Dawuan Barat



Tanggal masuk RS: 30 Januari 2014



A. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara auto-anammesis dengan pasien di kamar bersalin RSUD Karawang pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 23:30 WIB. Keluhan Utama: G1P0A0 datang dirujuk oleh spesialis kebidanan dan kandungan poliklinik dengan mola hidatidosa.



Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien G1P0A0 mengaku hamil 1 bulan. Pasien mengeluhkan nyeri perut dan keluar cairan berwarna kecoklatan kadang bercampur lendir bening dari vaginanya mulai dari jam 6 pagi (tanggal 30 Januari 2014) 17 jam SMRS. Perdarahan banyak hingga 4 kali ganti pembalut. Pasien mengeluh darah yang keluar sedikit bergumpal, tidak bergelembung dan berbau amis.Mual(+),muntah(-),getaran (-), berkeringat banyak (-) dan rasa berdebar-debar (-). Pasien datang ke poliklinik spesialis kebidanan dan kandungan di Cikampek sebelum dirujuk ke kamar bersalin RSUD Karawang. HPHT : 31 Desember 2013, TP : 7 September 2014, UK : 4 minggu ANC (-) , TT (-) USG (+) di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan Cikampek dinyatakan mola hidatidosa oleh pemeriksa. 6



Riwayat Menstruasi Menarche



: 13 tahun



Siklus



: Teratur (28 hari)



Lamanya



: 5 hari



Banyaknya



: Kurang lebih 2 softex/hari



Dismenore



: Tidak ada



HPHT



:



31-12-2013



Riwayat Perkawinan Menikah 1 kali, dan dengan suami sekarang selama 1 tahun.



Riwayat Kehamilan, Kelahiran G1P0A0 1. Ini.



Riwayat KB: Tidak pernah.



Riwayat Penyakit Dahulu: Hipertensi, Asma, Alergi, DM, penyakit jantung, dan riwayat keganasan disangkal.



7



Riwayat Penyakit Keluarga: Hipertensi, Asma, Alergi, DM, penyakit jantung, dan riwayat keganasan disangkal.



Riwayat Sosial Ekonomi: Suami sebagai buruh, Istri sebagai Ibu Rumah tangga. Kesan ekonomi menengah ke bawah.



B. PEMERIKSAAN FISIK I. Status Generalis Keadaan Umum



: Tampak sakit ringan



Kesadaran



: Compos Mentis



Tanda Vital



:



Tekanan darah



: 120/80 mmHg



Nadi



: 84 x/ menit



Suhu



: 36,6 derajat Celcius



Pernafasan



: 16 x/ menit



Kepala



: Normocephali, deformitas (-)



Mata



: Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)



Leher



: Kelenjar getah bening tidak teraba membesar Kelenjar Tiroid tidak teraba membesar



Thorax



: Paru



: Suara nafas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-) 8



Jantung



: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)



Abdomen



: Lihat status ginekologikus



Anogenital



: Lihat status ginekologikus



Ekstremitas



: Akral hangat, oedema tungkai -/-, reflex fisiologis +/+, deformitas (-), tremor (-)



II. Status Ginekologikus Abdomen  Inspeksi



: Menbuncit sedikit



 Palpasi



: TFU sepusat, balotement (-), NT (+) pada seluruh kuadran perut bawah.



 Auskultasi



: DJJ (-)



Anogenital  Inspeksi



: vulva dan uretra tenang, bekuan darah di vulva dan vagina (-), perdarahan tidak aktif



 Inspekulo



: Portio licin, OUE terbuka 1 cm, flur (-), fluxus (+).



 VT



:



CUT membesar sehingga dari pusat,parametrium lemas, massa adneksa -/-, nyeri goyang portio(-), cavum douglas tidak menonjol, OUE terbuka 1 cm.



9



C. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium( Tanggal 30 Januari 2014) Hb



: 9,3 g/dL



Leukosit



: 8.440 /mm3



Trombosit



: 205.000 /mm3



Hematokrit



: 27.9 %



Masa perdarahan



:2



Masa pembekuan



: 10



Gula darah sewaktu



: 90 mg/dl



Serologi HBSAg



: Non reaktif



Golongan darah



: O rhesus (+)



Tes standard kehamilan



: (+)



USG Transabdominal kamar bersalin RSUD Karawang tanggal 30 Januari 2014 Tampak honeycomb appearance intrauterine , massa adneksa -/-, cairan bebas (-),



gestational



sac (-) sesuai dengan gambaran mola hidatidosa.



