Osteogenesis Imperfekta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



JANUARI 2015



OSTEOGENESIS IMPERFEKTA



Nama



: Rizqi Karima Putri



No. Stambuk



: N 101 10 045



Pembimbing



: dr. Effendy Salim, Sp.A



DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU 2015



1



BAB I PENDAHULUAN



Osteogenesis imperfekta (OI) merupakan penyakit genetik yang menyebabkan kerapuhan tulang1 yang disebabkan oleh mutasi gen pengkode rantai kolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2). Kolagen tersebut merupakan protein terbanyak dari tulang, gigi, sklera dan ligamen (Prameswari et al, 2011; Indrawan et al, 2013). Osteogenesis imperfekta (OI) merupakan sebuah kelainan genetik serius yang mempengaruhi jaringan konektif, yang ditandai dengan mudahnya fraktur tulang, sering kali karena trauma yang sangat kecil atau bahkan tidak nampak seperti adanya trauma. Sinonim dari penyakit ini ialah: imperfect osteogenesis, Van der Hoeve syndrome, Eddowe syndrome, Lobstein disease, fragile bone disease, Vrolik disease (Prameswari et al, 2011). Insiden yang dapat diketahui pada balita adalah sekitar 1 dalam 20.000 kelahiran. Namun, insiden yang sesungguhnya diperkirakan lebih tinggi mengingat terdapat pasien anak-anak yang tidak terdiagnosa karena memiliki tanda yang ringan. Osteogenesis imperfekta timbul pada seluruh ras dan grup etnik (Prameswari et al, 2011). Edmon Axman ialah orang yang pada tahun 1831 pertama kali mendiskripsikan



empat



karakteristik



mayor



dari



osteogenesis



imperfekta: kerapuhan tulang, pergerakan sendi yang sangat banyak disertai perubahan letak, sklera berwarna kebiruan, dan tubuh yang lemah (Prameswari et al, 2011).



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. DEFINISI Osteogenesis



Imperfekta



(OI)



merupakan



gangguan



pembentukan tulang yang bersifat diturunkan, dengan karakteristik fragilitas tulang dan rendahnya massa tulang. OI merupakan gangguan jaringan ikat bersifat genetik yang cukup jarang dijumpai, disebabkan oleh mutasi gen yang bertugas mengkode prokolagen tipe 1 (COL1A1 dan COL1A2) dan menyebabkan gangguan pada pembentukan kolagen tipe 1. Spektrum klinis OI sangat luas, mulai dari bentuk letal pada masa perinatal hingga bentuk ringan yang membuat diagnosis penyakit ini pada dewasa menjadi kurang jelas (Indrawan et al, 2013).



B. EPIDEMIOLOGI Angka kejadian dan prevalensi secara akurat belum tersedia. Telah dilaporkan bahwa angka kejadian OI yang bisa dideteksi pada bayi adalah 1 dalam 20.000 hingga 50.000 ( Indrawan et al, 2013). Tidak ada perbedaan menurut ras dan jenis kelamin. Usia penderita saat gejala muncul, terutama gejala mudah patahnya tulang, sangat bervariasi. Pada bentuk yang ringan, penderita bisa tidak mengalami patah tulang sampai masa dewasa. Sedangkan pada bentuk yang berat patah tulang dapat dialami sejak dalam uterus/ prenatal (Plotkin & Pattehar, 1998).



3



C. ETIOLOGI Kolagen merupakan glikoprotein fibrous utama yang terdapat dalam matriks ekstraseluler dan pada jaringan ikat sepeti tulang rawan,



matriks



organik



tulang,



tendon,



dan



mereka



mempertahankan kekuatan jaringan ini. Kolagen terbagi menjadi kolagen tipe I,II,III,V,dan XI. Kolagen tipe I merupakan protein yang paling penting pada tubuh manusia. Gen COL1A1 yang terletak pada kromosom 17 dan gen COL1A2 yang terletak pada kromosom 73 merupakan gen yang mengkode 2 rantai kolagen tipe I yaitu α1 dan α2 (Solovyov et al, 2009; Yalovac et al, 2007; Ottani et al, 2002) Osteogenesis imperfekta merupakan kelainan autosomal dominan yang disebabkan oleh mutasi gen kolagen tipe I, COL1A1 dan COL1A2 yang bertanggung jawab dalam sintesis dari protein terbanyak tulang, kulit, ligamen, tendon dan hampir seluruh jaringan konektif. Mutasi ini memicu formasi kuantitas patologik (osteogenesis imperfekta tipe I) dari kolagen atau perubahan kualitas produksi kolagen (osteogenesis imperfekta tipe II, III, atau IV). Hasilnya ialah campuran dari kolagen yang normal dan tidak normal (Di Lullo et al, 2002; Ivo et al, 2007; Beck et al, 2000).



D. PATOGENESIS Prokolagen tipe I adalah struktur protein utama yang menyusun matriks tulang dan jaringan fibrous lainnya, seperti kapsul organ, fasia, kornea, sklera, tendon, selaput otak dan



4



dermis. Sekitar 30% berat badan manusia terdiri dari prokolagen tipe I. Secara struktural, molekul prokolagen tipe I berbentuk triple helix, terdiri dari 2 rantai pro α1(I) (disebut COL1A1, dikode pada kromosom 17) dan 1 rantai pro α2 (I) (disebut COL1A2, dikode pada kromosom 7). Masing-masing rantai triple helix itu dibentuk oleh rangkaian 388 asam amino Gly-X-Y yang berulang. Prolin sering berada di posisi X, sedangkan hidroksiprolin atau hidroksilisin sering berada di posisi Y. Glisin (Gly) merupakan asam amino terkecil yang mempunyai struktur cukup padat dan berperan penting sebagai poros dari helix sehingga bila terjadi mutasi akan sangat mengganggu struktur dan produksi helix (Marini, 2004; Plotkin & Pattehar, 1998; Root, 2002; Nussbaum et al, 2004). Prokolagen yang abnormal akan membentuk cetakan yang tak normal sehingga matriks pelekat tulang pun tak normal dan tersusun tak beraturan. Beberapa protein bukan kolagen dari matriks tulang juga berkurang. Hal ini menyebabkan adanya penurunan pembentukan tulang, osteopenia, dan terjadi kerapuhan sehingga meningkatkan angka kepatahan (fraktur). Lebih dari 200 mutasi yang berbeda mempengaruhi sintesis atau struktur prokolagen tipe I ditemukan pada penderita osteogenesis imperfekta. Jika mutasi tersebut menurunkan produksi/ sintesis prokolagen tipe I, maka terjadi osteogenesis imperfekta fenotip ringan (osteogenesis imperfecta tipe I), namun jika mutasi menyebabkan gangguan struktur prokolagen tipe I maka akan terjadi osteogenesis imperfekta fenotip yang lebih berat (tipe II,



5



III, dan IV). Kelainan struktur itu pada dasarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu 85% karena point mutation akibat glisin digantikan oleh asam amino lain dan sisanya karena kelainan single exon splicing. Masing-masing rantai kolagen sebagai triple helix prokolagen, disekresikan ke ruang ekstraseluler. Domain amino- dan carboxyl-terminal dipecah di ruang ekstraseluler, mengalami maturitas, kemudian dirangkai, di tulang akan mengalami mineralisasi (Marini, 2004; Root, 2002; Nussbaum et al, 2004).



E. MANIFESTASI KLINIK Adanya tulang yang rapuh disertai fraktur baik tanpa, maupun disertai trauma yang bersifat ringan atau sedang. Secara umum, semakin awal fraktur terjadi, semakin berat derajat osteogenesis



imperfekta



yang



diderita.



Extremitas



bawah



merupakan daerah yang paling sering terkena. Fraktur femoral merupakan jenis fraktur pada tulang panjang yang paling sering terjadi, dengan lokasi umumnya pada bagian tulang yang konveks, transversal, dan bergeser secara minimal (Marini, 2004; Chevrel, 2006). Sebagaimana kolagen tipe I juga merupakan komponen yang penting dari beberapa jaringan ekstraskeletal, maka terdapat beberapa



manifestasi



ekstraskeletal



seperti



dentinogenesis



imperfecta, sklera yang berwarna biru, kehilangan pendengaran, hiperlacity pada kulit dan ligamen, melemahnya sendi, penyakit



6



jantung, dan postur tubuh yang pendek (Solovyov et al, 2009; Ivo et al, 2007).



Kerapuhan tulang pada penyakit ini disebabkan karena berkurangnya massa tulang, degenerasi organisasi jaringan tulang dan kecacatan geometri tulang pada bentuk dan ukuran.



7



Kehilangan pende-ngaran adalah salah satu tanda pasti dari osteogenesis imperfekta, dengan kehadirannya yang bervariasi, antara 26% dan 60%. Sklera yang berwarna biru disebabkan oleh pigmentasi pada lapisan koroid yang ditunjukan melalui sklera yang tipis (Aizenbud et al, 2008; Heimert et al, 2002).



Pasien



dengan



osteogenesis



imperfekta



mempunyai



kemampuan intelektual yang baik seperti yang terdapat pada populasi pada umumnya. Tidak terdapat bawaan pada kelainan ini yang mempengaruhi kemampuan kognitif (Clements et al, 2005). Kelainan kraniofasial Kraniofasial dapat dibagi dalam dua bagian: bagian kranial dan bagian fasial. Pertumbuhan bagian fasial memiliki hubungan yang lebih erat dengan pertumbuhan somatik secara bertahap. Diawali dengan pertumbuhan lateral, dilanjutkan pertumbuhan anteroposterior,



dan



pada



akhirnya



pertumbuhan



vertikal



(Kusaladewi, 2008). Wajah yang berbeda dari beberapa tipe osteogenesis imperfekta berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit. Secara klinis, osteogenesis imperfekta biasanya memiliki bentuk 8



wajah yang segitiga, tulang bitemporal yang protrusif, tulang dahi yang prominen, occipital yang overhanging, dan juga lingkar kepala yang lebih besar dibandingkan normal (Aizenbud et al, 2008; Solovyov et al, 2009).



Ukuran dan bentuk kraniofasial dipengaruhi oleh faktor epigenik seperti postur kepala dan paksaan pada otot. Hubungan mereka



secara



positif berhubungan



dengan



meningkatnya



abnormalitas dari kualitas tulang dan juga dengan keparahan dari penyakitnya (Aizenbud et al, 2008). Pada penderita osteogenesis imperfekta, maksila lebih retrusif dibandingkan dengan mandibula dalam hubungannya dengan basis kranii anterior. Tinggi wajah, panjang maksila dan mandibula efektif, dan panjang basis kranial anterior dan posterior lebih pendek dibandingkan pasien normal. Hal ini disebabkan karena regio sella terdesak oleh berat dari tengkorak yang



9



menghasilkan pembengkokan ke bawah dari basis cranial (Chang et al, 2007; Waltimo-Siren, 2005). Pasien osteogenesis imperfekta memiliki sudut basis kranial yang lebih besar, dimana hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Lund di tahun 1997. Basis kranial yang mendatar, disebabkan tulang yang rapuh tidak dapat menahan stres mekanik dari berat kepala. Panjang basis kranial anterior dan posterior



juga



lebih



memendek



,



yang



mengindikasikan



pertumbuhan basis kranial juga lemah (Chang et al, 2007; Lund et al, 1998). Kelainan pada gigi dan rongga mulut Pada pasien osteogenesis imperfekta, gingiva pada maksila terlihat saat tersenyum dan bibir kerap kali tidak kompeten. Namun, osteogenesis imperfekta tidak mempengaruhi ada atau tidaknya penyakit gusi (periodontitis). Ukuran rongga mulut pada pasien osteogenesis imperfekta relatif lebih kecil dibandingkan normal karena lemahnya pertumbuhan maksila dan mandibula. Gigi pasien osteogenesis imperfekta tidak mempunyai oklusi yang baik sehingga menyebabkan kesulitan dalam menggigit. Ini disebabkan oleh ukuran dan atau posisi dari rahang atas atau rahang bawah. Insisif pada maksila proklinasi ekstrim sementara insisif rahang bawah retroklinasi parah (Aizenbud et al, 2008). Makroglosia



merupakan



suatu



keadaan



lidah



yang



mempunyai ukuran lebih besar dari normal. Pengaruh makroglosia terhadap gigi sangat besar. Makroglosia dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Makroglosia dapat



10



menyebabkan maloklusi pada gigi. Makroglosia juga dapat menimbulkan maloklusi pada gigi dan rahang seperti crossbite, openbite dan prognatisme mandibula. Kasus yang paling sering pada penderita makroglosia adalah crossbite dan openbite (Langlais & Miller, 1994). Dentinogenesis imperfekta (DI) merupakan salah satu kelainan khas pada gigi yang dapat timbul pada osteogenesis imperfekta (dentinogenesis imperfekta tipe I) atau dapat terpisah dari osteogenesis imperfekta (dentinogenesis imperfekta tipe II). Dentinogenesis imperfekta juga dikenal sebagai opalescent dentin dan merupakan kondisi autosomal dominan yang mempengaruhi baik gigi susu maupun gigi permanen dan ditandai dengan perubahan warna pada gigi. Gigi primer dengan dentinogenesis imperfekta lebih parah diban-dingkan dengan gigi permanen, dan warna yang dilaporkan adalah opalescent, abu-abu, coklat, atau kuning45 dan dapat didiagnosa secara klinis pada gigi bayi yang pertama kali tumbuh (Schwartz et al, 2008; Marks, 2002; Bhandari & Pannu, 2008).



11



Osteogenesis imperfekta diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu : 1. Osteogenesis imperfekta tipe 1 (tipe paling sering dan paling ringan). - Fraktur tulang, dengan terjadi fraktur tulang paling banyak sebelum pubertas. Pasien dengan osteogenesis imperfekta tipe 1 mengalami fraktur sekitar 20-40 sebelum pubertas. - Tinggi badannya normal atau mendekati normal - Persendian longgar dan tonus otot lemah - Skleranya berwarna biru, ungu, atau abu-abu. - Bentuk wajah triangular - Kecenderungan ke arah skoliosis - Deformitas tulang tidak ada atau minimal - Dentinogenesis



imperfekta



mungkin



terjadi,



menyebabkan gigi rapuh.



12



2. Osteogenesis imperfekta tipe II - Bentuk paling parah dari osteogenesis imperfekta (bentuk lethal) - Lethal setelah lahir, karena gangguan respiratori - Fraktur yang terjadi banyak dan deformitas tulang berat. - Tinggi badan kecil dengan paru tidak berkembang - Kolagen yang dibentuk tidak sesuai 3. Osteogenesis imperfekta tipe III - Mudah terjadi fraktur tulang (sering kali terjadi pada saat lahir), dan x-rays menunjukkan penyembuhan fraktur yang



terjadi



sebelum



kelahiran.



Pasien



dengan



osteogenesis imperfekta tipe III mengalami 100 kali fraktur sebelum pubertas. - Tinggi badannya secara jelas lebih pendek dari normal - Persendiannya longgar dan perkembangan otot buruk pada lengan dan kaki - Os.costae berbentuk seperti tong (barrel-shaped) - Terjadi gangguan respiratori - Deformitas tulang berat - Terjadi kehilangan pendengaran - Gelaja lainnya seperti osteogenesis tipe I 4. Osteogenesis imperfekta tipe IV - Gejala seperti tipe I dan tipe III tapi pada keadaan yang lebih berat - Mudah fraktur tulang, dengan fraktur tulang terjadi paling banyak sebelum pubertas



13



- Tinggi badan lebih pendek dari rata-rata - Warna sklera normal, warna putih atau mendekati warna putih - Deformitas tulang ringan sampai sedang, skoliosis mungkin terjadi - Os. Costae berbentuk tong (barrel-shaped) (Patria, 2012).



F. PEMERIKSAAN PENUNJANG a) Laboratorium biokimia dan molekular Analisa sintesa kolagen didapat melalui kultur fibroblas dari biopsi kulit, terutama untuk mendeteksi osteogenesis imperfekta tipe I, III dan IV. Analisa mutasi DNA prenatal dilakukan pada kehamilan dengan resiko osteogenesis imperfekta,



melalui



kultur



villus



korion.



Pemeriksaan



kombinasi antara analisa DNA dan biopsi kolagen akan mendeteksi hampir 90% dari semua tipe mutasi gen pengkode prokolagen tipe I (Marini, 2004; Plotkin & Pattekar, 1998). b) Pencitraan Radiografi tulang skeletal setelah lahir (bone survey). Bentuk ringan (tipe I) tampak korteks tulang panjang yang menipis, tidak tampak deformitas tulang panjang. Bentuk sangat berat (tipe II) tampak gambaran manik-manik (beaded appearance) pada tulang costae, tulang melebar, fraktur multipel dengan deformitas tulang panjang. Bentuk sedang dan berat (tipe III dan IV) tampak metafisis kistik atau gambaran



14



popcorn pada kartilaho, tulang dapat normal atau melebar pada awalnya kemudian menipis, dapat ditemukan fraktur yang menyebabkan deformitas tulang panjang, sering disertai fraktur vertebra (Plotkin & Pattekar, 1998; Root & Diamond, 2002). Densitas mineral tulang (bone densitometry)



diukur



dengan Dual-Energy X-Ray Absorptiometry (DEXA) yang menghasilkan nilai rendah pada pederita (Plotkin & Pattekar, 1998). Ultrasonografi prenatal pada minggu 15-18 kehamilan untuk mendeteksi kelainan panjang tulang anggota badan, yang tampak dapat berupa gambaran normal (tipe ringan) sampai gamabaran



isi



intrakranial



yang



sangat



jelas



karena



berkurangnya mineralisasi tulang kalvaria atau kompresi kalvaria. Selain itu dapat juga ditemukan tulang panjang yang bengkok, panjang tulang berkurang (terutama tulang femur), dan fraktur costa multipel. USG prenatal ini terutama untuk mendeteksi osteogenesis imperfekta tipe II (Plotkin & Pattekar, 1998; Root & Diamond, 2002).



15



G. DIAGNOSIS BANDING 1) Child abuse & neglect (perlakuan salah dan penelantaran pada anak) Pada osteogenesis tipe ringan paling sulit dibedakan dengan kasus penelantaran anak. Usia fraktur tulang yang berdeda-beda pada neonatus dan anak harus dicurigai karena



kasus



penelantaran



anak.



Selain



itu



pada



penelantaran anak juga terdapat manifestasi klinis non skeletal, misalnya perdarahan retina, hematoma organ visera, perdarahan intrakranial, pankreatitis dan trauma limpa. Tipe fraktur pada penelantaran anak biasanya adalah fraktur sudut metafiseal yang jarang ditemukan pada osteogenesis imperfekta. Densitas mineral tulang pada penelantaran



anak



juga



normal,



sedangkan



pada



osteogenesis imperfekta rendah (Plotkin & Pattekar, 1998; Chevrel, 2006).



16



2) Osteoporosis juvenil idiopati Keadaan ini ditemukan pada anak yang lebih tua, terutama usia antara 8 atau 11 tahun, yang mengalami fraktur dan tanda osteoporosis tanpa didasari penyakit lainnya. Gejala biasanya nyeri tualng belakang, paha, kaki, dan kesulitan berjalan. Fraktur khasnya berupa fraktur metafiseal, meski dapat juga terjadi pada tulang panjang. Sering



terjadi



fraktur



vertebra



yang



menyebabkan



deformitas dan perawakan pendek ringan. Tulang tengkorak dan wajah normal. Osteoporosis juvenil idiopati akan membaik spontan dalam 3-5 tahun, namun deformitas vertebra dan gangguan fungsi dapat menetap. Jika didapat riwayat keluarga dengan keluhan yang sama maka harus dipikirkan suatu osteogenesis tipe ringan (Chevrel, 2006). 3) Achondroplasia Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan akibat mutasi pada gen FGFR3. Gen ini bertanggung jawab pada pembentukan protein yang berperan



dalam



pertumbuhan,



perkembangan



dan



pemeliharaan tulang (osifikasi) dan jaringan otak. Klinis didapat sejak lahir berupa perawakan pendek, termasuk tulang belakang, lengan dan tungkai terutama lengan dan tungkai atas, pergerakan siku terbatas, makrosefali dengan dahi yang menonjol. Kejadian fraktur beruang tak pernah terjadi (Anonymous, 2002).



17



4) Riketsia Merupakan gangguan kalsifikasi dari osteoid akibat defisiensi metabolit vitamin D. Walau jarang terjadi, riketsia juga bisa karena kekurangan kalsium dan fosfor dalam diet. Klinis ysng ditemukan antara lain hipotoni otot, penebalan tulang tengkoran yang menyebabkan dahi menonjol, knobby deformity pada metafisis dan dada (rachitic rosary), bisa terjadi fraktur terutama tipe greenstick. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan kada 25-hidroksi-vitamin D serum, kalsium dan fosfor yang rendah, serta alkalin fosfatase meningkat. Beberapa penyakit malabsorpsi intestinal berat, penyakit hati atau ginjal menimbulkan gambaran klinis dan biokimia sekunder riketsia nutrisional. Pada osteogenesis imperfekta kalsium serum dan alkalin fosfatase normal. Kadar 25-hidroksi-vitamin D serum penderita osteogenesis imperfekta sering rendah menunjukkan defisiensi vitamin D sekunder akibat kurangnya paparan terhadap sinar matahari yang sering dialami penderita osteogenesis imperfekta (Chevrel, 2006; Finberg, 2008).



H. PENATALAKSANAAN Penyembuhan osteogenesis imperfekta sampai saat ini belum ditemukan. Oleh sebab itu, pananganan penyakit ini difokuskan pada simptom, mencegah komplikasi, dan menjaga massa tulang serta kekuatan otot. Terapi non-bedah termasuk terapi fisik dan rehabilitasi. Terapi bedah dan obat-obatan yang digunakan untuk



18



meningkatkan densitas tulang merupakan pilihan terapi yang lainnya. Terapi dengan menggunakan bisphosphonates telah menjadi sebuah terapi simptomatik yang penting. Terapi ini dapat meningkatkan prognosis pada bentuk osteogenesis imperfekta yang parah dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara mengurangi resorbsi tulang dan mengontrol rasa nyeri. Potent inhibitor dari obat resporpsi tulang dan hormon pertumbuhan juga telah digunakan pada tahun terakhir (Schwartz et al, 2008; Malmgren et al, 2008; Elmrini et al, 2008; Forin, 2007; Tau, 2007). Bisphosphonate (pamidronate), merupakan bisphosphonate yang mengandung nitrogen, diberikan untuk menambah massa tulang dan menurunkan kejadian patah tulang. Bisphosphonate mengandung nitrogen yang paling sering digunakan adalah pamidronate, olpadronate, ibandronate, alendronate, risedronate, dan zoledronate. Literatur medis saat ini dipenuhi laporan kasus yang memuji kesuksesan terapi osteogenesis imperfekta dengan bisphosphonate. Sebagai dampak, bisphosphonate saat ini secara luas digunakan untuk terapi osteogenesis imperfekta pada anak, remaja dan orang dewasa. Hampir semua laporan melibatkan penggunaan pamidronate intravena (Shaw & Bishop, 2005; Falk et al, 2003; Astrom et al, 2002). Bisphosphonate saat ini secara luas digunakan untuk terapi osteogenesis imperfekta pada anak, remaja dan orang dewasa. Bisphosphonate diberikan dalam 2 hari berturut-turut setiap tiga hingga empat bulan dengan dosis 30 mg/m2 luas permukaan tubuh



