Parit Sulawesi Utara [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A.



Struktur Geologi Regional



1.



Parit Sulawesi Utara



Parit Sulawesi Utara yang memanjang barat – timur, merupakan zona Benioff, tempat Kerak Laut Sulawesi menunjam di bawah Lengan Utara Sulawesi mulai pada akhir Paleogen (Fitch, 1970; Katili, 1971; Cardwell & Isack, 1978; Hamilton, 1979; McCaffrey dkk., 1983). Subduksi ini mencapai puncaknya pada Neogen. Namun demikian, hasil analisis seismologi menunjukkan bahwa Parit Sulawesi Utara ini sudah menyurut aktivitasnya (McCaffrey dkk., 1983; Kertapati dkk., 1992). Simandjuntak (1988; dalam Darman & Sidi, 2000) menduga bagian timur parit ini menunjukkan gejala aktif kembali ditandai aktivitas di ujung timur dan daerah sekitar Lengan Utara.



Gambar 1. Struktur regional Sulawesi dan daerah sekitarnya. disederhanakan oleh Silver dkk. (1983) dan Rehahult dkk. (1991).



2.



Sistem Sesar Palu – Koro



Nama Sesar Palu – Koro diusulkan pertama kali oleh Sarasin (1901) yang kemudian diulangi oleh Rutten (1927). System sesar ini menorah mulai ujung utara Selat Makassar, melalui Kota Palu dan menerus sampai Teluk Bone. Hasil pemetaan geologi yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (sekarang menjadi Pusat Survey Geologi) menunjukkan bahwa sistem sesar ini berhubungan juga dengan Sesar Matano dan Sesar Lawanopo (Simandjuntak dkk., 1993a, b, c, d; Rusmana, dkk., 1993; Sukamto, 1975a; Rusmana dkk., 1993). Gerakan horizontal dan vertical Sesar Palu – Koro telah dianalisis oleh beberapa penulis. Van Bemmelen (1970) dan Katili (1978) setuju bahwa bagian utara sesar ini didominasi oleh gerakan vertical, sedangkan bagian selatannya oleh gerakan horizontal mengiri. Kecepatan gerakan horizontal, yang dianalisis oleh beberapa penulis, hasilnya berbeda, misalnya Sudrajat (1981, dalam Darman & Sidi, 2000) 2-3,5 mm sampai 14-17 mm/tahun; Indriastuti (1990, dalam Darman & Sidi, 2000) 1,23 mm/tahun. Sementara itu, kecepatan gerakan vertical, yang dihitung berdasarkan pengangkatan koral, adalah 4,5 mm/tahun (Tja & Zakaria, 1974), dan 3,4 mm/tahun (Walpersdoft dkk., 1997; dalam Darman & Sidi, 2000). Sistem Sesar Palu – Koro walaupun didominasi oleh gerakan horizontal mengiri, juga secara setempat membentuk tinggian dan rendahan. Bentuk rendahan semacam cekungan dapat dikenali sebagai Danau Matano, Danau Poso, dan Lembah Palu. 3.



Sesar Naik Batui



Sesar Naik Batui merupakan hasil tumbukan antara Kepingan Benua Banggai – Sula dengan Lajur Ofiolit Sulawesi Timur; kepingan benua tersebut naik terhadap lajur ofiolit. Sesar naik ini menoreh ujung Lengan Timur Sulawesi sampai Teluk Tolo dan bertemu dengan perpanjangan Sesar Matano, yang dinamai Sesar Manui oleh Gerrard dkk. (1988). Sesar Naik Batui ini dipotong oleh beberapa sesar geser yang hadir belakangan, diantaranya Sesar Tolili, Ampana, dan Wekuli (Simandjuntak, 1986; Rusmana dkk.,1993; Surono dkk., 1993). Berdasarkan rekaman seismic sesar naik ini mengalami pengaktifan kembali (McCaffrey dkk., 1983; Kertapati dkk., 1992). Endapan teras terumbu koral Kuarter yang tersebar mulai Batui sampai ujung Lengan Timur Sulawesi (Rusmana dkk., 1993; Surono dkk., 1993) menunjukkan bahwa paling tidak ada tiga kali periode pengangkatan. Besar kemungkinan pengangkatan terumbu koral tersebut diakibatkan karena kegiatan Sesar Naik Batui.



Gambar 2. Sesar Naik Batui di Lengan Timur Sulawesi (Darman & Sidi, 2000) 4.



Sesar Naik Poso



Sesar Naik Poso memanjang utara-selatan, mulai dari Tanjung Peindilisa di Teluk Tomini sampai Masamba di pantai utara Teluk Bone (Sukamto, 1975a; Simandjuntak dkk., 1993b; d). sesar naik ini memisahkan Lajur Malihan Sulawesi Tengah di bagian timur dengan Lajur Vulkanik Sulawesi Barat di barat. Berdasarkan hasil rekaman sesmik, Kertapati dkk. (1992) menduga saat ini Sesar Naik Poso dalam keadaan tidak aktif. Namun demikian, gempa yang terjadi di bagian barat Teluk Tomini beberapa waktu lalu memungkinkan paling tidak ujung utara sesar tersebut teraktifkan kembali (Darman & Sidi, 2000). 5.



