Neli Sarlina (J1a119052) - Epm [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS EPIDEMILOGI PENYAKIT MENULAR



OLEH NELI SARLINA J1A119052



PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2020



1.10 penyakit menular. 1. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) Bibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalaui udara. Jasad renik yang berada diudara akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan menimbulkan infeksi,penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang kebetulan mengandung bibit penyakit,baik yang sedang jatuh sakit maupun karier. Jika jasad renik bersal dari tubuh manusia makaumumnya dikeluarkan melalui sekresi saluran pernafasan dapat berupa saliva dan sputum.Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telahdicemari jasad renik (hand to hand transmission). Oleh Karena salah satu penularan melaluiudara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan , maka penyakitISPA termasuk golongan Air Borne Diseases ISPA mudah sekali menular melalui udara yang mengandung virus yang tersebar ketika penderita bersin atau batuk. Atau melalui  kontak dengan benda yang dipegang oleh tangan penderita yang mengandung virus. Maka disarankan untuk selalu mencuci tangan dengan sabun bila Anda sedang mengalami ISPA. 2. Diare



Diare merupakan gangguan buang air besar (BAB). Penyakit ini ditandai dengan BAB lebih dari tiga kali sehari, disertai rasa mulas, dengan konsistensi tinja cair, dan dapat disertai dengan darah dan atau lendir. Diare mungkin dianggap sepele padahal dapat berpotensi kematian, terutama pada balita. Diare menular melalui air, tanah, atau makanan yang terkontaminasi virus, bakteri, atau parasit. Penyakit diare disebabkan oleh bakteri Escherichia coli. Penularan bakteri terjadi bila makanan yang terkontaminasi masuk ke dalam tubuh. Masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembangbiak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.



Penularan penyakit diare melalui kontak dengan tangan yang terkontaminasi. melalui air yang terkontaminasi dengan bakteri, makanan yang terkontaminasi bakteri, serta melalui tanah yang terkontaminasi. 3. TB Penyakit TB disebabkan oleh infeksi bakteri Mycrobacterium tuberculosis, menular ketika penderita TB mengeluarkan dahak atau cairan liur dari mulutnya yang berisi kuman tersebut ke udara, misalnya saat batuk. Bakteri yang terhirup oleh seseorang akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan kemudian masuk ke paruparu lalu ke sistim peredaran darah dan menyebar ke bagian tubuh lainnya. Organ lain selain paru-paru yang dapat diserang oleh kuman TB ini adalah kelenjar di leher, kulit, tulang, selaput otak, dan juga uterus. Penularan penyakit TB terjadi melalui udara yaitu dari droplet atau percikan dahak yang ke luar pada saat penderita TB batuk, bersin, atau berbicara. penggunaan barang pribadi secara bergantian dengan penderita TB aktif, seperti gelas dan sendok. 4. Demam berdarah dengue Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita DBD lainnya. Virus dengue memasuki tubuh manusia lewat gigitan nyamuk yang menembus kulit. Aedes Aegypti betina bersifat intermittent feeder, yaitu melakukan pengisapan darah berulang kali sebelum merasa kenyang. Sifat inilah yang menjadi penyebab nyamuk Aedes Aegypti dalam saat yang sama dapat menginfeksi beberapa orang dalam satu keluarga atau dalam area yang berdekatan. Empat hari kemudian virus akan mereplikasi dirinya secara tepat. Apabila jumlahnya sudah cukup, virus akan memasuki sirkulasi darah dan mulai saat itulah manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. 5. Cacingan Infeksi cacing kremi pada anak dapat menyebar melalui banyak cara, terutama melalui kuku tangan anak ketika menggaruk anus, kemudian masuk ke mulut. Oleh karenanya, selain menjaga kuku tetap pendek dan bersih, hindari menggaruk anus dan menggigit kuku.