10



D. RESUME Ny. N umur 20 tahun, datang ke kamar bersalin RSUD Karawang tanggal 30 Januari 2014, dirujuk dari spesialis kebidanan dan kandungan dengan mola hidatidosa. Mengaku hamil 1 bulan, HPHT 31-12-2013. Nyeri perut dan keluar cairan berwarna kecoklatan kadang bercampur lendir bening dari vaginanya 17 jam SMRS. Perdarahan banyak hingga 4 kali ganti pembalut. Darah sedikit bergumpal(+) ,berbau amis (+) dan mual (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Status Ginekologikus Abdomen  Inspeksi



: Membuncit sedikit.



 Palpasi



: TFU sepusat, balotement (-), NT (+) pada seluruh kuadran perut bawah.



 Auskultasi



: DJJ (-).



Anogenital  Inspeksi



: vulva dan uretra tenang, bekuan darah di vulva dan vagina (-), perdarahan tidak aktif



 Inspekulo



: Portio licin, OUE terbuka 1 cm, flur (-), fluxus (+). 11



 VT



: CUT membesar sehingga dari pusat,parametrium lemas, massa adneksa -/-, nyeri goyang portio(-), cavum douglas tidak menonjol, OUE terbuka 1 cm.



Laboratorium tgl. 30-01-14: Hb



: 9,3 gr/dl



Hematokrit



: 27.9 %



Test Standard Kehamilan: (+) USG tanggal 30-01-2014 Tampak gambaran honeycomb appearance intrauterine. Massa adneksa -/-, cairan bebas (-),gestational sac(-) Kesan: Mola Hidatidosa.



E . DIAGNOSA Mola hidatidosa.



F. PENATALAKSANAAN Dx/



- Observasi tanda-tanda vital, perdarahan - Anjuran pemeriksaan B hCG kuantitatif, profil hormon tiroid ( T3,T4,TSHS) - Anjuran rontgen thorax AP



Th/



Evakuasi pendarahan - Rencana kuret hisap. - Persiapan darah 12



- Pasang laminaria 12 jam sebelum tindakan kuret Ed/



Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang keadaan ibu dan kehamilannya. Informed consent tindakan



G. PROGNOSIS Ad vitam



: Dubia ad bonam



Ad Fungsionam



: Dubia ad bonam



Ad Sanationam



: Dubia ad bonam



H. FOLLOW UP 31/1/14



S:



Mual (+), perdarahan pervaginam bercak coklat (-), nyeri abdomen(+), demam(-)



O:



T: 120/70mmHg



S: afebris



N: 84 kali/ m



P: 18 x/m



Status generalis: CA -/- edema ekstremitas (-) Status ginekologi: I: v/u tenang, pendarahan aktif (-) I0: Portio licin, OUE terbuka 1 cm, flur (-), fluxus (-). VT: CUT membesar sehingga dari pusat,parametrium lemas, massa adneksa -/-, nyeri goyang portio(-), cavum douglas tidak menonjol, OUE terbuka 1 cm. A:



Mola hidatidosa pro kuretase 13



P:



Observasi TTV,perdarahan Pasang laminaria 12 jam sebelum kuretase Ondansentron 2 x 4 mg i.v.



1/2/14



S:



Mual (-), perdarahan pervaginam bercak coklat (+),ganti pembalut 2 kali per hari, nyeri abdomen(-), demam(-)



O:



T: 110/70mmHg



S: afebris



N: 80 kali/ m



P: 20x/m



Status generalis: CA -/- edema ekstremitas (-) Status ginekologi: I: v/u tenang, pendarahan aktif (-) A:



Post kuretase atas indikasi mola hidatidosa.



P:



Observasi TTV,perdarahan Diet TKTP Cek Hb dan leukosit ulang Mobilisasi bertahap Metergin 3 x I tab p.o. Ceftriaxon 2 x 1 gr i.v. Asam mefenamat 3 x 500 mg tab



2/2/14



S:



Mual (-), perdarahan pervaginam bercak coklat (+),ganti pembalut 1 kali per hari, nyeri abdomen(-), demam(-)



O:



T: 110/70mmHg



S: afebris 14



N: 80 kali/ m



P: 20x/m



Status generalis: CA -/- edema ekstremitas (-) Status ginekologi: I: v/u tenang, pendarahan aktif (-) Hasil laboratorium tgl 1/2/14 Hb



: 8,6 gr/dl



Leukosit



: 8,650 /uL



A:



Post kuretase atas indikasi mola hidatidosa hari pertama.



P:



Observasi TTV,perdarahan Diet TKTP Transfusi bila Hb < 8 gr/dl,bila Hb > 8 gr/dl boleh pulang Mobilisasi bertahap Metergin 3 x I tab p.o. Ceftriaxon 2 x 1 gr i.v. Asam mefenamat 3 x 500 mg tab



3/2/14



S:



Perdarahan pervaginam bercak coklat (+),ganti pembalut 1 kali per hari.



