Patologi Anatomi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PATOLOGI ANATOMI : Macam-macam Gangguan Patologis August 31, 2012 | By syarofina pratiniyata Patologis identik dengan adanya kejadian penyakit. Dalam suatu kasus penyakit, selalu muncul gejala-gejala baik klinis maupun subklinis yang mendukung diagnosa. Gejala-gejala tersebut, dapat dinamakan sebagai gangguan patologis baik dilihat secara histopatologi maupun patologi anatomi. Biasanya berhubungan dengan proses peredaran darah dan cairan tubuh lainnya. Macam-macam gangguan patologis antara lain : 1. Edema Edema merupakan gangguan patologis yang ditandai dengan adanya penimbunan cairan secara abnormal di ruang intrasel atau dalam tubuh. Edema disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik, sedangkan tekanan osmotik koloid plasma mengalami penurunan. Hal itu menyebabkan gangguan aliran limfe sehingga ion Na+ tertahan. Keadaan tekanan osmotik koloid plasma yang menurun disebut hipoalbuminemia. Kejadian edema dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lokal dan umum. Contoh edema lokal adalah obstruksi (penyumbatan) vena. Sedangkan contoh edema umum yaitu seperti gagal jantung, penyakit hepar (hati tidak bisa memproduksi albumin), dan penyakit ginjal (karena ion Na+ tertahan, maka terjadi penimbunan natrium). Mekanisme kejadian gagal jantung yang menimbulkan edema yakni : Terjadi tekanan vena sentral, tekanan vena sentral mengalami peningkatan seiring dengan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik. Hal itu menimbulkan transudasi atau proses pengeluaran transudat yang meningkat. Sehingga volume koloid plasma naik dan menimbulkan edema yang berakibat pada gagal jantung. Sedangkan mekanisme gagal ginjal yaitu : Suplai darah menurun sehingga aliran darah yang menuju ke ginjal juga turun, yang menyebabkan renin angiotensin (hormon yang membantu meningkatkan sirkulasi darah) bekerja. Kemudian merangsang aldosteron, aldosteron akan meningkat dan menimbulkan penimbunan Na (garam) dan air tertahan di ginjal dan menimbulkan edema. Biasanya berefek pada wajah, dapat terlihat bengkak (moon face). 2. Anasarka Anasarka merupakan gangguan patologis yang disebabkan karena edema yang sudah parah dan menyebar. Biasanya menimbulkan sembab. 3. Ascites



Ascites merupakan gangguan patologis karena ada penimbunan cairan edema di salah satu rongga tubuh. Misalnya bila pada rongga thorax, maka disebut hidrothorax. Bisa pula terjadi pada rongga perikardium (hidroperikardium) dan rongga peritoneum (hidroperitoneum). 4. Hiperemi / Congesti Merupakan peningkatan volume darah karena pelebaran kapiler kecil. Dibedakan menjadi dua berdasarkan kemampuan tubuh untuk repair (memperbaiki kejadian ini). Yaitu hiperemi dan congesti. Hiperemi merupakan kejadian hiperemi aktif, artinya dapat diperbaiki. Hiperemi aktif yaitu terjadi penambahan aliran darah arteri, misalnya saat radang dimana cirinya adalah bengkak (tumor), merah (rubor), panas (kalor), sakit (dolor), dan functio laesa (kehilangan fungsi). Sedangkan congesti yaitu kejadian hiperemi pasif, yang mana sukar atau tidak bisa diperbaiki karena kekurangan aliran darah yang keluar dari vena seperti pada kejadian gagal jantung. 5. Perdarahan (Haemorrhagi) Merupakan pecahnya pembuluh darah karena kejadian fisik maupun alamiah, seperti karena trauma, atherosklerosis, radang, dan erosi neoplastik. 6. Hematoma Hematoma yaitu timbunan, jeratan, atau gumpalan darah pada jaringan tubuh. Misalnya hemoarthrosis yaitu hematoma pada bagian sendi. 7. Petechiae Yaitu perdarahan kecil dalam kulit, lapisan mukosa, atau pada permukaan serosa. Misalnya bintik-bintik merah pada kulit. Selain itu bila terjadi infeksi Eimeria tenella pada ayam, akan muncul petechiae pada serosa. 8. Purpura Merupakan perdarahan ringan yang lebih besar daripada petechiae, yang terjadi juga di kulit, mukosa atau serosa. 9. Ekimosis Ekimosis adalah hematoma subkutan yang besar, diameternya lebih dari 1-2 cm. Misalnya memar. 10. Trombosis Trombosis adalah terbentuknya massa bekuan darah atau trombus di sistem cardiovaskular. Bila trombus membesar, maka menjadi embolus (Tromboembolisme). Trombus membesar karena homeostasis tubuh yang tidak seimbang, misalnya karena tumor, gagal jantung, dan lain-lain.



