Nyeri Kepala 1 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I 15 hari dan berlangsung >3 bulan (seperti unilateral, pulsating, nausea/vomiting atau dapat juga disertai fotopobia /fonopobia) yang tidak ada kaitannya dengan jenis nyeri kepala sekunder lainnya atau masalah medication overuse yang mungkin timbul bersamaan dalam 2 bulan terakhir'; Terminologi Menstrual Migren sering digunakan para pakar nyeri kepala, sampai saat ini belum dimasukkan dalam klasifikasi baru IHS nyeri kepala. Ada pendapat bahwa pada hakekatnya menstrual migren di masukkan dalam migren tanpa aura, akan tetapi menstrual migren intensitas serangan nyerinya lebih parah, lebih lama dan lebih sulit pengobatannya dibandingkan jenis migren tanpa aura lainnya25 • Menstrual migren mempunyai puncak onset serangan pada menarche, dan lebih sering banyak pada sekitar umur 40 tahun yang kemudian menu run seiring dengan menopause. 25 Menu rut MacGregor, yang pada saat sekarang ini menjadi ketua IHS, didefinisikan menstrual migren adalah 0 suatu serangan migren yang secara reguler pada saat atau antara hari -2 atau +2 dari siklus menstruasi dan tidak terdapat pada hari-hari yang lainnya"25• Begitu banyak literatur menunjukkan gambaran prevalesi menstrual migren bervariasi antara 4% - 73%25 • Hubungan antara migren dengan obat kontrasepsi oral masih sangat kontroversial, ada laporan bahwa oral kontrasepsi dapat memperburuk, atau menyembuhkan ataupun bahkan tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap migren25 •



Scanned for Compos Mentis



Kruit MC dalam laporan penelitiannya yang dimuat pada The Journal of American Medical Association January 2004 vol291 (dikutip oleh de Noon dk~) mengenai gambaran MRI yang supersensitif pada 161 pasien migren dibandingkan dengan 141 orang tanpa migren. Temuan ini telah mengubah pandangan terhadap migren yang selama ini dianggap sebagai suatu episodic disorder dengan gejala transient menjadi suatu chronic progressive disorder yang mengakibatkan perubahan permanen dari parenkhim otak. Pada subyek kontrol tanpa migren didapati 38% adanya tiny brain lesion. Peneliti medapatkan adanya lesi di otak yang lebih banyak dan lebih luas pada pasien wanita migren 2 kali lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki secara signifikan. Pasien yang lebih sering mendapat serangan migren dan juga disertai aura lebih banyak menunjukkan lesi infark dibandingkan tanpa aura. Belakangan ini tingkat keamanan penggunaan triptans terhadap migren mulai dipertanyakan, disebabkan kerja triptan mengaktivasi reseptor 5-HT1Bt1o di pembuluh darah serebral dan reseptor 5HT18 di arteri koroner. Dianjurkan untuk lebih hati-hati terhadap efek sampingnya berupa stroke, infark miokard, dan ishaemic heart disease. Hall dk~3 telah meneliti sebanyak 63.575 pasien migren, dimana 13.664 orang (21.5%) menerima pengobatan dengan triptan. Pada penelitian ini didapati hasil adanya hubungan yang signifikan antara migren dengan kejadian stroke pada semua pasien migren dibandingkan dengan kontrol. Juga didapati kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara resiko terjadinya stroke, komplikasi kardiovaskuler yang serius maupun kematian dengan pemberian terapi triptan pada pasien migren. Terminologi trigeminal autonomic cephalalgia (TAC) diberlakukan untuk kasus-kasus cluster headache, paroksismal hemikrania dan SUNO' (short lasting unilateral neuralgiform headache attacks with conyunctival injection and tearing) syndrome.21 Seperti yang kita ketahui bahwa TAC adalah suatu aktivasi refleks trigeminal parasimpatik dengan gejala klinis sekunder disfungsi sistem simpatis kranial2. Disebut Episodic cluster headache jika setiap serangannya berlangsung dalam 7 hari sampai 1 tahun dengan dipisahkan/ diselingi oleh pain free period 1 bulan atau lebih dalam setahun. Disebut Chronic cluster headache, jika berlangsung lebih dari 1 tahun tanpa ada remissi ataupun jika ada remisi lamanya kurang dari 1 bulan.2



Scanned for Compos Mentis



..



Romberg & Eulenburg pertama kalinya menemukan dan menamakan istilah cluster headache pada pertengahan a bad 19, kemudian Horton dkk. 1939 melaporkan keterlibatan histamine intrinsik sebagai mediator proses dilatasi arteri karotis ekstema pada cluster ini. Pada tahun 1970-80 an, peneliti mulai menyebutkan adanya keterlibatan arteri karotis intema, karena adanya nyeri retroorbital, penurunan aliran darah supraorbital (Kudrow 1980), sistem simpatis pada pupil, jantung, dan pola keringat di wajah, pada jenis nyeri kepala cluster ini. Serangan nyeri yang amat sangat unilateral disekitar mata, supraorbital dan bisa menyebar didaerah temporal, serangan berlangsung 15-180 menit dan bisa berulang. Gejala penyerta berupa conyunctival injedion, lakrimasi, nasal-congestion, rhinorrhea, kening dan wajah berkeringat, miosis, ptosis dan edema daerah kelopak mata. Serangan bisa berlangsung selama beberapa minggu ataupun beberapa bulan. Kemudian ada periode rem1s1 selama beberapa bulan ataupun tahun. Ada sekitar 10 % pasien bersifat kronis. Cluster headache dan chronic paroxysmal hemicrania di masukkan dalam satu golongan disebabkan mereka mempunyai beberapa persamaan karakteristik yaitu: o nyeri yang unilateral o keparahan intensitas nyerinya o letak lokasi nyeri o penyertaan phenomena otonomik o pola temporal pada serangannya o serangannya episodik Yang membedakan kedua jenis diatas adalah diskriminasi 1ems kelamin frekuensi dan lamanya serangan, efektifi tas obat terapeutik maupun profilaksis. Paroksismal hemikrania mempunyai gejala sama dengan cluster headache, akan tetapi disini serangannya lebih singkat waktunya dan lebih sering datangnya, dan terutama diderita oleh wanita, beraksi baik terhadap indometasin2 • SUNCT mempunyai gejala serangan sangat cepat dengan frekuensi 3 sampai 200 kali perharinya, unilateral orbital, supraorbital, atau temporal, nyeri berdenyut selama 5-240 detik, ada conyundival injedion, dan lakrimasi.2 Jenis nyeri kepala primer yang baru seperti hypnic headache, new daily-persistent headache, hemicrania continua, dan primary



