New Lapres Derajat Flokulasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FTS CAIR – SEMI PADAT DERAJAT FLOKULASI



Nama Npm Kelas/Kelompok Hari/tgl Praktikm Dosen Pengampu



: Lerika Prihtiantini : 1620002991 : Teori A/ Kelompok B : Senin, 14 Maret 2022 : Metha Anung A.,M.Sc.,Apt



LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PEKALONGAN PEKALONGAN 2021



PERCOBAAN II Derajat Flokulasi



A. TUJUAN Menghitung derajat flokulasi dari sediaan suspensi



B. DASAR TEORI Suspensi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995: 17) adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979 : 32) suspensi adalah sediaan cair yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam fase cairan pembawa. Suspensi juga dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi secara halus, disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum (Ansel, 1989 : 354). Suspensi oral adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditunjukan untuk penggunaan oral (Dep.Kes RI, 1995 : 18). Suatu sediaan suspensi yang dibuat harus tetap homogen pada saat pemakaian, paling tidak pada saat pengocokan dan penuangan sesuai dengan dosis yang dikehendaki. Pengendapan yang terjadi pada saat penyimpanan, juga harus mudah didispersikan kembali pada saat pengocokan (Lachman, dkk., 1994 : 1004). Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi adalah ukuran partikel, kekentalan (viskositas), jumlah partikel (konsentrasi), dan sifat atau muatan suspensi (Syamsuni, 2006 : 136). Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi suspensi dimana partikel tidak mengalami aggregasi dan tetap terdistribusi secara merata. Jika partikel mengendap, partikel tersebut akan mudah tersuspensi kembali dengan penggojokan yang ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk aggregasi dan selanjutnya terbentuk ”compacted cake” dan peristiwa ini disebut terjadi ”cacking” (Syamsuni, 2006 : 138). Suspensi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal-hal yaitu : 1. Creaming Creaming merupakan proses terpisahnya suspensi menjadi dua bagian, dimana satu bagian mengandung fase dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya jika dikocok perlahan – lahan akan terdispersi kembali. 2. Koalesensi dan Cracking



Pecahnya suspensi karena film yang meliputi partikel rusak dan butir partikel berkoalesensi atau menyatu menjadi fase tunggal yang memisah disebut koalesensi dan cracking adalah bersatunya partikel padat membentuk massa yang keras. Suspensi ini bersifat irreversibel (tidak dapat diperbaiki kembali). Hal ini bisa terjadi baik karena peristiwa fisik seperti pendinginan dan pengadukan maupun karena peristiwa biologis seperti bakteri atau jamur (Syamsuni, 2006 : 134). Sediaan suspensi dapat dibuat dengan metode sebagai berikut: 1. Metode dispersi dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat ke dalam musilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersikan serbuk ke dalam pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak atau kontaminasi pada serbuk. Serbuk yang sangat halus mudah kemasukan udara sehingga sukar dibasahi oleh air (Syamsuni, 2006 : 141 - 142). 2. Metode Presipitasi (Pengendapan) Metode ini dibagi lagi menjadi 3 macam, yaitu : a. Presipitasi dengan pelarut organik Obat – obat yang tidak larut dalam air dapat diendapkan dengan melarutkannya dalam pelarut – pelarut organik yang bercampur dengan air, dan kemudian menambahkan fase organik ke air murni di bawah kondisi standar. b. Presipitasi dengan perubahan pH dari media Metode pengubahan pH medium bisa jadi lebih membantu dan tidak menimbulkan kesulitan yang serupa dengan endapan pelarut organik. Tetapi teknik ini hanya dapat diterapkan ke obat – obat yang kelarutannya tergantung pada harga pH. c. Presipitasi dengan dekomposisi (penguraian) rangkap Melibatkan proses kimia yang sederhana, walaupun beberapa faktor fisika yang disebutkan sebelumnya juga berperan. Sistem Pada Pembentukan Suspensi Sistem Flokulasi Dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi ”cake” dan mudah tersuspensi kembali (Syamsuni, 2006 : 142). Sifat – sifat relatif dari partikel flokulasi adalah: a. Partikel merupakan aggregat yang bebas. b. Sedimentasi terjadi cepat. c. Sedimen terbentuk cepat. d. Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali seperti semula. e. Wujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat dan diatasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata (Syamsuni, 2006 : 143) Sistem Deflokulasi Dalam sistem deflokulasi, partikel deflokulasi mengendap secara perlahan dan akhirnya membentuk sedimen, dimana akan terjadi aggregasi dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali (Syamsuni, 2006 : 142). Sifat – sifat relatif dari partikel deflokulasi adalah: a. Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.



