Nutrisi Pada Geriatri REFRAT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



NUTRISI PADA GERIATRI



Disusun oleh : Gizara Sugihartono



G 0004104



Dewi Kartika DJ Anwar



G 0005079



Fitriana Nurwinarsih



G 0005099



Ismawardi



G 0005118



Noer Azizah



G 0005141



Pembimbing : dr. Fatichati B, Sp. PD



KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI S U RAKAR TA 2010



1



BAB I PENDAHULUAN Tetap berprestasi dimasa tua adalah harapan setiap insan, baik individu itu sendiri maupun keluarga dan kerabatnya. Namun demikian, tidak setiap harapan dapat diwujudkan dengan mulus. Harapan yang demikian pernah dikemukakan oleh seorang Gerontolog dari Amerika yang menyatakan "Not only add years to life, but also life to years" atau jangan hanya menambah tahun pada kehidupan, tetapi juga menambah kehidupan pada tahun-tahun itu. Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi, termasuk teknologi kedokteran, maka umur harapan hidup manusia menjadi lebih panjang dan umur rata-rata penduduk menjadi lebih tua. Tetapi, menambah panjang umur tanpa peningkatan kualitas hidup tentunya tidak cukup, karena hanya akan menambah panjang penderitaan bagi individu tersebut maupun keluarga dan masyarakat, baik ditinjau dari segi budaya, sosial, maupun ekonomi. Dengan bertambahnya usia, ditunjang kemunduran kemampuan psikis dan fisik, serta menderita berbagai penyakit, merupakan keadaan yang sangat tidak diharapkan. Padahal, pada kenyataannya terdapat beberapa orang usia lanjut yang masih mempunyai keinginan dan harapan-harapan yang ingin dicapai. Pembahasan tentang proses menua semakin sering muncul seiring dengan semakin bertambahnya populasi usia lanjut di berbagai belahan dunia. Telah banyak dikemukakan bahwa proses menua amat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Proses menua bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang berusia lanjut, melainkan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian. Namun demikian, efek penuaan tersebut menjadi lebih terlihat setelah usia 40 tahun.1 Secara umum dapat dikatakan terjadi kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan proses menua. Akibat penurunan kapasitas fungsional tersebut, orang berusia lanjut umumnya tidak berespon terhadap berbagai rangsangan internal maupun eksternal. Menurunnya kapasitas untuk berespon terhadap lingkungan internal cenderung membuat orang usia lanjut kesulitan untuk memelihara 2



kestabilan status fisik dan kimiawi dalam tubuh. Gangguan pada homeostasis tubuh tersebut dapat memudahkan terjadinya berbagai disfungsi sistem organ.1 Nutrisi merupakan penentu yang sangat penting terhadap kesehatan, fungsi fisis, dan kognitif, vitalitas, kualitas hidup keseluruhan, dan panjangnya usia. Status nutrisi memiliki dampak utama pada timbulnya penyakit dan hendaya pada usia lanjut. Kecenderungan pola diet saat ini di negara – negara yang sedang berkembang adalah menuju diet tinggi lemak yang ikut menambah resiko penyakit kronik.2 Prevalensi malnutrisi meningkat seiring dengan timbulnya kelemahan dan ketergantungan fisik pada geriatri. Selain malnutrisi, obesitas dan defisiensi mikronutrien juga kerap terjadi pada populasi lanjut usia yang kemudian akan mencetuskan berbagai penyakit kronik.2 A. Batasan Usia Lanjut Batas umur untuk usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. WHO membagi umur tua sebagai berikut: 1. Umur lanjut (elderly): 60--74 tahun 2. Umur tua (old): 75--90 tahun 3. Umur sangat tua (very-old): > 90 tahun B. Beberapa Jenis Penyakit pada Kelompok Usia Lanjut Jenis penyakit yang ditemukan pada kelompok usia lanjut sebenarnya tidak berbeda dengan yang ditemukan pada kelompok usia lebih muda. Penyakit yang diketemukan pada usia lanjut antara lain osteoporosis, osteomalasia, dementia, penyakit alzheimer, katarak, dan otosklerosis. Beberapa penyakit yang frekuensinya lebih lebih tinggi dari usia muda lainnya antara lain osteoartritis, artritis reumatoid, penyakit keganasan, penyakit parkinson, dan gangguan pembuluh darah otak (cerebro-vascular disease = CVD). Beberapa penyakit lain yang menimbulkan masalah pada kelompok usia lanjut, misalnya diabetes militus, hipertensi, penyakit infeksi, bronkopneumonia, penyakit paru obstruksi menahun, tuberkulosis, fraktur, dan lain-lain.



3



C. Transisi Nutrisi Penyebab kematian utama pada usia lanjut adalah penyakit vaskuler dan penyakit kronik yang menyertainya. Upaya pencegahan penyakit ini dilakukan melalui pola hidup sehat yang mencakup aktivitas fisik, diet bergizi, dan tidak merokok. Bersamaan dengan pesatnya peningkatan populasi usia lanjut, didapatkan bukti perubahan tingkah laku dan pola aktivitas fisik yang meningkatkan resiko timbulnya penyakit kronis. Hal ini disebut dengan transisi nutrisi.2



Urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, diet tradisional pedesaan



Makanan olahan, Diet barat modern



Progresivitas



Aneka ragam Tinggi lemak Rendah serat



Kurang variasi Kurang lemak Tinggi serat



adekuat & hati-hati



tidak adekuat



Gizi kurang, penyakit infeksi



Nutrisi optimal



Bagan 1. Transisi Nutrisi



tidak hati-hati



obesitas peny kronik



D. Metabolisme Energi Produksi energi untuk tiap m2 luas tubuh menurun secara progresif dengan bertambahnya usia. Rata – rata penurunannya adalah 12kal/m2/jam untuk tiap tahun antara usia 20 sampai dengan 90 tahun. Penurunan ini terjadi oleh karena berkurangnya jaringan aktif (metabolizing tissue) sejalan dengan bertambahnya usia. Produksi ini merupakan produksi untuk metabolisme basal ditambah dengan energi untuk aktivitas. Kebutuhan energi untuk aktivitas menurun lebih besar daripada untuk metabolism basal, terutama pada lansia.5



