Panduan Pain Management Juni 2018 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I DEFINISI Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan jaringan yang rusak atau cenderung terjadinya kerusakan jaringan aatau segala keadaan yang menunjukkan adanya keusakan jaringan (IASP 1997). Manajemen nyeri adalah sistem menyeluruh untuk mengelola rasa nyeri dan mengedukasi orang lain tentang manajemen rasa nyeri. Tujuan disusunnya sistem tersebut adalah : 1. Pengenalan nyeri yang lebih bai a.



Mendefinisikan nyeri



b.



Manfaat penanganan nyeri



2. Penilaian nyeri yang lebih baik a.



Menilai derajat keparahan



b.



Klasifikasi nyeri



c.



Menilai faktor lain



3. Penatalaksanaan nyeri yang lebih baik a. Tatalaksana nyeri akut b. Tatalaksana nyeri kronik c. Tatalaksana nyeri kanker d. Nyeri pada populasi khusus



BAB II RUANG LINGKUP 2.1 KLASIFIKASI NYERI A. Berdasarkan waktu lama tejadinya nyeri, nyeri dibedakan menjadi : 1.



Nyeri akut adalah nyeri onset segera dan durasi yang terbatas ( kurang dari 3 bulan ), yang memiliki hubungan waktu dan kausal dengan cedera atau penyakit.



2.



Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama ( lebih dari 6 bulan ), rasa nyerinya terus ada karena kerusakan jaringan yang terus menerus meskipun telah tejadi proses penyembuhan dan seringkali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.



B. Berdasarkan aspek neurobiologi, nyeri dibedakan menjadi : 1.



Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang terjadi pada jaringan yang intak yang mendapatkan rangsangan kuat ( disebut juga rangsang noksius ), apakah itu suhu yang ekstrim, mekanik maupun kimiawi. Merupakan mekanisme adaptasi tubuh terhadap rangsangan yang berpotensi merusak tubuh.



2.



Nyeri inflamasi adalah nyeri karena proses inflamasi yang ditandai dengan proses sensitisasi dan penurunan ambang rangsang nyeri, nyeri ini pun merupakan nyeri adaptasi dan protektif.



3.



Nyeri patologis adalah nyeri yang bersifat maladaptif dan tidak protektif karena terjadi akibat dari tidak normalnya natomi maupun fungsi saraf. Nyeri patologi bisa berupa : a. Nyeri neuropatik yaitu nyeri yang disebabkan oleh penyakit atau kerusakan sistim saraf perifer atau sentral atau disebabkan adanya disfungsi sistem saraf, b. Nyeri disfungsi yaitu nyeri yang belum jelas penyebabnya seperti fibromialgia, intractable bowel syndrom dll.



Selain itu juga dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya, seperti: nyeri akibat trauma ( trauma pembedahan atau non pembedahan), nyeri akibat penyakit



keganasan, nyeri akibat proses degeneratif dan nyeri psikologis adalah nyeri yang berhubungan dengan perepsi individu terhadap penyakit ( disease ), kecacatan ( disability ) yang dirasakan, dan jenis adaptasi psikologis digunakan oleh pasien. Fokus penanganan terletak pada jiwa yang merasakan sakit, bukan pada ada tau tidaknya patologi yang ditemukan. 2.2 MANAJEMEN NYERI Nyeri yang tidak ditangani dengan adekuat menyebabkan dilepaskannya mediator-mediator nyeri yang mungkin memiliki efek fisik dan psikologis yang berbahaya. Selain itu, nyeri akut yang tidak ditangani dengan adekuat dapat menyebabkan nyeri kronis. Ada beberapa manfaat dari manajemen nyeri yang efektif bagi pasien : -



Mengurangi penderitaan



-



Tidur lebih baik, nafsu makan membaik



-



Mengurangi komplikasi medis



-



Mengurangi masalah psikologis



-



Mengurangi biaya kesehatan



-



Pasien dapat bekerja dan berkontribusi pada masyarakat



2.3 FARMAKOLOGI ANTI NYERI A. Terapi Farmakologi Obat-obatan



seringkali



menjadi



andalan



dalam



terapi



nyeri.



