Paper Pert 1 Dewi Safitri 1603619028 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS PAPER MATAKULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Dosen: Dr. Sujarwo , S.Pd , M.Pd PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN



Disusun Oleh: DEWI SAFITRI 1603619028



PRODI ILMU KEOLAHRAGAAN FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA



KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas kesempatan yang diberikan sehingga saya bisa menyusun paper ini. Pendidikan kewarganegaraan sangat penting diterapkan dalam dunia pendidikan, baik dijenjang sekolah dasar, menengah, atas, maupun diperguruan



tinggi,



kewarganegaraan



memiliki



peranan



yang



strategis



dalam



mempersiapkan warga negara yang cerdas, bertanggung jawab dan beradab. Berdasarkan rumusan “Civic International” (1995), disepakati bahwa pendidikan demokrasi penting untuk pertumbuhan civic culture, untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintahan demokrasi. Hal ini berdasarkan kenyataan diseluruh Negara di dunia, bahwa kesadaran demokrasi serta implementasinya harus senantiasa dikembangkan hingga sejak dini dengan basis filsafat bangsa, identitas nasional kenyataan dan pengalaman sejarah bangsa tersebut, serta dasar-dasar kemanusiaan dan keberadaban. Oleh karena itu, dengan pendidikan kewarganegaraan diharapkan para intelektual Indonesia memiliki dasar kepribadian sebagai warga negara yang demokratis, religius, berkemanusiaan dan beradab.



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang strategis dalam mempersiapkan warga Negara yang cerdas, bertanggung jawab dan beradab. Berdasarkan rumusan “Civic International” (1995), disepakati bahwa pendidikan demokrasi penting untuk pertumbuhan civic culture, untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintahan demokrasi (Mansoer 2005). 1.2 Rumusan Masalah Dengan adanya Permasalahan yang akan dibahas, saya akan memberikan beberapa rumusan masalah pada paper ini berupa : 1. Bagaimana



perkembangan



pendidikan



kewarganegaraan



sebelum



proklamasi



kemerdekaan ? 2. Bagaimana perkembangan pendidikan kewarganegaraan sesudah proklamasi ? 3. Bagaimana perkembangan pendidikan kewarganegaraan pada masa transisi Demokrasi ? 4. Jelaskan definisi pendidikan kewarganegaraan / 5. Apa saja tujuan serta manfaat dari pendidikan kewarganegaraan ? 6. Jelaskan manfaat paradigma dan landasan pendidikn kewarganegaraan ? 1.3 Tujuan Pembahasan Masalah Tujuan dari rumusan masalah yang dibahas pada paper ini bertujuan untuk mengetahui paradigma pendidikan kewarganegaraan serta mengetahui pendekatan pendidikan kewarganegaraan.



BAB II PENJELASAN 1. Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Pada jaman Hindia Belanda di kenal dengan nama “Burgerkunde”, waktu itu ada dua buku resmi yang digunakan, yaitu: a. Indische Burerschapkunde, yang di bicarakan dalam buku tersebut, masalah masyarakat pribumi. Pengaruh barat, bidang sosial, ekonomi, hukum, ketatanegaraan dan kebudayaan, masalah pertanian, masalah perburuhan. Kaum menengah dalam industri dan perdagangan, terbentuknya dewan rakyat, masalah pendidikan, kesehatan masyarakat, pajak, tentara dan angkatan laut. b. Rech en Plich (Bambang Daroeso, 1986:8) karangan J.B. Vortman yang dibicarakan dalam buku tersebut yaitu badan pribadi yang mengutarakan masyarakat dimana kita hidup, obyek hukum dimana dibicarakan eigondom eropa dan hak-hak atas tanah, masalah kedaulatan raja terhadap kewajiban-kewajiban warga negara dalam perintah Hindia Belanda, masalah Undang-Undang, sejarah alat pembayaran dan kesejahteraaan. Adapun tujuan dari buku tersebut yakni agar rakyat jajahan lebih memahami hak dan kewajibannya terhadap pemerintah Hindia Belanda, sehingga diharapkan tidak menganggap pemerintah belanda sebagai musuh tetapi justru memberikan dukungan dengan penuh kesadaran dalam jangka waktu yang panjang. Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang disetujui Volksraad, bahwa setiap ugru harus memiliki izin. Dalam pertimbangannya adalah banyak guru sekolah partikelir bukanlah lulusan sekolah guru, dan yang berhak mengajar hanyalah lulusan sekolah guru. Sedangkan lewat pendidikan non-formal terutama dilakukan oleh para tokoh pergerakan nasional yakni Bung Karno dan Bung Hatta. Pelaksanaan pendidikan politik baik yang dilakukan oleh guru-guru sekolah partikelir



maupun yang dilakukan para tokoh pergerakan nasional, pada prinsipnya dapat di nyatakan sebagai cikal bakal pendidikan politik atau PKn di Jaman Indonesia merdeka.



2. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan Menurut Nu’man Somantri (1976:34) yakni: a. Kewarganegaraan (1957) Isi pelajaran kewarganegaraan adalah membahas cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan. b. Civics (1961) Isi civics banyak membahas tentang sejarah kebangkitan nasional . UUD, pidatopidato politik kenegaraan yang terutama diarahkan untuk “nation and character building” Bangsa Indonesia seperti pada waktu pelaksanaan civics di Amerika pada tahun-tahun setelah Declaration of Independence Amerika. c. Pendidikan Kewargaan Negara (1968) Diberlakukannya kurikulum 1975, PKn pada prinsipnya merupakan unsur dari PMP. Lahirnya UU no.2 Tahun 1989 tentang SPN (Sistem Pendidikan Nasional). menunjuk pasal 39 ayat 2, yang menentukan bahwa PKn bersama dengan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama harus dimuat dalam kurikulum semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan maka PKn akan mengalami perkembangan lagi. Menurut Ali Emran (1976:4) isi PKn meliputi: a. Untuk SD: pengetahuan kewargaan negara, sejarah Indonesia, ilmu Bumi. b. Untuk SMP: Sejarah kebangsaan, kejadian setelah kemerdekaan, UUD 1945, Pancasila, Ketetapan MPRs. c. Untuk SMA : Uraian pasal-pasal dari UUD 1945 yang dihubungkan dengan tata negara, sejarah, ilmu bumi dan ekonomi. Tahun 1970 PKn difusikan ke dalam mata pelajaran IPS. Tahun 1972, dalam seminar di Tawangmangu Surakarta, menetapkan istilah ilmu kewargaan Negara (IKN) sebagai pengganti CIVICS, dan pendidikan Kewargaan Negara (PKn) sebagai istilah Civic Education. Dengan demikian, IKN lebih bersifat teoritis dan PKn lebih bersifat



praktis antara keduanya merupakan kesatuan tak terpisahkan, karena perkembangan PKn sangat tergantung pada perkembangan IKN. Menurut Kurikulum 1994 mengintegrasikan antara pengajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan nama mata pelajaran PPKn. 3. Perkembangan PKn pada masa transisi Demokrasi Perkembangan PKn pada era Orde Baru ternyata lebih ditentukan faktor kepentingan untuk membangun negara (State Building) ketimbang untuk membangun bangsa (Nation Building). Hal tersebut di sebabkan karena: a. Kemerosotan nilai estetika dan moral para penyelenggara negara yang sudah kehilangan semangat pengabdian, pengorbanan kejujuran dan keikhlasan. b. Hukum lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat keadiland an kebenaran. c. Fandalisme, paternalisme dan absolutisme. d. Posisi dan peran ABRI lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat negara untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat. Kondisi di atas berpengaruh pada perubahan kurikulum PPKn dan pelaksanaan pengajarannya di lapangan yang lebih menekankan untuk mendukung status quo atau legitimasi dan pembenaran (justifikasi) berbagai kebijakan rezim orba dari pada untuk meningkatkan pemberdayaan warga Negara dalam berhubungan dengan negara. Dalam era reformasi, tantangan PPKn semakin berat. P4 dipermasalahkan substansinya, karena tidak memberikan gambaran yang tepat tentang nilai Pancasila sebagai satu kesatuan. Dengan adanya perubahan UU No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2 tahun 2003 tidak dieksplisitkan lagi nama pendidikan Pancasila, sehingga tinggal Pendidikan Kewarganegaraan. Begitu pula kurikulum 2004 memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengan kewarganegaraan atau pendidikan kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga diikuti dengan perubahan isi PKn yang lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum dan moral.



