Nemathelminthes [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NEMATHELMINTHES A. Pengertian Nemathelminthes Nemathelminthes merupakan kelompok hewan cacing yang memiliki tubuh bulat panjang dengan ujung yang runcing. Secara bahasa, Kata Nemathelminthes berasal dari bahasa yunani, yaitu “Nema” yang artinya benang, dan “helmintes” yang artinya cacing. Nemathelminthes sudah memiliki rongga pada tubuhnya walaupun rongga tersebut bukan rongga tubuh sejati. Rongga tubuh pada Nemathelminthes disebut pseudoaselomata. Cacing ini memiliki tubuh meruncing pada kedua ujung sehingga disebut cacing gilig. Ukuran tubuh Nemathelminthes umumnya miksroskopis, namun adajuga yang mencapai ukuran 1 m. Cacing Nemathelminthes kebanyakan hidup parasit pada tubuh manusia, hewan, atau tumbuhan, namun adapula yang hidup bebas. Ukuran dari cacing betina lebih besar dari cacing jantan. B. Struktur Dan Fungsi Tubuh Tubuh dari cacing ini tidak memiliki segmen dan lapisan luar tubuhnya licin serta dilindungi oleh kutikula agar tidak terpengaruh oleh enzim inangnya. Tubuhnya dilapisi oleh tiga lapisan (tripoblastik), yaitu lapisan luar (Ektodermis), lapisan tengah (Mesoderm), dan lapisan dalam (Endoderm). Kulit hewan ini tidak berwarna dan licin.



Gambar 1 Struktur Tubuh Nemathelminthes



Nemathelminthes telah memiliki organ saluran pencernaan yang lengkap, yaitu mulut, faring, usus, dan anus. Mulut terdapat pada ujung depan dan anus terdapat pada ujung belakang. Setelah makanan dicerna, sari makanan tersebut akan diedarkan ke seluruh tubuh melalui cairan pada rongga tubuhnya. Tubuhnya belum memiliki sistem pembuluh darah, sehingga



tidak



memiliki



sistem



respirasi,



pertukaran



oksigen



dan



karbondioksida terjadi melalui proses difusi, yaitu perpindahan zat dari tempat konsentrasi tinggi ke tempat konsentrasi rendah. C. Ciri-Ciri Umum Berikut ciri-ciri Nemathelminthes: 1.



Termasuk jenis hewan triploblastik pseudoselomata, simetri bilateral, tubuh gilig, panjang tidak beruas-ruas, dan kulit dilapisi kutikula.



2.



Mempunyai sistem pencernaan lengkap (mulut, faring, usus, dan anus), pada mulutnya terdapat kait. Peredaran makanan melalui cairan pada pseudoselon.



3.



Tidak mempunyai pembuluh darah dan sistem respirasi (respirasi dengan proses difusi melalui permukaan tubuh).



4.



Jenis jantan dan betina terpisah (gonokoris)



5.



Bersifat parasit pada manusia, hewan dan tumbuhan.



6.



Habitat di tanah becek, dsar perairan tawar atau laut, ataupun hidup sebagai parasit pada manusia, hewan maupun tumbuhan.



D. Sistem Organ 1.



Sistem Pencernaan Nemathelminthes telah memiliki sistem pencernaan sempurna. Mereka memiliki mulut, faring, usus, dan anus. Mulutnya terdapat pada bagian depan (anterior) tubuh, sedangkan anusnya terdapat pada bagian belakang (posterior) tubuh. Mulutnya dikelilingi oleh tiga bibir. Mulut berlanjut pada faring atau esophagus yang berbentuk silindris. Bagian belakang faring atau esophagus itu menebal, dan dilengkapi oleh klep.



Dinding faring mempunyai serabut-serabut otot radial yang dapat melebarkan rongga faring. Di dalam rektum terdapat kelenjar rektal uniselular yang berukuran besar, jumlahnya tiga pada yang betina dan enam pada yang jantan. Pada hewan jantan terdapat kloaka. Sistem pencernaannya tidak dilengkapi dengan kelenjar pencernaan. Proses pencernaannya, yaitu makanan yang dimasukkan ke dalam tubuhnya berupa makanan setengah jadi yang berasal dari inangnya dengan cara menggigit membran mukosa menggunakan bibirnya untuk mengisap darah dan cairan jaringan dari inang. Makanan masuk ke dalam tubuh melalui mulut pada bagian depan tubuh, kemudian masuk ke faring, dan dicerna di usus, setelah dicerna, sari makanan tersebut akan diedarkan ke seluruh tubuh oleh cairan pada rongga tubuh pseudoaselomata, kemudian sisa-sisa makanan akan dikeluarkan melalui anus. 2.



Sistem Ekskresi Sistem ekskresi pada Nemathelminthes sendiri dilakukan melalui nefridium, yaitu tipe yang umum dari struktur ekskresi khusus pada invertebrata. Pada Nemathelminthes yang hidup di laut sistem ekskresinya terdiri dari satu atau dua sel kelenjar Renette yang terletak di dalam pseudosoel bagian ventral, di dekat perbatasan antara faring dan intestin. Rusuk anterior dari sel yang berbentuk H mengalami reduksi, dan kanal transversal bercabang membentuk satu jaringan. Saluran umum itu berakhir pada lubang ekskresi yang terletak di bagian ventral di belakang bibir. Sistem ekskresi pada cacing ini tidak dilengkapi dengan lubang-lubang internal, silia, dan sel api.



3.



Sistem Reproduksi Nemathelminthes umumnya bereproduksi secara seksual karena sistem reproduksinya bersifat gonokoris, yaitu alat kelamin jantan dan betinanya terpisah pada individu yang berbeda. Fertilisasi dilakukan secara internal. Hasil fertilisasi dapat mencapai lebih dari 100.000 telur per hari. Saat berada di lingkungan yang tidak menguntungkan, maka telur dapat membentuk kista untuk perlindungan dirinya.



4.



Sistem sirkulasi (peredaran darah) dan sistem pernapasannya Tidak ada, sehingga pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi secara difusi, yaitu dengan mekanisme pertukaran zat dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah.



5.



Sistem syaraf Sistem saraf terdiri dari cincin anterior yang mengelilingi esofagus, batang saraf dorsal dan fentral, dan saraf-saraf anterior (6 saraf anterior dan 6 saraf posterior)



E. Cara Hidup dan Habitat Nemathelminthes Nemathelminthes hidup



bebas



atau



parasit



pada



tumbuhan.Nemathelminthes yang hidup bebas berperan sebagai pengurai sampah organik, sedangkan yang parasit memperoleh makanan berupa sari makanan dan darah dari tubuh inangnya. Habitat cacing ini berada di tanah becek dan di dasar perairan tawar atau laut. Nemathelminthes parasit hidup dalam inangnya. F. Klasifikasi Nemathelminthes Nemathelmintes terbagi dalam dua kelas yaitu kelas Nematoda dan Nematophora. 1.



Kelas Nematoda Nematoda disebut juga cacing gilik. Berikut penjelasannya: a.



Ciri-ciri Para Nematoda, mirip dengan sebagian besar filum hewan lainnya, ini adalah hewan triploblastik, memiliki sebuah embrio mesoderm yang terjepit di antara ektoderm dan endoderm. Nematoda juga simetri bilateral: bagian memanjang akan membagi mereka menjadi sisi kanan dan kiri yang simetris.



Gambar 2 Tubuh Cacing Nematoda Selanjutnya, nematoda, atau cacing gelang, memiliki pseudocoelom dan dapat baik hidup bebas dan bentuk parasit. Baik nematoda dan arthropoda milik superfilum Ecdysozoa yang diyakini menjadi klade terdiri dari semua keturunan evolusi dari satu nenek moyang yang sama. Nama ini berasal dari kata ecdysis, yang mengacu pada pelepasan, atau ganti kulit, dari eksoskeleton. Filum dalam kelompok ini memiliki kutikula keras menutupi tubuh mereka, yang harus secara berkala dilepas dan digantikan bersama saat mereka bertambah besar. Filum Nematoda mencakup lebih dari 28.000 spesies dengan perkiraan 16.000 menjadi parasit di alam. Nematoda dapat hidup di semua habitat. Berbeda



dengan



cnidaria,



nematoda



menunjukkan



morfologi tubular dan dengan penampang silang lingkaran. Hewan ini



merupakan



pseudosoelomata,



mereka



memiliki



sistem



pencernaan lengkap dengan mulut dan anus yang berbeda. Hal ini berbeda dengan cnidaria di mana hanya satu pembukaan yang hadir (sistem pencernaan tidak lengkap). Nematoda memiliki bentuk tubuh silindris atau bulat panjang (gilik), dan tidak bersegmen. Bagian anterior atau daerah mulut tampak simetri radial, dan semakin ke arah posterior membentuk ujung yang meruncing.



Kutikula Nematoda kaya akan kolagen dan polimer karbohidrat-protein yang disebut kitin. Membentuk “kerangka” eksternal di luar epidermis. Kutikula juga merupakan jalur bagi banyak organ internal, termasuk faring dan rektum. Epidermis dapat berupa satu lapisan sel atau sinsitium, yang merupakan sel berinti terbentuk dari fusi sel unikleat. Morfologi keseluruhan cacing ini adalah berbentuk silinder, sementara kepala simetris radial. Sebuah pembukaan mulut yang hadir di ujung anterior dengan tiga atau enam bibir. Gigi terjadi pada beberapa spesies dalam bentuk ekstensi kutikula. Beberapa nematoda dapat menimbulkan modifikasi eksternal lainnya seperti cincin, kepala perisai, atau kutil. Cincin, bagaimanapun, tidak mencerminkan segmentasi internal tubuh yang benar. Mulut mengarah ke faring otot dan usus, yang mengarah ke rektum dan anal pembukaan di ujung posterior. Selain itu, otot-otot nematoda berbeda dari kebanyakan hewan, mereka memiliki lapisan membujur saja, yang bertanggung jawab atas gerakan seperti cambuk dari gerakan itu. Nematoda memiliki tubuh dengan ukuran yang bervariasi, mulai kurang dari 1 mm hingga lebih dari 1 m. Nematoda yang hidup di air tawar dan darat, biasanya berukuran kurang dari 1 mm, sedangkan yang hidup di laut bisa mencapai 5 cm. Cacing betina berukuran lebih besar dibandingkan cacing jantan. Individu jantan memiliki ujung posterior berbentuk kait. b.