O:



T: 120/70mmHg



S: afebris



N: 84 kali/ m



P: 17x/m



Status generalis: CA -/- edema ekstremitas (-) Status ginekologi: I: v/u tenang, pendarahan aktif (-) 15



A:



Post kuretase atas indikasi mola hidatidosa hari kedua.



P:



Observasi TTV,perdarahan Diet TKTP Mobilisasi bertahap Cefadroxil 2 x 500 mg tab Asam mefenamat 3 x 500 mg tab Pasien dibolehkan pulang. Edukasi kontrol ke poliklinik ginekologi 2 minggu kemudian.Edukasi pasien untuk melakukan pemeriksaan serial β hCG kuantitatif dan menunda kehamilan selama 1 tahun.



Laporan Tindakan Operasi: Kuret hisap mola -



Pasien dalam posisi litotomi.



-



Pasien dalam anestesi umum



-



Dilakukan asepsis dan antisepsis pada daerah genitalia eksterna, vagina dan serviks



-



Dipastikan vesika urinaria kosong.



-



Diberikan oksitosin 20 i.u. dalam 500cc Ringer Laktat intra tindakan.



-



Dipasang spekulum sims atas dan bawah, selanjutnya porsio dijepit dengan tenukulum pada jam 11.



-



Sonde uterus dimasukkan ke dalam cavum uteri untuk menentukan besar dan arah uterus. Didapatkan uterus anterofleksi dengan panjang 11 cm.



-



Jaringan diambil dengan cunam abortus ukuran 3x8x5 cm di mola.



-



Dilakukan secara sistematis kuret hisap mola.



-



Dipastikan sudah tidak ada sisa jaringan,perdarahan 100 cc.



-



Tenakulum dilepas dan dipastikan kontraksi uterus baik,tidak terjadi perdarahan.



-



Didapatkan jaringan 3x8x5 cm dan dikirim untuk dilakukan pemeriksaan PA



-



Kuret hisap selesai.



16



Instruksi Post-kuretase: -



Observasi tanda vital, kontraksi uterus, pendarahan dan tanda-tanda akut abdomen o Tiap 15 menit pada 1 jam pertama o Tiap 30 menit pada 1 jam berikutnya



-



Mobilisasi aktif



-



Diet TKTP



-



Jaga kebersihan vulva/vagina dan sekitarnya



-



Terapi medika mentosa; o Metergin 3 x I tab p.o o Ceftriaxon 2 x 1 gr i.v. o Asam mefenamat 3 x 500 mg tab



ANALISA KASUS



Diagnosis mola hidatidosa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien. Pasien wanita berusia 20 tahun. Menurut penulis faktor resiko yang terdapat pada pasien ini adalah faktor umur dan keadaan sosial ekonomi yang kurang dimana pada keadaan sosial ekonomi kurang kebutuhan protein mungkin tidak terpenuhi. Kekurangan protein merupakan salah faktor etiologi mola hidatidosa. Gejala klinik yang didapatkan dari anamnesis berupa perdarahan pervaginam, amenorrhea kurang lebih 1 bulan dengan test kehamilan positif, dan mual-mual. Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus sepusat. Tinggi fundus tersebut tidak sesuai dengan usia kehamilan pasien. Usia kehamilan bagi tinggi fundus sepusat kurang lebih 24 minggu. Secara tidak langsung,pasien ini mengalami pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan kehamilannya yaitu 4 minggu.