Cacingan menular melalui kontak langsung, misalnya saat tangan yang kotor dimasukkan ke dalam mulut, atau secara tidak langsung saat Anda menyentuh makanan atau benda yang mengandung telur cacing. 6. Penyakit kulit (kudis) Penularan kudis bisa melalui barang-barang yang terpapar tungau Sarcoptes scabiei. Misalnya penggunaan tempat tidur, baju, selimut yang sama. Meskipun penularannya hanya dengan kontak fisik, namun prosesnya tidak sederhana. Kudis menyebar dengan kontak fisik yang berulang dalam jangka waktu yang lama 7. Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi. Parasit yang menginfeksi adalah plasmodium. Parasit adalah organisme yang hidup pada hewan dan makan dari hewan tersebut. Ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan malaria seperti Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae. Parasit plasmodium pada umumnya ditularkan oleh spesies tertentu dari nyamuk, yaitu nyamuk anopheles. Jika nyamuk anopheles betina menggigit seseorang yang terinfeksi malaria, maka nyamuk tersebut membawa parasit plasmodium dan menularkannya kepada manusia lain ketika menggigit dan mengambil darah manusia tersebut. 8. Difteri Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae.  Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin difteri. Ada sejumlah cara penularan yang perlu diwaspadai, seperti: 



Terhirup percikan ludah penderita di udara saat penderita bersin atau batuk. Ini merupakan cara penularan difteri yang paling umum.







Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, contohnya mainan atau handuk.







Sentuhan langsung pada luka borok (ulkus) akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga.



9. Cacar air Cacar air disebabkan oleh virus Varicella zoster yang bisa menular dengan sangat mudah dan cepat ,penularan ini terjadi pada dua hari sebelum ruam muncul hingga saluran kerak kering pada luka hilang. Ada beberapa cara penularannya yaitu: Dapat menular melalui percikan ludah atau udara, Juga dapat menyebar melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan nanah dari gelembung dan selaput lendir orang yang terkena cacar air atau herpes zoster (penyakit kulit herpes). 10. campak Penyakit campak dapat menyebar melalui kontak fisik dengan orang yang terinfeksi, berada di dekat orang yang terinfeksi ketika batuk atau bersin dan menyentuh permukaan yang telah terinfeksi tetesan lendir kemudian memasukannya permukaan tersebut ke mulut atau menggosok hidung dan mata.



2. 10 penyakit menular dengan tingkat pencegahan penyakit (primer, sekunder dan tersier) a) Antrax 1. Pencegahan Primer 



Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya anthrax serta upaya penanggulangannya dengan bekerjasama seluruh instansi dan pihak terkait lain terasuk pemuka masyarakat/agama, LSM, kader desa melalui berbagai cara seperti pencetakan brosur, leaflet, spanduk, sosialisasi melalui berbagai media (elektronik dan cetak) serta pertemuanpertemuan informal.







Bagi daerah bebas Anthrax, didasarkan kepada pengawasan ketat pemasukan hewan ternak ke daerah tersebut.







Bagi daerah endemik Anthrax didasarkan pada pelaksanaan vaksinasi ternak secara rutin diikuti monitoring.







Bagi ternak tersangka sakit, dilakukan penyuntikan antibiotik dan 2 minggu kemudian disusul dengan vaksinasi anthrax.



2. Pencegahan Sekunder 



Pelaksanaan pengamatan untuk meningkatkan kewaspadaan dini terhadap kemungkinan munculnya kasus pada ternak khususnya di daerah endemis yang setiap tahun ada kecenderungan muncul, serta terus memantau secara intensif daerah dan lokasi endemis yang ada.







Pelaksanaan vaksinasi massal untuk mengoptimalkan cakupan vaksinasi setiap tahun pada ternak sapi, kerbau, kambing dan domba di lokasilokasi endemis anthrax.







Memproduksi vaksin dalam jumlah cukup untuk kesiap-siagaan apabila terjadi wabah minimal sebesar 600 juta dosis dan untuk memberikan subsidi bagi daerah yang masih kekurangan vaksin..







Pelaksanaan pemeriksaan ternak sebelum maupun setelah ternak dipotong (ante/post mortum) di Rumah Potong Hewan.