Sistem Saraf Saraf Nematoda berada di sepanjang tubuhnya pada permukaan dorsal, ventral, dan lateral. Tali saraf ini berada di bawah kutikula dan di antara sel-sel otot. Saraf dorsal bertanggung jawab mengatur motorik, saraf lateral mengatur sensorik, kemudian saraf ventral yang memiliki ukuran paling besar mengkombinasikan kedua fungsi tersebut. Sistem saraf adalah tempat satu-satunya pada tubuh



Cacing gilik yang memiliki silia. Silia-silia tersebut semuanya nonmotil dan memiliki fungsi sensorik. Pada ujung anterior, saraf-saraf tersebut bercabang-cabang dan membentuk saraf padat berbentuk cincin yang mengelilingi faring. Cincin saraf inilah yang memiliki fungsi sebagai otak. c.



Kelas Nematoda Kelas nematoda juga dibagi menjadi beberapa ordo, yaitu ordo ascaridida, ordo strongylida, ordo florida, ordo dystophymoidea dan ordo enoplida. 1) Ordo Ascaridida Pada ordo Ascaridida juga terdapat bebrapa genus, yaitu: a. Genus Ascaris Berikut species genus Ascaris: (1) Ascaris lumbricoides Linn



Gambar 3 Cacing Ascaris lumbricoides Linn (a) Klasifikasi Kingdom : Animalia Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Sub kelas : Secernentea Ordo : Ascaridida Superfamili : Ascaridoidea Famili : Ascarididae Genus : Ascaris



Spesies : Ascaris lumbricoides Linn. (Widodo, 2013). (b) Morfologi Cacing



nematoda



ini



adalah



cacing



berukuran besar, berwarna putih kecoklatan atau kuning pucat. Cacing jantan berukuran panjang antara 10-31 cm, sedangkan cacing betina panjang badannya antara 22- 35 cm. kutikula yang halus bergaris-garis tipis menutupi seluruh permukaan badan cacing. Ascaris lumbricoides mempunyai mulut dengan tiga buah bibir, yang terletak sebuah di bagian dorsal dan dua bibir lainnya terletak subventral (Soedarto, 2011). Selain ukurannya lebih kecil daripada cacing betina, cacing jantan mempunyai ujung posterior yang runcing, dengan ekor melengkung ke arah ventral. Di bagian posterior ini terdapat 2 buah spikulum yang ukuran panjangnya sekitar 2 mm, sedangkan di bagian ujung posterior cacing terdapat juga banyak papil-papil yang berukuran kecil. Bentuk tubuh cacing betina membulat (conical) dengan ukuran badan lebih besar dan lebih panjang daripada cacing jantan dan bagian ekor yang lurus, tidak melengkung (Soedarto, 2011). (c) Siklus Hidup Pada membuang



tinja air



penderita



tidak



pada



askariasis



yang



tempatnya



dapat



mengandung telur askariasis yang telah dibuahi. Telur ini akan matang dan menjadi bentuk yang infektif dalam waktu 21 hari dalam lingkungan yang sesuai. Bentuk infektif ini, jika tertelan oleh manusia



menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, kemudian dialirkan ke jantung. Dari jantung kemudian dialirkan menuju ke paru-paru (Widodo, 2013). Larva di paru-paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. dari trakea larva ini menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam oesofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa berteur dibutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan (Gandahusada et al., 2000; CDC, 2015). (d) Patologi dan Gambaran Klinis Kelainan klinik dapat disebabkan larva maupun cacing dewasa Ascaris lumbricoides. Kelainan akibat larva yaitu demam selama beberapa hari pada periode larva menembus dinding usus dan bermigrasi akhirnya sampai ke paru. Biasanya pada waktu tersebut ditemukan eosinofilia pada pemeriksaan darah. Foto thoraks menunjukkan adanya infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut Sindrom Loeffler yang hanya ditemukan pada orang yang pernah terpajan dan rentan terhadap antigen Ascaris atau bilamana terdapat infeksi berat.



Pada penderita penyakit yang juga disebut pneumonitis Ascaris, dapat ditemukan gejala ringan seperti batuk ringan sampai pneumonitis berat yang berlangsung selama 2- 3 minggu. Kumpulan gejala termasuk batuk, mengi, sesak nafas, agak meriang, sianosis, takikardi, rasa tertekan pada dada atau sakit dada, dan di dalam dahak kadang-kadang ada darah. Gejala-gejala berlangsung selama 7-10 hari dan menghilang secara spontan pada waktu larva bermigrasi keluar paru (Margono dan Hadjijaja, 2011). Terdapatnya cacing Ascaris dewasa dalam jumlah yang besar di usus halus dapat menyebabkan abdominal distension dan rasa sakit. Keadaan ini juga



dapat



menyebabkan



lactose



intolerance,



malabsorpsi dari vitamin A dan nutrisi lainnya. Hepatobiliary dan pancreatic ascariasis terjadi sebagai akibat masuknya cacing dewasa dari duodenum ke orificium ampullary dari saluran empedu,



timbul



kolangitis,



kolik



empedu,



pankreatitis



dan



kolesistitis,



abses



hepar



banyak



sangat



(Suriptiastuti, 2006). Jumlah



cacing



yang



berhubungan dengan terjadinya malnutrisi, defisit pertumbuhan dan gangguan kebugaran fisik, di samping



itu



masa



cacing



itu



sendiri



dapat



menyebabkan obstruksi. Hidup dalam rongga usus halus



manusia



karbohidrat



dan



mengambil protein,



makanan



terutama



seekor cacing



akan



mengambil karbohidrat 0,14 g/hari dan protein 0,035 g/hari (Siregar, 2006).



(2) Ascaris suum Goeze (a) Klasifikasi Kingdom : Animalia Phyllum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Sub kelas : Secernentea Ordo : Ascaridida Superfamili : Ascaridoidea Famili : Ascarididae Genus : Ascaris Spesies : Ascaris suum Goeze (Widodo, 2013) (b) Morfologi Ascaris suum Goeze atau yang biasa dikenal sebagai cacing gelang babi adalah nematoda yang menyebabkan askariasis pada babi. Hospes utama Ascaris suum Goeze adalah babi, meskipun dapat pula menjadi parasit pada tubuh manusia, sapi, kambing, domba, anjing, dan lain-lain (Loreille dan Bouchet, 2003). Secara morfologi, tidak banyak perbedaan antara



Ascaris



suum



Goeze



dan



Ascaris



lumbricoides Linn. Perbedaan di antara keduanya tidak dapat diamati dengan mikroskop cahaya biasa. Sedangkan



penelitian



dengan



menggunakan



mikroskop elektron menunjukkan adanya perbedaan pada geligi dan bentuk bibir di antara keduanya. Adanya beberapa perbedaan pola ikatan molekul protein yang sama antara Ascaris lumbricoides dan Ascaris suum Goeze mencerminkan hubungan genetik yang cukup dekat, serta menunjukkan



adanya kemungkinan terjadinya hibridisasi antara Ascaris lumbricoides dan Ascaris suum (Alba et al., 2009). (c) Siklus Hidup Siklus hidup Ascaris suum Goeze tergolong sederhana. Babi menyebarkan infeksi melalui tinja yang mengandung telur Ascaris. Telur infertil akan berkembang menjadi telur yang fertil dalam waktu 4-6 minggu. Perkembangan ini membutuhkan kondisi tanah pada suhu antara 18-20°C (Mejer dan Roepstorff, 2006). Pada Ascaris suum siklus hidup dapat terjadi secara langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect). Pada siklus direct, babi akan menelan telur infentif yang mengandung larva . Larva tersebut akan bermigrasi ke bronkus. Selanjutnya, larva tersebut akan melakukan penetrasi pada dinding usus besar dan bermigrasi melalui hati ke paruparu,. Ketika host batuk, larva akan tertelan dan masuk ke saluran gastrointestinal. Di dalam traktus gastrointestinal, larva akan berkembang menjadi bentuk dewasa. cacing dewasa akan hidup dan berkembang baik dalam usus halus babi (Loreille dan Bouchet, 2003). b. Genus Parascaris Merupakan cacing nematodadengan tubuh yang tebal dan bahkan lebih besar dari Ascaris. Ketiga bibir tampak jelas dipisahkan oleh alur horizontal menjadi bagian anterior dan posterior. Ujung posterior cacing jantan membulat atau berbentuk kerucut tumpul dengan sayap kaudal kecil. Tidak ada gubernakulum.



Parascaris equorum, berpredeleksi di dalam usus halus kuda termasuk zebra dan equidae. Cacing jantan panjangnya 15 – 28 cm dan diameternya 3-6 mm, spikulanya sama besar dengan panjang 2 – 2,5 mm. Cacing betina panjangnya 18 – 50 cm dengan diameter mencapai 8 mm. Vulva terletak 1/ 4 anterior tubuh, telurnya berbentuk agak bulat dengan diameter 9-10 mikron, kulit tebal berbintikbintik halus. c. Genus Toxocara (1) Etiologi Toxocara cati berpledeleksi di dalam usus halus kucing. Cacing jantan panjangnya 3 – 7 cm, spikulumnya tidak



sama



besar



dan



bersayap.



Cacing



betina



panjangnya 4 – 12 cm. Telur berukuran 65 – 75 mikron. Kucing jantan dan anak kucing bertindak sebagai hospes definitif dari Toxocara cati. ( hubner et al., 2001 ). Telur infektif di keluarkan bersama feses. Feses yang mengandung Toxocara sp jatuh di tanah dengan temperatur 10 – 35 ºC dan kelembaban 85 % serta kondisi yang optimal maka dalam waktu paling sedikit 5 hari akan berkembang menjadi telur infektif yang mengandung embrio ( Levine, 1994 ). (2) Epidemiologi Infeksi T. Cati tidak terbatas untuk anak kucing, pada sebuah survei, 23 dari 27 kucing yang terinfeksi pada usia 2 minggu, dan 10 dari 27 kucing terinfeksi saat berumur 3 tahun atau lebih. Singkatnya semua umur dapat terkena. (3) Morfologi Toxocara canis berjenis kelamin jantan mempunyai ukuran panjang yang bervariasi antara 3,6 – 8,5 cm,



sedangkan Toxocara canis betina mempunyai ukuran antara 5,6 – 10 cm. Toxocara cati berjenis kelaminjantan berukuran antara 2,5 – 7,8 cm, sedangkan Toxocara cati betina berukuran 2,5 – 14 cm, dan Toxocara vitulorum jantan berukuran ± 25 cm, sedangkan yang betina berukuran ± 30 cm. Bentuk



hewan



ini



menyerupai



Ascaris



Lumbricoides muda. Pada Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada Toxocara cati berbentuk sayap yang lebih lebar, sehingga kepalanya menyerupai kepala ular kobra. Bentuk ekor Toxocara canis dan Toxocara cati hampir sama, untuk yang berjenis kelamin jantan ekornya berbentuk seperti tangan dan dengan jari yang sedang menunjuk (digitiform), sedangkan untuk yang berjenis kelamin betina bentuk ekornya bulat meruncing. Telurnya mirip lumbricoides, tetapi bentuknya bulat, telur berukuran65 – 75 mikron. Cacing ini terdapat pada usus halus. Manusia terinfeksi secara kebetulan dangan menelan telur infektif. Apabila telur menetas, larva dalam usus tidak bisa menjadi dewasa dan larva mengembara pada alat – alat viseral. ( Jangkung, 2002 ). (4) Siklus hidup Toxocara cati memiliki siklus hidup yang kompleks dan sangat efektif. (a) Ingesti telur (infeksi langsung) Setelah kucing memakan telurnya infektif yang mengandung larva stadium kedua, telur menetas dan larva stadium ketiga memasuki dinding usus halus.



Larva bermigrasi melalui sistema sirkulasi dan dapat menuju ke sistema respirasi atau organ dan jaringan lain dalam tubuh. Jika memasuki jaringan tubuh, mereka dapat mengkista (dilapisi dinding dan inaktif). Larva tersebut dapat tetap mengkista dalam jaringan berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Ini adalah pola migrasi yang lebih umum terlihat pada kucing dewasa. Pada kucing yang sangat muda, larva bergerak



dari



sirkulasi



ke



sistema



respirasi,



dibatukkan dan memasuki saluran digesti lagi. Larva kemudian menjadi cacing dewasa. Cacing betina dewasa bertelur, telur dikeluarkan lewat feses. Telur tetap ada di lingkungan dalam waktu 10 – 14 hari sampai menjadi infektif. (b) Ingesti hospes paratenik Jika kucing menelan hospes paratenik seperti tikus, cacing tanah atau kumbang yang memiliki larva yang mengkista, migrasi mirip dengan ingesti telur berlarva. Larva dilepaskan dari hospes paratenik saat termakan dan dicerna. Larva memasuki sirkulasi, mengadakan 8 migrasi ke organ, misalnya sistem respirasi. (c) Larva melalui air susu Selama periode perinatal, larva dormant (stadium 1) yang ada di tubuh induk dapat mulai bermigrasi ke glandula mammae, berubah menjadi larva stadium lalu ke dalam air susu. Anak kucing dapat terinfeksi melalui air susu. Larva yang tertelan menjadi larva stadium ketiga dan keempat, dan



selanjutnya menjadi dewasa dalam usus anak kucing. Jika larva dikeluarkan melalui feses anak kucing sebelum larva tersebut dewasa, larva tersebut dapat menginfeksi induk saat menjilati anaknya. Sekitar 4 minggu setelah kucing memakan telur infektif, cacing telah dewasa dalam usus, dan telur dikeluarkan lagi. (5) Patogenesis Dalam usus, cacing dewasa mengambil nutrisi dari hospes definitifnya dengan menyebabkan kelukaan dinding usus dan mengambil nutrisi dari sirkulasi. Berdasarkan siklus hidupnya, larva menyebabkan penyakit dengan fase migrasi yang meninggalkan lesi pada organ dan jaringan yang dilalui. Keparahannya bergantung kepada jumlah, baik pada cacing dewasa maupun larva. Perjalanan larva infektif T. cati melalui jaringan paru-paru dan hati dapat menyebabkan terjadinya edema pada



10



mengalami



kedua edema



organ



tersebut.



mengakibatkan



Paru-paru batuk,



yang



dipsnoe,



selesma, dengan eksudat yang berbusa dan kadang mengandung darah. Perjalanan larva lewat lambung, pada yang berat menyebabkan distensi lambung, diikuti oleh muntah, dan mungkin disertai keluarnya cacing yang belum dewasa didalam bahan yang dimuntahkan (vomitus). Zoonosis pada manusia Yang beresiko terhadap toxocariasis adalah anakanak dan pemilik kucing. (a) Ocular Larva Migrans (OLM)



OLM terjadi saat larva memasuki mata, menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan ikat pada retina. Setiap tahunnya lebih dari 700 orang terinfeksi toxocara mengalami penglihatan permanen karena OLM. Kelukaan pada mata karena migrasi larva kedalam posterior chamber bola mata, menyebabkan granulomatous renitis, perlekatan retina, kehilangan daya lihat, atau pada kasus berat kebutaan permanen. (b) Visceral Larva Migrans (VLM) Infeksi berat atau berulang, meskipun jarang dapat menyebabkan VLM, pembengkakan organ tubuh atau sistem syaraf pusat. Organ yang dapat terserang antara lain hati, paru-paru, ginjal, dan otak. Gejala VLM yang disebabkan perpindahan larva cacaing dalam tubuh antara lain: demam, batuk, asma, atau pneumonia. (Levine, Norman D. 1994). Pada banyak kasus, infeksi toxocara tidak serius, dan banyak orang, terutama orang dewasa yang terinfeksi larva dalam jumlah sedikit, dapat tidak menimbulkan gejala. Kasus parah yang jarang tetapi lebih dapat terjadi pada anak-anak, yang selalu bermain di tempat kotor atau memakan tanah yang terkontaminasi kotoran kucing. Cara masuknya melalui



telur



toxsocara



dalam



tanah



yang



terkontaminasi. OLM biasanya terjadi pad anakanak umur 7 – 8 tahun, dan VLM pada anak umur 1 – 4 tahun.



d. Genus toxascaris



Gambar 4 Cacing Toxocaris sp. Cacing dari genus ini hampir sama dengan Toxocara sp., perbedaannya bibir lobulus anterior terpisah oleh sebuah alur yang dalam dan lobulus tersebut melebar dan pada ujungnya berlobus dua. Spesies Toxascaris leonina, berpredeleksi didalam usus halus anjing, kucing, rubah dan berbagai filidae. Ujung anterior cacing dewasa membengkok ke dorsal, cacing jantang panjangnya 2 – 7 cm dengan diameter1,5 – 2 mm. Sedangkan cacing betina panjangnya 2 – 10 cm, vulvanya berada 1/3 anterior tubuh. Telur mempunyai kulit yang tebal dan halus dengan ukuran 5 – 85 X 60 –75 mikron. Siklus hidup, larva II infektif menetas didalam usus halus, kemudian masuk kedalam mukosa usus untuk beberapa saat dan akhirnya kembali lagi kedalam usus dan mengalami perkembangan lebih lanjut menjadi dewasa.



e. Genus oxyuris



Gambar 5 Cacing Oxyuris sp. Spesies O. equi., dijumpai didalam usus besar dari bangsa kuda di seluruh dunia. Cacing jantan Panjang 9 – 12 mm dan betina sampai 150 mm. Morfologi Oesofagus sempit ditengah. Yang jantan mempunyai spikulum 120 – 150 mikron. memiliki 2 pasang papilla besar dan beberapa papilla kecil. Cacing betina muda berwarna hampir putih, agak melengkung dan memiliki ekor pendek dengan ujung membulat runcing. Cacing berwarna keabuan atau kecoklatan dengan ekor langsing. Telurnya berbentuk bulat panjang, agak mendatar pada ujungnya dengan sumbat pada satu ujungnya. Ukuran telur 90 X 42 mikron. Siklus hidup nya daimulai dari cacing betina dan jantan hidup di caecum dan colon crasum. Setelah pembuahan, betina yang dewasa kelamin mengembara ke rectum dan merayap ke luar melalui anus.Telur dilepaskan dalam gerombolan-gerombolan di kulit daerah perianal. Perkembangan telur cepat dan menjadi stadium infektif dalam 3-5 hari. Telur infektif dapat mencapai daerah perianal dan menetas disitu, namun biasanya telur-telur terjatuh



ditanah. Pada keadaan lembab telur dapat hidup dalam beberapa minggu, tetapi pada kondisi kurang menunjang telur akan mati. Infeksi terjadi karena menelan telur infektif. Larva infektif terbebas di dalam usus halus dan larva stadium III akan dijumpai didalam mukosa cryptus dari colon dan caecum. Larva stadium 4 akan dijumpai sekitar 8 – 10 hari setelah menelan telur. f. Genus ancylostoma



Gambar 6 Cacing Ancylostoma sp. Cacing Ancylostoma sp. Juga dikenal dengan cacing tambang. Cacing dewasa berukuran relatif kecil, berbentuk silinder, kaku, berwarna putih kelabu atau kemerahan tergantung banyaknya darah yang ada didalam saluran pencernaannya. Ujung anterior cacing melengkung kearah dorsal dan celah mulut mengarah ke antero dorsal. Capsul buccalisnya dalam dengan 1-3 pasang gigi pada tepinya dan lancet segitiga ” Trianguler ” atau gigi dorsal yang berada didalamnya. Cacing jantan berukuran panjang 9-12 mm, mempunyai alat kelamin tunggal, dimana bursa cacing jantan mempunyai



kerangka yang bentuknya sempurna dan



sepasang spikulum sama besar yang panjangnya sekitar 0,9 mm, terdapat gubernakulum bermuara pada kloaka yang



terletak pada bursa tersebut. Testis terdapat hanya satu, berbentuk seperti tubulus yang dimulai kira-kira disebelah anterior dari kelenjar air mani yang berjalan ke anterior sampai sebatas kelenjar cervicalis anterior, kemudian berbalik kebelakang membentuk saluran yang berkelok-kelok sampai dipertengahan tubuh cacingdan kemudian tubulus melebar membentuk vesicula seminalis. Saluran reproduksi ini kemudian dilanjutkan dengan duktus ejakulatorius. Ada sepasang spikula yang juga bermuara pada kloaka berfungsi untuk mengarahkan pancaran air mani kedalam saluran reproduksi cacing betina, sedangkan bursa kopulatrik berfungsi untuk memegang tubuh cacing betina pada saat kopulasi. Cacing betina berukuran panjang 15-18 mm, alat kelaminnya berpasangan, dimana vulvanya terletak kira-kira di 1/3 posterior tubuhnya. Uterus dan ovarium cacing betina mempunyai bentuk yang berkelak-kelok dan dilanjutkan dengan oviduct. Sel telur yang dibuahi akan mengalami perkembangan dengan jalan pembelahan sel, selanjutnya akan dikeluarkan dari tubuh cacing setelah memiliki 2-8 selbersama tinja saat defikasi. Telur cacing berbentuk ovoid dengan ujung membulat atau tumpul, terbungkus dari dinding telur yang tipis dengan ukuran 56-75 X 34-47 mikron. Cacing Ancylostoma sp. Mengeluarkan telur bersama



feses



saat



defikasi,



pada



lingkungan



yang



mendukung (suhu 23 – 30 0C tanah berpasir dan basah, kelembaban tinggi).didalam telur akan terbentuk larva I. Setelah 12-36 jam, telur yang mengandung larva I akan segera menetas dan terbebaslah larva I yang mempunyai bentuk esofagus yang rhabditiform berukuran 275 mikron



serta memanfaatkan sisa organik dan bakteri sebagai bahan makanan. Larva I akan segera memasuki fase lethargi (istirahat) dan selanjutnya menyilih menjadi larva II yang esofagusnya sudah kelihatan lebih langsing, setelah 5-8 hari akan mengalami penyilihan lagi dan menjadi larva III (infektif) dengan esofagus filariform. Baik larva II dan larva III sumber makanan sama dengan Larva I. Cara



penularan



cacing



ini



dengan larva



infektif melalui : (1) Per –oral. Infeksi terjadi karena tertelannya larva III bersama makanan atau minuman. Setelah berada didalam saluran pencernaan, larva III akan segera memasuki kelenjar lambung atau krypta liberkun dan setelah 3 hari larva III akan mengalami penyilihan menjadi IV dan kembali bermigrasi ke lumen usus. Setelah beberapa hari larva IV akan mengalami penyilihan sekali lagi dan berkembang menjadi cacing muda. (2) Per-kutan (penetrasi kulit) Larva infektif (L3) yang aktif akan menembus kulit atau mukosa rongga mulut, selanjutnya bersama aliran darah mencapai jantung dan selanjutnya masuk ke paru-paru. Di dalam paru-paru sebagian besar larva 3 akan tertahan kapiler paru-paru, selanjutnya menembus kapiler dan masuk ke dalam alveoli. setelah berada di alveoli larva 3 menyilih menjadi larva 4, selanjutnya bermigrasi ke bronchiolus, bronchus, trachea, pharing dan akhirnya karena batuk larva 4 tertelan dan sampai di usus halus. Di dalam usus halus mengalami ekdisis menjadi cacing



muda. Cacing dewasa akan ditemukan setelah 17 hari setelah infeksi. (3) Pre-natal. Pada hospes definif bunting infeksi terjadi karena larva 3 yang berada pada aliran darah dapat melehati placenta dan akhirnya menginfeksi foetus. Larva 3 akan mengalami fase istirahat didalam usus foetus sampai dilahirkan. Setelah anak lahir larva 3 baru melanjutkan perkembangannya menjadi cacing dewasa. (4) Laktogenik. Infeksi pada anak terjadi karena anak menyusu pada induknyadan larva yang berada di dalam kelenjar susuakan



keluar



bersama



air



susu.Perkembangan



selanjutnya akan terjadi didalam usus anaknya. Beberapa



spesies



cacing



Ancylostoma



yang



menginfeksi anjing antara lain  A. caninum, A. braziliense dan A. ceylanicum. Adapun identifikasi cacing tambang dapat dilakukan berdasarkan perbedaan morfologi (ukuran cacing, susunan gigi (alat pemotong) pada kapsul bukalis dan panjang spikulum pada bursa cacing jantan ) dan ukuran telur cacing. Ada beberapa spesies lain : (1) A. tubaeforme, predeleksi pada usus halus kucing. (2) A. duodenale, berparasit pada manusia.



g. Genus Ascaridia



Gambar 6 Ascaridia galli Ada tiga spesies yang terkenal, yaitu A. galli yang banyak ditemukan pada ayam, A. dissimilis yang ditemukan pada kalkun, dan A. columbae yang ditemukan pada merpati. Spesies yang kurang dikenal seperti A. hermaphrodita, A. sergiomeirai, A. ornata, A. nicobarensis dan A. platyceri ditemukan pada burung beo. Ascaridia galli merupakan cacing berbentuk silinder, berukuran paling besar pada unggas. Cacing ini berwarna putih kekuning-kuningan, memiliki tiga buah bibir yaitu satu bibir dorsal dan dua bibir lateroventral. Selain itu,terdapat ale (selaput tipis semacam sayap) lateral pada kedua



sisi



sepanjang



mempunyai gelembung



badan



dan



esofagusnya



tidak



posterior. Ascaridia gali dewasa



berbentuk semi transparan. Cacing jantan panjangnya 5-6 cm dan ekornya mempunyai ale kecil yang dilengkapi dengan sepuluh pasang papillae yang sebagian besar pendek dan tebal. Mempunyai preanal sucker (batil isap ) dan berbentuk bundar dengan tepi cutikuler yang tebal. Terdapat dua spicula tidak sama besarnya, tetapi sama panjang berukuran 1-2,4 mm.Cacing betina dewasa berukuran 7,2 – 11,6 cm, bagian ekornya memipih kebagian ujung, dan vulva di pertengahan tubuh.



Telur dari genus Ascaridia ditandai dengan cangkang yang tebal, halus,dan ellipsoidal, serta terdiri dari tiga lapisan yang berbeda.Telur A. dissimilis sedikit lebih besar dari A. galli dan A. columbae sedikit lebih kecil.Semua telur



ascarid



ini



sangat



mirip



dengan



Heterakis



gallinarum.Telur cacing A. galli berbentuk oval dengan dinding yang halus, licin, tidak bersegmen dan belum berkembang saat dikeluarkan. Telur cacing berukuran 73 – 92 X 45-57 mikron. Cacing betina dewasa mengeluarkan telur sebanyak 250.000 butir setiap hari



Gambar 7 Telur Ascaridia galli Siklus hidup Ascaridia galli, A. columbae, dan A. dissimilis memiliki siklus hidup langsung. A. dissimilis juga dapat bermigrasi melalui hati. Telur cacing keluar bersama tinja hospes definitif terinfeksi pada saat defikasi. Di alam luar telur akan mengalami perkembangan yaitu di dalam telur akan terbentuk larva. Telur infeksius (telur dengan larva stadium II) akan dicapai setelah kira-kira 10 hari dan sangat tahan terhadap pengaruh luar, dan bahkan dapat bertahan selama tiga bulan pada tempat yang teduh tetapi cepat terbunuh dalam kekeringan, kepanasan dan terkena sinar matahari langsung.



Unggas



terinfeksi



bila



makan/minum



yang



tercemar telur infektif atau termakannya cacing tanah yang sebelumnya menelan telur cacing infektif, transmisi dapat terjadi secara mekanik langsung ke dalam usus hospes definif. Setelah telur infeksius tertelan, didalam saluran pencernaan hospes definitif , karena pengaruh enzem pencernaan telur akan menetas dan terbebaslah larva stadium II. Setelah menetas, larva II akan menetap di dalam lumen usus selama 8 hari dan mengalami ekdisis ( menyilih) menjadi larva III, setelah itu larva III akan masuk kedalam mukosa usus halus sampai hari ke-17 menyilih menjadi larva IV dan akhirnya masuk ke lumen usus dan menjadi dewasa ( 6-8 minggu ). h. Genus Heterakis



Gambar 8 Heterakis gallinarum Ada sekitar 10 spesies yang termasuk dalam genus Heterakis, tetapi karena kemiripannya yang dekat antar spesies pengklasifikasiannya seringkali ambigu. Sekarang ini sejumlah sinonim telah bermunculan seperti H. gallinarum Schrank, 1788; H. isolonche von Linstow, 1906; dan H. dispar Schrank, 1870. H dispar Schrank merupakan spesies yang paling baik dalam hal prevalensi, patogenisitas, dan



biologi. Sedangkan H. gallinarum adalah spesies yang paling terkenal, dan yang paling penting karena mentransmisikan parasit protozoa. Morfologi cacing dari genus ini memiliki warna putih, berbentuk silindris, dan dengan striasi longitudinal yang halus di seluruh tubuh. Lapisan tubuhnya merupakan lapisan protein yang disebut kutikula. Ujung anterior adalah mulut dengan bibir yang berbeda, dan anus terbuka ke arah posterior. Ukuran jantan lebih pendek dan lebih kecil, dengan ekor lurus tumpul, sementara betina lebih besar dan lebih panjang, dengan ekor melengkung. Cacing jantan berukuran panjang 7-13 mm. Cacing betina 10-15 mm. Memiliki alae lateralis yang besar, dengan esofagus bulbus yang kuat. Ekor cacing jantan diperlengkapi ale yang besar, sebuah sucker precloaca yang menonjol dan membulat serta 12 pasang papillae. Spikula tidak sama, yang kanan langsing 2 mm, yang kiri memiliki sayap lebar 0,65 –0,7 mm. Vulva ditengah-tengah tubuh cacing betina. Telur berdinding tebal, halus dengan ukuran 65-80 u X 35 – 46 mikron. Siklus hidup : Cacing pada genus ini memiliki siklus hidup langsung yang melibatkan burung seperti ayam, kalkun, itik, angsa,belibis, guineafowl, partridge, burung pegar, danburung puyuh sebagai host definitif. Telur cacing keluar bersama tinja saat defikasi, kemudian telur cacing diluar tubuh hospes berkembang menjadi stadium II yang infektif setelah 14 hari (27 0 C), tetapi perkembangan biasanya lebih lama sampai beberapa minggu pada suhu yang lebih rendah. Telur sangat tahan terhadap kondisi lingkungan dan tahan sampai berbulanbulan.



Bila hospes menelan telur infektif, larva menetas dalam usus halus setelah 1-2 jam. Sekitar 4 hari kemudian cacing-cacing muda tersebut berada dalam mukosa caecum dan dapat merusak kelenjar disitu. Didalam kelenjar larva stadium II berada selama 2-5 hari sebelum melanjutkan perkembangan di dalam lumen. Pada 6 hari setelah infeksi menyilih menjadi stadium III, kemudia pada hari ke-10 menyilih menjadi stadium IV dan pada hari ke-15 menjadi dewasa. Periode prepaten adalah 24-30 hari setelah infeksi. Cacing tanah dapat membantu sebagai reservoir (inang paretenik), dimana dalam tubuh cacing tanah parasit



berada sebagai larva stadium II. Infeksi terjadi karena memakan cacing tanah yang mengandung larva stadium II. Gambar 9 Telur H. Gallinarum 2) Ordo Strongylida a. Genus strongylus Terdapat capsulla buccalis bentuk globoid yang berkembang sempurna pada dinding dorsal. Tetapi anterior capsulla buccalis biasanya memiliki alat kutikuler berbentuk daun yang disebut corona radiata. Terdapat corona radiata external pada lubang mulut dan corona radiata internal pada dinding sebelah dalam capsulla buccalis. Bursa pada cacing jantan berkembang sempurna dan kuat yang memiliki cabang-cabang (alur) yang tipik didalamnya.



Strongylus equinus, dijumpai didalam sekum dan colon bangsa kuda , termasuk zebra. Warna cacing abu-abu hitam. Kadang-kadang kemerahan karena darah dalam saluran pencernaan yang tampak. Cacing jantan panjangnya 26-35 mm, yang betina 38-47 mm, dengan penampang 2 mm. Capsulla buccalis oval dan memiliki corona radiata external dan internal. Pada pangkal dari capsula buccalis terdapat gigi dorsal yang besar dan dua gigi subventral yang lebih kecil. Cacing jantan memiliki dua spikula. Vulva dari cacing betina terletak sekitar 12-14 mm dari bagian posterior tubuh. Bentuk telur oval, dinding tipis dan telah mengalami awal segmentasi pada saat dilepaskan dari tubuh, ukuran telur 70 – 85 u X 40-75 mikron. Adapun siklus hidup, telur –telur keluar bersama tinja dan telah mengalami awal segmentasi. Dinding telur tipis, terdiri dari lapisan dinding sebelah luar yang terdiri dari bahan chitin dan membrana vitellinus di dalamnya. Pada suhu 26 C terbentuk larva stadium I dalam waktu 20-24 jam yang menetas dari telur dan menjadi larva stadium bebas. Setelah menetas, larva berada pada stadium I, yaitu bentuk rhabditiform. Makanan larva adalah bakteri , kemudian terus bertumbuh dan menyilih menjadi larva stadium II. Bentuk rhabditiform esofagus berkurang, kemudian tumbuh menjadi larva yang kutikulanya masih tetap berasal dari stadium sebelumnya dan bersifat infeksius. Larva stadium infeksius tidak makan bakteri dari alam sekitarnya, tetapi memperoleh makanannya dari granula makanan yang tersimpan didalam sel-sel intestinum. Larva infeksius tidak aktif masuk kedalam tubuh hospes, tetapi tertelan bersama makanan. Larva stadium infeksius bersifat :



(1) geotrofik negatif : selalu merayap keatas ke daun-daun rumput dan lain-lain. (2) Phototropic pada sinar lemah, tapi takut pada sinar kuat, sehingga larva merayap naik pada pagi hari dan sore hari atau pada cuaca mendung. (3) Migrasi terjadi lebih aktif pada keadaan panas dibanding dingin. Kemampuan hidup larva pada pasture tergantung pada kondisi lingkungan yaitu, kelembaban, suhu dan sinar matahari. Karena persedian makanan terbatas, kondisi yang mendukung pergerakan maka larva lebih cepat mati. Pada musim panas, larva tidak dapat hidup lebih dari 3 bulan, tetapi pada musim dingin dapat hidup setahun atau lebih. Infeksi terjadi karena memakan larva infeksius dan perkembangan



larva



stadium



infektifselanjutnya



yaitu



pelepasan dan pergantian kulit yang terjadi didalam usus halus hospes. Pada Strongylus equinus, larva yang telah berganti kulit, menembus masuk mukosa sekum dan kolon dan masuk ke sub serosa untuk membentuk nodule disitu. Sebelas hari setelah infeksi, terbentuk larva didalam nodule. Larva stadium 4 migrasi ke rongga peritonium, terus ke hati yang berlangsung selama 6-8 minggu. Antara 2-4 bulan setelah infeksi, larva meninggalkan hati melalui ligamentum hepatika dan pergi ke rongga peritonium melalui pankreas. Setelah 118 hari dari saat infeksi, terbentuk larva stadium 5 dan menuju ke sekum dan kolon. Periode prepaten adalah 260 hari. b. Genus Haemonchus Morfologi



cacing



Haemonchus



contortus



merupakan cacing lambung yang besar, sehingga disebut juga



cacing ” Barberpole” , cacing lambung berpilin atau cacing kawat pada ruminansia. Cacing H. contortus berpredeleksi didalam abomasum kambing, sapi, kambing dan ruminansia lain. Cacing jantan panjangnya 10-20 mm diameter 400 mikron, berwarna merah terang serta memiliki spikula dan bursa. Bursanya ditemukan di bagian posterior tubuh tersusun oleh dua lobus lateral yang simetris dan satu lobus dorsal yang tidak simetris, sehingga membentuk percabangan seperti huruf Y dan berwarna mengkilat. Cacing betina mempunyai ukuran lebih panjang dari cacing jantan yaitu 18-30 mm dengan diameter 500 mikron, nampak adanya anyaman-anyaman yang membentuk spiral antara organ genital (Ovarium) yang berwarna putih dengan usus yang berwarna merah karena penuh berisi darah, sehingga akan nampak berwarna merah puti secara berselang seling. Mempunyai



” Flaf anterior” yang menutupi



permukaan vulva yang umumnya besar dan menonjol. Cacing betina dewasa mampu bertelur sebanyak 5.000 – 10.000 butir setiap hari. Telur berbentuk lonjong dan berukuran 70-85 X 41 –48 mikron yang pada saat keluar bersama tinja, perkembangan telur telah mengalami stadium morula (didalam telur telah mengandung 16-32 sel). Siklus hidup, Telur cacing dikeluarkan bersama faeses dari hewan penderita ke alam bebas, setelah 24 jam pada lingkungan yang mendukung (suhu dan kelembaban) akan segera menetas dan terbebaslah larva stadium I. Pada kondisi yang tetap mendukung larva I akan ekdisis menjadi larva II, kemudian akan menjadi larva III yang infektif. Larva III akan merayap keatas daun atau rumput-rumputan serta dapat bertahan hidup untuk beberapa minggu – bulan



jika kondisi tetap menunjang. Jika larva infektif dimakan hospes definitif melalui rumput yang tercemar, maka selanjutnya menyilih menjadi larva IV dan menempel pada mukosa abomasum untuk menghisap darah. Larva IV akan mengalami penyilihan yang terakhir menjadi cacing muda yang berpredeleksi didalam abomasum serta menghisap darah. Cacing betina sudah dapat bertelur dalam waktu 18 – 21 hari setelah infeksi. c. Genus : Oesophagustomum



Gambar 10 Cacing Oesophagustomum sp. Cacing Oesophagustomum merupakan salah satu cacing dari ordoStongylida yang dapat maengakibatkan strongyllidosis. Cacing ini memiliki cirimorfologi yang sama seperti cacing dari ordo srongylida lainnya. Oesophagstomum dapat



menginfeksi



hewan



ruminansia,



babi,



dan



primatetergantung spesies. Setiap spesies memiliki induk semang definitifnya masing-masing. Infeksi Oesophagostomum sp. mengakibatkan terbentuknya nodul larvapada mukosa ileum dan sekum sebagai reaksi inflamasi inang definitif untukmembentuk kapsul larva parasitik. Patogenisitas lebih parah pada larva



daripadacacing dewasa. Gejala klinisnya adalah diare berwarna gelap dan sangat berbau busuk. Karakteristik Oesophagostomum sp: (1) Habitat : colon sapi, domba, kambing,babi (2) Capsul bukalis silindri (3) Cacing noduler karena dapat membentuk nodul pada usus halus. (4) Biasanya terdapat dua mahkota daun/corona radiata (5) Bukal capsul dangkal berbentuk cincin (6) Panjang cacing 14-22 mm (7) Uk telur 70-76 x36-40 u. (8) Spesies



:



O.



radiatum,



O.



dentatum



dan



O.



Columbionum. Siklus hidup dari Oesopagustomum ini pada dasarnya sama seperti daur hidup dari cacing Strongylida. Siklus hidup dari cacing ini secara langsung. Telur Oesophagustomom berbentuk oval mengandung morula dan memiliki ujung yangtumpul dengan ukuran 50-100 mikron, kerabang telur yang tipis dan licin. Morulaakan berkembang menjadi



L-1



dalam



waktu



1-2



hari



menjadi



L-2.



Pergantiankutikula (molting) pada L-2 merupakan pelindung untuk L-3 hingga larvamenemui inang definitif yang cocok. Sekitar



satu



minggu,



L-3



akan



bermigrasiimencari



lingkungan basah sekitar tanah maupun tumbuhan. Proses infeksi akanterjadi apabila larva infektif termakan inang definitif. d. Genus Stephanurus. Stephanurus dentatus merupakan cacing yang menyebabkan penyakit stephanirisis yang menyerang babi dengan organ predeleksi pada jaringan lemak perirenal, pars



pelvina dari ginjal, rinding ureter dan kadang- kadang dijumpai pada organ abdome yang lain seperti hati, jantung.



Gambar 11 Siklus hidup Stephanurus dentatus Siklus hidup dimulai pada saat cacing dewasa hidup berkumpul didalam atau dekat ginjal di tempat perhubungan dengan ureter. Bila babi terinfeksi cacing ini yang dapat melalui dua jalan yaitu secara oral dan melalui kulit. Secar oral bila memakan makanan yang tercemar larva infektif atau dapat melalui cacing tanah sebagai pembawa penyakit, sedangkan melalui kulit dengan larva infektif (L3) menembus kulit. Dari kedua jalan infeksi, larva menuju ke hati dan bila secara per oral melalui pembuluh darah porta dan dicapai sekitar 3 hari. Bila per kutan melalui paru-paru dan sistem sirkulasi selama 40 hari. Dari hati akan menembus kapsul hait mencapai rongga peritorium, kemudian mencapai jaringan perirenal dan menembus dinding ureter, serta membentuk kiste yang melanjutkan menghubungkan diri dengan ureter. Pada stadium migrasi larva, terjadi kerusakan dapat berupa nekrosis, fibrosis dan abses pada organ hati dan pada jaringan lemak perirenal. Adanya peradangan akan menyebabkan bentukan perlekatan pada peritonium dan pleura, serta pada paru-paru larva cacing ada yang



membentuk kista. Migrasi larva melalui sirkulasi darah dapat mencapai spinal cord sehingga menimbulkan paralysis. Karakteristik cacing Stephanurus dentatus: (1) Habitat : Pars pelvina ginjal, jaringan lemak perirenal, dd ureter. (2) Capsul bukalis berbentuk cawan. (3) Mempunyai corona radiata (4) VULVA dekat anus (5) C. jantan Panjang 2-3 cm dan betina 3-4,5 cm. e. Genus : Bonustomum



Gambar 12 Cacing Bonustomun sp. Bunostomiasis yang merupakan cacing kait yang umumnya menyerang ternak ruminansia terutama pada domba dan sapi. Pada sapi dikenal dengan Bunostomiasis phlebotomum sedangkan pada domba dikenal dengan Bunostomiais trigonocehalum Cacing



ini



merupakan



parasit



yang



dapat



menyebabkan penyakit yang cukup serius baik pada hewan yang diserang maupun pada manusia (zoonosis). Karena penularan cacing bunostomiasis sendiri sangat mudah yaitu melalui kulit dan makanan yang terinfeksi larva infektif. (1) Habitat : usus halus pada ruminansia (2) Cacing kait pada ruminansia (3) Panjang cacing 10- 28 mm



(4) spesies : B. Trigonocephalum (domba dan kambing) dan B. Phlebotomum (sapi) (5) Ujung anterior melengkung ke dorsal (6) Capsul bukalis membuka antero dorsal (7) Tidak ada gigi dorsal (8) Bursa berkembang baik dengan lobus dorsal asimetris



Gambar 13 Siklus hidup B. Phlebotomum. Siklus hidupnya yaitu Host - telur - L1 - L2 - L3 (inf) - kulit atau makanan - host - Perd. Darah - usus halus. f. Genus Syngamus Syngamus trachea adalah cacing yang dapat menyebabkan penyakit cacing pada ayam. Penyakit ini sering menyerang hewan unggas seperti ayam, mentog, bebek, angsa dan berbagai hewan unggas lainnya. Bagian yang sering di serang oleh cacing ini pada tubuh hospes adalah pada bagian trakea, bronkia dan paru-paru. Cacing ini berwarna merah tua dan selalu berada dalam keadaan kopulasi. Ukuran cacing jantan panjangnya mencapai 2-6 mm, sedangkan yang betina panjangnya mencapai 5-20 mm. Cacing ini mempunyai lubang mulut lebar, tanpa corona radiata. Kapsula bukalis berbentuk cawan berisi 6-10 gigigigi kecil pada dasarnya. Ukuran telurnya 70-100 U X 43-48



mikron, cacing ini memiliki operculum tebal pada kedua ujung. (1) Siklus Hidup Telur cacing pada umumnya dibatukkan keatas dan ditelan masuk melalui alat pencernaan, kemudian keluar tubuh bersama tinja. Larva infektif terbentuk didalam telur setelah keluar dari dalam tubuh. Pada kondisi optimal yaitu kelembaban tinggi dan suhu optimal dibutuhkan waktu 3 hari, pada kondisi lapangan dibutuhkan waktu 1 sampai 2 minggu. Di dalam telur larva ekdisis dua kali dan larva infektif dapat menetas dari telur, namun pada umumnya infeksi terjadi dengan menelan telur yang mengandung larva infektif. Larva yang menetas dapat tertelan oleh cacing tanah, siput, kumbang, kutu dan arthropoda lainnya dan mengkista. Arthropoda dan cacing tanah berperan sebagai inang paratenik. Larva yang menetas dari telur, didalam usus akan menembus dinding usus, ikut aliran darah sampai ke paru-paru, dicapai selama 6 jam. Proses ganti kulit terjadi 3 hari setelah infeksi. Ganti kulit terakhir terjadi hari keempat atau kelima dan cacing muda migrasi dari alveoli ke bronchioli yang lebih besar dan melakukan kopulasi. Trakea dicapai setelah 7 hari dan periode prepaten 17 – 20 hari setelah infeksi. (2) Cara Penularan Penularan dari penyakit ini dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi pada saat masuknya larva infektif melalui mulut atau menelan telur yang mengandung larva infektif bersama makanan. Sedangkan penularan



secara tidak langsung terjadi apabila larva infektif ini dimakan oleh cacing tanah, siput, lalat dan arthropoda lainnya. Didalam induk semang transpor larva ini membentuk kista yang dapat bertahan hidup berbulanbulan sehingga ayam dapat terinfeksi apabila makan induk semang transpor ini. (3) Patogenesa Pada



infeksi



yang



tinggi



cacing



ini



dapat



menimbulkan kerusakan pada paru-paru (peneumonia) dan oedema. Pada trakea cacing akan merusak mukosa trakea dan menghisap darah, sehingga menyebabkan tracheitis kateralis dan sekresi mukus yang berlebihan. Iritasi pada trakea akan menimbulkan radang pada trakea dan mukus yang berlebihan akan menggangu pernafasan ayam. (4) Gejala klinis Gejala yang tampak akibat penyakit ini adalah pertumbuhannya akan terhambat. Ayam yang sering diserang terutama ayam yang muda, lemah, kurus, sesak napas,



ayam



yang



menguap



karena



gangguan



pernapasan, napas terengah-engah dan anemi. g. Genus Metastrongylus Metastrongylus merupakan cacing paru-paru pada babi. Cacing ini memiliki dua bibir lateral berlobus tiga, kapsul bukal sangat kecil dengan spikula pada yang jantan panjang dan lembut, dengan sayap garis melintang, ekor berbentuk kerucut, vulva dekat dengan anus, uterus paralel. Cacing jantan panjangnya mencapai 11-26 mm dan sedangkan cacing betina 28-60 mm. Telurnya berukuran 4557 X 38-41 mikron dan telur berembrio ketika dikeluarkan. Berpredeleksi di dalam alveoli paru-paru. Babi dapat tertular



oleh larva infektif, ditandai oleh gejala bronchitis dan pneumonia. (1) Siklus Hidup dan Cara Penularan Telur dikeluarkan pada bronkus dan bronkiolus, dibatukkan kemudian ditelan dan dikelurkan bersama tinja. Telur ini harus dimakan cacing tanah untuk perkembangan lebih lanjut. Cacing tanah yang dapat berperan sebagai hospes intermidier antara lain : Allobophora chloritica, Denroboena rubida, Eisenia austriaca, E. foitida dan Lumbricus terrestris. Babi terinfeksi dengan jalan memakan cacing tanah yang mengandung larva stadium 3, kemudian larva dibebaskan didalam usus halus babi, menembus usus halus menuju limfaglandula mesenterika melalui sistem limfe.



