Panduan Praktikum DPR - Des2019 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PETUNJUK PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI



Disusun Oleh: Dr. Ir. Agus Budhie Wijatna, M.Si. Alkindi Azhar Agnafan Julian Fortin Shaffan Haqi Ghulam Abrar Muhammad Ilham Yusuf



LABORATORIUM TEKNOLOGI ENERGI NUKLIR DEPARTEMEN TEKNIK NUKLIR DAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2019



KATA PENGANTAR



Deteksi dan Pengukuran Radiasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu teknik nuklir. Oleh karena itu, insinyur teknik nuklir harus memahami dan menguasai masalah deteksi dan pengukuran radiasi sebagai kompetensi dasar disiplin teknik nuklir. Untuk melatih pemahaman dan keterampilan mahasiswa S1 sebagai calon insinyur teknik nuklir, dilaksanakanlah Praktikum Deteksi dan Pengkuran Radiasi di Laboratorium Teknologi Energi Nuklir, Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Karenanya, buku Petunjuk Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi disusun untuk membantu pelaksanaan kegiatan praktikum. Buku petunjuk praktikum ini memuat metode deteksi partikel radiasi bermuatan, khususnya radiasi beta serta deteksi partikel radiasi yang tidak bermuatan yaitu foton gamma. Selain itu, memuat tentang penentuan koefisien atenuasi suatu materi terhadap partikel beta maupun foton gamma. Memuat juga penentuan aktivitas suatu sumber radiasi, identifikasi unsur radioaktif dengan spektroskopi foton gamma, dan metode deteksi dengan teknik koinsiden. Beberapa peubah yang berkaitan dengan pengoperasian suatu detektor juga dimuat dalam petunjuk praktikum ini, misalnya untuk pengoperasian detektor Geiger Muller dan Kristal NaI(Tl). Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah andil dalam penulisan buku ini: Bapak Widodo sebagai Administrasi Laboran, yang telah membantu berjalannya praktikum dan tersusunnya panduan ini; dan para reviewer yang telah menjaga kualitas panduan dari segi penulisan maupun desain. Akhir kata, kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan buku petunjuk praktikum ini sangat kami harapkan. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulisnya.



Yogyakarta, 24 Agustus 2019



Penulis



ii



TATA TERTIB PRAKTIKUM



1. Praktikan harus memasuki laboratorium tepat pada waktunya. Praktikan yang hadir 10 menit atau lebih dari waktu yang dijadwalkan dinyatakan terlambat. Terlambat dengan alasan masih dapat mengikuti pratikum setelah mendapat izin dari koordinator praktikum. Sedangkan terlambat tanpa alasan: 



untuk pertama kali praktikan tidak dapat mengikuti praktikum dan diganti waktu lain (inhal);







selebihnya setiap keterlambatan praktikan tidak boleh mengikuti praktikum, tanpa inhal dan mengumpulkan satu poin kesalahan.



2. Test pendahuluan dari asisten dilaksanakan selama ± 2 atau 3 jam sebelum praktikum. Untuk dapat mengikuti tes pendahuluan, praktikan diwajibkan untuk menyerahkan draf dasar teori dan metode percobaan. Kelulusan tes sepenuhnya ditentukan oleh asisten yang bersangkutan. Jika tidak lulus tes pendahuluan maka: 



untuk pertama kali, praktikan tidak boleh mengikuti praktikum dan diganti inhal;







selebihnya untuk setiap ketidaklulusan tes mengakibatkan praktikan tidak boleh mengikuti praktikum tanpa inhal dan mengumpulkan satu poin kesalahan.



3. Selama praktikum berlangsung praktikan wajib mengenakan jas lab, bekerja tenang, dan tertib. 4. Setiap selesai praktikum, praktikan wajib menyerahkan laporan sementara rangkap dua yang telah ditandatangani dan disahkan oleh asisten. 5. Laporan lengkap harus dikumpulkan selambat-lambatnya satu pekan setelah praktikum sebagai persyaratan untuk mengikuti praktikum berikutnya. Jika laporan tidak lengkap dan/atau terlambat maka: 



untuk pertama kali, praktikan tidak boleh mengikuti praktikum selanjutnya, dan harus memperbaiki laporan yang tidak lengkap (harus dikumpulkan sepekan kemudian);







selebihnya



untuk



setiap



ketidaklengkapan



dan



atau



keterlambatan



mengumpulkan laporan mengekibatkan praktikan tidak boleh mengikuti praktikum berikutnya, tanpa inhal dan mengumpulkan satu poin kesalahan. 6. Praktikan yang tidak dapat hadir karena alasan yang dapat diterima, diberi kesempatan satu kali. Ketidakhadiran tanpa alasan menyebabkan praktikan tidak boleh inhal dan mengumpulkan satu poin kesalahan. iii



7. Tidak diperkenankan untuk inhal lebih dari dua kali. 8. Praktikan dinyatakan gugur dan tidak diijinkan mengikuti praktikum selanjutnya bila telah mengumpulkan dua poin kesalahan secara berturut-turut. 9. Setiap kerusakan alat karena kesalahan praktikan menjadi tanggung jawab praktikan.



iv



TATA TERTIB UJIAN PRAKTIK



1. Semua praktikan wajib menyelesaikan seluruh laporan resmi praktikum sebelum mengikuti ujian praktik. Ketidaklengkapan laporan resmi akan menyebabkan praktikan tidak diijinkan mengikuti ujian praktik. 2. Praktikan mengikuti ujian praktik pada hari dan jam yang telah ditentukan. Tidak ada toleransi/penggantian waktu ujian praktik di waktu yang telah ditetapkan. 3. Ujian praktik dibagi menjadi tiga tahap yaitu: a. Eksperimen Pada saat eksperimen dilaksanakan, praktikan tidak diperkenankan membawa tabel, catatan, atau textbook apapun ke dalam ruang eksperimen. b. Pembuatan laporan eksperimen Pada pembuatan laporan eksperimen, praktikan diperkenankan membawa tabel, catatan, textbook dan sarana lain yang diperlukan di dalam pembuatan laporan. Penyelenggara ujian praktik tidak menyediakan sarana-sarana di atas kecuali bahan-bahan yang dibutuhkan untuk eksperimen. c. Presentasi hasil eksperimen Pada presentasi hasil eksperimen, praktikan hanya diperkenankan membawa dan mempresentasikan laporan eksperimen yang telah dibuat. 4. Jenis eksperimen yang akan dilakukan dipilih melalui pengundian sebelum ujian praktik dimulai. 5. Hal-hal yang belum jelas dapat dikonfirmasikan lebih lanjut dengan Koordinator Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi.



Koordinator Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi



Dr.Ir. Agus Budhie Wijatna, M.Si NIP. 195606211983031002



v



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii TATA TERTIB PRAKTIKUM ................................................................................. iii TATA TERTIB UJIAN PRAKTIK ............................................................................ v DAFTAR ISI ............................................................................................................. vi DAFTAR BAGAN .................................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... viii DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. viii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix 1.



PERCOBAAN 01-02 DETEKTOR GEIGER MULLER ................................... 1 TUJUAN ................................................................................................................. 1 DASAR TEORI ...................................................................................................... 1 METODE PERCOBAAN ...................................................................................... 6 ANALISIS DATA .................................................................................................. 9 SOAL-SOAL PENGAYAAN .............................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12 LAPORAN SEMENTARA .................................................................................. 13



2. PERCOBAAN 03-04 SPEKTROSKOPI FOTON GAMMA MENGGUNAKAN DETEKTOR NaI(Tl) ............................................................... 17 TUJUAN ............................................................................................................... 17 DASAR TEORI .................................................................................................... 17 METODE PERCOBAAN .................................................................................... 23 ANALISIS DATA ................................................................................................ 26 SOAL-SOAL PENGAYAAN .............................................................................. 28 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28 LAPORAN SEMENTARA .................................................................................. 29 3.



PERCOBAAN 05-06 DETEKSI DENGAN METODE KOINSIDEN ........... 34 TUJUAN ............................................................................................................... 34 DASAR TEORI .................................................................................................... 34 METODE PERCOBAAN .................................................................................... 41 ANALISIS DATA ................................................................................................ 43 SOAL-SOAL PENGAYAAN .............................................................................. 43 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44 LAPORAN SEMENTARA .................................................................................. 45 vi



4. PERCOBAAN 07-08 PENGUKURAN LEVEL FLUIDA DALAM BEJANA MENGGUNAKAN DETEKTOR GEIGER MULLER ........................................... 48 TUJUAN ............................................................................................................... 48 DASAR TEORI .................................................................................................... 48 METODE PERCOBAAN .................................................................................... 56 ANALISIS DATA ................................................................................................ 59 SOAL-SOAL PENGAYAAN .............................................................................. 60 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 60 LAPORAN SEMENTARA .................................................................................. 61 5. PERCOBAAN 09-10 PEMANFAATAN SISTEM SPEKTROSKOPI GAMMA DENGAN MULTI-CHANNEL ANALYZER (MCA) DAN DETEKTOR NaI(Tl) ... 65 TUJUAN ............................................................................................................... 65 DASAR TEORI .................................................................................................... 65 METODE PERCOBAAN .................................................................................... 72 ANALISIS DATA ................................................................................................ 74 SOAL-SOAL PENGAYAAN .............................................................................. 76 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77 LAPORAN SEMENTARA .................................................................................. 78 LAMPIRAN ............................................................................................................. 82 LAMPIRAN A PANDUAN PROTEKSI RADIASI ............................................ 83 LAMPIRAN B CONTOH SAMPUL ................................................................... 84 LAMPIRAN C PEDOMAN PEMBUATAN DRAF ........................................... 85 LAMPIRAN D PEDOMAN PEMBUATAN LAPORAN ................................... 86 GLOSARIUM........................................................................................................... 88 TENTANG PENULIS .............................................................................................. 90 SINOPSIS ................................................................................................................. 92



vii



DAFTAR BAGAN Bagan 1.1. Skema alat percobaan 01-02..................................................................................... 7 Bagan 2.1. Skema penampang detektor sintilasi ...................................................................... 18 Bagan 2.2. Skema peluruhan Co60 ............................................................................................ 22 Bagan 2.3. Skema alat percobaan 03-04................................................................................... 23 Bagan 3.1. Skema peluruhan Co60 ............................................................................................ 34 Bagan 3.2. Magnetic substate ................................................................................................... 39 Bagan 3.3. Skema alat percobaan 05-06................................................................................... 41 Bagan 4.1. Skema alat percobaan 07-08................................................................................... 56 Bagan 5.1. Skema penampang detektor sintilasi ...................................................................... 65 Bagan 5.2. Komponen elektronik untuk sistem spektroskopi gamma dengan detektor NaI(Tl) .................................................................................................................................................. 66 Bagan 5.3. Diagram blok komponen MCA .............................................................................. 67



DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Detektor Geiger Muller ......................................................................................... 1 Gambar 1.2. Intensitas radiasi yang dipancarkan suatu sumber radiasi ..................................... 6 Gambar 3.1. Keluaran dari unit koinsiden................................................................................ 35 Gambar 3.2. Prinsip kerja unit koinsiden ................................................................................. 35 Gambar 4.1. Penurunan intensitas radiasi setelah melewati materi ......................................... 53 Gambar 5.1. Tampilan layar Maestro-32 ................................................................................. 68



DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Kurva karakteristik detektor Geiger Muller ............................................................. 2 Grafik 1.2. Distribusi normal...................................................................................................... 5 Grafik 2.1. Grafik kalibrasi energi gamma ............................................................................... 19 Grafik 2.2. Grafik koefisien atenuasi material NaI .................................................................. 21 Grafik 3.1. Kurva penundaan koinsiden ................................................................................... 36 Grafik 3.2. Grafik korelasi sudut teoritis .................................................................................. 40 Grafik 4.1. Hubungan tegangan dengan jumlah partikel bermuatan yang ditangkap pada detektor isian gas ...................................................................................................................... 49 Grafik 4.2. HV plateau ............................................................................................................. 50 Grafik 4.3. Waktu mati dan waktu pulih detektor GM ............................................................. 50 viii



Grafik 5.1. Grafik kalibrasi energi dengan pengujian tiga partikel gamma ............................. 70 Grafik 5.2. Contoh grafik kalibrasi efisiensi sistem spektroskopi dengan sumber standar Ra226 .................................................................................................................................................. 72 Grafik 5.3. Spektrum dari sumber standar Cs137 ...................................................................... 76



DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Jangkau Maksimum Partikel Beta ............................................................................ 11 Tabel 2.1. Contoh hubungan energi dengan nomor kanal ........................................................ 19 Tabel 2.2. Tabel kalibrasi energi .............................................................................................. 26 Tabel 5.1. Hasil pengukuran parameter kinerja sistem spektroskopi dengan sumber standar . 78 Tabel 5.2. Hasil perhitungan resolusi untuk tiap HV ............................................................... 78 Tabel 5.3. Hasil pengukuran cacah puncak dan cacah lembah untuk sumber standar Cs137 .. 79 Tabel 5.4. Hasil informasi dari puncak-puncak energi spektrum sumber X ............................ 80 Tabel 5.5. Hasil pengukuran laju cacah untuk puncak-puncak energi sumber X .................... 81



ix



1.



PERCOBAAN 01-02



DETEKTOR GEIGER MULLER



TUJUAN 1. Membiasakan mahasiswa menggunakan detektor Geiger Muller 2. Membuat kurva plateau dan menentukan tegangan operasi optimum 3. Menentukan waktu pulih detektor (resolving time) 4. Melakukan analisis pengaruh jarak terhadap intensitas radiasi 5. Melakukan pengukuran jangkau energi maksimum zarah beta 6. Mempelajari sifat statistik dari radiasi nuklir (cacah statistik)



DASAR TEORI 1. Detektor Geiger Muller Detektor Geiger Muller atau biasa disebut detektor GM merupakan jenis detektor isian gas. Detektor GM biasanya berbentuk tabung, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1. Selimut bagian dalam tabung berfungsi sebagai elektroda negatif (katoda) dan kawat tipis yang berada di tengah tabung berfungsi sebagai elektroda positif (anoda). Pada anoda dan katoda dipasang beda potensial, sehingga muncul medan listrik. Saat radiasi masuk, radiasi tersebut akan berinteraksi dengan gas isian dalam tabung dan melepaskan sebagian atau seluruh energinya hingga menghasilkan pasangan ion-elektron atau disebut dengan peristiwa ionisasi. Peristiwa ionisasi pertama ini disebut ionisasi primer. Dikarenakan tegangan kerja detektor GM yang tinggi, maka elektron hasil dari ionisasi primer memiliki cukup energi tambahan untuk melakukan ionisasi sekunder, ionisasi tersier, dan selanjutnya hingga terjadi peristiwa guguran elektron atau disebut electron avalanche.



Gambar 1.1. Detektor Geiger Muller (NDT Resource Center, t.thn.)



Grafik 1.1 menunjukan kurva laju cacah versus tegangan untuk suatu tabung GM. Daerah antara N1 dan N2 yang terkorespondensi dengan V1 dan V2 disebut daerah operasi. Tegangan lebih besar dari V2 menyebabkan lucutan kontinyu pada tabung GM yang akan memperpendek umur tabung detektor. Daerah kurva yang mendatar disebut plateau dan kemiringannya disebut slope. Lebar plateau beserta nilai slope merupakan parameter yang menyatakan kualitas suatu detektor GM. Lebar plateau dapat ditentukan dengan melihat kurva karakteristik detektor GM, sedangkan nilai slope dapat dihitung dengan persamaan berikut: 𝑠=



𝑁2 − 𝑁1 100 × × 100% = … %⁄100 𝑣𝑜𝑙𝑡 𝑁1 𝑉2 − 𝑉1



(1.1)



dengan 𝑠 adalah kemiringan (slope) plateau detektor GM. 𝑁1 adalah laju cacah pulsa pada tegangan ambang (𝑉1 ). 𝑁2 adalah laju cacah pulsa pada tegangan batas (𝑉2 ).



Grafik 1.1. Kurva karakteristik detektor Geiger Muller (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) Keterangan : A= Tegangan awal (starting voltage). B= Tegangan ambang (threshold voltage). C= Tegangan batas, di mana mulai timbul lucutan yang tak terkendali (breakdown/ discharge). D= Tegangan operasi detektor Geiger Muller. B-C= Daerah tegangan operasi (plateau). Terkumpulnya elektron di anoda akan menimbulkan pulsa negatif yang mempunyai amplitudo sama dan berurutan. Pulsa yang berurutan tersebut mempunyai selang waktu tertentu 2



di mana detektor GM tidak mampu mencacah lagi, yaitu pada saat kuat medan listrik di sekitar anoda turun sampai batas minimum yang diperlukan untuk dapat terjadi electron avalanche yang baru. Saat detektor dalam keadaan demikian, dinamakan "waktu tidak peka" atau "waktu mati” (Sayono, 1991). Waktu yang diperlukan untuk terbentuknya pulsa berikutnya hingga normal kembali disebut "waktu pulih" (recovery time), sedang waktu mati ditambah waktu pulih disebut resolving time. Maka dari itu, perlu dilakukan koreksi agar didapatkan laju cacah sebenarnya. Untuk menentukan faktor koreksi digunakan dua buah sumber, yang mana faktor koreksi ditentukan dengan persamaan berikut:



𝑇𝑅 =



𝑁1 + 𝑁2 − 𝑁1,2 − 𝑁𝐵𝑔 2𝑁1 𝑁2



(1.2)



dengan 𝑇𝑅 adalah resolving time. 𝑁1 adalah laju cacah pulsa per menit sumber pertama. 𝑁2 adalah laju cacah pulsa per menit sumber kedua. 𝑁1,2 adalah laju cacah pulsa per menit kedua sumber besamaan. 𝑁𝐵 adalah laju cacah pulsa latar per menit. Resolving time sistem berada dalam kisaran orde 30 μs. Dalam percobaan ini, perlu diteliti pula kebenaran jumlah cacah (true couting rate) yang dapat dinyatakan menurut persamaan berikut: 𝑁0 =



𝑁 1 − 𝑁. 𝑇𝑅



(1.3)



dengan 𝑁0 adalah laju cacah sebenarnya. 𝑁 adalah laju cacah yang tercatat pada counter. 𝑇𝑅 adalah resolving time. Dalam radiasi nuklir, beberapa hal mempunyai banyak persamaan sifat dengan sinar biasa. Oleh karena itu, keduanya dianggap sebagai pancaran gelombang elektromagnetik yang memenuhi hukum klasik. 𝐸 = ℎ .𝜈 dengan 𝐸 adalah energi foton. ℎ adalah konstanta Planck (6,624. 1027 erg.sekon). 𝜈 adalah frekuensi radiasi. 3



(1.4)



Analog dengan persamaan di atas digunakan hukum kuadrat berbanding terbalik (Inverse Square Law). Dianggap bahwa terdapat sumber yang memancarkan cahaya foton pada laju 𝑁0 foton/detik. Dalam hal ini pancaran cahaya foton dianggap bersifat isotropis. Jika sumber diletakan di tengah pelindung plastik bersih yang bulat (spherical), dengan mudah ditentukan banyaknya cahaya foton tiap detik tiap cm² pada pelindung tadi. Intensitas ini ditunjukan dalam rumusan berikut: 𝐼=



𝑁0 𝑁0 𝑘 = = 𝐴 4𝜋𝑟 2 𝑟2



(1.5)



dengan 𝐼 adalah intensitas atau laju cacah persatuan luas. 𝑁0 adalah laju cacah radiasi/foton. 𝐴 adalah luasan pancaran radiasi atau dalam kasus ini adalah luasan permukaan bola yang dibentuk oleh radiasi yang menyebar secara isotropik/ke segala arah dengan laju yang sama pada jarak 𝑟. Karena 𝑁0 dan 4𝜋 konstan dalam persamaan ini, maka intensitas 𝐼 akan bervariasi terhadap jarak 𝑟 dengan kuadrat terbalik. Percobaan selanjutnya adalah mengukur jangkau dan menentukan tenaga makimum zarah beta murni. Proses absorpsi zarah beta oleh bahan adalah sangat rumit, mengingat absorpsi dan hamburan tidak dapat dilacak secara terpisah. Karena massanya yang sangat kecil, elektron dapat dengan mudah dihamburkan oleh inti atom. Sehingga simpangan (straggling) elektron menjadi besar, serta sulit untuk menentukan jangkauannya. Pengukuran absorpsi zarah beta dari sumber beta merupakan ketergantungan aktivitas atau intensitas terhadap fungsi ketebalan absorben. Secara empiris, hubungan antara tenaga (E) dengan jangkau (R) adalah sebagai berikut: 𝑔𝑟 ⁄𝑐𝑚2 ) = 0,542 𝐸𝑚𝑎𝑥 − 0,133 untuk 𝐸𝑚𝑎𝑥 > 0,8 𝑀𝑒𝑉 𝑔𝑟 𝑅 ( ⁄𝑐𝑚2 ) = 0,407 𝐸𝑚𝑎𝑥 1,38 untuk 0,15 𝑀𝑒𝑉 < 𝐸𝑚𝑎𝑥 < 0,8 𝑀𝑒𝑉



𝑅(



(1.6) (1.7)



dengan 𝑅 adalah jangkauan zarah beta. 𝐸𝑚𝑎𝑥 adalah energi zarah beta maksimum. Pengukuran radiasi dari bahan radioaktif yang mengalami peluruhan (decay) memiliki sifat acak (random) sehingga pengukuran distribusi statistik dilaksanakan pada percobaan ini. Sifat acak suatu pengukuran selalu mengikuti distribusi tertentu, sebagai contoh eksperimen uang logam dan dadu mengikuti distribusi binomial. Bila distribusi binomial tersebut 4



mempunyai probabilitas sangat kecil maka akan berubah menjadi distribusi Poisson, sedangkan bila distribusi Poisson tersebut menghasilkan nilai ukur yang besar (beberapa literatur menuliskan >30) maka berubah menjadi distribusi Gauss (normal). Berdasarkan pola datanya, sistem distribusi dapat dibedakan menjadi data diskrit dan data kontinyu. Yang termasuk dalam data kontinyu adalah distribusi Gauss atau normal, sedangkan yang termasuk dalam data diskrit adalah distribusi binomial dan distribusi Poisson. Grafik 1.2 menunjukkan probabilitas nilai ukur yang dihasilkan oleh pengukuran berulang terhadap suatu besaran yang mengikuti distribusi Gauss. Terlihat bahwa nilai ukur yang dihasilkannya dapat bermacam-macam dengan probabilitas terbesar terletak pada nilai rataratanya.