Secara umum, berikut ini disebutkan secara kronologis sejarah timbulnya pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Dalam tatanan kurikulum pendidikan nasional terdapat mata pelajaran yang secara khusus mengembanisasi demokrasi di Indonesia, yakni: a. Pendidikan kemasyarakatan yang merupakan integrasi negara , ilmu bumi, dan kewarganegaraan (1954) b. Civics (1957/1962) c. Ditingkat perguruan tinggi pernah ada mata kuliah Manipol dan USDEK, Pancasila dan UUD 1945 (1960-an) d. Filsafat Pancasila (1970- sampai sekarang) e. Pendidikan kewarganegaraan civics dan hukum (1973) f. Pendidikan moral atau PMP (1975/1984) g. Pendidikan kewiraan (1989-1990-an) h. Pendidikan kewarganegaraan (2000-sekarang) Ada lagi Perkembangan ilmu Pendidikan Kewarganegaraan menurut sumber lain, yaitu: a. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program kurikuler dimulai dengan diintroduksikannya mata pelajaran Civics dalam kurikulum SMA (1962) yang berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P&K:1962). b. Dalam kurikulum tahun 1968 dan 1969 istilah Civics dan pendidikan kewargaan negara digunakan secara bertukar-pakai (interchangeably). Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara. Di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, geografi Indonesia, dan Civics (diterjemahkan sebagai pengetahuan kewargaan negara). Kurikulum SMP 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara Berisikan sejarah Indonesia dan Konstitusi termasuk UUD 1945.·Kurikulum SMA 1968 terdapat mata pelajaran Kewargaan Negara yang berisikan materi, terutama yang berkenaan dengan UUD 1945.



Kurikulum SPG 1969 mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara yang isinya terutama berkenaan dengan sejarah Indonesia, konstitusi, pengetahuan kemasyarakatan dan asasi manusia. c. Pada kurikulum 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila atau P4. d. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional kemudian diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn. e. Tahun 1975/1976 muncul mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang visi dan misinya berorientasi pada value inculcationdengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Berubahnya Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) baik menurut Kurikulum tahun 1975/1976 maupun Kurikulum tahun 1984 antara lain karena belum berkembangnya paradigma civic aducation yang melandasi dan memadu pengembangan kurikulum. f. Kemudian Kurikulum PMP 1984 menjadi Kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tahun 1994, akan tetapi nuansa paradigmatik civic educationnya juga belum terasa. Sepertinya pendidikan moral Pancasila yang disampaikan melalui PPKn di sekolah dan penataran P-4 di berbagai lapisan masyarakat nyaris tanpa bekas dan tanpa makna (meaningless). g. Dengan adanya perubahan UU No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2 tahun 2003 tidak dieksplisitkan lagi nama pendidikan Pancasila, sehingga tinggal Pendidikan Kewarganegaraan. Begitu pula kurikulum 2004 memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengan kewarganegaraan atau pendidikan kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga diikuti dengan perubahan isi PKn yang lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum dan moral.



4. DEFINISI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Dalam pandangan Demokratis, Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu pendidikan yang bertujuan untuk memdidikan para generasi muda agar mampu menjadi warga negara yang demokratis, berbudi pekerti luhur dan berwawasan kebangasaan, dan partisipatif dalam pembelaan negara. Dalam hal ini pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu alat pasif untuk membangun dan memajukan sistem demokrasi suatu bangsa. Secara umum, pengertian pendidikan kewarganegaraan dapat diartikan sebagai langkah demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis. Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia, meskipun dengan berbagai istilah atau nama. Mata kuliah tersebut sering disebut sebagai Civic Education, Citizenship Education, dan bahkan ada yang menyebutnya sebagai Democracy Education. Tetapi pada umumnya pendapat para pakar tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama.Beberapa pandangan para pakar tentang pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai berikut: 1. Henry Randall Waite dalam penerbitan majalah The Citizendan Civics pada tahun 1886, merumuskan pengertian Civics dengan The sciens of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collections, the individual in his relation to the state. Dari definisi tersebut, Civics dirumuskan dengan Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi (organisasi sosial, ekonomi, politik) dan antara individu- individu dengan negara. 2. Stanley E. Dimond berpendapat bahwa civics adalah citizenship mempunyai dua makna dalam aktivitas sekolah. Yang pertama, kewarganegaraan termasuk kedudukan yang berkaitan dengan hukum yang sah. Yang kedua, aktivitas politik dan pemilihan dengan suara terbanyak, organisasi pemerintahan, badan pemerintahan, hukum, dan tanggung jawab.



3. Edmonson (1958) mengemukakan bahwa civics adalah kajian yang berkaitan dengan pemerintahan dan yang menyangkut hak dan kewajiban warga negara. 4. Menurut Merphin Panjaitan, Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokrasi dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogial. Sementara Soedijarto mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis. 5. Menurut Muhammad Numan Soemantri, Civic Education adalah kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah. Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat demokrasi. Dalam Civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat- syarat objektif untuk hidup bernegara. 6. Menurut Azyumardi Azra, pendidikan kewarganegaraan atau civics education dikembangkan menjadi pendidikan kewargaan yang secara substantif tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tetapi juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia (global society). 7. Soedijarto mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis. Dari definisi tersebut, semakin mempertegas pengertian civic education (Pendidikan Kewarganegaraan) karena bahannya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar sekolah. Unsur-unsur ini harus dipertimbangkan dalam menyusun program Civic Education yang diharapkan akan menolong para peserta didik (mahasiswa) untuk mengetahui, memahami dan mengapresiasi cita-cita nasional serta dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai macam masalah seperti masalah pribadi, masyarakat dan negara.



5.



FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Menurut Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut: 1. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan. 2. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsabangsa lain. 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1995:10) adalah sebagai berikut: 1. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu: “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. 2. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.



Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat. Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis, Pancasila sejati (Somantri, 2001:279). Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD RI 1945. Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30) yang meliputi: 1. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan generalisasi teori. 2. Keterampilan intelektual a. Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai b. Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahui masalah, (b) keterampilan merumuskan hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d) keterampilan menafsirkan dan menganalisis data, (e) keterampilan menguji hipotesis, (f) keterampilan meruumuskan generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.



3. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan. 4. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Dufty (Numan Somantri, 1975:30) mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional; (c) konstruksi tes beserta penilaiannya. Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn mahasiswa diharapkan: -



Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI;



-



Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI;



-



Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas;



-



Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar. Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa tujuan negara mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility) serta mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.



Berdasarkan pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM yang hanya mengacu pada aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai.



6.



MANFAAT DAN PERKEMBANGAN PARADIGMA SERTA LANDASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA Manfaat yang bisa diperoleh dari mempelajari Civic Education adalah : 1. Civic Education tidak hanya sekadar melayani kebutuhan-kebutuhan warga dalam memahami masalah-masalah sosial politik yang terjadi, tetapi lebih dari itu. Ia pun memberikan informasi dan wawasan tentang berbagai hal menyangkut cara-cara penyelesaian masalah. Dalam konteks ini, civic education juga menjanjikan civic knowledge yang tidak saja menawarkan solusi alternatif, tetapi juga sangat terbuka dengan kritik (kontruktif). 2. Civic education dirasakan sebagai sebuah kebutuhan mendesak karena merupakan sebuah proses yang mempersiapkan partisipasi rakyat untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara demokratis. Pendidikan yang bersifat demokratis, harus memiliki tujuan menghasilkan lulusan yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan publik. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu menanamkan kesadaran dan membekali pengetahuan akan peran warga dalam masyarakat demokrati. Guna membangun masyarakat yang demokratis diperlukan pendidikan agar warganya dapat mengkritisi dan memahami permasalahan yang ada.



BAB III KESIMPULAN Dengan pendidikan kewarganegaraan ini para generasi muda diharapkan memiliki kesadaran penuh akan demokrasi dan HAM. Dengan bekal keadaran ini, mereka akan memberikan kontribusi yang berarti dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi bangsa, seperti konflik dan kekerasan yang terjadi dalam masyarakat Indonesia, dengan cara-cara yang damai dan cerdas. Mencetak generasi muda yang bertanggungjawab atas keselamatan dan kejayaan tanah air adalah tujan berikutnya. Rasa tanggung jawab ini akan tercermin dalam partisipasi aktif generasi muda dalam pembangunan. Generasi muda yang bertanggung jawab akan menyaring pengaruhpengaruh dari luar, mengambil sisi positifnya dan menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai luhur dan moral bangsa. Akhirnya, Pendidikan kewarganegaraan diharapkan mampu menumbuhkan sikap setia kepada tanah air dan bersedia dengan tulus iklhas untuk menyumbangkan setiap potensinya demi kemajuan tanah air walaupun mendapat iming-iming popularitas atau harta dari pihak-pihak lain.



DAFTAR PUSTAKA Dewantara W Agustinus, (2010), Filsafat Pancasila (Filsafat Kenegaraan) STKIP Widya Yuwana Madiun. Nadra Yunia, (2011), Kriminalitas Pelajar Universitas Negri Yogyakarta Dewantara, A. W. (2015). Filosofi Pendidikan yang Integral dan Humanis dalam Perspektif Mangunwijaya. JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik, 13(7), 3-9. Dewantara, A. (2018). Pancasila Dan Multikulturalisme Indonesia. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/PPKN/article/view/78909