19



dalam 2 hari, dan tidak didapatkan efek samping (Falk et al, 2003; Astrom et al, 2002). Luaran dari osteogenesis imperfekta sangat beragam. Sejumlah parameter digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan terapi bisphosphonate meliputi peningkatan densitas mineral tulang, penurunan angka patah tulang, penurunan keluhan nyeri, perbaikan saat berjalan, dan peningkatan ketebalan korteks yang terlihat pada roentgen polos. Petanda biokemia dari pergantian



tulang



bernama



n-telopeptide



(NTX),



sangat



bermanfaat untuk memantau terapi pamidronate. Ekskresi NTX lewat urin mencerminkan penurunan resorpsi tulang pada pasien yang menerima terapi antiresorptif. Sebagai tambahan, nyeri dan kebutuhan akan pembedahan, digunakan untuk memantau respon terapi (Chevrel, 2006; Morris et al, 2006). Terapi bedah berupa terapi bedah ortopedi ditujukan untuk perawatan fraktur dan koreksi deformitas. Fraktur harus dipasang splint atau cast. Pada osteogenesis imperfekta fraktur akan sembuh dengan baik, sedangkan cast diperlukan untuk meminimalkan osteoporisis akibat imobolisasi jangka lama (Marini, 1998).



I. PROGNOSIS Prognosis penderita osteogenesis imperfekta bervariasi tergantung klinis dan keparahan yang dideritanya. Penyebab kematian tersering adalah gagal napas (Indrawan et al, 2013). Osteogenesis imperfekta merupakan suatu kondisi kronis yang membatasi harapan hidup dan fungsi penderitanya.



20



Osteogenesis imperfekta tipe II merupakan bentuk yang paling berat dan menyebabkan kematian pada masa perinatal. Pasien yang menderita osteogenesis imperfekta tipe II menunjukkan fraktur multipel pada iga maupun tulang panjang, deformitas tulang yang berat, dan pada akhirnya menyebabkan kegagalan fungsi respirasi. Bayi dengan osteogenesis imperfekta tipe II meninggal dalam usia bulanan – 1 tahun kehidupan. Penderita osteogenesis imperfekta tipe III biasanya meninggal karena penyebab pulmonal pada masa anak-anak dini, remaja. Sedangkan penderita osteogenesis imperfekta tipe I dan IV dapat hidup dengan usia yang lebih panjang (Indrawan et al, 2013; Marini, 2004).



21



BAB III PENUTUP



Dari penjabaran mengenai osteogenesis imperfekta diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : a. Osteogenesis imperfekta (OI) merupakan penyakit genetik yang menyebabkan kerapuhan tulang1 yang disebabkan oleh mutasi gen pengkode rantai kolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2). b. Gejala klinis yang dapat ditemukan yaitu kerapuhan tulang (menyebabkan fraktur tulang), pergerakan sendi yang sangat banyak disertai perubahan letak, sklera berwarna kebiruan, dan tubuh yang lemah, wajahnya berbentuk segitiga, perawakan pendek, gangguan pendengaran, dentigenesis imperfekta. c. Penegakan diagnosis osteogenesis imperfekta dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (laboratorium seperti biopsi kulit untuk menganalisa kolagen dan



radiologi



seperti



radiografi,



bone



survey,



bone



densitometry, ultrasonografi) d. Penatalaksanaan



difokuskan



pada



simptom,



mencegah



komplikasi, dan menjaga massa tulang serta kekuatan otot. Dapat diterapi dengan terapi bedah, terapi non bedah, obatobatan. e. Prognosis



penderita



osteogenesis



imperfekta



bervariasi



tergantung klinis dan keparahan yang dideritanya. Penyebab kematian tersering adalah gagal napas.



