Organisasi Profesi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS ETIKA PROFESI “PENGARUH ORGANISASI PROFESI BERKAITAN DENGAN KUALITAS PROFESI”



Nama Kelompok : FARID ANSORI



16040704026



PUSPITA CEASSARINI A. N



17040704009



YULIANTI NUR INDAH S



17040704011



EKO LISTIYANI



17040704037



MAHARANI NUR A



17040704038



GAYUNG UTAMI



17040704058



FRADHANA PUTRA D



17040704064



2017A JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA TAHUN AJARAN 2020-2021



A. PENGERTIAN ORGANISASI PROFESI Hakikat dari organisasi profesi merupakan wadah pengembangan profesi serta tempat para penyandang profesi melakukan tukar-menukar informasi guna menyelesaikan permasalahan profesi (Qamar and Rezah 2017). Organisasi profesi merupakan salah satu bagian dari organisasi sosial yang pada perkembangannya setelah tentang dipengaruhi oleh tingkat profesionalitas yang tinggi oleh para anggota profesi serta legitimasi dari masyarakat (Qamar and Salle 2019). Di samping itu, organisasi profesi merupakan masyarakat moral yang memiliki tanggung jawab khusus serta memiliki pengakuan yang tercermin pada keahlian, bukan karena ketentuan hukum positif (Yuwono 2018). Organisasi profesi mengharuskan seseorang dapat masuk sebagai anggota apabila yang bersangkutan telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang cukup dan diakui organisasi profesi tersebut, atau dapat dikatakan harus sesuai dengan definisi profesi sebagai a vocation or occupation requiring special advanced education, knowledge, and skill (Viswandro, Matilda, and Saputra 2018). Bukan hanya itu, anggota-anggota yang berada dalam organisasi profesi tersebut harus memiliki kemandirian sikap, kemandirian berpikir, serta kemandirian bertanggung jawab, sehingga tidak timbul sikap like and dislike manakala terjadi pergantian pengurus (Sahetapy 2009). Tujuan prinsipil didirikannya organisasi profesi adalah untuk membuat standar etika profesi hukum sekaligus menegakkan etika tersebut (Halim 2017), sehingga organiasasi profesi bukan bertujuan untuk mendapatkan untung yang bersifat materi (laba)(Ibrahim 2015). Salah satu pilar penting dalam tegak nya negara hukum adalah keberadaan para penyandang profesi hukum arahan dalam sistem pembangunan nasional juga menggarisbawahi pentingnya pembangunan aparatur hukum yang bersih dan berwibawa, yang senantiasa menegakkan etika profesi (Murya and Sucipto 2019).  Pada masa kini, yang termasuk profesi hukum yang secara khas mewujudkan bidang karya hukum adalah jabatan-jabatan hakim, advokat dan notaris (Sidharta 2015). Pekerja profesional hukum merupakan pejabat umum di bidangnya masing-masing, yang pada pokoknya tugas pokok profesinya memberikan pelayanan umum kepada masyarakat tanpa diskriminatif berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku (Achmad Asfi Burhanudin 2018). Jabatan manapun yang diembannya, seorang pengemban profesi hukum dalam menjalankan fungsinya harus selalu mengacu pada tujuan hukum untuk memberikan pengayoman kepada setiap manusia dengan mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, yang bertumpu pada penghormatan martabat manusia serta kode etik organisasi profesi hukum (Sidharta 2015). Organisasi profesi bertanggung jawab adanya penyalahgunaan tanggung jawab profesi yang terjadi di kalangan profesi dan juga penjatuhan sanksi akibat adanya pelanggaran profesi (Qamar and Rezah 2017). Organisasi



