Moral Reasoning [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BERPIKIR KRITIS “Moral Reasoning”



Disusun Oleh Agnestya Nurul Fergita



P0 5140420 001



Dina Alvionita



P0 5140420 002



Fitria Sanda Hariyani



P0 5140420 003



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BENGKULU JURUSAN KEBIDANAN PENDIDIKAN PROFESI KEBIDANAN TAHUN 2020



KATA PENGANTAR Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Moral Reasoning”. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan untuk kepentingan proses belajar.Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada dosen saya yang telah membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini. Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat.Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan di masa mendatang. Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.



Bengkulu, 10 September 2020



 Penyusun



ii



DAFTAR ISI



COVER........................................................................................................................



i



KATA PENGANTAR................................................................................................



ii



DAFTAR ISI...............................................................................................................



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................................. B. Rumusan Masalah............................................................................................. C. Tujuan...............................................................................................................



1 1 1



BAB II PEMBAHASAN A. Moral Reasoning .............................................................................................. 1. Definisi ...................................................................................................... 2. Faktor Yang Mempengaruhi Moral Reasoning.......................................... 3. Tahap-Tahap Pengembangan Moral Reasoning ........................................ B. Penalaran Berbasis Nilai-Nilai Etis.................................................................. 1. Definisi....................................................................................................... 2. Fungsi Penalaran Berbasis Nilai-Nilai Etis Dalam .................................... Pelayanan Kebidanan 3. Pendekatan Penalaran Praktis..................................................................... C. Tahap Moral,Empati,Keberpihakan dalam Mengambil Keputusan................. D. Contoh Kasus....................................................................................................



2 2 2 3 4 4 4 4 5 8



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................................... B. Saran ................................................................................................................



9 9



DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................



10



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Peranan penting bidan sangatlah penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal dan perinatal, berdasarkan  peranan bidan yang vital itulah diperlukan pengaturan profesi bidan dalam memberikan pertolongan yang optimal. Secara umum tenaga profesi kesehatan dibatasi oleh ketiga kaedah utama, yaitu sumpah profesi, kaedah masyarakat dalam bentuk tertulis atau kebiasaan pula. Oleh karena itu, profesi tenaga kesehatan yang selalu berkaitan dengan manusia geraknya sangat terbatas. Bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan kebidanan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalampraktik asuhan kebidanan. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan bidan dan berlanjut pada forum atau kegiatan ilmiah baik formal atau non formal dengan teman, sejawat, profesi lain maupun masyarakat. Salah satu perilaku etis adalah bila bidan menampilkan perilaku pengambilan keputusan yang etis dalam membantu memecahkan masalah klien.



B. Rumusan Masalah 1. Apa itu Moral Reasoning ? 2. Bagaimana Penalaran Berbasis Nilai-Nilai Etis ? 3. Apa itu Tahap Moral, Empati, Keberpihakan dalam Pengambilan Keputusan ?



C. Tujuan 1. Untuk Mengetahui Apa itu Moral Reasoning. 2. Untuk Mengetahui Bagaimana Penalaran Berbasis Nilai-Nilai Etis. 3. Untuk Mengetahui Apa itu Tahap Moral, Empati, Keberpihakan dalam Pengambilan Keputusan.



1



BAB II PEMBAHASAN A. Moral Reasoning 1. Definisi Moral berasal dari bahasa Latin mores berarti adat kebiasaan. Maksud moral ialah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. Moral reasoning ialah penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional. Keputusan moral bukanlah soal perasaan atau “nilai”, melainkan selalu mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema moral dan bersifat konstruktif kognitif yang aktif terhadap titik pandangan masing-masing partisipan dan kelompok yang terlibat, sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan, hak, kewajiban, dan keterlibatan setiap pribadi atau kelompok terhadap yang baik dan yang adil. moral reasoning yaitu orang yang mendasarkan tindakannya atas penilaian baik atau buruknya sesuatu, karena sifatnya yang merupakan penalaran. 2. Faktor Yang Mempengaruhi Moral Reasoning Perkembangan moral dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu erat kaitannya dengan kemampuan menentukan peran dalam pergaulan dan menjalankan peran tersebut. Semakin banyak peran yang dijalankannya maka akan semakin banyak pula pengalaman yang merangsang perkembangan moral. Salah satu menjalankan suatu peran adalah kesempatan berpartisipasi dengan suatu kelompok. Berikut kelompok di mana individu harus menjalankan peran sosial : a. Kelompok keluarga Membantu perkembangan moral dengan melalui diskusi dan pengambilan keputusan keluarga. b. Kelompok teman sebaya Ikut serta secra aktif dalam tanggung jawab, penentuan ataupun keputusan dalam kelompok. c. Kelompok yang berkaitan dengan sosial-ekonomi 2