17



Pada pasien ini tidak didapatkan tanda tirotoksikosis dimana hal ini didapatkan dari anamnesis pasien yang menyangkal adanya gejala tremor, berdebar-debar dan hiperhidrosis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan test kehamilan positif yang menunjukkan adanya kehamilan. Dari hasil pemeriksaan USG didapatkan gambaran khas yang menunjang diagnosis mola hidatidosa yaitu gambaran honeycomb appearance. Anjuran pemeriksaan penunjang pada pasien ini yang berupa β-HCG kuantitatif, T4, T3, TSHS dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat tirotoksikosis pada pasien ini dimana sesuai literatur mengatakan bahwa kadar β-HCG > 100.000 UI/mL mempunyai thyrotropin likeeffect sehingga dapat menimbulkan efek tirotoksikosis. Demikian juga pemeriksaan foto rontgen thoraks yang dianjurkan juga untuk menilai apakah terdapat metastase keganasan. Penatalaksanaan yang dilakukan pasien ini sudah tepat yaitu kuret hisap untuk mengeluarkan gelembung mola dan kuret tajam untuk memastikan tidak ada mola ataupun jaringan desidua yang tersisa. Hasil evakuasi juga dikirim ke bagian Patalogi Anatomi untuk mengevaluasi apakah terdapat keganasan atau tidak dalam kasus ini. Dalam kasus ini diberikan penjelasan untuk melakukan kontrol kadar β-HCG secara rutin 2 minggu post evakuasi mola hidatidosa dan kemudian 2 minggu sekali selama 3 bulan, dilanjutkan sebulan sekali selama 6 bulan serta harus menunda kehamilan berikutnya minimal 1 tahun supaya hasil follow-up kadar HCG tidak menjadi rancu dengan peningkatan HCG karena kehamilan tersebut. Penundaan kehamilan pada kasus ini dapat dianjurkan dengan pemakaian kontrasepsi metode barier mengingat fertilitas ibu di kemudian hari. Dalam kasus ini seharusnya dilakukan skoring berdasarkan WHO Scoring System. Skoring ini dilakukan untuk mengetahui pasien tergolong dalam tingkat resiko rendah,sedang atau tinggi. Pentingnya mengetahui tingkat resiko adalah untuk menentukan terapi dan prognosa pasien. Nilai hasil pemeriksaan β-HCG merupakan salah satu komponen skoring tersebut. Disebabkan keterbatasan biaya dan ketersediaan pemeriksaan β-HCG di laboratorium rumah sakit ini,tingkat resiko pasien tidak dapat ditentukan. Penatalaksanaan lanjut kasus ini juga tergantung hasil pemeriksaan Patologi Anatomi dan bila hasil PA menunjukkan keganasan maka terapi yang diberikan disesuaikan dengan 18



derajat keganasan maupun metastasenya. Apabila terjadi peningkatan titer β-HCG dan hasil PA menunjukkan koriokarsinoma maka penatalaksanaan yang diberikan berupa kemoterapi singleagent bila tidak terdapat metastase. Kalkulasi faktor resiko sebelumnya apabila terdapat metastase ke pelvis dan paru-paru dimana pada resiko rendah akan diberikan kemoterapi singleagent sedangkan resiko tinggi dilakukan kemoterapi kombinasi, operasi dan radioterapi. Kendala yang mungkin didapatkan pada pasien ini dalam tindak lanjut (follow up) mola hidatidosa adalah: 



Masalah biaya, karena untuk follow up mola hidatidosa dibutuhkan pemeriksaan serial βHCG, dimana satu kalian pemeriksaan β-HCG membutuhkan biaya yang besar  pasien berasal dari golongan sosio-ekonomi rendah  kemungkinan untuk kontrol β-HCG secara teratur kecil.



BAB III TINJAUAN PUSTAKA



A. DEFINISI



Mola berasal dari bahasa Latin yang berarti massa, sedangkan hidatidosa berasal dari kata hydatis (Yunani) yang berarti tetesan air. 3 Kehamilan mola (mola hidatidosa) ialah kehamilan yang berkembang tidak wajar yang ditandai secara histologis dengan abnormalitas dari villi koriales yang berupa proliferasi trofoblas dan edema struma villi.Jaringan trofoblast pada villus, berpoliferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.4



19



B. EPIDEMIOLOGI



Penyakit ini baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di negara Asia dan Mexico, sedangkan di negara barat lebih jarang. Angka di Indonesia umumnya merupakan angka rumah sakit, untuk mola hidatidosa berkisar antara 1:50 sampai 1:141 dari kehamilan, sedangkan untuk koriokarsinoma 1:297 sampai 1: 1035 dari kehamilan.2



Biasanya penyakit ini ditemukan pada usia reproduktif (15-45 thn) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola lebih besar.1 Selain itu penyakit ini juga ditemukan pada golongan sosio-ekonomi rendah serta usia kehamilan dibawah 29 dan diatas 34 tahun.2 C. ETIOLOGI Penyebab mola hidatidosa belum diketahui. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa, antara lain : 1 1.



Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan



2.



Keadaan sosio-ekonomi yang rendah



3.



Paritas tinggi



4.



Kekurangan protein



5.



Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas Berbagai teori telah diajukan, misalnya teori infeksi, defisiensi zat makanan, terutama



protein tinggi. Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein, karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan 20



pada wanita dari golongan sosio-ekonomi rendah. Akhir-akhir ini dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23x (haploid) kromosom, kemudian membelah menjadi 46xx, sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan androgenesis. Kadangkadang terjadi pembuahan oleh 2 sperma, sehingga terjadi 46xx atau 46xy.2 Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosio-ekonomi rendah, umur di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun, dan dengan paritas tinggi.Insiden penyakit ini dapat diturunkan dengan suatu upaya preventif berupa pencegahan kehamilan di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun dengan jumlah anak tidak lebih dari tiga.2,3,4 Juga disebutkan defisiensi lemak hewani dan karotene, kebiasaan merokok, pemakaian pil kontrasepsi kombinasi merupakan faktor resiko. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa peran graviditas, paritas, faktor reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral dan faktor makanan dianggap sebagai faktor resiko walaupun masih belum jelas hubungannya.4



D. PATOLOGI 2,3,4 Secara mikroskopik pada mola komplit terlihat trias : 1.



Proliferasi dari trofoblast bersifat difus



2.