Dengan



mengkombinasikan obat-obatan yang bekerja pada jalur nyeri yang berbeda ( multimodal analgesia ) kita akan mendapatkan efek sinergis untuk analgesianya serta mengurangi efek samping yang terjadi dikarenakan dosis yang dipakai menjadi lebih kecil dibandingkan bila obat-obatan tersebut diberikan secara monomodal analgesia. B.Non Farmakologi Terapi non farmakologi dilakukan dengan menggunakan terapi fisik kognitif dan biobehavioral yang di kombinasikan dengan terapi farmakologi bertujuan untuk menurunkan kebutuhan dosis obat analgesik sehingga mengurangi kejadian efek



samping dari obat-obatan analgesiknya. Beberapa contoh terapi non farmakologi diantaranya : -



RICE ( rest, ice, compression, elevation) pada luka



-



Akupuntur, pijat dan fisioterapi



-



Konseling dll



BAB III KEBIJAKAN



1.



Pasien yang kesakitan mendapat asuhan sesuai Panduan Manajemen Nyeri.



2.



Assessmen dan pengobatan rasa nyeri yang sesuai dilakukan oleh PPA terkait. Hal yang harus diperiksa adalah : 1) Identifikasi pasien yang nyeri pada waktu asesmen awal dan asesmen ulang 2) Bila nilai nyeri lebih dari 3, lakukan asesment menggunakan formulir nyeri 3) Menyediakan



pengelolaan nyeri sesuai panduan managemen nyeri



4) Komunikasi



dengan memberikan pengetahuan bagi pasien dan keluarga



tentang pengelolaan nyeri dan gejalanya. Pemberian terapi nyeri disesuaikan dengan nilai-nilai pribadi, budaya dan kepercayaan agama masing-masing pasien dan keluarga 5) Semua



staf yang memberikan edukasi harus sudah mendapatkan pelatihan



manajemen nyeri.



BAB IV TATA LAKSANA Semua pasien yang datang ke rumah sakit Mitra Keluarga Kenjeran baik di rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat darurat dan unit kamar bedah harus dilakukan screening nyeri. Apabila didapatkan keluhan nyeri akan dilakukan penatalaksanaan nyeri. Penatalaksanaan nyeri dilakukan secara komprehensif mulai dari awal assesment, assesment ulang nyeri, pemberian terapi nyeri, evaluasi dan monitotringserta adukasi tentang nyeri baik kepada pasien dan keluarga. Penatalaksanaan nyeri memberi petunjuk penanganan nyeri secara tepat dan benar dengan cara sebagai berikut: 1. PERSIAPAN PASIEN, KELUARGA, DAN PETUGAS KESEHATAN A. Persiapan Pasien



6) pasien dapat berkomunikasi sehingga dapat memberikan informasi tentang nyeri yang dideritanya kepada dokter dan perawat 7) Pasien dapat menerima penjelasan dari dokter dan perawat tentang nyeri yang dideritanya. 8) Pasien dapat menerima penjelasan dari dokter tentang program dan jenis pengobatan nyeri, tujuan pengobatan dan efek samping yang mungkin timbul serta cara mengatasinya. 9) Membuat surat persetujuan pengobatan nyeri terutama pada kanker, atau tindakan invasif lainnya. B. Persiapan Keluarga Pasien 1) Keluarga pasien dapat berkomunikasi sehingga dapat memberikan informasi tentang nyeri yang diderita pasien terutama bila pasien tidak dapat berkomunikasi atau tidak sadar. 2) Dapat menerika penjelasan dari dokter tentang program dan jenis pengobatan nyeri kanker, tujuan pengobatan dan efek samping yang mungkin timbul dan cara pengatasannya. 3) Membuat surat persetujan pengobatan nyeri untuk pasien tidak sadar. C. Persiapan Petugas Kesehatan 1) Memahami tentang nyeri dan mampu melaksanakan pemeriksaan, asesmen dan pengobatannya.



2) Mendengarkan dan mempercayai setiap keluhan penderita. 3) Meluangkan waktu untuk dapat memberikan keterangan secara jelas dan bijaksana tentang dan pengobatannya kepada penderita dan keluarga. 4) Mampu mencegah & mengatasi kemungkinan timbulnya efek samping obat. 2. ANAMNESIS PADA PASIEN ATAU KELUARGA 1) Anamnesis umum 2) Anamnesis tentang nyeri 3) Anamnesis spesifik keluhannya 3. PEMERIKSAAN 1) Pemeriksaan fisik umum 2) Pemeriksaan spesifik keluhannya 3) Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi 4. PENILAIAN SKALA NYERI A. Penilaian secara suyektif antara lain : 1) Visual Analogue Scale ( VAS ) Visual Analogue Scale ( VAS ) adalah alat yang digunakan untuk menilai skala nyeri secara subjektif, pasien diminta untuk menilai sendiri tingkat nyerinya. Berupa garis horizontal panjangnya sekitar 10cm dengan ujung paling kiri berarti tidak ada nyeri ( score 0 ) dan ujung paling kanan berarti nyeri yang paling berat ( score 10 )



2) Numeric Rating Scale ( NRS ) Digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakan.



Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitasnyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan angka 0 - 10 -



0 Tidak Nyeri



-



1 -3 nyeri ringan ( secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik )



-



4 - 6 Nyeri sedang ( secara obyektif pasien mendesis, menyeringan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendiskripsikan dapat mengikuti perintah dengan baik )



-



7 - 10 Nyeri berat ( secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mnegikuti bahkan sampai tidak respon terhadap perintah, kesulitan menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.



3) Wong Baker FACES pain scale Dapat digunakan pada pasien (dewasa dan anak >3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka. Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk/ memilih gambar mana yang paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri.



B. Penilaian Nyeri Secara Objektif Antara Lain 1) FLACC Behavioural Pain Assesment Scale Ada beberapa keadaan dimana penilaian nyeri secara subyektif tidak bisa dilakukan seperti (pasien masih tersedasi atau diabawah pengaruh obat anestesi, belum mempunyai kemampuan verbal yang baik misalnya anak dibawah 3 tahun atau geriatri. Nilai 0 = tidak nyeri Nilai 1-3 = nyeri ringan Niali 4-6 = nyeri sedang Nilai 7-10 = nyeri berat sekali Kriteria



Skor



Nilai



1 Face (Wajah)



Tidak ekspresi



2



3



ada Sesekali atau



meringis Dagu



mengerutkan secara



kening,



bergetar berkala,



menarik rahang mengepal



Legs (kaki)



Posisi



diri, tidak tertarik Gelisah, khawati, Menendang



Activity



normal/santai Berbaring



tegang Menggeliat,



menarik kaki Melengkung,



(Aktifitas)



tenang,posisi



mondar-mandir,



kaku,



normal, bergerak tegang



(terjaga/tidur) Consolability



Puas



(bersuara)



senang,santai



atau



menyentak



dengan mudah Tidak ada teriakan Mengerang



Cry (Tangis)



atau



atau Menerus, menjerit



merintih, sekali kali atau isak tangis, mengeluh. sering mengeluh. / Sesekali diyakinkan Sulit untuk dihibur dengan



sentuhan, atau



merasa



pelukan atau diajak nyaman berbicara, dialihkan TOTAL SKOR



2) Skala NIPS (Neonatal Infant Pain Scale) Skala nyeri ini digunakan untuk neonatus dan anak-anak dibawah usia 1 tahun. SKALA NIPS (NEONATAL INFANT PAIN SCALE) KRITERIA Tanggal jam Ekspresi wajah Santai/tenang 0



Tangisan Pola Pernapasan Lengan Kaki Keadaan Bayi



Meringis



1



Tidak Menangis Merengek Menangis Keras Santai/Tenang Berubah Santai/Tenang Fleksi/Ekstensi Santai/Tenang Fleksi/Ekstensi Tidur/bangun Rewel



0 1 2 0 1 0 1 0 1 0 1



Total Skor 1-1-3 = nyeri ringan 4-5 = nyeri sedang 6-7 = nyeri berat Catatan : 1.



Penilaian nyeri dengan NIPS tidak dapat digunakan pada pasien yang berada dibawah pengaruh sedasi.



2.



Penilaian nyeri dilakukan pada pasien yang baru datang pasien yang setelah menjalani prosedur invasive, pasien post operasi, sepsis, pnemothorax, sesak nafas berat, pasien dengan vemtilasi mekanik, pasien yang menggunakan CPAP dan dengan oksigen > 40%



3.



Hati-hati pada pasien dengan encephalophaty, penilaian nyeri dapat rancu.



4.



Pasien dengan nyeri berat dievaluasi tiap 1 jam.



3)



SKALA BPS ( Behavioral Pain Scale ) Penilaian nyeri pada pasien tidak sadar atau tidak berkomunikasi secara verbal yang



disebabkan karena kondisi penyakitnya ( pasien kritis ) atau karena masih menggunakan mesin bantu napas / ventilator dapat menggunakan skala nyeri BPS ( pada pasien yang menggunakan mesin ventilator ). Penilaian skala nyeri pada pasien kritis seperti di ICU tidak bisa dipisahkan dengan penilaian keadaan pasien lainnya seperti kecemasan dan depresi.



5.



WAKTU PENILAIAN NYERI Penilaian awal nyeri seharusnya sudah dilakukan dan tercatat saat pasien masuk



dirumah sakit, frekuensi penilaian ini tergantung pada kondisi pasien : 1) Lakukan Assasmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien. Asesmen nyeri mungkin hanya sekali dalam sehari jika pasien saat datang tidak merasakan nyeri (score nyeri 0 ) dan pasien diberi pesan agar menghubungi petugas apabila merasakan nyeri. 2) Dilakukan asesmen pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap 4 jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit. 3) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang



setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obatan intravena. 4) Pasien seharusnya dinilai kembali setelah mendapatkan beberapa analgesik untuk melihat efektifitas terapi dan kemungkinan efek samping yang akan terjadi seperti mual, muntah dan tersedasi. 6.



WAKTU PENANGANAN NYERI



Kapan kita melakukan penanganan nyeri ? 1.



Ketika pasien secara jelas merasakan nyeri atau tidak cukup fokus untuk menggunakan penilaian skala nyeri maka penanganan nyeri seharusnya dilakukan



2.



tanpa menilai skala nyerinya.



Skala nyeri (berdasarkan VAS/Wong Backer Faces/NRS) > 3 perlu dilakukan perbaikan rencana terapi dengan memberikan dosis analgesik yang lebih besar atau memberikan obat-obatan serta terapi intervensi lainnya.



3.



Bagi pasien yang tidak dapat mengungkapkan skala nyerinya dilakukan penilaian



4.



nyeri secara objektif.



Jika score VAS dalam dua kali penilaian nilainnya C (limitasi berat) ini berarti terjadi episode pemberian analgesik yang tidak adekuat dan seharusnya dievaluasi



7.



ulang pemberian analgesiknya.



MONITORING



1) Monitoring Efek Terapi Monitoring efek terapi untuk menilai apakah terapi sudah adekuat dan diperlukan tambahan / perubahan terapi. a) Monitoring Efek samping Terapi Monitoring efek samping hasil terapi untuk diketahui tindak lanjut perubahan terapi yang perlu dilakukan. Efek samping yang harus dimonitoring : -



Depresi Nafas



-



Kedalaman Sedasi.



-



Ketinggian Level Blok



-



Hipotensi



-



Mual Muntah



8.



-



Urtikari / gatal



-



Retensi urine



-



Nyeri punggung



MANAJEMEN NYERI A. Manajemen Nyeri Akut Adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas (kurang hubungan waktu dan kausal dengan cedera atau penyakit. Tatalaksana nyeri akut tahapan sebagai berikut : 1. Lakukan asesmen nyeri mulai dari anamnesa hingga pemeriksaan penunjang. 2. Tentukan klasifikasi nyeri : -



Nyeri Somatik



-



Nyeri Viscerel



-



Nyeri Neuropatik



3. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya a.



Farmakologi : Gunakan reverse WHO ladder



b.



Intervensi : Injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi ditempat nyeri, pembedahan dan lainnya.



c.



Non Farmakologi : - Modalitas fisik - Akupuntur (POSA, Rehab Medik ) - Latihan - Ortesa - Psikoterapi - Pengobatan Komplementer alternatif (CAM)



4. Follow Up / Assesmen Ulang a.



Assesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur



b.



Panduan umum : - pemberian parenteral 15-30 menit - pemberian oral : 60 menit



- Intervensi non farmakologi 30-60 menit 5. Pencegahan a.



Edukasi pasien -



Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien serta tatalaksananya



-



Diskusikan tujuan dari menegemen nyeri dan manfaatnya untuk



-



pasien.



Beritahukan bahwa pasien dapat menghubungi tim medis jika memiliki pertanyaan atau ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.



-



Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun menegemen



nyeri ( termasuk penjadwalan medikasi,



pemilihan analgesik dan jadwal -



kontrol )



Kepatuhan pasien dalam menjalani menegement nyeri dengan baik.



b.



Medikasi saat pasien pulang -



Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat beraktifitas seperti biasa atau normal



-



Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada kondisi pasien



B. Manajemen Nyeri Kronik Nyeri kronik adalah nyeri yang persisten atau berlangsung lebih dari 6 bulan atau lebih. Tatalaksana nyeri kronik tahapannya sebagai berikut : 1.



Lakukan Assesmen nyeri



2.



Anamnesis dan pemeriksaan fisik (Karakteristik Nyeri, Riwayat menajemen nyeri sebelumnya )



3.



Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi



4.



Asesmen fungsional -



nilai aktifitas hidup dasar (ADL), Identifikasi kecacatan / disabilitas.



-



buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien



5.



