Pandangan Agama Kristen Tentang Korupsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pandangan Agama Kristen tentang Korupsi Yesus dan keteladanannya adalah contoh nyata perang terhadap korupsi dan Allah Bapamenjamin umatnya untuk hidup berkecukupan dengan syarat mengikuti jalannya.Di dalam agama Kristen, baik Katolik maupun Protestan korupsi sangat dilarang karena:1. Korupsi identik dengan mencuri.Dalam 10 Perintah Tuhan, larangan kedelapan adalah larangan untuk mencuri. 10 Perintah Tuhan adalahsalah satu norma yang dituangkan di Alkitab Perjanjian Lama dan merupakan inti dari etika AlkitabPerjanjian Lama.Dalam Keluaran 20:15 , Allah berfirman Jangan mencuri. Demikian jelasnya larangan Tuhan untuk tidakmencuri. Sementara itu korupsi adalah mencuri dengan cara diam-diam, dengan cara halus mengurangihak negara atau orang lain demi kepentingan pribadi.Larangan mencuri juga dikemukakan Yesus dalam bentuk yang berbeda, yaitu hukum mengasihi sesamamanusia seperti diri sendiri ( Matius 22:39; Mark 12:31; Lukas 10:27 ). Hukum ini sama dengan hukumpertama, yaitu hukum untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati dan dengan segenap akal budi.2. Korupsi adalah perbuatan melanggar hukum.Firman Allah yang tertulis lengkap dalam Alkitab juga menyebutkan bahwa orang Kristen pun selainwajib taat perintahNya, juga berlaku sama terhadap hukum yang berlaku. Ini jelas tertulis dalam Roma13:3 , yang menyatakan ika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah (hukum),hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah (hukum)? Perbuatlahapa yang baik dan kamu akan beroleh pujian daripadanya.3. Korupsi adalah pengingkaran kepada Tuhan yang Maha Memelihara UmatnyaDari sisi iman Kristen, Allah telah tegas menyebutkan bahwa burung di udara saja dipeliharanya, apalagimanusia. Demikian umat tak perlu ragu akan usaha yang dijalankannya selama berada di jalan Tuhan.Karena itu, korupsi jelas merupakan pengingkaran terhadap keberadaan Tuhan



Paulus menyatakan menasehati Timotius dalam 1 Timotius 6:6  Adalah benar bahwamelayani Allah membuat orang menjadi sangat kaya jika mereka telah merasa puas denganyang dimilikinya. Di Matius 6:25-26 disebutkan Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akanapa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yanghendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih pentingdari pada pakaian?; Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dantidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankahkamu jauh melebihi burung-burung itu? Korupsi adalah tanda ketamakan manusia.Tuhan sangat mengutuk manusia yang tamak. Dalam cerita-cerita di Alkitab, orang-orang tamak akandiberikan hukuman karena ketamakannya itu. Seerti pada cerita Gehazi, pelayan Nabi Elisa yangmengambil pemberian Panglima Kerajaan Aram, yakni Naaman, atas kesembuhannya dari penyakitkusta. Alih-alih ingin mendapatkan hadiah yang ditolak Nabi Elisa, Gehazi malah mendapat tulah berupakusta yang sebelumnya diderita Naaman (Raja-raja 5:1-27)



UPAYA pemerintah dan bangsa dalam melawan serta memerangi korupsi telah menapaki sebuah perjalanan sejarah yang amat panjang. Hasil yang signifikan dari upaya itu belum begitu tampak. Dr TB Silalahi dalam sebuah seminar menyatakan dengan amat prihatin, korupsi tidak lagi hanya terpusat dan terjadi di tingkat pusat, tetapi seiring dengan otonomi daerah, korupsi juga telah merambah dan merata ke daerah-daerah. Korupsi berkaitan dengan moral, sistem, ekonomi, politik, hukum; sebab itu korupsi tak bisa dilawan hanya dari satu sudut saja. Korupsi mesti dihadapi secara bersama dengan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki bangsa kita. Korupsi harus dilawan melalui penyadaran tentang hakikat manusia sebagai ciptaan Allah yang paling mulia, dengan menolak ambivalensi keberagamaan, dengan penegakan hukum, dengan memperlakukan seseorang (calon) koruptor sebagai manusia tanpa atribut-atribut apapun. Bahaya Kesenjangan Korupsi bagai kanker ganas yang telah menyerang berbagai bagian tubuh negeri ini, dan telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang religius, kehilangan percaya diri karena menduduki urutan yang tinggi dalam prestasi korupsi.