4



BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI Menua (aging) merupakan proses normal yang dimulai sejak konsepsi dan berakhir saat kematian. Selama periode pertumbuhan, proses anabolisme melampaui proses katabolisme. Pada saat tubuh sudah mencapai tingkat kematangan fisiologik, kecepatan katabolisme atau proses degenerasi lebih besar daripada proses regenerasi sel. Akibat yang timbul adalah hilangnya sel – sel yang berdampak dalam bentuk penurunan efisiensi dan gangguan fungsi organ. A. Komposisi tubuh Sarcopenia (berkurangnya massa, kekuatan, dan kualitas otot). menua ditandai dengan kehilangan lean body mass secara progresif dan perubahan di semua sistem dalam tubuh manusia. berikut ini adalah perubahan fisiologik yang berhubungan dan mempengaruhi status gizi lansia.5 B. Indera Indera pengecap, pencium, dan penglihatan menurun yang akan secara langsung dan tak langsung mempengaruhi nafsu dan asupan makan. Papila pengecap mulai mengalami atrofi pada usia 50 tahun, dari jumlah 245 pada anak menjadi hanya 88 pada usia 74 – 85 tahun. Terjadi penurunan sensitifitas terhadap rasa manis dan asin. Selain itu muncul glossodyna atau nyeri pada lidah.3,4,5 C. Saluran Gastrointestinal Terjadi perubahan – perubahan pada kemampuan digesti dan absorbsi yang terjadi sebagai akibat hilangnya opioid endogen dan efek berlebihan dari kolesistokin. Akibat yang muncul adalah anoreksia. Atropi gastritis, menurunnya motilitas usus hingga terjadi konstipasi, gigi tanggal dan karies sehingga menimbulkan rasa nyeri dan gangguan pengunyahan, menurunnya sekresi saliva dan mucus hingga terjadi gangguan pengunyahan dan penelanan, disfagia, menurunnya sekresi asam lambung, hiperchlorhidria yakni berkurangnya sel parietal mukosa lambung yang akan mengakibatkan penurunan absorbsi kalsium dan non-hem iron, overgrowth bakteri yang 5



terjadi dapat menurunkan bioavailibilitas B12, malabsorbsi lemak, penurunan fungsi asam empedu, dan diare.3,4,5 D. Metabolisme Pada lansia dapat terjadi penurunan toleransi glukosa yang akan mengakibatkan kenaikan glukosa dalam plasma sekitar 1,5 mg/dl untuk tiap dekade umur. Hal ini terjadi mungkin karena penurunan produksi insulin atau karena respon jaringan terhadap insulin yang menurun. Metabolisme basal (BM) menurun sekitar 20% antara usia 30 – 90 tahun. Hal ini terjadi karena berkurangnya lean body mass pada lansia.5 E. Ginjal Fungsi ginjal menurun sekitar 50% antara usia 30 – 80 tahun. Reaksi respon asam basa terhadap perubahan metabolik melambat. Pembuangan sisa metabolisme protein dan elektrolit yang harus dilakukan ginjal akan merupakan beban tersendiri.5 F. Sistem saraf Menurunnya regulasi selera makan, rasa haus, serta fungsi indra.3,4 G. Endokrin Menurunnya kadar estrogen, progesterone, GH, dan toleransi glukosa.3,4 Tabel 1. Faktor fisiologis dan metabolik yang mempengaruhi kebutuhan gizi 3 Faktor Atropik gastritis



Efek terhadap kebutuhan Meningkatkan kebutuhan akan folat, Ca, Vit K, B12, dan besi Meningkatkan kebutuhan vitamin D dan kalsium



Menurunnya sintesis Vit D di kulit, gangguan aktivasi renal, menurunnya respon GIT terhadap 1,25(OH)2D3 Retensi Vitamin A, perubahan Berkurangnya kebutuhan vitamin A metabolisme hepar Peningkatan homosistein Meningkatkan kebutuhan folat dan vitamin B12



6



BAB III JENIS GANGGUAN GIZI PADA USIA LANJUT Gangguan gizi yang dapat muncul pada usia lanjut dapat berbentuk gizi kurang maupun gizi lebih. Gangguan ini dapat menyebabkan munculnya penyakit atau terjadi sebagai akibat dari penyakit tertentu. Oleh karena itu langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan terlebih dahulu ada tidaknya gangguan gizi, mengevaluasi faktor – faktor yang berhubungan dengan gangguan gizi serta merencanakan bagaimana gangguan gizi teresebut dapat diperbaiki.5 A. Malnutrisi Energi Protein 1. Definisi Manutrisi energi protein adalah kondisi dimana energi dan atau protein yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan metabolik. Hal ini dapat terjadi karena buruknya asupan protein atau kalori, meningkatnya kebutuhan



metabolik



bila



terdapat



penyakit



atau



trauma,



atau



meningkatnya kehilangan zat gizi. Usia lanjut merupakan kelompok yang rentan terhadap malnutrisi. Banyaknya penyakit serta meningkatnya hendaya berkaitan dengan indikator – indikator resiko nutrisi. Status nutrisi mempengaruhi berbagai sistem pada usia lanjut seperti imunitas, cara berjalan dan keseimbangan, fungsi kognitif, serta merupakan faktor resiko untuk timbulnya infeksi 2. Patofisiologi Manutrisi energi protein dapat terjadi sebagai akibat dari asupan yang tidak adekuat, atau berhubungan dengan mekanisme fisiologis penyakit yang mempengaruhi metabolisme, komposisi tubuh, dan selera makan (contohnya kakeksia). Pada keadaan defisiensi kalori primer, tubuh beradaptasi dengan menggunakan cadangan lemak sambil menghemat protein dan otot. Perubahan fisiologis yang terjadi sering reversible dengan kembalinya asupan dan aktivitas seperti biasa. Kakeksia dicirikan dengan tingginya respon fase akut yang berkaitan dengan peningkatan mediator inflamasi (seperti TNF-α dan interleukin 1) serta meningkatnya degradasi protein dan otot yang dapat pulih dengan membaiknya asupan. Meskipun