Grafik 1.2. Distribusi normal (Figliola & Beasley, 2011) Pencacahan radiasi dapat diasumsikan sebagai data diskrit atau kontinyu tergantung kepada jumlah data yang dimiliki secara umum, pencacahan dengan jumlah data lebih dari 30 dapat dianggap mewakili distribusi normal jika probabilitas kemunculan data kecil. Oleh karena aktivitas zat radioaktif bersifat acak mengikuti distribusi Gauss (normal) maka intensitas radiasi yang terukur pun akan bersifat acak sehingga data hasil pengukurannya juga akan mengikuti distribusi Gauss. Pengukuran intensitas radiasi yang dilakukan secara berulang pasti akan memperoleh hasil pengukuran yang berbeda-beda. Yang menjadi pertanyaan adalah “berapakah nilai ukur yang sebenarnya”.



5



Gambar 1.2. Intensitas radiasi yang dipancarkan suatu sumber radiasi (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) Dengan fenomena tersebut di atas maka pengukuran intensitas radiasi harus dilakukan secara berulang, baik beberapa kali atau dalam selang waktu cukup panjang, yang berarti akumulasi nilai dari pengulangan waktu beberapa detik. Nilai ukur sebenarnya diduga berada di dalam rentang nilai rata-rata ± nilai simpangannya. Ketidakpastian pengukuran (measurements uncertainty) sebenarnya tidak hanya berasal dari pengukuran saja melainkan berasal dari semua langkah analisis mulai dari preparasi sampel, faktor kesalahan alat, kesalahan personil, kesalahan metode, dan pengukurannya sendiri. Akan tetapi, dalam pembahasan ini hanya akan dipelajari ketidakpastian yang berasal dari proses pengukuran dan faktor yang berkaitan langsung dengan pengukuran.



METODE PERCOBAAN 1. Alat dan Bahan a. Sumber radiasi : Sr90 dan beta murni. b. Detektor Geiger Muller. c. Pembalik pulsa Geiger Muller (GM Pulse Inventer). d. Sumber daya tegangan tinggi-DC (HVDC). e. Pencacah (Counter). f. Pengala (Timer). g. Perisai radiasi (Aluminium). h. Mistar. i. Dudukan sumber.



6



2. Langkah Percobaan



Bagan 1.1. Skema alat percobaan 01-02 a. DPR 01 Menentukan Daerah/Panjang Plato 1) Susunan rangkaian sistem pencacah pulsa seperti Bagan 1.1. 2) Periksa sekali lagi hubungan tersebut dengan meminta bantuan asisten agar dapat diperiksa sebelum alat tersebut dioperasikan. 3) Set pengala untuk selang waktu 3 detik. 4) Letakkan sumber radioaktif Sr90 pada jarak ±2 cm dari detektor. 5) Naikan tegangan HV dengan interval 25 volt, hingga tercatat adanya daya pencacahan pulsa pada counter. Posisi ini disebut starting voltage. 6) Kemudian naikkan tegangan HV sampai sebelum discharge. Gejala ini akan tampak jika setiap perubahan tegangan sedikit saja akan tercatat pencacahan pulsa yang melonjak jumlahnya. 7) Tentukan starting voltage, tegangan threshold, tegangan breakdown, dan tegangan optimum detektor. 8) Set sumber tegangan tinggi (HVDC) sesuai perhitungan tegangan optimum yang telah didapat untuk digunakan pada sub-praktikum selanjutnya. Susun alat sesuai skema pada Bagan 1.1, tetapi tanpa medium.



Menentukan Waktu Pulih 1) Set sumber tegangan tinggi (HVDC) pada daerah operasi optimum tabung GM. 2) Set pengala untuk selang waktu 3 detik. 3) Letakkan sumber radioaktif pertama (Sr90) pada jarak ±2 cm dari detektor, lakukan pencacahan dan catat 𝑁1 sebagai jumlah cacah/detik dari sumber tersebut.



7



4) Berikutnya, lakukan pencacahan secara bersamaan sumber pertama (Sr90) dan sumber kedua (beta murni) yang sama aktivitasnya, sehingga diperoleh laju cacah kedua sumber 𝑁1,2 mendekati 2 kali 𝑁1 . 5) Selanjutnya, sumber pertama (Sr90) diambil, sehingga hanya dicatat 𝑁2 sebagai jumlah cacah/detik dari sumber kedua. 6) Akhirnya lakukan pengukuran cacah latar hingga diperoleh jumlah cacah/detik 𝑁0 . Intensitas vs. Jarak 1) Set sumber tegangan tinggi (HVDC) pada daerah operasi optimum tabung GM. 2) Set pengala untuk selang waktu 3 detik. 3) Letakan sumber Sr90 pada jarak 0 cm dari permukaan jendela detektor, lakukan pencacahan pulsa dari sumber tersebut dalam waktu 3 detik sebanyak tiga kali. 4) Lakukan pencacahan selanjutnya dengan menambah (memvariasikan) jarak antara sumber ke detektor sebesar 1 cm untuk jarak 0 cm – 5 cm dan 5 cm untuk jarak setelah 5 cm. 5) Lakukan pencacahan hingga jumlah cacah yang tercatat mendekati cacah background. 6) Lakukan pencacahan untuk mendapatkan cacah latar (background).



b. DPR 02 Jangkau dan Energi Maksimum Zarah Beta 1) Set sumber tegangan tinggi (HVDC) pada daerah operasi optimum tabung GM. 2) Set pengala untuk selang waktu 3 detik. 3) Letakan sumber radioaktif Sr90 pada jarak 0 cm di depan jendela detektor, lakukan pencacahan tanpa menggunakan bahan absorben. 4) Ambil bahan absorben aluminium yang tersedia, kemudian letakan bahan absorben sedekat mungkin dengan detektor agar tidak terdapat celah udara. 5) Lakukan pencacahan untuk setiap ketebalan bahan absorben (tambahkan satu demi satu keping absorben) sampai cacah yang tercatat mendekati cacah latar (background). 6) Lakukan pencacahan untuk mendapatkan cacah latar (background).



Pengukuran Distribusi Statistik/Cacah Statistik 1) Set sumber tegangan tinggi (HVDC) pada daerah operasi optimum GM. 2) Set pengala untuk selang waktu 3 detik. 8



3) Letakan sumber Sr90 pada jarak ±2 cm dari detektor, lakukan pengukuran pencacahan sebanyak 300 kali. 4) Lakukan pencacahan untuk mendapatkan cacah latar (background).



ANALISIS DATA 1. Penetuan plateau dan HV Optimum GM 1) Gambarkan kurva plateau dengan laju cacah (cps) sebagai fungsi tegangan (volt). 2) Hitung lebar plateau, starting voltage, hitung tegangan operasi, dan kemiringannya (slope) per 100 volt. 3) Nyatakan kondisi atau kualitas detektor GM yang digunakan berdasarkan lebar plateau dan kemiringan yang diperoleh. 2. Menentukan Resolving Time 1) Hitung koreksi resolving time dengan menggunakan persamaan (1.2). 2) Hitung laju cacah yang sebenarnya (true counting data) pada cacah-cacah yang dihasilkan dengan persamaan (1.3). 3. Pengaruh Jarak Terhadap Intensitas 1) Hasil pengukuran tersebut dianalisis dengan menggunakan persamaan (1.5). 2) Cari harga k dari hasil yang telah didapat. 3) Hitung I pada setiap nilai r. 4) Gambarkan grafik √𝐼 sebagai fungsi r. 5) Gambarkan grafik √𝐼 sebagai fungsi 𝑟 −1. 4. Jangkau Energi Maksimum Zarah Beta 𝑁



1) Hitung harga ln (𝑁0 ) untuk setiap ketebalan bahan absorben. 𝑁0 merupakan laju cacah 𝑥



pada jarak 0 cm dari detektor. 𝑁



2) Gambarkan grafik ln (𝑁0 ) sebagai fungsi ketebalan bahan absorben. 𝑥



3) Dari grafik, dibuat trendline linear, set intercept = 0, lalu munculkan persamaan regresinya. Kemudian didapatkan persamaan dengan bentuk 𝑦 = 𝑚𝑥, dengan m adalah koefisien atenuasi linear (𝜇). 4) Hitung harga koefisien atenuasi massa (𝜇). 5) Hitung 𝐸𝑚𝑎𝑥 dengan persamaan di bawah ini untuk mendapatkan harga 𝐸𝑚𝑎𝑥 praktikum.



9



𝐸𝑚𝑎𝑥 = (



1,7 1/1,14 ) 𝜇̅



(1.8)



Dengan 𝐸𝑚𝑎𝑥



= energi beta maksimum (MeV)



𝜇̅



= koefisien atenuasi massa (m2/kg)



6) Lalu, hitung nilai R (jangkau beta maksimum) dengan persamaan (1.6) (didapatkan R praktikum). 7) Cari tahu 𝐸𝑚𝑎𝑥 teoritis untuk partikel beta Sr90, lalu interpolasi nilai tersebut pada tabel pada modul praktikum untuk mendapatkan R teoritis. 8) Bandingkan nilai R praktikum dan nilai R teoritis, cari nilai error dan jelaskan fenomena yang terjadi. 5. Distribusi Statistik Pencacahan 1) Urutkan data laju cacah dari nilai terkecil ke nilai terbesar. 2) Tentukan jumlah kelas dengan persamaan berikut. 𝑘 = 1 + 3,3 log (𝑛)



(1.9)



Dengan k = jumlah kelas n = jumlah data 3) Tentukan lebar kelas dengan persamaan berikut. 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 = (𝑥𝑚𝑎𝑥 − 𝑥𝑚𝑖𝑛 )/𝑘



(1.10)



Dengan 𝑥𝑚𝑎𝑥 = data terbesar 𝑥𝑚𝑖𝑛 = data terkecil 4) Tentukan rentang pada setiap kelas, gunakan nilai tepi bawah dan tepi atas. 5) Tentukan banyak data pada setiap kelas (frekuensi). 6) Hitung nilai rerata (𝜇) dan standar deviasi (𝜎). 7) Buatlah histogram menggunakan data yang telah diperoleh, kemudian tambahkan garis kurva yang menghubungkan nilai tengah setiap kelas. 8) Hitung nilai a menggunakan persamaan di bawah (tingkat kepercayaan 90%), kemudian lakukan analisis kualitas sistem pengukuran dengan melihat apakah nilai a berada pada pada kelas puncak atau tidak. 𝑍𝑥 = Dengan 10



𝑎 − 𝜇𝑥 𝜎𝑥 /√𝑛



(1.11)



Tingkat kepercayaan yang dipilih adalah 90%, maka 𝑍𝑥 = ⋯ 𝜇𝑥 = rerata 𝜎𝑥 = standar deviasi 𝑛 = jumlah data Tabel 1.1 Jangkau Maksimum Partikel Beta Jangkau/Range



Partikel Beta 𝑬𝒎𝒂𝒙



Aluminium



Udara



Air atau jaringan



MeV



mm



mg/cm2



cm



mm



0,01



0,0006



0,16



0,13



0,002



0,05



0,0144



3,9



2,91



0,046



0,07



0,0263



7,1



5,29



0,083



0,1



0,5



14



10,1



0,158



0,3



0,281



76



56,7



0,889



0,5



0,593



160



119



1,87



0,7



0,926



250



186



2,92



1,0



1,52



410



306



4,80



1,5



2,47



670



494



7,80



1,75



3,01



800



610



9,50



2,0



3,51



950



710



11,10



2,5



4,52



1220



910



14,30



11



SOAL-SOAL PENGAYAAN 1. Jelaskan efek aktivitas sumber terhadap nilai dead time detektor GM! 2. Hitunglah laju dosis radiasi beta yang dipancarkan oleh Sr90 (yang digunakan untuk praktikum) di udara pada jarak 30 cm dari sumber radiasi! Gunakan persamaan berikut. 𝐷 = 7,53 × 10−8



𝐴 𝑑2



(1.12)



Dengan 𝐷 = Laju dosis (Gy/jam). 𝐴 = Aktivitas sumber radiasi (Bq). 𝑑 = Jarak ke sumber radiasi (cm). 3. Bandingkan laju dosis yang telah diperoleh pada soal 2 dengan NBD (Nilai Batas Dosis), simpulkan apakah sumber Sr90 yang digunakan untuk praktikum aman digunakan atau tidak.



DAFTAR PUSTAKA Figliola, R. S. & Beasley, D. E., 2011. Theory and Design for Mechanical Measurements. New York: John Wiley & Sons, Inc.. NDT Resource Center, t.thn. Survey Meters. [Online] Available at: https://www.ndeed.org/EducationResources/CommunityCollege/RadiationSafety/radiation_safety_equipment/ SurveyMeters.htm. Sayono, 1991. Pembuatan detektor Geiger-Mueller Tipe Jendela Samping Dengan Gas Isian Neon Dan Brom. Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. 4th ed. New York: CRC Press.



12



LAPORAN SEMENTARA DPR 01 Penentuan Plateau dan HV Optimum WAKTU CACAH



NO



HV (VOLT)



DETIK



CACAH



HV TRESHOLD (V)



1



HV BREAKDOWN (V)



2



HV OPTIMUM (V)



3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25



13



Penentuan Resolving Time WAKTU CACAH



DETIK CACAH



N1



CACAH BACKGROUND



N1,2 N2



Pengaruh Jarak Terhadap Intensitas WAKTU CACAH NO



DETIK



JARAK (cm)



CACAH



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 CACAH BACKGROUND



14



DPR 02 Jangkau Zarah Beta WAKTU CACAH



DETIK



TEBAL NO



PERISAI



TEBAL CACAH



NO



PERISAI



(cm)



(cm)



1



11



2



12



3



13



4



14



5



15



6



16



7



17



8



18



9



19



10



20



CACAH BACKGROUND



Distribusi Cacah Statistik WAKTU CACAH



DETIK



CACAH



15



CACAH



CACAH



KELOMPOK



NAMA



NIM



PRAKTIKAN



16



TANGGAL



PARAF



PRAKTIKUM



ASISTEN



2. PERCOBAAN 03-04 SPEKTROSKOPI FOTON GAMMA MENGGUNAKAN DETEKTOR NaI(Tl)



TUJUAN 1. Menentukan tegangan operasi (HV) optimum dalam pencacahan 2. Membuat dan menggunakan grafik kalibrasi 3. Menentukan koefisien atenuasi linier 4. Menentukan aktivitas sumber X



DASAR TEORI Foton gamma adalah jenis radiasi nuklir yang tidak memiliki massa dan tidak bermuatan. Secara umum radionuklida yang memancarkan radiasi gamma juga memancarkan radiasi beta karena pancaran radiasi gamma adalah hasil peluruhan inti metastabil yang sebelumnya telah meluruh memancarkan beta. Namun dalam percobaan ini, pengaruh beta diabaikan karena telah diserap oleh lingkungan maupun adsorben yang terpasang pada permukaan detektor NaI(Tl), sehingga semua data yang didapat benar-benar berasal dari pancaran foton gamma. Detektor NaI(Tl) adalah jenis detektor sintilasi dengan bahan sintilator berupa kristal NaI yang diberi pengotor talium (Tl). Proses sintilasi adalah kejadian di mana dipancarkan cahaya tampak ketika terdapat radiasi yang melewati suatu materi. Intensitas dari foton cahaya tampak yang terbentuk sebanding dengan energi radiasi yang mengenai sintilator. Cahaya tampak yang terbentuk pada sintilator akan diteruskan ke photomultiplier tube (PMT). Pada PMT terdapat photocatode yang akan mengubah foton cahaya tampak menjadi elektron. Elektron ini akan ditarik ke elektroda-elektroda yang ada di dalam PMT yang disebut dinoda. Deretan dinoda dalam PMT diberi tegangan yang nilainya bertambah seiring ke belakang sehingga elektron akan terus tertarik ke dinoda selanjutnya. Elektron yang menabrak dinoda akan menghasilkan lebih banyak elektron. Keluaran dari PMT adalah kumpulan elektron yang akan ditangkap oleh anoda dan menghasilkan pulsa tegangan. Tinggi pulsa tegangan ini ditentukan oleh banyaknya elektron yang terkumpul di mana banyaknya elektron yang terkumpul ditentukan oleh banyak cahaya yang dihasilkan sintilator. Hal inilah yang menyebabkan detektor sintilator mampu membedakan energi radiasi (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015).