Degenerasi hidrofik dari stroma villi bersifat difus



3.



Hilangnya pembuluh darah dan stroma bersifat difus



Sedangkan pada mola parsialis struktur histologisnya bersifat: 1. Campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak menentu. Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh darah angioma melingkari villi avaskular lainnya. Stroma villi mempunyai struktur retikular, beberapa villi bersifat fibrotik. 2. Proliferasi trofoblastik Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola hidatidosa komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada. 3. Perubahan hidropik bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada trimester pertama biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik. Pada mola yang telah lama terdapat sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi hidropik. 21



4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus juga amnion.



F. PATOGENESIS 2,4



Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit ini. Pertama , teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu, saat di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk, menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi darah ibu, diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial yang menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG. Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembunggelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-



22



kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus. Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan kromatin seksnya adalah wanita ( 46xx). Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua sentimeter. Secara mikroskopis terlihat: Secara makroskopis terlihat : proliferasi dari trofoblas, degenerasi hidropik dari stroma villi, terhambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.



G. KLASIFIKASI 4 Berdasarkan ada tidaknya janin, maka mola hidatidosa diklasifikasikan sebagai: 1. Mola hidatidosa komplit 2. Mola hidatidosa parsial ad.1. Mola hidatidosa komplit Angka kejadian mola hidatidosa komplit lebih sering daripada mola hidatidosa parsial. Resiko untuk berkembang menjadi tumor trofoblas dari mola hidatidosa komplit sekitar 20%. Mola hidatidosa komplit merupakan hasil konsepsi abnormal tanpa disertai embrio. Ditandai gambaran sekelompok buah anggur.



Tampak villi koriales berkembang menjadi masa vesikel yang jernih. Sehingga menyerupai sekelompok buah anggur



23



Villi koriales berkembang menjadi masa vesikel yang jernih. Vesikel tersebut tumbuh besar sampai mengisi seluruh kavum uterus.



Vesikel tersebut terdiri dari berbagai ukuran dari yang hampir tidak terlihat sampai beberapa sentimeter diameternya. Struktur histologisnya bersifat: a. Degenerasi hidropik dan edema stroma villi b. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema c. Proliferasi dari epitel trofoblas menjadi berbagai tingkatan d. Tidak adanya fetus atau amnion Secara singkatnya dapat disebutkan perubahan histologis yang terlihat berupa: a. Degenerasi hidropikdan edema stroma villi b. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema c. Proliferasi dari epitel trofoblast menjadi berbagai tingkatan d. Tidak adanya fetus atau amnion



24



Pada kehamilan mola dilakukan penelitian sitogenik dan ditemukan komposisi kromosom yang paling sering adalah 46xx, dengan kromosom seluruhnya berasal dari ayah sehingga secara keseluruhan menggantikan kontribusi dari ibu. Biasanya hal ini terjadi sebagai hasil dari fertilisasi telur yang kosong oleh satu spermatozoa. Meskipun jarang, dapat juga dijumpai komposisi kromosom 46xy. Dalam hal ini, dua spermatozoa telah membuahi satu ovum yang mengalami kekurangan kromosom.



Ad.2. Mola hidatidosa parsial Merupakan suatu hasil konsepsi abnormal dengan disertai adanya embrio atau janin yang cenderung untuk mati lebih awal. Hiperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas lebih triploid, yaitu 69 xxy atau 69 xyy, dengan satu 25



komplemen haploid maternal tapi biasanya dengan dua komplemen haploid maternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploid yang mencakup malformasi kongenital multipel dan retardasi pertumbuhan. Mola ini mengalami perubahan yang bersifat fokal dan kurang agresif pertumbuhannya dibanding dengan mola hidatidosa komplit. Mungkin dijumpai beberapa jaringan fetus, biasanya minimal ditemukan kantong amnion. Hiperplasia trofoblastik bersifat fokal daripada umum. Angka kejadian koriokarsinoma pada mola hidatidosa parsial cenderung lebih rendah. Dari 3000 kasus mola hidatidosa parsial hanya 2 kasus dilaporkan yang berlanjut menjadi koriokarsinoma. Struktur histologisnya bersifat: 1. Abnormal villi. Terlihat campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak menentu. Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh darah angioma melingkari villi avaskular lainnya. stroma villi mempunyai struktur retikular, beberapa villi bersifat fibrotik. 2. Proliferasi trofoblastik berlebihan. Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola hidatidosa komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada. 3. Perubahan hidropik. Bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada trimester pertama biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik. Pada mola yang telah lama terdapat sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi hidropik. 4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus juga amnion.