3. Pencegahan Tersier Praktek-praktek sosial dalam masyarakat peternakan, termasuk pertukaran ternak sapi. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya anthrax serta upaya penanggulangannya dengan bekerjasama seluruh instansi dan pihak terkait lain termasuk pemuka masyarakat/agama, LSM, kader desa melalui berbagai cara seperti pencetakan brosur, leaflet, spanduk, sosialisasi melalui berbagai media (elektronik dan cetak) serta pertemuan-pertemuan informal. Vaksinasi anthrax diberikan kepada hewan yang tidak sedang diobati dengan antibiotika, misalnya pada sapi yang mendapat pengobatan antibiotoika terhadap mastitis, karena pemberian vaksin menjadi tidak effektif. Dianjurkan pula setidaknya 6 (enam) minggu sebelum dipotong dan dikonsumsi, ternak agar lebih dulu divaksinasi anti anthrax. b) ISPA 1. Pencegahan primer Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu: 



Penyuluhan kesehatan (health promotion







Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan strategi pencegahan spesifik.







Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik.







Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.







Menghindari bayi dan anak dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat keramaian yang berpotensi penularan.







Menghindari bayi dan anak dari kontak dengan penderita ISPA



2. pencegahan sekunder Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan sekunder yaitu: 



Bukan pneumonia Bukan pneumonia mencangkup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam







Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas.







Pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam Bila tanda-tanda diatas terjadi pada anak, anak segera dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus, diberi oksigen dan sebagainya



3. Pencegahan tersier Pencegahan



ini



dimaksudkan



untuk



mengurangi



ketidakmampuan



dan



mengadakan rehabilitasi. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan tersier yaitu: 



Bukan pneumonia: Jika anak batuk berlangsung selama 30 hari, rujuk untuk pemeriksaan lanjutan.







Pneumonia: Antibiotik diberikan selama 5 hari dan ibu dianjurkan untuk kontrol anaknya setelah 2 hari atau lebih cepat bila keadaan memburuk.







Pneumonia berat: jika anak semakin memburuk setelah pemberian kloram fenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloksasilin



ditambah



gentamisin



jika



diduga



suatu



pneumonia



stafilokokus. c) Hepatitis B 1. Pencegahan Primer 



Memberikan edukasi dan pendidikan khususnya bagi tenaga kesehatan dalam menggunakan dan pemakaian alat-alat yang menggunakan produk darah agar dilakukan sterilisasi dan isolasi .







Pemberian HBig (Hepatitis B Immunoglobulin) pada bayi yang lahir dari ibu yang positif Hepatitis B.







Pemberian vaksin Hepatitis B kepada pasangan seksual yang kontak langsung dengan penderita HBsAg positif.



2. Pencegahan Sekunder 



Diagnosis dini dan pengobatan segera







Membatasi atau mengurangi kecacatan



Mencegah keparahan. Bila sudah terjadi kecacatan maka dicegah agar kecacatan tidak menimbulkan dampak yang lebih parah terhadap kesehatan penderita sehingga fungsi tubuh penderita HBV dapat dipertahankan semaksimal mungkin. 3. Pencegahan Tersier 



Rehabilitasi







Monitoring pengobatan untuk mengetahui efektifitas dan resistensi terhadap obat pilihan.







Mencegah terjadinya efek samping dari fase penyembuhan penyakit dan pengembalian fungsi fisik, sosial, dan psikologik. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang proses penyakitnya telah berhenti. Tujuannya adalah mengembalikan penderita pada keadaan semula saat sebelum sakit atau lebih baik daripada saat sebelum sakit.



d) Cacar Air 1. Pencegahan Primer 



Melakukan penyuluhan atau penyebaran leaflet tentang cacar air.







Pengendalian lingkungan.







Hygiene perorangan







Imunisasi







Penanganan dari faktor resiko







Pengendalian diri dari lingkungan



2. Pencegahan Sekunder 



Diagnosis dini dan pengobatan segera







Diagnosis pemeriksaan laboratorium misalnya teknik PCR. Metode virology dengan mendeteksi DNA virus atau protein virus digunakan sebagai salah satu metode diagnosis infeksi VZV.