Scanned for Compos Mentis



thunderclap headache dimasukkan kedalam jenis other primary headache. 21 Primary cough headache (dulu disebut benign cough headache, valsava-manoeuvre headache), datang secara tiba-tiba, berlangsung 1 detik sampai 30 menit, timbul sehubungan dengan proses batuk, straining dan/atau Valsava manoeuvre. Kebanyakan ini 40% terdapat pada kelainan Amold-chiari malformation type I, penyakit karotis atau vertebrobasiler, dan aneurisma serebral. Untuk memastikannya dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan neuroimaging.2 Primary headache associated with sexual activity (dulu disebut dengan benign sex headache, coital cephalalgia, benign vascular sexual headache, sexual headache), adalah nyeri kepala teresa bilateral dan bisa eksplosif yang dicetuskan oleh aktivitas seksual karena rangsangan seksual meninggi (preorgasmic) atau pada saat orgasme. 2 Hypnic headache (disebut juga a/arm clock headache), adalah nyeri kepala yang timbul pada saat tidur, sehingga bisa membangunkan penderita, berlangsung > 15 kali sebulannya, yang berkhir lebih dari 15 menit sesudah bangun tidur, ini sering pada orang tua usia > 50 tahun. 2 Untuk nyeri kepala sekunder, klasifikasi nya berdasarkan pada beberapa kriteria, yaitu: 21 Kriteria A : karckteristik nyeri kepalanya yang spesifik Kriteria B : disertai adanya kelainan kausal Kriteria C: adanya hubungan kausal yang definitif Kriteria D: menetapkan adanya perbaikan nyeri kepalanya jikalau penyakit penyebabnya disembuhkan. Pada nyeri kepala sekunder ada topik diagnostik baru, yaitu



UHeadache attributed to disorder of homeostasis 0 dan °Headache attributed to psychiatric disorders 0 dimana bab ini pada ICHD I dimasukkan pada tension type headache.21 Untuk jenis Medication over-use headache, pada ICHD I dimasukkan pada "Headache associated with chronic use of a substance". Penggunaan obat-obatan antimigren, analgetikum ataupun keduanya secarc sering dan regular dapat menyebabkan timbulnya chronic migraine-like syndrome. lstilah over-use dipakai apabila penggunaan triptans, ergotamine, opioids, ataupun kombinasi analgetikum dalam 10 hari atau lebih sebulannya, atau penggunaan simple analgesik dalam 15 hari atau lebih sebulannya.21



Scanned for Compos Mentis



1 Sjahrir



H. lnsidens jenis penyakit pasien yang berobat jalan dipraktek klinik saraf Klinik spesialis Bunda tahun 2003. 2 The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition. Cephalalgia 2004;42 Supplement. 3 Von PeterS, Ting W, Scrivani S, Korkin E, Okvat H, Gross M.et al. SuiVey on the usecomplementary and alternative medicine among patients with headache syndromes. Cephalalgia 2002;22:395-400. 4 Ho KH, Ong BKC. A community based study of headache diagnosis and prevalence in Singapore. Cephalalgia 2002; 23:6-13. 5 Landy SH. Migraine Headache and Allodynia: Early Use of Triptans to Improve Outcome. Director, Wesley Headache Clinic, Memphis, Tennessee. Depart of Neurology University ofTennessee. USA Available from http://www.medscape.com/viewprogram/464138_pnt CME Medscape Aug 2003. 6 Lake Ill AE, Sa per JR. Chronic Headache: New advances in treatment strategies. Neurology 2002;59(Suppl 2):S8-S 13. 7 Rasmussen BK. Epidemiology of headache. Cephalalgia 2001; 21: 774-777. 8 Cady RK, Borche LD, Spalding W, Hart CC, Sheftell FD. Simple and efficicent Recognition of Migraine with 3-Question Headache Screen. Headache 2004; 44 (4):323-327. 9 Sjahrir H. Profit Nyeri Kepala di Medon. Pokdi Nyeri Kepala Perdossi cabang Medan 2004. 10 Anggraini HS. Profi/ Nyeri Kepala di Bandung. Pokdi Nyeri Kepala Perdossi cabang Bandung 2004. 11 Hasmawaty Basir. Profi/ Nyeri Kepala di Makassar. Pokdi Nyeri Kepala Perdossi Cabang Makassar 2004. 12 Djali D, Sjahrir H. Gangguan tidur pada pasien Tension type Headache di poli sefalgi FK.USU/RS HAM. Dibacakan pada PIT/ Muker Perdossi, Malang 1998. 13 Ritarwan K, Djali D, Sjahrir H. Karakteristik dan jenis obat pasien nyeri kepala kronik pada poli sefalgia bagian Neurologi RSUP Adam Malik Medon. Dibacakan pada PIT Perdossi Padang 2001. 14 Yusuf M, Djali D, Sjahrir H. Karakteristik nyeri kepala migren dan Tension type Headache pada pelajar pesantren Raudhatul Hasanah Medon. Dibacakan pada Kongres Perdossi, Denpasar 2003.



Scanned for Compos Mentis



15 Zanchin



G, Maggioni F, Granella F, Rossi P, Falco L, Manzoni GC. Self-administered pain-relieving manoeuvres in primary headaches. Cephalalgia 2001 ;21 :718-726. 16 Grayson CE. Non traditional headache treatments. Reviewed by Department of Neurology, The Cleveland Clinic. 2002. 17 Xue CCL, Dong L, Polus B, English RA, Zheng Z, DA Costa C, Li CG, Story OF. Electroacupuncture for Tension type Headache on



..



distal Acupoints Only: A Randomized, controlled, Crossover Trial. HEADACHE 2004;44:333-341. 18 Ondo WG, Vuong KD, Derman HS. Botulinum toxin A for chronic daily headache: a randomized, placebo-controlled, parallel design study. Cephalalgia 2004 ;24 :60-65. 19 Evers S, Rahmann A, Vollmer-Hasse J, Hussteds IW. Treatment of headache with botulinum toxin-A a review according to evidencebased medicine criteria. Cephalalgia 2002. 2 Konsensus Nasional Penanganan Nyeri Kepala di Indonesia.