22



DAFTAR PUSTAKA



Aizenbud D, Peled M, Figueroa AA. A combined orthodontic and surgical approach in osteogenesis imperfecta and severe class III malocclusion: case report. Oral Maxillofacial Surgery Journal 2008; 66: 1045-53. Astrom E, Soderhall S. Beneficial effect of long term intravenous bisphosphonate treatment of osteogenesis imperfecta. Arch Dis Child 2002; 86:356-64. Beck K, Chan VC, Shenoy N, Kirkpatrick A, Ramshaw JAM, Brodsky B. Destabilization of osteogenesis imperfecta collagen-like model peptides correlates with the identity of the residue replacing glycine. Proc Natl Acad 2000; 97(8): 4273-8. Bhandari S and Pannu K. Dentinogenesis imperfecta: A review and case report of a family over four generations. IJDR 2008;19(4): 357-61. Chang PC, Lin SY, Hsu KH. The craniofacial characteristics of osteogenesis imperfecta patients. European Journal of Orthodontics 2007; 29: 232-7. Chevrel G. Osteogenesis imperfecta. 2010. Available at: http://www.orpha.net/data/ patho/GB/uk-OI.pdf. Accessed January 20, 2010. Clements K, Etris D, Franken A, Hauk J, Huber MB, Hofhine M, Letocha AD, Przybylski T, VanDerAhe L, Young G. United State: Osteogenesis imperfecta: A guide for nurses. National Institute of Health (NIH); 2005. p.1. Di Lullo GA, Sweeney SM, Körkkö J, Ala-Kokko L, San Antonio JD. Mapping the ligand-binding sites and disease-associated mutations on the most abundant protein in the human, type I collagen. Biol Chem 2002; 277(6): 4223-31.



23



Elmrini A, Boujraf S, Marzouki A, Agoumi O, Daoudi A. Osteogenesis imperfecta tarda. A case report. Nigerian Journal of Orthopaedics And Trauma 2006; 5(2): 61-2. Falk MJ, Heeger S, Lynch KH. Intravenous biphosphonate therapy in children with osteogenesis imperfecta. Pediatrics 2003; 111:573-7. Forin V. Osteogenesis imperfecta. Presse Med 2007; 36(12): 1787-93. Heimert Tamra L, Lin Doris DM, Yousem David M. Case 48:Osteogenesis imperfecta of the temporal bone. Radiology 2002; 224: 166-70. Indrawan, D.K et al, 2013. Osteogenesis Imperfekta pada Bayi Perempuan Berusia 2 Hari. JIKA, Vol. I, No. 2, Juni 2013. Ivo R, Fuerderer S, Eysel P. Spondylolisthesis caused by extreme pedicle elongation in osteogenesis imperfecta. Euro Spine Journal 2007; 16:1636-40. Kusaladewi M. Maloklusi pada sindroma down [Skripsi Studi Pustaka]. Surabaya: Universitas Airlangga; 2008; p.14. Langlais RP, Miller CS. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang lazim. Alih bahasa: Budi Susetyo. Jakarta : Hipokrates, 1994. p. 24, 42-45, 58, 82. Lund AM, Jensen BL, Nielsen LA, Skovby F. Dental manivestations of osteogenesis imperfecta and abnormalities of collagen I metabolism. J Craniofac Genet Dev Biol 1998; 18(1): 30-7. Malmgren B, Åmström E, Söderhäll S. No osteonecrosis in jaws of young patients with osteogenesis imperfecta treated with bisphosphonates. J Oral Pathol Med 2008; 37(4): 196-200. Marini JC. Osteogenesis imperfecta. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson text book of pediatrics. Philadelphia: Saundres, 2004. h. 2338-8.



24



Marks R. Dental care for persons with OI. 2002. Available at: www.osteo.org. Accessed January 22, 2015. Morris CD, Einhorn TA. Current concepts review biphosponate in orthopaedic surgery [cited 2015 Jan 22]. Diunduh dari: URL: www.ejbjs.org. Nussbaum RL, McInnes RR, Willard HF. The molecular and biochemical basis of genetic disease. Dalam: Thompson and thompson genetic in medicine, edisi ke-6. Philadelphia: Saunders, 2004, 229-346. Ottani V, Martini D, Franchi M, Ruggeri A, Raspanti M. Hierarchial structures in fibrillar collagens. Micron 2002; 33(7-8): 587-96. Patria, S.Y. 2012. Lecture : Congenital Musculoskeletal Disorders. Pediatrics Dept. Fac. Medicine, Gadjah Mada Univ, Yogyakarta.



25