Nilai efektifitas rencana perawatan dan menegemen pengobatan



Tentukan mekanisme nyeri , karena menegemen bergantung pada jenis/ klasifikasi nyerinya : -



Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri, diantaranya adalah : nyeri neuropatik, nyeri otot, nyeri mekanis, nyeri inflamasi.



 Nyeri neuropatik Disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi sistem somatosensorik. Contoh : Neuropati DM, Neuralgia Trigemina, Neuralgia Pasca Herpetik. Karakteristik : Nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat penjalaran nyeri sesuai dengan persarafannya, baal, Kesemutan, Alodinia. Fibromyalgia : Gatal, Kaku, dan Nyeri yang difus pada muskuloskeleal (Bahu,Ekstremitas), nyeri berlangsung selama lebih dari 3 bulan. 



Nyeri Otot Tersering adalah nyeri miofasial -



Mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah, panggul, danekstremitas bawah.



-



Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada satu/lebih jenis otot, berakibat pada kelemahan, keterbatasan gerak.



-



Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang repetitif



Tatalaksana : mengembalikan fungsi otot dengan fisioterapi, identifikasi dan menegemen faktor yang memperberat ( postur, gerakan repetitif, faktor pekerjaan) 



Nyeri inflamasi Dikenal dengan istilah nyeri noniseptif. Contoh : arthritis, infeksi, cidera jaringan (luka), nyeri pasca operasi. Karakteristik: pembemgkakan, kemerahan, panas pada tempat nyeri. Terdapat riwayat edera/ luka. Tatalaksana : manajemen proses inflamasi dengan antibiotik/ antirematik, OAINS, kortikosteroid.







Nyeri mekanis/ kompresi



Diperberat dengan aktivitas dan nyeri berkurangdengan istirahat. Contoh : nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/sprain ligament / otot ), degenerasi diskus, osteoporosis dengan fraktur kompresi, fraktur. Tatalaksana : beberapa memerlukan dekompresi atau stabilisasi. 6.



Program terapi : kombinasi terapi farmakologi dan non farmakologi (kognitif, fisik dan perilaku)



7.



Lakukan pendekatan multidisiplin



C. Management Nyeri Kanker Gunakan tangga WHO untuk tatalaksana nyeri kanker. Tangga WHO ini di kembangkan untuk nyeri yang semakin parah seiring berjalannya waktu mengikuti perkembangan kanker. Penggunaan anak tangga WHO akan efektif untuk menangani nyeri kanker bila memperhatikan pertimbangan dibawah ini, antara lain : a)



By the ladder : pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan level nyerinya ( ringan, sedang, berat). 1.



Nyeri ringan :diberikan analgesik non-opioid ( misalnya paracetamol atau ibuprofen) ± obat adjuvant



2.



Nyeri ringan sampai sedang : jika nyeri menetap diberikan analgesik non opioid around the clock (ATC) ± opioid pro renata (prn) ± obat adjuvant



3.



Nyeri sedang sampai berat : jika nyeri masih belum terkontrol diberika nalgesik opioid around the clock (ATC) + opioid prn ± analgetic non opioid ± obat adjuvant Jika ada pasien yang mendapatkan terapi opioid, pemberian paracetamol tetap diaplikasikan sebagai analgesic adjuvant



b)



By the clock : mengacu pada waktu pemberian analgesic. Pemberian haruslah teratur, misal setiap 4-6 jam ( disesuaikan dengan masa kerja obat dan derajat keparahan nyeri pasien). tidak boleh prn (jika perlu) kecuali episode nyeri pasien benar-benar



intermiten dan tidak dapat diprediksi. Individualazed for the patient: mengacu pada pemberian analgesic yang



c)



sesuai dengan kondisi masing- masing individu. - lakukan monitor dan asesment nyeri secara teratur - sesuaikan dosis analgesic jika perlu d)



By the mouth : mengacu pada jalur pemberian oral Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak invasive dan efektif, biasanya peroral. Karena diharapkan pasien kanker sebisa mungkin dirawat jalan sehingga tidak menambah beban rumah sakit.



e)



Attention to detail : waspada denga efek samping seperti mual muntah, obstipasi dan alergi sehingga perlu diberikan terapi adjuvant untuk mengurangi terjadinya efek tersebut.



Modalitas anti nyeri yang digunakan selain pemberian obat oral dan intravena bisa juga dilakukan dengan pendekatan intervensi nyeri, meliputi: a) Analgesic dan anastesi regional: epidural atau spinal b) Blok syaraf dan radiasi area tumor Pada kasus kasus kanker tertentu terkadang pasien mengalami nyeri yang membandel (intractable pain) atau mengalami banyak efek samping dari terapianalgesik yang diberikan. Dengan melakukan blok saraf atau ablasi pada ganglion saraf tertentu diharapkan akan mengurangi nyeri dan kebutuhan obatobatan analgesiknya. D. Management Nyeri Pada Pediatri 1.



Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah : sakit kronik, trauma,sakit perut dan faktor psikologi.



2.



Sistem nosiseptif pada anak dapat memberikan respons yang berbeda terhadap



kerusakan jaringan yang sama atau sederajat.



3.



Neonatus lebih sensitive terhadap stimulus nyeri.



4.



Berikut adalah algoritma managemen nyeri pada pediatrik :



Asesmen nyeri pada anak



-



nilai karakteristik nyeri



-



Lakukan pemeriksaan medis dan penunjang yang sesuai



-



Evaluasi kemungkinan adanya keterlibatan mekanisme nosiseptif dan neuropatik.



-



Kajilah faktor yang mempengaruhi nyeri pada anak.



Diagnosis penyebab primer dan sekunder. -



komponen nosiseptif dan neuropatik yang ada saat ini



-



Kumpulkan gejala-gejala fisik yang ada Obat



Non Obat



- Analgesik



- kognitif



- Analgesik adjuvant



- fisik



Implementasi Manajemen Nyeri -



berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri kepada orang tua (dan anak)



-



Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi



-



Asesmen ulang nyeri pada anak secara rutin.



-



Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri



-



Revisi rencana jika diperlukan



E. Manajemen Nyeri Pada Geriatri 1.



Lanjut usia (lansia) didefinisikan sebagai orang-orang yang berusia ≥65 tahun.



2.



Pada lansia, prevelensi nyeri dapat meningkat hingga dua kali lipatnya dibandingkan dewasa muda.



3.



Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah artritis, kanker, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca herpetik, reumatika polimialgia, dan penyakit degeneratif.



4.



Assesmen nyeri pada geriatric yang valid, reliable, dan dapat diaplikasikan menggunakan functional pain scale seperti berikut :



Skala 0



Keterangan Tidak Nyeri



1 2 3



Dapat ditoleransi (aktivitas tidak terganggu) Dapat ditoleransi (beberapa aktivitas sedikit terganggu) Tidak dapat ditoleransi (tetapi masih dapat menggunakan telepon, menonton tv



4



atau membaca) Tidak dapat ditoleransi 9tidak dapat menggunakan telepon,menonton Tv atau



5



5.



membaca) Tidak dapat ditoleransi 9dan tidak dapat berbicara karena nyeri) *Skor normal / yang diinginkan : 0-2 Intervensi non farmakologi pada pasien geriatri a.



Terapi termal : pemberian pendingin atau pemanasan di area nosiseptif untuk menginduksi pelepasan opioid endogen.



b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan/perkutan, dan akupuntur c.



Intervensi medis pelengkap/tambahan atau alternatif : terapi relaksasi, umpan balik positif.



d. Terapi latihan e. Psikoterapi 6.



Intervensi farmakologi pada pasien geriatri a.



Non-Opioid : OAINS, Paracetamol, COX-2 inhibitor, anti depressant trisiklik, amitriplin,ansiolitik.



b. Opioid : -



Resiko adiksi rendah jika digunakan untuk nyeri akut (jangka pendek).



-



Hidrasi yang cukup dan konsumsi serat/bulking agent untuk mencegah konstipasi (preparat senna,sorbitol)



-



Berikan opioid jangka pendek.



-



Dosis rutin dan teratur memberikan efek analgesic yang lebih baik daripada pemberian intermiten.



-



Mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan.



-



Jika efek analgesik masih kurang adekuat, dapat menaikkan opioid sebesar 50-100% dari dosis semula



c. Analgesik adjuvant -



OAINS dan amfetamin : meningkatkan toleransi opioid dan resolusi nyeri



-



Nortriptilin, klonazepam, fenitoin, gabapentin, tramadol, mexiletine : efektif untuk nyeri neuropatik.



-



Antikonvulsan : untuk neuralgia trigeminal.



-



Gabapetin : Neuralgia pasca-herpetik 1-3 x 100mg sehari dan dapat ditingkatkan menjadi 300mg/hari



7.



Resiko efek Samping OAINS meningkat pada lansia. Insidens perdarahan gastrointestinal meningkat hampir dua kali lipat pada pasien > 65 tahun.



8.



Semua fase farmakokinetik dipengauhi oleh penuaan, termasuk absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi.



9.



