Pancasila CBR [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CRITICAL BOOK REVIEW MK. PENDIDIKAN PANCASILA PRODI S1 TATA BUSANA



Skor Nilai:



PENDIDIKAN PANCASILA



NAMA



: EVI NOVIYANTI SIMANGUNSONG



NIM



: 5203143014



DOSEN PENGAMPU



: Dr. Farihah, M.Pd.



MATA KULIAH



: PENDIDIKAN PANCASILA



PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TATA BUSANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN OKTOBER, 2021



KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review (CBR) yang berjudul “Pendidikan Pancasila”. Tidak lupa juga saya berterima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberi kesempatan untuk menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan Pancasila. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan CBR ini terdapat banyak kekurangan dan sangat jauh dari sempurna baik dari penyusunan kata, bahasa maupun materi. Oleh sebab itu saya berharap adanya kritik serta saran setiap pembaca demi perbaikan tugas yang akan saya buat di kemudian hari, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Dengan ini saya mempersembahkan CBR Pendidikan Pancasila ini dengan rasa terimakasih dan semoga ini dapat menambah pengetahuan dan memberi manfaat bagi pembaca. Akhir kata saya ucapkan banyak terimakasih.



Riau, 10 Oktober 2021



Evi Noviyanti S



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................................................... ii BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................................... 1 1.1



Rasionalisasi pentingnya CBR ............................................................................................. 1



1.2



Tujuan penulisan CBR............................................................................................................. 1



1.3



Manfaat CBR ............................................................................................................................... 1



1.4



Identitas Buku yang di review ............................................................................................. 2



BAB II. RINGKASAN ISI BUKU ............................................................................................. 4 2.1



BUKU UTAMA............................................................................................................................. 4



2.2



BUKU PEMBANDING ............................................................................................................... 8



BAB III. PEMBAHASAN ....................................................................................................... 16 3.1



Kelebihan dan Kekurangan Buku Yang diriview ........................................................ 16



BAB IV. PENUTUP................................................................................................................. 18 4.1



Kesimpulan .............................................................................................................................. 18



4.2



Rekomendasi ............................................................................................................................ 18



DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 19



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Rasionalisasi pentingnya CBR Critical book review adalah tugas menulis yang mengharuskan kita untuk meringkas dan mengevaluasi tulisan. Adapun dalam penuntasan tugas Critical Book Review ini mahasiswa dituntut dalam meringkas, menganalisa dan membandingkan serta memberikan kritik berupa kelebihan dan kelemahan pada suatu buku berdasarkan fakta yang ada dalam buku tersebut, sehingga dengan begitu mahasiswa akan menjadi terbiasa dalam berpikir logis dan kritis serta tanggap terhadap hal-hal yang baru yang terdapat dalam suatu buku. Penugasan Critical Book Review ini juga merupakan bentuk pembiasaan agar mahasiswa terampil dalam menciptakan ide-ide kreatif dan berfikir secara analitis sehingga pada saat pembuatan tugas-tugas yang sama mahasiswa pun menjadi terbiasa serta semakin mahir dalam penyempurnaan tugas tersebut. Pembuatan tugas Critical Book Review ini juga melatih, menambah, serta menguatkan pemahaman mahasiswa betapa pentingnya mengkritikalisasi suatu karya berdasarkan data yang faktual sehingga dengan begitu terciptalah mahasiswa-mahasiswa yang berkarakter logis serta analisis. 1.2 Tujuan penulisan CBR 1.



Memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila



2.



Menambah wawasan dan pengetahuan kita dalam mengkritisi suatu buku



3.



Meningkatkan kreativitas serta ide-ide dalam mengkritisi suatu buku



4.



Menguatkan pemahaman kita betapa pentingnya mengkritikalisasi buku



1.3 Manfaat CBR 1.



Memperoleh hasil dari tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila



2.



Memperoleh wawasan serta pengetahuan dalam mengkritisi suatu buku



3.



Menumbuhkan pola pikir kreatif dalam membandingkan buku yang satu dengan yang lain. 1



1.4 Identitas buku Buku Utama



1.



Judul



: Pendidikan Pancasila



2.



Edisi



: Pertama (I)



3.