°



Kelompok Studi Nyeri Kepala PERDOSSI 1999. Olesen J, Goadsby P, Steiner T. The International of Headache Disorders: 2nd edition. Reflection & Reaction. The Lancet Neurol 2003;2(12):720. 22 DeNoon D. Migraine Linked to Brain Lesions, damage worse with more frequent, more severe migraines. 2004 WebMD.Inc. available from http://content.health.msn.com/content/article/ 81 /96863.htm 23 Hall GC, Brown MM, Mo J, MacRae KD. Triptans in Migraine: The Risks of Stroke, Cardiovascular Disease, and Death in Practice Neurology. 2004; 62(4): 563-568. 24 Made Oka Adnyana. Profit Nyeri Kepala di Denpasar. Pokdi Nyeri Kepala Perdossi Cabang Denpasar. 2003. 25 Counturier EGM, Bomhof MAM, Knuistingh Neven A, van Duijn NP. Menstrual migraine in a representative Dutch population sample: prevalence, disabilily and treatment. Cephalalgia 2003;23:303308. 21



t



Scanned for Compos Mentis



Sesuai dengan perkembangan ilmu, ternyata begitu kompleks patofisiologi mekanisme terjadinya migren make pengobatan migrenpun tidak depot ditanggulangi dengan satu macam cora dan satu macam obat soja. Perlu penangangan yang komprehensif mulai dari berbagai macam cora farmakologis maupun yang non farmakologis. Dibawah ini dituliskan sekilas mengenai perkembangan terkini mekanisme dan pengobatan dari migren, dengan adanya tulisan ini diharapkan semoga ada manfaatnya bagi upaya penyembuhan dan mengurangi penderitaan bagi penderita migren pada khususnya, dan juga depot mencegah timbulnya angka kesakitan sehingga depot meningkatkan sumber daya manusia pada masyarakat Indonesia pada umumnya~



T ransmisi nyeri dari perifer ke korteks tergantung pada proses integrasi dan proses sinyal di medula spinalis, batang otak dan serebrum. lnformasi transduksi rangsangan mekanik, kimiawi maupun thermal diterima oleh masing-masing reseptor khusus di membran sel. Seperti misalnya deteksi panes diterima oleh vanilloid reseptor(VR-1) sebagai pintu masuknya kation kedalam sel. Small myelinated Ar5fibers dan small unmyelinated C-fibers meneruskan transmisi stimuli noxious dari perifer ke medula spinalis dan batang otak. Setelah stimulasi, high-threshold mechanoreseptors dan Ao-fibers di rekrut pertama kali dan mentransmisi sebagai "first pain", dirasakan sebagai



Scanned for Compos Mentis



nyeri pada lokasi yang benar, sensasi diskriminatif (tajam, atau seperti · di tusuk-tusuk) yang akan berakhir sama waktunya sesuai dengan waktu pemberian stimulus nyeri akut. 1 Kemudian di translasi/ diterjemahkan kedalam suatu aksi potensial dengan pelepasan excitatory amino acid glutamat pada tenninal aferen primer di medula spinalis, via non N-metil-0-aspartat (NMDA) reseptor, alfa-amino-3hidroksi-5-metil isoxazole-propionat (AMPA) dan kainate menghasilkan potensial post sinaplik excitatory yang cepat. ltulah gambaran reaksi akut secara cepat akibat dari noxious stimulasi. 2 First order atau pseudounipolar neurons terletak didalam . dorsal root ganglia(DRG) atau di ganglia trigeminal. Didalam komu dorsalis, second order neuron memancar (sesudah menyilang komisura anterio~ dan asendens melalui traktus spino talamikus. Third order neuron terletak di talamus dan memancar Ice korteks somatosensoris primer dan cingulate. Sedang Pathway dari afektif dan motivasional melalui alur yang berbeda dengan tersebut diatas, ia melibatkan struktur parabrachial nucleus, amigdala, dan nukleus intralaminar thalami yang bertanggung jawab terhadap elemen dysphory dari pengalaman noxious1 (gambar 1).



SENSASI NYERI



DYSPHORIA



t t



~/



L.....::Ac:::c~l•t-~•1 Thalamus



Amygdala



Parabrachial Nudeus



1



DORSAL HORN



M-Fibers Mechanoreceptors



DRG '



C-fihers \tlymodal Nociceptors



t



Gamber 1 : Pain Pathway



SS =somatosensory cortex; ACC= anterior cingulate cortex; DRG=dorsal root ganglia Dilcutip dari: Belay H, Moslcowitz MA.Mechanism of pain modulation in chronic: syndromes. Neurology 2002;59(suppl):S2-S7



Scanned for Compos Mentis



. Jika seandainya stimulus noxious lebih besar dan lebih lama lagi diberikan maka akan mengaktivasi nosiseptor polimodal dan menjadi difus, rasa tidak mengenakkan dan sensasi rasa terbakar yang persisten yang akan berakhir lebih lambat dari pada masa sesudah stimulus nyeri akut tersebut. Ditambah diperkuat lagi dengan adanya pelepasan co modulator neuropeptide SP, NKA dan CGRP yang berikutnya kemudian ikut dalam sistem reseptor NMDA, maka akan meninggikan aktivasi voltage gated Ca channel dengan proses depolarisasi sel membran lebih lama. Fenomena ini menerangkan proses gradual wind-up pada sel sesudah mempertahankan c fiber input dan sumasi temporal dari pengalaman manusia sesudah repetitive stimulasi dari intensitas noxious. "Second pain" diasosiasikan dengan aspek afektif motivasional dan ini sangat menonjol semasa nyeri kronik dan terutama apabila nyerinya berasal dari viscera. 1.2 Mekanoreseptor dan polimodal reseptor berisi neurotransmitter l-glutamat, dan disamping itu reseptor polimodal juga mengandung neuropeptid SP, CGRP, NKA. Reseptor Polimodal juga menunjukkan bahwa ion K dan H, dan molekul prostaglandin E2 (PGE2), bradikinin, serotonin(S-Hl) dan adenosin triphosphat (ATP), meng-aktivasi atau men-sensitisasi nosiseptor-nosiseptor. 1 Nociception-specific neuron terletak di laminae I dan II di Komu dorsalis hanya merespon terhadap noxious input dan di sensitisasi oleh stimulasi yang bertubi-tubi (repetitive). Saraf aferen visceral dan somatik berpusat pada nociception-specific neuron tersebut yang berperan dalam proses referal nyeri. Stimulasi noxious dapat menginduksi ekpresi c-fos dari neuron kornu dorsalis (laminae I dan II) yang berhubungan dengan respon fungsional berlama dan adaptive di medula spinalis. 1



Gombar 2 : Stimulasi nosisepfif di Komu dorsalis. Glu = glutamat; Gly= Glycine; EP= Epinephrine Dikulip dari: Bolay H, Moskowilz MA.Mechanism of pain modulation in chronic syndromes. Neurology 2002;59(suppi):S2-S7



Scanned for Compos Mentis



Unmyelinated C-fibers (yang berisi glutamat, SP dan CGRP) di komu dorsalis mempunyai reseptor-reseptor untuk cholecystokin(CCK), opioids, dan juga gamma-aminobutyric acid subtype B(GABAa) yang berfungsi memodulasi pelepasan transmitter. Reseptor-reseptor tersebut (kecuali CCK) menghambat pelepasan transmitter dari serabut aferen sensorik primer. 1 Neuron postsinaptik mengandung NMDA, AMPA dan metabatric reseptor yang mengikat glutamat soma baiknya dengan seperti reseptor neurokinin, GAB~ reseptor, dan voltage-gate Ca channels. GAB~ reseptor diikat gated chloride channels yang menjadikan hiperpolarisasi neuron komu dorsalis dan mengurangi respons neuronal terhadap aktivasi perifer. Glycine-binding sites menempati pada neuron postsinaptik di komu dorsalis untuk sebagai fungsi inhibisi. 1 Ada beberapa Marker pain sensing nerves yang berperan dalam proses nyeri adalah CGRP, opioid dynorphin, SP, sensory neuron-specific sodium channei(NOv 1.8), purinergic reseptors(P2X3), isoledin 84 (184), neuropeptide Y, galanin dan artemin reseptor (GFRa3 = GDNF Glial Cell Derived Neurotrophic Fodor family receptor-



a3).3 Reseptor-reseptor purinergik(P2X3) hanya dijumpai terutama di DRG, purinergik agonist ATP dapat menyebabkan timbulnya nyeri sesaat dan diaktivasi oleh kenaikan permeabilitas Na ion. Modulasi input nosiseptif di komu dorsalis berperan dalam mempertahankan rasa nyerinya. Beberapa mekanisme molekuler dan biofisikal, termasuk disini adalah upregulation dari sensory neuronspecific sodium channel dan reseptor vanilloid, *phenotypic switch' dari Iorge myelinated axon, sprouting di komu dorsalis, dan berkurangnya neuron inhibisi yang dikarenakan adanya sel apoptosis mempunyai kontribusi dalam fenomena sensitisasi, suatu komponen yang berperan dalam proses nyeri kronik atau nyeri persisten. 1 Nyeri patologis bisa ditimbulkan oleh berbagai kelainan seperti infeksi, toksik, metabolik, penyakit herediter, trauma. Nyeri primer diekspresikan semata-mata dari kelainan patologi di medula spinalis, batang atak, thalamus, dan sebagian kecil di korteks. Nyeri patologis berkembang sebagai respons terhadap kerusakan atau perubahan pada primary-afferent neuron (stimulus dependent) atau bisa timbul secara spontan tanpa adanya stimulus (stimulus independent). Contoh nyeri yang patologis ialah Hiperalgesia menunjukkan persepsi yang makin kuat/berat dari noxious stimulus akibat dari proses yang abnormal daripada input nosiseptor di sistem



Scanned for Compos Mentis



saraf perifer atau sentral. 1 Sedangkan Alloclynia adalah suatu sensasi nyeri yang dibawakan oleh non noxious stimulus. Hiperalgesia disebabkan oleh proses inflamasi yang biasanya akan berkurang bilamana inflamasinya dapat dikendalikan. Akan tetapi pada nyeri neuropatik kronik akan menetap lama, meskipun kejadian awal nyerinya sudah menyembuh, ini menandakan adanya perubahan patologi didalam sistem sarafnya. Hiperalgesia maupun allodynia mengekspresikan dari sensistisasi dan menggambarkan nilai ambang yang lebih rendah di dalam aferen primer, termasuk disini reseptor perifer, ataupun mekanisme sentral yang terinduksi oleh plastisitas di medula spinalis ataupun korteks serebri. 1



Sensitisasi dapat te~adi di terminal nosiseptor via stimulasi yang berulang-ulang, yang kemudian akan mengurangi sejumlah depolarisasi yang dibutuhkan untuk dimulainya aksi potensial. Dalam hal ini reseptor vanilloid sangatlah berperan. Reseptor Vanilloid bertempat di small C-fibers dapat di sensitisasi dengan care rangsang panas yang di ulang-ulang, capsaicin atau pembukaan proton. Reseptor Vanilloid berpartisipasi dalam proses sensasi thermal dan nyeri inflamasi dan terdapat pada non-selective cation channel. 1 Pada proses inflamasi, tissue injury, sensitivitas reseptor sel perifer dapat berubah oleh karena adanya zat bradikinin, serotonin, adrenalin neurotropin dan adenosin.2 Sensitisasi juga dapat berkembang dalam proses respon pada molekul seperti PGE 2 , serotonin(S Hll, bradikinin (BK), epinephrine (EP), adenosine, Nerve Growth factor(NGF), yang beraksi pada respective axon receptors. Onsetnya cepat dan terdapat perubahan substansial dan pada mulanya bersifat reversible. Sensitisasi ditandai dengan proses kenaikan kadar Ca intraseluler, ataupun aktivasi daripada kineses intraseluler (misalnya Protein kinase C/PKC, atau tyrosine kinase), dimana beberapa dari itu mengadakan reaksi phosphorilase sensory neuron-specific channels dan reseptor2 VR 1. 1 Proses fosforilasi pada channel maupun reseptor di sel membran bertanggung jawab terhadap perubahan membrane excitability. Mediator seperti PGE2 , 5-HT dan adenosin dapat merubah nilai ambang voltase ion channel sehingga dapat memfasilitasi transmisi neuronal.2 Fosforilasi dari sensory neuron-specific channels akan menurunkan nilai ambang aktivasi dan kecepatan daripada



Scanned for Compos Mentis



proses inaktivasi, dan juga akan meninggikan besarnya aliran Na. Aktivitas agonis dari ligands, seperti proinflammatory peptide bradykinin di perkuat oleh adanya fosforilasi PKC-dependent Vanilloid receptors. Aktivasi PKC berhubungan dengan kadar stimuli yang meng aktivasi reseptor vanilloid dan sensory neuron-specific channels didalam aferen primer. 1 lnflamasi ne.urogenik {vasodilatasi dan edema) dimediasi oleh peptide vasoaktif (CGRP, SP, NKA) yang dilepas dari aferen perivaskuler dan juga merangsang te~adinya sensitisasi, juga menurunkan nilai ambang untuk depolarisasi. 1 Yang paling panting bahwa sensitisasi molekul mempengaruhi reseptor yang berbeda masing-masing, jadi menghilangkan salah satu sensitizing agent, kemungkinan tidak akan bisa memblokade sensitisasi perifer secara keseluruhan, akan tetapi hanya satu aspek saja?



Gombar 3: Sensitisasi perifer AP=Action Potensial; PKC=Protein kinase C; TyrosineKinaseA



W



= proton; Tyr~ =



Dikutip dari: Bolay H, Moskowilz MA.Mechanism of pain modulation in chronic syndromes. Neurology 2002;59(suppi):S2-S7



Scanned for Compos Mentis



Sensitisasi juga berkembang te~adi di mekanisme sentral. Fenomena wind-up adalah sangat penting dan terlihat terutama di komu dorsalis (lihat gambar 4). Perkembangan wind-up terjadi bilamana pada C-fibers dilepaskan stimulus yang menetap dengan frekuensi tinggi, sehingga kecepatan respons yang melebar dan dinamis dari neuron yang meningkat secara progresif pada setiap adanya stimulus. Wind-up dapat di cegah dengan care mengkontrol input nosiseptif ke komu dorsalis dengan manajemen nyeri secara dini dan agresif. 1 Mekanisme molekular di komu dorsalis mempunyai kontribusi untuk menambah transmisi nyeri dalam keadaan kondisi patologik (lihat gambar 4). Noxious stimuli ringan menyebabkan stimulasi frekuensi rendah dari nosiseptor yang melepaskan glutamat dari terminal sentral pada neuron aferen primer dan berakhir pada laminae I, II dan V. Glutamat beraksi pada reseptor postsinaptik AMPA, mengakibatkan excitatory postsynaptic potensia/s(EPSPs) yang cepat dan juga depolarisasi cepat di sel postsinaptik. 1



Gombar 4: Sensitisasi sentral Dikutip dari: Bolay H, Moskowitz MA.Mechanism of pain modulation in chronic syndromes. Neurology 2002;59(suppi):S2-S7



Scanned for Compos Mentis



Pada keadaan istirahat, pintu reseptor NMDA ditutup oleh blokade magnesium. Sedangkan dalam kondisi patologik, reseptor NMDA dan AMPA bertambah. Dalam keadaan stimulasi noxious yang bertambah dan bertahan lama (high frequency discharge), SP(via NKl resepto~ dan glutamat akan dilepas bersamaan, menyebabkan bertahan lamanya low EPSPs (sekitar 10 detik), sumasi temporal dan dihilangkannya magnesium blokade pada NMDA Calcium channel. Sebagai akibat aktivasi pada reseptor NMDA, maka kadar Ca intraseluler meninggi dan Ca juga memasuki sel postsinaptik via voltage-gated Ca channel. Reseptor Metabrotic glutamat (mGiu) juga diimplikasikan dan dikait!can dengan pelepasan inositol trifosfat(IP3) dan Kalsium (lihat gambar 4). Sebagai konsekwensi dari depolarisasi yang beriama-lama dan masuknya Ca seperti yang dijelaskan tersebut diatas, aktivasi PKC fosforilasi NMDA reseptor dan menambah aliran NMDA reseptor. Akibatnya input nosiseptif memperbesar eksitabilitas pada neuron komu dorsalis. Dengan adanya keteriibatan NMDA receptor tersebut maka obat-obatan yang bekerja memblokade NMDA receptor dapat mengurangi nyeri neuropatik maupun yang kronik. 1. Pada terminal aferen primer sentral sama juga terjadi fosforilasi dari ion channel dan reseptor-reseptor yang disebabkan adanya proses aktivasi dan mobilisasi sistem fasilitasi intraseluler dari noxious input perifer secara persisten. Baik NMDA dependent dan AMPA reseptor teriibat dalam fasilitasi sel ini dimana sebagian yang terlibat dan menaikkan influks Ca kedalam sel. Kenaikan jumlah pintu gerbang reseptor NMDA juga di mediasi secara tidak langsung oleh berbagai jenis G-protein-coupled receptor seperti NK, metabotropic Glutamat receptors(mGiu) dan tyrosine kinase(TyrK) receptor systems yang berusaha mendorong aktivitasnya via second messenger system. Proses sentral sensitisasi tersebut menghasilkan :2 a. Penurunan nilai ambang untuk sel depolarisasi b. Aktivitas seluler yang lebih lama dari input nosiseptif perifer. c. Penyebaran aktivitas sel ke arah sel di sekitamya. Perubahan dari sensitisasi yang hanya sepintas menjadi sensitisasi persisten berkembang secara gradual. Proses ini dapat terjadi pada kondisi inflamasi ataupun neuropatik pain. Sedangkan perubahan sensitisasi dari inflamasi berbeda dengan kondisi sesudah nerve injury. Blokade Voltage-gated sodium channel (VGSCs) dengan lokal anestesi seperti lidokain, mexiletine, carbamazepin, phenytoin dapat digunakan untuk mengobati nyeri neuropatik1 Large myelinated AP-fibers, pada keadaan normal tidak berhubungan dengan nosisepsi, dan akan mengekpresikan SP dan CGRP pada saat



Scanned for Compos Mentis



(



sesudah adanya peripheral neNe injury. Oleh sebab itu dengan stimulus low threshold saja dapat mengaktivasi A(3-fibers yang melepaskan SP di komu dorsalis dan mencetuskan hipereksitabilitas yang dalam keadaan normal diatur oleh input nosiseptif. 1 A-fiber sprouting di medula spinalis mempunyai andil dalam timbulnya allodynia. Peripheral nerve injury terutama dalam injury C fibers axon menginduksi timbulnya sprouting dari AP-fibers (myelinated, low threshold) terminals pada lamina yang paling dalam (Ill & IV) ke lamina II. lni akan menimbulkan mis persepsi dari non noxious dianggap sebagai noxious input. Low threshold stimuli yang meng aktivasi A(3-fibers dapat menyebabkan hipereksitabiltas sentral. Neuron di lamina I dan II (dan kemungkinan lamina V) berperan sebagai media untuk allodynia pada nyeri neuropatik kronik. Plastisitas didalam medula spinalis dapat menjelaskan alasan kenapa tadile allodynia dapat terjadi pada pasien post herpetic neuralgia yang telah kehilangan inervasi nosiseptor kutaneus. 1 Proses "Phenotypic switch" pada sel juga dapat dilihat dari adanya ekspresi dari reseptor-reseptor, ion channels dan transmitter. Hilangnya sebagian serabut kecil afferent C-fibres menyebabkan timbulnya sprouting large A-beta fibers pada lamina lapisan yang lebih dalam kearah luar lamina yang mengandung normal noxious corresponding cells. Reorganisasi spinal ini dengan perubahan konektivitas mungkin sebagai salah satu alasan untuk touch evokedpain dimana hal ini resisten terhadap modulasi farmakologik. 2