7



kakeksia biasanya berhubungan dengan kondisi penyakit kronis spesifik, keadaan ini dapat timbul pada usia lanjut tanpa penyakit yang jelas. 3. Presentasi klinis Penilaian status nutrisi dengan antropometri standar, biokimia, dan pengukuran imunologis sangat kompleks. Monitor ketat berat badan yang mencerminkan ketidakseimbangan antara asupan kalori dan kebutuhan energi, merupakan cara yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya untuk menilai malnutrisi. Perubahan berat badan dinyatakan dalam persentase perubahan dibandingkan saat sebelum sakit. Kehilangan ≥ 5% berat badan biasanya berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Bila kehilangan berat badan >10% biasanya berkaitan dengan penurunan status fungsional dan hasil pengobatan. Kehilangan berat badan 15-20% atau lebih biasanya secara tidak langsung menunjukan manutrisi berat. Pengukuran antropometri cadangan lemak dan massa otot dapat membantu penilaian malnutrisi. Evaluasi klinis kehilangan turgor kulit, atrofi otot interosseus tangan dan otot temporalis kepala juga dapat menilai hilangnya lemak subkutan dan massa otot.Meskipun tidak ada kriteria definitif untuk klasifikasi derajat manutrisi energi protein, bila berat badan turun >20% berat badan sebelum sakit, albumin serum kurang dari 2,1 mg/dl, dan trasferin serum kurang dari 80 U/ul, biasanya telah terjadi malnutrisi berat.2 4. Penyebab gizi kurang pada lansia a. Penyebab PRIMER 



    



Isolasi sosial Hidup sendiri, kehilangan gairah hidup, kehilangan pasangan hidup, tidak ada keinginan untuk memasak Ketidaktahuan dapat terjadi sejak kecil atau karena pengetahuan yang rendah Gangguan fisik Gangguan indra, hemiplegic/hemiparese, artritis Gangguan mental Depresi, demensia Kemiskinan Iatrogenik 8



Diet lambung jangka lama hingga terjadi kekurangan vitamin C b. Penyebab SEKUNDER      



Gangguan nafsu makan Gangguan mengunyah Malabsorbsi Obat – obatan Peningkatan kebutuhan gizi Alkoholisme4,5



Tabel 2. Penyebab kehilangan berat badan



Penyebab Kehilangan Berat Badan2 M Medication effects E Emotional problems A Anorexia tardive (nervosa), alcoholism L Late-life paranoia S Swallowing disorder O Oral factors N No Money W Wondering and other dementia-related behaviours H Hyperthyroidism, hypothyroidism, hyperparathyroidism, hypoadrenalism E Enteric problems E Eating problem L Low salt, low cholesterol diets S Social problems



5. Penatalaksanaan a. Atasi problem akut (jika ada) seperti mengatasi infeksi, kontrol tekanan darah, dan menjaga kondisi keseimbangan metabolik, elektrolit, dan cairan. Setelah masalah akut teratasi, pasien diminta mengkonsumsi sebanyak mungkin makanan. Tujuannya adalah memberikan asupan kalori kira – kira 35 kkal/kgBB ideal. Lakukan upaya intervensi nutrisi yang agresif. Sebagai patokan umum, dalam 48 jam pertama perawatan sudah diberikan asupan gizi adekuat. Pendekatan yang diambil tergantung kondisi klinis pasien, apakah 9



memerlukan support nutrisi jangka pendek atau jangka panjang. Bagi yang membutuhkan support jangka pendek ( 25



≥ 23



At risk



25 – 30



23 – 24,9



Obese I



30 – 40



25 – 29,9



Obese II



> 40



≥ 30



C. Defisiensi Vitamin dan Mineral



11



Tidak memadai asupan mikronutrien sering terjadi pada usia lanjut. Sebagai contoh, vitamin B6, B12, dan asam folat dibutuhkan untuk mencegah akumulasi homosistein, suatu asam amino yang secara konsisten berhubungan dengan resiko penyakit vaskuler. Juga terdapat hubungan antara rendahnya konsentrasi vtamin B dengan menurunnya fungsi kognitif. Terdapat beberapa bukti manfaat suplementasi vitamin pada fungsi kognitif dan penyembuhan ulkus. Kalsium dan vitamin D juga merupakan zat gizi yang perlu mendapat perhatian pada usia lanjut. Dengan bertambahnya usia, penurunan fungsi ginjal menyebabkan malabsorbsi kalsium dan meningkatnya kehilangan massa tulang. Kebutuhan vitamin D juga meningkat pada usia lanjut. Pada proses menua, kemampuan kulit membentuk provitamin D-3 dari sinar ultraviolet berkurang. Dengan transisi nutrient menuju diet tinggi lemak dan rendah serat, perlu dijaga dan ditingkatkan asupan buah, sayuran, dan biji – bijian utuh yang akan sangat membantu mengontrol peningkatan insidensi penyakit kronik. Kebutuhan terhadap zat besi dan vitamin A pada usia lanjut lebih rendah daripada dewasa muda. Pada usia lanjut terdapat penurunan klirens vitamin A lewat hepar dan jaringan perifer lainnya. Cadangan zat besi pada usia lanjut terakumulasi dan tingginya kadar feritin serum berkaitan dengan makin besarnya resiko penyakit jantung koroner.2



12



BAB IV KEBUTUHAN ZAT GIZI PADA LANSIA Tiap negara mempunyai standar/baku untuk kebutuhan zat gizi dengan menggunakan standar FAO/WHO sebagai acuan utamanya. Indonesia memiliki Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (KGA) A. Menu Harian Lansia 1. Prinsip Pemberian Makan Melalui Mulut (Oral) Pemberian makan melalui mulut dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pasien lanjut usia yang tidak memiliki masalah dalam menelan dan mengunyah makanan. Adapun prinsip pemberiannya adalah sebagai berikut : a. Siapkan makanan dan minuman yang akan diberikan b. Posisikan pasien duduk atau setengah duduk. c. Berikan sedikit minum air hangat sebelum makan. d. Biarkan pasien untuk mengosongkan mulutnya setelah setiap sendokan. e. Selaraskan kecepatan pemberian makan dengan kesiapan pasien, tanyakan pemberian makan terlalu cepat atau lambat. f. Perbolehkan pasien untuk menunjukkan perintah tentang makanan pilihan pasien yang ingin dimakan. g. Setelah selesai makan, posisi pasien tetap dipertahankan selama ± 30 menit. 2. Para ahli gizi menganjurkan bahwa untuk manula yang sehat, menu seharihari hendaknya a. Tidak berlebihan, tetapi cukup mengandung zat gizi sesuai dengan persyaratan kebutuhan manula. b. Bervariasi jenis makanan dan cara olahnya c. Membatasi konsumsi lemak yang tidak kelihatan (menempel pada bahan pangan, terutama pangan hewani) d. Membatasi konsumsi gula, dan minuman yang banyak mengandung gula 13