Pasien lansia cenderung memerlukan pengurangan dosis analgesik. Absorbsi sering tidak teratur karena adanya penundaan waktu transit atau sindrom malabsorbsi.



10. Ambang batas nyeri sedikit meningkat pada lansia. 11. Lebih disarankan menggunakan obat dengan waktu paruh yang lebih singkat. 12. Lakukan monitor ketika mengubah atau meningkatkan dosis pengobatan. 13. Efek samping penggunaan opioid yang sering dialami :Konsipasi 14.



Penyebab tersering timbulnya efek samping obat : polifarmasi (misalnya pasien mengkonsumsi analgetik,antidepressant, dan sedasi secara rutin harian)



15. Prinsip dasar terapi farmakologi : mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan hingga tercapai dosis yang diinginkan. 16. Nyeri yang tidak dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan : a.



Peurunan / keterbatasan mobilitas. Pada akhirnya dapat mengarah ke depresi karena frustasi dengan keterbatasan mobilitasnya dan menurunnya kemampuan fungsional.



b.



Dapat menurunkan sosialisasi, gangguan tidur, bahkan dapat menurunkan imunitas tubuh



c.



Kontrol nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya agitasi dan gelisah.



d.



Dokter cenderung untuk meresepkan obat-obatan yang lebih banyak. Polifarmasi dapat meningkatkan resiko jatuh dan delirium.



17. Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan (dihindari) pada lansia :



a. OAINS



: indometasin dan piroksikam (waktu paruh yang panjang dan



efek samping gastrointestinal lebih besar) b. Opioid



: pentazocine, butorphanol (merupakan campuran antagonis dan



agonis, cenderung memproduksi efek psikomimetik pada lansia), metadon, levorphanol (waktu paruh panjang). c.



Propoxyphene : neurotoksik



d.



Antidepresan : tertiary amine tricyclics (efek samping antikolinergik)



18. Semua pasien yang mengkonsumsi opioid, sebelumnya harus diberikan kombinasi preparat senna dan obat pelunak feses (bulking agents). 19. Pemilihan analgesi : menggunakan 3 step ladder WHO (sama dengan manajemen pada nyeri akut). a.



Nyeri ringan-sedang : analgesic non-opioid



b. Nyeri



sedang : opioid minor,dapat dikombinasikan dengan OAINS dan



analgesic adjuvant. c.



Nyeri berat : opioid poten



F. Manajemen Nyeri Pada Kasus Emergensi Manajemen nyeri diruang gawat darurat akan efektif dengan melakukan : 1.



Melakukan assasmen nyeri Semua penilaian nyeri seharusnya berdasarkan persepsi pasien terhadap nyeri dan sifatnya sangat subjektif berdasarkan pengalaman pasien. Sehingga diperlukan pengukuran skala nyeri yang valid yang berarti pasien dapat menentukan sendiri skala nyerinya selama pasien tersebut masih bisa berkomunikasi secara baik.



2.



Pemberian obat analgesia yang tepat : Tepat waktu, tepat rute pemberian, tepat dosis dan tepat indikasi.



3.



Melakukan asesmen ulang : Asesmen ulang digunakan untuk menilai efek dari terapi yang diberikan apakah sudah cukup adekuat serta mengobservasi adakah efek samping. Asesmen ulang ini dilakukan secara berkala dan dicatat dalam rekam medis (pasien dengan intensitas nyeri yang hebat asesmen ulang tiap 30-60 menit.



Sampai keluhan nyerinya teratasi ). Pemberian Analgetik. Sebelum memberikan obat analgetik seharusnya dipertimbangkan beberapa hal, antara lain : 1.



Besarnya intensitas nyeri yang diukur berdasarkan skala nyeri yang sesuai



2.



Kondisi tiap pasin : usia pasien,komorbid dan pengalaman pasien terhadap obat tertentu seperti alergi dan lain-lain



3.



Jenis dan karakter nyerinya : sangat berbeda obat analgetik yang di berikan untuk pasien dengan keluhan nyeri neuropati atau nyeri kronik, dengan pasien yang mengalami nyeri akut



4. 9.



Protap/kebijakan pemberian obat analgetik setempat.



ASESMEN ULANG NYERI Asesmen ulang nyeri adalah prosedur menilai ulang derajat nyeri pada



pasien



yang bertujuan untuk mengevaluasi intervensi yang telah dilakukan terkait penatalaksanaan nyeri yang telah diberikan, dengan interval waktu



sesuai kriteria



sebagai berikut : a.



15 menit setelah intervensi obat injeksi



b.



1 jam setelah intervensi obat oral atau lainnya



c.