3. Tahap-Tahap Pengembangan Moral Reasoning a. Tahap pertama (Sudut pandang egosentrisme) Seseorang menyadari adanya pembedaan antara diri dari orang lain tetapi tidak mampu membedakan antara perspektif sosial (pikiran dan perasaan) dari diri sendiri dan orang lain. Seseorang dapat memberikan label pada perasaan orang lain yang tampak tetapi tidak dapat melihat hubungan sebat akibat dari penalaran terhadap tindakan sosial. b. Tahap kedua (Pengambilalihan cara pandang secara sosial-informasional) Seseorang sadar bahwa orang lain memiliki perspektif sosial yang didasari oleh penalaran orang itu sendiri, yang bisa sama ataupun tidak dengan penalaran tersebut. Akan tetapi, cenderung berfokus pada suatu perspektif daripada mengkoordinasikan beberapa sudut pandang. c. Tahap ketiga (Pengambilalihan refleksi diri) Seseorang sangat menyadari bahwa setiap orang sadar akan perspektif orang lain dan kesadaran ini mempengaruhi pandangan diri dan orang lain tentang satu sama lain. Menempatkan diri pada posisi orang lain adalah suatu cara untuk menilai keinginan, tujuan, dan tindakan orang lain. Seseorang dapat membentuk suatu rangkaian perspektif yang terkoordinasi tetapi tidak dapat melakukan abstraksi dari tingkat ini untuk mencapai tahapan mutualis simultan. d. Tahap keempat (Pengambilalihan perspektif secara mutualis) Seseorang menyadari bahwa baik diri maupun orang lain dapat melihat satu sama lain sebagai objek secara bersamaan (mutualis) dan secara simultan. Remaja dapat melangkah keluar dari hubungan dua orang dan melihat interaksi tersebut dengan perspektif orang ketiga. e. Tahap kelima (Pengambilalihan perspektif



tentang sisten sosial dan



konvensional) Seseorang menyadari bahwa pengambilalihan perspektif secara mutual tidak selalu menghasilkan pemahaman yang lengkap. Konvensi sosial dilihat sebagai suatu persyaratan mutlak karena konvensi dimengerti semua anggota kelompok (orang lain



3



yang digeneralisasikan) tanpa mempedulikan posisi, peran, atau pengalaman mereka. B. Penalaran Berbasis Nilai-Nilai Etis 1. Definisi Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Sedangkan etis merupakan suatu hal yang berkaitan dengan dengan moral atau prinsip-prinsip moralitas serta berkaitan dengan benar dan salah dalam melakukan sesuatu. Penalaran berbasis nilai-nilai etis proses berpikir dan bertindak dengan nilai-nilai kejujuran, keadilan,kesetaraan,martabat,kesetaraan dan hak-hak individu. 2. Fungsi Penalaran Berbasis Nilai-Nilai Etis dalam Pelayanan Kebidanan a. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien. b. Menjaga bidan untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang merugikan/membahayakan orang lain. c. Menjaga privacy setiap individu. d. Mengatur bidan untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya. e. Mengetahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa alasannya. f. Mengarahkan pola pikir bidan dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu masalah. g. Menghasilkan tindakan yang benar. h.  Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya. 3. Pendekatan Penalaran Praktis a. Pada tiap kasusu klinik memperhitungkan hal-hal khusus yang relevan dengan pasien: indikasi medis, manfaat medis, preferensi pasien secara individual dari alternatif tindakan yang disarankan dokter, mutu hidup pasien terkait dengan 4



kalainan yang dihadapinya, faktor-faktor kontekstual seperti keluarga, ekonomi keluarga, sosial budaya, legal dan hal-hal lain yang terkait. b. Memperhatikan pengalamam-pengamalan dokter lain sebelumnya dengan kasus klinis yang serupa. Dalam hal ini, sampai batas tertentu ada persamaannya dengan doktrin yuriprudensi adalah hukum yang terbentuk karena keputusan hukum. Seorang hakim membuat keputusan hukum pada suatu perkara di pengadilan dengan mengacu pada keputusan yang ditetapkan oleh hakim lain sebelumnya pada kasus yang sama. C. Tahap Moral,Empati,Keberpihakan dalam Mengambil Keputusan Teori Moral Develop Lawrence Kholberg menyebutkan bahwa perkembangan moral mencakup aspek kognitif tentang pengetahuan baik atau buruk, benar atau salah, dan aspek afektifnya yaitu sikap perilaku moral mengenai bagaimana cara pengetahuan moral tersebut dipraktikkan dalam kehidupan. Menurut Kohlberg, moralitas tidaklah diperoleh melalui lingkungan sosial. Karena ketika seseorang dihadapkan dengan persoalan nilai-nilai yang bertentangan, maka ia akan kesulitan untuk memilih nilai yang manakah yang ada dalam lingkungan sosialnya yang harus dianut. Dengan demikian seseorang akan menghadapi dilema moral ketika harus memilih dua kebenaran, akan sulit dalam memutuskannya, maka ia harus benar-benar mempertimbangkan konsekuensi dari keputusannya. Agar dapat konsisten dalam bernalar untuk mengambil keputusan moral ketika menghadapi kondisi yang dilematis, seseorang harus menapaki tahapan demi tahapan yang disebut dengan tahap perkembangan moral. Setiap tahapan mengandung struktur cara berpikir mengenai hal-hal yang berkaitan dengan moral. Sebagaimana disebut tahapan, maka tahap-tahap yang ada tentu berurutan secara hierarkis. Seorang anak akan mencapai tahap perkembangan moral tertentu setelah mencapai tahap moral pada tingkat sebelumnya. Tahapan demikian disebut dengan integrasi yang hierarkis.Artinya, ketika seseorang meningkat ke tahap yang lebih tinggi struktur berpikir pada tahap yang lebih tinggi tersebut terintegrasi kembali dengan struktur berpikir pada tahap yang lebih rendah.