17



Bagan 2.1. Skema penampang detektor sintilasi (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) Dalam percobaan ini akan dipelajari pengaruh perubahan HV terhadap sistem spektroskopi. Perubahan nilai HV akan mempengaruhi nilai tegangan pada dinoda sehingga mempengaruhi multiplikasi dari elektron pada PMT. Semakin tinggi HV, kerja detektor sintilasi semakin baik hingga pada HV tertentu, kemudian kenaikan HV tidak lagi meningkatkan unjuk kerja sistem spektroskopi. Unjuk kerja sistem spektroskopi diketahui dengan cara menghitung resolusi sistem yang dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini: 𝑅(%) =



Δ𝐸 × 100% 𝐸



(2.1)



dengan 𝑅 adalah resolusi sistem spektroskopi Δ𝐸 adalah lebar puncak pada separuh tinggi maksimum (FWHM) 𝐸 adalah nomor kanal puncak spektrum Hal pokok yang harus diketahui dari unsur-unsur radioaktif adalah jenis radiasi, energi dan aktivitasnya. Setiap unsur radioaktif memiliki spektrum energi yang spesifik. Sehingga apabila bentuk dan puncak spektrum energinya telah diketahui maka jenis nuklida X dapat ditentukan tersebut dengan melihat daftar atau tabel radionuklida. Pada grafik spektrum energi suatu sumber radionuklida, dapat diketahui jumlah cacah untuk setiap nomor kanal. Energi dari sumber radionuklida yang dicacah dapat diketahui dengan mencari nomor kanal dengan jumlah laju cacah paling tinggi. Namun dari informasi nomor kanal dengan laju cacah paling tinggi belum diketahui nilai energi dari radiasi, karena itu perlu dilakukan kalibrasi untuk menentukan hubungan antara nomor kanal dengan energi radiasi. Kalibrasi pada sistem spektroskopi dilakukan dengan mencari spektrum dari dua sumber standar, yaitu Co60 – yang memiliki dua energi radiasi yaitu 1,17 MeV dan 1,33 MeV – dan Cs137 dengan energi radiasi 0,662 MeV. Dari hasil pencacahan akan didapatkan nomor 18



kanal puncak untuk masing-masing energi. Ketiga korelasi nomor kanal dengan energi dibuat grafik dengan nomor kanal sebagai absis dan energi sebagai ordinat sehingga akan diperoleh grafik seperti pada Grafik 2.1. Tabel 2.1. Contoh hubungan energi dengan nomor kanal E (MeV)



Nomor Kanal



0,662



A



1,17



B



1,33



C



Y



X



Grafik 2.1. Grafik kalibrasi energi gamma (EG&G ORTEC, 1987) Dari grafik kalibrasi energi dapat ditentukan persamaan antara energi dengan nomor kanal atau dapat dilakukan regresi linier untuk menentukan persamaan regresi dari ketiga korelasi dari sumber standar sehingga didapatkan persamaan kalibrasi dalam bentuk: 𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐



(2.2)



dengan 𝑦 adalah energi dan 𝑥 adalah nomor kanal. Dari persamaan ini dapat dicari tahu energi dari sumber X yang belum diketahui energinya dengan memasukkan nilai nomor kanal puncak pada spektrum sumber X pada persamaan kalibrasi. Aktivitas sumber radioaktif adalah laju peluruhan dari sumber tiap satuan waktu. Dalam percobaan ini, akan ditentukan aktivitas radioaktif dari sumber radionuklida menggunakan dua metode, yaitu 1. Metode relatif 2. Metode absolut 19



Penentuan aktivitas dengan metode relatif dilakukan dengan membandingkan cacah radiasi foton gamma dari sebuah sumber X yang ingin diketahui nilai aktivitasnya dengan cacah sumber standar. Nilai aktivitas sumber X dapat dicari dari hubungan: 𝛴𝑋 − 𝛴𝐵𝑔 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑋 = 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝛴𝑆𝑡𝑑 − 𝛴𝐵𝑔



(2.3)



dengan 𝛴𝑋 adalah laju cacah sumber X Σ𝐵𝑔 adalah laju cacah latar Σ𝑠𝑡𝑑 adalah laju cacah sumber standar Pengukuran aktivitas dengan metode absolut dilakukan dengan hanya melihat hasil pencacahan sumber X. Laju cacah sumber X harus dikoreksi dengan beberapa faktor yang dapat dirumuskan sebagai: 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑋 =



𝛴𝑋 − 𝛴𝐵𝑔 1 𝑡 𝐺𝜎𝐹



(2..4)



dengan 𝑡 adalah waktu pencacahan 𝐺 adalah faktor geometri 𝐹 adalah fraksi peluruhan nuklida Nilai efisiensi intrinsik detektor NaI(Tl) dapat ditentukan dengan persamaan (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015): 𝜎 = 1 − 𝑒𝑥𝑝[𝜇(𝐸)𝐿]



(2..5)



dengan 𝜇(𝐸) adalah nilai koefisien atenuasi total untuk material NaI untuk foton dengan energi sebesar 𝐸. Nilai 𝜇(𝐸) dapat dilihat pada Grafik 2.2 𝐿 adalah panjang bahan aktif detektor



20



Grafik 2.2. Grafik koefisien atenuasi material NaI (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) Nilai faktor geometri dapat ditentukan dengan persamaan 𝜋𝑟 2 𝐺= 4𝜋𝑠 2



(2.6)



dengan 𝑟 adalah jari-jari detektor 𝑠 adalah jarak sumber ke detektor Dalam penentuan aktivitas absolut, perlu diperhatikan skema peluruhan dari sumber radioaktif. Hal ini penting untuk sumber radionuklida yang memancarkan lebih dari satu energi radiasi. Misalnya Co60 yang memiliki 2 energi gamma seperti pada Bagan 2.2, kedua foton dengan energi 1,17 MeV dan 1,33 MeV dihasilkan dari satu kali peluruhan. Apabila didapatkan aktivitas Co60 dari puncak energi 1,17 MeV dan 1,33 MeV secara berurutan adalah 100 dps (disintegrasi per sekon) dan 102 dps, dengan penyederhanaan sehingga nilai 𝐹 (fraksi



21



peluruhan) dibulatkan menjadi 100%, nilai aktivitas Co60 adalah 101 dps di mana nilai tersebut adalah rata-rata dari aktivitas Co60 untuk setiap puncak.



Bagan 2.2. Skema peluruhan Co60 (EG&G ORTEC, 1987) Foton gamma memiliki probabilitas untuk berinteraksi dengan materi yang dilaluinya. Terdapat banyak interaksi antara foton gamma dengan materi, namun tiga interaksi yang paling sering dijumpai adalah efek fotolistrik, hamburan Compton, dan produksi pasangan. Ketiga interaksi tersebut akan menyebabkan penurunan atau pelemahan intensitas foton gamma. Pelemahan intensitas foton sebagai fungsi jarak dapat dirumuskan sebagai 𝐼 = 𝐼0 exp(−𝜇𝑥)



(2.7)



dengan 𝐼 adalah intensitas radiasi gamma setelah melewati medium 𝐼0 adalah intensitas radiasi gamma sebelum melewati medium 𝜇 adalah koefisien atenuasi linier medium 𝑥 adalah tebal medium yang dilewati radiasi Koefisien atenuasi linier adalah konstanta yang menunjukkan pelemahan intensitas radiasi tiap satuan panjang. Nilai koefisien atenuasi dipengaruhi oleh nomor atom materi (𝑍), densitas materi (𝜌), dan energi dari radiasi yang melaluinya (𝐸). Materi yang memiliki nomor atom dan densitas yang besar akan memiliki nilai koefisien atenuasi yang besar juga. Koefisien atenuasi juga dapat dinyatakan dalam half value layer (HVL) yang menunjukkan nilai ketebalan suatu materi yang menyebabkan intensitas radiasi foton gamma yang melaluinya akan mengalami pelemahan menjadi setengah dari intensitas awal.



22



METODE PERCOBAAN 1. Alat dan Bahan a. NaI(Tl) Crystal Phototube Assembly and Photomultiplier Tube Base b. HVDC power supply (tegangan maksimum 1500V) c. Scintillation Preamplifier (pre-amp) d. Penguat (amplifier) e. Single Channel Analyzer (SCA) f. Sumber radiasi Co60 g. Sumber radiasi Cs137 h. Sumber X i. Lempeng perisai timbal 5 mm j. Lempeng perisai aluminium 5 mm k. Kabel konektor l. Mistar m. Jangka sorong 2. Langkah Percobaan Pengala



Sumber radiasi Scintillator



PMT



Pre-amp



Penguat



Single Channel Analyzer



Pencacah



Bagan 2.3. Skema alat percobaan 03-04 a. DPR 03 Instruksi Umum Penggunaan Detektor NaI(Tl) 1) Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 2.3 . Tunjukkan pada asisten sebelum mulai mengoperasikan. 2) Pastikan HV bernilai 0 V. 3) Nyalakan rangkaian sistem spektroskopi dengan detektor NaI(Tl). 4) Naikkan HV pada nilai yang dikehendaki. 5) Pada pencacah, set waktu pencacahan dengan waktu yang dikehendaki. 6) Pada SCA, set nomor kanal dengan kanal yang ingin dicacah. 7) Untuk memulai pencacahan, tekan ‘start’ pada pencacah.



23



8) Untuk menghapus nilai cacah pada tampilan pencacah (mengembalikan ke nilai 0), tekan ‘reset’.



Pengaruh HV Terhadap Resolusi dan Pergeseran Puncak 1) Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 2.3. 2) Set waktu pencacahan 2 detik. 3) Set tegangan (HV) dengan besar 700 volt. 4) Letakkan sumber radiasi Cs137 sekitar 0 cm dari detektor. 5) Lakukan pencacahan dan catat nilai laju cacah pada setiap perubahan nomor kanal (U) mulai dari yang terkecil sampai terbesar, sampai telah mendapatkan puncak spektrum dan nilai laju cacahnya sudah kurang dari setengah laju cacah puncaknya. 6) Gambarlah spektrum yang didapat dan tentukan resolusinya dengan persamaan (2.1). 7) Ulangi langkah 3-6 dengan besar HV 750 dan 800 volt. 8) Bandingkan resolusi yang dihasilkan dari variasi HV. Berikan analisis. 9) HV terbaik akan digunakan pada percobaan berikutnya.



Kalibrasi Energi Foton Gamma 1) Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 2.3. 2) Set waktu pencacahan 2 detik. 3) Set pada HV optimum yang didapatkan pada percobaan sebelumnya. 4) Letakkan sumber Co60 dengan jarak 0 cm dari detektor. 5) Lakukan pencacahan pada setiap perubahan nomor kanal (U) mulai dari yang terkecil sampai terbesar, sehingga didapatkan dua puncak spektrum. 6) Catat nomor kanal puncaknya di mana puncak pertama memiliki energi 1,17 MeV dan puncak kedua 1,33 MeV. Selain itu, lakukan hal yang sama untuk sumber Cs137dengan mencatat nomor kanal puncak dan energinya.



Mencari Energi Sumber X 1) Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 2.3. 2) Set waktu pencacahan 2 detik. 3) Letakkan sumber X dengan jarak 0 cm dari jendela detektor. 4) Lakukan pencacahan dan catat nilai laju cacah pada setiap perubahan nomor kanal (U) mulai dari yang terkecil sampai didapat dua kanal puncak. 24



b. DPR 04 Penentuan Aktivitas Gamma dengan Metode Relatif 1) Susunan peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 2.3. 2) Letakkan sumber X dengan jarak 0 cm dari jendela detektor. 3) Lakukan pencacahan selama 8 detik di rentang kanal puncak (dari lembah spektrum, melewati puncak, lalu sampai di lembah selanjutnya) untuk setiap puncak spektrum sumber X. Dalam melakukan pengukuran cacah untuk penentuan aktivitas, hasil cacah bersifat kumulatif untuk setiap bukit puncak, sehingga tidak dilakukan reset pada pencacah untuk menghitung cacah satu bukit. Nomor kanal lembah dapat dilihat pada data percobaan Mencari Energi Sumber X. 4) Ganti sumber radiasinya dengan Cs137 standar dan ulangi langkah 3.



Penentuan Aktivitas Gamma dengan Metode Absolut 1) Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 2.3. 2) Lakukan langkah 2-4 seperti pada percobaan Penentuan Aktivitas Gamma dengan Metode Relatif. 3) Tentukan karakteristik dari jendela detektor dan sumber menggunakan mistar dan jangka sorong.



Penentuan Koefisien Serapan Gamma 1) Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 2.3. 2) Letakkan sumber Cs137 pada jarak 0 cm dari detektor. 3) Set kanal SCA pada nomor kanal puncak untuk Cs137 . 4) Cacah dengan lama pencacahan 4 detik dan catat laju cacah yang didapat, lakukan sebanyak tiga kali. 5) Ukur ketebalan perisai menggunakan jangka sorong. 6) Letakkan perisai Timbal (Pb) di antara sumber dengan jendela detektor dan cacah sebanyak tiga kali. 7) Ulangi langkah 5-6 sampai ketebalan perisai 25 mm. 8) Ganti perisai dengan bahan aluminium . 9) Ulangi langkah 5-6 sampai ketebalan perisai 25 mm.



25



ANALISIS DATA 1. Pengaruh HV Terhadap Resolusi Detektor 1) Buat grafik spektrum Cs137 (nomor kanal untuk absis dan laju cacah untuk ordinat) pada setiap variasi HV. Jelaskan fenomena yang tampak pada grafik spektrum. 2) Dari spektrum tersebut, tentukan nomor kanal puncak, FWHM, dan hitung resolusi dari masing-masing HV menggunakan persamaan (2.1). 3) Untuk menentukan FWHM tentukan puncak spektrum dan lembah pada nomor kanal sebelum puncak dan setelah puncak. Lembah adalah nomor kanal dengan cacah paling rendah sebelum nilai cacah naik kembali pada spektrum. 4) Tentukan nilai tengah antara laju cacah pada nomor kanal puncak dan laju cacah pada salah satu lembah. 5) Pilih nomor kanal puncak dengan lembah yang memiliki laju cacah hampir sama dengan nilai yang didapat pada langkah 4). Lakukan pada lembah sebelum dan setelah puncak. 6) Nilai FWHM adalah selisih nomor kanal antara kedua tengah lembah. 7) Buat grafik hubungan antara HV dengan resolusi. Kemudian tentukan HV optimum dari grafik dan nilai resolusi yang telah didapat sebelumnya. 8) Pada pembahasan, jelaskan pengaruh perubahan HV terhadap nomor kanal puncak! 2. Kalibrasi Energi Gamma 1) Buat grafik spektrum energi untuk Cs137 dan sumber X 2) Berdasarkan spektrum-spektrum tersebut, tentukan nomor kanal puncak masing-masing sumber dan isikan pada tabel Tabel 2.2. Tabel kalibrasi energi Sumber Cs137 Co60



Energi Puncak (keV)



Nomor Kanal



662 1170 1330



Sumber X 3) Buat grafik kalibrasi antara nomor kanal terhadap energi dengan data dari Tabel 2.2. 4) Tentukan persamaan regresi dari grafik kalibrasi. Digunakan regresi linier untuk mendapatkan persamaan dalam bentuk persamaan (2.2).



26



3. Menentukan Sumber X 1) Menggunakan persamaan kalibrasi, tentukan energi radiasi sumber X dari nomor kanal puncak spektrum sumber X. 2) Berdasarkan energi sumber X, tentukan sumber X menggunakan tabel radioisotop. 3) Jelaskan alasan pemilihan jenis sumber X berdasarkan energi radiasi yang didapatkan! 4. Penentuan Aktivitas Sumber X 1) Berdasarkan data-data untuk menentukan aktivitas sumber X, untuk menentukan aktivitas relatif sumber X, gunakan persamaan (2.3). 2) Untuk menentukan aktivitas sumber X menggunakan metode absolut, gunakan persamaan (2.4). 3) Nilai 𝐹 (fraksi peluruhan) dapat dilihat di tabel pada berbagai literatur. 4) Nilai 𝜎 (efisiensi intrinsik detektor) dapat ditentukan dengan persamaan (2.5). 5) Dalam penentuan aktivitas sumber X, terdapat dua puncak energi di mana perlu diperhatikan penentuan aktivitas harus mempertimbangkan skema peluruhan dari sumber 6) Bandingkan kedua hasil aktivitas yang diperoleh dengan aktivitas yang didapatkan dari persamaan peluruhan 7) Pada pembahasan, tentukan ralat antara hasil percobaan terhadap aktivitas referensi dan buat analisis terhadap hasil tersebut. 5. Penentuan Koefisien Atenuasi Linier 1) Untuk masing-masing jenis perisai, buat grafik perbandingan antara laju cacah rerata terhadap tebal dalam skala linier dan logaritmik menggunakan aplikasi pengolahan data seperti Microsoft Excel, SPSS, dan sebagainya. 2) Untuk membuat grafik dalam skala logaritmik, dapat diturunkan dari persamaan (2.7) menjadi: 𝐼0 ln ( ) = 𝜇𝑥 𝐼



(2.8)



dengan 𝐼0 adalah laju cacah ketika tidak ada perisai (tebal perisai 0 cm) 𝐼 adalah laju cacah setelah melewati perisai dengan tebal 𝑥 𝑥 adalah tebal perisai Bentuk persamaan (2.8) adalah bentuk persamaan linier melewati koordinat (0,0), yang analog dengan persamaan: 27



𝑦 = 𝑚𝑥



(2.9)



𝐼 dengan 𝑦 adalah ln ( 0⁄𝐼 ) dan 𝑚 (gradien garis) adalah 𝜇 (koefisien atenuasi linier). 3) Dari grafik dalam skala logaritmik, tentukan persamaan regresi dan didapatkan nilai koefisien atenuasi linier yang tidak lain adalah gradien dari kurva kalibrasi. Lakukan untuk semua jenis perisai. 4) Bandingkan nilai koefisien atenuasi yang didapatkan dari analisis hasil dengan nilai koefisien dari referensi. 5) Berikan analisis terhadap nilai koefisien atenuasi kedua jenis perisai dan ralat terhadap nilai referensi.



SOAL-SOAL PENGAYAAN 1. Sintilasi adalah proses dipancarkan percikan cahaya ketika radiasi menembus sebuah materi. Jelaskan bagaimana proses ini dapat terjadi! 2. Jelaskan bagaimana cara kerja SCA (Single Channel Analyzer) dalam membedakan energi dari setiap pulsa yang masuk! 3. Ketika HV dinaikkan, akan terjadi pergeseran puncak spektrum ke arah yang lebih tinggi, selain itu tinggi spektrum juga akan berkurang. Jelaskan kenapa hal ini terjadi! 4. Ketika melakukan spektroskopi sumber dari kanal 0, akan didapati adanya laju cacah yang cukup tinggi dan bersifat fluktuatif pada kanal awal. Jelaskan apa yang menyebabkan hal ini! DAFTAR PUSTAKA EG&G ORTEC, 1987. AN34 Experiments in Nuclear Science Laboratory Manual. Oak Ridge: EG&G ORTEC. Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. New York: CRC Press.



28



LAPORAN SEMENTARA DPR 03 - Pengaruh HV terhadap Resolusi Detektor SUMBER RADIASI



HV (VOLT) NO.



NO. KANAL



CACAH



NO.



NO. KANAL



WAKTU CACAH (S) CACAH



NO.



1



11



21



2



12



22



3



13



23



4



14



24



5



15



25



6



16



26



7



17



27



8



18



28



9



19



29



10



20



30



HV (VOLT) NO.



NO. KANAL



CACAH



SUMBER RADIASI NO. NO. KANAL



CACAH



WAKTU CACAH (S) NO. NO. KANAL



1



11



21



2



12



22



3



13



23



4



14



24



5



15



25



6



16



26



7



17



27



8



18



28



9



19



29



10



20



30



29



NO. KANAL



CACAH



CACAH



SUMBER RADIASI



HV (VOLT) NO.



NO. KANAL (E)



CACAH



NO.



NO. KANAL (E)



WAKTU CACAH (S) CACAH



NO.



1



16



31



2



17



32



3



18



33



4



19



34



5



20



35



6



21



36



7



22



37



8



23



38



9



24



39



10



25



40



11



26



41



12



27



42



13



28



43



14



29



44



15



30



45



Penentuan Resolusi Detektor NO.



HV



E (PUNCAK)



1 2 3 4



30



∆E



%R



NO. KANAL (E)



CACAH



DPR 03 - Kalibrasi Energi Foton Gamma HV (VOLT) NO.



NO. KANAL



CACAH



SUMBER RADIASI NO. NO. KANAL



CACAH



WAKTU CACAH (S) NO. NO. KANAL



1



21



41



2



22



42



3



23



43



4



24



44



5



25



45



6



26



46



7



27



47



8



28



48



9



29



49



10



30



50



11



31



51



12



32



52



13



33



53



14



34



54



15



35



55



16



36



56



17



37



57



18



38



58



19



39



59



20



40



60



NO.



SUMBER RADIASI



ENERGI



1 2 3



31



NO. KANAL PUNCAK



CACAH



DPR 03 - Mencari Energi Sumber X HV (VOLT) NO.



NO. KANAL



CACAH



SUMBER RADIASI NO. NO. KANAL



CACAH



WAKTU CACAH (S) NO. NO. KANAL



1



16



31



2



17



32



3



18



33



4



19



34



5



20



35



6



21



36



7



22



37



8



23



38



9



24



39



10



25



40



11



26



41



12



27



42



13



28



43



14



29



44



15



30



45



NO.



NO. KANAL PUNCAK



ENERGI



CACAH



SUMBER RADIASI



1 2 DPR 04 - Penentuan Aktivitas Gamma Dengan Metode Relatif dan Absolut WAKTU PENCACAHAN



SEKON



Cs137 RENTANG LEMBAH



CACAH BACKGROUND



HV (VOLT)



SUMBER X CACAH RADIASI



RENTANG LEMBAH



32



CACAH BACKGROUND



CACAH RADIASI



KARAKTERISTIK DETEKTOR DAN PENGUKURAN 𝜎 (efisiensi puncak) F (fraksi peluruhan nuklida) s (jarak sumber ke detektor) r (radius detektor) ℓ(panjang detektor) DPR 04 - Koefisien Serapan Gamma BACKGROUND TIMBAL



WAKTU CACAH (S)



WAKTU CACAH (S)



TEBAL (cm)



CACAH



ALUMINIUM



WAKTU CACAH (S)



TEBAL (cm)



CACAH



NO. 1 2 3 4 5 6



NO. 1 2 3 4 5 6 KELOMPOK



NAMA PRAKTIKAN



NIM



33



TANGGAL PRAKTIKUM



PARAF ASISTEN



3. PERCOBAAN 05-06 DETEKSI DENGAN METODE KOINSIDEN



TUJUAN 1. Mengetahui skema peluruhan sumber radioaktif yang koinsiden 2. Mengenal perangkat untuk penelitian koinsiden 3. Menentukan resolving time coincidence 4. Menerapkan metode koinsiden untuk menentukan aktivitas sumber radiasi 5. Mengukur cacah koinsiden dari sumber radiasi Co60 6. Membandingkan harga cacah koinsiden dengan grafik korelasi sudut teoritis 7. Menentukan harga koefisien korelasi sudut dari grafik fungsi korelasi



DASAR TEORI Arti kata koinsiden adalah bersamaan atau serentak. Metode pencacahan koinsiden merupakan metode untuk mendeteksi dan mengidentifikasi fenomena pancaran radiasi yang terpancar hampir/ secara bersamaan. Peristiwa koinsiden dari radiasi yang dipancarkan oleh suatu sumber dapat berupa koinsiden raidiasi (α-γ), koinsiden radiasi (β-γ), dan koinsiden radiasi (γ-γ). Salah satu sumber radiasi yang memancarkan radiasi secara koinsiden adalah Co60, yang mempunyai skema peluruhan seperti Bagan 3.1.



Bagan 3.1. Skema peluruhan Co60 (EG&G ORTEC, 1987) Dari skema peluruhan diatas, selang waktu antara pemancaran sinar γ1 dan sinar γ2 tersebut berkisar antara 10-3 sampai 10-21 detik. Pada rangkaian analog, orde sebesar ini dapat 34



dikatakan bersamaan atau serentak sehingga radiasi yang tercacah lebih sedikit dari yang sebenarnya. Misalkan sinar γ1 dan sinar γ2 dari Co60 terpancar hampir bersamaan, maka rangkaian detektor akan mencacah radiasi sebanyak satu. Unit koinsiden merupakan piranti dengan dua masukan atau lebih dan mempunyai sebuah keluaran yang berupa pulsa koinsiden. Contoh pulsa keluaran dari unit koinsidens sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.1.



Gambar 3.1. Keluaran dari unit koinsiden (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) Unit koinsiden bekerja dengan cara menambahkan kedua pulsa yang datang. Pada unit koinsiden terdapat diskriminator. Ketika dua pulsa datang bersamaan, maka jumlahan kedua pulsa tersebut akan melewati diskriminator yang terdapat pada unit koinsiden dan pulsa tersebut dianggap koinsiden. Jika kedua pulsa tidak datang bersamaan, maka pulsa tidak akan dijumlahkan dan pulsa tidak akan cukup tinggi untuk melewati diskriminator sehingga kedua pulsa tersebut tidak dianggap koinsiden. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 3.2.



Gambar 3.2. Prinsip kerja unit koinsiden (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) 35



Dua buah pulsa yang datang dengan selang waktu tertentu bisa dianggap koinsiden. Jika dua pulsa yang masuk pada unit koinsiden memiliki perbedaan waktu kurang dari resolving time coincidence-nya maka kedua pulsa tersebut dianggap koinsiden oleh unit koinsiden. Resolving time coincidence adalah selang waktu ketika dua pulsa dianggap datang bersamaan. Resolving time coincidence dapat diukur dengan melakukan pencatatan kurva penundaan koinsiden seperti Grafik 3.1.



Grafik 3.1. Kurva penundaan koinsiden (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) Dalam penerapannya, penggunaan metode ini harus menggunakan sumber yang memiliki pulsa dengan pancaran yang konsisten. Dalam praktikum kali ini digunakan pulser. Setelah dilakukan pencacahan koinsiden pulser pada variasi delay time TSCA (Timing Single Channel Analyzer) didapatkan rentang resolving time coincidence dari sistem deteksi. Delay time adalah waktu tunda yang nilainya diatur pada TSCA. Masing-masing piranti detektor memiliki noise yang berbeda baik itu karena perbedaan panjang kabel atau noise dari alat itu sendiri. Karena itu pulsa yang berasal dari pulser harus dikalibrasi agar kedua pulsa dari pulser berada pada posisi koinsiden. Kalibrasi dilakukan dengan men-delay salah satu pulsa pada TSCA. Delay time optimum adalah delay time pada TSCA yang diatur agar kedua pulsa yang dihasilkan pulser berada pada posisi koinsiden sejati. Nilai delay time optimum berada tepat di tengah rentang nilai resolving time coincidence. Pengukuran aktivitas sumber radiasi dengan metode koinsiden hanya dapat dilakukan terhadap sumber yang memancarkan dua atau lebih radiasi koinsiden yang dideteksi secara terpisah. Partikel-partikel β hasil peluruhan Co60 akan terserap hampir semuanya oleh aluminium penutup Kristal NaI (Tl). Selisih umur sinar γ1 dan sinar γ2 yang dipancarkan oleh Co60 adalah 7x10-13 detik. Selisih umur ini kecil sekali jika dibandingkan dengan resolving time 36



coincidence dari unit koinsiden yaitu 10-9 detik. Sehingga dapat dikatakan bahwa sinar-sinar γ yang dipancarkan oleh Co60 adalah koinsiden. Pengukuran aktivitas mutlak dari suatu sumber radiasi koinsiden dapat dilakukan dengan melakukan pencacahan koinsiden menggunakan dua sistem detektor. Masing-masing sistem mempunyai nilai cacah (EG&G ORTEC, 1987). 𝑁1 = 𝐸1 . 𝑁𝑠 untuk sistem 1



(3.1)



𝑁2 = 𝐸2 . 𝑁𝑠 untuk sistem 2



(3.2)



dengan 𝑁1 adalah laju cacah pada sistem deteksi 1 dengan efisiensi 𝐸1 𝑁2 adalah laju cacah pada sistem deteksi 2 dengan efisiensi 𝐸1 𝑁𝑠 adalah aktivitas sumber Laju cacah koinsidens sejati (𝑁𝑖 ) dinyatakan sebagai: 𝑁𝑖 = 𝐸1. . 𝐸2 . 𝑁𝑠



(3.3)



𝑁1 𝑁2 . .𝑁 𝑁𝑠 𝑁𝑠 𝑠



(3.4)



sehingga, 𝑁𝑖 =



𝑁1 . 𝑁2 (3.5) 𝑁𝑠 Korelasi laju cacah koinsiden yang disebabkan oleh resolving time coincidence yaitu 𝑁𝑖 =



change coincidence (𝑁𝑐ℎ ) di mana semua radiasi yang terpancar dalam rentang resolving time coincidence (𝜏) akan dianggap bersamaan. Sehingga: 𝑁𝑐ℎ = 2𝜏. 𝑁1 . 𝑁2



(3.6)



Laju cacah terukur (𝑁𝑐 ) adalah jumlah dari laju cacah sejati dan laju cacah change coincidence. 𝑁𝑐 = 𝑁𝑐ℎ + 𝑁𝑖



(3.7)



𝑁𝑖 = 𝑁𝑐 − 𝑁𝑐ℎ



(3.8)



sehingga,



37



𝑁1 . 𝑁2 = 𝑁𝑐 − 𝑁𝑐ℎ 𝑁𝑠



(3.9)



𝑁1 . 𝑁2 (3.10) 𝑁𝑐 − 𝑁𝑐ℎ Persamaan ini dapat disederhanakan dengan mengabaikan laju cacah change 𝑁𝑠 =



coincidence dan pendekatan ini teliti jika tidak ada korelasi sudut pancaran antara kedua radiasi koinsiden dan yang tercatat adalah benar-benar laju cacah koinsiden sejati. 𝑁1 . 𝑁2 (3.11) 𝑁𝑐 Radiasi bersifat acak sehingga pengukuran harus dilakukan berulang dengan 𝑁𝑠 =



mempertimbangkan deviasi yang dihasilkan. Rumus untuk menghitung ralat pengukuran (deviasi) dan rambat ralat adalah pada pengukuran aktivitas adalah: 𝑁1 = ̅̅̅ 𝑁1 ± 𝜎 ̅̅̅̅̅, 𝑁1 dimana 𝜎𝑁 =



2 √∑𝑛 𝑖 (𝑥𝑖−𝑥̅ )



(3.12)



𝑛



̅̅2̅ ± 𝜎 𝑁2 = ̅𝑁 ̅̅̅̅̅ 𝑁2



(3.13)



̅̅̅𝑐 ± ̅̅̅̅ 𝑁𝑐 = 𝑁 𝜎𝑁𝑐



(3.14)



𝑁𝐵𝑔 = ̅̅̅̅̅ 𝑁𝐵𝑔 ± ̅̅̅̅̅̅ 𝜎𝑁𝐵𝑔



(3.15)



̅̅̅ ̅̅̅̅̅ 𝑁1 − 𝑁 𝐵𝑔 = 𝑥



(3.16)



2 𝜎𝑥 = √(𝜎 ̅̅̅̅̅ 𝜎𝑁𝐵𝑔 2 ) 𝑁1 + ̅̅̅̅̅̅



(3.17)



̅𝑁 ̅̅2̅ − ̅̅̅̅̅ 𝑁𝐵𝑔 = 𝑦



(3.18)



2 𝜎𝑦 = √(𝜎 ̅̅̅̅̅ 𝜎𝑁𝐵𝑔 2 ) 𝑁2 + ̅̅̅̅̅̅



(3.19)



𝑥. 𝑦 = 𝑧



(3.20)



𝜎𝑦 2 𝜎𝑥 2 ) +( ) .𝑧 𝑥 𝑦



(3.21)



𝜎𝑧 = √(



𝑁𝑠 =



𝑧 ̅̅̅ 𝑁𝑐



𝜎𝑁 2 𝜎𝑧 2 𝜎𝑠 = √( ) + ( 𝑐 ) . 𝑁𝑠 𝑧 𝑁𝑐 38



(3.22) (3.23)



Sebagai perbandingan, aktivitas sumber standar dapat dihitung menggunakan persamaan berikut. 𝐴𝑡 = 𝐴0 . 𝑒 −𝜆𝑡



(3.24)



Korelasi sudut γ-γ menjelaskan spin dan paritas dari tiap-tiap level energi sinar γ. Bagan 3.2 menunjukkan terjadinya peluruhan dari level spin J1 melewati spin J2 menuju spin J3 dengan memancarkan dua sinar γ yaitu γ1 dan γ2. Kebolehjadian angular γ1- γ2 dan korelasi sudut antara γ1- γ2 merupakan representasi intensitas populasi relatif dan magnetic substate J1.



Bagan 3.2. Magnetic substate Kebolehjadian terjadinya transisi inti yang memancarkan dua radiasi γ secara berurutan bergantung pada parameter-parameter inti pada skema peluruhan, salah satu diantaranya adalah sudut antara kedua radiasi, 𝜃. Dengan kata lain, terdapat sudut sebesar 𝜃 antara pancaran γ1 dan γ2 (korelasi sudut gamma-gamma). Dalam percobaan korelasi ini, sudut diukur antara sinar γ1 dengan energi 1,17 Mev dan sinar γ2 dengan energi 1,33 Mev dari peluruhan Co60. Persamaan teoritis yang didapatkan untuk korelasi sudut γ-γ pada Co60 adalah: 1 1 𝑊(𝜃) = 1 + 𝑐𝑜𝑠 2 (𝜃) + 𝑐𝑜𝑠 4 (𝜃) 8 24 Jika digambarkan grafiknya diperoleh Grafik 3.2.



39



(3.25)



Grafik 3.2. Grafik korelasi sudut teoritis Hubungan antara 𝑊(𝜃) dengan 𝑁(𝜃) adalah sebagai berikut 𝑁(𝜃) = 𝑁0 . 𝑊(𝜃)



(3.26)



dengan 𝑁(𝜃) adalah cacah koinsidens pada sudut 𝜃, 𝑁0 adalah faktor normalisasi dan 𝑊(𝜃) adalah persamaan untuk korelasi sudut γ-γ yang sebelumnya telah dijelaskan. Faktor normalisasi yang diambil adalah cacah koinsidens pada sudut 90°. Jadi persamaan yang terbentuk dan digunakan untk analisis data adalah 𝑁(𝜃) = 𝑁(90°). 𝑊(𝜃)



(3.27)



𝑁(𝜃) = 𝑊(𝜃) 𝑁(90°)



(3.28)



𝑁(𝜃) = ̅̅̅̅̅̅̅ 𝑁(𝜃) ± ̅̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝜎𝑁(𝜃)



(3.29)



𝑁0 = 𝑁(90°) = ̅̅̅̅̅̅ 𝑁(90) ± ̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝜎𝑁(90)



(3.30)



𝑊(𝜃) = 𝑢



(3.31)



2 2 ̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅̅ 𝜎𝑁(0) 𝜎𝑁(𝜃) 𝜎𝑢 = √( ) +( ) .𝑢 ̅̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅ 𝑁(0) 𝑁(𝜃)



(3.32)



Pengukuran ralatnya adalah:



40



METODE PERCOBAAN 1. Alat dan Bahan a. NaI(Tl) Crystal, Phototube Assembly and Photomultyplier Tube Base b. High Voltage Power Supply c. Scitilation Preamplifier d. Amplifier e. Pulser f. Timing Single Channel Analyzer g. Universal Coincidence h. Counter i. Timer j. Sumber radiasi Co60 k. Kabel konektor 2. Langkah Percobaan



Bagan 3.3. Skema alat percobaan 05-06 a. DPR-05 Pengukuran Resolving Time Coincidence 1) Peralatan percobaan disusun seperti Bagan 3.3. Setting peralatan untuk praktikum : 



Penguat



: input negative, output dwi kutub.







Timing SCA



: integral mode.







Universal Coincidence



: input A dan B coincidence, sedang C dan D off,



koinsidens yang dikehendaki 2, resolving time maksimum. 41







Pulser



: negative output, power ON.



2) Atur pulser menjadi ON. 3) Atur waktu cacah sebesar 2s. 4) Variasikan nilai tunda dengan skala 0.1 μs (dimulai dari 0 μs) pada salah satu TSCA sampai laju cacah maksimum. Pada kondisi ini kedua cabang mendekati koinsiden. 5) Lanjutkan variasi nilai tunda hingga tidak ada cacah. Pada kondisi ini kedua cabang tidak koinsiden. 6) Gambarlah kurva koinsiden dan ukur resolving time coincidence berdasarkan kurva koinsiden.



b. DPR-06 Menentuan Aktivitas Sumber dengan Rangkaian Koinsiden 1) Peralatan percobaan disusun seperti Bagan 3.3 Setting peralatan sebagai berikut: 



Amplifier: negative output bipolar output







Timing SCA: differential mode







Universal Coincidence : input A dan B coincidence, sedang C dan D OFF



2) Gunakan sumber Co60 dan tegangan HV antara 800 Volt. 3) Letakkan sumber menghadap kebawah. 4) Tentukan waktu pencacahan 4s. 5) Atur delay time optimum untuk mendapatkan cacah koinsiden yang maksimal. 6) Ambil data cacah N1, N2 dan Nc untuk berbagai konfigurasi geometri detektor. 7) Tentukan nilai aktivitas terukur dari langkah di atas dan bandingkan dengan menggunakan persamaan peluruhan. Korelasi Sudut γ-γ 1) Tentukan resolving time coincidence dari unit koinsiden. 2) Susun alat seperti pada Bagan 3.3 3) Letakkan sumber menghadap kebawah. 4) Atur delay time optimum. 5) Kedua TSCA diset pada mode window dan lebar window diatur. 6) Lebar window TSCA untuk pulsa-pulsa dari detektor bisa diputar, diatur lebarnya agar mencakup puncak 1,33 MeV. 42



7) Sudut kedua detektor diatur dengan hati-hati dimulai dari sudut 90° sampai 180° dengan variasi setiap perubahan sudut 10°. 8) Lakukan pencacahan untuk setiap perubahan sudut dengan waktu cacah 4s. 9) Buat grafik hubungan antara cacah koinsiden dengan sudut pancaran yang dibentuk oleh kedua detektor terhadap sumber.



ANALISIS DATA 1. Pengukuran Resolving Time Coinsidens 1) Buatlah grafik cacah koinsiden terukur (dalam cps) vs delay time. 2) Buat perhitungan untuk menentukan berapa nilai resolving time coincidence dan berapa nilai delay time optimum dalam praktikum. 2. Menentukan Aktivitas Sumber dengan Rangkaian Koinsiden 1) Tentukan nilai aktivitas terukur dari sumber pada sudut dan jarak antar detektor lengkap dengan koreksi error dan sudah dikoreksi terhadap background (satuan dalam Bq atau dps), 2) Hitunglah nilai aktivitas dari sumber standar yang digunakan, 3) Detail perhitungan dalam bentuk excel dan dilampirkan dalam laporan. 3. Korelasi Sudut γ-γ 1) Carilah nilai dari N(θ), σN(θ), W(θ) teori, W(θ) praktikum, dan σW(θ) praktikum, dari setiap sudut yang ditentukan, 2) Buatlah grafik sudut teoritis antara W(θ) VS θ, 3) Buatlah grafik antara N(θ) VS θ sesuai hasil praktikum, 4) Buatlah grafik antara W(θ) VS θ sesuai hasil praktikum, 5) Hasil dari perhitungan cantumkan dalam hasil percobaan, rincian perhitungan dalam bentuk excel dilampirkan dalam laporan



SOAL-SOAL PENGAYAAN 1. Apa saja contoh penerapan metode koinsiden dalam deteksi dan pengukuran radiasi? 2. Bagaimana langkah-langkah menentukan delay time optimum pada TSCA? 3. Bagaimana cara kerja detektor NaI(Tl) yang digunakan pada praktikum ini? 4. Kenapa Co60 tidak stabil? 43



5. Adakah pengaruh variasi sudut dan jarak pada pengukuran aktivitas menggunakan metode koinsiden? Jelaskan! 6. Mengapa korelasi sudut γ-γ berbeda untuk tiap sumber radiasi?



DAFTAR PUSTAKA EG&G ORTEC, 1987. AN34 Experiments in Nuclear Science Laboratory Manual. 3rd penyunt. Oak Ridge: EG&G ORTEC. Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. 4th penyunt. New York: CRC Press.



44



LAPORAN SEMENTARA DPR 05 - Pengukuran Resolving Time Coincidence HV (VOLT) NO



DELAY TIME (𝜇𝑠)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 RESOLVING TIME (𝜇𝑠)



CACAH



SUMBER RADIASI DELAY NO TIME (𝜇𝑠) 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 DELAY TIME OPTIMUM (𝜇𝑠) 45



PULSER CACAH



WAKTU CACAH (S) DELAY NO TIME (𝜇𝑠) 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90



CACAH



DPR 06 - Pengukuran Aktivitas dengan Metode Koinsiden SUMBER RADIASI



1



JARAK DETEKTOR 1 KE SUMBER 3



JARAK DETEKTOR 2 KE SUMBER 3



2



3



3



3



3



3



6



5



3



6



6



3



6



7



3



3



8



3



3



3



3



3



6



11



3



6



12



3



6



13



3



3



14



3



3



3



3



3



6



17



3



6



18



3



6



NO SUDUT



3 4



9 10



15 16



90°



135°



180°



19 20



WAKTU CACAH (SEKON)



HV (VOLT)



CACAH BACKGROUND (3 KALI ↓)



21



46



CACAH DETEKTOR 1



CACAH KOINSIDENS



CACAH DETEKTOR 2



DPR 06 - Korelasi Sudut γ-γ WAKTU CACAH (SEKON) CACAH KOINSIDEN



SUMBER RADIASI NO



SUDUT



1



90°



2



100°



3



110°



4



120°



5



130°



6



140°



7



150°



8



160°



9



170°



10



180°



KELOMPOK



CACAH KOINSIDEN



NAMA PRAKTIKAN



NIM



47



CACAH KOINSIDEN



TANGGAL PRAKTIKUM



PARAF ASISTEN



4. PERCOBAAN 07-08 PENGUKURAN LEVEL FLUIDA DALAM BEJANA MENGGUNAKAN DETEKTOR GEIGER MULLER



TUJUAN 1. Memahami pemanfaatan detektor Geiger Muller 2. Memahami konsep atenuasi 3. Memahami aplikasi radiasi sebagai media Non-Destructive Testing (NDT) DASAR TEORI 1. Detektor Geiger Muller Energi yang dipindahkan melalui mekanisme radiasi nuklir sulit untuk diindera oleh manusia. Untuk itu digunakan detektor radiasi yang mampu mengetahui adanya radiasi nuklir. Salah satu yang paling membedakan jenis detektor adalah berdasarkan materi yang digunakan untuk berinteraksi dengan radiasi. Ada tiga jenis detektor yang paling sering digunakan, yaitu detektor isian gas, detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor. Ketiga detektor ini memiliki kemampuan untuk mengubah energi radiasi yang masuk menjadi sinyal/pulsa listrik. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain (BATAN, t.thn.). Detektor isian gas adalah salah satu detektor yang sering digunakan karena relatif lebih sederhana dibanding detektor lainnya. Detektor ini terdiri dari dua elektroda (katoda dan anoda) dan terdapat gas di antara keduanya. Biasanya detektor jenis ini berbentuk tabung dengan sumbu di tengahnya. Sumbu ini berfungsi sebagai anoda sedangkan dinding tabung berfungsi sebagai katoda. Kedua elektroda ini akan aktif jika diberi beda postensial oleh high voltagedirect current (HVDC). Gas akan terionisasi ketika radiasi pengion memasuki detektor. Beda potensial pada kedua elektroda akan menghasilkan medan magnet yang akan menarik ion-ion positif dan elektron pada kutub-kutubnya sehingga akan timbul arus listrik. Terdapat lima daerah tegangan pada detektor isian gas di mana setiap daerah memiliki korelasi dengan jumlah muatan yang dapat ditangkap oleh detektor. Kelima daerah ini dapat ditunjukkan pada Grafik 4.1. Pada daerah I beda potensial relatif rendah sehingga medan magnet yang dapat dihasilkan tidak cukup kuat. Hal ini menyebabkan laju rekombinasi antar ion menjadi lebih besar dibandingkan dengan laju ionisasi sehingga detektor hanya mampu menangkap sedikit muatan. Oleh sebab itu daerah ini disebut sebagai daerah rekombinan. Pada daerah II, beda 48



potensial sudah cukup kuat untuk menarik seluruh ion positif dan elektron yang terbentuk, namun belum memungkinkan untuk menghasilkan ionisasi sekunder. Daerah ini disebut sebagai daerah ionisasi. Detektor yang bekerja pada rentang operasi ini memiliki kemampuan untuk membedakan energi dan jenis radiasi. Gaya elektrostatik elektron akan meningkat ketika high voltage (HV) diatur pada daerah III sehingga dapat terbentuk ion sekunder. Daerah kerja ini disebut dengan daerah proporsional. Jika HV dinaikkan hingga daerah IV, elektron akan memiliki energi elektrostatik yang sangat besar. Akibatnya akan terjadi guguran elektron (electron avalanche) karena ionisasi yang terjadi sangat banyak. Daerah ini disebut dengan daerah Geiger Muller. Daerah V disebut daerah discharge di mana ionisasi yang terjadi tidak dapat dikendalikan. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya umur tabung detektor karena gas



Jumlah ion yang tertangkap per satuan waktu



sangat cepat berubah menjadi ion-ionnya.



Detektor GM (Geiger Muller) bekerja pada daerah IV di mana pada dearah ini detektor Grafik 4.1. Hubungan tegangan dengan jumlah partikel bermuatan yang ditangkap pada detektor isian gas (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) tidak dapat membedakan jenis dan energi radiasi. Walaupun demikian, mengingat untuk keperluan yang praktis dan ekonomis, detektor GM tetap dipilih untuk keperluan deteksi sederhana. Pada detektor dengan sistem internal quenching, gas di dalam tabung GM terdiri dari dua komponen, yaitu gas isian dan quench gas (Oak Ridge Associated Universities, 2007). Gas isian biasanya menggunakan neon, namun kadang helium, argon, atau kripton juga digunakan sebagai gas isian. Terdapat dua tipe quench gas, gas halogen dan gas organik. Agar dapat bekerja secara optimal, maka nilai HV yang dihubungkan dengan tabung GM harus optimal. Nilai tegangan optimum GM bisa didekati dengan nilai tegangan 50% - 70% dari plato, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (4.1). 𝐻𝑉 𝑜𝑝𝑡𝑖𝑚𝑢𝑚 = 𝑉𝐵 + (50% − 70%)(𝑉𝐶 − 𝑉𝐵 ) 49



(4.1)



di mana VB adalah threshold voltage dan VC adalah breakdown voltage. Adapun VA, yang



Laju Cacah



ditunjukkan pada Grafik 4.2, merupakan starting voltage.



Grafik 4.2. HV plateau (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) Ketika sebuah radiasi pengion memasuki detektor, energinya akan digunakan untuk mengionisasi gas. Elektron yang terbentuk memiliki energi kinetik yang cukup untuk melakukan ionisasi sekunder dan ionisasi setelahnya. Hal ini akan menyebabkan banyaknya ion yang terbentuk tidak lagi mencerminkan energi radiasi yang memasuki detektor. Selain itu, karena massa ion positif jauh lebih besar dari pada elektron, maka ion positif akan lebih lambat sampai ke katoda. Hal ini menyebabkan naiknya probabilitas rekombinansi



dan akan



menurunkan medan magnet di dalam tabung sehingga sinyal akan hilang. Namun seiring waktu kondisi ini akan pulih karena berkurangnya ion positif. Waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan kondisi ini sampai muncul pulsa kembali disebut dengan waktu mati (dead time). Sedangkan waktu yang dibutuhkan agar pulsa keluaran kembali seperti semula disebut dengan waktu pulih (recovery time). Parameter waktu ini dapat digunakan untuk menentukan kualitas suatu detektor GM. Semakin sedikit waktu pulih yang dimiliki suatu detektor maka detektor



Tinggi Pulsa



akan semakin baik.



Tingkat diskriminator



Waktu (µs) Waktu mati



Waktu pulih



Grafik 4.3. Waktu mati dan waktu pulih detektor GM (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) 50



Selain itu, kemiringan (slope) dan lebar plato daerah kerja detektor GM juga menunjukkan kualitasnya. Jika daerah kerja semakin landai (𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 < 10%), maka detektor akan semakin baik karena jumlah cacah yang dikeluaran tidak akan jauh berbeda jika terjadi fluktuasi pada HVDC. Adapun lebar plato dikatakan baik jika memiliki nilai minimal 300 volt. Slope dapat dinyatakan sebagai persen perubahan laju cacah tiap perubahan HV sebesar 100 volt, yang dihitung dengan persamaan (4.2) berikut. (EG&G ORTEC, 1987) 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 =



(𝑅𝐶 − 𝑅𝐵 )/𝑅𝐵 × 100 × 100% (𝑉𝐶 − 𝑉𝐵 )



(4.2)



di mana RB adalah laju cacah pada VB dan RC adalah laju cacah pada VC. 2. Konsep Atenuasi Foton Setiap jenis radiasi yang melewati materi akan menimbulkan interaksi yang berbedabeda, sesuai dengan massa dan muatan yang dimilikinya. Pada interaksi antara radiasi yang tidak bermassa dan tidak bermuatan (foton gamma dan sinar X) dengan materi terdapat banyak mekanisme yang mungkin terjadi. Namun hanya tiga mekanisme yang menjadi perhatian dalam pengukuran radiasi, yaitu efek fotolistrik, hamburan Compton, dan produksi pasangan. a. Efek Fotolistrik Mekanisme ini terjadi ketika foton berinteraksi dengan sebuah elektron yang terikat di kulit atom. Foton akan mentansfer seluruh energi yang dimilikinya ke elektron tersebut sehingga foton menghilang. Elektron yang menerima energi dari foton akan terlepas dari kulit atom, yang disebut sebagai fotoelektron. Kemungkinan besar interaksi ini terjadi pada elektron yang berada di kulit K pada atom, yang memiliki energi ikat tertinggi. Probabilitas terjadinya efek fotolistrik bisa disebut sebagai tampang lintang fotolistrik atau koefisien fotolistrik. Tidak ada persamaan matematis yang dapat menunjukkan besarnya probabilitas ini secara pasti, namun dapat didekati dengan persamaan (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015): 𝜏(𝑚



−1 )



𝑍𝑛 = 𝑎𝑁 𝑚 [1 − 𝑂(𝑍)] 𝐸𝛾



(4.3)



di mana 𝜏



= probabilitas terjadinya efek fotolistrik per satuan jarak yang ditempuh foton di dalam materi



𝑎



= kontanta,bergantung pada Z dan Eγ



N



= jumlah atom per volume materi yang dilewati



Z



= nomor atom materi yang dilewati 51



𝐸𝛾



= energi foton



𝑛, 𝑚



= konstanta dengan nilai 3 – 5, bergantung pada Eγ



𝑂(𝑍) = faktor koreksi, bergantung pada Z b. Hamburan Compton Hamburan Compton terjadi ketika adanya interaksi antara foton dengan elektron yang terikat lemah pada kulit atom maupun elektron bebas. Interaksi ini sering kali terjadi pada foton dengan tingkat energi tinggi atau pada tingkat energi peluruhan radioaktif. Ketika berinteraksi, foton akan mentransfer sebagian energinya ke elektron dan menimbulkan recoil electron (Knoll, 2000). Foton yang mengalami penurunan energi akan dibelokkan arah geraknya untuk menjaga konservasi energi dan momentum. Analog dengan efek fotolistrik, probabilitas terjadinya hamburan Compton bisa disebut sebagai tampang lintang hamburan Compton atau koefisien Compton. Nilai probabilitas ini dapat didekati dengan persaman (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015): 𝜎(𝑚−1 ) = 𝑁𝑍𝑓(𝐸𝛾 )



(4.4)



di mana 𝜎



= probabilitas terjadinya hamburan Compton per satuan jarak yang ditempuh foton di dalam materi



𝑓(𝐸𝛾 ) = suatu faktor sebagai fungsi Eγ c. Produksi Pasangan Ketika foton dengan energi yang melebihi dua kali massa diam elektron (Eγ ≥ 1,02 MeV) berhasil memasuki medan inti atom, maka kemungkinan besar akan terjadi produksi pasangan. Interaksi ini akan menghasilkan pasangan positronnegatron yang merupakan hasil konversi energi yang dibawa oleh foton menjadi materi. Jika Eγ > 1,02 MeV, kelebihan energi dari pembentukan pasangan elektron akan menjadi energi kinetik pasangan elektron tersebut sehingga foton menghilang. Probabilitas terjadinya interaksi ini bisa disebut juga sebagai tampang lintang produksi pasangan atau koefisien produksi pasangan. Nilai probabilitas ini dapat didektasi dengan persamaan (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015): 𝜅(𝑚−1 ) = 𝑁𝑍 2 𝑓(𝐸𝛾 , 𝑍) di mana



52



(4.5)



𝜅



= probabilitas terjadinya produksi pasangan per satuan jarak yang ditempuh foton di dalam materi



𝑓(𝐸𝛾 , 𝑍) = suatu faktor sebagai fungsi Eγ dan Z Atenuasi merupakan pelemahan intensitas radiasi setelah melewati suatu materi. Penurunan intensitas radiasi, seperti yang tergambar pada Gambar 4.1, terjadi karena adanya interaksi antara radiasi dengan materi yang menyebabkan radiasi menghilang atau teserap di dalam materi. Setiap mekanisme interaksi foton dengan materi berkontribusi dalam terjadinya atenuasi foton. Koefisien atenuasi linier (𝜇𝑙 ) merupakan probabilitas terjadinya pelemahan intensitas radiasi per satuan panjang jarak yang ditempuh foton di dalam materi. Nilai 𝜇𝑙 merupakan penjumlahan probabilitas setiap mekanisme interaksi yang mungkin terjadi. 𝜇𝑙 (𝑚−1 ) = 𝜏 + 𝜎 + 𝜅



(4.6)



Nilai koefisien atenuasi yang tertera pada literatur biasanya dalam nilai koefisien atenuasi massa yang merupakan satuan spesifik terhadap densitas materi. Nilai koefisien atenuasi massa (𝜇𝑚 ) dapat dihubungkan dengan koefisien atenuasi linier (𝜇𝑙 ) melalui persaman: 2



𝜇𝑚 (𝑚 ⁄𝑘𝑔) =



𝜇𝑙 (𝑚−1 ) 𝑘𝑔 𝜌 ( ⁄𝑚3 )



(4.7)



Jika materi yang dilalui oleh foton merupakan campuran dari berbagai bahan, maka koefisien atenuasi massa campuran tersebut (𝜇𝑚𝑐 ) merupakan akumulasi dari koefisien atenuasi massa masing-masing bahan dengan proporsi yang sesuai dengan fraksi massanya di dalam materi (w). 2



2



𝜇𝑚𝑐 (𝑚 ⁄𝑘𝑔) = ∑ 𝑤𝑖 𝜇𝑚𝑖 (𝑚 ⁄𝑘𝑔)



(4.8)



𝑖



materi



I0



x



Ix



Gambar 4.1. Penurunan intensitas radiasi setelah melewati materi (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) Penurunan intensitas radiasi foton setelah melewati materi terjadi secara eksponensial mengikuti persamaan 53



𝐼𝑥 = 𝐼0 𝑒 −𝜇𝑙𝑥



(4.9)



di mana 𝐼0 = intensitas radiasi sebelum melewati materi 𝐼𝑥 = intensitas radiasi setelah melewati materi setebal x 𝜇𝑙 = koefisien atenuasi linier 𝑥 = tebal materi Persamaan (4.9) dapat dimodifikasi menjadi persamaan linier sebagai berikut. 𝐼0 𝑙𝑛 ( ) = 𝜇𝑥 𝐼𝑥



(4.10)



Jika materi yang dilalui oleh foton merupakan tumpukan beberapa materi, maka persaman (4.9) dan (4.10) dapat ditulis sebagai berikut. 𝐼𝑥 = 𝐼0 𝑒 − ∑𝑖 𝜇𝑙𝑖 𝑥𝑖



(4.11)



𝐼0 𝑙𝑛 ( ) = ∑ 𝜇𝑙𝑖 𝑥𝑖 𝐼𝑥



(4.12)



𝑖



3. Non-Destructive Testing (NDT) Non-destructive testing (NDT) adalah salah satu teknik atau metode non-invasif untuk menentukan integritas, komponen, atau struktur suatu material. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan tanpa merusak material tersebut sehingga tidak mempengaruhi fungsi atau kinerja material setelah dilakukan pemeriksaan. Teknologi yang digunakan dalam NDT hampir sama dengan yang digunakan dalam industri medis, namun NDT lebih ditekankan pada aplikasi terhadap benda mati di industri. Dengan menggunakan berbagai metode yang ada, NDT mampu melakukan kontrol kualitas yang baik dan hemat biaya (NDT Education Resources Center, 2011). Salah satu metode NDT memanfaatkan adanya penurunan intensitas radiasi setelah melewati materi. Penurunan intensitas ini terjadi secara eksponesial sepanjang lintasan yang dilalui radiasi. Dengan membandingkan intensitas radiasi sebelum dan setelah melewati materi maka ketebalan material tersebut dapat ditentukan. Metode ini dapat diaplikasikan untuk mengukur ketinggian fluida, yang disebut sebagai level gauging. Untuk mempermudah pengukuran maka sering kali digunakan sumber radiasi yang monoenergetik, karena nilai koefisien atenuasi bergantung pada energi radiasi. Berdasarkan persamaan (4.10), maka ketinggian fluida dapat ditentukan melalui persamaan 𝑥=



𝐼 𝑙𝑛 (𝐼0 )



(4.13)



𝑥



𝜇 54



4. Perhitungan Ketidakpastian Cacahan (𝐶) adalah nilai yang dihasilkan oleh sistem pencacah setelah mengukur radiasi selama selang waktu tertentu (𝑡). Semakin lama waktu pengukuran ini maka nilai cacahan akan semakin besar. Karena radiasi bersifat acak, maka pengukuran radiasi secara berulang akan memberikan nilai yang bervariasi. Cacah rerata (𝐶̅ ) dihitung dengan persamaan berikut 𝑛



1 𝐶1 + 𝐶2 + ⋯ + 𝐶𝑛 𝐶̅ = ∑ 𝐶𝑖 = 𝑛 𝑛



(4.14)



𝑖=1



dengan Ci adalah nilai cacah pengukuran ke-i, dan n adalah banyaknya pengukuran. Standar deviasi atau error pengukuran (𝜎𝐶 ) dihitung dengan persamaan berikut. 𝐶̅ 𝜎𝐶 = √ 𝑛



(4.15)



Laju cacah (𝑅) adalah jumlah cacah persatuan waktu. Nilai ini sebanding dengan jumlah radiasi yang memasuki detektor atau sebanding dengan aktivitas sumber radiasi. Maka laju cacah rerata dapat dirumuskan sebagai berikut. 𝑅̅ =



𝐶̅ 𝑡



(4.16)



dengan 𝐶̅ adalah nilai cacah rerata dan 𝑡 adalah waktu pengukuran. Standar deviasi laju cacah (𝜎𝑅 ) dihitung dengan persamaan berikut. 𝜎𝑅 =



𝜎𝐶 1 𝐶̅ 𝐶̅ 1 𝑅̅ = √ =√ =√ 𝑡 𝑡 𝑛 𝑡 𝑛. 𝑡 𝑛. 𝑡



(4.17)



Laju cacah latar/background (𝑅𝑏𝑔 ) adalah nilai laju cacah yang ditampilkan oleh sistem pencacah walaupun tidak ada sumber radiasi. Nilai ini berasal dari radiasi alam di sekeliling detektor. Laju cacah sumber (𝑅𝑠 ) adalah nilai laju cacah yang berasal dari sumber radiasi yang tercatat (𝑅𝑡 ) dikurangi dengan laju cacah latar (𝑅𝑏𝑔 ). 𝑅𝑠 = 𝑅𝑡 − 𝑅𝑏𝑔



(4.18)



Standar deviasi laju cacah sumber (𝜎𝑅𝑠 ) dihitung menggunakan persamaan berikut. 𝜎𝑅𝑏𝑔 2 𝜎𝑅𝑠 𝜎𝑅𝑡 2 √ = ( ) +( ) 𝑅𝑠 𝑅𝑡 𝑅𝑏𝑔 𝜎𝑅𝑠



𝜎𝑅𝑏𝑔 2 𝜎𝑅𝑡 2 = 𝑅𝑠 √( ) + ( ) 𝑅𝑡 𝑅𝑏𝑔 55



(4.19)



(4.20)



Limit deteksi (LD) adalah suatu parameter yang dapat menunjukkan batas minimum dari cacahan yang masih dapat diterima sebagai cacah sumber. LD ditentukan menggunakan konsep outlier dalam statistika, di mana cacah sumber merupakan outlier cacah latar. Artinya, jika nilai cacah yang didapatkan kurang dari CBg+LD, maka data tersebut tidak dapat diterima sebagai cacah sumber. Nilai 𝐿𝐷 berlaku secara spesifik, yaitu untuk waktu pengukuran dan jumlah pengulangan pencacahan tertentu. LD dapat dihitung dengan persamaan 𝐿𝐷 = 𝑘. 𝜎𝐵𝑔



(4.21)



dengan 𝜎𝐵𝑔 adalah standar deviasi dari cacah latar dan 𝑘 adalah faktor cakupan yang berhubungan dengan tingkat kepercayaan terhadap data yang didapatkan (untuk tingkat kepercayaan 99,87%, k=3) (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015). METODE PERCOBAAN 2. Alat dan Bahan a. Sumber radiasi (Cs137) b. HVDC power supply c. Detektor Geiger Muller (GM) d. Inverter GM e. Pencacah (counter) f. Pengala (timer) g. Kabel coaxial dan konektor h. Medium: udara, keping kaca, bejana kaca, fluida (air) i. Mistar j. Milimeter sekrup 3. Langkah Percobaan Sumber radiasi



Medium



HVDC



GM



Inverter GM



Pencacah



Bagan 4.1. Skema alat percobaan 07-08 a. DPR 07 – Menentukan Daerah Operasi Geiger Muller Menentukan HV Optimum Detektor Geiger Muller 1) Susun alat sesuai skema pada Bagan 4.1 tanpa medium. 56



Pengala



2) Teliti kembali rangkaian alat. Tanyakan pada asisten apakah susunan alat sudah tepat. 3) Letakkan sumber radiasi pada jarak 0 cm dari detektor (menempel pada jendela detektor). 4) Atur timer pada selang waktu 600 detik. 5) Naikkan tegangan HV hingga tercatat adanya pencacahan pulsa pada counter. Catat nilai HV ini sebagai starting voltage. 6) Atur ulang timer pada selang waktu 5 – 10 detik. 7) Naikkan tegangan HV secara bertahap dengan interval 5 – 10 V (maksimum 1200 V*). Konsultasikan terlebih dahulu dengan asisten. 8) Cacah sumber sebanyak 1 (satu) kali untuk tiap variasi nilai tegangan dan catat hasilnya. 9) Tentukan nilai threshold voltage, breakdown voltage, dan HV optimum. *catatan: Tegangan HV yang terlalu besar dapat memperpendek umur tabung. Pastikan pengaturan HV tidak melebihi batas maksimum yang telah ditentukan. Bila terdengar suara dari detektor GM, segera laporkan kepada asisten. b. DPR 08 – Menentukan Level Fluida Mengukur Cacah Latar dan Menentukan Limit Deteksi 1) Atur HV pada nilai HV optimum yang didapatkan pada praktikum DPR-07. 2) Atur timer pada selang waktu 5 – 10 detik. 3) Lakukan pencacahan tanpa sumber radiasi sebanyak 5 (lima) kali pengulangan untuk megukur cacah latar (background) 4) Hitung nilai rerata dan standar deviasi cacah background. 5) Hitung limit deteksi (LD).



Menentukan Koefisien Atenuasi Berbagai Materi Koefisien Atenuasi Udara 1) Letakkan sumber radiasi pada jarak 0 cm dari detektor. 2) Lakukan pencacahan sebanyak 5 (lima) kali pengulangan dan catat hasilnya. 3) Hitung nilai cacah rerata beserta standar deviasinya. 4) Ulangi langkah 1-3 hingga 5 (lima) variasi jarak. Koefisien Atenuasi Kaca 1) Ukur ketebalan keping kaca menggunakan mikrometer sekrup dan cacat ketebalannya. 2) Letakkan kaca menempel di antara detektor dengan sumber radiasi. 57



3) Lakukan pencacahan sebanyak 5 (lima) kali pengulangan dan catat hasilnya. 4) Hitung nilai cacah rerata beserta standar deviasinya. 5) Ulangi langkah 1-4 dengan melakukan penambahan keping kaca hingga 5 (lima) variasi ketebalan. Koefisien Atenuasi Air 1) Gunakan medium berupa bejana kaca dengan dasar bejana menempel pada detektor. 2) Gantung sumber radiasi segaris dengan jendela detektor di atas bejana. Pastikan sumber radiasi tidak akan tercelup ke air nantinya. 3) Isikan air ke dalam bejana dengan ketinggian sembarang. Ukur ketinggian air dengan mistar dan catat ketinggiannya. 4) Lakukan pencacahan sebanyak 5 (lima) pengulangan dan catat hasilnya. 5) Hitung nilai cacah rerata beserta standar deviasinya. 6) Ulangi langkah 3-5 dengan melakukan penambahan/pengurangan air hingga 5 (lima) variasi ketinggian.



Menentukan Ketinggian Fluida 1) Gunakan medium berupa bejana kaca dengan dasar bejana menempel pada detektor. 2) Gantung sumber radiasi segaris dengan jendela detektor di atas bejana. Pastikan sumber radiasi tidak akan tercelup ke air nantinya. 3) Isikan air ke dalam bejana dengan ketinggian sembarang. Ukur ketinggian air tersebut menggunakan mistar dan catat sebagai ketinggian real. 4) Cacah sumber dan catat nilai cacah pada setiap pengambilan data. 5) Hitung nilai cacah rerata beserta standar deviasinya.



Aplikasi Radiasi Sebagai Media Non-Destructive Testing (NDT) 1) Lakukan studi pustaka mengenai aplikasi radiasi sebagai media NDT. 2) Rangkum dan tuliskan dalam laporan praktikum. Cantumkan seluruh sumber yang digunakan.



58



ANALISIS DATA 1. Menentukan HV Optimum Detektor Geiger Muller 1) Buatlah kurva daerah operasi GM (cacah terhadap tegangan HV). 2) Hitung lebar dan slope plato detektor GM. 3) Bandingkan nilai yang didapatkan dengan referensi, apakah nilai tersebut tergolong baik atau buruk. 4) Tentukan nilai HV optimum. 2. Menentukan Koefisien Atenuasi Berbagai Materi 1) Hitung nilai cacah netto. 2) Buatlah grafik ln(I0 ⁄Ix ) terhadap x (ketebalan), I0 adalah intensitas radiasi pada x=0 (sumber menempel ke detektor). 3) Lakukan regresi linier yang membentuk persamaan y=mx (jika terbentuk persamaan y=mx+c, lakukan set intercept = (0,0) pada trendline). 4) Tentukan nilai koefisien atenuasi linier materi yang nilainya merupakan kemiringan garis regresi yang terbentuk. 5) Bandingkan nilai koefisien atenuasi materi yang didapatkan dengan niliai koefisien atenuasi berdasarkan referensi. 3. Menentukan Ketinggian Fluida 1) Hitung nilai cacah netto. 2) Hitung ketinggian fluida beserta ralat yang didapatkan dari perhitungan menggunakan persamaan yang telah diberikan. 3) Bandingkan ketinggian fluida hasil perhitungan dengan ketinggian real fluida. Hitung nilai error relatif yang didapatkan. 4. Aplikasi Radiasi sebagai Media Non-Destructive Testing (NDT) 1) Jelaskan apa yang disebut dengan metode NDT. 2) Sebutkan dan beri penjelasan singkat tentang berbagai metode NDT yang sering digunakan. 3) Jelaskan konsep penerapan radiasi sebagai media NDT mencakup cara penerapannya, kelebihan, serta kekurangannya.



59



SOAL-SOAL PENGAYAAN Pengukuran ketebalan perunggu dilakukan menggunakan metode NDT menggunakan radiasi. Diketahui bahwa perunggu tersebut merupakan campuran tembaga (84%), aluminium (10%), timah hitam (4%), dan silikon (2%) dengan kerapatan massa sebesar 8530 kg/m3. Pada pengukuran tersebut digunakan detektor dengan efisiensi absolut sebesar 11% dan sumber Cs137 dengan aktivitas 10 µCi. 1. Hitunglah koefisien atenuasi massa perunggu tersebut! 2. Hitunglah ketebalatan perunggu tersebut jika laju cacah radiasi setelah melewati perunggu sebesar 10175 cps!



DAFTAR PUSTAKA BATAN, t.thn. Jenis Detektor Radiasi. [Online] Available at: http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04%20Materi.htm [Diakses 13 April 2018]. EG&G ORTEC, 1987. AN34 Experiments in Nuclear Science Laboratory Manual. 3rd penyunt. Oak Ridge: EG&G ORTEC. Knoll, G. F., 2000. Radiation Detection and Measurement. 3rd penyunt. New York: John Wiley & Sons, Inc.. NDT Education Resources Center, 2011. About NDT. [Online] Available at: http://www.nde-ed.org/AboutNDT/aboutndt.htm [Diakses 20 Oktober 2019]. Oak Ridge Associated Universities, 2007. Geiger-Mueller (GM) Detectors. [Online] Available at: https://www.orau.org/ptp/collection/gms/introgms.htm [Diakses 14 April 2018]. Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. 4th penyunt. New York: CRC Press.



60



LAPORAN SEMENTARA DPR 07 - Menentukan Daerah Operasi Detektor GM SUMBER RADIASI NO



HV (VOLT)



WAKTU CACAH (SEKON) CACAH



NO



1



26



2



27



3



28



4



29



5



30



6



31



7



32



8



33



9



34



10



35



11



36



12



37



13



38



14



39



15



40



16



41



17



42



18



43



19



44



20



45



21



46



22



47



23



48



24



49



25



50



HV THRESHOLD



HV (VOLT)



HV OPTIMUM



HV BREAKDOWN



61



CACAH



DPR 08 - Menentukan Level Fluida HV (VOLT) WAKTU CACAH (S) CACAH BACKGROUND (𝑅𝐵𝐺 )



̅̅̅̅̅ CACAH RERATA (𝑅 𝐵𝐺 )



∑ 𝑅𝐵𝐺 𝑛



STANDAR DEVIASI (ERROR) (𝜎𝐵𝐺 )



̅̅̅̅̅ 𝑅 √ 𝐵𝐺 𝑛 𝑑𝑎𝑡𝑎



LIMIT DETEKSI (𝐿𝐷)



3 × 𝜎𝐵𝐺



ATENUASI UDARA NO 0



TEBAL UDARA (cm) 0



CACAH



CACAH RERATA



1 2 3 4 5 ERROR RERATA CACAH RERATA (𝜎𝑅𝑐 ) ERROR PENGUKURAN JARAK (𝜎𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 )



̅̅̅𝑐 ) RERATA CACAH RERATA (𝑅 RERATA PENGUKURAN JARAK (𝑥 ̅̅̅̅̅̅̅̅) 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 RASIO ERROR KOEFISIEN ATENUASI 𝜎𝜇 UDARA ( 𝜇 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 )



𝜎𝑅 2 𝜎𝑥 2 √( 𝑐 ) + ( ) ̅̅̅ 𝑥̅ 𝑅𝑐



𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎



62



ERROR



ATENUASI KACA NO 0



TEBAL KACA (cm) 0



CACAH RERATA



CACAH



ERROR



1 2 3 4 5 ERROR RERATA CACAH RERATA (𝜎𝑅𝑐 ) ERROR PENGUKURAN TEBAL (𝜎𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎 )



̅̅̅𝑐 ) RERATA CACAH RERATA (𝑅 RERATA PENGUKURAN TEBAL (𝑥 ̅̅̅̅̅̅̅) 𝑘𝑎𝑐𝑎 RASIO ERROR 𝜎𝜇 KOEFISIEN ATENUASI KACA ( 𝜇 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 )



𝜎𝑅 2 𝜎𝑥 2 √( 𝑐 ) + ( ) ̅̅̅ 𝑥̅ 𝑅𝑐



𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎



ATENUASI AIR NO 0



TEBAL UDARA (cm) 0



TINGGI AIR (cm) 0



CACAH



CACAH ERROR RERATA



1 2 3 4 5 ̅̅̅𝑐 ) RERATA CACAH RERATA (𝑅 RERATA PENGUKURAN TEBAL UDARA (𝑥 ̅̅̅̅̅̅̅̅) 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 RERATA PENGUKURAN TEBAL KACA (𝑥 ̅̅̅̅̅̅̅) 𝑘𝑎𝑐𝑎 RERATA PENGUKURAN TINGGI AIR (𝑥 ̅̅̅̅̅) 𝑎𝑖𝑟 RASIO ERROR 𝜎𝜇 KOEFISIEN ATENUASI AIR ( 𝜇 𝑎𝑖𝑟 )



ERROR CACAH RERATA (𝜎𝑅𝑐 ) ERROR PENGUKURAN TEBAL UDARA (𝜎𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ) ERROR PENGUKURAN TEBAL KACA (𝜎𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎 ) ERROR PENGUKURAN TINGGI AIR (𝜎𝑥𝑎𝑖𝑟 )



𝑎𝑖𝑟



63



𝜎𝜇



RASIO ERROR KOEFISIEN ATENUASI AIR ( 𝜇 𝑎𝑖𝑟 ) 𝑎𝑖𝑟



𝜎𝜇𝑎𝑖𝑟 𝜎𝜇𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 2 𝜎𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 2 𝜎𝑥𝑎𝑖𝑟 2 𝜎𝜇𝑘𝑎𝑐𝑎 2 𝜎𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎 2 𝜎𝑅𝑐 2 √( = ) +( ) +( ) +( ) +( ) +( ) ̅̅̅ 𝜇𝑎𝑖𝑟 𝜇𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑥𝑎𝑖𝑟 ̅̅̅̅̅ 𝜇𝑘𝑎𝑐𝑎 𝑥 ̅̅̅̅̅̅̅ 𝑅𝑐 𝑘𝑎𝑐𝑎



PENGUKURAN KETINGGIAN FLUIDA TEBAL UDARA (cm)



TEBAL KACA (cm)



TINGGI AIR REAL (cm)



CACAH



ERROR CACAH (𝜎𝑅𝑐 )



̅̅̅𝑐 ) RERATA CACAH (𝑅



ERROR TEBAL UDARA (𝜎𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 )



RASIO ERROR TEBAL 𝜎𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 UDARA ( ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ) 𝑥



ERROR TEBAL KACA (𝜎𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎 )



RASIO ERROR TEBAL KACA 𝜎𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎 ( ̅̅̅̅̅̅̅̅ )



𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎



𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎



𝜎𝑥



𝑎𝑖𝑟 RASIO ERROR TINGGI FLUIDA ( ̅̅̅̅̅̅ ) 𝑥 𝑎𝑖𝑟



𝜎𝑥



𝑎𝑖𝑟 RASIO ERROR TINGGI FLUIDA ( ̅̅̅̅̅̅ ) 𝑥 𝑎𝑖𝑟



2 2 2 2 2 𝜎𝑥𝑎𝑖𝑟 𝜎𝜇 𝜎𝑥 𝜎𝜇 𝜎𝜇 𝜎𝑥 𝜎𝑅 2 = √( 𝑐 ) + ( 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ) + ( 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ) + ( 𝑎𝑖𝑟 ) + ( 𝑘𝑎𝑐𝑎 ) + ( 𝑘𝑎𝑐𝑎 ) ̅̅̅ 𝑥 ̅̅̅̅̅ 𝜇𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝜇𝑎𝑖𝑟 𝜇𝑘𝑎𝑐𝑎 𝑥 ̅̅̅̅̅̅̅ 𝑅𝑐 𝑎𝑖𝑟 𝑘𝑎𝑐𝑎



KELOMPOK



NAMA PRAKTIKAN



NIM



64



TANGGAL PRAKTIKUM



PARAF ASISTEN



5. PERCOBAAN 09-10 PEMANFAATAN SISTEM SPEKTROSKOPI GAMMA DENGAN MULTICHANNEL ANALYZER (MCA) DAN DETEKTOR NaI(Tl)



TUJUAN 1. Menentukan HV optimum dari resolusi dan peak to valley ratio sistem spektroskopi 2. Membuat dan menentukan grafik serta persamaan kalibrasi energi 3. Membuat dan menentukan grafik serta persamaan kalibrasi efisiensi 4. Menentukan unsur dan aktivitas radioisotop sumber X



DASAR TEORI 1. Sistem Spektroskopi Gamma Spektroskopi adalah metode pengukuran radiasi yang bertujuan untuk mengukur distribusi energi partikel radiasi, yang kemudian dapat disajikan dalam sebuah spektrum radiasi (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015). Dengan memanfaatkan keunikan jumlah, jenis, dan energi radiasi yang dipancarkan dari suatu radionuklida, metode spektroskopi dapat digunakan untuk identifikasi dan menentukan kadar radionuklida-radionuklida. Metode ini dapat digunakan untuk seluruh jenis partikel radiasi, baik partikel alfa, beta, gamma, maupun neutron. Pada percobaan ini, dimanfaatkan sistem spektroskopi gamma untuk menentukan unsur dan aktivitas dari radioisotop yang tidak diketahui.



Bagan 5.1. Skema penampang detektor sintilasi (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) 65



Sistem spektroskopi gamma digunakan untuk pengukuran yang bersifat analisis, baik kualitatif maupun kuantitatif. Salah satu aplikasi yang paling umum adalah menganalisis jenis dan kadar unsur radioaktif yang terkandung di dalam suatu bahan dari hasil pencacahan dan spektrum energi gamma. Aplikasi lain mencakup deteksi dan analisis sinar gamma kosmik. Detektor yang umum digunakan dalam spektroskopi gamma adalah detektor sintilasi NaI(Tl). Terdapat beberapa langkah pengolahan partikel radiasi menjadi suatu spektrum energi radiasi. Radiasi gamma yang ditangkap oleh zat aktif detektor NaI(Tl) dikonversi menjadi sinyal listrik hingga dapat ditampilkan sebagai spektrum energi radiasi yang terdiri dari kanalkanal. Langkah-langkah ini secara singkat adalah (Knoll, 2000): 1. Radiasi gamma berinteraksi dengan detektor sintilasi NaI(Tl), menghasilkan pancaran cahaya tampak; 2. Cahaya tampak dikonversi menjadi elektron, kemudian dimultiplikasi oleh dinodadinoda dalam Photomultiplier Tube (PMT); 3. Elektron-elektron dikirim melalui dinoda dalam bentuk pulsa listrik ke komponen preamplifier; 4. Preamplifier menghilangkan derau dan membentuk pulsa (pulse shaping) dengan juga menjaga tegangan; 5. Pulsa kemudian dikirim ke amplifier untuk dikuatkan tegangannya; 6. Pulsa kemudian didiskriminasi dan dicacah sesuai tegangan ke dalam kanal-kanal; 7. Spektrum hasil ditampilkan;



Bagan 5.2. Komponen elektronik untuk sistem spektroskopi gamma dengan detektor NaI(Tl) (IAEA, 1989) Komponen elektronik yang umum digunakan pada sistem spektroskopi gamma yang memanfaatkan Multi-Channel Analyzer (MCA) digambarkan pada Bagan 5.2. MCA adalah piranti diskriminator yang dikembangkan untuk dapat mengolah pulsa-pulsa listrik ke dalam 66



kanal-kanal sesuai tegangan pulsa masuk secara langsung. Berbeda dengan Single Channel Analyzer (SCA) yang hanya dapat memanfaatkan satu kanal dalam satu waktu, MCA dapat mendistribusi pulsa-pulsa secara langsung karena memiliki komponen Analog to Digital Converter (ADC) dan memori yang dapat langsung mengatur banyak Lower Level Discriminator (LLD) dan Upper Level Discriminator (ULD) untuk kanal-kanal. Dengan MCA, spektrum energi dari sumber radioaktif multi-energi atau multi-isotop dapat dibuat dengan lebih mudah.



Bagan 5.3. Diagram blok komponen MCA (Knoll, 2000) Terdapat beberapa komponen penting penyusun MCA, yang di antaranya: pengala, SCA, gerbang linier, gerbang masukan, ADC, clock waktu hidup, memori, dan tampilan (Bagan 5.3). Pulsa listrik sebagai masukan masuk untuk kemudian dialirkan kepada pengala dan SCA. SCA berfungsi untuk mendiskriminasi derau dari masukan, untuk kemudian menghasilkan keluaran bebas derau yang berfungsi sebagai pembuka gerbang linier. Pengala digunakan untuk menunda sinyal yang masuk agar dapat masuk bersamaan dengan sinyal keluaran dari SCA. Dengan ini, pulsa listrik hanya akan diteruskan melalui gerbang linier jika bukan merupakan derau elektronik. Pulsa listrik yang berhasil melewati gerbang linier kemudian dikirim ke gerbang masukan. ADC berfungsi untuk mengubah pulsa listrik (sinyal analog) menjadi sinyal digital, sesuai dengan bit-rate MCA. Bila ADC berada dalam keadaan tidak sedang bekerja (“tidak sibuk”), maka ADC akan mengirim sinyal pada gerbang masukan agar terbuka dan membiarkan pulsa listrik masuk. Sinyal yang bergerak meuju gerbang masukan saat ia tertutup akan hilang/tidak terbaca. Clock waktu hidup merupakan perangkat clock yang menunjukkan waktu kerja detektor yang sebenarnya, karena sinyalnya hanya akan dicacah bila gerbang masukan 67



terbuka (ADC sedang tidak bekerja). Sinyal keluaran ADC kemudian masuk ke memori untuk disimpan dan dikelompokkan berdasarkan kanal-kanal yang ada. Hasil dalam memori kemudian ditampilkan dalam tampilan khusus pada komputer. Rangkaian MCA kini telah dibuat terintegrasi pada slot komputer. Dengan perangkat lunak khusus, komputer dapat berfungsi sebagai pengatur dari MCA dan sebagai layar tampilan keluaran MCA. Pada percobaan ini, digunakan Easy-MCA 8K keluaran ORTEC yang terintegrasi dengan perangkat lunak Maestro-32, yang digunakan untuk analisis. Tampilan awal dan fitur Maestro-32 dapat dilihat pada Gambar 5.1.



Gambar 5.1. Tampilan layar Maestro-32 Keterangan fitur-fitur Maestro-32 sebagai berikut : 1. Tittle bar, menunjukan nama program dan nama sumber dengan spektrum yang berada pada tampilan jendela komputer. 2. Menu bar, terdiri dari beberapa pilihan opsi yang dapat digunakan untuk pengaturan analisis, perhitungan, dan lainnya. 3. Tool bar, berada dibawah menu bar yang terdiri dari tombol-tombol yang digunakan ketika menginginkan kembali (recall) spektrum, menyimpan file, menjalankan dan menghentikan akuisisi data, serta mengatur skala spektrum baik vertikal maupun horizontal. 68



4. Detector list, menampilkan daftar detektor yang sedang aktif atau buffer, untuk dilihat hasil pencacahan dan spektrumnya. 5. Spektrum area, merupakan daerah yang menampilkan deretan spektrum-spektrum yang berasal dari sumber yang dicacah. 6. Expanded spektrum view, menunjukan semua atau sebagian dari histogram. 7. Status side bar, menyediakan informasi mengenai waktu pencacahan, jam dan tanggal dilakukannya pencacahan, serta sejumlah tombol yang digunakan untuk memindahkan dengan mudah puncak-puncak spektrum, Region of Interest (ROI) dan catatan pada library. 8. Information line, berada di bawah spektrum dan menunjukkan penanda kanal, energi, cacah pada kanal tersebut, serta informasi mengenai ROI. 9. Peak Info, menunjukan segala informasi mengenai ROI, di antaranya: nomor kanal puncak, energi pada puncak, Full-Width at Half Maximum (FWHM), dan laju cacah netto. 2. Kinerja Sistem Spektroskopi Gamma Kinerja dari suatu sistem spektroskopi dinilai dari beberapa parameter, di antaranya adalah parameter resolusi dan nilai peak to valley ratio. Resolusi adalah lebar dari distribusi tegangan pulsa yang didapat dari partikel radiasi sumber monoenergi (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015). Secara aplikatif, resolusi adalah kemampuan dari sistem spektroskopi untuk membedakan antara puncak-puncak spektrum energi. Resolusi dihitung dengan persamaan (5.1) berikut ini: 𝑅𝑒𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖(%) =



𝐹𝑊𝐻𝑀 × 100% 𝑁𝑜𝑚𝑜𝑟 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑙 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘



(5.1)



Di lain pihak, Peak to valley ratio adalah perbandingan antara cacah puncak dengan cacah lembah suatu spektrum energi. Parameter ini menggambarkan seberapa dekat spektrum yang dapat dihasilkan sistem dibandingkan dengan spektrum energi gamma yang ideal. Parameter ini didefinisikan dengan persamaan (5.2) berikut: 𝑃𝑒𝑎𝑘 𝑡𝑜 𝑣𝑎𝑙𝑙𝑒𝑦 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =



𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎ℎ



(5.2)



Nilai dari kedua parameter ini sangat bergantung pada nilai tegangan pada HVPS dan nilai amplifikasi pada amplifier. Perubahan HV maupun amplifikasi akan mempengaruhi kinerja dari sistem spektroskopi itu sendiri. Oleh karena itu, perlu dicari nilai HV dengan amplifikasi yang menghasilkan kinerja terbaik, atau disebut HV optimum. 69



3. Kalibrasi Energi dan Efisiensi Hal-hal pokok yang harus diketahui untuk mengidentifikasi suatu unsur radionuklida adalah jenis radiasi, energi radiasi, dan waktu paruhnya. Untuk menentukan jenis radiasi, dapat dipilih detektor yang mengeliminasi jenis-jenis radiasi tertentu atau hanya menerima jenis-jenis radiasi tertentu. Detektor dapat diberi pelapis agar dapat menyaring radiasi-radiasi lain dan hanya menyerap radiasi gamma. Untuk menentukan energi radiasi, alat perlu dikalibrasi terlebih dahulu dengan sumber standar. Energi dari sumber radiasi standar yang telah diketahui lalu dapat diplot terhadap nomor kanal puncak spektrum hasil keluaran sistem spektroskopi. Kolerasi dari kedua variabel ini lalu dapat ditentukan dengan membuat persamaan kalibrasi energi. Pada Grafik 5.1, dicontohkan sebuah grafik kalibrasi energi dengan uji kalibrasi menggunakan tiga partikel gamma, beserta persamaan kalibrasi energi. Persamaan kalibrasi energi ini dapat digunakan untuk menentukan energi suatu unsur radionuklida tak dikenal, selama diketahui nomor kanal puncaknya dari sistem spektroskopi. 1400 1200



y = 0.189x R² = 0.9999



Energi (keV)



1000 800 600 400 200 0 0



2000



4000 Nomor Kanal



6000



8000



Grafik 5.1. Grafik kalibrasi energi dengan pengujian tiga partikel gamma Untuk menentukan waktu paruh dari suatu radionuklida, diperlukan pencacahan untuk menentukan aktivitasnya terlebih dahulu. Ini sesuai dengan konsep peluruhan radioaktif yang dirumuskan dengan persamaan (5.3) berikut: 𝑑𝑁 = −𝜆𝑁 𝑑𝑡



(5.3)



dengan λ adalah konstanta peluruhan radioaktif, dan N adalah jumlah nuklida radioisotop yang bersangkutan. Persamaan ini dapat diselesaikan untuk kemudian menghasilkan persamaan



70



jumlah nuklida suatu radioisotope pada suatu waktu (t = t) sebagai fungsi jumlah awal radionuklida pada waktu awal (t = 0): 𝑁𝑡 = 𝑁0 𝑒 −𝜆𝑡



(5.3a)



Didefinisikan aktivitas (A) suatu radionuklida dengan persamaan berikut: 𝐴 = 𝜆𝑁



(5.4)



𝐴𝑡 = 𝐴0 𝑒 −𝜆𝑡



(5.4a)



Sehingga,



Umur paruh (T1/2) adalah waktu yang diperlukan untuk jumlah suatu radionuklida meluruh menjadi setengahnya, didefinsikan pada persamaan (5.5). Dari definisi ini, persamaan (5.4a) dapat dimodifikasi untuk mendapatkan persamaan (5.4b): 𝜆=



ln(2) 𝑇1/2



(5.5) 𝑇



1 𝑇1/2 𝐴𝑡 = 𝐴0 [ ] 2



(5.4b)



Tentunya dalam pengukuran aktivitas dengan sistem spektroskopi, tidak semua radiasi dari peluruhan sumber radioaktif dapat tercacah dan ditampilkan dalam spektrum. Efisiensi (ε) didefinisikan sebagai perbandingan antara cacah yang didapatkan sebagai keluaran sistem terhadap laju peluruhan yang dialami oleh radionuklida pada waktu tersebut, atau dalam bahasa matematika tertulis pada persamaan (5.6); 𝜀 (%) =



𝐶𝑎𝑐𝑎ℎ (𝑐𝑝𝑠) × 100% 𝐴𝑡 (𝑑𝑝𝑠)



(5.6)



Nilai dari efisiensi pencacahan akan berbeda-beda untuk tiap energi radiasi yang masuk pada detektor. Ini karena tiap-tiap energi radiasi memiliki karakteristik interaksi yang berbedabeda dengan detektor dan benda-benda di sekitarnya. Oleh karena itu, diperlukan adanya kalibrasi efisiensi sistem spektroskopi yang dapat memetakan korelasi efisiensi pencacahan sistem spektroskopi dengan energi radiasi yang masuk. Analog dengan kalibrasi energi, digunakan sumber standar untuk uji kalibrasi, lalu disusun grafik dan persamaan kalibrasi efisiensi, yang dicontohkan pada Grafik 5.2 di bawah.



71



Grafik 5.2. Contoh grafik kalibrasi efisiensi sistem spektroskopi dengan sumber standar Ra226 (Daraban, et al., 2013) METODE PERCOBAAN 1. Alat dan Bahan a. Sumber radiasi: Cs137 standar, Co60 standar, dan sumber X b. Detektor Sintilasi: NaI(Tl) Crystal Phototube Assembly (CPA) dan Photomultiplier Tube (PMT) c. High Voltage Power Supply (HVPS) ORTEC 556 d. Pre-Amplifier ORTEC Model 113 e. Amplifier ORTEC 575A f. Bin ORTEC 4001C g. Easy-MCA 8K ORTEC h. Seperangkat komputer dengan Maestro-32 2. Langkah Percobaan



Bagan 5.1 Skema alat percobaan 09-10 72



a. DPR 09 – Menentukan HV Optimum Sistem Spektroskopi Persiapan 1) Peralatan dirangkai seperti skema pada Bagan 5.1; 2) Pastikan kabel telah tersambung dengan benar, lalu periksakan kembali kepada asisten sebelum menyalakan rangkaian alat; 3) Nyalakan alat dengan mengaktifkan tombol ON; 4) Atur waktu Live Time pada “MCB Properties” di opsi “Acquire” sebesar 25 detik.



Pengaruh HVdan Amplifikasi terhadap Resolusi dan Peak to Valley Ratio 1) Atur HV pada 700 volt; 2) Sumber Co60 diletakkan dengan jarak sedekat mungkin tanpa menempel detektor; 3) Mainkan Course dan Fine Gain pada amplifier, dengan besar dari penguatan adalah perkalian nilai dari course dan fine gain; 4) Tekan Start, kemudian pada layar akan muncul spektrum energi. Buatlah Region of Interest (ROI) untuk puncak-puncak energi sumber pada spektrum energi untuk menampilkan Peak Info; 5) Coba lakukan pencacahan untuk nilai penguatan yang lain. Carilah nilai penguatan yang akan menghasilkan spektrum yang baik dari segi nomor kanal puncak, FWHM, dan cacahnya; 6) Catat nilai net count rate (laju cacah netto), nomor kanal puncak, energi, dan FWHM dari Peak Info, lalu screenshoot layar komputer untuk tiap Peak Info; 7) Ganti sumber dengan Cs137, hapus ROI sebelumnya, kemudian tekan start pada penguatan yang sama; 8) Lakukan langkah ke-4 dan ke-6 untuk sumber Cs137; 9) Catat nilai cacah puncak dan cacah lembah spektrum energi Cs137 dengan menggerakkan kursor garis pada layar program dengan tombol kanan dan kiri pada keyboard; 10) Lakukan pencacahan cacah puncak dan cacah lembah sebanyak 5 kali; 11) Lakukan kembali langkah ke-2 hingga ke-10 pada nilai HV berbeda, yaitu pada 750, 800, 850, dan 900 volt.



73



Penentuan HV Optimum dari Nilai Resolusi dan Peak to Valley Ratio 1) Hitung nilai resolusi dengan data yang telah diukur pada tiap HV; 2) Hitung nilai peak to valley ratio dari rerata cacah yang telah diukur pada tiap HV; 3) Tentukan HV optimum dengan mempertimbangkan nilai resolusi dan peak to valley ratio tiap HV. b. DPR 10 – Menentukan Unsur dan Aktivitas Sumber X Pencacahan dan Identifikasi Sumber X 1) Atur HV dan besar nilai course serta fine gain sesuai HV optimum dan penguatannya yang telah ditentukan sebelumnya; 2) Gunakan data pencacahan Co60 dan Cs137 pada HV optimum sebelumnya untuk kalibrasi energi dengan fungsi Calibrations pada Maestro-32; 3) Sumber X diletakkan sedekat mungkin dengan detektor tanpa menempel detektor; 4) Tekan start untuk memulai pencacahan, kemudian akan terlihat spektrum sumber X dengan puncak-puncak energinya; 5) Buatlah ROI untuk tiap puncak-puncak energinya, kemudian catat nilai energi dan nomor kanal puncak tiap ROI.



Pengukuran Aktivitas Sumber X 1) Catat nilai laju cacah netto untuk tiap ROI; 2) Lakukan pencacahan hingga didapat 5 nilai laju cacah netto untuk tiap ROI; 3) Hitung rerata dan standar deviasi dari laju cacah netto tiap ROI.



ANALISIS DATA 1. Pengaruh HV dan Amplifikasi terhadap Resolusi dan Peak to Valley Ratio 1) Buatlah grafik nilai resolusi vs HV dari Tabel 5.2 laporan sementara. Jelaskan fenomena yang tampak pada grafik. Apakah ada perubahan terhadap nomor kanal puncak seiring berubahnya HV? Mengapa? 2) Buatlah grafik nilai peak to valley ratio vs HV dari Tabel 5.3 laporan sementara. Jelaskan fenomena yang tampak pada grafik. Apakah ada perubahan terhadap cacah puncak seiring berubahnya HV? Mengapa? 3) Tentukan HV optimum dari data resolusi dan peak to valley ratio. Jelaskan alasan memilih HV tersebut. 74



2. Kalibrasi Energi dan Identifikasi Sumber X 1) Buatlah grafik kalibrasi energi radiasi vs nomor kanal puncak spektrum dengan data dari sumber standar Co60 dan Cs137. Tentukan juga persamaan kalibrasi energi dengan regresi linier. 2) Berdasarkan nomor kanal puncak sumber dari percobaan, tentukan energi puncakpuncak spektrum sumber X menggunakan persamaan kalibrasi energi. 3) Berdasarkan energi-energi spektrum sumber X yang telah ditentukan dan waktu paruh yang akan disediakan, tentukan radionuklida-radionuklida apa saja yang ada pada sumber X. Bantu alasan pemilihan dengan tampilan skema peluruhan, rantai peluruhan, atau data lainnya dari referensi. 4) Bandingkan energi-energi spektrum sumber X dari persamaan garis kalibrasi dan dari hasil keluaran MCA, dengan energi-energi dari sumber referensi. Jelaskan seberapa jauh ketelitian hasil percobaan. 3. Kalibrasi Efisiensi dan Aktivitas Sumber X 1) Buatlah grafik kalibrasi efisiensi vs energi radiasi dengan data dari sumber standar Co60 dan Cs137, serta bantuan persamaan (5.6) untuk menghitung efisiensi pencacahan. Tentukan juga persamaan kalibrasi efisiensi dengan metode regresi. Jelaskan fenomena apa yang terjadi dari grafik kalibrasi efisiensi; 2) Hitung efisiensi pencacahan untuk tiap radionuklida sumber X dari persamaan kalibrasi efisiensi; 3) Hitunglah aktivitas absolut untuk tiap energi radiasi dari spektrum sumber X dengan data rerata laju cacah netto dan standar deviasinya, serta efisiensi dari langkah sebelumnya; 4) Sajikan hasil perhitungan efisiensi dan aktivitas absolut dari langkah ke-2 dan ke-3 dalam tabel; 5) Tentukan aktivitas sumber X, dan bandingkan nilai aktivitas hasil pengukuran dengan aktivitas dari perhitungan dengan rumus peluruhan radioaktif. Apakah sudah sesuai? Mengapa bisa terjadi perbedaan? Apa sebenarnya fungsi diperhitungkannya efisiensi pada pencacahan dengan sistem spektroskopi?



75



SOAL-SOAL PENGAYAAN 1. Hitunglah resolusi dan peak to valley ratio dari spektrum Cs137 pada Grafik 5.3! Jelaskan juga mengapa ada penunjuk untuk backscatter dan tepi Compton pada spektrum tersebut.



Grafik 5.3. Spektrum dari sumber standar Cs137 (EG&G ORTEC, 1987) 2. Jelaskan jenis-jenis efisiensi deteksi sumber radioaktif! 3. Suatu saat, Anda sebagai seorang ahli limbah radioaktif berkelana ke lokasi terjadinya kecelakaan reaktor nuklir Fukushima dengan membawa surveymeter. Di tengah keingintahuan Anda terhadap kejadian-kejadian yang terjadi saat dan pasca-kecelakaan, Anda menemukan serpihan logam yang berkilau dari kejauhan. Rasa keingintahuan Anda terhadap logam tersebut memuncak. Bagaimana cara Anda tahu jenis dan kadar dari logam tersebut? (Jawaban dalam bentuk prosa/paragraf, poin-poin, atau bagan alir)



76



DAFTAR PUSTAKA Daraban, L., Iancu, D., Nita, D. & Daraban, L., 2013. Efficiency Calibration in Gamma Spectrometry by Using Th232 Series Radionuclides. Romanian Journal of Physics, Volume 58, pp. S99-S107. EG&G ORTEC, 1987. AN34 Experiments in Nuclear Science Laboratory Manual. 3rd penyunt. Oak Ridge: EG&G ORTEC. IAEA, 1989. Nuclear Electronics Laboratory Manual (IAEA-TECDOC-530). Vienna: IAEA. Knoll, G. F., 2000. Radiation Detection and Measurement. 3rd penyunt. New York: John Wiley & Sons, Inc.. Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. 4th penyunt. New York: CRC Press.



77



LAPORAN SEMENTARA DPR 09- Pengaruh HV dan Amplifikasi terhadap Resolusi Tabel 5.1. Hasil pengukuran parameter kinerja sistem spektroskopi dengan sumber standar Coarse HV Gain (volt) (C)



Fine Gain (F)



𝑪×𝑭



Sumber Radiasi



Laju Cacah Netto (cps)



Energi (keV)



Co60 Cs137 Co60 Cs137 Co60 Cs137 Co60 Cs137 Co60 Cs137



Tabel 5.2. Hasil perhitungan resolusi untuk tiap HV No. 1. 2. 3. 4. 5.



HV (volt)



Resolusi (%)



78



Nomor Kanal Puncak Energi



FWHM



Pengaruh HV dan Amplifikasi terhadap Peak to Valley Ratio Tabel 5.3. Hasil pengukuran cacah puncak dan cacah lembah untuk sumber standar Cs137 HV (volt)



Sumber Radiasi



Cs137



Rerata



Cacah puncak Cacah lembah Cacah puncak Cacah lembah Cacah puncak Cacah lembah Cacah puncak Cacah lembah Cacah puncak Cacah lembah Dengan Nilai Resolusi ....................... dan Peak to Valley Ratio ....................... Maka, nilai HV optimum detektor adalah ..........................



79



Peak to Valley Ratio



DPR 10 - Identifikasi dan Pengukuran Aktivitas Sumber X



Tabel 5.4. Hasil informasi dari puncak-puncak energi spektrum sumber X HV (volt) No.



Sumber Radiasi



Energi (keV)



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Sumber X



7. 8. 9. 10.



80



Nomor Kanal Puncak Energi



Tabel 5.5. Hasil pengukuran laju cacah untuk puncak-puncak energi sumber X Sumber Radiasi



Puncak ke-



Rerata (cps)



Laju Cacah Netto (cps)



Standar Deviasi (cps)



1. 2. 3. 4. Sumber X



5. 6. 7. 8. 9. 10.



KELOMPOK



NAMA PRAKTIKAN



NIM



81



TANGGAL PRAKTIKUM



PARAF ASISTEN



LAMPIRAN



82



LAMPIRAN A PANDUAN PROTEKSI RADIASI Bahan radioaktif maupun alat yang dapat menghasilkan radiasi pengion pada Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi selain dapat dimanfaatkan untuk ilmu pengetahuan, juga dapat menimbulkan kerugian. Kerugian ini dapat bersifat deterministik maupun stokastik. Kerugian deterministik adalah kerugian yang pasti dirasakan setelah dosis radiasi pada seseorang telah melebihi nilai tertentu. Contoh kerugian determinisntik adalah luka pada kulit, katarak, dan kerontokan pada rambut. Di lain pihak, kerugian stokastik adalah kerugian yang secara probabilistik dirasakan oleh seseorang karena paparan radiasi. Nilai peluang terjadinya kerugian stokastik akan semakin bertambah dengan bertambahnya dosis, dan tidak ada jaminan paparan pada dosis rendah tidak menyebabkan efek kerugian. Contoh kerugian stokastik adalah leukimia, kanker, dan mutasi genetik yang diwariskan pada keturunan. Untuk mencegah dari kerugian ini, maka perlu diperhatikan beberapa teknik proteksi radiasi yang berlaku selama Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi: 1. Selalu perhitungkan laju dosis yang akan diterima sebelum pelaksanaan praktikum. Perhitungkan laju dosis dari sumber-sumber radiasi yang akan digunakan pada jarak aman, yang di Laboratorium TEN adalah pada 30 cm. Hasil dari perhitungan dosis ini lalu dibandingkan dengan Nilai Batas Dosis (NBD) yang tercantum pada Perka BAPETEN No. 4 Tahun 2013. Pastikan laju dosis tidak melebihi batas yang telah ditentukan. 2. Jangan pernah makan, minum, atau merokok di daerah pencacahan atau pengambilan data di laboratorium. Ini untuk mengurangi risiko masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh. Zat radioaktif yang masuk ke dalam tubuh akan bersifat sebagai sumber internal, yang dapat merusak jaringan tubuh dari dalam. 3. Selalu gunakan jas laboratorium selama berinteraksi dengan bahan radioaktif, dan tambahan sarung tangan karet bila bahan radioaktif tidak disegel dalam kemasan. Ingat selalu tiga prinsip dasar proteksi terhadap radiasi eksternal: gunakan perisai, jaga jarak, dan perhatikan waktu paparan radiasi. 4. Selalu bekerja bersama seorang pasangan, atau didampingi oleh seorang asisten yang lebih tahu. Banyak teknik penanganan kejadian atau kecelakaan yang hanya dapat dilakukan bila berpasangan. Selain itu, bekerja bersama menambah ketelitian dan kehati-hatian.



83



LAMPIRAN B CONTOH SAMPUL



DRAF/LAPORAN PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI SEMESTER X, TAHUN AKADEMIK 201X/201X PRAKTIKUM PERCOBAAN 0X-0X TENTANG XXXXXXXXXXXXXX ASISTEN PENGAMPU : NAMA ASISTEN



TANGGAL PRAKTIKUM : 00 JANUARI 20_ _ KELOMPOK PRAKTIKUM : P-1 OLEH



: NAMA PRAKTIKAN



PARTNER : NAMA PARTNER



NIM:YY/XXNIUX/FF/XNIMX NIM:YY/XXNIUX/FF/XNIMX



LABORATORIUM TEKNOLOGI ENERGI NUKLIR DEPARTEMEN TEKNIK NUKLIR DAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 20_ _



84



LAMPIRAN C PEDOMAN PEMBUATAN DRAF



PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI SAMPUL Memuat acara praktikum dan identitas praktikan (bentuk sampul disediakan)



I.



TUJUAN PRAKTIKUM Memuat tujuan praktikum dalam bentuk poin-poin.



II.



DASAR TEORI Berisikan uraian, model matematika, atau persamaan-persamaan yang melandasi acara praktikum.



III.



ALAT DAN BAHAN Lengkap dengan spesifikasi dan skema alat.



IV.



TATA LAKSANA PRAKTIKUM Berisikan uraian jelas cara menjalankan praktikum dan pengumpulan data.



V.



HIPOTESIS Berisikan pernyataan singkat tentang perkiraan hasil praktikum. Sesuaikan dengan dasar teori dan engineering sense.



VI.



PENGUKURAN DOSIS Berisikan perhitungan dosis radiasi gamma dengan jarak 30 cm dari sumber. Sumber yang akan digunakan sesuai dengan yang digunakan pada praktikum. Satuan dosis yang digunakan adalah µSv.



85



LAMPIRAN D PEDOMAN PEMBUATAN LAPORAN PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI SAMPUL Memuat acara praktikum dan identitas praktikan (bentuk sampul disediakan). ABSTRAK Memuat secara ringkas permasalahan praktikum, cara praktikum, kesulitan dan hasil akhir praktikum (tanpa penjabaran), serta kata-kata kunci yang memuat sari dari praktikum. Ditulis dalam dua bahasa, yakni dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. I.



TUJUAN PRAKTIKUM Memuat tujuan praktikum dalam bentuk poin-poin.



II.



DASAR TEORI Berisikan uraian tentang hal-hal yang mendasari acara praktikum yang telah dilakukan, merujuk pada pustaka yang dapat dipertanggungjawabkan. Pustaka yang menjadi sumber ditunjukkan dengan menuliskan nomor acuan sesuai dengan daftar pustaka, dan dengan kurung kotak “[nomor]”, sesuai pedoman penulisan IEEE. Pemberian nomor harus sesuai dengan urutan dituliskannya tulisan tersebut dalam laporan, bukan mengikuti urutan pada daftar pustaka. Isi dasar teori menyesuaikan asisten praktikum.



III.



PELAKSANAAN PRAKTIKUM III.1. Alat dan bahan: lengkap dengan spesifikasi dan gambar. III.2. Skema alat



: gambar rangkaian alat.



III.3. Tata laksana : berisikan uraian jelas cara menjalankan praktikum dan pengumpulan data sesuai dengan kegiatan praktikum. Dibuat dalam bentuk bagan alir atau flowchart. IV.



HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil praktikum: berupa tabel data, grafik, atau gambar (+ keterangan singkat) yang dibuat sejelas mungkin agar mudah dipahami. IV.2. Analisis Data : berisikan pengolahan data dan berbagai perhitungan dengan metode yang sesuai. IV.3. Pembahasan



: berisikan penjelasan tentang hasil praktikum dan analisis data



yang diperoleh, baik secara kualitatif , kuantitatif, maupun statistik.



86



V.



KESIMPULAN Menjawab tujuan-tujuan praktikum berdasar hasil dan pembahasan secara singkat. Kesimpulan adalah rangkuman dari pengalaman praktikum yang mencerminkan pemahaman terhadap apa yang telah ditulis.



VI.



SARAN Berisi pesan untuk Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi, khususnya kepada mata praktikum terkait.



VII.



DAFTAR PUSTAKA



Menggunakan kurung kotak “[]” untuk setiap sumber bacaan dan harus terdapat kutipan di bagian laporan untuk setiap sumber yang digunakan. Ini untuk memudahkan proses analisis data dan menambah pengetahuan praktikan.



87



GLOSARIUM Adsorben: Material yang memiliki Memiliki sifat kimia yang mirip antara satu kemampuan untuk menyerap bahan atau sama lain. dalam konteks radiasi nuklir, adsorben adalah Isotop, Radio-: Isotop dari suatu elemen material yang digunakan menyerap radiasi. yang intinya kelebihan energi atau massa, Atenuasi: Proses berkurangnya intensitas sehingga meluruh untuk mengurangi suatu radiasi saat melewati suatu materi. energinya hingga ke tingkat stabil. (Lihat juga Koefisien Atenuasi.) Koefisien Atenuasi: Fraksi pengurangan dari Backscatter: Terhamburnya suatu radiasi ke intensitas suatu radiasi per ketebalan materi arah kebalikan dari arah datangnya. (koefisien atenuasi linier), per densitas materi (koefisien atenuasi massa), atau per densitas Efek Fotolistrik: Proses pelepasan elektron, atom (koefisien atenuasi atomik), karena yang umumnya pada kulit terdalam atom, oleh interaksi radiasi dengan materi yang foton. Energi foton seluruhnya terkonversi menyebabkan perpindahan energi dari radiasi menjadi energi pelepasan elektron dan energi ke materi. kinetiknya. Konstanta Peluruhan: Fraksi dari jumlah Elektron: Partikel bermuatan negatif yang radionuklida yang meluruh dalam satu satuan menjadi pembentuk semua atom netral. waktu; dilambangkan dengan λ. (Lihat juga Elektron Volt (eV): Satuan energi yang Peluruhan Radioaktif.) nilainya sama dengan jumlah energi yang Level Gauging: Pengukuran ketinggian diterima elektron setelah melewati beda berdasarkan besar perubahan intensitas radiasi tegangan 1 volt; 1 eV = 1,6E-19 joule. sebelum dan setelah melewati materi. Foton: Suatu pancaran elektromagnetik Metastabil: Keadaan inti atom yang dengan energi terkuantisasi sesuai mengalami kelebihan energi setelah frekuensinya. mengalami peluruhan radiasi alfa, beta, FWHM: Full Width at Half Maximum; maupun neutron sehingga akan melepaskan perbedaan antara dua nilai ekstrim variabel kelebihan energi dalam bentuk radiasi gamma. independen di mana nilai variabel dependen NDT: Non-Destructive Testing; metode adalah setengah dari nilai maksimumnya. pemeriksaan kualitas material yang dilakukan Hamburan Compton: Proses hilangnya tanpa merusak komponen dan fungsinya. energi dari foton gamma atau sinar x karena Nomor Atom: Jumlah proton pada inti sebuah interaksi foton dengan elektron orbital yang atom. Dilambangkan dengan Z. menyebabkan elektron terpental keluar orbit dan foton terhambur dengan energi lebih kecil. Nomor Massa: Jumlah proton dan neutron pada inti sebuah atom. Dilambangkan dengan HV: High Voltage (Power Supply); sumber A. tegangan tinggi. Nuklida: Atom yang dinamai sesuai dengan Ionisasi: Proses berubahnya atom atau nomor massa, nomor atom, dan keadaan molekul netral menjadi bermuatan, baik energinya. Contohnya adalah Ba137m yang positif maupun negatif. menunjukkan atom barium (Z = 56), dengan Isotop: Kumpulan atom yang memiliki nomor nomor massa (A) 137, dan keadaan energi atom sama, tetapi nomor massa berbeda. metastabil. 88



Partikel Alfa: Inti He4, atau inti helium yang nuklir, spektrum merujuk pada spektrum memiliki dua proton dan dua neutron. energi yaitu distribusi energi dari radiasi. Partikel Beta: Partikel bermassa sama dengan elektron, bermuatan -1 atau +1, yang dikeluarkan dari inti atom atas hasil peluruhan beta.



Waktu Paruh: Waktu yang dibutuhkan untuk suatu benda radioaktif meluruh menjadi setengah dari jumlah awalnya. Nilainya unik untuk tiap radionuklida.



Peluruhan Radioaktif: Disintegrasi sebuah inti dari nuklida tak stabil dengan mengeluarkan partikel bermuatan dan/atau foton untuk menuju keadaan stabilnya. Positron: Partikel yang massanya sama dengan elektron dan memiliki muatan yang sama nilainya, tetapi bermuatan positif. Produksi Pasangan: Proses konversi sinar gamma atau sinar X di sekitar medan inti atom menjadi pasangan elektron dan positron. Ini hanya dapat terjadi bila energi foton melebihi 1,022 MeV. Resolusi: Perubahan terkecil dalam nilai yang diukur yang mana instrumen memberi respon. Sinar Gamma: Radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek yang berasal dari inti atom. Sinar X: Radiasi elektromagmentik dengan panjang gelombang pendek, lebih pendek daripada cahaya tampak. Dihasilkan dari segala sumber selain inti atom, yang itu sinar gamma. (Lihat juga Sinar Gamma.) Sintilasi: Pancaran cahaya yang dihasilkan oleh sebuah materi yang dilewati oleh radiasi. Sintilator: Material yang dapat mengalami sintilasi. Spektroskopi: Ilmu yang mempelajari mengenai metode menganalisis dan menghasilkan sebuah spektrum. Spektrum: Sebuah keadaan atau harga yang tidak terbatas hanya pada suatu set harga saja tetapi dapat berubah secara tak terbatas di dalam sebuah kontinum. Dalam ranah radiasi 89



TENTANG PENULIS



Dari kiri: Widodo-Shaffan Haqi-Agnafan Julian Fortin-Yusuf-Alkindi Azhar-Ghulam Abrar Dr. Ir. Agus Budhie Wijatna, M.Si. adalah dosen Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika FT UGM. Beliau menyelesaikan pendidikan S1 Teknik Nuklir UGM pada tahun 1981 hingga mendapatkan gelar doktor dari UGM pada tahun 2014. Selain mengajar, beliau aktif melakukan penelitian di bidang ilmu lingkungan, proteksi & deteksi radiasi, penerapan isotop pada bidang hidrologi, serta industri & perlindungan lingkungan. Yusuf dahulu mengabdi di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) hingga purnatugas pada 2007. Setelah itu, beliau kembali mengabdikan diri di Laboratorium Teknologi Energi Nuklir, Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika hingga sekarang. Beliau berharap agar mahasiswa dapat memahami peralatan elektronik deteksi dan pengukuran radiasi dengan lebih baik. Alkindi Azhar adalah mahasiswa Teknik Nuklir UGM angkatan 2016 yang bertugas sebagai Asisten Praktikum Percobaan 09-10. Orang biasa yang sedang menimba ilmu dari liang Dunia, dan bercita-cita untuk terbang landas ke Nirwana. Agnafan Julian Fortin adalah mahasiswa Teknik Nuklir UGM angkatan 2016 yang bertugas sebagai Asisten Praktikum Percobaan 01-02. Dia senang tidur, belanja, dan jalan-jalan. Nafan, sapaannya, bercita-cita untuk mengelilingi dunia.



90



Shaffan Haqi adalah mahasiswa Teknik Nuklir UGM angkatan 2016 yang bertugas sebagai Asisten Praktikum Percobaan 03-04. Support/Offlaner yang memiliki hobi goleran dan bercitacita menjadi seekor naga. Ghulam Abrar adalah mahasiswa Teknik Nuklir UGM angkatan 2016 yang bertugas sebagai Asisten Praktikum Percobaan 05-06. Ia memiliki hobi jalan-jalan menggunakan motornya, dan bercita-cita ingin mengelilingi nusantara. Muhammad Ilham adalah mahasiswa Teknik Nuklir UGM angkatan 2016 yang bertugas sebagai Asisten Praktikum Percobaan 07-08. Ia senang menghabiskan waktu dengan berjalanjalan menyusuri tempat baru, pantai dan hutan menjadi destinasi favoritnya. Ilham bercita-cita untuk bisa menelusuri hutan-hutan yang ada di Indonesia. Ucapan terima kasih khusus kami berikan kepada Bapak Widodo, penanggung jawab administrasi Laboratorium Teknologi Energi Nuklir, Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika. Beliau mulai bekerja dari 1988 hingga sekarang. Semoga dengan karya ini cita-cita beliau untuk mahasiswa dapat lebih memahami Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi tercapai.



91



SINOPSIS Seorang insinyur teknik nuklir memiliki kewajiban untuk paham dan menguasai hal-hal yang berkaitan terhadap deteksi dan pengukuran radiasi. Dengan bertambahnya kebutuhan dunia terhadap teknologi nuklir dewasa ini, kompetensi ini semakin juga dibutuhkan. Buku Petunjuk Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi menjadi salah satu buku pegangan untuk pelatihan praktik ilmu deteksi dan pengukuran radiasi. Buku petunjuk praktikum ini memuat beberapa percobaan yang ditujukan untuk melatih pemahaman dan keterampilan mahasiswa S1 dalam mendeteksi, mencacah, dan mengidentifikasi bahan radioaktif. Dimuat dalam buku ini metode deteksi partikel radiasi beta dan gamma, serta penentuan koefisien atenuasi terhadap radiasi-radiasi ini. Selain itu, dimuat juga metode penentuan aktivitas sumber radiasi, identifikasi unsur radioaktif dengan spekstroskopi foton gamma, dan metode deteksi dengan teknik koinsiden. Beberapa peubah yang berkaitan dengan pengoperasian suatu detektor juga dimuat dalam petunjuk praktikum ini, misalnya untuk pengoperasian detektor Geiger Muller dan Kristal NaI(Tl).



92