HIPERTENSI Filed under: PATOFIS — Leave a comment 2010/12/04



PENGERTIAN Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom, 1995 ) Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ). Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolic karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ). PENYEBAB Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 ) 1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya 2.



Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain



Hiperrtensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa factor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Factor tersebut adalah sebagai berikut : a.



Faktor keturunan



Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi b.



Ciri perseorangan



Cirri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) dan ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )



c.



Kebiasaan hidup



Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok, minum alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin ). PATOFISIOLOGI Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).



Definisi Peningkatan tekanan intracranial atau TIK (intracranial pressure, ICP) didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Proses Proses eksudasi akan menunjukkan hubungan perjalanan penyakit infeksi. Sementara proses transudasi akan menunjukkan adanya gangguan henodinamik®MDUL¯, yang penyebabnya bisa gangguan fungsi jantung, ginjal, dan kadar protein yang rendah. Pemeriksaan cairan pleura pasien meliputi kadar glukosa dan pemeriksaan LDH. Kandungan glukosa pasien 118, dan LDH 700. Selanjutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan kultur/sensitivity test dari UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Bandar Lampung menunjukkan tidak ada pertumbuhan kuman atau pasien dalam kondisi steril. Patofisiologi Ruang intracranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intracranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intracranial dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari pada normal. Beberapa aktivitas tersebut adalah pernapasan abdominal dalam, batuk, dan mengedan atau valsalva maneuver. Kenaikan sementara TIK tidak menimbulkan kesukaran, tetapi kenaikan tekanan yang menetap mengakibatkan rusaknya kehidupan jaringan otak. Ruang intracranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsure yang tidak dapat ditekan: otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsure lainnya dan menaikan tekanan intracranial. Hipotesis Monro-Kellie memberikan suatu contoh konsep pemahaman peningkatan TIK. Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga ruangannya meluas, dua ruang lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi volumenya (apabila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi intracranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural ini dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran CSF ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak kearah bawah atau horizontal (herniasi) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi syaraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal. Tumor otak, cedera otak, edema otak, dan obstruksi aliran darah CSF berperan dalam peningkatan TIK. Edema otak (mungkin penyebab tersering peningkatan TIK) disebabkan oleh banyak hal (termasuk peningkatan cairan intrasel, hipoksia, iskemia otak, meningitis, dan cedera). Pada dasarnya efeknya sama tanpa melihat factor penyebabnya. TIK pada umumnya meningkat secara bertahap. Setelah cedera kepala, edema



terjadi dalam 36 hingga 48 jam hingga mencapai maksimum. Peningkatan TIK hingga 33 mmHg (450 mmH2O) menurunkan secara bermakna aliran darah ke otak (cerebral blood flow, CBF). Iskemia yang terjadi merangsang pusat vasomotor, dan tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia dan pernapasan menjadi lebih lambat. Mekanisme kompensasi ini dikenal sebagai reflek cushing, membantu mempertahankan aliran darah otak. (akan tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu menaikan tekanan intracranial). Tekanan darah sistemik akan terus meningkat sebanding dengan peningkatan TIK, walaupun akhirnya dicapai suatu titik ketika TIK melebihi tekanan arteria dan sirkulasi otak berhenti yang mengakibatkan kematian otak. Pada umumnya, kejadian ini didahului oleh tekanan darah arteria yang cepat menurun. Siklus deficit neurologik progresif yang menyertai kontusio dan edema otak (atau setiap lesi massa intracranial yang membesar). Seperti pada gambar dibawah