5



Peningkatan pertimbangan mengenai moral pada diri seseorang yang dirancang secara sengaja melalui pendidikan di sekolah maupun di rumah, dapat membantu membentuk kepribadian seseorang karena denga terbentuknya pertimbangan moral pada dirinya maka seseorang akan berperilaku (behavior) sesuai dengan cara berfikir moral (moral thinking) yang ada padanya, perilaku yang ada pada diri seseorang berlandaskan pada pertimbangan-pertimbangan kognitifnya. Adapun Tahapannya sebagai berikut Tabel 2.1 Enam Tahap Keputusan Moral Lawrence Kohlberg Tingkat dan Tahap Tingkat I: Prakonvensional Tahap I: Moralitas Heteronomi



Makna Tahap Orientasi kepatuhan dan hukuman: patuh semata-mata karena ingin berbuat patuh, menghindari hukuman fisik atau kerusakan hak milik



Tahap 2: Individualisme, egosentris, minat pribadi (apa untungnya bagi saya?), tujuan instrumental, dan pertukaran



Menaati peraturan jika sesuai dengan kepentingannya sendiri, bertindak untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya sendiri dan membiarkan orang lain bertindak demikian juga. Benar juga berarti keadilan atau pertukaran perlakuan, perjanjian yang adil Berbuat sesuai dengan harapan orang-orang yang dekat dengan dirinya atau sesuai dengan harapan orang pada umumnya mengenai bagaimana menjadi anak, saudara, dan teman yang baik. menjadi orang yang baik itu penting dan bermakna memiliki motif yang baik. percaya akan hukum Tuhan, keinginan menjaga peraturan dan penguasa yang memiliki perilaku yang baik. Melaksanakan tugas-tugas yang telah disetujui, orientasinya adalah untuk memenuhi tugas, menepati hukum. Untuk menjaga agar lembaga berjalan dengan menyeluruh dan menghindari pelanggaran sistem. Suara hati nurani penting sekali untuk memenuhi tanggung jawab seseorang.



Tingkat II: Konvensional Tahap 3: Orientasi keserasian Interpersonal dan Komformitas (sikap anak baik)



Tahap 4: Sistem Sosial dan Suara Hati



6



Perspektif Sosial Setiap Tahap Pandangan egosentrik, tidak mempertimbangkan keinginan orang lain dan tidak menyadari bahwa setiap orang berbeda-beda. Tindakan orang lain hanya dipandang secara fisik, tidak ada dorongan psikologisnya. Masih bingung dalam membedakan antara pandangan penguasa dengan pandangan sendiri Pandangan individualistik yang konkret. Menyadari bahwa setiap orang memiliki keinginan yang hendak dicapainya, yang mungkin saking bertentangan: kebenaran bersifat relative.



Pandangan individual dalam hubungan dengan individu-individu lain. Menyadari perasaan, persetujuan, dan harapan bersama yang mengutamakan keinginan individu, bertenggang rasa.



Membedakan pandangan masyarakat dari persetujuan atau motif antarpribadi. Menggunakan pandangan sistem yang mendefinisikan peran dan aturan; mempertimbangkan hubungan individual dalam kerangka sistem.