profesi mengharuskan seseorang dapat masuk sebagai anggota apabila yang bersangkutan telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang cukup dan diakui organisasi profesi tersebut, atau dapat dikatakan harus sesuai dengan definisi profesi sebagai a vocation or occupation requiring special advanced education, knowledge, and skill (Viswandro et al. 2018). Oleh karena itu aku, organisasi profesi perlu mengadakan penyebaran informasi terkait kode etik, baik terhadap pengembangan profesi hukum terkait maupun terhadap masyarakat luas sebagai pengguna jasa profesi hukum (Halim 2017). Organisasi profesi membentuk dan menetapkan kode etik secara rapi dan tertulis, karena hakikat kode etik merupakan konteks etika sebagai sistem nilai, yang berkenaan rasionalitas atas sikap dan perilaku manusia yang berprofesi (Aprita 2020). Kode etik adalah kumpulan kewajiban yang mengikat para pelaku profesi dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, tidak ditetapkan oleh sesuatu di luar profesi yang bersangkutan, melainkan ditetapkan oleh kelompok penyandang profesi itu sendiri, yakni organisasi profesi (Sumaryono 1995). Dengan adanya kode etik profesi tersebut, para penegak hukum dapat dikontrol dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesional di tengah masyarakat (Nuh 2011).Semisal, jabatan Notaris, ia harus memiliki tanggung jawab merupakan salah satu etika yang harus ditaati oleh notaris dalam menjalankan jabatannya, meliputi “tanggung jawab kepada profesi dengan mematuhi kode etik, tanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, tanggungjawab atas hasil pekerjaan/profesinya, tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat dan Tuhan” (Ningsih, A.Rani, and Adwani 2019). Kode etik ini bukanlah suatu hukum, melainkan nilai dan norma sebagai tolak ukur bagi profesional hukum dalam menegakkan kewibawaan hukum yang berperikemanusiaan dan berkeadilan (Mustofa 2013). Kode etik akan membentuk etos kerja pada setiap anggota profesi hukum agar menjadi profesional hukum yang berbudi luhur yang menjalankan profesinya sebagai perwujudan komitmen tanggung jawab keilmuan, dan integritas moral individu pada pengabdian kepada sesama, dan dan mencintai dan menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan di atas uang dan jabatan (Mustofa 2013). Standardisasi dari kalangan suatu profesi harus berasal dari satu organisasi profesi, dikarenakan para profesional harus memiliki satu standar kode etik profesi yang bersifat komprehensif dan holistik (Notaris 2013). B. CIRI-CIRI ORGANISASI PROFESI Organisasi profesi sangat berkaitan dengan  kode etik profesi karna berhubungan dengan bidang pekerjaan tertentu yang berhubungan langsung dengan masyarakat (Mardiya 2017). Konsep etika wajib diterapkan dalam kehidupan bersama dan dipatuhi  oleh pihak-pihak yang menjalankan profesinya (Mardiya 2017). Di dalam profesi sendiri terdapat beberapa ciri



khas di dalamnya. Ciri khas atau sifat tersebut melekat di dalam profesi. Berikut ini adalah ciri dari profesi (Sumaryono 1995): 1. Adanya Pengetahuan Khusus. Ciri ciri profesi yang pertama adalah terdapat pengetahuan khusus. Umumnya, keahlian dan keterampilan ini dimiliki lantaran proses pendidikan, pelatihan atau suatu pengalaman yang sudah dijalani selama bertahun-tahun. Sehingga, bisa dipastikan bahwa seseorang dikatakan memiliki profesi apabila ia memiliki pengetahuan khusus. 2. Ada Standar dan Kaidah Moral yang Tinggi Profesi memiliki ciri berupa adanya kaidah dan standar moral yang tinggi.Umumnya, masing-masing perilaku di dalam profesi mendasarkan aktivitas dan perbuatannya kepada kode etik profesi. 3. Mengabdi terhadap kepentingan masyarakat Terdapat unsur mengabdi kepada kepentingan masyarakat.Maksudnya adalah, masing-masing pelaksana dari profesi harus meletakkan kepentingan pribadinya dan mengutamakan kepentingan yang terdapat di masyarakat. 4. Terdapat izin untuk menjalankan profesi Profesi juga memiliki ciri yaitu adanya izin khusus untuk menjalankan sebuah profesi tertentu. Disadari atau tidak, setiap profesi akan bersinggungan dengan kepentingan yang ada di masyarakat. Sehingga, berbagai nilai kemanusiaan seperti keselamatan, kelangsungan hidup, keamanan dan sebagainya yang menuntut sebuah profesi memperoleh izin khusus. 5. Dijalankan oleh kaum professional Ciri yang terakhir dari suatu profesi adalah dijalankan oleh anggota yang merupakan kaum professional, Setiap profesi memang harus dilakukan secara professional, Tidak bisa semena-mena dan harus mengikuti tugas serta aturan yang berlaku. Maka, yang bisa menjalani sebuah profesi dengan baik adalah para kaum profesional. C. KODE ETIK PROFESI Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari (Nuh 2011). Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu (Djanggih, Hasan, and Hipan 2018). Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskanm (Djanggih et al. 2018). Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu



mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan (Qamar and Rezah 2017). Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial) (Choliq 2011). Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi (Mustofa 2013). Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan (Qamar and Rezah 2017). D. MACAM-MACAM ORGANISASI PROFESI HUKUM 1. Polisi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia (Qamar and Rezah 2017). 2. Propam Singkatan dari Profesi dan Pengamanan yang dipakai oleh organisasi POLRI pada salah satu struktur organisasinya sejak 27 Oktober 2002 (Kep KAPOLRI Nomor: Kep/54/X/2002). Propam adalah salah satu wadah organisasi POLRI berbentuk Divisi yang bertanggungjawab kepada masalah pembinaan profesi dan pengamanan dilingkungan internal organisasi POLRI disingkat Divisi Propam Polri sebagai salah satu unsur pelaksana staf khusus POLRI di tingkat Markas Besar yang berada di bawah KAPOLRI (Qamar and Salle 2019). 3. Notaris Menurut pengertian Pasal 1 Undang Undang no 30 tahun 2004, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana maksud dalam undangundang ini. Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata (Qamar and Salle 2019). Ciri notaris dapat dibedakan atas dua (Sidharta 2015), yakni : a. Sebagai pejabat umum notaris adalah:  Berjiwa pancasila;  Taat kepada hukum, sumpah jabatan, kode etik notaris;  Berbahasa Indonesia yang baik; b. Sebagai profesional notaris:  Memiliki perilaku notaris;  Ikut serta pembangunan nasional di bidang hukum;



4.



5.



 Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat. Notaris menertibkan diri sesuai dengan fungsi, kewenangan dan kewajiban sebagaimana ditentukan di dalam undang-undang jabatan notaris (Sidharta 2015).Notaris berhimpun dalam suatu wadah Organisasi Notaris yang dikenal dengan nama Ikatan Notaris Indonesia (INI) (Notaris 2013). INI mempunyai institusi pengawasan melalui Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia. Dewan Kehormatan Notaris berfungsi mengontrol terlaksananya kode etik di lapangan yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan kepentingan dengan masyarakat secara langsung (Gitayani 2019). Pengacara/ Advokat Pengacara atau advokat atau Kuasa Hukum adalah kata benda, subyek (Krisharyanto 2006). Dalam praktik dikenal juga dengan istilah Konsultan Hukum. Dapat berarti seseorang yang melakukan atau memberikan nasihat (advis) dan pembelaan “mewakili” bagi orang lain yang berhubungan (klien) dengan penyelesaian suatu kasus hukum (Qamar and Rezah 2017). Istilah pengacara berkonotasi jasa profesi hukum yang berperan dalam suatu sengketa yang dapat diselesaikan di luar atau di dalam sidang pengadilan(Qamar and Salle 2019). Dalam profesi hukum, dikenal istilah beracara yang terkait dengan pengaturan hukum acara dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata .Istilah pengacara dibedakan dengan istilah Konsultan Hukum yang kegiatannya lebih ke penyediaan jasa konsultasi hukum secara umum (Sunarjo 2013). a. IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia) b. AAI (Asosiasi Advokat Indonesia) c. IPHI (Ikatan Penasehat Hukum Indonesia) d. HAPI (Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia) e. SPI (Tentara Pengacara Indonesia) f. AKHI (Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia) g. HKPM (Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal) h. APSI (Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia) Hakim Hakim (Inggris : Judge ;Belanda : Rechte) adalah pejabat yang memimpin persidangan. Hakim bertugas untuk memutuskan hukuman bagi pihak yang dituntut (Achmad Asfi Burhanudin 2018). Dalam menjatuhkan putusan Hakim memiliki pertimbangan-pertimbangan khusus yang secara langsung mempengaruhi hasil putusan tersebut (Suswoto 2018). Organisasi Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) merupakan wadah profesi hakim Indonesia yang menampung dan menyalurkan



6.



aspirasi,inovasi, kajian ilmiah, publikasi, hubungan dengan lembagalembaga negara (Ernawati 2019). Hubungan kedalam maupun keluar, dan lain-lain kegiatan keorganisasian profesi hakim sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) IKAHI (Mardiya 2017). IKAHI adalah organisasi profesi hakim dari 4 lingkungan peradilan yaitu lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan Tata Usaha Negara (TUN), dan Peradilan militer (Mardiya 2017). Jaksa Jaksa adalah pegawai pemerintah dalam bidang hukum yang bertugas menyampaikan dakwaan atau tuduhan di dalam proses pengadilan terhadap orang yang diduga telah melanggar hukum (Maggalatung 2014). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang dimaksud dengan Jaksa adalah “Pejabat Fungsional yang diberi wewenang oleh undang undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang mengubah nama Persatuan Jaksa Republik Indonesia (PERSAJA) menjadi Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) dan kedua mengubah AD/ART Organisasi Profesi Jaksa. Perubahan nama PERSAJA menjadi PJI tidaklah mengubah secara fundamental asas dan tujuan organisasi, sehingga ciri sebagai organisasi profesi Jaksa yang bertujuan memelihara dan memperkokoh kesetiakawanan anggota, membela dan memperjuangkan kepentingan anggota, meningkatkan integritas dan profesionalisme Jaksa, tetap melekat baik pada saat masih bernama PERSAJA maupun setelah berganti nama menjadi PJI (Hanafi 2009). Melalui Musawarah Nasional PJI di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2014, ditetapkan tanggal 15 Juni 1993 sebagai hari lahirnya PJI, sebagaimana lahirnya PERSAJA yang merupakan organisasi profesi Jaksa yang pertama.



E. PERAN ORGANISASI PROFESI. Organisasi profesi pada umumnya berpegang pada apa yang disebut tridarma organisasi profesi, yaitu: (1) ikut serta mengembangkan ilmu dan teknologi profesi; (2) meningkatkan mutu pelayanan kepada sasaran layanan; dan (3) menjaga kode etik profesi (Murya and Sucipto 2019). Merujuk pada pemikiran tersebut, maka setiap organisasi profesi hendaknya dapat memberikan dukungan dan kontribusi positif bagi para anggotanya untuk senantiasa mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta melahirkan berbagai inovasi untuk kepentingan pengembangan dan kemajuan dari profesi itu sendiri, baik berdasarkan pemikiran kritis maupun riset (Selfiana 2014). Dalam hal ini, kerja sama mutualistik antara organisasi profesi dengan



berbagai perguruan tinggi yang melahirkan anggota-anggota profesi yang bersangkutan tampaknya mutlak diperlukan (Selfiana 2014). Selain berupaya mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, organisasi profesi juga seyogyanya dapat terus-menerus mendorong dan memotivasi para praktisi profesi di lapangan untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan standar yang disyaratkan, sehingga kehadirannya dapat memberikan manfaat dan kepuasan bagi para pengguna jasa layanan maupun masyarakat luas (Choliq 2011). Kegiatan pengembangan profesi dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan tampaknya juga mutlak diperlukan, misalnya dalam bentuk riset, pelatihan, seminar, simposium, baik yang diselenggarakan oleh organisasi profesi itu sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain (Sidharta 2015). Untuk menjaga wibawa dan martabat profesi, organisasi profesi perlu menetapkan, memelihara dan menegakkan kode etik profesi untuk tidak dilanggar oleh para anggotanya, sehingga pelayanan profesi tidak tercemari oleh berbagai bentuk penyimpangan praktik profesi (malpraktik) (Ibrahim 2015). F. PENGARUH ORGANISASI PROFESI BERKAITAN DENGAN KUALITAS PROFESI Suatu profesi hukum di awali dengan proses pendalaman dan penguasaan spesifikasi keilmuwan di bidang perundang-undangan (hukum) (Yuwono 2018). Orang yang berniat menjadi penyelenggara atau pengemban profesi hukum haruslah masuk dalam lingkaran atau komunitas proses. Tanpa melalui jalan ini, sulit dihasilkan seorang figur penyelenggara hukum yang handall (profesional) (Qamar and Salle 2019). Profesionalitas ikut ditentukan oleh peran atau kontribusi yang ditujukan selamaberada dalam komunitas profesi. Ada tahap seseorang baru boleh dan tepatmempelajari pengertian hukum dan profesi, kemudian dilanjutkan denganmempelajari fungsi, orientasi dan manfaat sebuah profesi hukum ditengahmasyarakat (Yuwono 2018). Tahap-tahap yang perlu dilalui ini menjadi pengantar menuju penegakan, pemberdayaan dan pemuliaan profesi. Implementasi profesi itu, termasuk profesi hukum sebenarnya tergantung dari pribadi yang bersangkutan karena mereka secara pribadi mempunyai tanggung jawab penuh atas mutu pelayanan profesinya dan harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat atau diabadikan untuk kepentingan umum yang memerlukan pelayanan dalam bidang hukum, untuk itu tentunya memerlukan keahlian yang berkeilmuan serta dapat dipercaya (Maggalatung 2014). Dinamika kualitas pelayanan profesi itu terkait dengan tingkat dan macam problem yang dihadapi masyarakat. Suatu jenis profesi, termasuk profesi hukum akan bisa dilihat perkembangan dan prospeknya melalui ragam



konflik sosial yang muncul (Sahetapy 2009). Untuk menjadi penyelenggara profesi hukum yang baik dibutuhkan kehadiran sarjana-sarjana hukum dan praktisi hukum yang memiliki kualifikasi sikap berikut (Achmad Asfi Burhanudin 2018) : 1. Sikap kemanusiaan Artinya, sebagai sarjana hukun dituntut sejak dini untuk gemar melakukan analisis dan interpretasi yuridis yang sesuai dengan aspirasi dan dinamika masyarakat, sehingga dalam dirinya tidak sampai kehilangan, apalagi tergusur atau terdegradasi wacana kemanusiaan. Tuntutan memiliki sikap kemanusiaan (human attitude) itu tidaklah muncul seketika, tetapi melalui proses yang menuntut konsentrasi dalam hal sinergi dan intelektual. Kalau sikap ini bisa dimiliki, maka seorang sarjana hukum akan mampu menjadi penyelenggara profesi hukum yang bukan tergolong sebagai "mulut/corong undang-undang" (la bauche de laloi), tetapi sebagai penyelenggara profesi hukum yang humanis. 2. Sikap keadilan yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan. Ketentuan perundangundangan yang berhasil dipelajari dan mengantarkannya sebagi pihak yang jadi pusat ketergantungan masyarakat adalah sudah seharusnya kalu sikap-sikap yang ditujukan itu mencerminkan dan mengartikulasikan tuntutan masyarakat.pemenuhan terhadap tuntutan masyarakat yang memang sebenarnya merupakan hakhaknya akan menentukan apakah dirinya pantas disebut sebagai penyelenggara profesi hukum yang baik atau tidak. Sikap yang ditujukan dalam menangani suatu perkara hukum misalnya bukan dilatarbelakangi oleh tuntutan memperoleh keuntungan pribadi seperti harta dan kemapanan posisi, tetapi adalah memenuhi panggilan keadilan. Menunjukan sikap yang baik bukanlah hal yang mudah bagi penyelenggara hukum.Hal-hal yang menuju pada kebaikan kerapkali dihadapkan dengan beragam tantangan yang bertujuan hendak mematikan cahaya kebaikan itu. Kalau ada pihak yang bersemangat dan kukuh dalam memegang kode etik, maka di sisi lain biasanya terdapat sejumlah pengganggu yang menjadi pemerdayanya. Sikap adil yang ditujukan oleh penyelenggara profesi huku dapat dikategorikan sebagai ekspresi nuraniah yang cukup berani dan mulia, mengingat dengan sikap itu, penyelenggara profesi hukum berarti tidak sampai kehilangan jati diri dan tetap menjadi pemenang karena mampu mengalahkan beragam tantangan yang berusaha menjinakan sikap adilnya. 3. Mampu melihat dan menempatkan nilai-nilai objektif dalam suatu perkara yang ditangani. Penyelenggara hukum yang dihadapkan dengan kasus seorang klien, yang perlu dan harus dikedepankan lebih dulu adalah mencermati dan menelaah secara teliti kronologis kasus tersebut. Ketika klien