Pengarang



: Paristiyanti Nurwardani, dkk



4.



Penerbit



: Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan



5.



Kota terbit



: Jakarta



6.



Tahun terbit



: 2016



7.



Jumlah Halaman : 239



8.



ISBN



: 978-602-6470-01-0



2



Buku Pembanding



1.



Judul



: Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan



2.



Edisi



: Pertama



3.



Pengarang



: Dr.Asep Sulaiman,M.Pd



4.



Penerbit



: Arfini Raya



5.



Kota Terbit



: Jakarta



6.



Tahun Terbit



: 2015



7.



Jumlah Halaman : 158



8.



ISBN



: 978-602-0939-41-1



3



BAB II RINGKASAN ISI BUKU BUKU UTAMA Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia Periode Pengusulan Pancasila Menurut catatan sejarah, diketahui bahwa sidang tersebut menampilkan beberapa pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Soepomo. Keempat tokoh tersebut menyampaikan usulan tentang dasar negara menurut pandangannya masing-masing. Meskipun demikian perbedaan pendapat di antara mereka tidak mengurangi semangat persatuan dan kesatuan demi mewujudkan Indonesia merdeka. Sebagaimana Anda ketahui bahwa salah seorang pengusul calon dasar negara dalam sidang BPUPKI adalah Ir. Soekarno yang berpidato pada 1 Juni 1945. Pada hari itu, Ir. Soekarno menyampaikan lima butir gagasan tentang dasar negara sebagai berikut: 1.



Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,



2.



Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,



3.



Mufakat atau Demokrasi,



4.



Kesejahteraan Sosial,



5.



Ketuhanan yang berkebudayaan. Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh Soekarno diberi nama



Pancasila. Selanjutnya, Soekarno juga mengusulkan jika seandainya peserta sidang tidak menyukai angka 5, maka ia menawarkan angka 3, yaitu Trisila yang terdiri atas (1) Sosio-Nasionalisme, (2) Sosio-Demokrasi, dan (3) Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekarno akhirnya juga menawarkan angka 1, yaitu Ekasila yang berisi asas GotongRoyong. Sejarah mencatat bahwa pidato lisan Soekarno inilah yang di kemudian hari diterbitkan oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia dalam bentuk buku yang berjudul Lahirnya Pancasila (1947). Perlu Anda ketahui bahwa dari judul buku tersebut menimbulkan kontroversi seputar lahirnya Pancasila. Di satu pihak, ketika Soekarno masih berkuasa, terjadi semacam pengultusan terhadap Soekarno sehingga 1 Juni selalu dirayakan sebagai hari lahirnya Pancasila. Di lain pihak, ketika 4



pemerintahan Soekarno jatuh, muncul upayaupaya “de-Soekarnoisasi” oleh penguasa Orde Baru sehingga dikesankan seolah-olah Soekarno tidak besar jasanya dalam penggalian dan perumusan Pancasila. Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila bagi dasar filsafat negara (Philosofische grondslag) yang diusulkan oleh Soekarno, dan kemudian dibentuk panitia kecil 8 orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid Hasyim, Muh. Yamin, Sutarjo, A.A. Maramis, Otto Iskandar Dinata, dan Moh. Hatta) yang bertugas menampung usul-usul seputar calon dasar negara. Kemudian, sidang pertama BPUPKI ini berhenti untuk sementara. Periode Perumusan Pancasila Hal terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli 1945 adalah disetujuinya naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan Indonesia. Pada alinea keempat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut. 1.



Ketuhanan yang maha esa.



2.



Kemanusiaan yang adil dan beradab.



3.



Persatuan Indonesia



4.



Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.



5.



Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.



Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945. Ketika para pemimpin Indonesia sibuk mempersiapkan kemerdekaan menurut skenario Jepang, secara tiba-tiba terjadi perubahan peta politik dunia. Salah satu penyebab terjadinya perubahan peta politik dunia itu ialah takluknya Jepang terhadap Sekutu. Yang ditandai dengan jatuhnya bom atom di kota Hiroshima 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan maklumat yang berisi: 1.



Pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia (PPKI),



2.



Panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang 19 Agustus 1945. 5



3.



Direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan. Esok paginya, 8 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil Jenderal Terauchi (Penguasa Militer Jepang di Kawasan Asia Tenggara) yang berkedudukan di Saigon, Vietnam (sekarang kota itu bernama Ho Chi Minh).



Kekosongan kekuasaan ini tidak disia-siakan oleh para tokoh nasional. PPKI yang semula dibentuk Jepang karena Jepang sudah kalah dan tidak berkuasa lagi, maka para pemimpin nasional pada waktu itu segera mengambil keputusan politis yang penting. Keputusan politis penting itu berupa melepaskan diri dari bayang-bayang kekuasaan Jepang dan mempercepat rencana kemerdekaan bangsa Indonesia. Periode Pengesahan Pancasila Peristiwa penting lainnya terjadi pada 12 Agustus 1945, ketika itu Soekarno, Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat dipanggil oleh penguasa militer Jepang di Asia Selatan ke Saigon untuk membahas tentang hari kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang pernah dijanjikan. Namun, di luar dugaan ternyata pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat. Pada 15 Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Rajiman kembali ke Indonesia. Kedatangan mereka disambut oleh para pemuda yang mendesak agar kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan secepatnya karena mereka tanggap terhadap perubahan situasi politik dunia pada masa itu. Para pemuda sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada sekutu sehingga Jepang tidak memiliki kekuasaan secara politis di wilayah pendudukan, termasuk Indonesia. Perubahan situasi yang cepat itu menimbulkan kesalahpahaman antara kelompok pemuda dengan Soekarno dan kawan-kawan sehingga terjadilah penculikan atas diri Soekarno dan M. Hatta ke Rengas Dengklok, tindakan pemuda itu berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang 16 Agustus 1945 di Cikini no. 71 Jakarta (Kartodirdjo, dkk., 1975: 26). Melalui jalan berliku, akhirnya dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Teks kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh. Hatta dan ditulis oleh Soekarno pada dini hari. Menanya Alasan Diperlukannya Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia. 1.



Pancasila sebagai Identitas Bangsa Indonesia.



2.



Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia 6



3.



Pancasila sebagai Pandangan Hidup bangsa Indonesia



4.



Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa



5.



Pancasila sebagai Perjanjian Luhur



Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia 1.



Sumber Historis Pancasila



2.



Sumber Sosiologis Pancasila



3.



Sumber Politis Pancasila



Pentingnya Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal berikut: 1.



Betapapun lemahnya pemerintahan suatu rezim, tetapi Pancasila tetap bertahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.



2.



Betapapun ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa, tetapi terbukti Pancasila merupakan pilihan yang terbaik bagi bangsa Indonesia.



3.



Pancasila merupakan pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia karena bersumber dan digali dari nilai-nilai agama, kebudayaan, dan adat istiadat yang hidup dan berkembang di bumi Indonesia.



BUKU PEMBANDING Pancasila Era Pra kemerdekaan Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila, menyatakan bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsurunsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka. Pancasila telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita praktekkan hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek moyang. Dengan rinci Sunoto menunjukkan fakta historis, diantaranya adalah: a.



Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada putusnya orang percaya kepada Tuhan. 7



b.



Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.



c.



Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan.



d.



Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita.



e.



Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : Indonesia dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social & berlaku adil terhadap sesama.



Pancasila Era Kemerdekaan Dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan, Pancasila mengalami banyak perkembangan. Sesaat setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Pancasila melewati masa-masa percobaan demokrasi. Indonesia masuk ke dalam era percobaan demokrasi multi-partai dengan sistem kabinet parlementer. Partai-partai politik pada masa itu tumbuh sangat subur, dan proses politik yang ada cenderung selalu berhasil dalam mengusung kelima sila sebagai dasar negara. Pancasila pada masa ini mengalami masa kejayaannya. Selanjutnya, pada akhir tahun 1959, Pancasila melewati masa kelamnya dimana Presiden Soekarno menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Pada masa itu, presiden dalam rangka tetap memegang kendali politik terhadap berbagai kekuatan mencoba untuk memerankan politik integrasi paternalistik. Pada akhirnya, sistem ini seakan mengkhianati nilai yang ada dalam Pancasila itu sendiri, salah satunya adalah sila permusyawaratan. Kemudian, pada 1965 terjadi sebuah peristiwa bersejarah diIndonesia yaitu partai komunis berusaha melakukan pemberontakan. Pada 11 Maret 1965, Presiden Soekarno memberikan wewenang kepada Jenderal Suharto atas Indonesia. Ini merupakan era awal orde baru dimana Pancasila mengalami mistifikasi. Pancasila pada masa itu menjadi kaku & mutlak pemaknaannya. Pancasila pada masa pemerintahan presiden Soeharto kemudia menjadi core-values, yang pada akhirnya kembali menodai nilai-nilai dasar yang sesungguhnya terkandung dalam Pancasila itu sendiri. Pada 1998, pemerintahan presiden Suharto berakhir dan Pancasila kemudian masuk ke dalam era baru yaitu era demokrasi.



8



Pancasila Era Orde Lama Kedudukan pancasila sebagai idiologi Negara dan falsafah bangsa yang pernah dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar untuk pertama kalinya pada akhir dua dasa warsa setelah proklamasi kemerdekaan. Meredupnya sinar api pancasila sebagai tuntunan hidup berbangsa dan bernegara bagi jutaan orang diawali oleh kehendak seorang kepala pemerintahan yang terlalu gandrung pada persatuan dan kesatuan. Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk membangun kekuasaan yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang dapat menyelesaikan



sebuah



revolusi



perjuangan



melawan



penjajah



(nekolim,



neokolonialisme) serta ikut menata dunia agar bebas dari penghisapan bangsa atas bangsa dan penghisapan manusia dengan manusia. Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya



kembali



UUD



1945,



Presiden



Soekarno



meletakkan



dasar



kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya & bahkan menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan tertentu. Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan. Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah



munculnya



pemberontakan



G30S/PKI



yang



sangat



membahayakan



keselamatan bangsa dan Negara. Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.



9



Pancasila Era Orde Baru Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini. Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan romantisme dari banyak kalangan. Diera Orde Baru pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal. Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Romantisme Pelaksanaan P4 Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga materi lain seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Wawasan Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen bangsa sampai level bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru SD sampai SMA, yang lalu dilanjutkan di perguruan tinggi hingga di wilayah kerja. Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan UUD 1945 menjadi semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku masyarakat. Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan dengan fakta yang terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah. Akibatnya, bukan nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan pemimpin mengenai nilaikehidupan tidak disertai dgn keteladanan serta tindakan yang nyata, sehingga banyak masyarakat 10



tidak menerima adanya penataran yang tidak dibarengi dengan perbuatan pemerintah yang benar-benar pro-rakyat. Demokrasi Pancasila: Wajah Semu Era Orde Baru Di dalam P4, melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) No. II/MPR/1978 (sudah dicabut), adalah 36 butir Pancasila sebagai ciri-ciri manusia Pancasilais. Pemerintah Orde Baru mengharapkan melalui 36 butir Pancasila, yang serta merta “wajib hukumnya” untuk dihafal, akan terbentuk suatu tatanan rakyat Indonesia yang mempraktikkan kesemuanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, lalu terciptalah negara Indonesia yang adil dan makmur, di segala bidang. Akan tetapi, justru penghafalan itu yang menjadi bumerangnya. Cita-cita yang terkembang melalui P4 hanya keluar dari mulut saja, tanpa ada pengamalan yang berarti untuk setiap butir yang terkandung di dalamnya, meskipun tidak terjadi secara general. Menjelaskan Pancasila Era Reformasi Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,



berbangsa



dan



bernegara.



Pancasila



sebagai



paradigma



ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir/pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sbg landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sebagai berikut : a.



Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan politik, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.



b.



Mementingkan kepentingan rakyat/demokrasi dalam mengambil keputusan.



11



c.



Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan.



d.



Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab.



e.



Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa.



Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional diperlukan untuk memperkuat persatuan. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam, maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan



peran



sosial



politiknya



atau



mengakhiri



dwifungsinya



dan



menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional. Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan. Aksilogis, yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut, secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila. Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa



12



Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu : 1.



Tahap 1945 – 1968 Sebagai Tahap Politis Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan. Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya menurut Notonagoro dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu philosophical concensus dengan komitmen transenden sebagai tali pengikat kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika.



2.



Tahap 1969 – 1994 Sebagai Tahap Pembangunan Ekonomi Yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu dilaksanakan oleh pemerintah. Keadaan ini semakin memprihatinkan setelah terjadinya gejala KKN dan Kronisme yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Bersamaan dengan itu perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.



3.



Tahap 1995 – 2020 Sebagai Tahap Repositioning Pancasila Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi 13



yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional. Berdasarkan hal tersebut perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.



Realitasnya



bahwa



nilai-nilai



yang



terkandung



didalamnya



dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, Idealitasnya bahwa idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif.



14



BAB III PEMBAHASAN 3.1 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU YANG DIRIVIEW BUKU UTAMA : 1.



Dilihat dari aspek tampilan buku (face value), buku yang direview ini adalah buku yang menarik untuk dibaca karena memiliki desain cover yang lumayan bagus serta sampul bagian belakang memiliki synopsis materi yang ada pada buku.



2.



Dari aspek layout dan tata letak , serta tata tulis, termasuk penggunaan font: dari segi layout dan tata letak buku ini memiliki struktur dan elemen penempatan huruf yang sangat lengkap serta menggunakan huruf yang sesuai sehingga memudahkan pembaca untuk membaca buku tersebut dengan jelas.



3.



Dari aspek isi buku: buku ini mudah dimengerti oleh pembaca. Isinya cukup lengkap. Namun, buku ini juga tidak memiliki ringkasan tiap bab sehingga tidak memudahkan pembaca untuk mengetahui apa point penting yang terdapat pada bab tersebut.



4.



Dari aspek tata bahasa: buku ini mudah dimengerti dan tidak banyak menggunakan bahasa atau kosakata yang sulit dipahami.



BUKU PEMBANDING : 1.



Dilihat dari aspek tampilan buku (face value). Dari aspek tampilan buku, sampul buku terlihat menarik dengan paduan warna cerah sehingga membuat pembaca tertarik membaca buku ini. Jumlah halaman buku ini tidak tebal dan tidak terlalu berat.



2.



Dari aspek layout dan tata letak, serta tata tulis, termasuk penggunaan font adalah: paragraf tidak rata antara kiri dan kanan, untuk font huruf bagian judul font nya sedikit lebih besar dari font tulisan yang lain



3.



Dari aspek isi buku: Dari aspek isi buku materi yang dibahas cenderung hanya materi dasar saja jika dibandingkan dengan buku utama yang menjelaskan dengan detail. 15



4.



Dari aspek tata bahasa, buku tersebut memiliki susunan kalimat, pemilihan kata, dan kesesuaian antar paragraph juga cukup baik sehingga sangat mudah dipahami.



16



BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Kesimpulan yang saya dapat dari tugas Critical Book Review ini adalah bahwa dari 2 (dua) buku yang saya review/bandingkan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Serta antara dua buku tersebut memiliki hubungan satu dengan yang lainnya pada materi yang disajikan atau materi yang dibahas. Banyak materi yang dikembangkan dari hasil kedua buku tersebut, di antaranya yaitu Sejarah Pancasila di Indonesia. Buku ini memberikan manfaat bagi mahasiswa, terutama dalam mata kuliah Pendidikan Pancasila dengan buku ini dapat membantu mahasiswa sebagai buku pendukung. 4.2 SARAN Dalam pembuatan Critical Book Report ini masih banyak kekurangan. Sehingga saya sangat membutuhkan kritik maupun saran yang dapat membangun agar saya dapat membuat Critical Book Report yang lebih baik. Buku ini dapat di revisi ulang untuk memperbaiki kata-kata yang kurang efektif. Dan kedua buku tersebut dapat menjadi buku tambahan bagi dosen, guru dan mahasiswa dalam pembelajaran kerajinan.



17



DAFTAR PUSTAKA Nurwardani, Paristiyanti., dkk. 2016 Pendidikan Pancasila. Jakarta: Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Sulaiman, Asep. 2015. Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan. Jakarta: Arfini Raya



18