Sesar Walanae



Sesar Walanae, yang berarah hamper utara – selatan, menoreh Lengan Selatan Sulawesi dan menerus memotong Pulau Selayar yang berada di selatannya (Sukamto, 1975a; Sukamto, R. & Supriatna, S., 1982; Sukamto, R., 1982). Bahkan Darman & Sidi (2000) menduga sesar ini menerus ke selatan sampai ke Sesar Naik Flores di utara Pulau Flores. Ke arah utara sesar tersebut mungkin menerus sampai Selat Makassar dan bersatu dengan rantas (suture) Paternoster – Lupar.



Sesar walanae teraktifkan kembali pada Kuarter sehingga membentuk depresi Walanae yang luas. Namun rekaman seismic tidak menunjukkan keaktifan sesar ini (Darman & Sidi, 2000). 6.



Pemekaran Selat Makassar



Selat Makassar diduga terbentuk karena adanya pemekaran yang berarah hamper utara – selatan di kawasan itu (Katili, 1978). Penelitian profil sesmik refraksi yang memotong selat itu, menunjukkan bahwa tidak ada pemunculan kerak samudra di bawah runtunan sedimen Tersier (Situmorang, 1983). Beberapa penulis (diantaranya Situmorang, 1983; Simandjuntak, 1999) menduga pemekaran Selat Makassar diduga mulai Neogen. Hal ini didasarkan pada kemiripan batuan dasar berumur Kapur dan runtunan sedimen penutupnya yang berumur Eosesn – Oligosen (Hamilton, 1974) di Kalimantan bagian selatan – timur dan Lengan Selatan Sulawesi bagian barat. B.



Tektonik Sulawesi



Bentuk “K” Pulau Sulawesi mencerminkan kompleksitas tektonik yang dialaminya. Berdasarkan data geologi dan geofisika, Simandjuntak (1993 dalam Darman & Sidi, 2000) menyatakan bahwa Pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya mengalami empat kali kegiatan tektonik, yaitu: a. Subduksi tipe Cordileran pada Kapur b. Tektonik divergen pada Mesozoikum c. Tumbukan tipe Tethyan pada Neogen dan d. Tumbukan pada Kuarter 1.



Subduksi tipe Cordileran Kapur



Subduksi tipe Cordileran dicirikan oleh zona Beniof yang miring ke arah barat di bagian barat Sulawesi. Subduksi ini mengakibatkan proto-laut Banda menunjam di bawah tepi timur Paparan Sunda. Subduksi ini juga ditandai oleh keberadaan batuan malihan berderajat rendah berumur Kapur Akhir di Sulawesi tengah, batuan campur aduk (melange) berumur Kapur – Paleogen, dan Lajur Gunung Api Sulawesi Barat. Batuan endapan turbidit laut dalam berumur Kapur di Sulawesi barat mungkin merupakan endapan sepanjang palung. 2.



Tektonik divergen Mesozoikum



Tektonik divergen pada Mesozoikum terjadi akibat pemekaran tepi utara Benua Australia. Pemekaran pada tepi benua itu mengakibatkan beberapa



kepingan benua terpisahkan dari induknya dan kemudian bergerak ke arah utara – utara barat ke posisi sekarang yang tersebar di kawasan Laut Banda. Garrad dkk. (1988) menduga proses pemisahan ini terjadi sejak Jura. Beberapa penulis (di antaranya Simandjuntak, 1986; 1993; Garrad dkk., 1988; Darman & Sidi, 2000) menduga pergerakan kepingan benua tersebut melalui Sesar Sorong. 3.



Tumbukan Tipe Tethyan Neogen



Sebagian kepingan benua tersebut bertumbukan dengan kompleks subduksi Kapur dan ofiolit di Sulawesi dan daerah sekitarnya pada Neogen. Pada kawasan ini dijumpai di antaranya Kepingan Banggai – Sula, Kepingan Sulawesi Tenggara, Paparan Buton dan Tukangbesi. Pada tumbukan tipe Tethyan ini kepingan benua tersebut menyusup di bawah ofiolit dan kompleks subduksi (Darman & Sidi, 2000). Simandjuntak (1986) menemukan batuan campur aduk (melange) sepanjang Sesar Naik Batui, di Lengan Timur Sulawesi. Akhir dari tumbukan Neogen ini mengakibatkan Lajur Ofiolit Sulawesi Timur naik ke atas tepi beberapa kepingan benua tersebut. 4.



Tumbukan kuarter



Pada waktu ini kawasan Sulawesi dan daerah sekitarnya menunjukkan adanya tektonik aktif: a. Lajur subduksi di utara Lengan Utara Sulawesi (North Sulawesi Trench), tempat lempeng Laut Sulawesi menunjam masuk di bawah Lengan Utara Sulawesi, Lajur Subduksi ini berhubungan dengan sesar geser mengiri aktif Palu-Koro, Matano, dan Lawwanopo. b. Jalur gunung api aktif mulai ujung utara Lengan Utara sampai ke Sangihe yang diakibatkan oleh subduksi ganda di utara Sulawesi pada Neogen, kemudian diaktifkan kembali pada Kuarter. c. Pergerakan ke barat Kepingan Benua Banggai-Sula menyebabkan Lajur Ofiolit Sulawesi Utara tersesar-naikkan di atas kepingan itu. d. Teras batugamping terumbu yang memanjang dari Batui sampai ujung utara Lengan Utara Sulawesi.