Bangsa kita telah melaksanakan pembangunan nasional selama tiga dasawarsa yang menekankan cita-cita agar sebuah masyarakat modern yang adil, makmur dan lestari berdasarkan Pancasila terwujud. Cita-cita itu belum terwujud, karena pembangunan nasional telah diselewengkan menjadi upaya mempertahankan dan melestarikan kekuasaan yang penuh dengan KKN Bahaya-bahaya itu sesungguhnya telah diprediksi dalam beberapa dokumen gereja di waktu yang lalu, yaitu adanya jurang yang lebar antara yang kaya dan yang miskin, adanya ketidakadilan kurangnya partisipasi rakyat. Juga kesenjangan wewenang antara pusat dan wilayah, sentra industri dengan wilayah pedesaan, serta langkanya kesempatan kerja. Bangsa Indonesia melakukan koreksi dengan mencanangkan reformasi, yang di dalamnya di mana sebuah masyarakat berkeadaban (civil society) berdasarkan Pancasila diwujudkan, yang di dalamnya pemberantasan KKN menjadi salah satu agenda. Dalam kurun waktu 2004-2009, masalah penegakan hukum yang berkeadilan, penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, di samping persoalan akut kemiskinan, tetap merupakan masalah utama dalam upaya bangsa menuju masyarakat berkeadaban. Gereja mendekati permasalahan korupsi dari titik tolak kebobrokan moral manusia yang tidak mampu mewujudkan hakikat dirinya sebagai gambar/citra Allah. Dalam pemahaman Kristen, manusia diciptakan Allah menurut gambar/citra-Nya. Manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan dengan martabat yang sama dan dikaruniai tugas mandat untuk beranak cucu dan memenuhi bumi serta untuk menguasai, mengusahakan dan memelihara seluruh ciptaan Allah. Untuk dapat melaksanakan tugas dan mandat itu, Allah memperlengkapi manusia dengan akal budi dan hikmat serta memahkotainya dengan kemuliaan, hormat dan kuasa. Manusia diciptakan dalam kesatuan tubuh, jiwa dan roh, sehingga ia dipanggil untuk memelihara secara utuh jasmani dan rohani dalam rangka pemenuhan tanggung jawab-nya kepada Allah.



Manusia diciptakan dalam kebebasan, dan dalam kebebasannya itu ia bertanggung jawab kepada Allah. Ia juga diciptakan sebagai makhluk yang hidup dalam persekutuan dan wajib mengatur kehidupan bersamanya dalam keluarga dan masyarakat, yang dapat membawa kebaikan bagi semua orang. Dengan demikian, manusia mempunyai martabat kemanusiaan, yaitu hak-hak dan kewajiban asasi yang tidak boleh diambil oleh siapa pun dan oleh kuasa apa pun. Ketika manusia yang adalah gambar Allah tidak lagi mampu mengaktualisasikan hakikat dirinya seperti itu, maka terjadilah ketidakadilan, suap, sogok dan bentuk-bentuk korupsi lainnya. Keberagamaan manusia masih sebatas keberagamaan yang simbolik, yang lebih berdimensi formal/seremonial dan belum membuah dalam sikap/perilaku etis. Maka terjadilah ambivalensi dalam kehidupan seorang beragama yaitu ketika ia kelihatan amat taat beragama pada satu sisi dan pada sisi lain ia tetap sebagai seorang yang melawan hukum dan memberlakukan ketidakadilan dalam kehidupannya. Sikap Gereja Menarik untuk dicatat, Sidang Lengkap DGI tanggal 3-14 Mei 1964, di Jakarta, memberi peringatan yang keras tentang bahaya korupsi yang telah merambah dalam kehidupan masyarakat. Sidang tersebut memutuskan hal-hal sebagai berikut: Kesatu, agar gereja-gereja dalam kotbah-kotbahnya dan pengajarannya memberi nasihat dan peringatan kepada para anggota gereja mengenai cobaan-cobaan yang besar dalam masyarakat sekarang ini. Kedua, agar umat Kristen Indonesia memelihara cara hidup yang sederhana. Ketiga, menyerukan kepada pemerintah, seluruh masyarakat dan badan-badan berwenang agar mempergiat perlawanan dan peperangan melawan korupsi dan dimana perlu memberikan hukuman yang sewajarnya atas perbuatan mereka yang telah terbukti telah menjalankan korupsi