Di



tempat tersebut larva melakukan pergantian menjadi larva stadium 4, kemudian melalui sistem limfa dan peredaran darah menuju jantung dan paru-paru, menyilih menjadi stadium dewasa. (2) Patogenesa dan Gejala klinis Cacing dewasa yang hidup pada paru-paru akan menimbulkan kerusakan alveoli sehingga dapat terjadi bronkitis dan pnemonia sehingga gejala klinis yang tampak



berupa



batuk



batuk,



sesak



nafas



dan



pertumbuhan terhambat terutama pada babi muda. Kematian biasanya terjadi akibat infeksi sekender atau tersumbatnya alveoli dan saluran saluran udara oleh cacing dewasa. 3) Ordo florida Pada ordo ini hanya terdapat genus capillaria yaitu species Wuchereria bancrofit (cacing rambut ). Cacing rambut dinamakan pula cacing filarial.Tempat hidupnya di dalam



pembuluh limfa. Cacing ini menyebabkan penyakit kaki gajah (elephantiasis), yaitu pembengkakan tubuh. Pembengkakan terjadi karena akumulasi cairan dalam pembuluh limfa yang tersumbat oleh cacing filarial dalam jumlah banyak. Cacing filarial masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk culex yang banyak terdapat di daerah tropis. Morfologi, mirip dengan Trichuris, tetapi ramping keseluruhan.tubuhnya kapiler dan mempunyai mulut sederhana. Vulva cacing betina dekat dengan ujung esophagus.kadang cacing ini mempunyai sebuah spikulum yang selalu ada selubungnya. Panjang cacing jantan 11-15mm,betin 10-25mm. Ttelur ini mempunyai dua sumbat pada kedua ujungnya dengan ukuran telur 43-70x21-30 mikron. Siklus hidup secara langsung melalui telur infektif dan tidak langsung melalui hospes intermidier 4) Ordo dictophymoidea Pada ordo ini terdapat satu genus yaitu genus dyctyocaulus. Morfologi, Dyctiocaulus viviparous merupakan cacing paru pada sapi. Predeleksinya pada trakea, bronki dan bronkiola



pada



sapi,



zebu,



unta



dan



berbagai



ruminansia.terdapat 4 bibir, yang dorsal dan ventral agak sedikit lebih besar disbanding yang literal.kapsul bukal sangat kecil dan terdapat cincin tebal, keras disekeliling bagian posterior. Spikula sama besar,pendek dan kuat. Vulva cacing betina dekat dengan



pertengahan



berlawanan.cacing



jantan



tunuh panjang



dan



uterus



arahnya



17-50mm,dengan



telur



berukuran 82-88x33-38 mikron. Siklus hidup, cacing dewasa berada didalam paru-paru kemudian



mereka



mengeluarkan



telurnya.beberapa



telur



menetas,kemudian telur atau larva dibatukkan sehingga dapat tertelan dan keluar melalui tinja atau lender hidung atau



mulut.larva menyilih menjadi larva stadium 3 infektif yang berselubung.larva termakan oleh sapi bersama makanan atau rumput kemudia larva ini menuju limfoglandula mesenterika menyilih menjadi stadium keempat dan kemudia melalui pembuluh darah menuju paru-paru dan menjadi dewasa.periode prepaten3-8 minggu. 5) Ordo Endoplida a. Genus Trichinella Spesies Trichinella spiralis. Cacing ini hidup pada otot manusia dan menyebabkan penyakit trikhinosis atau kerusakan otot. Manusia yang terinfeksi cacing ini karena memakan daging yang tidak dimasak dengan baik. cacing ini terdapat di antara serabut-serabut obat bergaris dari hewan pemakan daging dan monivara. Jika inang memakan daging tersebut, maka di dalam usus kista tumbuh menjadi cacing dewasa. Setelah kawin, yang jantan mati dan cacing betina melahirkan larva. Larva itu lalu memasuki sel-sel mukosa dingin usus(sebagai parasit intraseluler) kemudian mengikuti peredaran darah besar dan larva datang dalam jaringan obat bergaris dan mengkista. Cacing ini juga terdapat pada babi , tikus, dan mamalia lain (peka), sapi, domba dan kambing (kurang peka).  Larva cacing akan mengkista pada urat daging bergaris melintang. Habitat Cacing dewasa pada usus halus sedangkan larvanya pada urat daging.  Morfologi, Cacing dewasa kecil , tetapi sering muncul dalam jumlah besar, larva cacing menyebabkan efek yang serius dengan mengkista pada urat daging. Cacing betina panjangnya 1,4 –1,6 mm dan jantan 3-4 mm, ukuran telur 40 x 30 mikron, telur akan menetas dalam uterus cacing betina



(viviparosa).



Larva



ditemukan



dalam



kista



mikroskopis pada urat daging bergaris melintang . yang jantan mempunyai anus yang ditonjolkan dan sembulan berbentuk kerucut disetiap sisi. Tidak mempunyai spikulum dan selubung. Vulva terletak pertengahan esofagus. Siklus hidup, Apabila kista yang infektif termakan oleh induk semang, maka daging yang mengandung kista tercerna oleh pengaruh enzim pencernaan dan larva cacing akan terbebas. Larva akan masuk kedalam usus halus dan menjadi dewasa kelamin.. kemudian cacing jantan dan betina kawin , setelah kawin dacacing jantan segera mati. Cacing betina akan menembus kedalam mukosa usus melalui glandula liberkhun kedalam ruang limfe, disini cacing betina bertelur dan menetas didalam saluran uterus dari cacing. Larva yang dihasilkan masuk saluran limpe, menembus ductus thoracicus, vena cava superior kiri dan kanan jantung, kemudian keperedaran darah yang disebarkan keseluruh tubuh. Penyebaran larva terutama pada urat daging bergaris melintang dan selanjutnya berkembang pada otot maseter, diafragma, inter costae, lidah, larinx dan mata. Kadangkadang ditemukan pada hati, pankreas dan ginjal. Larva tumbuh sampai berukuran panjang 0,8 – 1 mm dan diameter 30 mikron (16 hari). Dinding kiste terbentuk setelah 3 bulan dan mulai melingkar dalam kista yang dibentuk oleh jaringan sekitarnya.



Otot



disekitar



mengalami



degenerasi



dan



pengapuran setelah 6-9 bulan, tetapi larva dalam kista tetap hidup untuk beberapa tahun (sampai 11 tahun). Kista akan tumbuh menjadi cacing dewasa dalam usus induk semang berikutnya bila termakan oleh induk semang tersebut. Daur hidup cacing ini tertutup. b. Genus Trichuris



Cacing ini terdapat pada sapi, kambing, domba dan anjing. Habitatnya di caecum. Adapun beberapa spesies diantaranya adalah Trichuris ovis pada caecum kambing dan domba Trichuris discolor pada caecum dari sapi, Trichuris vulvis pada anjing, Trichuris



suis pada babi, Trichuris



trichiura pada manusia. Morfologi, Cacing ini disebut dengan cacing cambuk dengan salah satu satu ujung tebal dan ujung lainnya panjang dan tipis. Bagian anterior panjang dan tipis kira-kira dua kali bagian posterior, ujung posterior cacing jantan bergulung kedorsal dalam bentuk spiral. Vulva terletak antara batas anterior dan posterior. Cacing jantan panjangnya 30-80 mm dan betina 35 – 75 mm, telur mempunyai kulit tebal kecoklatan dengan dua sumbat dikedua ujungnya. Ukukran telur 50-80 x 21-42 u. Siklus hidup, Penularan terjadi secara langsung melalui



telur



infektif



(L2),



telur



sangat



resisten,



perkembangan didalam induk semang berlangsung didalam lumen usus dan massa prepaten 2-3 bulan. Cacing ini melekat pada caecum. 2.



Kelas Nematophora Nematomorpha (kadang-kadang disebut Gordiacea,dan umumnya dikenal sebagai cacing bulu kuda atau cacing Gordian) yang merupakan filum dari parasitoid hewan dangkal mirip dengan nematoda atau cacing di morfologi. Mereka berbagai ukuran di sebagian besar spesies dari 50 hingga 100 milimeter (2,0-3,9) panjang dan dapat mencapai dalam kasus yang ekstrim hingga 2 meter, dan 1 sampai 3 milimeter (0,039-0,118 in) diameternya. Cacing bulu kuda dapat ditemukan di tempat yang lembab seperti palung penyiraman, kolam renang, sungai, genangan air, dan tangki air. Cacing dewasa hidup bebas, tetapi larva terkena parasit oleh arthropoda, seperti kumbang, kecoak, mantids, Orthoptera dan krustasea.



Dari 351 spesies air tawar yang diketahui dan perkiraan yang konservatif, menunjukkan bahwa mungkin ada sekitar 2000 spesies air tawar di seluruh dunia. Nama "Gordian" berasal dari legendaris Gordian knot. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa Nematomorpha sering mengikat diri dalam knot. G. Peranan Nemathelminthes 1. Peranan Menguntungkan Kebanyaan Nemathelminthes bersifat merugikan namun ada yang memiliki peranan penting dalam pembusukan dan daur ulang nutrien. Cacing ini pada umumnya hidup di tanah yang lembap dan di dalam bahan organik yang membusuk di dasar danau atau lautan. Contohnya: Caenorhabitis elegans yang telah dibudidayakan secara luas dan merupakan organisme untuk riset. 2. Peranan Meugikan dan Cara Pengobatannya Cacing dari filum nemethelminthes ada yang hidup patasit pada manusia dan hewan. Selain itu banyank anggota filum nemathelminthes yang merupakan hama pertanian dan menyerang akar tumbuhan. Berikut contohnya: a.