1 x / shift bila skor 1-3



d.



Setiap 3 jam bila skor 4-6



e.



Setiap 1 jam bila skor nyeri 7-10



f.



Dihentikan bila skor nyeri 0



10. ASUHAN KEPERAWATAN NYERI A. Asuhan Keperawatan Nyeri Asuhan keperawatan yang diberikan pada pelayanan keperawatan pasien nyeri menggunakan metode proses keperawatan meliputi tahap pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.



B. Pengkajian Pengkajian difokuskan pada : 1). Pengkajian riwayat kesehatan : a) Respon dan persepsi pasoien terhadap status kesehatan b) Riwayat penyakit masa lalu (tindakan medik, pemeriksaan diagnostik yang pernah dilakuakan, pelayanan kesehatan lain). c) Faktor resiko d) Kemampuan mengatasi masalah e) Riwayat penyakit keluarga. 2). Pengkajian lingkungan sosial dan budaya yang meliputi : a) Status sosial ekonomi b) Tersedianya dukungan keluarga c) Faktor budaya yang mempengaruhi kesehatan. 3). Pengkajian spiritual niali dan keyakinan yang dianut yang mempengaruhi kesehatan. 4) Pemeriksaan fisik dan status kesehatan pasien saat ini. 5) Pengkajian kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari  Metode pengumpulan data : -



Wawancara kepada pasien atau keluarga untuk memperoleh informasi tentang nyeri



-



Pemeriksaan fisik



-



Penelusuran RS/Sarana



dokumentasi/data



sekunder



(catatan



medik



kesehatan lain)



 Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian : -



Pasien harus dilihat secara holistic



-



Perawat harus selalu obyektif



-



Pengkajian nyeri dimasukkan dalam RM



C. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan nyeri dirumuskan berdasarkan data yang terkumpul



yang merefleksikan respon pasien. Diagnosa keperawatan yang dirumuskan berkaitan dengan masalah aktual dan resiko. D. Perencanaan Perencanaan merupakan proses penyususnan strategi atau interval keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, mengurangi atau mengatasi masalah kesehatan pasien yang telah diidentifikasi dan divalidasi selama fase merumuskan diagnosa. Dalam merumuskan perencanaab ini menekankan pada partisipasi pasien, keluarga, dan koordinasi dengan anggota tim kesehatan lain. Perencanaan mencakup prioritas masalah, menentukan tujuan serta menyusun rencana tindakan. E. Implementasi Dalam melakukan tindakan keperawatan nyeri. Perawat bekerjasama dengan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain. Jenis tindakan yang dapat dilakukan yaitu tindakan yang bersifat mandiri maupun tindakan kolaborasi. Kegiatan kegiatan atau tindakan yang lazim dilakukan pada pelayanan keperawatan nyeri adalah : 1) Perawatan/pembalutan luka 2)



Perawatan pasien dengan gangguansistem pernapasan : tindakan yang dilakukan antar lain pengisapan/suction lendir, perawatan tracheotomi.



3)



Perawatan dengan gangguan eliminasi : irigasi, perawatan kolostomi, mengajarkan pasien dan keluarga tentang cara menggunakan peralatan seperti pispot, urinal.



4) Perawatan kateter urin, observasi adanya infeksi. 5)



Perawatan pasien dengan gangguan nutrisi : memberi obat nyeri melalui NGT.



6)



Kegiatan rehabilitasi : mengajarkan keluarga tentang cara melakukan latihan fisik, ambulasi dan teknik pemindahan pasien.



7)



Pelaksanaan pengobatan : memberi petunjuk dan membimbing pasien dan keluarganya tentang cara pemberian obat nyeri sesuai jadwal dan efek samping obat.



F. Evaluasi



Evaluasi dilakukan untuk mengukur efektifitas dan efisiensi pelayanan yang telah dilakukan dan sejauh mana pemanfaatan sumber-sumber yang tersedia. Evaluasi dilakukan selama masih ada nyeri.



BAB V DOKUMENTASI Pengkajian nyeri di dokumentasikan dalam : 1. Form Assesmen IGD 2. Form Assesmen Awal Keperawatan Rawat Jalan 3. Form Assesman Awal Keperawatan Rawat Inap Dewasa 4. Form Assesman Awal Keperawatan Rawat Inap Anak 5. Form Assesman Awal Keperawatan Rawat Inap Neonatus 6. Form Assesmen Awal Kebidanan 7. Form Asesment Awal Nyeri Pada Pasien Non Verbal 8. Form Anastesi dan Sedasi 9. Form Edukasi Terintegrasi