b. Sedimentasi yang terjadi lambat, masing-masing partikel mengendap terpisah dan partikel berada dalam ukuran paling kecil. c. Sedimen terbentuk lambat. d. Akhirnya sedimen akan membentuk ”cake” yang keras dan sukar terdispersi kembali. e. Wujud suspensi menyenangkan, karena zat tersuspensi dalam waktu relatif lama. Terlihat bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut (Syamsuni, 2006 : 143). Keuntungan sediaan bentuk suspensi antara lain: a. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet/kapsul, terutama anak-anak. b. Memiliki homogenitas tinggi. c. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet/kapsul. d. Dapat menutupi rasa tidak enak atau pahit dari obat. e. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air (Chaerunissa, dkk., 2009 : 93). Kekurangan sediaan bentuk suspensi antara lain: a. Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya pulveres, tablet, dan kapsul. b. Jika membentuk ”cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya akan turun. c. Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sukar dituang. d. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan. e. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking, flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi/perubahan temperatur (Chaerunissa, dkk., 2009 : 94). Syarat sediaan suspensi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, adalah: a. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara i.v dan intratekal. b. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus mengandung zat antimikroba. c. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan. d. Suspensi harus disimpan dalam wadah tetutup rapat (Chaerunissa, dkk., 2009 : 94). Syarat sediaan suspensi menurut Farmakope Indonesia Edisi III, adalah: a. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap. b. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali. c. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. d. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. e. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid tetap agak konstan untuk waktu yang lama pada penyimpanan (Chaerunissa, dkk., 2009 : 95). Suatu parameter yang lebih baik untuk menilai suspensi adalah dengan menggunakan derajat flokulasi yang menerangkan hubungan antara volume



pengendapan suspensi terflokulasi dengan volume pengendapan suspensi yang sama jika suspensi tersebut dalam keadaaan terflokulasi. Derajat flokulasi diperoleh dengan membandingkan volume sedimentasi pada suspensi flokulasi (F) dengan volume sedimentasi pada suspensi deflokulasi (F~). Perhitungan derajat flokulasi untuk menentukan kestabilan suspensi selama proses penyimpanan. dapat dikatakan Derajat flokulasi yang baik adalah 1 yaitu tidak ada perubahan atau penambahan endapan dari menit akhir perhitungan dengan volume sedimentasi pada waktu tak terhingga. Monografi bahan :  Sulfadiazin ( FI Ed IV) Nama Resmi : Sulfadiazinum Nama Lain : Sulfadiazin Pemerian : Serbuk putih sampai agak kuning tidak berbau atau Hampir tidak berbau, stabil diudara tetapi pada Pemaparan terhadap cahaya perlahan-lahan menjadi Hitam. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam asam Mineral encer, dalam larutan kalium hidroksida, agak Sukar larut dalam etanol dan dalam aseton, sukar larut Dalam serum padam suhu 37°C Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik



 Alcl³ ( RPS : 319) Nama Resmi Nama Lain Pemerian Kelarutan Penyimpanan Kegunaan



: Alumunium Chlorida : Almunium triklorida : Putih atau putih kekuningan, serbuk kristal, rasa manis, Rasa astrigen bereaksi asam pada lakmus : 1 gram dalam 0,9 ml atau 1 ml alkohol, larut dalam Gliserin : Dalam wadah tertutup baik : Sebagai elektrolit pemflokulan



 Dikotil Sodium Sulfosuksinat (DSS) Nama Resmi : Dikotil Sodium Sulfosuksinat Pemerian : Serpihan seperti malam, putih, pahit, biasanya tersedia Dalam bentuk pelet  Aquades ( Ditjen POM, 1979) Nama Resmi : Aqua Destilata Nama lain : Aquadest, air suling Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat



C. FORMULA (Replikasi 3 kali) Formula Sulfadiazin (g) DSS (mg) AlCl₃ Aquadest add (ml)



A 2 20 20



D. ALAT BAHAN  ALAT NO Nama Alat



B 2 20 2 20



C 2 20 4 20



Jumlah



1



Mortir dan Stamfer



1



2



Gelas Ukur



1



3



Beaker Glass



2



4



Kaca Arloji



2



5



Cawa Porselain



1



6



Batang Pengaduk



1



7



Sendok Tanduk



1



8



Pipet Tetes



1



 BAHAN NO Nama Bahan 1



Sulfadiazine



2 4



Dikotil Sodium Sulfosuksinat (DSS) AlCl₃



5



Aquadest



D 2 20 6 20



E 2 20 10 20



E. CARA KERJA Dilarutkan Dss kedalam sebagian air



Dihaluskan serbuk sulfadiazine menggunakan mortir Serbuk sulfadiazine didispersikan dalam larutan yang mengandung DS, aduk sampai semua serbuk terbasahi. Jika perlu ditambahkan sedikit aquadest



Ditambahkan larutan AlCl₃ secara seksama pada formula-formula B,C,D, dan E. aduk sampai homogen dan terbentuk dispersi terflokulasi



Dispersi kemudian dituang kedalam tabung reaksi berskala dan ditambah air suling add 20 mL, kemudian digojog homogen



Ditempatkan tabung dalam rak. Catat tinggi pengenapan pada waktu-waktu tertentu : 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 60 menit dan 3 hari. Amati supernatannya (Cairan bening)



Ditentukan tipe suspensi-suspensi yang dihasilkan, serta gambarkan grafik waktu vs harga F untuk kelima formula tersebut



Dihitung derajat flokulasi suspensi (dari hasil pengamatan hari ke-3)



J. LAMPIRAN



Penimbangan Kaca Arloji



Penimbangan Bahan serbuk sulfadiazin dihaluskan



Campuran Alcl₃ + DSS, Sulfadiazin, Aquadest



Penggojogan Suspensi



Hasil akhir Suspensi



LAMPIRAN MIKROBIOLOGI



Perbesaran 5 x 5



Perbesaran 5 x 10



Perbesaran 5 x 40



Pembungkusan Alat dengan kertas coklat



Alat dimasukkan kedalam Autoklaf



Alat-alat yang sudah dibungkus kertas



Penutupan dengan kain



Alat yang sudah disterilisasikan



Proses sterilisasi autoklaf



Sterilisasi jarum ose dengan pemijaran