26



Low-power photomicrograph. Hydropic villi on left; relatively normal villi on right. Hydropic change was not apparent grossly. Preoperatively, patient had identifiable gestational sac and "deformed" embryo by ultrasound.



Tampak gambaran hipoechoic menyerupai sarang tawon disertai adanya jaringan janin yang normal.



Tabel karakteristik mola hidatidosa bentuk komplet dan parsial 5 No.



Gambaran



1. Jaringan embrio atau janin



Mola komplet



Mola parsial



tidak ada



ada



2. Pembengkakan hidatidosa pada villi



difus



fokal



3. Hiperplasia trofoblastik



difus



fokal



4. Inklusi stroma



tidak ada



ada



5. Lekukan vilosa



tidak ada



ada



6. Kariotipe



Paternal 46xx (96%) 46xy (4%)



7. Neoplasia trofoblastik



20 %



Paternal & maternal 69xxy 5% (koriokarsinoma jarang)



27



H. DIAGNOSIS 1,2,4 1.



Anamnesis 1,2,4 - terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa - terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau kecoklatan - pembesaran rahim yang



tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia



kehamilan seharusnya - keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang merupakan diagnosa pasti 2. Gejala klinik a. Perdarahan Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikitsedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang tidak mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan. b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia kehamilan) Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada



kehamilan



normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit 28



untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa. c. Tidak adanya aktifitas janin Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak



ditemukan adanya



denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplit yang bertumbuh bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplit pada plasenta yang disertai janin hidup. d. Eklampsia dan preeklampsia Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trimester ke-2. Eklampsia atau preeklampsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklampsia yang terjadi sebelum waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa. e. Hiperemesis Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala mola hidatidosa. f. Tirotoksikosis Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering



meningkat,



namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry insidennya 1%, tetapi Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.



29



Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin hormone. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. i. Mola hidatidosa komplit -



Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplit. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus



mungkin



membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk ke dalam vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus. -



Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG



-



Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan kulit yang hangat.



ii. Mola hidatidosa parsial -



Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama dengan mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda seperti abortus inkomplit atau missed abortion.



-



Perdarahan pervaginam



-



Adanya denyut jantung janin



3. Pemeriksaan fisik 1,2,3,4 Pada pemeriksaan fisik ditemukan: 



Inspeksi -



Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang disebut muka mola (mola face)



-



Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas 30







Palpasi -



Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek



-



Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janin



-



Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar, dan fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru











Auskultasi -



Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin



-



Terdengar bising dan bunyi khas



Pemeriksaan dalam -



Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evakuasi keadaan serviks.



4. Pemeriksaan Penunjang 1,2,3,4 A. Pemeriksaan laboratorium Pengukuran kadar -hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan diagnosis mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial diperlukan untuk mendeteksi penyakit PTG yang persisten setelah pengeluaran mola. Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon -hCG, karena karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya dalam memproduksi hormon hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin maupun dalam serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga jenis pemeriksaan -hCG, yaitu : - -hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 – 10 mIU/ml - -hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50 mIU/ml - -hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta mIU/ml 31



Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum kehamilan normal pada usia kehamilan



yang



sama.



Bila



kadar



-hCG



kuantitatif



>100.000



mIU/L



mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang berlebihan dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya kehamilan mola namun kadang-kadang kehamilan mola dapat memiliki nilai hCG normal. Biasanya tes -hCG normal setelah 8 minggu post evakuasi mola. Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat kehamilan tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat. Kadar hormon -hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG, penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon -hCG yang ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada. B. Ultrasonografi Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran seperti “badai salju“ tanpa disertai kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trisemester awal kehamilan dan memiliki ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya. USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa termasuk mioma uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin lebih dari 1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon (honey comb) atau badai salju (snow storm).