Sidang tersebut juga menyatakan bahwa dengan mengingat pengalaman bangsa kita dengan korupsi di tahun-tahun yang lalu telah memperkuat keyakinan bahwa manusia adalah makhluk yang telah jatuh kedalam dosa, sehingga sumber terakhir dari korupsi itu terdapat didalam hati manusia sendiri, dan tidak ada orang yang kebal terhadap cobaan korupsi. Tidak ada sistem politik, sosial, ekonomi yang dapat membuat orang kebal terhadap cobaan korupsi. Sebab itu Sidang menganjurkan agar dilaksanakan pendidikan ke arah kewargaan yang bertanggung jawab; dan menciptakan keadaan politik, sosial, ekonomi, dimana cobaan untuk mempraktikkan korupsi diperkecil dengan adanya kemungkinan hidup secara sederhana dengan jujur. Tidak adanya pengawasan yang terus menerus yang menjadi bagian-bagian yang esensial dari sistem politik, sosial ekonomi, sehingga setiap orang yakin bahwa tidak ada perbuatan korupsi yang tidak akan diganjar dengan hukuman yang setimpal. Selain keputusan-keputusan dalam berbagai pertemuan/ persidangan gerejawi yang memberikan mandat bagi PGI/gereja untuk melawan korupsi, beberapa teks Alkitab memberikan dasar yang amat kuat agar warga gereja mewujudkan kehidupan yang bermoral, berkeadilan, tidak mengejar laba dan mempraktikkan keteladanan. Ketentuan perundangan, keputusan persidangan gerejawi, rambu-rambu yang bersumber dari teks Alkitab sebenarnya sudah cukup untuk memberikan dasar bagi upaya untuk melawan korupsi yang telah cenderung menjadi virus yang menggerogoti kehidupan masyarakat. Sejalan dengan itu, budaya hidup jujur, sederhana, tidak tamak, disiplin, menghargai waktu, taat kepada peraturan mesti lebih dikedepankan. Dunia pendidikan mesti memberi perhatian lebih pada upaya pembangunan sebuah kehidupan yang berkeadilan, demokratis yang didalamnya aspek keteladanan menjadi unsur yang penting. Ketika jual beli gelar dan plagiarisme terjadi, penggelembungan proyek-proyek dalam dunia pendidikan dibiarkan, maka roh korupsi te-lah juga merasuki dunia pendidikan. Dalam menyinergikan potensi bersama untuk melawan korupsi, beberapa hal



dapat dikemukakan. Pertama, pengembangan spiritualitas baru. PGI/Gereja-gereja perlu mendorong warganya untuk mengembangkan sebuah spiritualitas baru, yang di dalamnya keberagamaan tidak dipahami sebagai sesuatu yang hanya bersifat status dan simbolik, yang direpresentasi pada upacara-upacara keagamaan, tetapi lebih dari itu menjadi sebuah kaidah kehidupan yang benar-benar dijadikan nilai dasar/pemandu dalam kehidupan konkret di tengah realitas dunia. Tatkala dalam Kitab Suci dilarang menerima suap, memberlakukan ketidakadilan, memperkosa hak asasi manusia, maka para penganut agama mestinya taat dan konsisten. Itulah makna spiritualitas baru. Spiritualitas baru menolak ambivalensi kehidupan beragama dan menolak dikotomi "waktu ibadah" dengan "waktu bekerja". Klaim masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang religius mestinya harus dibuktikan melalui makin menurunnya gairah berkorupsi di negeri ini. Kedua, percanangan gerakan melawan korupsi. Gereja-gereja dan umat Kristen Indonesia harus secara aktif melakukan gerakan untuk melawan korupsi dalam segala bentuk. Melalui kotbah, pembinaan warga, gerakan itu perlu disosialisa-sikan. Menyadari bahwa salah satu kekayaan Indonesia adalah kemajemukan agama, maka kerja sama lintas agama dalam melawan/memerangi korupsi harus makin dimantapkan. Gerakan Pembaruam Moral Nasional dengan tokoh-tokoh dari lembaga-lembaga NU, Muhammadiyah, PGI, KWI di masa depan perlu lebih keras memberi peringatan tentang bahaya korupsi yang secara substantif mencederai/melecehkan keluhuran agama. Seruan moral dari tokoh-tokoh tersebut dapat ditindaklanjuti dengan program aksi yang konkret, tepat dan terarah. Dalam kerja sama lintas agama, selain aspek-aspek praktis dapat dijajagi suatu dialog (teologis) di seputar pandangan agama-agama tentang manusia sehingga melalui dialog tersebut dirumuskan pemikiran-pemikiran yang dapat disumbangkan dalam rangka menangkal, merasuknya virus korupsi dalam diri manusia. Ketiga, kerja sama sinergis tokoh-tokoh kunci. Tokoh-tokoh budaya, pendidikan



dan agama didorong untuk duduk bersama merumuskan strategi yang paling tepat dalam melawan korupsi. Harus diakui dengan jujur bahwa pemikiran para tokoh ini tidak akan banyak berarti jika tidak didukung oleh kemauan politik pemerintah dalam memberantas korupsi, secara konsisten dan bersungguh-sungguh.



Keterlibatan Agama Kristen tentang Korupsi peran umat Kristen haruslah besar dalam perang melawan korupsi yang bisa diartikan perang melawan kejahatan. Dan, Alkitab sendiri terang dan jelas menyebutkan banyaknya contoh perliku korupsi yang harus dijauhi umat Kristen. Inilah yang terpapar dari Kebaktian Kebangunan Rohani bertajuk Umat Kristiani di Tengah Penegakan Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia yang dipimpin Pendeta (Pdt) Michael Kairupan di GPDI Immanuel, Kelapa Gading, Jakarta, pekan lalu. KKR ini juga menghadirkan Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Gayus Lumbuun sebagai pakar untuk menjelaskan perihal korupsi, sekaligus memberikan kesaksian. Tema ini sendiri menurut Pdt Michael adalah untuk mengingatkan kembali peran umat pengikut Yesus akan tugasnya di bumi untuk menjadi terang dunia di tengah gelapnya belantara korupsi. Sekaligus, ini mengingatkan bahwa bagi umat Kristen, Yesus dan keteladanannya adalah contoh nyata perang terhadap korupsi dan Allah Bapa menjamin umatnya untuk hidup berkecukupan dengan syarat mengikuti jalannya. Dari sisi iman Kristen, Allah telah tegas menyebutkan bahwa burung di udara saja dipeliharanya, apalagi manusia. Demikian umat tak perlu ragu akan usaha yang dijalankannya selama berada di jalan Tuhan. Korupsi jelas merupakan pengingkaran terhadap keberadaan Tuhan dan jaminannya, kata Pdt Michael. Dalam Perjanjian lama maupun Baru, contoh-contoh korupsi dengan stratanya; korupsi karena kebutuhan (by need), karena kesempatan (by chance), dan karena ketamakan (by greed) lengkap disebutkan. Alkitab juga menyebutkan kekhawatiran akan tidak terjaminnya sandang, pangan, dan papan adalah awal dari korupsi. Di kesempatan tersebut, Gayus menyebutkan banyaknya contoh korupsi karena ketamakan ada di Alkitab, antara lain adalah saat umat Israel keluar dari Mesir dan mengindahkan perintah Tuhan yang memelihara mereka dengan datangnya burung puyuh pada waktu senja dan roti dari surga (manna). Umat Israel bukannya mengambil sesuai perintah Tuhan, yakni segomer seorang, melainkan mengambil berlebihan. Upahnya, makanan yang mereka simpan malah menjadi busuk dan berulat (Keluaran 16:11-21). Penghargaan dan Hukuman Ketamakan serupa juga dirasakan Gehazi, pelayan Nabi Elisa yang mengambil pemberian Panglima Kerajaan Aram, yakni Naaman, atas kesembuhannya dari penyakit kusta. Alih-alih ingin mendapatkan hadiah yang ditolak Nabi Elisa, Gehazi malah mendapat tulah berupa kusta yang sebelumnya diderita Naaman (II Raja-raja 5:1-27). Dan, contoh yang paling mashyur dan keji akibat ketamakan