Pemberian obat analgesik (rasa sakit)







Memberikan anti virus seperti obat asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir







Pencegahan komplikasi







Terapi lanjutan







Tidak menyentuh dan menggaruk ruam







Kompres basah, lotion kelamin, dan mandi dengan oatmeal koloid untuk meringankan gatal.



3. Pencegahan Tersier -



Rehabilitasi 



Istirahat yang cukup







Mengikuti anjuran minum obat sesuai anjuran dokter







Nutrisi ditingkatkan







Memberikan dukungan moral







Menjauhi tekanan dan stress



e) Tuberkulosis (TB) 1.



Pencegahan Primer 



Memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok bagi kesehatan







Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan







Pemberian imunisasi BCG pada bayi



2. Pencegahan Sekunder 



Screening (general check up) untuk menemukan suatu penyakit.







Case finding secara aktif, mencakup identifikasi TB pada orang yang dicurigai dan rujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.



3. Pencegahan Tersier 



Rehabilitasi



Tahap ini merupakan upaya yang dilakukan untuk memulihkan kondisi tubuh. Keberhasilan pengobatan TB tergantung dari kepatuhan penderita untuk minum OAT yang teratur, dalam hal ini PMO (keluarga) akan sangat membantu kesuksesan penanggulangan TB. f)



DBD (Demam Berdarah Dengue) 1. Pencegahan primer 



Perbaikan sanitasi lingkungan







Hindari ruangan yang lembab dan perbaiki sirkulasi udara.







Jangan biarkan baju kotor menumpuk atau digantung.







Melakukan program 3M (menguras, menutup, dan mengubur) tempat-tempat penampungan air hujan dan lainnya.







Fogging Focus (FF)







Pengendalian vector







Upayakan ada jaring anti nyamuk (kelambu di tempat tidur).







Gunakan obat nyamuk oles maupun bakar pada siang maupun malam hari.



2. Pencegahan sekunder 



Diagnosis dini dan pengobatan segera Pemekrisaan pada seseorang yang mengalami gejala awal dari DBD seperti demam yang tinggi dengan memeriksa kadar trombosit pasien. Apabila kadar trombosit sudah mulai meningkat dengan di tambah gejala dan lingkungan yang mengarah pada penyalit DBD maka segera dilakukan pengobatan segera.



3. Pencegahan Tersier 



Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif yaitu dukungan pada penderita serta mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik.







Beristirahat secara total, hal ini dilakukan sebagai cara untuk mempercepat pemulihan.



g) Pencegahan Difteri 1. Pencegahan Primer 



Promosi kesehatan difteri







Pemberian makanan bergizi







Penyediaan sanitasi lingkungan yang bai







Kebersihan perorangan







Pemeriksaan kesehatan secara berkala







Melakukan kegiatan penyuluhan Kegiatan penyuluhan sangatlah penting dimana kegiatan ini memberi penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada para orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya imunisasi aktif diberikan kepada bayi dan anak-anak.







Melakukan imunisasi aktif secara luas (massal)







Tindakan imunisasi aktif merupakan pemberantasan yang efektif yang dilakukan dengan Diphtheria Toxoid (DT) 



2.



Tingkat Pencegahan Sekunder 



Diagnosis dini dan pengobatan segera. Diagnosis dini dan pengobatan segera dapat dilakukan melalui pemeriksaan pada seseorang yang mengalami gejala awal dari difteri seperti demam, lesu, pucat, nyeri kepala, dan anorexia. Dilihat juga gejala khususnya, seperti pilek, nyeri menelan atau sesak napas dengan serak dan stridor. Sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung pada jaringan yang terkena seperti miokartidis, paralisis jaringan saraf atau nefritis







Pengobatan



Khusus.