Beberapa teori yang menyebabkan timbulnya nyeri kepala terus berkembang sejak 25 tahun yang lalu sampai sekarang. Seperti misalnya teori vasodilatasi kranial, aktivasi trigeminal perifer, lokalisasi dan fisiologi second order trigeminovascular neurons, cortical spreading depression, aktivasi rostral brainstem dan lain-lainnya 4 Rangsang nyeri bisa disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement maupun proses kimiawi & inflammasi terhadap nosiseptor-nosiseptor pada struktur yang pain sensitive di kepala. Jika struktur-struktur pain sensitive yang terletak pada atau pun diatas tentorium serebelli dirangsang maka rasa nyeri akan timbul teresa menjalar pada daerah didepan batas garis vertikal yang ditarik dari kedua telinga kiri dan kanan melewati puncak kepala (daerah



Scanned for Compos Mentis



frontotemporal dan parietal anterio~. Rasa nyeri ini ditransmisi oleh N.V (trigeminus). Sedangkan rangsangan terhadap struktur yang peka terhadap nyeri dibawah tentorium (yaitu yang terletak pada fossa krani posterio~ radiks servikalis bagian atas dengan cabang-cabang saraf perifemya akan menimbulkan nyeri pada daerah dibelakang garis tersebut diatas, yaitu pada daerah oksipital, sub-oksipital area dan servikal bagian atas. Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf kranial IX, X dan saraf spinal C-1,C2 dan C3. Akan tetapi kadang-kadang bisa juga radiks servikalis bagian atas dan N.oksipitalis mayor akan menjalarkan nyerinya ke frontal dan mota pada sisi ipsilateral. Telah dibuktikan adanya hubungan yang erat antara inti-inti Trigeminus dengan radiks dorsalis segmen servikal atas. Trigemino cervical reflex dapat dibuktikan dengan cora stimulasi n.supraorbitalis dan direkam dengan cera pemasangan elektrode pada otot stemocleido-mastoid5 • Input eksteroseptif dan nosiseptif dari trigemino-cervical refleks ditransmisikan melalui polysinaptic route, termasuk spinal trigeminal nuclei dan mencapai servikal motomeuron. Dengan adanya hubungan ini jelaslah bahwa nyeri didaerah leher depot dirasakan atau diteruskan kearah kepala dan sebaliknya. Ada 3 pembagian besar dari struktur yang pain sensitive di kepala: 6 A Struktur intrakranial: 1. Sinus kranialis dan vena aferen (sinus venosus, dan vena-vena yang mensupply sinus-sinus tsb.) 2. Arteri dari duramater (arteri meningea media) 3. Arteri di basis kranii yang membentuk sirkulus Willisii dan cabang-cabang besamya 4. Sebahagian dari duramater yang berdekatan dengan pembuluh darah besar terutama yang terletak dibasis fossa kranii anterior dan posterior dan meningens B. Struktur Ekstrakranial 1. Kulit, scalp, otot, tendon dan fascia daerah kepala & leher 2. Mukosa sinus paranasalis & cavum nasi 3. Gigi geligi 4. Telinga luar dan tengah 5. Tulang tengkorak terutama daerah supra orbita, temporal dan oksipital bawah, rongga orbita beserta isinya. 6. Arteri ekstrakranial



Scanned for Compos Mentis



..



C. Saraf 1. N.trigeminus, n.Fasialis, n.Giossofaringeus, n.Vagus 2. Saraf spinal servikalis 1, 2, 3



dan



Sedangkan struktur parenkhim otak, sebahagian duramater dan tengkorak adalah relatif tidak sensitif terhadap nyeri. Pada akhir-akhir ini penelitian terhadap nyeri kepala dipusatkan terhadap perubahan transisi nyeri akut ke status kronis. Seperti misalnya pada migren akut yang serangannya bisa secara repetetif akut dan kemudian selalu kembali normal, beraktifitas biasa dalam beberapa jam. Sedangkan contoh yang kronis adalah jenis tension type headache kronis. Belum jelas benar apa yang menentukan proses transisi dari akut akhimya jatuh ke kronis, dan mengapa pada masing-masing pasien berbeda responnya dan behavioumya, padahal mereka mendapat initial noxious event yang hampir sama.2 Translasi penerusan dari cellular dan molecular events akibat dari aktivasi noxious yang persisten, ialah perkembangan dari neuronal hipereksibilitas dengan timbulnya nyeri yang disebabkan input non noxious dengan nilai ambang rendah yang menetap sesudah hilangnya stimuli dan penyebaran nyeri kearah area non injury. Pada saat ini phenomena neuronal hipereksitabilitas adalah inti persoalan pada pasien dengan nyeri kronik yang berbeda pada masing-masing jaringan muskuloskeletal, visceral dan jaringan saraf, seperti misalnya pada kasus tension type headache, fibromialgia dan penyakit muskuloskeletal lainnya, tender points terletak diluar dari letak injury yang sebenamya dan inilah yang disebut cutaneus allodynia.2 Dengan didapatinya penurunan nilai ambang pada nyeri muskuloskeletal untuk mengaktivasi neuron dan juga oleh penyebaran nyeri yang tidak hanya keluar dari area yang terlibat, akan tetapi juga dari otot ke daerah kulit yang sesuai dengan daerah dermatomnya. Sedang pada pasien tension type headache, cluster headache, cutaneus hiperalgesia te~adi pada saat nyerinya menghilang. Tipe nyeri otot seperti pada fibromialgia, tension type headache, chronic whiplash sindrom temyata penurunan nilai ambang nyerinya bisa terdapat lokal maupun menyeluruh. 2 Faktor-faktor miofasial dan sensitisasi perifer dari nosiseptor memegang peranan dalam kejadian episodik TTH, sedangkan sensitisasi sentral berperan dalam TTH kronis. Ketidakseimbang antara



Scanned for Compos Mentis



faktor miofasial perifer dengan mekanisme sentral merupakan faktor dasar patogenetik sefalgia. 7• 8 Zat Nitroglycerin (NTG), histamin, prostacyclin, prostaglandin E1 (PGE 1), reserpin dan m-chlorophenylpiperazine(m-CPP) semuanya itu dapat menginduksi timbulnya nyeri kepala primer, terutama terhadap timbulnya migren. Akan tetapi setiap percobaan nyeri kepala secara eksperimental, selalu yang dipakai NTG, sebab NTG mempunyai kekuatan induksi yang paling kuat dibandingkan yang lainnya, half lifetime-nyc sangat pendek, dapat melewati blood brain barrier dan efek sampingnya mudah dikenali dan acceptable. 9 Pada penelitian orang sehat dilakukan implantasi elektrode di periaquaductal grey (PAG) dan dibuat stimulus maka te~adi suatu serangan nyeri kepala menyerupai migren. NTG



De-nitrasi Aktivasi c



~~~~~~~~--~--~



Menaikkan kadar guanosine 3,5mono phosphate (cGMP), dan cytosolic Calcium ~ vasodilatasi



NO terlibat juga dalam regulasi tonus pembuluh darah, respons inflamasi, komunikasi sel, non adrenerge non cholinerge (NANC)-nerve activity, sensitisasisentral dan transmisi nyeri 10



Gambar5 Sistem ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan modulasi nyeri terietak dibatang otak. Descending pain modulating pathway bermula dari periakuaduktus substansia grisea di midbrain dan bersinaps didalam raphe magnus di medulla. Sistem ini kemudian berhubungan dengan traktus spinalis dari n.trigeminal dan juga dorsal hom upper cervical cord. Sistem ini memakai adrenalin, serotonin dan opiate sebagai mediator dan ikut teriibat dalam proses inhibisi transmisi nyeri dari pelbagai tempat di leher dan kepala. Batang otak memainkan peranan yang paling penting sebagai pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi transmisi sensoris sebagian besar berpusat di



Scanned for Compos Mentis



batang otak (mis.nya periaquadudal grey matter, locus coeruleus, nukleus raphe magnus dan reticular formation), ia mengatur integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang melibatkan konvergensi kerja dari korteks somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex, dan struktur sistem limbik lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan modulator sefalgi.8 Keadaan hyperoxia yang berulang pada batang otak dapat mencetuskan timbulnya radikal bebas yang dapat merusak neuron di PAG, ataupun dapat menyebabkan disfungsi neuron yang mengganggu nosisepsi. 11 Terminal saraf sensoris vaskuler mempunyai ciri karakteristik sensitif terhadap tekanan maupun peregangan, terminal ini berbagi tempat dengan baroreseptor terminal. Pada serabut saraf serebrovaskuler aferen terdapat banyak neuropeptid jenis neurokinin dan calcitonin gene related peptide (CGRP). 12 Komponen vaskuler berperan besar terhadap proses nyeri kepala primer, dalam hal ini adalah komponen trigeminovaskuler yang berkaitan erat dengan gejala pelibatan batang otak yaitu rasa nyeri, nausea dan muntah. 13 lnervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebagian besar berasal dari ganglion trigeminal dan didalam serabut sensoris tersebut mengandung neuropeptid seperti CGRP (dimana jumlah dan peranannya terbesa~, substance P, neurokinine A(NKA), pituitary adenylate cyclase activating peptide (PACAP) dan nitric oxide(N0). 12 Dari pathway trigeminovaskuler dipancarkan ke trigeminal nukleus caudatus (TNQ tepatnya didaerah marginal layer dan substansia gelatinosa dari subnukleus kaudatus dari TNC dan komu dorsalis medula spinalis setinggi Cl dan C2 dimana terdapat banyak immunoreactive fibres substance P, CGRP dan PACAP, sedangkan serabut-serabut yang mengandung vasoactive intestinal peptide(VIP) atau nitric oxide synthase (NOS) tidak dijumpai 13• Juga stimulasi/ aktivasi pada sinus sagitalis superior menaikkan aktifitas metabolik di trigeminal nukleus kaudalis (TNq dan komu dorsalis medula spinalis servikalis. Khusus untuk nyeri kepala klaster dan chronic paroxysmal headache ada lagi pelepasan VIP yang berperan timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea. 12 Reseptor opioid di down regulated oleh penggunaan konsumsi opioid analgetik yang cenderung menaik setiap harinya. Pada saat serangan akut migren, terjadi disregulasi dari sistem opoid endogen, akan tetapi dengan adanya analgesic overused maka terjadi desensitisasi yang berperan dalam perubahan dari migren menjadi CDH. 11



Scanned for Compos Mentis



Stimuli elektrode, atau deposisi zat besi Fe yang berlebihan pada PAG matter pada midbrain dapat mencetuskan timbulnya nyeri kepala seperti migren (migraine like headache).4 Pada penelitian MRI terhadap keterlibatan batang otak pada penderita migren, CDH dan kontrol non headache, terdapat bukti bahwa adanya peninggian deposisi Fe di PAG pada penderita migren dan CDH dibandingkan dengan kontrol. 11 Adanya lnflamasi ditandai dengan pelepasan kaskade zat substansi dari perbagai sel disekitar daerah injury. Makrofag melepaskan sitokin (IL 1, IL6 dan TN Fa dan NGF). Sel yang rusak melepaskan ATP dan protons. Mast cell melepas/mengasingkan metabolit histamin, serotonin, prostaglandin dan arachidonic acid dengan kemampuan melakukan sensitisasi terminal sel saraf. Pada saat proses inflamasi, te~adi proses upregulasi beberapa reseptor (VRl, sensory specific sodium/SNS, dan SNS-2) dan peptides (CGRP, SP). lnflamasi neurogenik steril mengakibatkan proses vasodilatasi dan ekstrapasasi plasma protein yang mengikuti pelepasan peptide vasoaktif CGRP, SP dan NKA dari nerve ending. 10 Nyeri akibat inflamasi disebabkan oleh sensitisasi sentral maupun kenaikan input noxious perifer. Sebagai penambah pencetus sensitisasi dari aferen primer, proses inflamasi menghasilkan signal kimiawi yang memasuki darah dan menembus CNS untuk menghasilkan interleukin-1 ~(IL-l~), dan ekspresi cyclo-oxygenase (COX) di CNS. Aktivitas COX merangsang menghasilkan PGE2 tidak hanya pada tempat injury akan tetapi sesudah induksi di CNS. Jadi sintesa PGE2 oleh COX-2 mempunyai kontribusi terhadap perkembangan nyeri inflamasi. 1 Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron trigeminal sentral. Sesudah iritasi kimiawi atau stimulasi elektrik dari duramater, trigeminal neurons bereaksi terhadap stimulasi "sub-thresholdn di subdural ataupun di kulit periorbital. Fenomena yang serupa (pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneus allodynia) juga didapat pada penderita yang mendapat serangan migren dan diperkirakan sebagai refleksi pemberatan respons dari neuron trigeminal sentral yang memusatkan input dari aferen kutaneus dan meningeal. Obat 5 HT agonis terhadap migren, menghambat aktivitas nuklei trigeminal. 5



Scanned for Compos Mentis



"



ll



l



Noxious/non noxious STIMULI



"' "



Stressldepresi Iritatif miofasial/ vasku1ar Faktor pencetus lain