adalah Yudas yang menyerahkan Yesus untuk disalib demi 30 keping uang perak. Soal jaminan atas perilaku manusia yang mentabukan korupsi adalah saat Paulus memberikan nasihat ke Timotius (I Tim 6:6). Paulus menyatakan, dengan ibadah saja, manusia mempunyai keuntungan yang berlebih yang dijamin Allah. Dari berbagai contoh di Alkitab, jelas menurut Pdt Michael dan Gayus Lumbuun, bahwa umat Kristen dilarang keras untuk korupsi. Kejahatan korupsi bertambah parah melibatkan hampir semua lini, birokrat, tokoh masyarakat, akademisi, serta pengusaha, melibatkan berbagai unsur dari berbagai agama. Di sinilah, peran nilai-nilai agama ditantang agar menjadi realitas yang berwujud, kata Gayus. Realitas korupsi di Tanah Air sendiri semakin hari semakin memprihatinkan. Meski sejak tahun 1957 negara telah membentuk Undang-Undang (UU) Antikorupsi yang diikuti oleh berbagai bentuk tim pemberantasannya, jenis pidana ini tak juga hilang. Sebaliknya, korupsi makin menggurita dengan melibatkan semua unsur masyarakat, tak terkecuali tokoh masyarakat dan pemuka agama. Dan, orang Kristen sendiri ada dalam tiap struktur, profesi, dan pengkategorian yang ada masyarakat. Demikian, orang Kristen pun rentan terhadap perilaku korupsi,imbuh Gayus dan Pdt. Michael. Untuk pengingatnya, Allah juga banyak memberikan penegasan akan penghargaan (reward) selain hukuman (punishment) yang ditegaskan contohcontoh di atas. Firman Allah yang tertulis lengkap dalam Alkitab juga menyebutkan bahwa orang Kristen pun selain wajib taat perintahNya, juga berlaku sama terhadap hukum yang berlaku. Ini jelas tertulis dalam Roma 13:3, yang menyatakan; Jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah (hukum), hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah (hukum)? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian daripadanya. Untuk menjaga dari kekhawatiran akan segala kekurangan yang ujungnya melahirkan keinginan korupsi, Allah juga menegaskan dalam firmannya. Janganlah khawatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah khawatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan, dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?(Matius 6:25-34). Demikian, adalah suatu keharusan bagi umat Kristen untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi, terutama dalam pencegahannya. Bagaimanapun ditegaskan pula, bahwa Yesus menginginkan umatnya bersih dari yang jahat. Tetapi, Aku ingin supaya kamu bijaksana terhadap apa yang baik dan bersih, terhadap apa yang jahat.



Saran-saran Korupsi di Indonesia benar-benar sangat sistemik, bahkan korupsi yang terjadi sudah berubah menjadi vampir state karena hampir semua infra dan supra struktur politik dan sistem ketatanegaraan sudah terkena penyakit korupsi. Agenda pemberantasan korupsi sampai detik ini hanyalah dijadikan komoditas politik bagi elit politik, lebih banyak pada penghancuran karakter (character assasination) bagi elit yang terindikasikan korupsi dibanding pada proses hukum yang fair dan adil. Law enforcement bagi koruptor juga menjadi angin lalu, padahal tindakan korupsi yang dilakukan koruptor sangatlah merugikan rakyat Masduki (2002) dalam Klitgaard, dkk (2002). Beberapa hal dalam upaya memerangi korupsi: 1) Meyakinkan bahwa korupsi adalah perbuatan yang dilarang agama, dibenci Tuhan , dan dikutuk. 2) Perilaku korupsi jelas akan mengambil hak orang lain dan jelas ini melanggar nilai kemanusiaan. 3) Membiasakan tidak melakukan korupsi dalam kehidupan sehari-hari, seperti kita harus hidup selalu jujur dalam perbuatan dan perkataan. 4) Membuat komitmen dalam diri sendiri untuk tidak melakukan tindak korupsi.