e. Menghindari konsumsi garam yang terlalu banyak, merokok dan minuman alkohol f. Cukup banyak mengkonsumsi makanan berserat (buah-buahan, sayuran dan serealia) untuk menghindari sembekit atau konstipasi g. Minuman yang cukup. Susunan makanan sehari-hari untuk manula hendaknya tidak terlalu banyak menyimpang dari kebiasaan makan, serta disesuaikan dengan keadaan pisikologisnya. Pola makan disesuaikan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan (lihat Tabel 1.), dan menu makannya dapat disesuaikan dengan ketersediaan dan kebiasaan makan tiap daerah. Menu makanan manula dalam sehari dapat disusun berdasarkan konsep “empat sehat lima sempurna” atau konsep “gizi seimbang”. Sebagai contoh menu berdasarkan “empat sehat lima sempurna” terdiri atas kelompok makanan pangan pokok (utama) yaitu nasi (1 porsi = 200 gram), kelompok lauk pauk misalnya daging (1 potong = 50 gram) atau tahu (1 potong = 25 gram), kelompok sayuran misalnya sayur bayam (1 mangkok = 100 gram ), kelompok buah-buahan misalnya pepaya (1 potong = 100 gram) dan susu ( 1 gelas = 100 gram). Pola susunan makan manula dalam sehari berdasarkan empat sehat lima sempurna tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Masing-masing kelompok makanan tersebut dapat diganti atau ditukar sesuai dengan kebiasaan makan dan ketersediaan pangan di tempat (akan diuraikan kemudian).



Tabel 4. Pola susunan makanan manula dalam sehari



14



Kelompok Makanan



Bahan Pokok Lauk pauk



Sayuran Buah-buahan Susu



Jenis Pangan Per Porsi



Nasi (1 prg = 200 g) Daging (1 ptg = 50 g) Tahu (1 ptg = 25 g) Bayam (1 mgk = 100 g) Pepaya (1 ptg = 100 g) Skim (1 gls = 100 g)



Jumlah Porsi Per Hari Laki-Laki



Perempuan



3



2



1.5



2



5



4



1.5



1.5



2



2



1



1



Sumber : Ditjen Binkesmas, Depkes RI (1992)



Sedangkan berdasarkan konsep “gizi seimbang”, contoh menu manula dalam sehari disajikan pada Tabel 4. Menu ini disusun berdasarkan kecukupan energi dan gizi bagi manula. Tabel 5. Menu untuk manula dalam sehari Waktu makan



Menu



Porsi



Pagi



Roti – telur Susu Papais Nasi Semur daging Pepes tahu Sayur bayam Pisang Kolak pisang Mie baso Pepaya



1 tangkep 1 gelas 2 bungkus 1 piring 1 potong 1 bungkus 1 mangkok 1 buah 1 mangkok 1 mangkok 1 buah



Selingan Siang



Selingan Malam



Sumber : Amini Nasoetion dan Dodik Briawan (1993) Untuk menjaga menjaga agar menu harian tidak monoton, tetapi bervariasi, Tabel 5 menyajikan berbagai bahan makanan pengganti atau penukar 15



bagi kelompok makanan yang telah disajikan pada Tabel 2 dan 3. Variasi dalam menu harian sangat diperlukan karena sangat menghindari rasa bosan dan baik bagi kelengkapan zat gizi (komplementasi zat gizi). Tabel 6. Berbagai kelompok makanan pengganti/penukar Kelompok Makanan Sumber Karbohidrat



Jenis Makanan Nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie instan, mie kering, roti tawar, singkong, talas, ubi jalar, pisang nangka, makaroni Sumber Protein Hewani Daging ayam, daging sapi, hati (ayam atau sapi), telur unggas, ikan mas, ikan kembung, ikan sarden, bandeng, baso daging Sumber Protein Nabati Kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, tahu, tempe, oncom Buah-buahan Pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji, jeruk, mangga, nangka, pisang ambon, sawo, semangka, sirsak, tomat Sayuran Bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk, kapri, kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada Makanan Jajanan Bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue pia, kue putu, risoles Susu Susu sapi, susu kambing, susu kerbau, susu kedelai, skim B. Asupan yang dianjurkan Tabel 7. Asupan nutrisi yang dianjurkan Laki – laki (60+) Perempuan (60+) Energi (Kal) 2200 1850 Protein (gram) 62 54 Zat besi (mgram) 13 14 Kalsium (mgram) 500 500 Vit C (mgram) 60 60



 



Serat : perlu untuk pencegahan penyakit kronis Lemak : 10 – 15% asam lemak jenuh tunggal dan 10% asam lemak jenuh



 



ganda Protein 10-15 % Cairan



16



Vitamin A. Tidak ada peningkatan kebutuhan vitamin A pada lansia. Lansia lebih rentan mengalami retensi vitamin A dimana akumulasi dari vitamin A (>3000 Å) akan meningkatkan resiko fraktur osteoporosis. Vitamin D. Pada lansia terdapat perubahan fungsi tubuh yang berpengaruh terhadap kebutuhan vitamin D, yakni menurunnya fotosintesis di kulit, berkurangnya kemampuan ginjal untuk mengkonversi 25-hydroxyvitamin D menjadi vitamin D aktif (calcitriol) serta menurunnya respon usus pada 1,25(OH)2D dan menurunnya kemampuan absorbsi vitamin D, sehingga asupan vitamin D yang adekuat penting pada lansia karena vitamin D dapat menurunkan penyerapan kalsium yang beresiko osteomalasia dan osteoporosis. Vitamin E. Fungsi utama vitamin ini adalah sebagai lipid antioksidan, pelindung membrane biologis, dan menunda penyakit degeneratif. RDA menganjurkan konsumsi vitamin E sebanyak 15 mg/hari. Sumber vitamin E yang baik adalah minyak sayur, kacang – kacangan, margarine, dan gandum. Vitamin K. Fungsi vitamin K adalah untuk sintesis faktor koagulan. Vitamin K juga berperan sebagai kofaktor enzim yang mengkatalisis konversi protein-bound glutamyl residu menjadi carboxyglutamyl residu, termasuk pembentukan osteoocalcin, sehingga defisiensi vitamin K juga dapat meningkatkan resiko menurunnya bone mineral density (BMD) dan fraktur.3



C. Piramida makanan Piramida makanan dengan beragam pilihan makanan dapat menjadi suatu petunjuk dalam memilih makanan sehat, tidak tergantung pada usia (mulai usia 2 tahun ke atas) atau gaya hidup anda. Piramida makanan memenuhi prinsip-prinsip dasar dari makanan sehat, yaitu variatif, seimbang, dan terbatas. 1) Variatif



17



Tidak ada satupun jenis makanan yang dapat memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan. Diet bervariasi yang mengandung beberapa jenis makanan berbeda dari lima kelompok makanan utama pada Piramida dapat memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan. 2) Seimbang Diet dengan gizi seimbang dalam jumlah yang cukup dari kelima jenis makanan, dapat memenuhi kebutuhan kalori dan zat gizi. Kebutuhan setiap orang berbeda tergantung dari umur, jenis kelamin dan aktifitas fisik yang dilakukan. 3) Tidak berlebihan Memilih makanan dan minuman secara hati-hati akan membantu anda mengontrol kalori dan jumlah lemak total, lemak jenuh, kolesterol, garam, gula dan minuman beralkohol. Sistem ini juga fleksibel sehingga anda dapat memilih dan menikmati jenis makanan yang tersedia



18



Gambar 2. Piramida makanan Suplemen Penggunaan suplemen bermanfaat dalam meningkatkan status vitamin dan status antioksidan serta fungsi imun. Suplemen yang digunakan sebaiknya berupa multivitamin dengan tambahan kalsium. Kondisi yang memerlukan suplemen antara lain adalah saat berkurangnya nafsu makan dan gangguan absorbsi zat gizi.3 Beberapa jenis vitamin yang menunjang kebugaran di usia lanjut dan mempunyai dampak anti penuaan adalah beta karoten (provitamin A), B6 (piridoksin), B12 (sianokobalamin), asam folat, C, D, dan E (alfa tokoferol). Beta karoten berfungsi melawan radikal bebas penyebab proses penuaan. Manfaatnya yang telah teruji adalah menghambat pertumbuhan sel kanker, mencegah penyumbatan arteri yang dapat menyebabkan serangan jantung, menurunkan resiko stroke, merangsang fungsi kekebalan tubuh, dan mencegah katarak. Vitamin B6 dalam tubuh memiliki fungsi sebagai koenzim beberapa reaksi kimia, terutama metabolisme protein. Vitamin B12 merupakan unsure penting untuk meningkatkan kemampuan daya ingat. Disamping itu, bekerja sama dengan asam folat membantu memproduksi sel darah merah dan dibutuhkan untuk sintesis asam amino. Mengonsumsi makanan yang banyak mengandung asan folat dapat pula menurunkan resiko terkena kanker usus besar. Vitamin C sangat bermanfaat untuk menghambat berbagai penyakit. Fungsinya antara lain meningkatkan kekebalan tubuh, melindungi dari serangan kanker, melindungi arteri, meremajakan dan memproduksi leukosit, mencegah katarak, memperbaiki kualitas sperma, dan mencegah penyakit gusi. Untuk mempertahankan kekuatan tulang diperlukan Vitamin D serta kalsium. Vitamin ini penting untuk membantu penyimpanan kalsium dalam tulang serta mencegah penyakit tulang. Vitamin E berfungsi menghambat penyumbatan arteri, mencegah serangan jantung, meningkatkan kekebalan tubuh, menghindari kanker dan katarak, memperlambat penuaan pada otak, dan membantu mengurangi gejala arthritis.6 Sementara itu, beberapa jenis mineral yang menunjang kebugaran di usia lanjut dan mempunyai efek anti penuaan adalah kalsium, zat besi, seng, selenium, 19



magnesium, mangan, kromium, dan kalium. Kalsium berfungsi menjaga kesehatan tulang dan gigi, menghambat tekanan darah tinggi, mencegah kanker, dan melawan kolesterol. Zat besi diperlukan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen dan karbondioksida antara paru dan jaringan. Kekurangan zat besi pada usia lanjut bisa menyebabkan anemia. Vitamin C membantu tubuh menyerap zat besi. Seng dibutuhkan tubuh untuk melawan infeksi, memperbaiki jaringan tubuh, serta mencegah gangguan prostat dan infertilitas. Sehubungan dengan proses penuaan, mineral ini dapat mengembalikan fungsi kekebalan dan melawan radikal bebas. Seng juga dapat kembali mengaktifkan kelenjar timus untuk memproduksi horman timulan yang berfungsi merangsang produksi sel T. Selenium memiliki kemampuan antioksidan yang berpengaruh terhadap proses penuaan dan menjaga elastisitas jaringan tubuh. Mineral ini juga berperan sebagai faktor esensial pada enzim glutation peroksidase yang berfungsi mereduksi peroksida untuk mencegah pembentukan radikal bebas. Magnesium berfungsi memperkuat tulang, melawan radikal bebas, menyehatkan jantung, menurunkan tekanan darah, dan mencegah diabetes. Mangan berfungsi untuk memperbaiki daya ingat, memperlancar metabolisme lemak dan karbohidrat, serta untuk integritas jaringan kartilago dan tulang. Kromium di dalam tubuh memiliki fungsi meningkatkan efektivitas insulin dalam memproses gula sehingga dapat menjaga kadar glukosa normal dalam darah, metabolisme lemak, menurunkan kolesterol darah, dan meningkatkan produksi hormone dehydroepiandrosterone (DHEA). Kalium bersama natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan elektrolit dalam tubuh, fungsi lainnya adalah untuk kontraksi otot, mengirim oksigen ke otak, dan menjaga kestabilan tekanan darah.6 D. Penentuan Status Gizi Status gizi lansia dapat dinilai dengan cara – cara yang baku bagi berbagai tahapan umur yakni penilaian secara langsung dan tak langsung. Penilaian secara langsung dilakukan melalui pemeriksaan klinik, antropometri, biokimia, dan biofisik. Dalam melakukan pemeriksaan klinik perlu dibedakan tiga kelompok gejala, yaitu : (1) tanda – tanda yang dianggap mempunyai nilai dalam pemeriksaan gizi; (2) gejala – gejala yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut; 20



(3) gejala – gejala yang tidak berhubungan dengan gizi. Tanda – tanda yang masuk ketiga kategori dapat ditemukan pada berbagai organ seperti pada rambut, lidah, konjungtiva, bibir, kulit, hati, limpa, dan sebagainya. Pemeriksaan antropemetri adalah pengukuran variasi berbagai dimensi fisik dan komposisi tubuh secara umum pada berbagai tahapan umur dan derajat kesehatan. Pengukuran yang dilakukan meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit. Semua hasil pengukuran tersebut harus dikontrol terhadap umur dan jenis kelamin. Dalam melakukan interpetrasi, digunakan beberapa standar internasional maupun nasional seperti standar WHO, NCHC, Harvard, dan sebagainya. Perlu ditekankan di sini bahwa pemeriksaan tinggi badan pada lansia dapat memberikan nilai kesalahan yang cukup bermakna oleh karena telah terjadinya osteoporosis pada lansia yang berakibat kompresi pada columna vertebra. Untuk itu para ahli sepakat bahwa sebagai gantinya tinggi badan dapat diganti dengan panjang rentang tangan (armspan) dalam penentuan indeks massa tubuh (BMI). Pemeriksaan biokimia dapat dilakukan terhadap berbagai jaringan tubuh, namun yang paling lazim, mudah, dan praktis adalah darah dan urin. Zat gizi tertentu dapat dievaluasi statusnya melalui pemeriksaan biokimiawi seperti status besi, vitamin A, iodium protein, dan sebagainya. Pemeriksaan biofisik dapat dilakukan misalnya pada tulang untuk menilai derajat osteoporosis, jantung untuk kecurigaan beri – beri. dan smear terhadap mukosa organ tertentu.5 Untuk kekurangan kalori protein, waspadai lansia dengan riwayat pendapatan yang kurang, kurang bersosialisasi, hidup sendirian, kehilangan pasangan hidup atau teman, kesulitan mengunyah, pemasangan gigi palsu yang kurang tepat, sulit untuk menyiapkan makanan, sering mangkonsumsi obat-obatan yang mengganggu nafsu makan, nafsu makan berkurang, makanan yang ditawarkan tidak mengundang selera. Karena hal ini dapat menurunkan asupan protein bagi lansia, akibatnya lansia menjadi lebih mudah sakit dan tidak bersemangat. Sementara untuk kekurangan vitamin D, biasanya terjadi pada lansia yang kurang mendapatkan paparan sinar matahari, jarang atau tidak pernah minum susu, dan kurang mengkonsumsi vitamin D yang banyak terkandung pada ikan, hati, susu dan produk olahannya. 21



E. Anjuran Gizi Seimbang dengan Pertimbangan Berbagai Resiko Penyakit Degenerasi pada Usia Lanjut Khusus untuk Indonesia, Departemen Kesehatan telah menerbitkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) (DepKes, 1995) yang berisi pesan dasar gizi seimbang bagi lansia dengan dasar PUGS dan dengan mempertimbangkan pengurangan berbagai resiko penyakit degenerasi yang dihadapi para lansia. 1. Makanlah aneka ragam makanan Mengkonsumsi berbagai bahan makanan secara bergantian akan menurunkan kemungkinan kekurangan zat gizi tertentu. 2. Sumber karbohidrat komplek (serealia, umbi) dalam jumlah sesuai anjuran. Tujuannya adalah untuk menjamin kecukupan serat, serta tidak bersifat refined carbohydrate. 3. Batasi konsumsi lemak dan minyak yang berlebihan. Gunakan sumber lemak nabati seperti kacang – kacangan. Tujuannya mengurangi konsumsi lemak jenuh, trigliserida, dan kolesterol yang merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskuler. 4. Makan sumber zat besi secara cukup Bergantian antara sumber hewan dan nabati, sumber hewani ada pada daging (red meat) dan sumber nabati ada pada semua sayur yang berwarna hijau pekat. Hal ini perlu ditekankan karena anemia masih merupakan masalah gizi utama di Indonesia dan terdapat di berbagai kelompok umur. 5. Minum air bersih, aman, cukup jumlahnya, dan telah dididihkan. Anjuran ini bersifat mendidik agar tiap orang meminum air bersih yang tidak membawa kontaminan baik bahan kimiawi maupun mikroorganisme. 6. Kurangi konsumsi makanan, jajanan, dan minuman yang tinggi gula murni dan lemak. Anjuran ini diberikan untuk mengurangi kemungkinan terkena penyakit diabetes mellitus. 7. Perbanyak frekuensi konsumsi hewan laut. Lemak tak jenuh omega 3 yang banyak pada golongan ikan telah terbukti memberikan perlindungan terhadap/mencegah terjadinya aterosklerosis. 8. Gunakan garam beryodium, namun batasi jumlahnya atau kurangi konsumsi makanan yang diawetkan atau diolah dengan banyak menggunakan garam, penyedap, atau pengawet lain. Penggunaan garam 22



iodium masih perlu dikampanyekan mengingat gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) masih merupakan masalah gizi utama di Indonesia dan dapat mengenai semua golongan umur. 9. Perbanyak sayur dan buah berwarna hijau, kuning, maupun oranye karena banyak mengandung serat, vitamin C, provitamin A, dan vitamin E yang melindungi sel – sel tubuh dan kerusakan yang terjadi secara dini.4,5 10. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makan hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi yang kecil. 11. Bagi pasien lansia yang proses penuaannya sudah lebih lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:  Makanlah makanan yang mudah dicerna  Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-gorengan  Bila kesulitan mengunyah karena gigirusak atau gigi palsu kurang baik, makanan harus lunak/lembek atau dicincang  Makan dalam porsi kecil tetapi sering  Makanan selingan atau snack, susu, buah, dan sari buah sebaiknya Diberikan 12. Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan sebab berguna pula untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan. 13. Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-kacangan, hati, telur, daging rendah lemak, bayam, dan sayuran hijau. 14. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus, atau dipanggang kurangi makanan yang digoreng 15. Perencanaan makan untuk mengatasi perubahan saluran cerna Untuk mengurangi resiko konstipasi dan hemoroid: a. Sarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari, seperti sayuran dan buah-buahan segar, roti dan sereal. b. Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 8 gelas cairan setiap hari untuk melembutkan feses. c. Anjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin , karena pasien akan menjadi tergantung pada laksatif.