nosiseptor : meningeal & ganglia trigeminal disfungsi serotonin & nor epinefrine glutamat, MDA NAPA di sistem limbik



SENSITISASI PERIFER



MODULASI



BRAIN STEM



*Pelepasan CGRP, SP, NKA, PACAP, NOdi perivascular trigeminal sensory fibers-? C unmyelinated fibers & vasodilatasi *lnflamasi neuronal steril: produksi sitokin: bradikinin, IL1, IL6, IL8, TNF, NGF &



~ru'



:::::::=-- SENSITISASI



1



SENTRAL noxious persisten non noxious low threshold neuronal hiperexcitabili1y Gamber 6



Pada CDH justru yang paling berperan adalah proses sensitisasi sentral. Patofisiologi Chronic Daily Headache(CDH) belumlah diketahui dengan jelas. Keterlibatan aktivasi reseptor NMDA dan produksi NO dan supersensitivitas akan menaikkan produksi neuropeptide sensoris yang bertahan lama. Kalau CDH terdiri dari campuran migren dengan CTIH maka biasanya dapat disembuhkan dengan sumatriptan dimana mekanismenya melalui serotonin SHT 18 dan SHT10• Dipyridamole adalah suatu phosphodiesterase(PDE) 5 inhibitor, yang akan meninggikan kadar cGMP dan menginhibisi adenosine re-uptake sehingga dapat menimbulkan vasodilatasi yang menyebabkan timbulnya nyeri kepala. 9 Gallai dkk14 melakukan penelitian pada cairan serebrospinal, dimana ia mendapatkan kenaikan kadar glutamat dan nitrit pada likuor pasien CDH, dan juga didapati bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara pasien yang analgesic overuse dan yang tidak analgesic overused. Kenaikan nitrit CSF temyata bersamaan dengan kenaikan kadar cGMP (cytoplasmic Guanosine Mono phosphat) di CSF. Juga kelihatan bahwa kadar CGRP, SP maupun NKA juga meninggi pada likuor pasien CDH (lihat gambar 7).



Scanned for Compos Mentis



Correlation: r= 0 .61, P < 0.00 1 30 28



i26



"



0



Z24



"



fll



:!22 i20 18 16~~~~~~~~~~



22 2.4 2.6 2.8 3.0 Glutamate (nrnol~)



1.4



......_ Regrassion 95% confid.



Flgu:re 1 Cvr!Ti!lation between glutamate and nitrite lev~ (both expressa:l in )lmol/1) in CSF of paiients with chronic daily headac-he.



Gambar7 dilcutip dari Gallai V, Alberti A, Gallai B, Coppala F, Floridi A, Sarchielli P. Glutamate and nitic oxide pathway in chronic daily headache: evidence from cerebrospinal fluid.Cephalalgia 2003i23: 166-l 74



cnH F~dmt' wllh.~1t li.•l vs. controls: •p 15 hari/bulannya. Pada studi population base di USA, Eropa dan Asia didapati sekitar 4-5% dari populasi adalah penderita CDH, dimana 0.5%-nya menderita severe headache. Jenis Chronic Tension type headache adalah yang terbanyak. Gejala komorbiditas psikiatri yang menyertainya ada sekitar 90% pada CHD primer adalah ansietas 69 ,3%, depresi 25%, panic disorders, somatom disorder (somatisasi, konversi, hipokhondriasis) 5.7%. Dari semua penderita nyeri kepala kronik tersebut terdiri atas jenis: 3 1. Chronic Tension type Headache 2. Chronic tension type headache complex (Migraine tension type headache complex = Tension Vascular Headache = Mixed Headache) a. Transformed Migraine : istilah ini pertama kali dipakai pada tahun 1987, kejadiannya lebih sering (77%), yaitu suatu perubahan serangan migren biasa episodik yang kemudian berkembang menjadi serangan lebih sering, bisa disertai dengan interparoksismal tension type headache, ini biasa disebabkan oleh drugs overused (analgesik, ergotaminJ (52%), abnormal personality profile (depresi) (700AI), stres (67%).2 Faktor herediter (family history) berperan, ada . gejala neurologik dan gastro intestinal dan erat kaitannya dengan mestruasi. Temyata 62% dari migraineurs menderita juga TTH. 5 b. Evolved from Episodic Tension type Headache. lebih jarang (3-15%), dan gejala gambaran klinis migren kurang menonjol. Faktor herediter kurang berperan. Jarang ada gejala neurologik dan gastrointestinal. Dari hasil penelitian 25% penderita TTH juga menderita migren5



Scanned for Compos Mentis



Ada 3 faktor yang erat hubungannya dengan jenis ini yaitu: adanya riwayat herediter (family history) terutama hubungannya dengan migren yaitu sekitar 60-77% dibandingkan dengan Jenis Chronic TTH tanpa migren yaitu hanya 32-35% saja, keterlibatan otot perikranial/musde tenderness (migren 17%, mixed headache 41% dan Tension 1ype 63%) faktor psikogenik pasien chronic tension 1ype menunjukkan gejala kecemasan (ansietas) dan depresi lebih banyak daripada orang biasa (control). Pada kasus persistent/intmctable Chronic daily headache gejala hypochondriasis, depressi, histeria lebih menonjol (56%). Juga terlihat pengaruh pada orang tuanya yang alkoholik, dan adanya physical, emotional dan sexual abuse. II. CDH sekunder : juga timbul lebih dari 15 hari/bulannya disertai penyakit underlying cause yang diketahui.



Chronic Daily Headache5.6. 10 1. Chronic Daily Headache Primer: Durasi nyeri kepala > 4 jam • Migren Kronik (mendahului tranformed Migren) •



tension type headache kronik







New Daily persistent headache(NDPH)



• Hemikrania kontinua Durasi nyeri kepala < 4 jam • Nyeri kepala klaster kronik • Hemikrania paroksismal kronik • Hypnic Headache



• •



Idiopathic stabbing headache Cranial neuralgias



2. Chronic daily headache Sekunder • Nyeri kepala post traumatik • Gangguan spinal servikalis (termasuk disini cervical disc lesion) • Nyeri kepala sehubungan dengan gangguan vaskuler (AVM, arteritis, Giant cell arteritis, dissection & subdural hematoma) • Nyeri kepala sehubungan dengan yang non vaskuler intrakranial (hipertensi intrakranial, infeksi EBV, HIV, neoplasma, meningitis)



Scanned for Compos Mentis



• •



Cervicogenic headache Lain-lain (gangguan sendi temporo/oro-mandibuler, infeksi sinus/sinus headache, fibromialgia, CO intoksikasi).



·~



-



Jenis ini dalam klassifikasi intemasional nyeri kepala dari IHS 2004, dimasukkan dalam nyeri kepala primer, golongan Other Primary Headache. Kriteria diagnostik berupa: A Frekuensi nyeri kepala > 15 hari/bulannya dan lebih dari 1 bulan. B. Durasi nyeri kepala >4 jam/hari (iika tak diobati). Sering menetap konstan tanpa fluktuasi. C. Tak ada riwayat TIH maupun migren yang bertambah parch selama 3 bulan terakhir. D. Onset serangan secara akut (berkembang selama