Antitoksin



:



Anti



Diptheriar



Serum



(ADS)



Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria. Antibiotik Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin. Pengobatan untuk difteria digunakan eritromisin , Penisilin, kristal aqueous pensilin G, atau Penisilin prokain. Kortikosteroid Dianjurkan pemberian kortikosteroid pada kasus difteria yang disertai gejala.  3. Tingkat Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dapat dilakukan melalui: 



Disability limitation Mencegah agar penyakit tidak lebih parah lagi atau mencegah agar penderita tidak meninggal. Bila kondisi2 tersebut dapat dilampaui maka penderita mungkin akan sembuh dan ia akan masuk kedalam tahap penyembuhan atau dan ia akan masuk kedalam tahap recovery.







Rehabilitation



h) pencegahan campak 1. Pencegahan Primer .



Pencegahan primer dapat dilaukan dengan cara sebagai berikut.







Promosi kesehatan Promosi kesehatan dapat dilakukan dengan memberikan edukasi campak, pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai Campak.







proteksi spesifik Proteksi spesifik dapat dilakukan dengan pemberian vaksi. vaksin di diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml.



2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder yang dapat dilaukan dengan 



Deteksi dini. Deteksi dini dilaukan untuk menghindari terjadinya sakit, maka perlu upaya sedini mungkin untukmengenal kondisi







Pengobatan Tepat Penderita Campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan



3. Pencegahan Tersier . Adapun tindakan -tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu 



. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.







Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka.



i) HIV 1.



Pencegahan Primer Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini diberikan pada seseorang yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini tidak bersifat terapeutik; tidak menggunakan tindakan yang terapeutik; dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit. Pencegahan ini meliputi dua hal, yaitu: Peningkatan kesehatan, misalnya: dengan pendidikan kesehatan reproduksi tentang HIV/AIDS; standarisasi nutrisi; menghindari seks bebas; secreening, dan sebagainya. Perlindungan khusus, misalnya: imunisasi; kebersihan pribadi; atau pemakaian kondom.



2. Pencegahan Sekunder



Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar tidak mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga dapat mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA tetap bertahan melawan penyakitnya. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini. Hal ini dilakukan dengan menghindarkan atau menunda keparahan akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit; atau meminimalkan potensi tertularnya penyakit lain. 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi HIV/AIDS dan mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat disembuhkan. Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan. Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat HIV/AIDS. Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena di dalamnya terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misalnya, dalam merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS, disamping memaksimalkan aktivitas ODHA dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga mencegah terjadinya penularan penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS; Mengingat seseorang yang terkena HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas dan sangat rentan tertular penyakit lain. j) Filariasis 1.



Pencegahan Primer 



Memberikan penyuluhan tentang filariasis baik melalui kader atau petugas kesehatan.







Sosialisasi tentang manfaat dan tujuan minum obat massal untuk mencegah filariasis.







Pemeriksaan darah jari setiap tahun sebelum dilaksanakan minum obat massal.







Menciptakan rumah yang sehat (contoh: tidak menggantungkan pakaian yang telah dipakai yang dapat menyebabkan tempat sarang nyamuk dan membersihkan semak-semak disekitar rumah).



2.







Menggunakan kelambu saat tidur.







Menggunakan obat anti nyamuk.







Menaburkan bubuk abate pada tempat penampungan air yang sulit terkuras.



Pencegahan Sekunder 



Usaha ini yaitu mencegah penyebaran penyakit agar penyakit filariasis tersebut tidak menular. Usaha pencegahan tersebut yaitu pemeriksaan mikroskopis darah.







Pengobatan yang cepat dan tepat terhadap penyakit filariasis. Contoh usaha pencegahan tersebut yaitu pemberian obat DEC untuk penderita yang baru terjangkit.Usaha pencegahan ini bertujuan untuk membatasi kecacatan bagi penderita filariasis. Usaha pencegahan tersebut yaitu minum obat dengan teratur disertai perawatan bagi bagian tubuh yang bengkak.



3.



Pencegahan Tersier 



Rehabilitasi



Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi.