Panduan Komunikasi Efektif (SKP 2) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS MITRA MEDIKA NAROM NOMOR TENTANG PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF



BAB I DEFINISI A. LATAR BELAKANG Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari, mulai antar teman/pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut. Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah sakit sangat ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perawat dan dokter. Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku pasien yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas, perawat dan dokter harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang bisa diterapkan di segala situasi. Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter sehingga takut bertanya dan bercerita atau mengungkapkan diri. Hasilnya, pasien menerima saja apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang harus kita perbaiki. Pasien dan dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga pasien tidak merasa rendah diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya. Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu yang lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena petugas, perawat dasn dokter terampil mengenali kebutuhan pasien. Atas dasar kebutuhan pasien, perawat dan dokter melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien. Untuk itu



1



dirasakan perlunya memberikan pedoman komunikasi efektif untuk petugas, perawat dan dokter di RS Mitra Medika Narom untuk memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya. B. Tujuan Secara umum tujuan penyusunan pedoman komunikasi efektif ini adalah : 1. Memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan dokter mengenai cara berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya. 2. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan pasien dan keluarganya. 3. Menghindarkan kesalahpahaman yang bisa menimbulkan dugaan malpraktik.



2



BAB II RUANG LINGKUP Komunikasi berasal dari bahasa Latin “communis” yang artinya bersama. Secara terminologis, komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian pikiran atau informasi (pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media. Menurut ahli kamus bahasa, komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambing-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku. A. KLASIFIKASI KOMUNIKASI Berdasarkan kepada penerima pesan atau komunikan, komunikasi diklasifikasikan menjadi : 1. Komunikasi Intrapersonal Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi didalam diri komunikator sendiri antara individu dengan Tuhannya. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, meberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. 2. Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara komunikator dan komunikan; antara seorang tenaga medis dengan teman sejawat atau antara seorang tenaga medis dengan pasien. 3. Komunikasi Kelompok Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi di dalam sebuah kelompok. Komunikasi tidak hanya terjadi antara seseorang dengan seseorang yang lainnya, komunikasi juga dilakukan dengan sekelompok orang yang disebut dengan komunikasi kelompok. Menurut Michael Burgoon, komunikasi kelompok adalah interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, dimana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat, misalnya organisasi profesi, kelompok remaja dan kelompok-kelompok sejenisnya. Komunikasi dapat dalam bentuk diskusi, rapat dan sebagainya. 4. Komunikasi Publik Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di depan umum. Dalam Komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat berupa suatu informasi, ajakan , gagasan. Komunikasi ini memerlukan ketrampilan komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan secara efektif dan efisien. 5. Komunikasi Organisasi



3



Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau antar organisasi atau antar organisasi baik secara formal maupun informal. Komunikasi organisasi pada umumnya membahas tentang struktur dan fungsi organisasi serta hubungan antar manusia. 6. Komunikasi Massa. Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang tersebar di suatu wilayah geografis yang luas dan mempertimbangkan pada pesan komunikasi yang sama. B. JENIS KOMUNIKASI Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi tertulis, komunikasi verbal, komunikasi non verbal, komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah. 1. Komunikasi Tertulis Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik manual maupun melalui media seperti email, surat, media cetak lainnya. Prinsip-prinsip komunikasi tertulis,yaitu:  Lengkap  Ringkas  Pertimbangan  Konkrit.  Jelas  Sopan  Benar Dalam Rumah Sakit, Komunikasi tertulis dapat berupa catatan perkembangan pasien, catatan medis, laporan perawat dan catatan lainnya yang memiliki fungsi sebagai berikut:  Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi.  Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah diarsipkan.  Dokumentasi historis,misalnya rekam medis pasien.  Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan.  Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat pengangkatan, SPO. Keuntungan komunikasi tertulis:  Adanya dokumen tertulis.  Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman.  Dapat menyampaikan ide yang rumit.  Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan.  Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai.  Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.  Membentuk dasar kontrak atau perjanjian  Untuk penelitian dalam bukti di pengadilan.



4



2. Komunikasi Verbal Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Kelebihan dari komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap muka sehingga umpan balik dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari pihak komunikan. Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif, kosa kata, tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan kesesuaian. Jenis komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di Rumah Sakit dalam hal pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi ini biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara langsung. Hal-hal yang harus diperhatiankan dalam komunikasi verbal: 1. Memahami arti denotatif dan konotatif. Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Misalnya kata “kritis”. Secara denotatif, kritis berarti cerdas, tetapi perawat menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan pasien, tenaga medis harus berhati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah artikan terutama saat menjelaskan pasien mengenai kondisi kesehatannya dan saat terapi. 2. Kosa kata mudah dipahami Komunikasi tidak akan berhasil jika pengiriman pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan kosa kata, khususnya yang berhubungan dengan dunia medis, berperan penting dalam komunikasi verbal. Banyak istilah teknis yang digunakan oleh tenaga medis di rumah sakit, Misalnya istilah “auskultasi”, akan lebih mudah dipahami oleh pasien bila diucapkan dengan menggunakan kosa kata ”mendengarkan”. 3. Intonasi Pembicaraan seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi atau nada. Seseorang yang berbicara dengan nada yang tinggi menunjukkan bahwa orang tersebut sedang marah. Sebaliknya seseorang yang berbicara dengan nada riang menunjukkan bahwa orang tersebut dalam keadaan bergembira. Petugas dan tenaga medis rumah sakit hendaknya menjaga intonasi yang menunjukkan perhatian dan ketulusan terhadap pasien. 4. Jelas dan Ringkas Komunikasi yang efektif harus sederhana,ringkas dan maksudnya dapat diterima dengan jelas. Semakin sedikit kata-kata yang digunakan semakin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Komunikasi dapat diterima dengan jelas apabila penyampaiannya dengan berbicara secara lambat dan pengucapan vokalnya dengan jelas. Selain itu, komunikasi harus tetap memperhatikan tingkat pengetahuan komunikan.



5



5. Selaan dan tempo bicara Kecepatan atau tempo bicara yang tepat dapat menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokon pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa komunikator sedang menyembunyikan sesuatu. Hal ini harus diperhatikan oleh petugas dan tenaga medis dirumah sakit, jangan sampai pasien merasa curiga karena selaan yang lama dan pengalihan yang cepat. Selaan dapat dilakukan untuk menekankan pada hal tertentu, misalnya memberikan waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum diucapkannya. 6. Ketepatan waktu dan relevansi Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, bila pasien sedang mengalami kesakitan, bukan waktunya untuk tenaga medis menjelaskan resiko operasi. Oleh karena itu petugas dan tenaga medis harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Relevansi atau kesesuaian materi komunikasi juga merupakan faktor penting untuk diperhatikan. Komunikasi akan efektif apabila topik berkenaan dengan masalah yang dihadapi komunikan. Komunikasi verbal akan lebih bermanfaat jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien. 7. Humor Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakana bahwa tertawa dapat mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress dan dapat meningkatkan keberhasilan tenaga medis dalam memberikan dukungan emosional terhadap pasien. Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang produksi cutecholamines dan hormone yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan humor dapat digunakan untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan pasien. Dalam menyebutkan kata yang sulit maka pemberian pesan harus mengeja hurufnya dengan menggunakan kode alfabeth internasional, yaitu : Karakter A B C D E F G H I J



Kode Alfabet Alfa Bravo Charlie Delta Echo Foxtrot Golf Hotel India Juliet



Karakter N O P Q R S T U V W



6



Kode Alfabet November Oscar Papa Quebec Romeo Sierra Tango Uniform Victor Whiskey



K L M



Kilo Lima Mike



X Y Z Sumber: Wikipedia



Xray Yankee Zulu



3. Komunikasi Non Verbal Merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan katakata. Komunikasi ini adalah cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Tenaga Medis perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang disampaikan oleh pasien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan karena pesan non verbal dapat memperkuat pesan yang disampaikan secara verbal, misalnya, menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, simbol-simbol serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan gaya bicara. Komunikasi non verbal meliputi beberapa hal sebagai berikut: a. Metakomunikasi Suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara komunikator dan komunikan disebut metakomunikasi.Misalnya tersenyum meskipun hati kecewa atau marah. Metakomunikasi dapat dilihat dari:  Penampilan fisik Penampilan seseorang merupakan faktor yang menarik perhatian dalam komunikasi antar pribadi. Penampilan fisik cara berpakaian dan cara berhias akan menunjukkan kepribadian seseorang. Tenaga medis yang memperhatikan penampilan diri dapat menampilkan citra profesionalisme yang positif.  Nada suara atau intonasi bicara Intonasi bicara berpengaruh terhadap arti pesan yang disampaikan oleh seseorang kepada pihak lain. Oleh sebab itu pengendalian emosi merupakan faktor yang sangat penting dalam komunikasi.  Ekspresi wajah Kondisi perasaan seseorang dapat diketahui ekspresi wajar. Sakit, susah, senang, takut, ngeri, jijik dan sebagainya dapat diketahui dari ekspresi wajah. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar dalam menentukan pendapat seseorang ketika berkomunikasi tatap muka.



7



C. Model Komunikasi Model komunikasi adalah ilustrasi alur komunikasi yang menunjukkan unsur-unsur penting didalamnya. Menurut beberapa pakar komunikasi model adalah penyederhanaan teori yang disajikan dalam bentuk gambar. Model Komunikasi SMCR/BERLO Merupakan salah satu model komunikasi. Model ini mensyaratkan adanya empat unsur komunikasi (sumber informasi, pesan, saluran dan penerima pesan) untuk dapat terjadinya komunikasi. Unsur Komunikasi: 1. Sumber Informasi Sumber (pengiriman pesan) adalah orang yang menyampaikana pemikiran atau informasi yang dimiliki kepada orang lain (penerima pesan). Pengiriman pesan bertanggung jawab dalam menerjemahkan pemikiran atau informasinya menjadi sesuatu yang berarti, dapat berupa pesan verbal, non verbal dan tulisan atau kombinasi dari ketiganya. Pengiriman pesan (komunikator) yang baik adalah kominikator ang menguasai materi, pengetahuan luas tentang informasi yang disampaikan, cara bicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh penerima pesan (komunikan). 2. Pesan atau informasi (Messege) Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pesan komunikasi adalah: o Tingkat kepentingan informasi o Sifat Pesan o Kemungkinan Pelaksanaannya o Tingkat Kepastian dan kebenaran pesan o Kondisi pada saat pesan diterima. o Penerima Pesan. o Cara penyampaian pesan. 3. Saluran (Channel) Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali komunikasi berlangsung melalui hanya satu saluran, biasanya menggunakan dua, tiga atau empat saluran yang berbeda secara simultan. Contoh: Dalam interaksi tatap muka, kita berbicara dan mendengarkan (saluran suara), tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara visual (saluran visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran olfaktori) dan seringkali kita menyentuh (saluran taktil). Media fisik yang sering digunakan dirumah sakit adalah telepon, brosur, surat edaran, memo, internet, royal news,dll 4. Penerima pesan (Receiver) Penerimaan pasien adalah orang yang menerima pasien dari sumber informasi(komunikator). Penerima pesan akan menerjemahkan pesan (decording) berdasarkan pada batasan pengertian yang dimilikinya. Dengan demikian dapat saja 8



terjadi kesenjangan antara yang dimaksud oleh pengirim pesan dengan yang dimengerti oleh penerima pesan yang disebabkan oleh adanya kemungkinan hadirnya gangguan/hambatan. Hambatan ini bisa karena perbedaan sudut pandang, pengetahuan dan pangalaman,perbedaan budaya, masalah bahasa dan lainnya. Pada saat menyampaikan pesan, pengirim pesan (komunikator) harus memastikan apakah pesan telah diterima dengan baik atau tidak. Sementara penerima pesan perlu berkonsentrasi agar pesan diterima dengan baik dan memberikan umpan balik (feedback) kepada pengirim pesan. 5. Umpan Balik Umpan balik merupakan tanggapan komunikan terhadap pesan yang diberikan oleh komunikator. Umpan balik dapat berupa tanggapan verbal atau non verbal dan sangat penting sekali sebagai proses klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan pesan. Pada saat penerima pesan melakukan proses umpan balik, pengirim pesan (komunikator) yang baik harus memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Cara berbicara Komunikator harus menguasai cara berbicara termasuk cara bertanya (mengerti waktu penggunaan pertanyaan tertutup dan terbuka), menjelaskan, klarifikasi, paraphase, intonasi. b. Mendengar Komunikator harus mendengarkan dengan baik umpan balik dari pesan tanpa memotong pembicaraannya. c. Cara mengamati Komunikator harus bisa mengamati cara berbicara komunikan misalnya bahasa non verbal yang digunakan dibalik ungkapan kata atau kalimatnya, gerakan tubuhnya. d. Menjaga sikap Komunikator harus menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar tidak mengganggu komunikasi dan untuk menghindari kesalahan pahaman dalam mengartikan gerak tubuh yang dilakukan oleh komunikator. 6. Gangguan Gangguan adalah segala sesuatu yang menghambat atau mengurangi kemampuan kita untuk mengirim dan menerima pesan. Gangguan komunikasi ini meliputi: a. Pangacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah, bau menyengat, udara panas dan lain-lain. b. Faktor-faktor pribadi, antara lain prasangka, lamunan dan lain-lain



9



BAB III TATALAKSANA A. APLIKASI KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER – PASIEN 1. Sikap Profesional Dokter Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai peran dan fungsinya; mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-self); dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi. Contoh sikap dokter ketika menerima pasien: a) Mempersilahkan masuk dan mengucapkan salam. b) Memanggil/menyapa pasien dengan namanya. c) Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah). d) Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum, spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh kembang, dan lainlain). e) Menilai suasana hati lawan bicara f) Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh) pasien g) Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan. h) Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak perlu. i) Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang. j) Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau pengambilan keputusan. k) Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak. l) Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah pihak. m) Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.



10



2. Sesi Pengumpulan Informasi Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua sesi yang penting, yaitu sesi pengumpulan informasi yang di dalamnya terdapat proses anamnesis, dan sesi penyampaian informasi. Tanpa penggalian informasi yang akurat, dokter dapat terjerumus ke dalam sesi penyampaian informasi (termasuk nasihat, sugesti atau motivasi dan konseling) secara prematur. Akibatnya pasien tidak melakukan sesuai anjuran dokter. Dalam dunia kedokteran, model proses komunikasi pada sesi penggalian informasi telah dikembangkan oleh Van Dalen (2005) dan digambarkan dalam sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif. 1 23 3 • Kotak 1 : Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yang dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended question by the doctor) • Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan tertutup/terstruktur yang telah disusunnya sendiri (Doctors takes the lead through closed question by the doctor). • Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both). Sesi penggalian informasi terdiri dari: 1. Mengenali alasan kedatangan pasien, dimana belum tentu keluhan utama secara medis (Silverman, 1998). Inilah yang disebut dalam kotak pertama model Van Dalen (2005). Pasien menceritakan keluhan atau apa yang dirasakan sesuai sudut pandangnya (illness perspective). Pasien berada pada posisi sebagai orang yang paling tahu tentang dirinya karena mengalaminya sendiri. Sesi ini akan berhasil apabila dokter mampu menjadi pendengar yang aktif (active listerner). Pendengar yang aktif adalah fasilitator yang baik sehingga pasien dapat mengungkapkan kepentingan, harapan, kecemasannya secara terbuka dan jujur. Hal ini akan membantu dokter dalam menggali riwayat kesehatannya yang merupakan data-data penting untuk menegakkan diagnosis. 2. Penggalian riwayat penyakit (Van Thiel, 2000) Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti pertanyaan tertutup yang membutuhkan jawaban ”ya” atau ”tidak”. Inilah yang dimaksud dalam kotak kedua dalam model Van Dalen (2005). Dokter sebagai seorang yang ahli, akan menggali riwayat kesehatan pasien sesuai kepentingan medis (disease perspective). Selama proses ini, fasilitasi terus dilakukan agar pasien mengungkapkan keluhannya dengan terbuka, serta proses negosiasi saat dokter hendak melakukan komunikasi satu arah maupun rencana tindakan medis. Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan: a. Bagaimana pusing tersebut Anda rasakan, dapat diceritakan lebih jauh? b. Menurut Anda pusing tersebut reda bila Anda melakukan sesuatu, meminum obat tertentu, atau bagaimana menurut Anda? Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis meliputi: a. Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu 11



b. Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga c. Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang, contoh menggunakan pedoman Macleod’s clinical examination seperti disebutkan dalam Kurtz (1998) Macleod’s clinical examination: a. Di mana dirasakan? (site) b. Sampai di bagian tubuh mana hal tersebut dirasakan? (radiation) c. Bagaimana karakteristik dari nyerinya, berdenyut-denyut? Hilang timbul? Nyeri terus menerus? (character) d. Nyeri? Amat nyeri? Sampai tidak dapat melakukan kegiatan mengajar? (severity) e. Berapa lama nyeri berlangsung? Sebentar? Berjam-jam? Berhari-hari? (duration) f. Setiap waktu tertentu nyeri tersebut dirasakan? Berulang-ulang? Tidak tentu? (frequency) g. Apa yang membuatnya reda? Apa yang membuatnya kumat? Saat istirahat? Ketika kerja? Sewaktu minum obat tertentu? (aggravating and relieving factors) h. Adakah keluhan lain yang menyertainya? (associated phenomenon) 3. Sesi Penyampaian Informasi Setelah sesi sebelumnya dilakukan dengan akurat, maka dokter dapat sampai kepada sesi memberikan penjelasan. Tanpa informasi yang akurat di sesi sebelumnya, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak beralasan Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu: 1. Materi Informasi apa yang disampaikan a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit saat pemeriksaan). b. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis. c. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis, termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi. d. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis. e. Diagnosis, jenis atau tipe. f. Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masingmasing cara). g. Prognosis. h. Dukungan (support) yang tersedia. 2. Siapa yang diberi informasi a. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan. b. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien. c. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung 3. Berapa banyak atau sejauh mana 12



a. Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu untuk disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental pasien. b. Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya. 4. Kapan menyampaikan informasi Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan. 5. Di mana menyampaikannya a. Di ruang praktik dokter. b. Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat. c. Di ruang diskusi. d. Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan dokter. 6. Bagaimana menyampaikannya Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms, internet. Persiapan meliputi: a. materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah disepakati oleh tim); b. ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon; c. waktu yang cukup; d. mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh e. keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya lebih dari satu orang). f. Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan dibicarakan. g. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan. 4. SAJI, Langkah-langkah Komunikasi Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi, yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999). S = Salam A = Ajak Bicara J = Jelaskan I = Ingatkan Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut. Salam: Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersedia meluangkan waktu untuk berbicara dengannya.



13



Ajak Bicara: Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar pasien mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa dokter menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Dokter dapat menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali informasi. Jelaskan: Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahuinya, dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas dan detil. Ingatkan: Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting. B. APLIKASI KOMUNIKASI EFEKTIF PERAWAT – PASIEN Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, komunikasi merupakan salah satu faktor penting dimana terjadi proses pertukaran informasi secara verbal dalam pertemuan tatap muka antara perawat dengan pasien. Kemampuan dalam melakukan komunikasi interpersonal yang efektif akan menentukan kualitas asuhan yang diberikan. Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses keperawatan perawat selalu menggunakan komunikasi verbal, oleh karena itu perawat harus memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal. Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. a. Tahap Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang dilaksanakan oleh petugas admisi/registrasi dan perawat untuk mengumpulkan data pasien yang diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses keperawatan pada tahap selanjutnya. Data pasien diperoleh dari : 1) Wawancara  Wawancara Admisi Wawancara ini dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit dengan tujuan mendapatkan data umum dan data pasien  Wawancara riwayat hidup Wawancara ini dilakukan perawat untuk mendapatkan informasi tentang keluhan dan riwayat kesehatan pasien serta perjalanan penyakitnya. Tujuan melakukan 14



wawancara ini adalah untuk mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit dan menjadi acuan rencana tindakan keperawatan.  Wawancara terapetik Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahui masa lalunya. Wawancara terapetik banyak digunakan oleh profesional kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater. 2) Pemeriksaan fisik 3) Pemeriksaan diagnostik 4) Informasi dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien Kemampuan berkomunikasi juga sangat berpengaruh pada kelengkapan data pasien, oleh karena itu peningkatan komunikasi seorang perawat perlu mendapat perhatian. Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan budaya yang berpengaruh pada waktu dan tempat terjadinya komunikasi, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan pasien. Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan, menerima dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi kendala antara lain :  Kemampuan bahasa Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh terhadap persepsi dan penafsiran pasien dalam menerima informasi yang sesuai  Ketajaman panca indera Ketajaman panca indera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium bau merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat menerima pesan komunikasi dengan baik apabila panca inderanya berfungsi dengan baik. Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu informasi medik yang mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran, memperhatikan kemampuan pasien membaca ekspresi wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan gerak isyarat sebagai bentuk komunikasi non verbal.  Kelemahan fungsi kognitif Adanya gangguan/kelemahan pada fungsi kognitif dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami bahasa. Dalam mengkaji pasien ini perawat harus dapat menilai respon baik secara verbal maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.  Gangguan struktural Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan organ suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komunikasi. 15



b. Tahap Perumusan Diagnosis Diagnosis dirumuskan atas dasar data yang diperoleh dari tahap pengkajian. Perumusan diagnosis keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosis keperawatan yang tepat memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien. c. Tahap Perencanaan Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternatif rencana keperawatan yang akan diterapkan, misalnya sebelum memberikan makanan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif. d. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan komunikasi dalam berinteraksi dengan pasien. Pada saat menghadapi pasien perawat perlu: 1) Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana saling percaya saat berkomunikasi 2) Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat 3) Fokus pada pasien 4) Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti tindakan keperawatan yang dilakukan 5) Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan informasi dari pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan pasien pada perawat. 6) Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan 7) Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien 8) Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien 9) Bersikap tenang selama berada didepan pasien. Dalam berkomunikasi di rumah sakit petugas dan tenaga medis harus melakukan proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan Catat, baca kembali dan konfirmasi ulang (CABAK) yaitu :  Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan suara, jelas, singkat dan padat.  Penerima pesan mencatat isi pesan (CATAT) Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus mencatat pesan yang diberikan secara jelas.  Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh petugas penerima pesan (BACA) 16



Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan tersebut kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapat diterima dengan baik.  Penerima pesan mengkonfirmasikan kembali isi pesan kepada pemberi pesan (KONFIRMASI) Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan kembali oleh penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang kurang atau salah. Sistem CABAK dapat diilustrasikan dengan skema sebagai berikut :



C. APLIKASI KOMUNIKASI ANTAR PEMBERI PELAYANAN ( DOKTER, TENAGA KEPERAWATAN, DAN TENAGA KESEHATAN LAINNYA ) Dalam memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Mitra Medika Narom antar pemberi layanan komunikasi yang terjadi menggunakan tekhnik SOAP. SOAP merupakan suatu tekhnik komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat dan dokter. Dengan komunikasi SOAP ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih informatif dan terstruktur. SOAP merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Tekhnik SOAP terdiri dari unsur Subjective, Objective, Assessment, Planning. Pada prinsipnya SOAP merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan. Empat (4) Unsur SOAP 1. Subjective Menjelaskan kondisi terkini yang terjadi pada pasien 2. Objective Berisi informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien saat ini 3. Assessment Hasil pengkajian kondisi pasien terkini 17



4. Planning Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SOAP Subjective (S)  Sebutkan nama anda dan unit  Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar pasien  Sebutkan masalah pasien tersebut (misalnya sesak nafas, nyeri dada, dll) Objective (O)  Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai kebutuhan  Status kardiovaskuler (Nyeri dada, tekanan darah,EKG, dsb)  Status respirasi (Frekuensi pernafasan, SpO2, analisa gas darah, dsb)  Status gastrointestinal (Nyeri perut, perdarahan,dsb)  Neurologis (GCS, Pupil)  Hasil laboratorium / pemeriksaan penunjang lainnya Assessment (A)  Sebutkan problem pasien tersebut  Problem kardiologi  Problem gastro-intestinal Planning (P) Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan)  Saya meminta dokter untuk :  Memindahkan pasien ke ICU  Segera datang melihat pasien  Mewakilkan dokter lain untuk dating  Konsultasi ke dokter lain  Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan :  Foto rontgen  Pemeriksaan analisa gas darah  Pemeriksaan EKG  Pemberian oksigenasi  Beta 2 agonis nebulizer



18



1. Komunikasi Asuhan dan Edukasi Komunikkasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu: a. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan b. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien a. Komunikasi Informasi Asuhan Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasanya dilakukan oleh petugas customer service, registrasi dan admission yang meliputi: 1) Jam pelayanan 2) Pelayanan yang tersedia 3) Rincian dan perkiraan biaya 4) Cara mendapatkan pelayanan 5) Sumber alternatif mengenai asuhan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit Contoh sikap petugas customer service, registrasi dan admission ketika menerima pasien:  Berdiri ketika pasien datang  Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri (“selamat pagi/siang/sore/malam, saya…(nama))  Mempersilahkan pasien duduk  Menanyakan nama pasien (Maaf, dengan bapak/ibu?)  Tawarkan bantuan kepada pasien (“Ada yang bisa dibantu Bpk/Ibu….(nama))  Menciptakan suasana yang nyaman (Isyarat bahwa punya cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah)  Menilai suasana lawan bicara  Memperlihatkan sikap non verbal (raut wajah, mimik, gerak/bahasa tubuh dari pasien)  Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan  Memberikan informasi yang diperlukan pasien  Memberikan informasi jadwal praktek/paket dan langsung tanyakan apakah mau dibantu untuk dibuatkan perjanjian  Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak perlu  Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang disampaikan  Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebaginya maka dokter tetap menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang  Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ada lagi yang bisa kami bantu bapak/ibu?) 19



 Mengucapkan salam penutup (“terima kasih atas waktunya bpk/ibu. Apa bila adalagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani penuh cinta kasih)  Berdiri ketika pasien pulang b. Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga pasien Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga pasien bisa memahami pentingnya mengikuti proses pengobatan, tindakan, gizi, rehabilitasi medik, manajemen nyeri dan manajemen jatuh yang telah ditetapkan. Terdapat 3 tahap dalam pemberian edukasi 1) Tahap asesmen pasien Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai kebutuhan edukasi pasien dan keluarga pasien berdasarkan formulir asesmen kebutuhan pasien Hal-hal yang perlu diperhatikan:  Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga  Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan  Hambatan emosional dan motivasi  Keterbatasan fisik dan kognitif  Ketersediaan pasien untuk menerima informasi 2) Tahap penyampaian informasi Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung pada hasil asesmen pasien, yaitu :  Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien sesuai dengan kebutuhan edukasinya  Jika pasien memiliki ambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka proses komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti brosur yang diberikan kepada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.  Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau depresi) maka proses komunikasi edukasinya juga dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti brosur dan menyarankan pasien untuk membacanya. 3) Tahap Verifikasi Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai kejelasan dan pemahaman edukasi yang diberikan:



20



 Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan senang maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan  Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka veriikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada keluarganya dengan pertanyaan yang sama, yaitu “Apakah Bpk/Ibu bisa memahami materi edukasi yang kami berikan?”  Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah, depresi) maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien mengenai sejauh mana pasien telah mengerti tentang materi edukasi yang diberikan melalui brosur. Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien diharapkan komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien. PELAKSANAAN KOMUNIKASI EFEKTIF 1. Komunikasi Efektif di Ruang Pendaftaran Pendaftaran dapat dilakukan oleh pasien melalui 2 (dua) cara, yaitu : a. Melalui telepon Komunikasi yang dilakukan melalui telepon, dimana saat mendaftar pasien diminta menyebutkan namadokter yang dituju, nama pasien dan nomor rekam medis oleh petugas operator. Petugas operator akan mengkonfirmasi apa yang didengarnya untuk input pendaftaran. Dalam melakukan konfirmasi, komunikan terkadang menghadapi kesulitan menuliskan sesuatu informasi sehingga harus menjabarkan hurufnya satu per satu dengan menggunakan alfabeth. b. Datang langsung Saat pasien datang ke rumah sakit, maka tempat yang pertama kali harus dikunjunginya adalah ruang/tempat pendaftaran, dimana terdapat meja untuk mendaftar. Setelah pendaftaran selesai, barulah mereka satu demi satu diarahkan ke tempat yang sesuai dengan pelayanan yang dibutuhkan. Kontak awal dengan rumah sakit ini, perlu disambut dengan Senyum, Salam, Sapa oleh petugas pendaftaran. Sambutan tersebut berupa salam hangat yang dapat membuat mereka merasa tentram berada di rumah sakit. Di tempat tersebut, pasien akan ditanya keperluannya dan akan diarahkan sesuai dengan keperluan yang dituju.



21



2. Komunikasi Efektif Rawat Jalan Saat pasien berada di Instalasi Rawat Jalan pasien harus melakukan timbang, tensi, atau ukur tinggi badan di ruang nurse station (NS). Perawat akan melakukan komunikasi dengan melakukan Senyum, Salam, Sapa dan mengarahkan pasien sesuai dengan dokter/keperluan yang dituju. Rumah sakit menyediakan ruangan poliklinik untuk pasien rawat jalan yang memerlukan konsultasi atau ingin mendapatkan informasi. Konsultasi dilayani oleh dokter spesialis, dokter umum, bidan dan konselor. Konsultasi dapat dilakukan secara individual dan berkelompok. Konsultasi secara berkelompok contohnya kursus pra persalinan, kursus perawatan bayi dan senam hamil. Ruang konsultasi dilengkapi dengan media komunikasi seperti laptop, LCD dan gambar-gambar. Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah orang yang mengantarkannya ke rumah sakit. Mereka ini tidak dalam keadaan sakit, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari berbagai media komunikasi yang tersedia di poliklinik. Oleh karena itu di setiap poliklinik, khususnya ruang tunggu, dipasang poster-poster, disediakan selebaran (leaflet), dipasang televisi dan VCD/DVD player yang dirancang untuk menayangkan informasi tentang kesehatan. Konsultasi yang dilakukan secara individual dilakukan dengan sikap profesional, menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi. 3. Komunikasi Efektif Rawat Inap Pada saat pasien sudah masuk rawat inap, umumnya pasien sangat ingin mengetahui seluk-beluk penyakitnya. Sementara pasien dengan penyakit kronis dapat menunjukkan reaksi yang berbeda-beda seperti apatis, agresif atau menarik diri. Hal ini disebabkan penyakit kronis umumnya memberikan pengaruh fisik dan kejiwaan serta dampak sosial kepada penderitanya. Kepada pasien seperti ini, kesabaran dari petugas rumah sakit sangat diharapkan, khususnya dalam pelaksanaan komunikasi pemberdayaan. Beberapa cara komunikasi pemberdayaan dapat dilakukan melalui konseling sebagai berikut : a. Konseling di Tempat Tidur Konseling di tempat tidur (bedside conseling) dilakukan terhadap pasien rawat inap yang belum dapat atau masih sulit meninggalkan tempat tidurnya dan harus terus berbaring. Dalam hal ini, perawat yang menjadi konselor harus mendatangi



22



setiap pasien, duduk di samping tempat tidur pasien tersebut dan melakukan pelayanan konseling. Dalam melakukan konseling di tempat tidur, konselor membawa alat peraga dan bila memungkinkan dapat membawa VCD/DVD yang berisi informasi tentang penyakit pasien tersebut. b. Konseling Berkelompok Terhadap pasien yang dapat meninggalkan tempat tidurnya, dapat dilakukan konseling secara berkelompok. Untuk itu, di ruang perawatan harus disediakan suatu tempat atau ruangan untuk berkumpul. Konseling berkelompok ini selain untuk meningkatkan pengetahuan serta mengubah sikap dan perilaku pasien, juga sebagai sarana komunikasi yang berfungsi sebagai sosialisasi kepada pasien-pasien. Untuk konseling berkelompok sebaiknya digunakan alat peraga atau media komunikasi seperti flipchart, poster, standing banner, laptop dan LCD untuk menayangkan gambar atau film. Di Rumah Sakit Mitra Medika Narom konseling berkelompok dilakukan melalui senam hamil, kursus prapersalinan dan kursus perawatan bayi. Lingkungan yang berpengaruh besar terhadap pasien rawat inap adalah para penjenguk (pembesuk). Agar para penjenguk tertib, dapat disediakan ruang tunggu yang dilengkapi dengan poster dan leaflet tentang pendidikan kesehatan secara gratis atau televisi yang menayangkan berbagai pesan kesehatan dari VCD/DVD player, sehingga diharapkan para penjenguk memperoleh informasi yang nantinya dapat disampaikan kepada pasien yang akan dibesuknya. KOMUNIKASI SAAT MEMBERIKAN EDUKASI TERKAIT KONDISI KESEHATAN PASIEN Prosesnya : 1. Tahap asesmen pasien : Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien dan keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM): a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga. b. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan. c. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: depresi, senang dan marah) d. Keterbatasan fisik dan kognitif. e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi. 2. Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap asesmen pasien, di temukan : a. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses komunikasinya mudah disampaikan. b. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka. 23



c. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information. 3. Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang diberikan: a. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan kembali eduksi yang telah diberikan. Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”. b. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”. c. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang. Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien. Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.



24



BAB IV DOKUMENTASI Komunikasi via telepon atau lisan didokumentasikan pada formulir catatan terintegrasi rawat inap, edukasi yang sudah dilakukan di dokumentasikan pada formulir identifikasi kebutuhan pendidikan dan pemberian kesehatan terintegrasi. Hasil kegiatan yang terkait dengan komunikasi efektif dilaporkan secara berkesinambungan dengan kegiatan pendidikan pasien dan keluarga serta asessmen pasien.



Direktur,



dr. Deses Esa Karya, MARS



25