menyampaikan latar belakang kejadian munculnya kasus (konflik) itu, maka penyelenggara hukum dituntut bisa mempertanyakan, mendialogkan dan mengongklusiakn kasus itu sampai muncul dan apa yang diinginkan setelah kasus itu terjadi, termasuk menjelaskan kemungkinankemungkinan akhir kasus itu dengan berpijak pada inti persoalan objektif dan pijakan yuridis yang sudah diketahuinya. Wacana objektifitas itu sangat penting bagi penyelenggara hukum, mengingat hal ini selain dapat dijadikan bahan untuk membantu menyelesaikan kasus yang dihadapinya, ia juga akan tetap mampu memepertahankan konsistensi keintelektualannya dalam mengembangkan disiplin ilmu hukum. Penyelenggara seperti ini akan mampu menyeimbangkan antara da sollen dan das sein. Disiplin ilmu hukum yang berhasil diraihnya tetap percaya dan mampu menerangi kepentingan masyarakat, dan bukan senaliknya tergeser oleh kepentingan-kepentingan dan ambisi-ambisi yang melupakan sisi normatif dan referensi keilmuannya. 4. Sikap kejujuran. Sikap ini boleh dikata menjadi panduan moral tertinggi bagi penyelenggara profesi hukum.sebagai suatu panduan tertinggi, tentulah akan terjadi resiko dan impact yang cukup komplikatif bagi kehidupan masyarakat dan kenegaraan kalau sampai sikap itu tidak dimiliki oleh penyelenggara hukum. Sebagai suatu sikap yang harus ditegakkan dalam penyelenggaraan profesi, maka tanggung jawab yang terkait dengannya akan ditentukan karenannya. Kasus-kasus hukum akan bisa diatasi dan tidak akan terhindar dari kemungkinan mengundang timbulnya persoalan sosialyuridis yang baru bilamana komitmen kejujuran masih diberlakukan oleh kalangan penyelenggara profesi hukum. kasus-kasus yang muncul ditengah masyarakat, baik yang diketegorikan sebagai bentuk pelanggaran hukum maupun moral tidak sedikit di antaranya dikarenakan oleh ketidakjujuran yang dilakukan seseorang maupun kelompok sosial. Sikap jujur ini menjadi pangkal atas terlaksana dan tegaknya stabilitas nasional. Masyarakat, terlebih rakyat kecil akan dapat menikmati kehidupan sejahtera dan harmonis bilamana sikap jujur tak sampai terkikis dalam diri kalangan orang-orang besar yang diantaranya adalah penyelenggara profesi hukum yang salah satu tugasnya menjembatani aspirasi orangorang kecil.