32



C. Uji sonde Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika sonde masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar 360o dengan deviasi sonde kurang dari 10o, berarti merupakan kehamilan mola. D. Amniografi Dengan menggunakan bahan radioopaque yang dimasukkan ke dalam uterus secara transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik yang khas untuk mola hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan jarum amniosentesis. Suntikan 20 ml hypague segera. Dibuat foto anteroposterior 5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang terjadi seperti sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi gelombang-gelombang korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang digunakan lagi semenjak adanya USG yang lebih mudah. I. KRITERIA DIAGNOSTIK 1,2,3,4 Pada beberapa kasus, vesikel hidatidosa yang berupa gambaran anggur dikeluarkan sebelum mola secara spontan abortus atau dikeluarkan dengan operasi. Pengeluaran secara spontan umum terjadi pada minggu ke-16 dan jarang setelah 28 minggu. Penemuan klinik berupa perdarahan yang menetap dan pembesaran uterus lebih dari usia kehamilan harus dicurigai sebgai kehamilan mola. Harus juga dipikirkan apakah pembesaran uterus tersebut disebabkan oleh kesalahan data menstruasi, mioma uteri, hidramnion, atau kehamilan ganda. Penegakan diagnosis yang akurat ialah dengan pemeriksaan USG. Umumnya struktur lain 33



mungkin memiliki penampilan serupa dengan mola, termasuk diantaranya mioma uteri dan kehamilan ganda. Sebagai kesimpulan, kriteria diagnostik dari mola hidatidosa komplit sebagai berikut: 1. Perdarahan yang terus-menerus pada kehamilan kurang lebih 12 minggu yang biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatan 2. Pembesaran uterus melebihi usia kehamilan 3. Tidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walaupun uterus membesar setinggi pusat atau lebih. 4. Gambaran USG yang khas : badai salju



5. Kadar serum hCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan masa kehamilan 6. Preeklampsia dan eklampsia yang muncul sebelum minggu ke-24 7. Hiperemesis gravidarum Diagnosa pasti ditegakkan bila kita melihat lahirnya gelembung-gelembung mola. Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat, karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Yang baik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar gelembung.



34



J. DIAGNOSA BANDING 2,3,4 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Kehamilan normal Kehamilan dengan mioma uteri Hidroamnion Gemelli Abortus Kehamilan ektopik terganggu



K. KOMPLIKASI 2,4 



Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam bimbingan laparaskopi.







Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga diberikan.







Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi sampai hasilnya negatif.







DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik. Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.







Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia kehamilan-16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir fatal.







Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang



35







Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus oleh karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena evakuasi jaringan mola.







Infeksi sekunder







Perforasi, karena keganasan atau karena tindakan







Keganasan, baik menjadi koriokarsinoma ataupun menjadi mola invasif



L. PENATALAKSANAAN 1,2,3,4,5,6 Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu: 1. Perbaikan keadaan umum Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan syok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam. 2. Pengeluaran jaringan mola Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi a. Kuret hisap Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit. Oksitosin diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan dengan terjadinya retraksi miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian resiko perforasi dapat dikurangi.Bila sudah terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti 36



dan hati-hati dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang bersih. Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret



sebaiknya



disediakan



persediaan



darah untuk menjaga



kemungkinan terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung. b. Histerektomi Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif. Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel tumor trofoblastik, namun mampu untuk mengurangi kekambuhan penyakit ini.



37



3. Terapi profilaksis dengan sitostatika Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan di bawah pengawasan dokter.Misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG >100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah keganasan, pertimbangan untuk memberikan Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal. Metastasis yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen kemoterapi tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi. 4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up) Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang mengarah keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut: -



Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun, mematuhi jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1 kali pada triwulan pertama, tiap 2 minggu pada triwulan kedua, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya,tiap 2 bulan pada tahun berikutnya, selanjutnya tiap 3 bulan)



-



Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu



-



Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan atau pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut



-



Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama 1 tahun)



-



Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian.



38



Setiap periksa ulang penting diperhatikan : 1 1. Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lain 2. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang keadaan serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain 3. Reaksi biologis atau imunologis air seni, 1 kali seminggu sampai hasil negatif, 1 kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1 kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1 kali 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6 minggu, 62,1% dalam 12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2% dalam 1 tahun setelah mola keluar. Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-gejala choriocarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola: perdarahan yang terus menerus,involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh dan mudah berdarah.2 Selama pengawasan, secara berkala dilakukan ginekologis, kadar -hCG dan ultrasonografi. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -hCG subunit. Pemeriksaan kadar -hCG diselenggarakan setiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin juga timbul metastasis di paru-paru yang menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dibuat foto rontgen paru M. PROGNOSIS 4,5,6 __________________________________________________________________ Prognosis baik



Prognosis buruk



Kehamilan terakhir



< 4 bulan



> 4 bulan



B-hCG



< 40.000



> 40.000 39



Kehamilan sebelumnya Terapi sebelumnya Metastase



mola



term



tidak ada



gagal



tidak ada, kadang paru



otak, hati



WHO SCORING SISTEM 5 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Faktor Prognosis Usia Kehamilan sebelumnya Interval -Hcg ABO maternal-paternal Ukuran tumor terbesar