SKEMA TRAUMA OTAK



Trauma otak menyebabkan menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontosio, menyebabkan rusaknya sawar darah otak (Blood brain barrier, BBB), disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehinggaq timbhul edema. Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan akhirnya meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan CBF, iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan peningkatan PaCO2), dan kerusakan BBB lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut sehingga terjadi kematian sel dan bertambahnya edema secara progresif kecuali bila dilakukan intervensi. Gejala dan Tanda Gejala adalah hal-hal yang dikeluhkan pasien kepada dokter. Tanda adalah temuan-temuan dokter yang diperoleh berdasarkan hasil pemeriksaan klinik. Dalam hal mencari gejala dan tanda pada pasien yang dicurigai mengalami penyakit pada otak, sangat penting bagi dokter untuk memahami bahwa kelainan pada otak dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Respons otak terhadap penyakit dapat berupa terjadinya perubahan status mental. Perubahan



tersebut biasanya berupa perubahan tingkat kesadaran. Pasien dapat menunjukkan berbagai tingkat kesadaran. Tindakan yang paling penting pada pemeriksaan fisik adalah mencari setiap perubahan intelegensi, orientasi, kewaspadaan diri atau memori. Pasien dengan kerusakan fungsi otak dapat muncul dengan gejala-gejala motorik. Sebagian besar pasien dengan kelompok gejala dan tanda tersebut akan terlihat memiliki pola paresis atau kelemahan fungsi otot. Beberapa diantaranya akan muncul, walaupun tanpa kelemahan otot yang signifikan, namun tetap terjadi pergerakan abnormal yang diakibatkan oleh kerusakan sistem syaraf, seperti spastisitas atau kejang. Otot biasanya rigid atau gerakannya menjadi tidak terkoordinasi. Pergerakan abnormal dapat terlihat selama aktivitas yang dilakukan pasien, baik disadari maupun tidak. Nyeri, seperti sakit kepala merupakan bentuk keluhan sensorik paling sering. Pasien dapat juga mengeluh adanya sensasi yang abnormal, seperti parestesia, fenomena nyeri seperti tersengat listrik atau mati rasa. Keluhan dapat timbal secara spontan atau hanya pada temuan saat dokter melakukan pemeriksaan. Keluhan sensorik lainnya mungkin melibatkan gangguan penglihatan atau pendengaran. Gangguan berbahasa merupakan keluhan yang umum ditemukan pada pasien dengan kerusakan otak. Gangguan ini dapat dikategorikan menjadi beberapa macam, namun secara umum dibedakan menjadi 3 kelompok yang disebut afasia. Pada afasia ekspresif, seseorang mempunyai kesulitan mengekspresikan dirinya, yaitu kesulitan menyusun kalimat yang koheren dan dapat dimengerti. Pasien dengan afasia reseptif mengalami kesulitan menerima masukan komunikasi dan mengolahnya menjadi bahasa yang dapat dimengerti. Ekspresi verbal pada pasien-pasien tersebut dapat normal, walaupun artikulasinya benar tapi tidak berhubungan dengan masukan yang diterima. Seorang dengan afasia global tidak memiliki kedua komponen di atas. Pada akhirnya, kerusakan otak dapat bermanifestasi sebagai gangguan kejiwaan. Kumpulan gejala dan tanda di atas sering dihubungkan dengan emosi, gangguan realita dan perubahan pandangan terhadap diri. Pasien dengan kelompok gejala tunggal jarang; lebih sering terjadi gabungan beberapa gejala. Sebagai contoh, pasien menderita tumor yang mengenai otak kanan dapat mengeluh letargi, sakit kepala, mati rasa dan kelemahan lengan dan tungkai kanan, kehilangan sebagaian lapangan pandang, afasia ekspresif dan depresi.