F. Kebutuhan Cairan Pada Lansia 1. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Pada Lansia 23



a. Berat badan (lemak tubuh) cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, sedangkan sel-sel lemak mengandung sedikit air, sehingga komposisi air dalam tubuh lansia kurang dari manusia dewasa yang lebih muda atau anak-anak dan bayi. b. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia. Terjadi penurunan kemampuan untuk memekatkan urin, mengakibatkan kehilangan air yang lebih tinggi. c. Terdapat penurunan asam lambung, yang dapat mempengaruhi individu untuk mentoleransi makanan-makanan tertentu. Lansia terutama rentan terhadap konstipasi karena penurunan pergerakan usus. Masukan cairan yang terbatas, pantangan diit, dan penurunan aktivitas fisik dapat menunjang



perkembangan



konstipasi.



Penggunaan



laksatif



yang



berlebihan atau tidak tepat dapat mengarah pada masalah diare. d. Lansia mempunyai pusat haus yang kurang sensitif dan mungkin mempunyai masalah dalam mendapatkan cairan ( misalnya gangguan dalam berjalan ) atau mengungkapkan keinginan untuk minum (misalnya pasien stroke). 2. Masalah Cairan Pada Lansia Masalah cairan yang lebih sering dialami lansia adalah kekurangan cairan tubuh, hal ini berhubungan dengan berbagai perubahan-perubahan yang dialami lansia, diantaranya adalah peningkatan jumlah lemak pada lansia, penurunan fungsi ginjal untuk memekatkan urin dan penurunan rasa haus. 3. Tanda-tanda kekurangan cairan a. Tanda – tanda vital 1) Terjadi peningkatan suhu tubuh 2) Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman pernafasan (normal : 14 – 20 x/mnt) 3) Peningkatan frek. denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi lemah, halus 4) Tekanan darah menurun b. Pemeriksaan Fisik 1) Kulit kering dan agak kemerahan 2) Lidah kering dan kasar 24



3) Mata cekung 4) Penurunan BB yang terjadi scr tiba2/drastis 5) Turgor kulit menurun (Lansia kurang akurat) c. Perilaku: 1) Penurunan kesadaran 2) Gelisah 3) Lemah 4) Pusing 5) Tidak nafsu makan 6) Mual dan muntah 7) Kehausan (pada lansia kurang signifikan) d. Terjadi penurunan jumlah urin 4. Tanda-tanda kelebihan cairan a. Tanda –tanda vital: 1) Terjadi penurunan suhu tubuh 2) Dapat terjadi sesak nafas 3) Denyut nadi teraba kuat dan frekuensinya meningkat 4) Tekanan darah meningkat b. Pemeriksaan fisik: 1) Turgor kulit meningkat (lansia kurang akurat) 2) Edema 3) Peningkatan BB secara tiba-tiba 4) Kulit lembab c. Perilaku: 1) Pusing 2) Anoreksia / tidak nafsu makan 3) mual muntah d. Peningkatan jumlah urin (jika ginjal masih baik)



G. Nutrisi Enteral dan Parenteral Pada keadaan tertentu, terkadang diperlukan pemberian makan secara enteral maupun parenteral bagi lansia terutama yang mengalami perawatan di rumah sakit. Aspen (American Society for Parenteral and Enteral Nutrition) Board of Disorder telah membuat pedoman umum pada tahun 1993. Pedomannya adalah sebagai berikut : 1. Nutrisi Enteral a. Dukungan nutrisi enteral melalui feeding tube hendaknya dilakukan pada pasien yang akan atau telah mengalami malnutrisi, atau pada pasien yang melalui oral feeding nya tak dapat mempertahankan status gizinya. 25



b. Pada pasien yang akan mengalami home care , lansia dan perawatnyaharus dididik tentang prosedur yang perlu dan diberi tahu tentang komplikasi yang dapat terjadi. c. Program nutrisinya harus sesuai dengan pemenuhan kebutuhan pola hidup di rumah. d. Disamping perawat/anggota keluarga yang terlatih, masih diperlukan pemantauan berkala oleh tenaga yang memiliki pengetahuan tentang potensi resiko infeksi, mekanik, dan metabolik dari feeding tube. e. Efek samping utama adalah retensi cairan berlebihan. Peningkatan berat badan dalam 2 – 3 hari pertama yang mencerminkan adanya retensi cairan bila pertambahan berat badan berkaitan dengan penurunan signifikan kadar hemoglobin dan albumin serum. Bila pasien menderita gangguan fungsi ginjal maka dapat terjadi oedema perifer atau bahkan gagal jantung. Pada kondisi ini diet dimodifikasi menjadi bentuk yang lebih padat. f. Masalah lain yang mungkin timbul adalah diare berat. Minimalkan dengan pemberian infuse lambat. g. Prinsip Pemberian Makan Melalui Sonde (Ngt) 1) Siapkan makanan cair dan minuman hangat 2) Naikkan bagian kepala tempat tidur 30 – 45 derajat pada saat memberi makan dan 30 menit setelah memberi makan. 3) Bilas selang sonde dengan air hangat terlebih dahulu. 4) Pastikan tidak ada udara yang masuk ke dalam sonde pada saat memberi makan atau air. Pastikan pula selang dalam keadaan tertutup selama tidak diberi makan. 5) Periksa kerekatan selang, jika selang longgar beritahu perawat. 6) Laporkan adanya mual dan muntah dengan segera. Lakukan perawatan kebersihan mulut dengan sering. 2. Nutrisi Parenteral a. Calon penerima nutrisi parenteral adalah mereka yang telah mengalami malnutrisi atau berpotensi mengalami malnutrisi namun tidak bisa



26



mencerna atau tidak dapat menyerap nutrient yang diberikan secara oral. b. Peripheral parenteral nutrition (PPN) diindikasikan untuk dukungan nutrisi parsial atau total sampai dengan 2 minggu. c. Total parenteral nutrition (TPN) diberikan bila nutrisi parenteral diindikasikan lebih dari 2 minggu atau terbatasnya jalan masuk perifer.5 d. Cara Menghitung Tetesan Infus Adakalanya pasien lanjut usia membutuhkan asupan cairan melalui infus. Pemberian cairan infus ini membutuhkan pengaturan yang dihitung secara seksama. Adapun prinsip penghitungannya adalah sebagai berikut :



Rumus : N =  cairan x FT W (menit)



Keterangan : N = Jumlah tetesan dalam menit FT = Faktor tetes ( biasanya 15 ) W = Waktu pemberian dalam menit  cairan = Jumlah cairan dalam ml e. Refeeding Syndrome Refeeding syndrome merupakan kekacauan elektrolit yang sering terjadi pada pasien malnutrisi yang sakit akut setelah diberi larutan glukosa dari nutrisi parenteral dan enteral. Tanda khasnya adalah fosfatemia, namun hipokalemia dan hipomagnesemia juga bisa terjadi. Pada starvasi atau kelaparan sekresi insulin berkurang akibat asupan karbohidrat yang rendah. Sebagai kompensasi, cadangan lemak dan protein



dikatabolisme



untuk



menghasilkan



energi.