0 < 39 th Mola < 4 bl < 1000



1 > 39 th Aborsi 4-6 bl < 10.000 OxA, AxO 3-5



2 Aterm 7-12 bln < 100.000 B, AB >5



3



> 12 bln > 100.000



7. Lokasi metastase



Limpa, ginjal



GIT, hati



Otak



8. Angka metastase



1-4



4-8



>8



Tunggal



Multipel



9. Kemoterapi terdahulu Total score :



0-4 resiko rendah 5-7 resiko sedang > 8 resiko tinggi



Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai nol dengan diagnosa dini dan terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien cenderung untuk menderita anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi.



Evaluasi dini tidak menghilangkan kemungkinan berkembangnya tumor persisten. Hampir 20% mola komplit berlanjut menjadi tumor gestasional trofoblastik. Lurain and Colleagues (1987) melaporkan setelah evakuasi mola hidatidosa, 81% mengalami regresi spontan dan 19% berlanjut menjadi tumor trofoblastik gestasional. 40



Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah menjalani evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada lebih dari 80% pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 – 2,6%, dengan resiko yang lebih besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Kurang lebih 10-20% mola hidatidosa komplit menjadi metastastik koriokarsinoma yang potensial invasif.



Kematian pada kasus mola disebabkan karena perdarahan, infeksi, preeklamsia, gagal jantung, emboli paru atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian karena mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi, yaitu berkisar 2,2-5,7%.



Sampai sekarang belum ada kesepakatan kapan pasien mola dianggap sehat kembali. Curry mengatakan sehat bila kadar hCG dua kali berturut-turut normal. Ada pula yang mengatakan bila sudah melahirkan anak yang normal.



41



SKEMA MANAJEMEN PADA MOLA HIDATIDOSA 6



Dalam proses ekspulsi



Uterus



- sedatif



- koreksi anemia (tranfusi darah)



- infus



- darah tetap di pertahankan



- tranfusi darah



menjelang pengeluaran



percepat evakuasi (pengeluaran) oxytocin drip + suction - pasien muda



- umur 35 tahun, anak min. 3



- ingin mempunyai anak Kuretase (antara hari 5-7) evakuasi



Vaginal



Hysterektomi (selektif)



Abdominal Hysterotomy



Cervik baik



cervik tak baik



- cervic tidak baik - perdarahan



Oxytocin drip



dilatasi lambat



+



Pada cervik



Suction evakuasi



(laminaria) +



kuretase secepatnya



suction evakuasi kuretase antara hari 5-7 Kontrol rutin (kurang lebih untuk 2 tahun)



BAB IV 42



KESIMPULAN Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti sehingga tidak dapat diketahui usaha pencegahan yang harus dilakukan, oleh karena itu sangatlah penting untuk dapat mendeteksi dan menangani kasus ini sedini mungkin terutama karena kecenderungannya menjadi ganas.



Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus dicurigai terhadap kemungkinan adanya penyakit mola hidatidosa. Walau tidak tertutup kemungkinan adanya kesalahan HPHT, Abortus imminen, dan lain-lain. Demikian juga adanya gejala-gejala preeklampsia dan eklampsia dini pada kehamilan yang lebih muda harus diwaspadai adanya mola hidatidosa.



Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung-gelembung mola atau jaringan mola yang keluar. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan diagnosa, cara yang sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan memberikan gambaran badai salju. Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan dalam mendeteksi penyakit trofoblas ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan mola.



Penangan yang cepat dan tepat dibutuhkan karena biasanya pasien datang setelah terjadinya perdarahan. Selain itu informed consent pada pasien dan keluarga pasien juga perlu diperhatikan dalam prosedur tindakan medis.



Disarankan kepada penderita untuk kontrol secara teratur dan memeriksakan kadar BhCGnya secara teratur untuk mengevaluasi adanya kemungkinan keganasan.



43



DAFTAR PUSTAKA 1. Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas : Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1. Penerbit buku Kedokteran. EGC. Hal. 238-243. 2. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999 : Hal: 142, 339- 348. 3. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Penyakit Trofoblas Gestasional; Obstetri Patologi; 1983; 28-33. 4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic Disease : Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2001; 835-843. 5. Errol R. Nowitz. Obsetrics and Gynecology AT A Glance. Chapter 32. Hal : 70-72. 6. Berek AS, Adashi EY, Hillard PA. Novak’s Gynecology. 20th ed, Wiliams & Wilkins, Baltimore, 1996.



44