DAFTAR PUSTAKA Achmad Asfi Burhanudin. 2018. “Peran Etika Profesi Hukum Sebagai Upaya Penegakan Hukum Yang Baik.” El-Faqih : Jurnal Pemikiran Dan Hukum Islam. Aprita, Serlika. 2020. Etika Profesi. Pasuruan: Qiara Media. Choliq, Abdul Dahlan. 2011. “HUKUM, PROFESI JURNALISTIK DAN ETIKA MEDIA MASSA.” Jurnal Hukum. Djanggih, Hardianto, Nur Kautsar Hasan, and Nasrun Hipan. 2018. “Efektifitas Pengawasan Komisi Yudisial Dalam Mengawasi Kode Etik Profesi Hakim.” Kertha Patrika. Ernawati, Ernawati. 2019. “HAKIKAT ETIKA PROFESI HAKIMDALAM MENJATUHKAN PUTUSAN.” Jurnal Hukum Volkgeist. Gitayani, Luh Putu Cynthia. 2019. “Penerapan Etika Profesi Oleh Notaris Dalam Memberikan Pelayanan Jasa Kepada Klien.” Acta Comitas. Halim, Hamzah. 2017. Cara Praktis Memahami Dan Menyusun Legal Audit & Legal Opinion. 3rd ed. Jakarta: Kencana. Hanafi, Suhri. 2009. “PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DAN ETIKA PROFESI DI INDONESIA: ANALISIS DENGAN PENDEKATAN NILAINILAI AJARAN ISLAM.” HUNAFA: Jurnal Studia Islamika. Ibrahim, Ukas. 2015. “ANALISIS YURIDIS PEMAHAMAN UTILITARISME ETIKA DAN PROFESI HUKUM.” Jurnal Cahaya Keadilan. Krisharyanto, Edi. 2006. “FUNGSI ETIKA PROFESI HUKUM BAGI ADVOKAT DALAM MENEGAKKAN HUKUM.” Perspektif. Maggalatung, A. Salman. 2014. “Hubungan Antara Fakta Norma, Moral, Dan Doktrin Hukum Dalam Pertimbangan Putusan Hakim.” JURNAL CITA HUKUM. Mardiya, Nuzul Qur’aini. 2017. “PENGAWASAN PERILAKU HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH DEWAN ETIK / THE SUPERVISION BEHAVIOR JUDGE OF CONSTITUTIONAL COURT BY ETHICS COMMITTEE.” Jurnal Hukum Dan Peradilan. Murya, Adnan and Urip Sucipto. 2019. Etika Dan Tanggung Jawab Profesi. Yogyakarta: Deeppublish. Mustofa, Wildan Suyuthi. 2013. Kode Etik Hakim. 2nd ed. Jakarta: Kencana. Ningsih, Ayu, Faisal A.Rani, and Adwani Adwani. 2019. “Kedudukan Notaris Sebagai Mediator Sengketa Kenotariatan Terkait Dengan Kewajiban Penyuluhan Hukum.” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum. Notaris, Pengurus Pusat Ikatan. 2013. Jati Diri Notaris Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Nuh, Muhammad. 2011. Etika Profesi Hukum. Bandung: Pustaka Setia. Qamar, Nurul and Farah Syah Rezah. 2017. Etika Profesi Hukum: Empat Pilar Hukum. Makassar: CV SIGn. Qamar, Nurul and Salle. 2019. Etika Dan Moral Profesi Hukum: Ethos and Mores Profession of Law. Makassar: CV SIGn. Sahetapy, Jacob Elvinus. 2009. Runtuhnya Etik Hukum. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Selfiana. 2014. “Etika Profesi Sekretaris Yang Berlandaskan Pancasila.” Jurnal Administrasi Kantor.



Sidharta, B. Arief. 2015. “ETIKA DAN KODE ETIK PROFESI HUKUM.” Veritas et Justitia. Sumaryono, E. 1995. Etika Profesi Hukum : Norma-Norma Bagi Penegak Hukum. Yogyakarta: Kanisius. Sunarjo. 2013. “Etika Profesi Advokat Dalam Perspektif Profesionalisme Penegakan Hukum.” Jurnal Cakrawala HUkum. Suswoto, Sudiyana; 2018. “Kajian Kritis Terhadap Teori Positivisme Hukum Dalam Mencari Keadilan Substantif.” Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE 11(1):108–36. Viswandro, Maria Matilda, and Bayu Saputra. 2018. Mengenal Profesi Penegak Hukum. edited by S. B. T. Simorangkir and T. Medpress. Yogyakarta: Medpress Digital. Yuwono, Ismantoro Dwi. 2018. Memahami Berbagai Etika Profesi Dan Pekerjaan. Yogyakarta: Media Pressindo.