Hal



ini



mengakibatkan elektrolit intrasel terkuras terutama fosfat. Cadangan fosfat intraseluler dari pasien malnutrisi bisa berkurang walaupun 27



kadar fosfat serum normal. Ketika pasien malnutrisi mulai makan kembali



pola metabolisme berubah dari lemak ke karbohidrat



menyebabkan sekresi insulin meningkat.hal ini merangsang ambilan fosfat ke dalam sel dan bisa mencetuskan hipofosfatemia yang signifikan. Fosfat dibutuhkan untuk menghasilkan adenin trifosfat dari adenin monofosfat dan reaksi fosforilasi penting lainnya. Kadar fosfat serum kurang dari 0,5 mmol/L (normal 0,85 – 1,4 mmol/L) bisa menghasilkan gambarab klinis refeeding sindrom, yang terdiri atas rhabdomiolisis, disfungsi leukosit, gagal nafas, gagal jantung, hipotensi, aritmia, kejang, koma bahkan mati mendadak. Penting diketahu nahwa gambaran klinis dari refeeding syndrome tidak spesifik dan mungkin tidak dikenali. Fenomena ini biasa terjadi dalam beberapa hari setelah mulai makan. Refeeding syndrom dapat menyebabkan komplikasi metabolik, kardiovaskular, hematologi dan neurologis. Terapi



dari



refeeding



syndrome



dengan



awalnya



dengan



memberikan elektrolit, vitamin dan mineral yang dibutuhkan kemudian dilanjutkan kadar kalori yang rendah (25% dari kebutuhan) untuk mengurangi terjadinya refeeding syndrome. H. Macam-macam Olah Raga/ Latihan yang Baik bagi Kelompok Usia Lanjut Agar tetap memperoleh gizi seimbang, selain variasi penyajian makanan yang menarik juga perlu tetap aktif dan bergaul untuk meningkatkan nafsu makan dan penyerapan nutrisi. Berikut ini beberapa aktivitas kegiatan yang baik bagi kelompok usia lanjut: 1. Pekerjaan rumah dan berkebun Pekerjaan rumah dan berkebun merupakan suatu latihan untuk menjaga kesegaran dan daya tahan tubuh. Tetapi, pekerjaan dimaksud perlu dilakukan secara cepat sehingga denyut jantung dan otot akan lebih cepat, karena denyut jantung usia lanjut cenderung melemah. 28



2. Berjalan-jalan Berjalan-jalan dengan baik berguna untuk meregangkan kaki dan menjaga daya tahan tubuh. Bila berjalan dilakukan makin lama makin cepat, akan makin sempurna. 3. Senam tera dan aerobik Senam tera dan aerobik atau yoga memberikan keuntungan dalam mempertahan bentuk fisik dan mental. 4. Jogging Dilakukan dengan tidak terlalu cepat, berguna untuk memperbaiki kemampuan pengambilan zat asam (O2) yang menyangkut fungsi jantung, paru-paru, peredaran darah kaki, dan lain-lain. 5. Bersepeda atau berenang Kegiatan ini dapat dilakukan apabila memungkinkan, terutama untuk penderita artritis, karena dapat meningkatkan keregangan dan daya tahan tubuh, tapi tidak menambah kelenturan pada derajat yang lebih tinggi.



29



BAB V RINGKASAN Penuaan merupakan proses yang terjadi secara alami. Proses menua bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang berusia lanjut, melainkan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian. Efek penuaan tersebut menjadi lebih terlihat setelah usia 40 tahun. Secara umum dapat dikatakan terjadi kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan proses menua. Akibat penurunan kapasitas fungsional tersebut, orang berusia lanjut umumnya tidak berespon terhadap berbagai rangsangan internal maupun eksternal. Menurunnya kapasitas untuk berespon terhadap lingkungan internal cenderung membuat orang usia lanjut kesulitan untuk memelihara kestabilan status fisik dan kimiawi dalam tubuh. Orang lanjut usia juga mengalami persoalan khusus tentang nutrisi. Mereka beresiko tinggi menderita malnutrisi dan lebih rentan terkena dampak malnutrisi. Gangguan pada homeostasis tubuh tersebut dapat memudahkan terjadinya berbagai disfungsi sistem organ. Penyebab kematian utama pada usia lanjut adalah penyakit vaskuler dan penyakit kronik yang menyertainya. Upaya pencegahan penyakit ini dilakukan melalui pola hidup sehat yang mencakup aktivitas fisik, diet bergizi, dan menghentikan kebiasaan buruk seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol.



30



KEPUSTAKAAN 1.



Setiati, Siti. 2006. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. Dalam : Buku Ajar



2.



Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta : PAPDI. Sari, Nina. 2006. Gangguan Nutrisi pada Usia Lanjut. Dalam : Buku Ajar



3.



Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta : PAPDI. Wiboworini, Budi. 2009. Gizi untuk Dewasa dan Lansia. Dalam : Blok



4.



Geriatri Fakultas Kedokteran UNS. Solo : UNS. Soewoto, Sumarmi. 2009. Nutrisi pada Usia lanjut. Dalam : Blok Geriatri



5.



Fakultas Kedokteran UNS. Solo : UNS. Darmojo,R. Boedhi. 1999. Gizi pada Usia Lanjut, Dalam : Buku Ajar



6.



Geriatri. Jakarta : FKUI Proverawati, Atikah. 2009. Gizi bagi Lanjut Usia. Dalam : Buku Ajar Gizi



7.



Untuk Kebidanan. Yogyakarta : NuMed Laksmiarti, Turniani Dan Maryani, Herti. Tetap Sehat di Usia Lanjut Dengan



8.



Gizi Sehat. Puslitbang Pelayanan dan Teknologi Kesehatan Surabaya Darmojo, R. Boedhi.,dkk.1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit



FKUI 9. Gallo, Joseph.1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta : EGC 10. Nugroho, Wahjudi.2000. Keperawatan Gerontik.Jakarta : EGC 11. Potter & Perry.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4.Jakarta :EGC



31