Ascaris Lumbricoides Cacing Ascaris dewasa tumbuh dalam usus halus manusia dan menyerap zat – zat makanan. Cacing ini menyebabkan penyakit ascariasis atau cacingan. Kebanyakan orang yang terinfeksi penyakit cacingan tidak memunculkan gejala dan bahkan gejalanya tampak samar dengan penyakit lainnya. Meski begitu, beberapa tanda-tanda dan gejala penyakit cacingan adalah: 1) Demam 2) Gelisah pada waktu malam hari 3) Cacing kadang-kadang dapat dilihat ketika buang air besar 4) Kelelahan 5) Nafsu makan berkurang 6) Penurunan berat badan



7) Sering mengalami nyeri atau sakit perut 8) Diare 9) Pada paru-paru, larva dapat menyebabkan bengek atau napas



pendek Parasit penyebab penyakit cacingan umumnya tidak ditularkan dari orang ke orang. Akan tetapi penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak dengan air yang terkontaminasi, makanan, atau tangan (misalnya dengan makan sayuran mentah yang tumbuh di tanah yang terkontaminasi tanpa dicuci terlebih dahulu). Cacing muda (larva) begerak pindah dari usus ke bagian tubuh lainnya, seperti paru-paru. Cacing tersebut kemudian kembali ke usus di mana mereka menjadi dewasa dan menghasilkan telur. Beberapa faktor-faktor risiko yang bisa menyebabkan seseorang terkena penyakit cacingan adalah: 1) Usia. Kebanyakan orang yang memiliki askariasis berusia 10 tahun atau lebih muda. Anak-anak dalam kelompok usia ini dapat berada pada risiko yang lebih tinggi karena mereka lebih cenderung untuk bermain di tanah 2) Iklim hangat. Penyakit ini lebih berkembang di negara-negara dengan suhu hangat sepanjang tahun, seperti Indonesia 3) Sanitasi yang buruk. Cacingan menyebar luas di negara-negara berkembang di mana kotoran manusia tercampur dengan tanah setempat Untuk



pengobatannya



terdapat



obat



tertentu



dapat



digunakan untuk membunuh cacing. Namun, obat ini tidak dapat digunakan pada wanita hamil. Untuk mencegah penyakit ini, Anda harus: 1) Cuci tangan Anda secara menyeluruh sebelum makan dan setelah



menggunakan toilet dengan menggunakan sabun 2) Bersihkan rumah Anda secara teratur dan hindarilah membuat lingkungan di mana cacing dapat berkembang biak.



3) Pastikan Anda mencuci dan memasak bahan makanan hingga matang. 4) Jika perlu, upayakan untuk mengonsumsi obat cacing secara rutin. Namun, konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter Anda sebelum mengonsumsi obat cacing. 5) Beberapa gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat membantu mengatasi penyakit cacingan adalah: 6) Hindarilah



makanan



terkontaminasi. Masaklah



dan makanan



minuman dan



minuman



yang hingga



matang. 7) Beritahu dokter Anda jika Anda sedang hamil. 8) Cuci tangan Anda secara menyeluruh sebelum makan dan setelah menggunakan toilet dengan sabun. 9) Periksalah hewan peliharaan apakah memiliki cacing atau tidak. 10) Periksalah semua anggota keluarga apakah ada yang memiliki infeksi tertentu atau tidak. 11) Bersihkan perlengkapan kamar mandi bersih secara menyeluruh setelah pengobatan. 12) Hubungi dokter Anda jika Anda memiliki demam dan sakit perut yang parah. 13) Hubungi dokter Anda jika Anda terus memiliki sakit perut, nyeri dada, atau sesak napas. b.



Ancylostoma sp. Umumnya, cacing Ancylostoma disebut cacing tambang karena penderita cacing ini biasanya orang – orang yang bekarja di pertambangan. Cacing tambang juga merupakan anggota kelompok cacing gilik. Hewan itu banyak terdapat di kawasan tropis dan subtropis.



Jenis



yang



dikenal



sebagai



cacing



tambang



Amerika, Necator americanus, panjangnya kira-kira 1 cm lebih besar dari cacing trikhina.



Cacing tambang Amerika dewasa mengisap darah dari dinding usus kecil inangnya. Yang betina menghasilkan sejumlah besar telur, yang keluar bersama kotoran. Jika telur ini terendapkan di atas tanah lembab yang hangat dan gembur, telur berkembang menjadi larva yang amat kecil. Larva yang umumnya masuk ke dalam tubuh manusia melalui telapak kaki. Hewan itu mengeborkulit, menghasilkan rasa tidak enak yang dikenal dengan bermacam-macam nama seperti “gatal tanah”,”gatal embun”, atau “gatal kulit”. Setelah memasuki pembuluh darah, larva mulai dengan perjalanan yang menakjubkan melalui tubuh.. Mula-mulahewan itu diangkut oleh aliran darah melalui jantung ke pembuluh darah jaringan paru-paru. Hewan itu mengebor untuk mencari jalan keluarnya ke dalam ruangudara paruparu kemudian berpindah ke atas melalui pembuluh napas dan batang tenggorok menuju ke belakang rongga mulut. Hewan itu kemudian menuruni esophagus dan menembus lambung, mencapai usus kecil. Di sini cacing tambang menetap mungkin 6-7 tahun. Korban cacing tambang biasanya mengalami kehilangan darah dan menjadi kurus dan anemia; kulitnya tampak pucat. Mereka sering menderita sendawa asam, sembelit dan mudah terserang berbagai penyakit lain. Anak-anak yang terserang sering mengalami keterbelakangan perkembangan tubuhnya. Benteng pertahanan pertama dalam melawan cacing tambang yang paling praktis-dengan mengenakan sepatu. Tindakan ini akan mencegah sebagian besar parasit itu memasuki tubuh sekalipun di tempat yang dihuni parasit itu secara berlimpah-limpah. Tindakan lainnya yang efektof adalah menyediakan penempatan saniter bagi kotoran manusia yang mengandung cacing tambang. Cacing dewasa mungkin didorong keluar dari usus manusia dengan obat tertentu yang digunakan di bawah bimbingan seorang



dokter. Tentu saja, cacing tambang dalam tubuh manusia akan mati tua, tetapi 6 atau 7 tahun adalah waktu yang lama untuk ditunggu. c.



Enterobius verinicularis Cacing ini dikenal dengan sebutan cacing kremi. Cacing ini dapat menyebabkan rasa gatal di sekitar dubur, terutama pada anak – anak. Cacing ini menyebabkan rasa gatal karena cacing betina biasanya bertelur di sekitar dubur, dan pada waktu bertelur cacing betina dapat mengeluarkan zat yang dapat mengakibatkan rasa gatal sehingga penderita akan menggaruknya. Akibatnya, telur akan menempel pada kuku penderita sehingga bila penderta memakan makanan tanpa mencici tanga terlebih dahulu maka telur cacing ini akan ikut tertelan. Di usus telur akan menetas kemudian tumbuh menjadi dewasa. Jadi, cacing ini dapat menular secara autoinfeksi. Selain itu, cacing ini jiga dapat menular melalui makanan yang tidak dibungkus sehingga tercemar telur cacing. Orang yang terjangkiti cacing kremi seringkali tidak merasakan gejala atau tanda apa pun. Namun, gejala umum yang sering dirasakan penderita adalah rasa gatal di sekitar anus dan vagina pada malam hari. Rasa gatal ini disebabkan oleh aktivitas cacing kremi saat menaruh telurtelurnya. Jika cacing kremi sudah menimbulkan infeksi parah, beberapa gejala berikut ini biasanya dirasakan penderita: 1) Mengompol. 2) Hilangnya nafsu makan. 3) Kesulitan tidur atau tetap tidur (insomnia). 4) Berat badan berkurang. 5) Infeksi kulit di sekitar anus. 6) Nyeri perut dan mual.



Parasit cacing kremi umumnya menjangkiti seseorang setelah ia menelan telur dari cacing kremi. Bahkan, telur tersebut bisa tertelan setelah terhirup lebih dahulu. Cacing kremi betina bisa meletakkan ribuan telurnya di sekitar anus atau vagina. Ketika proses menaruh telur tersebut, cacing kremi betina juga mengeluarkan lendir yang menyebabkan penderita merasa gatal. Rasa gatal akan memancing penderita untuk menggaruk atau mengelap anus atau vagina. Saat menggaruk atau mengelap itulah, telur-telur cacing bisa menempel pada ujung jari atau di bawah kuku penderita. Telur cacing kremi bisa bertahan hidup selama dua minggu. Telur-telur cacing kremi pada tangan penderita bisa berpindah pada benda apa pun yang disentuhnya seperti: 1) Sprei dan sarung bantal. 2) Handuk. 3) Mainan anak. 4) Peralatan dapur. 5) Sikat gigi. 6) Perabotan rumah. 7) Permukaan dapur atau kamar mandi. Cacing kremi kebanyakan diidap oleh anak kecil karena masih belum bisa menjaga kebersihan tangannya dengan baik. Selain anak kecil, seseorang yang sering melakukan kontak langsung dengan penderita cacing kremi dan yang hidup di lingkungan padat penduduk juga berisiko lebih tinggi untuk mengidap parasit cacing kremi. Berikut beberapa obat anti parasit untuk menangani cacing kremi yaitu: 1) Mebendazole. Obat ini bekerja dengan mencegah cacing kremi menyerap gula, yang akan membuatnya mati dalam beberapa hari.



2) Albendazole. Selain



pemberian



obat-obatan,



pasien



juga



diminta



menerapkan perilaku hidup bersih untuk mencegah terkena infeksi cacing kremi kembali. Beberapa perilaku hidup bersih antara lain: 1) Hindari menggunakan handuk orang lain. 2) Mencuci semua baju, sprei, handuk, dan mainan. 3) Membersihkan debu di seluruh rumah. 4) Bersihkan kamar mandi dan dapur. 5) Hindari untuk menggoyangkan benda yang terkontaminasi dengan telur cacing kremi. 6) Hindari makan di kamar tidur. 7) Jaga agar kuku-kuku selalu pendek. 8) Ajari anak untuk tidak menggigit kuku dan mengisap jari. 9) Mandi setiap hari