Tingkat III: Pasca Konvensional atau Memiliki Prinsip Tahap 5: Kontrak Sosial atau Hak Milik dan Hak Individu



Tahap 6: Prinsip Etika Universal



Menyadari bahwa masyarakat memiliki berbagai nilai dan pendapat, dan kebanyakan peraturan mereka bersifat relatif bagi kelompok mereka. Biasanya menjunjung tinggi kemauan rakyat secara keseluruhan karena memiliki kontrak sosial. Beberapa nilai dan hak yang tidak bersifat relatif (misalnya hak hidup dankebebasan) harus dijunjung tinggi dalam masyarakat, bagaimanapun pendapat kelompok mayoritas. Mengikuti prinsip-prinsip etis pilihan pribadi. Undang-undang khusus atau persetujuan sosial biasanya valid karena didasarkan pada prinsip-prinsip tersebut. Jika Undang-undang tidak sesuai dengan prinsip ini, orang tetap bertindak sesuai dengan prinsip meski harus melanggar Undangundang. Prinsip ini adalah prinsip universal mengenai keadilan, persamaan hak-hak kemanusiaan, dan menghargai martabat manusia sebagai individu



Mengutamakan perspektif sosial. Kesadaran rasional setiap individu akan nilai dan hak sebelum membuat kontrak sosial.



Perspektif pandangan moral yang berasal dari persetujuan sosial. Perspektif bahwa individu rasional menyadari hakikat moralitas atau menyadari kenyataan bahwa orang memiliki tujuan dan harus diperlakukan sesuai tujuannya.



D. Contoh Kasus Ny



A



bersama



suaminya



Tn B



datang ke



PMB bidan



Z untuk



melakukan pemeriksaan ANC. NyA berusia 24 tahun G2P1A0 usia kehamilan 37 minggu. Ny A merupakan guru SD dengan background pendidikan S1, sedangka Tn B bekerja sebagai karyawan bank swasta. Pada riwayat kehamilan sebeblumnya 1,5 tahun yang



lalu



Ny



A



melahirkan



anak



3,2



kg berjenis kelamin laki-



laki secara sectio caesaria dengan indikasi ruptur uteri. Pada kehamilan kali ini Ny A berkeinginan untuk melahirkan secara



normal



karena menurutnya jika belum melahirkan secara normal berarti belum menjadi ibu seutuhnya. Ny A telah mengikuti berbagai macam persiapan seperti mengikuti kelas prenatal yoga. Namun ketika melakukan pemeriksaan USG di dokter spesialis obstetri dan gynecology, hasil USG menyatakan semuanya normal, namun beliau menyatakan bahwa Ny Atidak dapat melakukan persalinan normal karena memiliki riwayat SC kurang dari dua tahun,dikhawatirkan akan menyebabkan ruptur uteri lagi. Ny A tidak bisa



7



menerima hal tersbut, olehkarena itu dia mendatangi bidan Z untuk membantunya melakukan



persalinan



secara



normal



saat



persalinannya



nanti,



namun



Bidan Z menjelaskan bahwa ibudengan riwayat persalinan SC bukan merupakan kewena ngannya dan harus melakukan persalinan di rumah sakit. Mendengar penjelasan tersebut Ny A merasa marah dan memaki bidanZ bahwa dia tidak kompeten di bidangnya dan tidak mendukung keinginannya utuk melakukan persalinan secara normal.



8



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Bidan merupakan bentuk profesi yang erat kaitannya dengan etika karena lingkup kegiatan bidan sangat berhubungan erat dengan masyarakat. Karena itu, selain mempunyai pengetahuan dan keterampilan, agar dapat diterima di masyarakat  bidan juga harus memiliki etika yang baik sebagai pedoman bersikap/ bertindak dalam memberikan suatu pelayanan khususnya pelayanan kebidanan.  Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehiduapan sosial yang semakin mempengaruhi munculnya masalah/penyimpangan etik sebagai akibat kemajuan teknologi/ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik terhadap nilai. Sikap profesional dalam pelayanan sangat penting untuk menjaminnya keamanan dan kenyamanan klien. Jabataan profesional bidan berbeda pekerjaan yang menuntut dan dapat dipenuhi melalui pembiasaan melakukan keterampilan tertentu. Menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut wawasan filosofi, pertimbangan rasional dan memiliki sikap yang positif dalam melaksanakan serta mengembangkan mutu kerja. B. Saran Dalam Makalah ini terdapat diharapkan agar mahasiswi dapat mengetahui etika dan penalaran dalam mengambil keputusan yang terjadi dalam pelayanan kebidanan khususnya Etika Moral sesuai dengan pembahasan yang ada dalam makalah ini.



9



DAFTAR PUSTAKA



Asmawati dan Sri Rahayu Amri, S.R. 2011. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Pustaka Refleksi: Makassar. Arimbi, Diah. 2014. Etikolegal Kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Rihama Heryani, R. 2016. Buku Ajar Etikolegal dalam Praktik Kebidanan untuk Mahasiswa Kebidanan-edisi revisi. Jakarta: TIM. Purwoastuti, E dan Walyani, E.S. 2017. Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan. PT Pustaka Baru : Yogyakarta. Surajiyo. 2014. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.PT. Bumi Akasara-Jakarta. Triwibowo, Cecep. 2014. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogykarta: Nuha Medika Zulvadi, D. 2010. Etika dan Manajemen Kebidanan. Yogyakarta.



10